Anda di halaman 1dari 12

TUGAS MATA KULIAH KEPERAWATAN ANAK

LAPORAN PENDAHULUAN ATRESIA ANI PADA ANAK

MAKALAH

Oleh
Lilik Maesaroh
NIM 192311101234

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2020
A. Pengertian
Istilah atresia ani berasal dari bahasa Yunani yaitu “ a “ yang artinya tidak ada dan
trepsis yang berarti makanan dan nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia ani adalah
suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang yang normal. Atresia ani atau anus
imperforata atau malformasi anorektal adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau
anus tidak sempurna, termasuk didalamnya agenesis ani, agenesis rekti dan atresia rekti.
Insiden 1:5000 kelahiran yang dapat muncul sebagai sindroma VACTRERL (Vertebra,
Anal, Cardial, Esofageal, Renal, Limb) (Haryono,2013).
Atresia ani adalah kondisi yang biasanya terjadi pada bayi, di mana usus besar atau
bagian dari usus besar bayi belum terbentuk sempurna, sehingga menjadi tersumbat dan
sangat sempit. Beberapa anak tidak memiliki bukaan anus. Usus besar adalah lokasi
atresia yang paling jarang terjadi pada saluran pencernaan.
Banyak orang yang merasa asing mendengar nama penyakit atresia ani. Atresia ani
adalah kondisi dimana tidak adanya lubang anus atau tidak sempurnaya bentuk anus.
Contohnya seperti anus cekung ke dalam, anus tampak rata, atau anus ada namun tidak
terhubung langsung dengan rektum (suatu penghubung antara usus besar / colon ke anus).
Kondisi tersebut juga terjadi akibat adanya kelainan bawaan (congenital) (Purwanto,
2010).

B. Anatomi Fisiologi
Pencernaan adalah proses pemecahan molekul-molekul zat makanan dari yang
lebih besar menjadi molekul-molekul yang lebih kecil sehingga dapat diserap oleh
dinding usus halus. Proses pencernaan makanan dibantu oleh HCl, garam empedu dan
berbagai enzim pencernaan yang disekresikan oleh kelenjar pencernaan. Selain kelenjar
pencernaan, proses ini juga memerlukan alat-alat pencernaan.

1
Berikut dijelaskan proses pencernaan makanan secara berurutan dari mulut hingga usus besar:
a.    Mulut
Di dalam rongga mulut, makanan dicerna secara mekanik dan kimiawi. Pencernaan
mekanik dibantu beberapa organ yaitu gigi dan lidah. Gigi berfungsi untuk memotong dan
penghalus makanan. Lidah digunakan untuk mengatur letak makanan dalam mulut, sebagai
indra perasa dan mendorong makan masuk ke kerongkongan. Adanya kelenjar ludah di sekitar
mulut dapat membantu pencernaan secara kimiawi. Kelenjar tersebut menghasilkan enzim
ptialin yang berfungsi memecah amilum menjadi disakarida.
b.    Kerongkongan (Oesophagus)
Organ ini berfungsi menghubungkan mulut dengan lambung (panjang: sekitar 20 cm).
Selama di kerongkongan makanan tidak mengalami proses pencernaan, karena di
kerongkongan hanya terjadi gerak peristable.
c.    Lambung (Gaster)
Lambung berbentuk seperti kantung yang terdiri dari fundus, kardiak dan pilorus. Di
organ ini makanan dicerna secara kimiawi dengan bantuan getah lambung. Sekresi getah
lambung dipacu oleh hormon Gastrin.
d.    Usus Halus (Intestin)
Saluran usus halus merupakan saluran terpanjang yang terdiri dari duodenum (usus dua
belas jari),  jejunum (usus kosong) dan ileum (usus penyerapan). Dalam usus duodenum
bermuara dua saluran dari pankreas dan hepar. Hepar akan mengirimkan getah empedu ke
2
duodenum untuk mengemulsikan lemak. Usus halus juga bisa mensekresi enzim antara lain
erepsinogen dan enterokinase. Enterokinase adalah enzim pengaktif, yang dapat mengaktifkan
tripsinogen menjadi tripsin dan erepsinogen menjadi erepsin. 
Hasil pencernaan di usus halus akan diserap oleh jonjot usus (villi) yang ada di illeum dan
kemudian diedarkan ke seluruh tubuh. Sebelum beredar, sari makanan dialirkan dulu ke hepar
melalui vena porta hepatica. Khusus untuk lemak dan vitamin yang larut dalam lemak tidak
diangkut melalui darah tapi melalui pembuluh getah bening.
e.    Usus Besar (Colon)
Di dalam colon tidak ada lagi proses pencernaan. Dengan adanya Escherichia coli, sisa
pencernaan akan dibusukkan dan diperoleh vitamin K dari proses tersebut. Fungsi utama colon
adalah mengatur keadaan air sisa makanan.
f.     Rektum
Rektum ini merupakan lanjutan dari kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum
mayor dengan anus, panjangnya 12 cm, dimulai dari pertengahan sakrum sampai kanalis anus.
Rektum terletak dalam rongga pelvis didepan os sarkum dan os koksigis.
Rektum terdiri atas dua bagian yaitu :
1)    Rektum propia : bagian yang melebar disisa sebut ampula rekti, jika terisi makanan akan
timbul hasrat defekasi
2)    Rektum analis rekti : sebelah bawah ditutupi oleh serat-serat otot polos (muskulus
spingter ani  internus dan muskulus sfingter ani eksternus). Kedua otot ini berfungsi pada
waktu defekasi. Tunika mukosa rektum mengandung pembuluh darah, jaringan mukosa dan
jaringan otot yang membentuk lipatan  disebut kolumna rektalis. Bagian bawah terdapat
vene rektalis (hemoroidalis 

