DOSEN PEMBIMBING:
DISUSUN OLEH:
Dwinta Kinanti
121811008
KATA PENGANTAR
Ahamdulillah segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-NYA,
sehingga kelompok dapat menyelesaikan tugas makalah metode SGD dengan judul “Askep
Gangguan Sistem Persepsi Sensori Otitis Media Akut Dan Kronik”. Makalah ini sebagai
salah satu persyaratan untuk mengikuti mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah 3 studi S1
Keperawatan Stikes Hangtuah Tanjungpinang.
Kelompok menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari sempurna, untuk itu
kelompok sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun,
sangat diharapkan kelompok dalam perbaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kelompok khususnya dan bagi pembaca umumnya.
Kelompok 8
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Otitis media adalah inflamasi pada bagian telinga tengah. Telinga tengah
adalah organ yang memiliki penghalang yang biasanya dalam keadaan steril. Tetapi
pada suatu keadaan jika terdapat infeksi bakteri pada nasofariong dan faring, secara
alamiah terdapat mekanisme pencegahan penjalaran bakteri memasuki telinga tengah
oleh enzim pelindung dan bulu-bulu halus yang dimiliki oleh tuba eustachii.Otitis
media sebenarnya adalah diagnosa yang paling sering dijumpai pada anak – anak di
bawah usia 15 tahun. Paling sering terjadi bila terdapat disfungsi tuba eustachii seperti
obstruksi yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, inflamasi jaringan
disekitarnya (eg : sinusitis, hipertrofi adenoid) atau reaksi alergik ( eg : rhinitis
alergika) dan sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang
tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius.
Gejala yang sering ditimbulkan pada otitis media biasanya ialah rasa nyeri,
pendengaran berkurang, demam, pusing, juga kadang disertai mendengar suara
dengung (tinitus).Sebagaimana halnya dengan kejadian infeksi saluran pernapasan
atas (ISPA), otitis media juga merupakan salah satu penyakit langganan anak. Di
Amerika Serikat, diperkirakan 75% anak mengalami setidaknya satu episode otitis
media sebelum usia tiga tahun dan hampir setengah dari mereka mengalaminya tiga
kali atau lebih. Di Inggris, setidaknya 25% anak mengalami minimal satu episode
sebelum usia sepuluh tahun.4 Di negara tersebut otitis media paling sering terjadi
pada usia 3-6 tahun.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan suatu
permasalahan sebagai berikut : Bagaimana Askep Gangguan Sistem Persepsi Sensori
Otitis Media Akut dan Kronik.
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui Askep Gangguan Sistem
Persepsi Sensori Otitis Media Akut dan Kronik.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui apa itu konsep anatomi fisiologi pada penyakit otitis
media
b. Untuk mengetahui apa itu definisi dari penyakit otitis media
c. Untuk mengetahui apa itu etiologi dari penyakit otitis media
d. Untuk mengetahui apa itu klasifikasi dari penyakit otitis media
e. Untuk mengetahui apa itu patofisiologi dari penyakit otitis media
f. Untuk mengetahui apa itu manifestasi klinik dari penyakit otitis media
g. Untuk mengetahui apa itu komplikasi dari penyakit otitis media
h. Untuk mengetahui apa itu pemeriksaan diagnostik dari penyakit otitis
media
i. Untuk mengetahui apa itu penataklaksanaan dari penyakit otitis media
D. Manfaat
1. Mampu memberi informasi mengenai Askep Gangguan Sistem Persepsi Sensori
Otitis Media Akut dan Kronik.
2. Mampu memahami informasi mengenai Askep Gangguan Sistem Persepsi Sensori
Otitis Media Akut dan Kronik.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
B. Definisi
Otitis media ialah inflamasi telinga tengah (Sowden dan Cecily 2002, h.370). Otitis
media adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga tengah
(Kapita selekta kedokteran, 2002). Otitis media ialah radang akut telinga tengah yang
terjadi terutama pada bayi atau anak yang biasanya didahului oleh infeksi saluran
nafas bagian atas (Schwartz 2004, h.141).
Otitis media akut adalah infeksi akut telinga tengah yang biasanya terjadi selama
kurang lebih 6 minggu yang disebabkan oleh Streptococcus pneumonia, Hemophilus
influenza, dan Moraxella cathalis yang masuk ke telinga tengah karena disfungsi
saluran eustacheus yang disebabkan oleh obstruksi yan berhubungan dengan infeksi
saluran pernafasan bagian atas dan inflamasi struktur yang mengelilingi atau reaksi
alergi.
