Anda di halaman 1dari 18

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN ANAK DENGAN ATRESIA ANI

Rabu, Juni 09, 2010

Pendahuluan Atresia ani termasuk dalam beberapa bentuk dari malformasi anorektal. Malformasi ini merupakan hal yang biasa terjadi sebagai malformasi kongenital yang disebabkan oleh perkembangan yang tidak normal. Insidensi minor abnormalitas terjadi sekitar 1:500 per kelahiran hidup dan insidensi mayor anomali sekitar 1:5000 kelahiran hidup. Imperforate anus (atresia ani) meliputi beberapa gabungan malformasi rektum termasuk malformasi traktus urinarius, esophagus dan duodenum (biasanya jarang) yang tanpa adanya gejala yang jelas dan beberapa memiliki fistula dari rectum distal ke perineum atau sistem genitourinari. Ekstropi kloaka merupakan bentuk yang jarang dari malformasi sistem genitourinari, sistem genitalia dan usus, yang mengalir langsung ke saluran yang berhubungan dengan perineum. Malformasi anorectal mungkin saja terjadi secara terpisah dan bisa juga sebagai bagian dari Vacterl syndrom (Vertebral, Anorectal, Cardiovaskuler, Thracheoesophageal, Renal, dan Limb Abnormalities). Definisi Menurut kamus kedokteran, Atresia berarti tidak adanya lubang pada tempat yang seharusnya berlubang. Sehingga atresia ani berarti tidak terbentuknya lubang pada anus. Klasifikasi

Anomali bawah

Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborektalis, terdapat spingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal, dan tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinari.

Anomali intermediate

Rektum berada pada atau di bawah tingkat otot puborektalis, lesung anal dan spingter eksternal berada pada posisi yang normal.

Anomali tinggi

Ujung rektum diatas otot puborektalis, dan spingter internal tidak ada. Hal ini biasanya berhubungan dengan fistula genitourinarius rektouretral (pria) atau rektovaginalis (wanita).

Patofisiologi Selama perkembangan embrio, kloaka menjadi jalur utama untuk perkembangan sistem urinari, genital, dan rektal. Pada usia kehamilan 6 minggu (ada juga sumber yang menyebutkan 7 minggu), kloaka terbagi menjadi 2 bagian, yaitu sinus urogenital anterior dan rektal dengan urorektal septum. Setelah lateral folds bergabung dengan septum urorektal, pemisahan urinari dari segmen rektal terjadi, yaitu membran urogenital ke arah ventral dan membran anal ke arah dorsal. Berhentinya perkembangan ini akan mengakibatkan perpindahan rektum pada posisi normal perineal menjadi terhambat. Selama usia kehamilan ini, bagian urogenital pada kloaka sudah membuka ke arah eksternal, tetapi membran anal tidak akan ruptur sampai proses ini selesai. Anus berkembang dengan invaginasi eksternal yang dikenal sebagai proctodeum yang masuk ke dalam rektum tetapi terhalang oleh membran anal. Membran ini akan ruptur sampai usia kehamilan 8 minggu. Rectal atresia terjadi pada saat proctodeum (saluran anal) berkembang dengan normal tetapi gagal untuk berkomunikasi dengan rektum, rektum mungkin terpisah dari jarak yang substansial atau hanya ada diaprahma mukosa. Biasanya tidak ada fistula. Pada kelainan retrokloakal, uretra membuka ke arah anterior menuju saluran vaginal, dan rektum membuka ke arah posterior menuju saluran yang sama. Hanya yang satu orifisium yang tampak, uretra maupun rektum tak terlihat. Cloakal Exstrophy adalah gabungan antara ekstrofi bladder, anus imperforata, kelainan perkembangan atau tidak adanya colon dan malformasi genitalia eksternal. Supralevator anomali tinggi sebagian besar terjadi pada anak laki-laki dan biasanya terbentuk fistula diantara rektum dengan akhiran usus proksimal dan prostat urethra. Bila supralevator terjadi pada anak perempuan, biasanya terdapat fistula yang menghubungkan antara rektum dengan posterior vaginal fernix. Pada translevator anomali rendah, usus telah diubah menjadi levator

otot anus, internal dan aksternal sphingter ada dan berkembang dengan baik dan fungsinya normal. Pada anak laki-laki terdapat kulit atau membran yang menutup anus (biasa disebut covered anus). Tanda atresia ani antara lain: bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam dan sejak lahir tidak ada defekasi mekonium, distensi abdomen. Pemeriksaan Pemeriksaan fisik: Anus tampak merah, Usus melebar, kadang-kadang tampak ileus obstruksi. Termometer yang dimasukkan melalui anus tertahan oleh jaringan. Pada auskultasi terdengan hiperperistaltik. Ketiadaan secara komplit ciri-ciri anal, perineum yang rata dan ketiadaan spingter eksternal ketika stimulasi generalmengindikasikan intermediate atau lesi tinggi. Pemeriksaan endoskopi dan digital: mengidentifikasi konstriksi atau sembunyinya kantong perut dari atresia rectal. Stenosis mungkin muncul tak jelas sampai usia 1 tahun atau lebih pada anak yang mempunyai riwayat defekasi sulit, distensi abdominal, dan ribbon likestool (feses berbentuk pita). Pemeriksaan radiologis, ditemukan:

Udara dalam usus terhenti tiba-tiba yang menadakan terdapat obstruksi di daerah tersebut. Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bayi baru lahir. Dari gambaran ini harus dipikirkan kemungkinan atresia rekti atau anus imperforatus. Pada bayi dengan anus imperforatus, gambaran udara terhenti tiba-tiba di daerah sigmoid, kolon, atau rektum. Dibuat foto anteroposterior (AP) dan lateral, bayi diangkat dengan kepala di bawah dan kaki diatas (Wangensteen dan Rice). Pada anus diletakkan benda yang radioopak sehingga pada foto daerah antara benda radioopak dengan bayangan udara yang tertinggi dapat di ukur.

