Anda di halaman 1dari 20

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III

ASKEP GANGGUAN SISTEM PERSEPSI SENSORI

OTITIS MEDIA AKUT DAN KRONIK

DOSEN PEMBIMBING:

Yusnaini Siagian, S.Kep, Ns , M.Kep

DISUSUN OLEH:

Dwinta Kinanti
121811008

Fahdya Anjeli 121811010

STIKES HANGTUAH TANJUNGPINANG

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2020/2021

KATA PENGANTAR

Ahamdulillah segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-NYA,
sehingga kelompok dapat menyelesaikan tugas makalah metode SGD dengan judul “Askep
Gangguan Sistem Persepsi Sensori Otitis Media Akut Dan Kronik”. Makalah ini sebagai
salah satu persyaratan untuk mengikuti mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah 3 studi S1
Keperawatan Stikes Hangtuah Tanjungpinang.

Dalam menyelesaikan makalah ini, kelompok menyadari adanya kekurangan dan


keterbatasan, namun berkat bantuan dan bimbingan, petunjuk, serta dorongan dari semua
pihak, akhirnya makah ini dapat diselesaikan tepat waktu

Kelompok menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari sempurna, untuk itu
kelompok sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun,
sangat diharapkan kelompok dalam perbaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kelompok khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Tanjungpinang, 02 November 2020

Kelompok 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Otitis media adalah inflamasi pada bagian telinga tengah. Telinga tengah
adalah organ yang memiliki penghalang yang biasanya dalam keadaan steril. Tetapi
pada suatu keadaan jika terdapat infeksi bakteri pada nasofariong  dan faring, secara
alamiah terdapat mekanisme pencegahan penjalaran bakteri memasuki telinga tengah
oleh enzim pelindung dan bulu-bulu halus yang dimiliki oleh tuba eustachii.Otitis
media sebenarnya adalah diagnosa yang paling sering dijumpai pada anak – anak di
bawah usia 15 tahun. Paling sering terjadi bila terdapat disfungsi tuba eustachii seperti
obstruksi yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, inflamasi jaringan
disekitarnya (eg : sinusitis, hipertrofi adenoid) atau reaksi alergik ( eg : rhinitis
alergika) dan sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang
tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius.
Gejala yang sering ditimbulkan pada otitis media biasanya ialah rasa nyeri,
pendengaran berkurang, demam, pusing, juga kadang disertai mendengar suara
dengung (tinitus).Sebagaimana halnya dengan kejadian infeksi saluran pernapasan
atas (ISPA), otitis media juga merupakan salah satu penyakit langganan anak. Di
Amerika Serikat,  diperkirakan 75% anak mengalami setidaknya satu episode otitis
media sebelum usia tiga tahun dan hampir setengah dari mereka mengalaminya tiga
kali atau lebih. Di Inggris, setidaknya 25% anak mengalami minimal satu episode
sebelum usia sepuluh tahun.4 Di negara tersebut otitis media paling sering terjadi
pada usia 3-6 tahun.

B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan suatu
permasalahan sebagai berikut : Bagaimana Askep Gangguan Sistem Persepsi Sensori
Otitis Media Akut dan Kronik.
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui Askep Gangguan Sistem
Persepsi Sensori Otitis Media Akut dan Kronik.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui apa itu konsep anatomi fisiologi pada penyakit otitis
media
b. Untuk mengetahui apa itu definisi dari penyakit otitis media
c. Untuk mengetahui apa itu etiologi dari penyakit otitis media
d. Untuk mengetahui apa itu klasifikasi dari penyakit otitis media
e. Untuk mengetahui apa itu patofisiologi dari penyakit otitis media
f. Untuk mengetahui apa itu manifestasi klinik dari penyakit otitis media
g. Untuk mengetahui apa itu komplikasi dari penyakit otitis media
h. Untuk mengetahui apa itu pemeriksaan diagnostik dari penyakit otitis
media
i. Untuk mengetahui apa itu penataklaksanaan dari penyakit otitis media
D. Manfaat
1. Mampu memberi informasi mengenai Askep Gangguan Sistem Persepsi Sensori
Otitis Media Akut dan Kronik.
2. Mampu memahami informasi mengenai Askep Gangguan Sistem Persepsi Sensori
Otitis Media Akut dan Kronik.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep anatomi fisiologi