C. Etiologi
1. Disfungsi atau sumbatan tuba eustachius merupakan penyebab utama dari
otitis media yang menyebabkan pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba
eustachius terganggu, sehingga pencegahan invasi kuman ke dalam telinga
tengah juga akan terganggu
2. ISPA (infeksi saluran pernafasan atas)
Inflamasi jaringan di sekitarnya (misal : sinusitis, hipertrofi adenoid), atau
reaksi alergi (misalkan rhinitis alergika). Pada anak-anak, makin sering
terserang ISPA, makin besar kemungkinan terjadinya otitis media akut
(OMA). Pada bayi, OMA dipermudah karena tuba eustachiusnya pendek,
lebar, dan letaknya agak horisontal.
3. Bakteri
Bakteri yang umum ditemukan sebagai mikroorganisme penyebab adalah
Streptococcus peumoniae, Haemophylus influenza, Moraxella catarrhalis,
dan bakteri piogenik lain, seperti Streptococcus hemolyticus, Staphylococcus
aureus, E. coli, Pneumococcus vulgaris.
D. Klasifikasi
1. Otitis Media Akut
2. Otitis Media Serosa
3. Otitis Media Kronik
E. Patofisiologi
Pada gangguan ini biasanya terjadi disfungsi tuba eustachii seperti obstruksi yang
diakibatkan oleh infeksi saluran nafas atas, sehingga timbul tekanan negative di
telinga tengah. Sebaliknya, terdapat gangguan drainase cairan telinga tengah dan
kemungkinan refluks sekresi esophagus ke daerah ini yang secara normal bersifat
steril.Cara masuk bakteri pada kebanyakan pasien kemungkinan melalui tuba
eustachii akibat kontaminasi secret dalam nasofaring.Bakteri juga dapat masuk telinga
tengah bila ada perforasi membran tymphani.Eksudat purulen biasanya ada dalam
telinga tengah dan mengakibatkan kehilangan pendengaran konduktif.
F. Manifestasi klinik
1. Otitis Media Akut
Gejala otitis media dapat bervariasi menurut beratnya infeksi dan bisa sangat ringan
dan sementara atau sangat berat. Keadaan ini biasanya unilateral pada orang dewasa.
a) Membrane tymphani merah, sering menggelembung tanpa tonjolan tulang
yang dapat dilihat, tidak bergerak pada otoskopi pneumatic ( pemberian
tekanan positif atau negative pada telinga tengah dengan insulator balon yang
dikaitkan ke otoskop ), dapat mengalami perforasi.
b) Otorrhea, bila terjadi rupture membrane tymphani
c) Keluhan nyeri telinga ( otalgia )
d) Demam
e) Anoreksia
f) Limfadenopati servikal anterior
2. Otitis Media Serosa
Pasien mungkin mengeluh kehilangan pendengaran, rasa penuh atau gatal dalam
telinga atau perasaan bendungan, atau bahkan suara letup atau berderik, yang terjadi
ketika tuba eustachii berusaha membuka.Membrane tymphani tampak kusam (warna
kuning redup sampai abu-abu pada otoskopi pneumatik, dan dapat terlihat gelembung
udara dalam telinga tengah.Audiogram biasanya menunjukkan adanya kehilangan
pendengaran konduktif.
3. Otitis Media Kronik
Gejala dapat minimal, dengan berbagai derajat kehilangan pendengaran dan terdapat
otorrhea intermitten atau persisten yang berbau busuk. Biasanya tidak ada nyeri kecuali
pada kasus mastoiditis akut, dimana daerah post aurikuler menjadi nyeri tekan dan
bahkan merah dan edema. Kolesteatoma, sendiri biasanya tidak menyebabkan nyeri.
Evaluasi otoskopik membrane timpani memperlihatkan adanya perforasi, dan
kolesteatoma dapat terlihat sebagai masa putih di belakang membrane timpani atau
keluar ke kanalis eksterna melalui lubang perforasi. Kolesteatoma dapat juga tidak
terlihat pada pemeriksaan oleh ahli otoskopi. Hasil audiometric pada kasus
kolesteatoma sering memperlihatkan kehilangan pendengaran konduktif atau campuran.
Komplikasi yang terjadi :
a) Sukar menyembuh
b) Cepat kambuh kembali setelah nyeri telingaa berkurang
c) Ketulian sementara atau menetap
d) Penyebaran infeksi ke struktur sekitarnya yang menyebabkan mastoiditis akut,
kelumpuhan saraf facialis, komplikasi intracrania l(meningitis, abses otak),
thrombosis sinus lateralis.