Penanganan

Pada stenosis anal dapat dikoreksi dengan dilatasi manual. Prosedur ini dilakukan oleh perawat selama di RS, dan setelah pulang dilakukan oleh orang tua pasien setelah dilatih oleh perawat. Imperforata anal dimana usus masih mempunyai hubungan yang tepat dengan levator ani, anus dapat dikoreksi dengan memotong/menghilangkan mukokutaneosis. Pada intermediate anorektal malformasi, rekonstruksi dilakukan sesuai dengan tempat kelainan. Hal utama yang harus diperhatikan adalah tempat berakhirnya rektum dan hubungannya dengan area puborektal yang menyandang otot levator ani. Penanganan dimulai dari kolostomi kemudian dilanjutkan dengan pembedahan/pembuatan lubang anus pada umur 3-6 bulan, bahkan 1 tahun pada saat anak mulai belajar toilet training. Pembuatan lubang anus harus pada area eksternal sphingter dan penempatan usus pada puborektal harus sesuai dengan anomali tubuh. Adanya fistula juga harus

diperhatikan sebelum dilakukan operasi rekonstruksi untuk mencegah adanya kentaminasi fekal pada saluran genitourinari.

Setelah post operatif, hal utama yang harus diperhatikan adalah masalah konstipasi yang disebabkan oleh defisit neurologi akan kontrol defekasi. Berkurangnya sensasi defekasi pada rektum akan menyebabkan fekal image dan paradoxal diare. Masalah ini dapat dibatasi dengan melatih anak untuk defekasi secara teratur dalam kesehariannya. Enema juga kadang-kadang diperlukan untuk membersihkan kolon.

KEMUNGKINAN DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNCUL PADA ATRESIA ANI: 1. Inkontinensia bowel b.d. abnormalitas spingter rektal (atresia ani) 2. Risiko kerusakan integritas kulit b.d pengeluaran sekret feses. 3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan memasukkan makanan, mencerna makanan. 4. Resiko infeksi b.d prosedur invasif, operasi kolostomi. 5. Kurang pengetahuan tentang kolostomi dan perawatannya b. d. kurangnya paparan informasi, misinterpretasi informasi, dan ketidakfamiliaran terhadap sumber informasi.

skep Atresia Ani


Istilah atresia berasal dari bahasa Yunani yaitu a yang berarti tidak ada dan trepsis yang berarti makanan atau nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia adalah suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal. Atresia ani adalah malformasi congenital dimana rectum tidak mempunyai lubang keluar (Walley,1996). Ada juga yang menyebutkan bahwa atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus atau tertutupnya anus secara abnormal (Suriadi,2001). Sumber lain menyebutkan atresia ani adalah kondisi dimana rectal terjadi gangguan pemisahan kloaka selama pertumbuhan dalam kandungan. Jadi menurut kesimpulan penulis, atresia ani adalah kelainan congenital anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan. Walaupun kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat lahir, tetapi kelainan bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat atau pemeriksaan perineum. Etiologi Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber mengatakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Pada kelainan bawaananus umumnya tidak ada kelainan rectum, sfingter, dan otot dasar panggul. Namun demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak memadai. Menurut peneletian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif yang menjadi

penyebab atresia ani. Orang tua yang mempunyai gen carrier penyakit ini mempunyai peluang sekitar 25% untuk diturunkan pada anaknya saat kehamilan. 30% anak yang mempunyai sindrom genetic, kelainan kromosom atau kelainan congenital lain juga beresiko untuk menderita atresia ani. Sedangkan kelainan bawaan rectum terjadi karena gangguan pemisahan kloaka menjadi rectum dan sinus urogenital sehingga biasanya disertai dengan gangguan perkembangan septum urorektal yang memisahkannya. Faktor predisposisi Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat lahir seperti : Sindrom vactrel (sindrom dimana terjadi abnormalitas pada vertebral, anal, jantung, trachea, esofahus, ginjal dan kelenjar limfe). Kelainan sistem pencernaan. Kelainan sistem pekemihan. Kelainan tulang belakang. Klasifikasi Secara fungsional, pasien atresia ani dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu : Yang tanpa anus tetapi dengan dekompresi adequate traktus gastrointestinalis dicapai melalui saluran fistula eksterna. Kelompok ini terutma melibatkan bayi perempuan dengan fistula rectovagina atau rectofourchette yang relatif besar, dimana fistula ini sering dengan bantuan dilatasi, maka bisa didapatkan dekompresi usus yang adequate sementara waktu. Yang tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adequate untuk jalam keluar tinja. Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk menghasilkan dekompresi spontan kolon, memerlukan beberapa bentuk intervensi bedah segera. Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi yaitu : Anomali rendah Rectum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborectalis, terdapat sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius. Anomali intermediet Rectum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis; lesung anal dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal. Anomali tinggi Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini biasanya berhungan dengan fistuls genitourinarius retrouretral (pria) atau rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu rectum sampai kulit perineum lebih daai1 cm. Sedangkan menurut klasifikasi Wingspread (1984), atresia ani dibagi 2 golongan yang dikelompokkan menurut jenis kelamin. Pada laki laki golongan I dibagi menjadi 4 kelainan yaitu kelainan fistel urin, atresia rectum, perineum datar dan fistel tidak ada. Jika ada fistel urin, tampak mekonium keluar dari orifisium eksternum uretra, mungkin terdapat fistel ke uretra maupun ke vesika urinaria. Cara praktis menentukan letak fistel adalah dengan memasang kateter urin. Bila kateter terpasang dan urin jernih, berarti fistel terletak uretra karena fistel tertutup kateter. Bila dengan kateter urin mengandung mekonuim maka fistel ke vesikaurinaria. Bila evakuasi feses tidak lancar, penderita memerlukan kolostomi segera. Pada atresia rectum tindakannya sama pada perempuan ; harus dibuat kolostomi. Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada invertogram, maka perlu segera dilakukan kolostomi.

