Anda di halaman 1dari 23

ASKEP ATRESIA ANI PADA ANAK

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal
anus atau tertutupnya anus secara abnormal (Suriadi & Yuliani, R,
2001). Beberapa kelainan kongenital dapat ditemukan bersamaan dengan
penyakit atresia ani, namun hanya 2 kelainan yang memiliki angka yang
cukup signifikan yakni down syndrome (5-10%) dan kelainan urologi (3%).
Hanya saja dengan adanya fekaloma, maka dijumpai gangguan urologi seperti
refluks vesikoureter, hydronephrosis dan gangguan vesica urinaria (mencapai
1/3 kasus) (Swenson dkk, 1990).
Insiden penyakit atresia ani adalah 1 dalam 5000 kelahiran hidup, dengan
jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka
diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit atresia ani.
Kartono mencatat 20-40 pasien penyakit atresia ani yang dirujuk setiap
tahunnya ke RSUPN Cipto Mangunkusomo Jakarta dengan rasio laki-laki:
perempuan adalah 4:1. Insidensi ini dipengaruhi oleh group etnik, untuk
Afrika dan Amerika adalah 2,1 dalam 10.000 kelahiran, Caucassian  1,5
dalam 10.000 kelahiran dan Asia 2,8 dalam 10.000 kelahiran (Holschneider
dan Ure, 2005; Kartono,1993). Menurut catatan Swenson, 81,1 % dari 880
kasus yang diteliti adalah laki-laki. Sedangkan Richardson dan Brown
menemukan tendensi faktor keturunan pada penyakit ini (ditemukan 57 kasus
dalam 24 keluarga).  
Atresia ani dapat mengakibatkan asidosis hiperkloremia, infeksi saluran
kemih yang bisa berkepanjangan, kerusakan uretra (akibat prosedur bedah),
komplikasi jangka panjang yaitu eversi mukosa anal, stenosis (akibat
konstriksi jaringan perut dianastomosis), masalah atau k elambatan yang
berhubungan dengan toilet training, inkontinensia (akibat stenosis awal atau
impaksi), prolaps mukosa anorektal dan fistula (karena ketegangan diare
pembedahan dan infeksi). Masalah tersebut dapat diatasi dengan peran aktif
petugas kesehatan baik berupapromotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Hal ini dilakukan dengan pendidikan kesehatan,  pencegahan, pengobatan
sesuai program dan memotivasi klien agar cepat pulih sehingga dapat
meningkatkan derajat kesehatan secara optimal.

B. Tujuan Penulisan
1.  Tujuan Umum
Penyusun membuat makalah yang berjudul “Asuhan  Keperawatan pada
Anak dengan  Atresia Ani” bertujuan sebagai bahan pembelajaran ANAK
pada tingkat II Keperawatan, serta memenuhi syarat penyelesaian tugas
dari mata kuliah ANAK.

2. Tujuan khusus
Selesainya tugas makalah Asuhan Keparawatan pada Atresia Ani,
penyusun di harapkan mampu:
a.         Memahami isi materi mengenai Asuhan Keperawatan pada Anak
dengan Atresia Ani.
b.         Dapat membagi ilmu kepada pembaca mengenai Asuhan
Keperawatan pada Anak dengan Atresia Ani.

C. Ruang Lingkup
Penulis hanya membahas tentang Asuhan keperawatan pada Anak dengan
Atresia Ani

D. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan oleh penyusun dalam penyusunan makalah
ini adalah metode deskripsi untuk mendapatkan gambaran mengenai Asuhan
Keperawatan pada Anak dengan Atresia Ani itu sendiri.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Atresia ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya
lubang atau saluran anus (Wong, D. L, 2003).
Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus
imperforate meliputi anus, rectum atau keduanya (Betz, C. L and Sowden, L.
A, 2002).
Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal
anus atau tertutupnya anus secara abnormal (Suriadi & Yuliani, R, 2001).
Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa atresia ani adalah
suatu kelainan bawaan dimana tidak terdapatnya lubang atau saluran anus.