Telinga adalah organ penginderaan dengan fungsi ganda dan kompleks
(pendengaran dan keseimbangan. Indera pendengaran berperan penting pada
partisipasi seseorang dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Sangat penting untuk
perkembangan normal dan pemeliharaan bicara, dan kemampuan berkomunikasi
dengan orang lain melalui bicara tergantung pada kemampuan mendengar. Telinga
terdiri dari tiga bagian yaitu telinga bagian luar, telinga bagian tengah dan telinga
bagian dalam.
a. Anatomi Telinga Luar (Auris Eksterna)
Telinga luar terdiri dari aurikula (atau pinna) dan kanalis auditorius eksternus,
dipisahkan dari telinga tengah oleh membrana timpani.Telinga terletak pada
kedua sisi kepala kurang lebih setinggi mata.Aurikulus melekat ke sisi kepala
oleh kulit dan tersusun terutama oleh kartilago, kecuali lemak dan jaringan bawah
kulit pada lobus telinga.Aurikulus membantu pengumpulan gelombang suara dan
perjalanannya sepanjang kanalis auditorius eksternus. Tepat di depan meatus
auditorius eksternus adalah sendi temporal mandibular. Kaput mandibula dapat
dirasakan dengan meletakkan ujung jari di meatus auditorius eksternus ketika
membuka dan menutup mulut. Kanalis auditorius eksternus panjangnya sekitar
2,5 cm. Sepertiga lateral mempunyai kerangka kartilago dan fibrosa padat di
mana kulit terlekat. Dua pertiga medial tersusun atas tulang yang dilapisi kulit
tipis.Kanalis auditorius eksternus berakhir pada membrana timpani.Kulit dalam
kanal mengandung kelenjar khusus, glandula seruminosa, yang mensekresi
substansi seperti lilin yang disebut serumen.Mekanisme pembersihan diri telinga
mendorong sel kulit tua dan serumen ke bagian luar tetinga.Serumen nampaknya
mempunyai sifat antibakteri dan memberikan perlindungan bagi kulit.
1) Aurikula/Pinna/Daun Telinga
Menampung gelombang suara datang dari luar masuk ke dalam
telinga.Suara yang ditangkap oleh daun telinga mengalir melalui saluran
telinga ke gendang telinga.Gendang telinga adalah selaput tipis yang
dilapisi oleh kulit, yang memisahkan telinga tengah dengan telinga luar.
2) Meatus Akustikus Eksterna/External Auditory Canal ( Liang Telinga )
Saluran penghubung aurikula dengan membrane timpani panjangnya ±2,5
cm yang terdiri tulang rawan dan tulang keras, saluran ini mengandung
rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat, khususnya menghasilkan
secret – secret berbentuk serum. Kulit dalam kanal mengandung kelenjar
khusus, glandula seruminosa, yang mensekresi substansi seperti lilin yang
disebut serumen. Mekanisme pembersihan diri telinga mendorong sel kulit
tua dan serumen ke bagian luar tetinga. Fungsi dari daun telinga dan liang
telinga adalah mengumpulkan bunyi yang berasal dari sumber bunyi.
b. Anatomi Telinga Bagian Tengah (Auris Media)
Telinga tengah merupakan rongga udara diisi dengan tulang temporal yang
terbuka ke udara luar melalui tuba estachius ke nasofaring dan melalui nasofaring
ke lingkungan luar. Tuba Eustachius ini biasanya tertutup, tetapi selama menelan,
mengunyah, dan menguap ia akan membuka, untuk menjaga tekanan udara pada
kedua sisi gendang telinga tetap sama. Tuba juga berfungsi sebagai drainase
untuk sekresi.
Membrana timpani terletak pada akhir kanalis aurius eksternus dan menandai
batas lateral telinga. Membran ini berdiameter sekitar 1 cm dan selaput tipis
normalnya berwarna kelabu mutiara dan translulen.Telinga tengah merupakan
rongga berisi udara merupakan rumah bagi osikuli (tulang telinga tengah)
dihubungkan dengan nasofaring melalui tuba eustachii, dan berhubungan dengan
beberapa sel berisi udara di bagian mastoid tulang temporal.
Tiga tulang pendengaran, maleus, inkus, dan stapes, terletak di telinga
tengah.Manubrium (pegangan maleus) adalah melekat pada belakang membran
timpani.Kepala dari maleus melekat pada dinding telinga tengah, dan bagian
pendeknya melekat pada inkus, yang pada akhirnya berartikulasi dengan kepala
stapes. Plat kaki pada stapes terpasang oleh ligamentum melingkar pada dinding
jendela oval. Dua otot kerangka kecil, tensor timpani dan stapedius, juga terletak
di telinga tengah. Kontraksi membrane timpani akan menarik manubrium maleus
medial dan mengurangi getaran dari membran timpani; kontraksi terakhir
menarik kaki stapes dari stapes keluar dari jendela oval.
1) Membrane Timpani
Membran timpani merupakan selaput gendang telinga penghubung
antara telinga luar dengan telinga tengah, berupa jaringan fibrous tempat
melekat os malleus.Terdiri dari jaringan fibrosa elastic, bentuk bundar dan
cekung dari luar.
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah
liang telinga danterlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas
disebut Pars flaksida (MembranShrapnell), sedangkan bagian bawah Pars
Tensa (membrane propia). Pars flaksida hanyaberlapis dua, yaitu bagian
luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalamdilapisi oleh
sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Pars tensa
mempunyai satu lapis lagi ditengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat
kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier dibagian luar
dan sirkuler pada bagian dalam. Bayangan penonjolan bagian bawah
maleus pada membrane timpani disebut umbo. Dimembran timpani