Sedangkan pada perempuan golongan I dibagi menjadi 5 kelainan yaitu kelainan kloaka, fistel vagina, fistel rektovestibular, atresia rectum dan fistel tidak ada. Pada fistel vagina, mekonium tampak keluar dari vagina. Evakuasi feces menjadi tidak lancar sehingga sebaiknya dilakukan kolostomi. Pada fistel vestibulum, muara fistel terdapat divulva. Umumnya evakuasi feses lancar selama penderita hanya minum susu. Evakuasi mulai etrhambat saat penderita mulai makan makanan padat. Kolostomi dapat direncanakan bila penderita dalam keadaan optimal. Bila terdapat kloaka maka tidak ada pemisahan antara traktus urinarius, traktus genetalis dan jalan cerna. Evakuasi feses umumnya tidak sempurna sehingga perlu cepat dilakukan kolostomi.Pada atresia rectum, anus tampak normal tetapi pada pemerikasaan colok dubur, jari tidak dapat masuk lebih dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi mekonium sehingga perlu segera dilakukan kolostomi. Bila tidak ada fistel, dibuat invertogram. Jika udara > 1 cm dari kulit perlu segera dilakukan kolostomi. Golongan II pada laki laki dibagi 4 kelainan yaitu kelainan fistel perineum, membran anal, stenosis anus, fistel tidak ada. Fistel perineum sama dengan pada wanita ; lubangnya terdapat anterior dari letak anus normal. Pada membran anal biasanya tampak bayangan mekonium di bawah selaput. Bila evakuasi feses tidak ada sebaiknya dilakukan terapi definit secepat mungkin. Pada stenosis anus, sama dengan perempuan, tindakan definitive harus dilakukan. Bila tidak ada fistel dan udara Sedangkan golongan II pada perempuan dibagi 3 kelainan yaitu kelainan fistel perineum, stenosis anus dan fistel tidak ada. Lubang fistel perineum biasanya terdapat diantara vulva dan tempat letak anus normal, tetapi tanda timah anus yang buntu menimbulkan obstipasi. Pada stenosis anus, lubang anus terletak di tempat yang seharusnya, tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidal lancar sehingga biasanya harus segera dilakukan terapi definitive. Bila tidak ada fistel dan pada invertogram udara Patofisiologi Anus dan rectum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitoury dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi atresia anal karena tidak ada kelengkapan migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7 dan 10 mingggu dalam perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sacral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar anus menyebabkan fecal tidak dapat dikeluarkan sehungga intestinal mengalami obstrksi. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis yang terjadi pada atresia ani adalah kegagalan lewatnya mekonium setelah bayi lahir, tidak ada atau stenosis kanal rectal, adanya membran anal dan fistula eksternal pada perineum (Suriadi,2001). Gejala lain yang nampak diketahui adalah jika bayi tidak dapat buang air besar sampai 24 jam setelah lahir, gangguan intestinal, pembesaran abdomen, pembuluh darah di kulir abdomen akan terlihat menonjol (Adele,1996) Bayi muntah muntah pada usia 24 48 jam setelah lahir juga merupakan salah satu manifestasi klinis atresia ani. Cairan muntahan akan dapat berwarna hijau karena cairan empedu atau juga berwarna hitam kehijauan karena cairan mekonium. Pemeriksaan Penunjang Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut : Pemeriksaan radiologis

Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal. Sinar X terhadap abdomen Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk mengetahui jarak pemanjangan kantung rectum dari sfingternya. Ultrasound terhadap abdomen Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam system pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor. d. CT Scan Digunakan untuk menentukan lesi. e. Pyelografi intra vena Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter. f. Pemeriksaan fisik rectum Kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau jari. g. Rontgenogram abdomen dan pelvis Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan traktus urinarius. Penatalaksaan Penatalaksanaan Medis Malformasi anorektal dieksplorasi melalui tindakan bedah yang disebut diseksi posterosagital atau plastik anorektal posterosagital. Colostomi sementara Penatalaksanaan Keperawatan 2.1 Pengkajian Diperlukan pengkajian yang cermat dan teliti untuk mengetahui masalah pasien dengan tepat, sebab pengkajian merupakan awal dari proses keperawatan. Dan keberhasilan proses keperawatan tergantung dari pengkajian. Konsep teori yang difunakan penulis adalah model konseptual keperawatan dari Gordon. Menurut Gordon data dapat dikelompokkan menjadi 11 konsep yang meliputi : Persepsi Kesehatan Pola Manajemen Kesehatan Mengkaji kemampuan pasien dan keluarga melanjutkan perawatan di rumah. Pola nutrisi Metabolik Anoreksia, penurunan BB dan malnutrisi umu terjadi pada pasien dengan atresia ani post kolostomi. Keinginan pasien untuk makan mungkin terganggu oleh mual dan munta dampak dari anestesi. Pola Eliminasi Dengan pengeluaran melalui saluran kencing, usus, kulit dan paru maka tubuh dibersihkan dari bahan - bahan yang melebihi kebutuhan dan dari produk buangan. Oleh karena pada atresia ani tidak terdapatnya lubang pada anus, sehingga pasien akan mengalami kesulitan dalam defekasi (Whaley & Wong,1996). Pola Aktivitas dan Latihan Pola latihan dan aktivitas dipertahankan untuk menhindari kelemahan otot. Pola Persepsi Kognitif Menjelaskan tentang fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman, daya ingatan masa lalu dan ketanggapan dalam menjawab pertanyaan. Pola Tidur dan Istirahat Pada pasien mungkin pola istirahat dan tidur terganggu karena nyeri pada luka inisisi. Konsep Diri dan Persepsi Diri

Menjelaskan konsep diri dan persepsi diri misalnya body image, body comfort. Terjadi perilaku distraksi, gelisah, penolakan karena dampak luka jahitan operasi (Doenges,1993). Peran dan Pola Hubungan Bertujuan untuk mengetahui peran dan hubungan sebelum dan sesudah sakit. Perubahan pola biasa dalam tanggungjawab atau perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran (Doenges,1993). Pola Reproduktif dan Sexual Pola ini bertujuan menjelaskan fungsi sosial sebagi alat reproduksi (Doenges,1993). Pola Pertahanan Diri, Stress dan Toleransi Adanya faktor stress lama, efek hospitalisasi, masalah keuangan, rumah (Doenges,1993). Pola Keyakinan dan Nilai Untuk menerangkan sikap, keyakinan klien dalam melaksanakan agama yang dipeluk dan konsekuensinya dalam keseharian. Dengan ini diharapkan perawat dalam memberikan motivasi dan pendekatan terhadap klien dalam upaya pelaksanaan ibadah (Mediana,1998). Pemeriksaan Fisik Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani adalah anus tampak merah, usus melebar, kadang kadang tampak ileus obstruksi, termometer yang dimasukkan melalui anus tertahan oleh jaringan, pada auskultasi terdengan hiperperistaltik, tanpa mekonium dalam 24 jam setelah bayi lahir, tinja dalam urin dan vagina (Whaley & Wong,1996). Diagnosa Keperawatan Data yang diperoleh perlu dianalisa terlebih dahulu sebelum mengemukkan diagnosa keperawatan, sehingga dapat diperoleh diagnosa keperawatan yang spesifik. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien atresia ani yaitu: a. Inkontinen bowel (tidak efektif fungsi eksretorik berhubungan dengan tidak lengkapnya pembentukan anus (Suriadi,2001). b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia (Doenges,1993). c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi (Doenges,1993). d. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan (Doenges,1993). Kecemasan keluarga berhungan dengan prosedur pembedahan dan kondisi bayi (Suriadi,2001). Gangguan citra diri berhubungan dengan adanya kolostomi (Doenges,1993). Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma saraf jaringan (Doenges,1993). Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan penumpuksan secket berlebih (Doenges,1993). Kurangnya pengetahuan keluarga berhungan dengan kebutuhan perawatan di rumah (Whaley & Wong,1996). Intervensi Keperawatan Fokus intervensi keperawatan pada atresia ani adalah sebagai berikut : Inkontinen bowel (tidak efektif fungsi eksretorik) berhubungan dengan tidak lengkapnya pembentukan anus (Suriadi,2001). Tujuan yang diharapkan yaitu terjadi peningkatan fungsi usus, dengan kriteria hasil : pasien akan menunjukkan konsistensi tinja lembek, terbentuknya tinja,tidak ada nyeri saat defekasi, tidak terjadi perdarahan. Intervensi : Dilatasikan anal sesuai program.