B. Etiologi
Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber
mengatakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan,
fusi, dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik.  Atresia ani dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga
bayi lahir tanpa lubang dubur.
2. Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu
atau 3 bulan.
3. Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah
usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara
minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.
4. Berkaitan dengan sindrom down.
5. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan.
C. Patofisiologi
1. Proses perjalanan penyakit
Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal
pada kehidupan embrional.  Anus dan rektum berkembang dari embrionik
bagian belakang. Ujung ekor dari bagian belakang berkembang menjadi
kloaka yang merupakan bakal genitourinaria dan struktur anorektal.
Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal.
Terjadi atresia ani karena tidak ada kelengkapan migrasi dan
perkembangan struktur kolon antara 7 dan 10 mingggu dalam
perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan
dalam agenesis sakral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada
pembukaan usus besar yang keluar melalui anus menyebabkan fekal tidak
dapat dikeluarkan sehingga intestinal mengalami obstruksi.
Manifestasi klinis  diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula.
Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan,
muntah dengan segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel
menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis
hiperkloremia, sebaliknya feses mengalir ke arah traktus urinarius
menyebabkan infeksi berulang.  Pada keadaan ini biasanya akan
terbentuk fistula antara rektum dengan organ sekitarnya. Pada wanita
90% dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau perineum
(rektovestibuler). Pada laki-laki biasanya letak tinggi, umumnya fistula
menuju ke vesika urinaria atau ke prostate. (rektovesika). Pada letak
rendah fistula menuju ke uretra (rektourethralis).

2. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis yang terjadi pada atresia ani adalah kegagalan
lewatnya mekonium setelah bayi lahir, tidak ada atau stenosis kanal
rektal, adanya membran anal dan fistula eksternal pada perineum (Suriadi
& Yuliani, R, 2001). Gejala lain yang nampak diketahui adalah jika bayi
tidak dapat buang air besar sampai 24 jam setelah lahir, gangguan
intestinal, pembesaran abdomen, pembuluh darah di kulit abdomen akan
terlihat menonjol. Bayi muntah-muntah pada usia 24-48 jam setelah lahir
juga merupakan salah satu manifestasi klinis atresia ani. Cairan muntahan
akan dapat berwarna hijau karena cairan empedu atau juga berwarna
hitam kehijauan karena cairan mekonium.

3. Komplilkasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain:
a. Asidosis hiperkloremia.
b. Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.
c. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).
d. Komplikasi jangka panjang yaitu eversi mukosa anal, stenosis
(akibat konstriksi jaringan perut dianastomosis).
e. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
f. Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi).
g. Prolaps mukosa anorektal.
h. Fistula (karena ketegangan abdomen, diare, pembedahan dan
infeksi). (Ngastiyah, 2005).

4. Klasifikasi
a. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga
feses tidak dapat keluar.
b. Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.
c. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara
rektum dengan anus.
d. Rektal atresia adalah tidak memiliki rektum.

D. Penatalaksanaan Medis
Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan
keparahan kelainan. Semakin tinggi gangguan, semakin rumit prosedur
pengobatannya. Untuk kelainan dilakukan kolostomi setelah beberapa hari
kelahiran lahir, kemudian anoplasti perineal yaitu dibuat anus permanen
(prosedur penarikan perineum abnormal) dilakukan pada bayi berusia 12
bulan. Pembedahan ini dilakukan pada usia 12 bulan dimaksudkan untuk
memberi waktu pada pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk
berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk menambah berat
badan dan bertambah baik status nutrisnya. Jenis tindakan pembedahan yang
dapat dilakukan adalah:
1. Aksisi membran anal (membuat anus buatan).
2. Fiktusi yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan setelah 3 bulan
dilakukan korksi sekaligus (pembuat anus permanen).