G. Komplikasi
1. Peradangan telinga tengah (otitis media) yang tidak diberi terapi secara benar dan
adekuat dapat menyebar ke jaringan sekitar telinga tengah termasuk ke otak, namun
ini jarang terjadi setelah adanya pemberianantibiotik.
2. Mastoiditis
3. Kehilangan pendengaran permanen
4. Keseimbangan tubuh terganggu
5. Peradangan otak kejang
H. Pemeriksaan diagnostik
1. Otoscope untuk melakukan auskultasi pada bagian telinga luar
2. Timpanogram untuk mengukur kesesuaian dan kekakuan membran timpani
3. Kultur dan uji sensitifitas , dilakukan bila dilakukan timpanosentesis (Aspirasi
jarum dari telinga tengah melalui membrane timpani).
I. Penataklaksanaan
1. Penatalaksanaan medis
Hasil penatalaksanaan otitis media bergantung pada efektifitas terapi ( e.g : dosis
antibiotika oral yang diresepkan dan durasi terapi ), virulensi bakteri, dan status
fisik klien.Antibiotik dapat digunakan untuk otitis media akut. Pilihan pertama
adalah Amoksisilin; pilihan kedua – digunakan bila diperkirakan organismenya
resisten terhadap amoksisilin – adalah amoksisilin dengan klavulanat
(Augmentin ; sefalosporin generasi kedua), atau trimetoprin sulfametoksazol.
Pada klien yang alergi penisilin, dapat diberikan eritronmisin dan sulfonamide
atau trimetoprim – sulfa.Untuk otitis media serosa ( otitis media dengan efusi ),
terapi yang umum dilakukan adalah menunggu. Keadaan ini umumnya sembuh
sendiri dalam 2 bulan.Untuk otitis media serosa yang persisten, dianjurkan untuk
melakukan miringotomi. Miringotomi adalah prosedur bedah dengan
memasukkan selang penyeimbang tekanan ke dalam membrane timpani. Hal ini
memungkinkan ventilasi dari telinga tengah, mengurangi tekanan negative dan
memungkinkan drainase cairan.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Mengkompres hangat
2) Mengkaji nyeri
3) Mengurangi kegaduhan pada lingkungan klien
4) Memberikan informasi segala yang terkait dengan penyakit otitis media
5) Instruksikan kepada keluarga tentang komnikasi yang efektif
BAB III
A. Pengkajian keperawatan
Pengumpulan pengkajian data melalui riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik
seperti di bawah ini :
1) Riwayat kesehatan : adakah baru-baru ini infeksi pernafasan atas ataukah
sebelumnya klien mengalami ISPA, ada nyeri daerah telinga, perasaan penuh atau
tertekan di dalam telinga, perubahan pendengaran.
2) Pemeriksaan fisik : tes pendengaran, memeriksa membran timpani.
3) Data yg muncul pada saat pengkajian
4) Sakit telinga/nyeri
5) Penurunan/tak ada ketajaman pendengaran pada satu atau kedua telinga
6) Tinitus
7) Perasaan penuh pada telinga
8) Suara bergema dari suara sendiri
9) Bunyi “letupan” sewaktu menguap atau menelan
10) Vertigo, pusing, gatal pada telinga
11) Penggunaan minyak, kapas lidi, peniti untuk membersihkan telinga
12) Penggunaan obat (streptomisin, salisilat, kuirin, gentamisin)
13) Tanda-tanda vital (suhu bisa sampai 40C), demam
14) Kemampuan membaca bibir atau memakai bahasa isyarat
15) Reflek kejut
16) Toleransi terhadap bunyi-bunyian keras
17) Tipe warna dan jumlah cairan
18) Cairan telinga; hitam, kemerahan, jernih, kuning
19) Dengan otoskop tuba eustacius bengkak, merah, suram
20) Adanya riwayat infeksi saluran pernafasan atas, infeksi telinga sebelumnya, alergi
B. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen penyebab cidera fisik
2. Gangguan persepsi sensori (pendengaran) b.d perubahan resepsi, transmisi dan
integritas sensori
3. Ansietas b.d ancaman terhadap konsep diri
C. Rencana keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen penyebab cidera fisik
Kriteria Hasil NOC :
Menunjukkan Tingkat Nyeri yang dibuktikan oleh indicator sebagai berikut (sebutkan
1-5 : sangat berat, berat, sedang, ringan atau tidak ada) :
1) Ekspresi nyeri pada wajah
2) Gelisah/ ketegangan otot
3) Durasi episode nyeri
4) Merintih dan menangis
5) Gelisah
Intervensi NIC :
a. Lakukan pengkajian yang komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, awitan
dan durasi, frekuensi, intensitas, kualitas atau keparahan nyeri dan factor
presipitasinya.