terdapat 2 macam serabut, sirkuler dan radier. Serabut inilah yang
menyebabkan timbulnya reflek cahaya yang berupa kerucut.
Membran timpani dibagi dalam4 kuadran dengan menarik garis
searah dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegaklurus pada
garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang,
bawahdepanserta bawah belakang, untuk menyatakan letak perforasi
membrane timpani.
Membrane timpani berfungsi menerima getaran suara dan
meneruskannya pada tulangpendengaran.
2) Kavum Timpani
Rongga timpani adalah bilik kecil berisi udara.Rongga ini terletak
sebelah dalam membrane timpani atau gendang telinga yang memisahkan
rongga itu dari meatus auditorius exsterna.Rongga itu sempit serta
memiliki dinding tulang dan dinding membranosa, sementara pada bagian
belakangnya bersambung dengan antrum mastoid dalam prosesus
mastoideus pada tulang temporalis, melalui sebuah celah yang disebut
aditus.Prosesus mastoideus adalah bagian tulang temporalis yang terletak
di belakang telinga, sementara ruang udara yang berada pada bagian
atasnya adalah antrum mastoideus yang berhubungan dengan rongga
telinga tengah.Infeksi dapat menjalar dari rongga telinga tengah hingga
antrum mastoid dan dengan demikian menimbulkan mastoiditis.
3) Antrum Timpani
Merupakan rongga tidak teratur yang agak luas terletak di bagian bawah
samping dari kavum timpani. Dilapisi oleh mukosa yang merupakan
lanjutan dari lapisan mukosa kavum timpani. Rongga ini berhubungan
dengan beberapa rongga kecil yang disebut sellula mastoid yang terdapat
dibelakang bawah antrum di dalam tulang temporalis.
4) Tuba Eustakhius
Tuba Eusthakius bergerak ke depan dari rongga telinga tengah menuju
naso-faring, lantas terbuka. Dengan demikian tekanan udara pada kedua
sisi gendang telinga dapat diatur seimbang melalui meatus auditorius
externa, serta melalui tuba Eusthakius ( faring timpanik ). Celah tuba
Eusthakius akan tertutup jika dalam keadaan biasa, dan akan terbuka setiap
kali kita menelan. Dengan demikian tekanan udara dalam ruang timpani
dipertahankan tetap seimbang dengan tekanan udara dalam atmosfer,
sehingga cedera atau ketulian akibat tidak seimbangnya tekanan udara
dapat dihindarkan.Adanya hubungan dengan nasofaring ini,
memungkinkan infeksi pada hidung atau tenggorokan dapat menjalar
masuk ke dalam rongga telinga tengah.
5) Tulang – Tulang Pendengaran
Tulang – tulang pendengaran merupakan tiga tulang kecil (osikuli) yang
tersusun pada rongga telinga tengah seperti rantai yang bersambung dari
membrane timpani menuju rongga telinga dalam.Ketiga tulang tersebut
adalah malleus, incus dan stapes.Osikuli dipertahankan pada tempatnya
oleh persendian, otot dan ligament yang membantu hantaran suara. Ada
dua jendela kecil ( jendela oval dan bulat ) di dinding medial jendela
tengah, yang memisahkan telinga tengah dengan telinga dalam. Bagian
dataran kaki stapes menjejak pada jendela oval, dimana suara dihantarkan
ke telinga tengah. Jendela bulat memberikan jalan ke luar getaran suara
a) Malleus, merupakan tulang pada bagian lateral, terbesar, berbentuk
seperti martil dengan gagang yang terkait pada membrane timpani,
sementara kepalanya menjulur ke dalam ruang timpani.
b) Incus, atau landasan adalah tulang yang terletak di tengah. Sendi
luarnya bersendi dengan malleus, berbentuk seperti gigi dengan dua
akar, sementara sisi dalamnya bersensi dengan sebuah tulang kecil,
yaitu stapes.
c) Stapes, atau tulang sanggurdi, adalh tulang yang dikaitkan pada inkus
dengan ujungnya yang lebih kecil, sementara dasarnya yang bulat
panjang terkait pada membrane yang menutup fenestra vestibule atau
tingkap jorong.
c. Anatomi Telinga Dalam (Auris Interna)
Telinga dalam tertanam jauh di dalam bagian tulang temporal. Organ untuk
pendengaran (koklea) dan keseimbangan (kanalis semisirkularis), begitu juga
kranial VII (nervus fasialis) dan VIII (nervus koklea vestibularis) semuanya
merupakan bagian dari komplek anatomi. Koklea dan kanalis semisirkularis
bersama menyusun tulang labirint. Ketiga kanalis semisi posterior, superior dan
lateral terletak membentuk sudut 90 derajat satu sama lain dan mengandung
organ yang berhubungan dengan keseimbangan. Organ akhir reseptor ini
distimulasi oleh perubahan kecepatan dan arah gerakan seseorang.
Labyrinth terdiri dari dua bagian, yang satu terletak dalam yang lainnya.Labirin
tulang adalah serangkaian saluran kaku sedangkan didalamnya terdapat labirin
membran.Di dalam saluran ini, dikelilingi oleh cairan yang disebut perilymph,
adalah labirin membran.Struktur membran lebih kurang serupa dengan bentuk
saluran tulang.Bagian ini diisi dengan cairan yang disebut endolymph, dan tidak
ada hubungan antara ruang yang berisi endolymph dengan ruangan yang dipenuhi
dengan perilymph.
Koklea berbentuk seperti rumah siput dengan panjang sekitar 3,5 cm dengan dua
setengah lingkaran spiral dan mengandung organ akhir untuk pendengaran,
dinamakan organ Corti. Di dalam lulang labirin, labirin membranosa terendam
dalam cairan yang dinamakan perilimfe, yang berhubungan langsung dengan
cairan serebrospinal dalam otak melalui aquaduktus koklearis.Labirin
membranosa tersusun atas utrikulus, sakulus, dan kanalis semisirkularis, duktus
koklearis, dan organan korti.Labirin membranosa berisi cairan yang dinamakan