E. Konsep Tumbuh Kembang Anak Usia Todler (1-3 tahun)


Pertumbuhan merupakan bertambahnya jumlah dan besarnya sel di
seluruh tubuh yang secara kuantitatif dapat di ukur, sedangkan perkembangan
merupakan bertambah sempurnanya fungsi alat tubuh yang dicapai melalui
tumbuh kematangan dan belajar (Whalley & Wong, 2000). Perkembangan
adalah bertambahnya kemampuan dan struktur atau fungsi tubuh yang lebih
kompleks dalam pola yang teratur, dapat diperkirakan, dan diramalkan
sebagai  hasil dari proses diferensiasi sel, jaringan tubuh, organ-organ, dan
sistemnya yang terorganisasi (IDAI, 2002). Dengan demikian, aspek
perkembangan ini bersifat kualitatif, yaitu kematangan fungsi dari masing-
masing bagian tubuh. Hal ini diawali dengan berfungsinya jantung untuk
memompa darah, kemampuan untuk bernafas, sampai kemampuan anak
untuk tengkurap, duduk, berjalan, bicara, memungut benda–benda
disekelilingnya, serta kematangan emosi dan sosial anak. Tahap
perkembangan awal akan menentukan tahap perkembangan selanjutnya. Pada
dasarnya, manusia dalam kehidupannya mengalami berbagai tahapan tumbuh
kembang dan setiap tahap mempunyai ciri tertentu.
Pertumbuhan melambat selama masa todler.  Rata-rata pertambahan berat
badan adalah 1,8 sampai 2,7 kg/tahun.  Berat rata-rata pada usia 2 tahun
adalah 12 kg. Berat badan menjadi empat kali berat badan lahir pada usia 2½
tahun.  Kecepatan pertambahan tinggi badan juga melambat.  Penambahan
tinggi yang biasa adalah bertambah 7,5 cm/tahun dan terutama terjadi dalam
perpanjangan tungkai dan bukan batang tubuh.  Tinggi badan rata-rata anak
usia 2 tahun adalah 86,6 cm.  Secara umum, tinggi badan orang dewasa
sekitar dua kali tinggi badannya sewaktu berusia 2 tahun.
Kecepatan pertambahan lingkar kepala melambat pada akhir masa bayi,
dan lingkar kepala biasanya sama dengan lingkar dada pada usia 1-2 tahun.
Total pertambahan lingkar kepala umumnya selama tahun kedua adalah 2,5
cm. Kemudian kecepatan pertambahan melambat sampai usia 5 tahun,
pertambahan tinggi badan menjadi kurang dari 1,25 cm/tahun.  Fontanale
anterior menutup antara usia 12 sampai 18 bulan.
Keterampilan motorik kasar mayor selama masa todler adalah
perkembangan lokomosi.  Pada usia 12 sampai 13 bulan todler sudah dapat
berjalan sendiri dengan jarak kedua kaki melebar untuk keseimbangan ekstra
dan pada 18 bulan mereka berusaha lari tetapi mudah terjatuh.  Antara usia 2
dan 3 tahun, posisi tegak dengan dua kaki menunjukan peningkatan
koordinasi dan keseimbangan.  Pada usia 2 tahun todler dapat berjalan
menaiki dan menuruni tangga, dan pada usia 2½ tahun mereka dapat
melompat, menggunakan kedua kaki, berdiri pada satu kaki selama satu atau
dua detik, dan melakukan beberapa langkah dengan berjinjit.  Pada akhir
tahun kedua mereka dapat berdiri dengan satu kaki, berjalan jinjit, dan
menaiki tangga dengan berganti-ganti kaki.
Perkembangan motorik halus diperlihatkan dengan meningkatnya
keterampilan deksteritas manual.  Misalnya, pada usia 12 bulan todler mampu
menggenggam sebuah benda yang sangat kecil tetapi tidak mampu
melepaskan sesuai keinginannya.  Pada 15 bulan mereka dapat menjatuhkan
kelereng ke dalam botol berleher sempit. Menangkap atau melempar benda
dan menangkapnya kembali menjadi aktivitas yang hampir obsesif pada usia
sekitar 15 bulan.  Pada usia 18 bulan todler dapat melempar bola dari tangan
tanpa kehilangan keseimbangan.
Todler dihadapkan pada penguasaan beberapa tugas penting. Apabila
kebutuhan untuk membentuk dasar kepercayaan telah terpuaskan, mereka
siap meninggalkan ketergantungannya menjadi memiliki kontrol, mandiri,
dan otonomi. Tugas mayor periode todler adalah diferensiasi diri dari orang
lain, terutama ibu. Proses diferensiasi terdiri atas dua fase: perpisahan,
kemunculan anak dari kesatuan simbiosis dengan ibunya, dan individualisasi,
pencapaian tersebut menandai asumsi anak mengenai karakteristik individual
mereka di dalam lingkungan.  Meskipun proses ini dimulai selama paruh
waktu masa bayi, pencapaian terbesar terjadi selama masa todler.
Karakteristik perkembangan bahasa yang paling mengejutkan selama
masa kanak-kanak awal adalah meningkatnya tingkat pemahaman.  Meskipun
jumlah kata yang dikuasai sekitar 4 pada usia 1 tahun menjadi 300 pada usia
2 tahun-perlu dicatat, kemampuan untuk memahami dan mengerti percakapan
jauh lebih besar dibandingkan jumlah kata yang dapat diucapkan anak.  Ini
terjadi terutama pada keluarga yang menggunakan dua bahasa, yang
perbendaharaan katanya bisa terlambat dikuasai tetapi kedua bahasa dapat
dipahami dengan tepat (Chiocca, 1998 dikutip dari Wong, D. L, et.al, 2009).