superior dan inferior) yang sering mengalami pelebaran atau varises yang disebut wasir
(ambeyen).
g.     Anus
Anus merupakan saluran pencernaan yag berhubungan dengan dunia luar terletak didasar
pelvis, dindingnya diperkuat oleh spingter ani yang terdiri atas :
1)    Spingter ani internus : terletak disebelah dalam bekerja tidak menurut kehendak
2)    Spingter lefatomi : bagian tengaah bekerja tidak menurut kehendak
3
3)    Spingter ani eksternus : sebelah luar bekerja menurut kehendak

Defekasi adalah hasil refleks. Apabila bahan feses masuk kedalam rektum, dinding rektum
akan meregang menimbulkan impuls aferens disalurkan melalui pleksus mesentrikus sehingga
menimbulkan gelombang peristaltik pada kolon desenden dan kolon sigmoid yang akan
mendorong feses ke arah anus. Apabila gelombang peristaltiik sampai di anus, spfingter ani
internus akan menghambat feses sementara dan sfingter ani eksternus melemas sehingga terjadi
defekasii.

C. Jenis-jenis
a. Kelainan di tingkat bawah. Berupa lubang anus yang menyempit atau sama sekali tertutup
akibat usus rektum yang masih menempel pada kulit. Lubang anus yang tertutup
umumnya disertai dengan cacat lahir lain, seperti gangguan jantung, masalah pada sistem
saraf pusat, atau anomali pada tangan dan kaki.
b. Kelainan di tingkat atas. Posisi usus besar yang terletak di rongga panggul bagian atas dan
terbentuknya fistula yang menghubungkan rektum dan kandung kemih, uretra, atau
vagina. Fistula adalah terowongan abnormal yang muncul antara dua saluran normal
seperti antara pembuluh darah, usus, atau organ tubuh.
c. Lubang posterior atau kloaka yang persisten. Pada kelainan ini, rektum, saluran kemih,
dan lubang vagina bertemu pada satu saluran yang sama.

D.  ETIOLOGI
1. Merupakan anomali gastrointestinal dan genitourynari, Namun ada sumber yang
mengatakan kelainan anus bawaan disebabkan oleh:
a. Karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena gangguan
pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik.
b.  Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga bayi lahir tanpa
lubang anus.
c. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada
kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan.