Pertahankan puasa dan berikan terapi hidrasi IV sampai fungsi usus normal. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi (Doenges,1996). Tujuan yang diharapkan adalah tidak terjadi gangguan integritas kulit, dengan kriteria hasil : penyembuhan luka tepat waktu, tidak terjadi kerusakan di daerah sekitar anoplasti. Intervensi : Kaji area stoma. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian lembut dan longgar pada area stoma. Sebelum terpasang colostomy bag ukur dulu sesuai dengan stoma. Yakinkan lubang bagian belakang kantong berperekat lebih besar sekitar 1/8 dari ukuran stoma. Selidiki apakah ada keluhan gatal sekitar stoma. c. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan (Doenges,1993). Tujuan yang diharapkan adalah tidak terjadi infeksi, dengan kriteria hasil : tidak ada tanda tanda infeksi, TTV normal, lekosit normal. Intervensi : Pertahankan teknik septik dan aseptik secaa ketat pada prosedur medis atau perawatan. Amati lokasi invasif terhadap tanda-tanda infeksi. Pantau suhu tubuh, jumlah sel darah putih. Pantau dan batasi pengunjung , beri isolasi jika memungkinkan. Beri antibiotik sesuai advis dokter. d. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukkan sekret berlebih (Doenges,1993). Tujuan yang diharapkan adalah mempertahakan efektif jalan nafas, mengeluarkan sekret tanpa bantuan dengan kriteria hasil : bunyi nafas bersih, menunjukkan perilaku perbaikan jalan nafas misalnya, batuk efektif dan mengeluarkan sekret. Intervensi : Kaji fungsi pernafasan, contoh : bunyi nafas, kecepatan, irama dan kedalaman dan penggunaan otot tambahan. Catat kemampuan untuk mengeluarkan dahak atau batuk efektif, catat karakter, jumlah spuntum, adanya hemaptoe. Berikan posisi semi fowler dan Bantu pasien untuk batuk efektif dan latihan nafas dalam. Bersihkan secret dari mulut dan trakea, penghisapan sesuai keperluan. Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali kontra indikasi. Kolaborasi pemberian mukolitik dan bronkodilator. e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia (Doenges,1993). Tujuan yang diharapkan adalah kebutuhan nurtisi tubuh tercukupi, dengan kriteria hasil : menunjukkan peningkatan BB, nilai laboratorium normal, bebas tanda mal nutrisi. Intervensi : Pantau masukan/ pengeluaran makanan / cairan. Kaji kesukaan makanan anak. Beri makan sedikit tapi sering. Pantau berat badan secara periodik. Libatkan orang tua, misal membawa makanan dari rumah, membujuk anak untuk makan. Beri perawatan mulut sebelum makan. Berikan isirahat yang adekuat.

Pemberian nutrisi secara parenteral, untuk mempertahankan kebutuhan kalori sesuai program diit. Kecemasan keluarga berhungan dengan prosedur pembedahan dan kondisi bayi. (Suriadi,2001;159) Tujuan yang diharapkan adalah memberi support emosional pada keluarga, dengan kriteria hasil : keluarga akan mengekspresikan perasaan dan pemahaman terhadap kebutuhan intervensi perawatan dan pengobatan. Intervensi : Ajarkan untuk mengekspresikan perasaan. Berikan informasi tentang kondisi, pembedahan dan perawatan di rumah. Ajarkan keluarga untuk berpartisipasi dalam perawatan pasien. Berikan pujian pada keluarga saat memberikan perawatan pada pasien. Jelaskan kebutuhan terapi IV, NGT, pengukuran tanda tanda vital dan pengkajian. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma saraf jaringan (Doenges,1996). Tujuan yang diharapkan adalah pasien akan melaporkan nyeri hilang atau terkontrol, pasien akan tampak rileks, dengan kriteria hasil : ekspresi wajah pasien relaks, TTV normal. Intervensi : Tanyakan pada pasien tentang nyeri. Catat kemungkinan penyebab nyeri. Anjurkan pemakaian obat dengan benar untuk mengontrol nyeri. Ajarkan dan anjurkan tehnik relaksasi. Resiko tinggi terhadap konstipasi berhubungan dengan ketidakadekuatan masukan diit (Doenges,1993). Tujuan yang diharapkan adalah pola eliminasi sesuai kebutuhan, dengan kriteria hasil : BAB 1x/hari, feses lunak, tidak ada rasa nyeri saat defekasi. Intervensi : Auskultasi bising usus. Observasi pola diit dan itake cairan Gangguan citra diri berhubungan dengan adanya kolostomi (Doenges,1996). Tujuan yang diharapkan adalah pasien mau menerima kondisi dirinya sekarang, dengan kriteria hasil : pasien mentatakan menerima perubahan ke dalam konsep diri tanpa harga diri rendah, menunjukkan penerimaan dengan merawat stoma tersebut, menyatakan perasaannya tentang stoma. Intervensi : Kaji persepsi pasien tentang stoma. Motivasi pasien untuk megungkapkan perasaannya. Kaji ulang tentang alasan pembedahan. Observasi perilaku pasien. Berikan kesempatan pada pasien untuk merawat stomanya. Hindari menyinggung perasaan pasien atau pertahankan hubungan positif. Kurangnya pengetahuan keluarga berhungan dengan kebutuhan perawatan di rumah (Walley & Wong,1996). Tujuan yang diharapkan adalah pasien dan keluarga memahami perawatan di rumah, dengan kriteria hasil keluarga menunjukkan kemampuan untuk memberikan perawata untuk bayi di rumah. Intervensi : Ajarkan perawatan kolostomi dan partisipasi dalam perawatan sampai mereka dapat melakukan perawatan. Ajarkan untuk mengenal tanda tanda dan gejala yang perlu dilaporkan perawat.