F. Konsep Hospitalisasi Anak Usia Todler (1-3 Tahun)


Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang
berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit,
menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah
(Supartini, 2004).  Selama proses tersebut, anak dan orang tua dapat
mengalami berbagai kejadian yang menurut beberapa penelitian ditunjukkan
dengan pengalaman yang sangat traumatik dan penuh dengan stress. Berbagai
perasaan yang sering muncul pada anak, yaitu cemas, marah, sedih, takut, dan
rasa bersalah (Wong, 2000 dikutip dari Supartini, 2004).  Perasaan tersebut
dapat timbul karena menghadapi sesuatu yang baru dan belum pernah dialami
sebelumnya, rasa tidak aman dan tidak nyaman, perasaan kehilangan sesuatu
yang biasa dialaminya, dan sesuatu yang dirasakan menyakitkan.
Apabila anak stress selama dalam perawatan, orang tua menjadi stress
pula, dan stress orang tua akan membuat tingkat stress anak semakin
meningkat (Supartini, 2004). Anak adalah bagian dari kehidupan orang
tuanya sehingga apabila ada pengalaman yang mengganggu kehidupannya
maka orang tua pun merasa sangat stress (Brewis, 1995 dikutip dari Supartini,
2004).  Dengan demikian, asuhan keperawatan tidak bisa hanya berfokus
pada anak, tetapi juga pada orang tuanya.
Anak usia todler bereaksi terhadap hospitalisasi sesuai dengan sumber
stressnya.  Sumber stress yang utama adalah cemas akibat
perpisahan.  Respons perilaku anak sesuai dengan tahapannya, yaitu tahap
protes, putus asa, dan pengingkaran (denial). Pada tahap protes, perilaku yang
ditunjukkan adalah menangis kuat, menjerit memanggil orang tua atau
menolak perhatian yang diberikan orang lain.  Pada tahap putus asa, perilaku
yang ditunjukkan adalah menangis berkurang, anak tidak aktif, kurang
menunjukkan minat untuk bermain dan makan, sedih dan apatis.  Pada tahap
pengingkaran, perilaku yang ditunjukkan adalah secara samar mulai
menerima perpisahan, membina hubungan secara dangkal, dan anak mulai
terlihat menyukai lingkungannya.
Oleh karena adanya pembatasan terhadap pergerakannya, anak akan
kehilangan kemampuannya untuk mengontrol diri dan anak menjadi
tergantung pada lingkungannya. Akhirnya, anak akan kembali mundur pada
kemampuan sebelumnya atau regresi.  Terhadap perlukaan yang dialami atau
nyeri yang dirasakan karena mendapatkan tindakan invasif, seperti injeksi,
infus, pengambilan darah, anak akan menangis, menggigit bibirnya, dan
memukul.  Walaupun demikian, anak dapat menunjukkan lokasi rasa nyeri
dan mengkomunikasikan rasa nyerinya.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. PENGKAJIAN
Diperlukan pengkajian yang cermat dan teliti untuk mengetahui masalah
pasien dengan tepat, sebab pengkajian merupakan awal dari proses
keperawatan. Dan keberhasilan proses keperawatan tergantung dari
pengkajian. Konsep teori yang difunakan penulis adalah model konseptual
keperawatan dari Gordon. Menurut Gordon data dapat dikelompokkan
menjadi 11 konsep yang meliputi :
1. Persepsi Kesehatan – Pola Manajemen Kesehatan
Mengkaji kemampuan pasien dan keluarga melanjutkan perawatan di
rumah.
2. Pola nutrisi – Metabolik
Anoreksia, penurunan BB dan malnutrisi umum terjadi pada pasien
dengan atresia ani post kolostomi. Keinginan pasien untuk makan
mungkin terganggu oleh mual dan munta dampak dari anestesi.
3. Pola Eliminasi
Dengan pengeluaran melalui saluran kencing, usus, kulit dan paru maka
tubuh dibersihkan dari bahan - bahan yang melebihi kebutuhan dan dari