4
d. Kelainan bawaan , dimana sfingter internal mungkin tidak memadai. (Betz. Ed 7.
2012)
E. PATOFISIOLOGI
Terjadinya anus imperforata karena kelainan congenital dimana saat proses
perkembangan embrionik tidak lengkap pada proses perkembangan anus dan rectum.
Dalam perkembangan selanjutnya ujung ekor dari belakang berkembang jadi kloaka yang
juga akan berkembang jadi genitor urinary dan struktur anoretal. Atresia ani ini terjadi
karena tidak sempurnanya migrasi dan perkembangan kolon antara 7-10 minggu selama
perkembangan janin. Kegagalan tersebut terjadi karena abnormalitas pada daerah uterus
dan vagina, atau juga pada proses obstruksi. Anus imperforate ini terjadi karena tidak
adanya pembukaan usus besar yang keluar anus sehingga menyebabkan feses tidak dapat
dikeluarkan.
Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstuksi dan adanya 'fistula. Obstuksi ini
mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan segala akibatnya
Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga
terjadi asidosis hiperchloremia, sebaliknya feses mengalir kearah traktus urinarius
menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara
rectum dengan organ sekitarnya. Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina)
atau perineum (rektovestibuler). Pada laki- laki biasanya letak tinggi, umumnya fistula
menuju ke vesika urinaria atau ke prostate (rektovesika) pada letak rendah fistula menuju
ke urethra (rektourethralis). (Mediana,2011)

F. MANIFESTASI KLINIS
Gejala umum dari atresia ani pada bayi adalah:
a. Tidak memiliki lubang anus
b. Memiliki lubang anus di tempat yang tidak semestinya, misalnya terlalu dekat dengan
vagina
c. Ada selaput yang menutupi lubang anus
d. Usus tidak tersambung dengan anus
e. Sambungan antara usus dan sistem urinasi tidak normal, tinja bisa melewati sistem
urinasi, seperti uretra, vagina, skrotum atau dasar penis
5
f. Tidak mengeluarkan tinja dalam 24 – 48 jam pertama setelah lahir
g. Memiliki perut yang bengkak
h. Memiliki sambungan yang tidak normal, atau fistula, antara rektum dan sistem
reproduksi atau saluran urinasi
i. Muntah

Tanda dan gejala yang khas pada klien antresia ani seperti :
1.      Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.
2.      Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.
3.      Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya
4.      Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada fistula).
5.      Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
6.      Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membran anal.
7.      Perut kembung. ( Amin Huda & hardhi Kusuma, 2015 )

G. Penatalaksanaan medis

Operasi diperlukan pada banyak kasus atresia ani pada bayi untuk membuka lubang yang
tertutup. Tergantung pada kondisi, ahli bedah akan memilih metode yang cocok, seperti:

a. Operasi untuk menyambung anus dan usus apabila usus tidak tersambung dengan anus
b. Anoplasti untuk memindahkan anus ke lokasi yang tepat jika memiliki sambungan yang
tidak normal pada usus dan sistem urinasi
c. Kolostomi untuk menyambung bagian usus ke bukaan di dinding perut agar kotoran dapat
keluar ke kantung di luar tubuh
d. Obat-obatan dapat diberikan untuk menawarkan rasa sakit, seperti etaminophen.

6
Pathway Atresia Ani
 Gangg. pertumbuhan
 Fusi
 Pembentukan anus dari tonjolan
embriogenik

Feses tidak keluar Vistel rektovaginal

Feses masuk ke uretra

Peningkatan tekanan Reabsorbsi sisa


intra abdominal metabolisme oleh tubuh

Mikroorganisme masuk
saluran kemih
Mual, muntah
Keracunan
Operasi:

Anoplasti,
Resiko nutrisi Gangguan
Colostomi Gangguan Eliminasi
kurang dr kebthan
Resti nyeri BAK
rasa nyaman

Perubahan defekasi
Trauma jaringan

Pengeluaran tdk
Nyeri Perawatan tidak adekuat
terkontrol

Resti kerusakan Gngguan rasa Resti Infeksi


integritas kulit nyaman
7
H. Tinjauan Keperawatan
I. Pengkajian
1) Biodata klien
2) Riwayat keperawatan
a. Riwayat keperawatan/kesehatan sekarang
b. Riwayat kesehatan masa lalu
3) Riwayat psikologis koping keluarga dalam menghadapi masalah
4) Riwayat tumbuh kembang
a. BB lahir abnormal
b. Kemampuan motorik halus, motorik kasar, kognitif dan tumbuh kembang
pernah mengalami trauma saat sakit
c. Sakit kehamilan mengalami infeksi intrapartal
d. Sakit kehamilan tidak keluar mekonium
5) Riwayat sosial yaitu hubungan sosial
6) Pemeriksaan fisik

2. Diagnosa
a. Diagnosa Pre Operasi
1) Konstipasi berhubungan dengan aganglion.
2) Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan menurunnya intake, muntah.
3) Cemas orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit dan
prosedurperawatan.
b. Diagnosa Post Operasi
1) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terdapat stoma sekunder dari kolostomi.
2) Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.