endolimfe. Terdapat keseimbangan yang sangat tepat antara perilimfe dan
endolimfe dalam telinga dalam. Banyak kelainan telinga dalam terjadi bila
keseimbangan ini terganggu. Percepatan angular menyebabkan gerakan dalam
cairan telinga dalam di dalam kanalis dan merangsang sel-sel rambut labirin
membranosa. Akibatnya terjadi aktivitas elektris yang berjalan sepanjang cabang
vestibular nervus kranialis VIII ke otak. Perubahan posisi kepala dan percepatan
linear merangsang sel-sel rambut utrikulus. Ini juga mengakibatkan aktivitas
elektris yang akan dihantarkan ke otak oleh nervus kranialis VIII. Di dalam
kanalis auditorius internus, nervus koklearis (akustik), yang muncul dari koklea,
bergabung dengan nervus vestibularis, yang muncul dari kanalis semisirkularis,
utrikulus, dan sakulus, menjadi nervus koklearis (nervus kranialis VIII).Yang
bergabung dengan nervus ini di dalam kanalis auditorius internus adalah nervus
fasialis (nervus kranialis VII). Kanalis auditorius internus mem-bawa nervus
tersebut dan asupan darah ke batang otak.
1) Koklea
Bagian koklea dari labirin adalah tabung melingkar yang pada manusia
berdiameter 35 mm. Sepanjang panjangnya, membran basilaris dan
membran Reissner's membaginya menjadi tiga kamar (scalae). Skala
vestibule dan skala timpani berisi perilymph dan berkomunikasi satu sama
lain pada puncak koklea melalui lubang kecil yang disebut helicotrema.
Skala vestibule berakhir pada jendela oval, yang ditutup oleh kaki stapes
dari stapes.Skala timpani berakhir pada jendela bulat, sebuah foramen di
dinding medial dari telinga tengah yang ditutup oleh membran timpani
fleksibel sekunder.Skala media, skala koklea ruang tengah, kontinu dengan
labirin membran dan tidak berkomunikasi dengan dua scalae lainnya.Skala
ini berisi endolymph.
2) Organ Korti
Organ korti yang terletak di membran basilaris, merupakan struktur
yang berisi sel-sel rambut yang merupakan reseptor pendengaran.Organ ini
memanjang dari puncak ke dasar koklea dan memiliki bentuk spiral.Ujung
dari sel-sel rambut menembus lamina, membran retikuler yang didukung
Rod of Corti. Sel-sel rambut yang diatur dalam empat baris: tiga baris sel
rambut luar lateral ke terowongan dibentuk oleh Rod of Corti, dan satu
baris sel rambut dalam medial terowongan. Ada 20.000 sel rambut luar
dan sel-sel rambut 3500 masing-masing bagian dalam koklea
manusia.Meliputi sel rambut adalah membran tectorial tipis, kental, tapi
elastis di mana ujung rambut luar tertanam.
3) Vestibulum
Vestibulum merupakan bagian tengah labirintus osseous pada
vestibulum ini membuka fenestra ovale dan fenestra rotundum dan pada
bagian belakang atas menerima muara kanalis semisirkularis.Vestibulum
telinga dalam dibentuk oleh sakulus, utrikulus, dan kanalis
semisirkularis.Utrikulus dan sakulus mengandung macula yang yang
diliputi oleh sel – sel rambut.Yang menutupi sel – sel rambut ini adalah
suatu lapisan gelatinosa yang ditembus oleh silia, dan pada lapisan ini
terdapat pula otolit yang mengandung lapisa kalsium dan dengan berat
jenis yang lebih besar daripada endolimfe.
4) Jalur Saraf
Dari inti koklea, impuls pendengaran keluar melalui berbagai jalur ke
colliculi inferior, pusat refleks pendengaran, dan melalui corpus geniculate
medial di thalamus ke korteks pendengaran. Informasi dari kedua telinga
menyatu, dan pada semua tingkat yang lebih tinggi sebagian besar neuron
menanggapi input dari kedua belah pihak. Korteks pendengaran primer,
daerah Brodmann's 41, adalah di bagian superior lobus temporal.Pada
manusia, itu terletak di celah sylvian dan tidak terlihat pada permukaan
otak. Dalam korteks pendengaran primer, neuron yang paling menanggapi
masukan dari kedua telinga, tetapi ada juga strip dari sel-sel yang
dirangsang oleh masukan dari telinga kontralateral dan dihambat oleh
masukan dari telinga ipsilateral. Ada beberapa tambahan daerah menerima
pendengaran, seperti ada daerah menerima beberapa sensasi kutan.Daerah
asosiasi pendengaran berdekatan dengan area penerima primer
pendengaran yang luas.
5) Kanalis Semisirkularis
Di setiap sisi kepala, kanal-kanal semisirkularis tegak lurus satu sama
lain, sehingga mereka berorientasi pada tiga ruang. Di dalam tulang kanal,
kanal-kanal membran tersuspensi dalam perilymph.Struktur reseptor, yang
ampullaris crista, terletak di ujung diperluas (ampula) dari masing-masing
kanal selaput.crista Masing-masing terdiri dari sel-sel rambut dan sel
sustentacular diatasi oleh sebuah partisi agar-agar (cupula) yang menutup
dari ampula. Proses dari sel-sel rambut yang tertanam di cupula, dan dasar
sel-sel rambut dalam kontak dekat dengan serat-serat aferen dari divisi
vestibular dari syaraf vestibulocochlear.
6) Utrikulus dan Sakulus
Dalam setiap labirin membran, di lantai utricle, ada organ otolithic
(makula). Makula lain terletak pada dinding saccule dalam posisi
semivertical. Macula mengandung sel-sel sustentacular dan sel rambut,
diatasi oleh membran otolithic di mana tertanam kristal karbonat kalsium,
otoliths. Otoliths, yang juga disebut otoconia atau telinga debu,
mempunyai panjang berkisar 3 - 19 μ. Prosesus dari sel-sel rambut yang
tertanam di dalam membran. Serat saraf dari sel-sel rambut bergabung
yang berasal dari krista di divisi vestibular dari syaraf vestibulocochlear.