produk buangan. Oleh karena pada atresia ani tidak terdapatnya lubang
pada anus, sehingga pasien akan mengalami kesulitan dalam defekasi
(Whaley & Wong,1996).
4. Pola Aktivitas dan Latihan
Pola latihan dan aktivitas dipertahankan untuk menhindari kelemahan
otot.
5. Pola Persepsi Kognitif
Menjelaskan tentang fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman, daya
ingatan masa lalu dan ketanggapan dalam menjawab pertanyaan.
6. Pola Tidur dan Istirahat
Pada pasien mungkin pola istirahat dan tidur terganggu karena nyeri pada
luka insisi.
7. Konsep Diri dan Persepsi Diri
Menjelaskan konsep diri dan persepsi diri misalnya body image, body
comfort. Terjadi perilaku distraksi, gelisah, penolakan karena dampak
luka jahitan operasi (Doenges,1993).
8. Peran dan Pola Hubungan
Bertujuan untuk mengetahui peran dan hubungan sebelum dan sesudah
sakit. Perubahan pola biasa dalam tanggungjawab atau perubahan
kapasitas fisik untuk melaksanakan peran (Doenges,1993).
9. Pola Reproduktif dan Sexual
Pola ini bertujuan menjelaskan fungsi sosial sebagi alat reproduksi
(Doenges,1993).
10. Pola Pertahanan Diri, Stress dan Toleransi
Adanya faktor stress lama, efek hospitalisasi, masalah keuangan, rumah
(Doenges,1993).
11. Pola Keyakinan dan Nilai
Untuk menerangkan sikap, keyakinan klien dalam melaksanakan agama
yang dipeluk dan konsekuensinya dalam keseharian. Dengan ini
diharapkan perawat dalam memberikan motivasi dan pendekatan
terhadap klien dalam upaya pelaksanaan ibadah (Mediana,1998).
12. Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani adalah
anus tampak merah, usus melebar, kadang – kadang tampak ileus
obstruksi, termometer yang dimasukkan melalui anus tertahan oleh
jaringan, pada auskultasi terdengan hiperperistaltik, tanpa mekonium
dalam 24 jam setelah bayi lahir, tinja dalam urin dan vagina (FKUI, Ilmu
Kesehatan Anak:1985).
Pemeriksaan Fisik
1. Tanda-tanda vital
• Nadi : 110 X/menit.
• Respirasi : 32 X/menit.
• Suhu axila :37º Celsius.
2. Kepala 
Kepala simetris, tidak ada luka/lesi, kulit kepala bersih, tidak ada
benjolan/tumor, tidak ada caput succedanium, tidak ada chepal
hematom. 
3. Mata 
Simetris, tidak konjungtifistis, tidak ada perdarahan subkonjungtiva,
tidak ikterus, tidak nistagamus/ tidak episnatus, conjungtiva tampak agak
pucat. 
4. Hidung 
Simetris, bersih, tidak ada luka, tidak ada secret, tidak ada pernafasan
cuping hidung, tidak ada pus dan lendir.
5. Mulut
Bibir simetris, tidak macrognatia, micrognatia, tidak macroglosus, tidak
cheilochisis.
6. Telinga
Memiliki 2 telinga yang simetris dan matur tulang kartilago berbentuk
sempurna.
7. Leher 
Tidak ada webbed neck.
8. Thorak
Bentuk dada simetris, silindris, tidak pigeon chest, tidak funnel shest,
pernafasan normal
9. Jantung
Tidak ada mur-mur, frekuensi jantung teratur
10. Abdomen
Simetris, teraba lien, teraba hepar, teraba ginjal, tidak termasa/tumor,
tidak terdapat perdarahan pada umbilicus
11. Getalia
Terdapat lubang uretra, tidak ada epispandia pada penis tidak ada
hipospandia pada penis, tidak ada hernia sorotalis.
12. Anus
Tidak terdapat anus, anus nampak merah, usus melebar, kadang-kadang
tampak ileus obstruksi. Thermometer yang dimasukan kedalam anus
tertahan oleh jaringan. Pada auskultasi terdengar peristaltic.
13. Ektrimitas atas dan bawah
Simetris, tidak fraktur, jumlah jari lengkap, telapak tangan maupun kaki
dan kukunya tampak agak pucat
14. Punggung 
Tidak ada penonjolan spina gifida
15. Pemeriksaan Reflek
a. Suching +
b. Rooting + 
c. Moro +
d. Grip +
e. Plantar +