Ajarkan bagaimana memberikan pengamanan pada bayi dan melakukan dilatasi pada anal secara tepat. Ajarkan cara perawatan luka yang tepat. Latih pasien untuk kebiasaan defekasi. Ajarkan pasien dan keluarga untuk memodifikasi diit (misalnya serat) 2.5 Implementasi Keperawatan Seperti tahap lainnya dalam proses keperawatan fase pelaksanaan terdiri dari : validasi rencana keperawatan, dokumentasi rencana keperawatan dan melakukan tindakan keperawatan. Validasi rencana keperawatan Suatu tindakan untuk memberikan kebenaran. Tujuan validasi data adalah menekan serendah mungkin terjadinya kesalahpahaman, salah persepsi. Karena adanya potensi manusia berbuat salah dalam proses penilaian. Dokumentasi rencana keperawatan Agar rencana perawatan dapat berarti bagi semua pihak, maka harus mempunyai landasan kuat, dan bermanfaat secara optimal. Perawat hendaknya mengadakan pertemuan dengan tim kesehatan lain untuk membahas data, masalah, tujuan serta rencana tindakan. Tindakan keperawatan Meskipun perawat sudah mengembangkan suatu rencana keperawatan yang maksimal, kadang timbul situasi yang bertentangan dengan tindakan yang direncanakan, maka kemampuan perawat diuji untuk memodifikasi alat maupun situasi. Evaluasi Evaluasi adalah suatu kegiatan yang terus menerus dengan melibatkan klien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya. Dalam hal ini diperlukan pengetahuan keehatan dan strategi evaluasi. Tujuan dari evaluasi adalah menilai apakah tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. baca selengkapnya di: Askep Atresia Ani - pondokiklan

ASKEP ATRESIA ANI / MALFORMASI ANOREKTAL


Download Askep Kapuk Online Update Askep Anak, Askep Bedah tentang ASKEP ATRESIA ANI / MALFORMASI ANOREKTAL

Definisi

Malformasi anorektal (anus imperforate) ialah suatu malformasi kongenital dimana rektum tidak mempunyai jalan keluar. Jadi pada kasus ini anus tertutup sama sekali dan tebalnya bagian yang tertutup ini bermacam-macam.

Klasifikasi

Terdapat 3 macam bentuk anus imperforate :

Anomali tinggi (Supralevator) : Rektum berakhir diatas M.Levat0r ani (M.Puborektalis) dengan jarak antara ujung buntu rectum dengan kulit perineum > 1 cm. Letak supralevator biasanya disertai dengan fistel kesaluran kencing atau kesaluran genital Anomali Intermediate : Rektum terletak pada M.Levator ani tapi tidak menembusnya Anomali Rendah : Rektum berakhir dibawah >Levator ani sehingga jarak antara kulit dan ujung rectum paling jauh 1 cm.

Etiologi

Penyebabnya tidak diketahui. Tidak ada faktor resiko jelas yang mempengaruhi seorang anak dengan anus imperforata. Tetapi, hubungan genetik terkadang ada. Paling banyak kasus anus imperforata jarang tanpa adanya riwayat keluarga, tetapi beberapa keluarga memiliki anak dengan malformasi.

Patofisiologi

Embriogenesis malformasi ini tidak jelas. Rectum dan anus berkembang dari bagian dorsal usus atau ruang cloaca ketika mesenchym bertumbuh ke dalam membentuk septum anorectum pada midline. Septum ini memisahkan rectum dan canalis anus secara dorsal dari vesica urinaria dan uretra. Ductus cloaca adalah penghubung kecil antara 2 usus. Pertumbuhan ke bawah septum urorectalis menutup ductus ini selama 7 minggu kehamilan.

Selama itu, bagian ventral urogenital berhubungan dengan dunia luar ; membran analis dorsalis terbuka kemudian. Anus berkembang dengan penyatuan tuberculum analis dan invaginasi external, diketahui sebagai proctodeum, yang mengarah ke rectum tetapi terpisah oleh membran anal. Membran pemisah ini akan terpisahkan pada usia 8 minggu kehamilan.

Gangguan perkembangan struktur anorectum pada tingkat bermacam-macam menjadi berbagai kelainan, berawal dari stenosis anus, anus imperforate, atau agenesis anus dan

gagalnya invaginasi proctodeum. Hubungan antara tractus urogenital dan bagian rectum menyebabkan fistula rectourethralis atau rectovestibularis.

Tanda dan Gejala

Secara klinik pada bayi ditemukan tidak adanya mekonium yang keluar dalam waktu 24-48 jam setelah kelahiran atau tidak tampak adanya lubang anus. Untuk mengetahui kelainan ini secara dini, pada semua bayi baru lahir harus dilakukan pemasukan thermometer melalui anus.

Tindakan ini tidak hanya untuk mengetahui suhu tubuh, tetapi juga untuk mengetahui apakah terdapat anus imperforata atau tidak. Bila anus terlihat normal dan terdapat penyumbatan yang lebih tinggi dari perineum maka gejala akan timbul dalam 24-48 jam , berupa perut kembung, muntah, tidak bisa buang air besar dan ada yang mengeluarkan tinja dari vagina atau ureter.

