Anda di halaman 1dari 6

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELANCARAN

PRODUKSI ASI PADA IBU MENYUSUI DIKABUPATEN JEMBER

PROPOSAL SKRIPSI

oleh
Lilik Maesaroh
NIM 152310101340

PROGRAM SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

2019
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Air Susu Ibu (ASI) merupakan nutrisi alamiah terbaik bagi bayi karena
mengandung kebutuhan energi dan zat yang dibutuhkan selama enam bulan
pertama kehidupan bayi. Seorang ibu sering mengalami masalah dalam
pemberian ASI eksklusif, salah satu kendala utamanya yakni produksi ASI yang
tidak lancar. Hal ini akan menjadi faktor penyebab rendahnya cakupan
pemberian ASI eksklusif kepada bayi baru lahir (Wulandari dan Handayani,
2011). Indonesia adalah negara berkembang yang memiliki angka kematian
bayi yang tergolong masih cukup tinggi yaitu sebesar 32 per 1.000 kelahiran
hidup pada tahun 2012 (BKKBN,2012). Pemerintah indonesia telah melakukan
berbagai upaya untuk menekan angka kematian bayi dengan berbagai
kebijakan, salah satunya yaitu dengan memberikan air susu ibu (ASI) Ekslusif
(Bener,et al, 2011). Air Susu Ibu (ASI) adalah cairan putih yang merupakan
suatu emulisi lemak dalam larutan protein,laktosa, dan garam-garaman organik
yang dikeluarkan oleh kedua belah kelenjar payudara ibu sebagai makanan
terbaik bagi seorang bayi (Bahiyatun,2010). ASI Ekslusif (menurut WHO)
merupakan pemberian ASI saja pada bayi baru lahir sampai usia 6 bulan tanpa
tambahan cairan ataupun makanan lainya. ASI dapat diberikan pada bayi
sampai berusia 2 tahun (Kristiyansari,2009).
United Nations Children’s Fund (UNICEF) (2014) menyebutkan 800.000
kematian balita (13% dari total kematian balita ) bisa dicegah dengan hanya
memberikan ASI Ekslusif. Asi mengandung nutris ,unsur kekebalan, faktor
pertumbuhan, hormon, anti alergi, antibodi, serta anti inflamasi yang dapat
mencegah terjadinya infeksi sehingga bisa meningkatkan daya tahan tubuh
bayi, meningkatkan motorik, dan melindungi bayi dari berbagai penyakit seperti
diare dan infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) (Yuliarti,2010).
Menurut laporan United Nation Children Fund (UNICEF) tahun 2011
dalam World Breastfeeding Week (2012), sebanyak 136.700.000 bayi yang
dilahirkan di seluruh dunia hanya 32,6 % dari mereka yang mendapat ASI
Ekslusif di usia 0 sampai 6 bulan pertama. Penelitian di beberapa negara
berkembang mengungkapkan bahwa penyebab utama terjadinya kurang gizi
dan hambatan pertumbuhan dan perkembangan pada anak-anak usia balita
berkaitan dengan rendahnya pemberian ASI. Sejalan dengan hal tersebut, World
Health Organization (WHO) dalam Global Data Bank (GDB) on infant and
young child feeding menyatakan bahwa pencapaian pemberian ASI eksklusif di
Asia Tenggara seperti Myanmar masih mencapai 23,6%, Kamboja 65,2%
Indonesia 41,5% dan yang terendah Vietnam 24,3% jumlah penurunan
pemberian ASI eksklusif tidak hanya terjadi di negara-negara maju saja namun
juga terjadi di negara berkembang seperti di Indonesia. Hal tersebut
menggambarkan cakupan pemberian ASI Ekslusif dibawah 80 % dan masih
sangat sedikitnya ibu yang memberikan ASI Ekslusif.
Berdasarkan data Profil Kesehatan Indonesia tahun 2014, jumlah bayi di
Indonesia 0 sampai 6 bulan adalah 2.000.200 bayi, sedngkan yang mendapatkan
ASI Ekslusif hanya 1.046.173 bayi atau sekitar 52,3 %. Cakupan pemberian
ASI ekslusif di Jawa timur masih dibawah target walaupun telah mengalami
peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya. Tahun 2013 diketahui bahwa
cakupan pemberian ASI ekslusif dijawa timur sebesar 47, 88% dari target
sebesar 75% (Kementrian Kesehatan RI,2014 ).
Kabupaten jember merupakan salah pusat regional dikawasan tapal kuda,
daerah tersebut merupakan daerah yang masih memiliki cakupan baik untuk
masalah program kesehatan. Kabupaten jember juga salah satu daerah yang
memiliki program ASI ekslusif mulai tahun 2010-2016 yang hasilnya
cenderung meningkat. Cakupan ASI ekslusif di Kabupaten jember pada tahun
2016 sebesar 73,71 %. Sekitar 50 puskesmas yang ada diwilayah Kabupaten
jember ada beberapa puskesmas yang mencapai target 80 %, namun masih
terdapat beberapa puskesmas yang memiliki angka cakupan pemberian ASI
Ekslusif yang tergolong rendah (Dinkes,2016).
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi ibu dalam memulai,
melaksanakan proses menyusui, dan mempertahankan praktek ASI eksklusif.
Kendala tersebut antara lain adalah faktor demografi, ekonomi, dan dukungan
sosial. Faktor lainnya adalah kurangnya produksi ASI, nyeri atau lecet pada
putting dan kepercayaan/keyakinan diri ibu terhadap kemampuannya
memberikan ASI atau disebut dengan breastfeeding self-efficacy (Loke dan
Chan, 2013). Salah satu faktor yang mempengaruhi ibu dalam memberikan ASI
eksklusif adalah faktor keyakinan diri (efikasi diri) dalam menyusui. Menurut
Dennis (2010), efikasi diri menyusui adalah keyakinan diri seorang ibu terhadap
kemampuannya untuk menyusui atau memberikan ASI eksklusif kepada
bayinya. Efikasi diri dalam menyusui akan menentukan apakah ibu akan
menyusui bayinya atau tidak, seberapa besar usaha ibu untuk menyusui dan
bagaimana ibu mengatasi semua kesulitan yang dihadapi saat menyusui. Efikasi
diri menyusui dipengaruhi oleh empat sumber informasi utama yaitu
pengalaman keberhasilan (pengalaman menyusui sebelumnya), pengalaman
orang lain (melihat orang lain menyusui), persuasi verbal (dorongan dari orang
lain yang berpengaruh seperti teman, keluarga, konsultan laktasi, dan kondisi
fisiologis seperti stres).
Ibu membutuhkan dukungan dalam pemberian ASI kepada bayi salah
satunya dari dukungan keluarga. Dukungan keluarga dapat berasal dari
lingkungan sekitar ibu, seperti suami, orangtua, atau mertua. Keluarga
merupakan orang terdekat ibu yang akan membantu ibu mulai dari masa
kehamilan, kelahiran bahkan sampai menyusui bayi. Ketika ibu mengambil
keputusan untuk menyusui bayinya, ibu akan meminta pendapat dari keluarga.
Apabila keluarga telah mendukung keputusan ibu untuk menyusui bayinya
maka ibu akan dapat mengatasi permasalahan atau hambatan dalam proses
menyusui (Nurani, 2013). Dukungan keluarga dapat diberikan dalam bentuk
memberikan informasi ataupun pengetahuan mengenai pemberian ASI,
memberikan pujian, dan motivasi agar bisa meningkatkan efikasi diri ibu untuk
memberikan ASI kepada bayinya (AIMI, 2008).
Berdasarkan fenomena diatas, maka peneliti merasa perlu untuk melakukan
penelitian tentang “Hubungan dukungan keluarga terhadap efikasi diri ibu
menyusui dalam memberikan ASI eksklusif”.
DAFTAR PUSTAKA

Arief, Weni Kristiyanasari. 2009. Neonatus dan Asuhan Keperawatan Anak.


Yogyakarta: Nuha Medika

Bahiyatun. 2009. Buku Ajar asuhan Kebidanan Nifas normal. Jakata: EGC.

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Survei .2013. Demografi


dan Kesehatan Indonesia 2012.

Bandura, A. (1994) Self-efficacy. In Encyclopedia of Human Behaviour. Ed.


Ramachaudran, V.S. Vol.4,pp.71-81). New York: Academic Press

Bandura, A. (2006) Guide for Constructing Self-efficacy Scale. Self-efficacy


Beliefs of Adolescents. 307-337
Depkes RI. Pedoman pemantauan wilayah setempat kesehatan ibu dan anak (PWS-
KIA). Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat. Jakarta. 1994.

Dennis, C.L. (2010) Breastfeeding Self-Efficacy. Available on:


www.cindyleedennis.ca. Diakses pada tanggal 17 maret 2019.

Kementrian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2012. Jakarta 2013.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2016). PROFIL KESEHATAN


PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016 [East Java Health Profile 2016].
Provinsi Jawa Timur, Dinkes.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Profil kesehatan indonesia


tahun 2014. Jakarta.
Riskesdas. (2013). Riset Kesehatan Dasar: RISKESDAS 2013. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.

Anda mungkin juga menyukai