B. ANALISA DATA
No Data Senjang Patofisiologi Masalah
Keperawatan
1 DO: Nutrisi kurang
- Pasien mual/ muntah Atresia ani dari kebutuhan
setiap 15 menit tubuh
setelah pemberian
makan Intake Masuk system
pencernaan
- BB pasien turun 0,5
kg(dari 3kg menjadi
2,5Kg)
Ujung rectum buntu
- Pasien menangis,
kadang-kadang
menolak untuk Refluks/muntah
makan

Kegagalan intake

Nutrisi kurang dari


kebutuhan tubuh
2 DO: Inkontinen bowel
- Pasien tidak mampu Fistula tidak efektif
mengontrol rasa fungsi eksretorik
ingin BAB
- Pasien tidak dapat Abnormal
menahan BAB
Rektovaginal

Rektourinaria

Kolostomi

Inkonten bowel tak efektif


3 DO: Kecemasan
- Keluarga terlihat Kolostomi keluarga
cemas
- Keluarga pasien
sedih Inkontinuitas
jaringan

Terkontaminasi

Agen
mikroorganisme

Infeksi berulang

Kecemasan keluarga
4 DO: pola napas tidak
- RR: 16x/menit Atresia ani efektif
- Pasien terlihat sesak
- Pasien sianosis
- Pasien bernapas Tanpa fistula
menggunakan otot
bantu pernapasan
Distensi abdomen