Pemeriksaan Diagnostik / penunjang

Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostic yang umum dilakukan pada gangguan ini Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel mekonium Pemeriksaan sinar-X lateral inverse (teknik Wangensteen-Rice) dapat menunjukkan adanya kumpulan udara dalam ujung rectum yang buntu pada atau di dekat perineum; dapat menyesatkan jika rectum penuh dengan mekonium yang mencegah udara sampai keujung kantong rectal Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak kantong rectal Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan cara menusukkan jarum tersebut sambil melakukan aspirasi; jika mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm, defek tersebut dianggap sebagai defek tingkat tinggi

Komplikasi

Semua pasien yang mempunyai malformasi anorectal dengan komorbiditas yang tidak jelas mengancam hidup akan bertahan. Pada lesi letak tinggi, banyak anak mempunyai masalah pengontrolan fungsi usus dan juga paling banyak menjadi konstipasi. Pada lesi letak rendah, anak pada umumnya mempunyai control usus yang baik, tetapi masih dapat menjadi konstipasi.

Komplikasi operasi yang buruk berkesempatan menjadi kontinensia primer, walaupun akibat ini sulit diukur. Reoperasi penting untuk mengurangi terjadinya kontinensia. Kira-kira 90% anak perempuan dengan fistula vestibulum, 80% anak laki-laki dengan fistula ureterobulbar, 66% anak laki-laki dengan fistula ureteroprostatic, dan hanya 15% anak laki-laki dengan fistula bladder-neck mempunyai pergerakan usus yang baik. 76% anak dengan anus imperforata tanpa fistula mempunyai pergerakan usus yang baik.

Selain itu, komplikasi lain yang dapat muncul yaitu :


Asidosis hiperkloremia Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan Komplikasi jangka pendek : Eversi mukosa anal Stenosis (akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis) Masalah atau kelambatan yang baerhubungan dengan toilet training Inkontinensia (akibat stenosis anal atau impaksi) Prolaps mukosa anorektal (menyebabkan inkontinensia dan rembesan persisten) Fistula kambuhan (karena tegangan di area pembedahan dan infeksi).

Penatalaksanaan/Pengobatan

Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan defek. Semakin tinggi lesi, semakin rumit prosedur pengobatannya. Untuk anomaly tinggi, dilakukan kolostomi beberapa hari setelah lahir. Bedah definitifnya, yaitu anoplasti perineal (prosedur penarikan perineum abdominal), umumnya ditunda 9-12 bulan.

Penundaan ini dimaksudkan untuk memberi waktu pada pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk menambah berat badannya dan bertambah baik status nutrisinya. Lesi rendah diatasi dengan menarik kantong rectal melalui sfingter sampai lubang pada kulit ananl. Fistula, bila ada harus ditutup. Defek membranosa hanya memerlukan tindakan pembedahan yang minimal. Membran tersebut dilubangi dengan hemostat atau scalpel.

Pada kebanyakan kasus, pengobatan malformasi anorektal memerlukan dua tahap tindakan pembedahan. Untuk defek ringan sampai sedang, prognosisnya baik. Defeknya dapat diperbaiki, peristalsis dan kontinensia normal juga dapat diperolah. Defek yang lebih berat umumnya disertai anomaly lain, dan hal tersebut akan menambah masalah pada hasil

tindakan pembedahan. Anus imperforata biasanya memerlukan operasi sedang untuk membuka pasase feses.

Tergantung pada beratnya imperforate, salah satu tindakan adalah anoplasti perineal atau colostomy : prosedur operasi termasuk menghubungkan bagian atas colon dengan dinding anterior abdomen, pasien ditinggalkan dengan lubang abdomen disebut stoma. Lubang ini dibentuk dari ujung usus besar melalui insisi dan sutura ke kulit.

Setelah colostomy, feses dibuang dari tubuh pasien melalui stoma, dan terkumpul dalam kantong yang melekat pada abdomen yang diganti bila perlu. Pengobatan pada anus malformasi anorektal juga dapat dilakukan dengan jalan operasi PSARP (Posterio Sagital Anorectoplasy). Teknik ini punya akurasi tinggi untuk membuka lipatan bokong pasien.

Teknik ini merupakan ganti dari teknik lama yaitu Abdomino Perineal Poli Through (APPT). Teknik lama ini mempunyai resiko gagl tinggi karena harus membuka dinding abdomen

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN Pengkajian

Lakukan pengkajian kepatenan lubang anal pada bayi baru lahir Observasi adanya pasase mekonium. Perhatikan bila mekonium tampak pada orifisium yang tidak tepat. Observasi feses yang seperti karbon pada bayi yang lebih besar atau anak kecil yang mempunyai riwayat kesulitan defekasi atau distensi abdomen Bantu dengan prosedur diagnostik mis : endoskopi, radiografi

Dioagosa Keperawatan

Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan. intake tidak adekuat Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen Konstipasi berhubungan dengan gangguan pasase feses, feses lama dalam kolon dan rectum Distres pernafasan berhubungan dengan distensi abdomen Gangguan integritas kulit berhubungan dengan colostomy Gangguan citra tubuh berhubungan dengan adanya kolostomi Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurang sumber informasi

Intervensi Keperawatan

1. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake tidak adekuat o Tujuan : Mempertahankan Berat Badan stabil / menunjukkan kemajuan peningkatan Berat Badan mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal o Intervensi : Pertahankan potensi selang Naso-gastrik. Jangan mengembalikan posisi selang bila terjadi perubahan posisi. Rasional: Memberikan istirahat pada traktus GI. Selama fase pasca operasi akut sampai kembali berfungsi normal Berikan perawatan oral secara teratur Rasional: Mencegah ketidaknyamanan karena mulut kering dan bibir pecah Kolaborasi pemberian cairan IV, Rasional: Memenuhi kebutuhan nutrisi sampai masukan oral dapat dimulai Awasi pemeriksaan laboratorium. Misalnya Hb / Ht dan elektrolit. Rasional: Indikator kebutuhan cairan / nutrisi dan keaktifan terapi dan terjadinya konstipasi. 2. Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen o Tujuan : Menyatakan nyeri hilang Menunjukkan rileks, mampu tidur, dan istirahat dengan tepat o Intervensi: Catat keluhan nyeri, durasi, dan intensitasn nyeri Rasional: Membantu mendiagnosa etiologi perdarahan dan terjadinya komplikasi Catat petunjuk nonverbal. Mis: gelisah, menolak untuk bergerak Rasional: Bahasa tubuh / petunjuk non verbal dapat secara prikologis dan fisiologis dapat digunakan sebagai petunjuk untuk mengidentifikasi masalah Kaji faktor-faktor yang dapat meningkatkan / menghilangkan nyeri Rasional: Menunjukkan faktor pencetus dan pemberat dan mengidentifikasi terjadinya komplikasi Berikan tindakan nyaman, seperti pijat penggung, ubah posisi dan

3.

4.

5.

6.

Rasional: Meningkatkan relaksasi, memfokuskan perhatian, dan meningkatkan koping Kolaborasi pemberian analgetik Rasional: Memudahkan istirahat dan menurunkan rasa sakit Konstipasi berhubungan dengan. gangguan pasase feses, feses lama dalam kolon dan rectum o Tujuan : Menormalkan fungsi usus Mengeluarkan feses melalui anus o Intervensi: Kaji fungsi usus dan karakteristik tinja Rasional: Memperoleh informasi tentang kondisi usus Catat adanya distensi abdomen dan auskultasi peristaltik usus Rasional: Distensi dan hilangnya peristaltic usus menunjukkan fungsi defekasi hilang Berikan enema jika diperlukan Rasional: Mungkin perlu untuk menghilangkan distensi Distres pernafasan berhubungan dengan distensi abdomen o Tujuan: Pola nafas efektif, tidak ada gangguan pernafasan o Intervensi: Observasi frekuensi / kedalaman pernafasan Rasional: Nafas dangkal, distress pernafasan, menahan nafas, dapat menyebabkan hipoventilasi Dorong latihan napas dalam Rasional: Meningkatkan ekspansi paru maksimal dan alat pembersihan jalan napas, sehingga menurunkan resikoatelektasis Berikan oksigen tambahan Rasional: memaksimalkan sediaan O2 untuk pertukaran dan peningkatan kerja nafas Tinggikan kepala tempat tidur 300 Rasional: Mendorong pengembangan diafragma / ekspansi paru optimal dan meminimalkan isi abdomen pada rongga thorax Gangguan integritas kulit berhubungan dengan colostomy o Tujuan : Meningkatkan penyembuhan luka tepat waktu dan bebas tanda infeksi o Intervensi: Observasi luka, catat karakteristik drainase Rasional: Perdarahan pasca operasi paling sering terjadi selama 48 jam pertama, dimana infeksi dapat terjadi kapan saja Ganti balutan sesuai kebutuhan, gunakan teknik aseptik Rasional: Sejumlah besar drainase serosa menuntut pergantian dengan sering untuk menurunkan iritasi kulit dan potensial infeksi Irigasi luka sesuai indikasi, gunakan cairan garam faali Rasional: Diperlukan untuk mengobati inflamasi infeksi praap / post op Gangguan citra tubuh berhubungan dengan adanya kolostomi o Tujuan: Menyatakan penerimaan diri sesuai situasi Menerima perubahan kedalam konsep diri

Intervensi: Dorong pasien/orang terdekat untuk mengungkapkan perasaannya Rasional: Membantu pasien untuk menyadari perasaannya yang tidak biasa Catat perilaku menarik diri. Peningkatan ketergantungan Rasional: Dugaan masalah pada penilaian yang dapat memerlukan evaluasi lanjut dan terapi lebih kuat Gunakan kesempatan pada pasien untuk menerima stoma dan berpartisipasi dan perawatan Rasional: Ketergantungan pada perawatan diri membantu untuk memperbaiki kepercayaan diri Berikan kesempatan pada anak dan orang terdekat untuk memandang stoma Rasional: Membantu dalam menerima kenyataan Jadwalkan aktivitas perawatan pada pasien Rasional: Meningkatkan kontrol dan harga diri Pertahankan pendekatan positif selama tindakan perawatan Rasional: Membantu pasien menerima kondisinya dan perubahan pada tubuhnya 7. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurang sumber informasi o Tujuan : Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi / proses penyakit, tindakan dan prognosis o Intervensi: Tentukan persepsi anak tentang penyakit Rasional: Membuat pengetahuan dasar dan memberikan kesadaran kebutuhan belajar individu Kaji ulang obat, tujuan, frekuensi, dosis Rasional: Meningkatkan pemahaman dan kerjasama Tekankan pentingnya perawatan kulit pada orang tua Rasional: Menurunkan penyebaran bakteri
o

Read more: ASKEP ATRESIA ANI / MALFORMASI ANOREKTAL

Anda mungkin juga menyukai