B. Definisi
Otitis media ialah inflamasi telinga tengah (Sowden dan Cecily 2002, h.370). Otitis
media adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga tengah
(Kapita selekta kedokteran, 2002). Otitis media ialah radang akut telinga tengah yang
terjadi terutama pada bayi atau anak yang biasanya didahului oleh infeksi saluran
nafas bagian atas (Schwartz 2004, h.141).
Otitis media akut adalah infeksi akut telinga tengah yang biasanya terjadi selama
kurang lebih 6 minggu yang disebabkan oleh Streptococcus pneumonia, Hemophilus
influenza, dan Moraxella cathalis yang masuk ke telinga tengah karena disfungsi
saluran eustacheus yang disebabkan oleh obstruksi yan berhubungan dengan infeksi
saluran pernafasan bagian atas dan inflamasi struktur yang mengelilingi atau reaksi
alergi.

C. Etiologi
1. Disfungsi atau sumbatan tuba eustachius merupakan penyebab utama dari
otitis media yang menyebabkan pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba
eustachius terganggu, sehingga pencegahan invasi kuman ke dalam telinga
tengah juga akan terganggu
2. ISPA (infeksi saluran pernafasan atas)
Inflamasi jaringan di sekitarnya (misal : sinusitis, hipertrofi adenoid), atau
reaksi alergi (misalkan rhinitis alergika). Pada anak-anak, makin sering
terserang ISPA, makin besar kemungkinan terjadinya otitis media akut
(OMA). Pada bayi, OMA dipermudah karena tuba eustachiusnya pendek,
lebar, dan letaknya agak horisontal.
3. Bakteri
Bakteri yang umum ditemukan sebagai mikroorganisme penyebab adalah
Streptococcus peumoniae, Haemophylus influenza, Moraxella catarrhalis,
dan bakteri piogenik lain, seperti Streptococcus hemolyticus, Staphylococcus
aureus, E. coli, Pneumococcus vulgaris.