Penekanan paru

pola napas tidak efektif


5 DO: Tindakan pembedahan Resiko infeksi
- Adanya tanda –  
tanda  radang antara
lain : robor,dolor,
calor tumor, dan Kolostomi
Fungsia laisa
- Pasien merasa gatal Resiko infeksi
- Pasein merasa tidak
nyaman
6 DO: Tindakan pembedahan Gangguan
- Kulit tampak merah   integritas kulit
pada bagian anus
- Adanya tanda-tanda
radang Kolostomi

Gangguan integritas kulit


7. DO: Tindakan pembedahan Gangguan citra
- Pasien terganggu    diri
aktivitas sehari-hari
- Pesien merasa malu
Kolostomi

Gangguan citra tubuh


8 DO: Gangguan rasa
- Pasien tidak nyaman Obstruksi kronik nyaman nyeri
- Nyeri skala sedang
4-7
Gerakan peristaltik
usus
Megakolon
 

Trauma jaringan

Nyeri
9. DO: Kurangnya
- Keluarga kurang Kolostomi pengetahuan
terpajan dengan keluarga
sumber informasi
- Keluarga belum Inkontinuitas
mempunyai jaringan
pengalaman terhadap
atresia ani
Terkontaminasi

Agen
mikroorganisme

Infeksi berulang

Kurang pengetahuan

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan pre operasi :
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia
2. Inkontinen bowel tidak efektif fungsi eksretorik berhubungan dengan
tidak lengkapnya pembentukan anus
3. pola napas tidak efektif berhubungan dengan penekanan paru
4. Kecemasan keluarga berhubungan dengan kondisi bayi
Diagnosa keperawatan post operasi
1. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi
3. Gangguan citra diri berhubungan dengan adanya kolostomi
4. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma saraf jaringan
5. Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan kebutuhan
perawatan di rumah

D. INTERVENSI KEPERAWATAN
n Diagnosa Tujuan Criteria Intervensi Rasional
o hasil
1 Perubahan Setelah - BB -Pantau -untuk
nutrisi dilakukan pasien masukan/ mengukur
kurang dari intervensi stabil pengeluaran intake dan
kebutuhan keperawtan - pasien makanan / output pasien
tubuh 3x24 jam tidak cairan. sehingga
berhubunga diharapaka muntah kebutuhan
n dengan n nutrisi - Intake Kaji kesukaan nutrisi pasien
anoreksia pasien cairan makanan anak. dapat
dapat terpenuh ditentukan
terpenuhi i Beri makan
sedikit tapi -makanan
sering. kesukaan pasien
dapat diberikan
Pantau berat sehingga
badan secara menambah
periodik. masukan nutrisi
bagi pasien
Libatkan orang
tua, misal -untuk
membawa mencegah
makanan dari mual/muntah
rumah,
membujuk anak -BB dapat
untuk makan. menjadi salah
Beri perawatan satu ukuran
mulut sebelum antropometrik
makan. dalam
pemenuhan
Berikan isirahat nutrisi pasien
yang adekuat.
Pemberian -orang tua
nutrisi secara merupakan
parenteral, bagian
untuk terpenting
mempertahanka dalam hidup
n kebutuhan anak dan
kalori sesuai biasanya anak
program diit. lebih percaya
kepada orang
tua dan
cenderung
menurut.