3. Intervensi
a. Diagnosa Pre Operasi

No Diagnosa Tujuan Intervensi


8
1. Konstipasi Tujuan : Klien mampu 1.Lakukan enema atau
berhubungan dengan mempertahankan pola irigasi rectal sesuai order
aganglion eliminasi BAB dengan 2. Kaji bising usus dan
teratur. abdomen setiap 4 jam
Kriteria Hasil : 3.Meyakinkan
1. Penurunan
berfungsinya usus
distensi abdomen.
4. Ukur lingkar abdomen
2. Meningkatnya
5.Pengukuran lingkar
kenyamanan.
abdomen membantu
mendeteksi terjadinya
distensi

2. Resiko kekurangan Tujuan : Klien dapat 1. Monitor intake –


volume cairan mempertahankan output cairan
berhubungan dengan keseimbangan cairan 2. Lakukan pemasangan
menurunnya intake, Kriteria Hasil : infus dan berikan cairan
muntah 1. Output urin 1-2 IV
ml/kg/jam 3.Mencegah dehidrasi
2. Capillary refill 3- 4. Pantau TTV
5 detik 5.Mengetahui kehilangan
3. Turgor kulit baik cairan melalui suhu tubuh
4. Membrane yang tinggi
mukosa lembab
3. Cemas orang tua Tujuan : Kecemasan 1. Jelaskan dengan istilah
berhubungan dengan orang tua dapat berkurang yang dimengerti oleh
kurang pengetahuan Kriteria Hasil : orang tua tentang
tentang penyakit dan 1. Klien tidak lemas anatomi dan fisiologi
prosedur perawatan. saluran pencernaan
normal.
2. Beri jadwal studi
diagnosa pada orang tua
9
3. Beri informasi pada
orang tua tentang operasi
kolostomi

b. Diagnosa Post Operasi

No Diagnosa Tujuan Intervensi


1. Kerusakan Tujuan : Klien tidak 1. Gunakan kantong
integritas kulit ditemukan tanda-tanda kolostomi yang baik
berhubungan kerusakan kulit lebih 2. Kosongkan kantong
dengan terdapat lanjut. ortomi setelah terisi ¼
stoma sekunder Kriteria Hasil : atau 1/3 kantong
dari kolostomi. -Tidak ada tanda-tanda 3. Lakukan perawatan
infeksi luka sesuai order dokter
-Menunjukan terjadinya
proses penyembuhan luka
2. Kurang Tujuan : Orang tua dapat 1. Ajarkan pada orang tua
pengetahuan meningkatkan tentang pentingnya
berhubungan pengetahuannya tentang pemberian makan tinggi
dengan perawatan perawatan di rumah. kalori tinggi protein.
di rumah. Kriteria Hasil : 2. Ajarkan orang tua
-Pasien dan keluarga tentang perawatan
menyatakan pemahaman kolostomi.
tentang penyakit ,kondisi,
prognosis, dan program
pengobatan
-Kelurga mampu
menjelaskan prosedur
yang dijelaskan secara
benar

10
DAFTAR PUSTAKA

Grosfeld J, O’Neill J, Coran A, Fonkalsrud E. Pediatric Surgery 6th edition. Philadelphia:


Mosby elseivier, 2006; 1566-99.

Oldham K, Colombani P, Foglia R, Skinner M. principles and Practice of Pediatric Surgery


Vol.2. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2005; 1395-1434

Meetdoctor.(2015).Diakses 7 September 2017 https://meetdoctor.com/article/atresia-ani-


penyakit-apakah-itu

Hallosehat. (2016). Diakses 7 September 2017 https://hellosehat.com/penyakit/atresia-ani/

Haryono,Rudy., (n.d.). . Retrieved from Penanganan Atresia Ani Pada Anak

jurnal.akper-notokusumo.ac.id/index.php/jkn/article/download/22/22

11

Anda mungkin juga menyukai