D. Klasifikasi
1. Otitis Media Akut
2. Otitis Media Serosa
3. Otitis Media Kronik

E. Patofisiologi
Pada gangguan ini biasanya terjadi disfungsi tuba eustachii seperti obstruksi yang
diakibatkan oleh infeksi saluran nafas atas, sehingga timbul tekanan negative di
telinga tengah. Sebaliknya, terdapat gangguan drainase cairan telinga tengah dan
kemungkinan refluks sekresi esophagus ke daerah ini yang secara normal bersifat
steril.Cara masuk bakteri pada kebanyakan pasien kemungkinan melalui tuba
eustachii akibat kontaminasi secret dalam nasofaring.Bakteri juga dapat masuk telinga
tengah bila ada perforasi membran tymphani.Eksudat purulen biasanya ada dalam
telinga tengah dan mengakibatkan kehilangan pendengaran konduktif.

F. Manifestasi klinik
1. Otitis Media Akut
Gejala otitis media dapat bervariasi menurut beratnya infeksi dan bisa sangat ringan
dan sementara atau sangat berat. Keadaan ini biasanya unilateral pada orang dewasa.
a) Membrane tymphani merah, sering menggelembung tanpa tonjolan tulang
yang dapat dilihat, tidak bergerak pada otoskopi pneumatic ( pemberian
tekanan positif atau negative pada telinga tengah dengan insulator balon yang
dikaitkan ke otoskop ), dapat mengalami perforasi.
b) Otorrhea, bila terjadi rupture membrane tymphani
c) Keluhan nyeri telinga ( otalgia )
d) Demam
e) Anoreksia
f) Limfadenopati servikal anterior
2. Otitis Media Serosa
Pasien mungkin mengeluh kehilangan pendengaran, rasa penuh atau gatal dalam
telinga atau perasaan bendungan, atau bahkan suara letup atau berderik, yang terjadi
ketika tuba eustachii berusaha membuka.Membrane tymphani tampak kusam (warna
kuning redup sampai abu-abu pada otoskopi pneumatik, dan dapat terlihat gelembung
udara dalam telinga tengah.Audiogram biasanya menunjukkan adanya kehilangan
pendengaran konduktif.
3. Otitis Media Kronik
Gejala dapat minimal, dengan berbagai derajat kehilangan pendengaran dan terdapat
otorrhea intermitten atau persisten yang berbau busuk. Biasanya tidak ada nyeri kecuali
pada kasus mastoiditis akut, dimana daerah post aurikuler menjadi nyeri tekan dan
bahkan merah dan edema. Kolesteatoma, sendiri biasanya tidak menyebabkan nyeri.
Evaluasi otoskopik membrane timpani memperlihatkan adanya perforasi, dan
kolesteatoma dapat terlihat sebagai masa putih di belakang membrane timpani atau
keluar ke kanalis eksterna melalui lubang perforasi. Kolesteatoma dapat juga tidak
terlihat pada pemeriksaan oleh ahli otoskopi. Hasil audiometric pada kasus
kolesteatoma sering memperlihatkan kehilangan pendengaran konduktif atau campuran.
Komplikasi yang terjadi :
a) Sukar menyembuh
b) Cepat kambuh kembali setelah nyeri telingaa berkurang
c) Ketulian sementara atau menetap
d) Penyebaran infeksi ke struktur sekitarnya yang menyebabkan mastoiditis akut,
kelumpuhan saraf facialis, komplikasi intracrania l(meningitis, abses otak),
thrombosis sinus lateralis.

G. Komplikasi
1. Peradangan telinga tengah (otitis media) yang tidak diberi terapi secara benar dan
adekuat dapat menyebar ke jaringan sekitar telinga tengah termasuk ke otak, namun
ini jarang terjadi setelah adanya pemberianantibiotik.
2. Mastoiditis
3. Kehilangan pendengaran permanen
4. Keseimbangan tubuh terganggu
5. Peradangan otak kejang

H. Pemeriksaan diagnostik
1. Otoscope untuk melakukan auskultasi pada bagian telinga luar
2. Timpanogram untuk mengukur kesesuaian dan kekakuan membran timpani
3. Kultur dan uji sensitifitas , dilakukan bila dilakukan timpanosentesis (Aspirasi
jarum dari telinga tengah melalui membrane timpani).

I. Penataklaksanaan
1. Penatalaksanaan medis
Hasil penatalaksanaan otitis media bergantung pada efektifitas terapi ( e.g : dosis
antibiotika oral yang diresepkan dan durasi terapi ), virulensi bakteri, dan status
fisik klien.Antibiotik dapat digunakan untuk otitis media akut. Pilihan pertama
adalah Amoksisilin; pilihan kedua – digunakan bila diperkirakan organismenya
resisten terhadap amoksisilin – adalah amoksisilin dengan klavulanat
(Augmentin ; sefalosporin generasi kedua), atau trimetoprin sulfametoksazol.
Pada klien yang alergi penisilin, dapat diberikan eritronmisin dan sulfonamide
atau trimetoprim – sulfa.Untuk otitis media serosa ( otitis media dengan efusi ),
terapi yang umum dilakukan adalah menunggu. Keadaan ini umumnya sembuh
sendiri dalam 2 bulan.Untuk otitis media serosa yang persisten, dianjurkan untuk
melakukan miringotomi. Miringotomi adalah prosedur bedah dengan
memasukkan selang penyeimbang tekanan ke dalam membrane timpani. Hal ini
memungkinkan ventilasi dari telinga tengah, mengurangi tekanan negative dan
memungkinkan drainase cairan.

2. Penatalaksanaan Keperawatan

1) Mengkompres hangat
2) Mengkaji nyeri
3) Mengurangi kegaduhan pada lingkungan klien
4) Memberikan informasi segala yang terkait dengan penyakit otitis media
5) Instruksikan kepada keluarga tentang komnikasi yang efektif
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian keperawatan
Pengumpulan pengkajian data melalui riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik
seperti di bawah ini :
1) Riwayat kesehatan : adakah baru-baru ini infeksi pernafasan atas ataukah
sebelumnya klien mengalami ISPA, ada nyeri daerah telinga, perasaan penuh atau
tertekan di dalam telinga, perubahan pendengaran.
2) Pemeriksaan fisik : tes pendengaran, memeriksa membran timpani.
3) Data yg muncul pada saat pengkajian
4) Sakit telinga/nyeri
5) Penurunan/tak ada ketajaman pendengaran pada satu atau kedua telinga
6) Tinitus
7) Perasaan penuh pada telinga
8) Suara bergema dari suara sendiri
9) Bunyi “letupan” sewaktu menguap atau menelan
10) Vertigo, pusing, gatal pada telinga
11) Penggunaan minyak, kapas lidi, peniti untuk membersihkan telinga
12) Penggunaan obat (streptomisin, salisilat, kuirin, gentamisin)
13) Tanda-tanda vital (suhu bisa sampai 40C), demam
14) Kemampuan membaca bibir atau memakai bahasa isyarat
15) Reflek kejut
16) Toleransi terhadap bunyi-bunyian keras
17) Tipe warna dan jumlah cairan
18) Cairan telinga; hitam, kemerahan, jernih, kuning
19) Dengan otoskop tuba eustacius bengkak, merah, suram
20) Adanya riwayat infeksi saluran pernafasan atas, infeksi telinga sebelumnya, alergi

B. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen penyebab cidera fisik
2. Gangguan persepsi sensori (pendengaran) b.d perubahan resepsi, transmisi dan
integritas sensori
3.   Ansietas b.d ancaman terhadap konsep diri
C. Rencana keperawatan
1.   Nyeri akut berhubungan dengan agen penyebab cidera fisik
Kriteria Hasil NOC :
Menunjukkan Tingkat Nyeri yang dibuktikan oleh indicator sebagai berikut (sebutkan
1-5 : sangat berat, berat, sedang, ringan atau tidak ada) :
1) Ekspresi nyeri pada wajah
2) Gelisah/ ketegangan otot
3) Durasi episode nyeri
4) Merintih dan menangis
5) Gelisah
Intervensi NIC :
a. Lakukan pengkajian yang komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, awitan
dan durasi, frekuensi, intensitas, kualitas atau keparahan nyeri dan factor
presipitasinya.
b. Gunakan pendekatan yang positif untuk mengoptimalkan respon pasien
terhadap analgesik.
c. Informasikan kepada pasien tentang prosedur yang dapat meningkatkan nyeri
dan tawarkan strategi koping yang disarankan.
d. Laporkan kepada dokter jika tindakan tidak berhasil
2. Gangguan persepsi sensori (pendengaran) b.d perubahan resepsi, transmisi dan
integritas sensori
Hasil NOC :
1) Orientasi kognitif : Kemampuan untuk mengidentifikasi orang, tempat dan
waktu secara akurat
2) Komunikasi : Reseptif : Resepsi dan interpretasi pesan verbal dan non verbal
3) Perilaku kompensasi pendengaran : Tindakan pribadi untuk mengidentifikasi,
memantau, dan mengompensasi kehilangan pendengaran
Intervensi NIC :
a. Pemantauan Neurologis : Mengumpulkan dan menganalisis data pasien untuk
mencegah atau meminimalkan komplikasi neurologis
b. Stimulus Kognitif : Meningkatkan kesadaran dan pemahaman terhadap sekitar
melalui penggunaan stimulus terencana
c. Peningkatan Komunikasi : Defisit pendengaran : Membantu pembelajaran dan
penerimaan metode alternative untuk menjalani hidup dengan penurunan
fungsi pendengaran
d. Orientasi Realitas : Promosi kesadaran pasien terhadap identitas pribadi,
waktu dan lingkungan
3. Ansietas b.d ancaman terhadap konsep diri
Kriteria Hasil NOC :
1) Menunjukkan Pengendalian Diri Terhadap Ansietas yang dibuktikan oleh
indicator sebagai berikut (sebutkan 1-5 : tidak pernah, jarang, kadang-kadang,
sering atau selalu) :
2) Merencanakan strategi koping untuk situasi penuh tekanan
3) Mempertahankan performa peran
4) Memantau distorsi persepsi sensori
5) Memantau manifestasi perilaku ansietas
6) Menggunakan teknik relaksasi untuk meredakan ansietas
Intervensi NIC :
a. Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien.
b. Bantu pasien untuk memfokuskan pasien pada situasi saat ini, sebagai cara
untuk mengidentifikasi mekanisme koping yang dibutuhkan untuk mengurangi
ansietas.
c. Berikan informasi mengenai sumber komunitas yang tersedia, seperti teman,
tetangga, kelompok, tempat ibadah, lembaga kesukarelawanan dan pusat
rekreasi.
d. Berikan obat untuk menurunkan ansietas, jika perlu.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Otitis berarti peradangan dari telinga, dan media berarti tengah. Jadi otitis
media berarti peradangan dari telinga tengah. Otitis media adalah peradangan
sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan
sel-sel mastoid. Gangguan telinga yang paling sering adalah infeksi eksterna dan
media. Sering terjadi pada anak-anak dan juga pada orang dewasa (Soepardi, 1998).

Ada 3 ( tiga ) jenis otitis media yang paling umum ditemukan di klinik, yaitu :

1. Otitis media akut

Otitis media akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau seluruh
periosteum telinga tengah (Kapita selekta kedokteran, 1999).

2. Otitis media serosa

Otitis media serosa / efusi adalah keadaan terdapatnya cairan di dalam telinga
tengah tanpa adanya tanda dan gejala infeksi aktif. Secara teori, cairan ini
sebagai akibat tekanan negative dalam telinga tengah yang disebabkan oleh
obstruksi tuba eustachii.

3. Otitis media kronik

Otitis Media Kronik adalah peradangan kronik yang mengenai mukosa dan


struktur tulang di dalam kavum timpani.Otitis Media Kronik sendiri adalah
kondisi yang berhubungan dengan patologi jaringan irreversible dan biasanya
disebabkan oleh episode berulang Otitis Media Akut yang tak tertangani.

B. Saran
Melalui makalah ini diharapkan nantinya calon profesi perawat dapat
mengkaji penyakit klien dan memberikan asuhan keperawatan yang tepat sesuai
dengan indikasi keluhan klien dan dapat mempraktekkan tindakan-tindakan
keperawatan yang sesuai dengan konsep yang telah teruji kebenarannya sehingga
kesalahan-kesalahan yang terjadi di lapangan dapat diminimalisir dan tim perawat pun
semakin diakui kelayakkannya sebagai salah satu tim pelayanan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ari, Elizabeth. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Pendengaran dan Wicara. Editor: Dr. Ratna Anggraeni., Sp THT-KL., M.Kes.
Bandung :STIKes Santo Borromeus.
2. Brunner & Suddarth. 1997. Buku AjarKeperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
3. Brunner & Suddarth . 2000. Keperawatan Medikal Bedah, Buku II Edisi 9, Alih
Bahasa :Agung Waluyo dkk. Jakarta :EGC.
4. Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta : Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Indonesia.
5. Wilkinson, Judith M and Nancy R. Ahern. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan,
edisi 9.Jakarta, EGC.

Anda mungkin juga menyukai