b. Gunakan pendekatan yang positif untuk mengoptimalkan respon pasien
terhadap analgesik.
c. Informasikan kepada pasien tentang prosedur yang dapat meningkatkan nyeri
dan tawarkan strategi koping yang disarankan.
d. Laporkan kepada dokter jika tindakan tidak berhasil
2. Gangguan persepsi sensori (pendengaran) b.d perubahan resepsi, transmisi dan
integritas sensori
Hasil NOC :
1) Orientasi kognitif : Kemampuan untuk mengidentifikasi orang, tempat dan
waktu secara akurat
2) Komunikasi : Reseptif : Resepsi dan interpretasi pesan verbal dan non verbal
3) Perilaku kompensasi pendengaran : Tindakan pribadi untuk mengidentifikasi,
memantau, dan mengompensasi kehilangan pendengaran
Intervensi NIC :
a. Pemantauan Neurologis : Mengumpulkan dan menganalisis data pasien untuk
mencegah atau meminimalkan komplikasi neurologis
b. Stimulus Kognitif : Meningkatkan kesadaran dan pemahaman terhadap sekitar
melalui penggunaan stimulus terencana
c. Peningkatan Komunikasi : Defisit pendengaran : Membantu pembelajaran dan
penerimaan metode alternative untuk menjalani hidup dengan penurunan
fungsi pendengaran
d. Orientasi Realitas : Promosi kesadaran pasien terhadap identitas pribadi,
waktu dan lingkungan
3. Ansietas b.d ancaman terhadap konsep diri
Kriteria Hasil NOC :
1) Menunjukkan Pengendalian Diri Terhadap Ansietas yang dibuktikan oleh
indicator sebagai berikut (sebutkan 1-5 : tidak pernah, jarang, kadang-kadang,
sering atau selalu) :
2) Merencanakan strategi koping untuk situasi penuh tekanan
3) Mempertahankan performa peran
4) Memantau distorsi persepsi sensori
5) Memantau manifestasi perilaku ansietas
6) Menggunakan teknik relaksasi untuk meredakan ansietas
Intervensi NIC :
a. Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien.
b. Bantu pasien untuk memfokuskan pasien pada situasi saat ini, sebagai cara
untuk mengidentifikasi mekanisme koping yang dibutuhkan untuk mengurangi
ansietas.
c. Berikan informasi mengenai sumber komunitas yang tersedia, seperti teman,
tetangga, kelompok, tempat ibadah, lembaga kesukarelawanan dan pusat
rekreasi.
d. Berikan obat untuk menurunkan ansietas, jika perlu.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Otitis berarti peradangan dari telinga, dan media berarti tengah. Jadi otitis
media berarti peradangan dari telinga tengah. Otitis media adalah peradangan
sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan
sel-sel mastoid. Gangguan telinga yang paling sering adalah infeksi eksterna dan
media. Sering terjadi pada anak-anak dan juga pada orang dewasa (Soepardi, 1998).
Ada 3 ( tiga ) jenis otitis media yang paling umum ditemukan di klinik, yaitu :
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau seluruh
periosteum telinga tengah (Kapita selekta kedokteran, 1999).
Otitis media serosa / efusi adalah keadaan terdapatnya cairan di dalam telinga
tengah tanpa adanya tanda dan gejala infeksi aktif. Secara teori, cairan ini
sebagai akibat tekanan negative dalam telinga tengah yang disebabkan oleh
obstruksi tuba eustachii.
B. Saran
Melalui makalah ini diharapkan nantinya calon profesi perawat dapat
mengkaji penyakit klien dan memberikan asuhan keperawatan yang tepat sesuai
dengan indikasi keluhan klien dan dapat mempraktekkan tindakan-tindakan
keperawatan yang sesuai dengan konsep yang telah teruji kebenarannya sehingga
kesalahan-kesalahan yang terjadi di lapangan dapat diminimalisir dan tim perawat pun
semakin diakui kelayakkannya sebagai salah satu tim pelayanan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ari, Elizabeth. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Pendengaran dan Wicara. Editor: Dr. Ratna Anggraeni., Sp THT-KL., M.Kes.
Bandung :STIKes Santo Borromeus.
2. Brunner & Suddarth. 1997. Buku AjarKeperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
3. Brunner & Suddarth . 2000. Keperawatan Medikal Bedah, Buku II Edisi 9, Alih
Bahasa :Agung Waluyo dkk. Jakarta :EGC.
4. Mansjoer, Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta : Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Indonesia.
5. Wilkinson, Judith M and Nancy R. Ahern. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan,
edisi 9.Jakarta, EGC.