-mulut yang
bersih dapat
menambah
napsu makan
pasien

Pasien
membutuhkan
istirahat yang
cukup untuk
mempercepat
proses
penyembuhan

-jika kebutuhan
nutrisi belum
terpenuhi dapat
dibantu melalui
parenteral
2 Resiko Setelah tidak ada -Pertahankan -mencegah
infeksi dilakukan tanda– teknik septik terjadinya
berhubunga intervensi tanda dan aseptik infeksi karena
n dengan keperawata infeksi secaa ketat pada setelah
prosedur n 3x24 jam -TTV prosedur medis pembedahan,
pembedaha diharapkan normal atau perawatan kulit terbuka
n tidak terjadi Nadi : 110 -Amati lokasi dan dapat
infeksi l. X/menit. invasif terhadap terkontaminasi
RR:32 tanda-tanda oleh
X/menit. infeksi. mikroorganisme
S:36,5oC
-lekosit Pantau suhu -lokasi yang
normal tubuh, jumlah mempunyai
sel darah putih. tanda-tanda
radang perlu
Pantau dan diwaspadai dan
batasi diperketat
pengunjung , perawatannya
beri isolasi jika
memungkinkan. --suhu yang
tinggi
Beri antibiotik merupakan
sesuai advis salah satu tanda
dokter. terjadinya
infeksi, hal
tersebut perlu
diwaspada

-pengunjung
yang datang
mempunyai
kemungkinan
membawa
mokroorganism
e berbahaya

-antibiotik
sesuai indikasi
dapat diberikan
untuk
mencegah
terjadinya
infeksi

3 Gangguan Setelah -pasien -Tanyakan pada -mengetahui


rasa nyaman dilakukan akan pasien tentang persepsi pasien
nyeri intervensi melaporka nyeri. tentang nyeri
berhubunga keperawata n nyeri yang
n dengan n selama hilang atau Catat dialaminya
trauma saraf 3x24 jam terkontrol, kemungkinan
nyeri pasien -pasien penyebab nyeri.
dapat akan -jika penyebab
terkontrol tampak Anjurkan diketahui maka
rileks, pemakaian obat untuk
-ekspresi dengan benar mengatasi nyeri
wajah untuk dapat
pasien mengontrol diminimalkan
relaks, nyeri. penyebab nyeri
-TTV Ajarkan dan tersebut
normal anjurkan tehnik
Nadi:110 relaksasi. -obat yang
X/menit. diberikan untuk
RR:32 mengontrol
X/menit. nyeri dapat
S:36,5oC diberikan untuk
mengontrol atau
menghilangkan
nyeri

-tekhnik
relaksasi dapat
mengalihkan
perhatian pasien
tentang
nyerinya
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Istilah atresia berasal dari bahasa Yunani yaitu “a” yang berarti tidak ada
dan trepsis yang berarti makanan atau nutrisi. Dalam istilah kedokteran,
atresia adalah suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan
normal.
Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber
mengatakan kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan,
fusi, dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Pada kelainan bawaan
anus umumnya tidak ada kelainan rectum, sfingter, dan otot dasar panggul
Manifestasi klinis yang terjadi pada atresia ani adalah kegagalan
lewatnya mekonium setelah bayi lahir, tidak ada atau stenosis kanal rectal,
adanya membran anal dan fistula eksternal pada perineum
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah
Diagnosa keperawatan pre operasi :
 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia
 Inkontinen bowel tidak efektif fungsi eksretorik berhubungan dengan
tidak lengkapnya pembentukan anus
 pola napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukkan secret
berlebih
 Kecemasan keluarga berhubungan dengan kondisi bayi
 Diagnosa keperawatan post operasi
 Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan
 Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kolostomi
 Gangguan citra diri berhubungan dengan adanya kolostomi
 Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan trauma saraf
jaringan
 Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan kebutuhan
perawatan di rumah

B. Saran
Bagi masyarakat yang mempunyai bayi yang kesulitan buang air besar
sejak lahir segera diperiksa ke petugas kesehatan untuk mendapatkan
tindakan pengobatan lebih lanjut.
  
DAFTAR PUSTAKA

De Jong, Sjamsuhidayat. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed. 3. Jakarta: EGC.

Kumar, Vinay, dkk. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins, Vol. 2, ed. 7. Jakarta:
EGC.

Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2012. Asuhan Keperawatan. Jakarta:


Salemba Medika.

Ovedoff, David. 2009. Kapita Selekta Kedokteran 2. Jakarta: Binarupa


Aksara.

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2011. Keperawatan Medikal Bedah


Brunner & Suddarth. Ed. 8. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai