Anda di halaman 1dari 13

OUTLINE PENGAJUAN JUDUL PROPOSAL PENELITIAN/SKRIPSI

Nama : Lilis Nurul Asyiyani

NIM : CKR0170087

Program Studi : S1 Ilmu Keperawatan Reg. B

NO. PENELITIAN
1. Judul Penerapan Atraumatic Care oleh Perawat dengan Kecemasan
Orang tua selama Proses Hospitalisasi pada Anak Usia
Prasekolah (3-6 Tahun) Di Ruang Anak RS KMC Luragung
Kecamatan Luragung Kabupaten Kuningan Tahun 2021.
Latar Belakang Anak dengan segala karakteristiknya memiliki
peluang yang lebih besar untuk mengalami sakit jika dikaitkan
dengan respon imun dan kekuatan pertahanan dirinya yang
belum optimal (Rini et al., 2013).
Hospitalisasi merupakan suatu proses yang terencana
atau darurat yang mengharuskan anak untuk tinggal di rumah
sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya
kembali kerumah (Sarjiyah et al., 2018). Hospitalisasi bisa
mengakibatkan anak mengalami stress berat dan
mengakibatkan tanda-tanda berupa respon gelisah, cemas,
apatis, ketakutan terhadap perpisahan dari orang tua, apatis,
dan terjadi gangguan tidur (Usman, 2020). Penelitian yang
dilakukan oleh Lemos et al (2016) menunjukan bahwa
persentase anak usia prasekolah (3-6 tahun) yang dirawat
dirumah sakit sebanyak 52,38% sedangkan persentase anak
usia sekolah (7–11 tahun) yakni 47,62%. Hal ini
menunjukkan bahwa anak usia prasekolah lebih rentan
terkena penyakit serta takut dan cemas saat mendapatkan
perawatan dirumah sakit (Vargas del Valle et al., 2016).
Menurut Centers for Disease Control and Prevention
(CDC) berdasarkan survey dari WHO pada tahun 2012
hingga 2013, tingkat rawat inap untuk anak-anak 0-4 tahun
adalah 57,2 per 100.000 penduduk, sedangkan di Indonesia
sendiri berdasarkan survey kesehatan ibu dan anak tahun
2012 didapatkan bahwa dari 1.425 anak mengalami dampak
hospitalisasi, dan 33,2% diantaranya mengalami dampak
hospitalisasi berat, 41,6% mengalami dampak hospitalisasi
sedang, dan 25,2% mengalami dampak hospitalisasi ringan.
Di Indonesia jumlah anak usia prasekolah (3-5 tahun)
berdasarkan Badan Pusat Statistik tahun 2014 sebesar 4% dari
jumlah total penduduk Indonesia. Berdasarkan data tersebut,
dapat diperkirakan 25 per 100 anak mengalami hospitalisasi
(Sunarti, 2020). Di Indonesia setiap tahunnya terdapat lebih
dari 5.000.000 anak yang menjalani perawatan di Rumah
Sakit, dimana masalah anak dengan hospitalisasi akan
memberikan respon kecemasan terhadap orangtua maupun
keluarga. Hospitalisasi pada anak dapat menyebabkan
kecemasan pada orangtua terkait dengan diagnosa penyakit
anak.
Kecemasan atau ansietas adalah gangguan alam
perasaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau
kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak
mengalami gangguan dalam menilai realitas, kepribadian
masih utuh, perilaku dapat mengganggu tetapi masih dalam
batas-batas normal (Waruwu et al., 2019). Kecemasan
orangtua dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, salah satunya
yaitu lama hari rawat anak. Lama hari rawat dapat diukur
dan dinilai, lama hari rawat yang memanjang disebabkan
oleh kondisi medis pasien atau adanya infeksi nosokomial
(Pardede & Simamora, 2020).
Hasil penelitian Jannah (2016), didapatkan 80% anak
cenderung menunjukkan respon menangis, rewel, berontak,
ingin pulang, menolak tindakan, menjerit, berteriak, dan
cenderung minta digendong ibu, ayah atau keluarganya.
Penyebab dari reaksi hospitalisasi dipengaruhi oleh faktor
dari petugas (perawat, dokter, dan tenaga kesehatan lainnya),
lingkungan baru, maupun keluarga yang menunggu selama
perawatan. Anak takut terhadap pengobatan, asing dengan
lingkungan baru, dan takut terhadap petugas kesehatan
(Pemberian et al., 2020).
Salah satu pelayanan yang bisa meminimalkan
dampak hospitalisasi yaitu atraumatic care. Atraumatic care
merupakan bentuk perawatan teraupetik yang diberikan oleh
perawat pada tatanan pelayanan kesehatan anak melalui
penggunaan tindakan yang mengurangi distres fisik juga
distres psikologis yang dialami oleh anak dan orangtua
(Supartini, 2014 dalam Sarjiyah et al., 2018).
Perawat dituntut untuk memberikan pelayanan
keperawatan yang berkualitas dengan menerapkan atraumatic
care sehingga dapat meminimalkan stress yang dialami anak
selama menjalani hospitalisasi (Febriani, 2017 dalam
Pemberian et al., 2020). Tindakan perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan yang optimal dipengaruhi oleh
pengetahuan yang dimilikinya untuk mengetahui tentang
prinsip atraumatic care dalam memberikan perawatan anak
selama hospitalisasi, dengan rneminimalkan stress psikologi
dan fisik yang dialami oleh anak dan keluarganya dalam
sistem pelayanan kesehatan (Pemberian et al., 2020).
Dari hasil penelitian terdahulu, menurut Pantulu
(2010), didapatkan tingkat penerapan perawat tentang
atraumatic care yaitu mayoritas cukup 55,2%. Sikap perawat
tentang atraumatic care mayoritas baik sebanyak 69,0% dan
perilaku perawat tentang atraumatic care mayoritas cukup
44,8%. Hasil penelitian Suratiningsih dkk (2014),
mengatakan 57% perawat anak masuk dalam kategori kurang
baik penerapannya tentang atraumatic care. Hasil penelitian
Dianto (2014), menunjukkan sikap perawat terhadap prinsip
atraumatic care secara keseluruhan menunjukkan 87,1%
mendukung (Pemberian et al., 2020).
Rumusan Berdasarkan latar belakang di atas, dapat di tarik
Masalah rumusan masalah sebagai berikut, “ Bagaimana Penerapan
Atraumatic Care Oleh Perawat Selama Proses Hospitalisasi
Pada Anak Usia Pra-Sekolah Di Ruang Anak RS KMC
Luragung Kecamatan Luragung Kabupaten Kuningan Tahun
2021 ? ”.
Tujuan
1. Tujuan Umum
Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagimana
penerapan Atraumatic Care oleh perawat dengan
kecemasan orangtua selama proses hospitalisasi pada
anak usia pra-sekolah di Ruang Anak RS KMC Luragung
Kecamatan Luragung Kabupaten Kuningan Tahun 2021.

2. Tujuan Khusus

1) Mengetahui karakteristik pasien anak selama proses


hospitalisasi di Ruang Anak RS KMC Luragung
Kecamatan Luragung Kabupaten Kuningan Tahun
2021.

2) Mengetahui penerapan Atraumatic care perawat di


Ruang Anak RS KMC Luragung Kecamatan
Luragung Kabupaten Kuningan Tahun 2021.

3) Mengetahui kecemasan orangtua selama proses


hospitalisasi pada anak usia pra-sekolah di Ruang
Anak RS KMC Luragung Kecamatan Luragung
Kabupaten Kuningan Tahun 2021.

4) Mengetahui bagaimana penerapan Atraumatic care


dengan kecemasan orangtua selama proses
hospitalisasi pada anak usia pra-sekolah di Ruang
Anak RS KMC Luragung Kecamatan Luragung
Kabupaten Kuningan Tahun 2021.
Manfaat
1. Teoritis
Penelitian
Penelitian ini dapat menjadi suatu masukan untuk
perkembangan ilmu keperawatan khususnya bagi mata
ajar Keperawatan Anak. Hasil penelitian ini dapat
dijadikan sebagai informasi atau bahan rujukan untuk
penelitian selanjutnya yang sifatnya lebih besar dan
bermanfaat bagi kemajuan keperawatan khususnya di
Indonesia.

2. Praktis

1) Bagi Anak

Manfaat praktis bagi anak adalah dapat mengurangi


dampak selama proses hospitalisasi.

2) Bagi Orang tua

Manfaat praktis bagi orangtua dapat mengurangi


kecemasan selama proses hospitalisasi pada anak.

3) Bagi Profesi Perawat

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi


sumber informasi dan masukan bagi perawat dalam
penerapan Atraumatic care pada anak sehingga dapat
mengoptimalkan pemberian pelayanan keperawatan
khusus pada anak sehingga meminimalkan
kecemasan pada anak dan orangtua selama proses
hospitalisasi.

4) Bagi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kuningan

Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan bacaan


dan referensi dalam rangka meningkatkan
pengetahuan dan pembelajaran bagi mahasiswa, dan
dapat menjadikan kerangka acuan sebagai informasi
awalan bagi penelitian selanjutnya mengenai
hubungan penerapan atraumatic care dengan
kecemasan orangtua selama proses hospitalisasi pada
anak usia pra-sekolah.

5) Bagi Rumah Sakit KMC Luragung

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan


bahan masukan kepada tenaga kesehatan terutama
perawat mengenai pemberian pelayanan Atraumatic
Care pada anak usia pra-sekolah.

6) Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan


dan pengalaman peneliti dalam mempelajari dan
mengaplikasikan metodologi penelitian, serta dapat
dijadikan referensi untuk pengembangan penelitian
selanjutnya dengan variabel dan metodologi yang
lebih luas.
2. Judul Kemampuan Perkembangan Motorik Halus Melalui Kegiatan
Permainan Origami Pada Anak Usia Prasekolah (4-5 Tahun)
Di PAUD Insan Kamil Nusantara Desa Luragungtonggoh
Kecamatan Luragung Kabupaten Kuningan Tahun 2021
Latar Belakang Anak usia dini adalah anak yang berada pada usia 0-8
tahun. Menurut Beichler dan Snowman (Dwi Yulianti, 2010:
7), anak usia dini adalah anak yang berusia antara 3-6 tahun.
Sedangkan hakikat anak usia dini (Augusta, 2012) adalah
individu yang unik dimana ia memiliki pola pertumbuhan dan
perkembangan dalam aspek fisik, kognitif, sosioemosional,
kreativitas, bahasa dan komunikasi yang khusus yang sesuai
dengan tahapan yang sedang dilalui oleh anak tersebut.
Di indonesia pada tahun 2011, jumlah anak usia
prasekolah yaitu 9.259.388 anak, yang terdiri dari anak laki-
laki 4.767.072 dan perempuan 4.492.316 anak (Kemenkes,
2012). Jumlah balita yang mengalami gangguan dalam
tumbuh kembangnya yaitu sekitar 11-14%. Setiap dua dari
1.000 bayi mengalami gangguan perkembangan motorik.
Sejumlah 3% anak tidak berhasil mencapai perkembangan
motoriknya tepat waktu, tetapi dari angka tersebut sekitar 15-
20% anak yang mengalami perkembangan abnormal
selebihnya bisa berkembang normal walaupun waktunya lama
(Bararah, 2010 dalam Krisdiyanto, 2013).
Kemampuan motorik halus merupakan kemampuan
yang berhubungan dengan keterampilan fisik yang melibatkan
otot kecil atau halus dan koordinasi mata dengan tangan.
Berdasarkan hasil penelitian Sumiati (2012) perkembangan
motorik halus sebagian besar dengan kategori baik yaitu 75%,
dan 25% anak yang memiliki motorik halus dengan kategori
kurang baik. Penelitian yang dilakukan oleh Lindawati (2013)
terhadap 76 orang anak didapatkan bahwa 31% jumlah anak
yang mengalami ketidaksesuaian dalam tumbuh kembangnya.
Perkembangan yang lambat pada anak dapat juga
disebabkan oleh salah satu penyebab gangguan perkembangan
motorik, yaitu kelainan tonus otot atau penyakit
neuromuskular. Namun, tidak selamanya gangguan
perkembangan motorik selalu didasari adanya penyakit
tersebut. Faktor lingkungan serta kepribadian anak juga dapat
mempengaruhi keterlambatan dalam perkembangan motorik.
Anak yang tidak mempunyai kesempatan untuk belajar seperti
sering di gendong atau di letakkan di baby walker dapat
mengalami keterlambatan dalam mencapai kemampuan
motoriknya (Chamidah, 2009). Besar kemungkinan bahwa
faktor gizi, pola pengasuhan anak dan lingkungan ikut
berperan. Penjabaran tersebut menghasilkan suatu kesimpulan
bahwa pemberian stimulasi untuk mengembangkan
kemampuan motorik merupakan hal yang penting
(Krisdiyanto, 2013).
Di global poly yang mengalami kasus perkembangan
dalam anak antaran lain yaitu kasus keterlambatan motoric
halus, nomor insiden pada Amerika Serikat bekisar 12- 16%
Thailand 24% Argentina 22% pada Indonesia mencapai 13-
18%. World health organitation (WHO) melaporkan bahwa
lima-25% anak usia prasekolah menderita disfungsi otak
minor, termasuk gangguan perkembangan motoric (saida &
saptoyanti, 2019) 0,4 juta (16%) anak Indonesia memiliki
gangguan perkembangan seperti perkembangan motorik
parsial dan total, gangguan pendengaran, kurangnya
kecerdasan dan keterlambatan bicara. Dinas Kesehatan Jawa
Timur melaporkan bahwa sebanyak 3.657.353 balita
keterlambatan tumbuh kembang di Jawa Timur pada tahun
2018 cenderung menurun dari 2.321.542 (63,48) menjadi
10,2% pada tahun 2019 (Saidah & Saptiyanti, 2019).
Anak dalam dasarnya ingin menyelidiki dan
mengetahui apa saja yang di lihat, ingin melakukan apa segala
hal yang mengenai apa yang di lihatnya, dengan demikian
anak sanggup menciptakan kreatifitas dan daya imajinasinya,
menyebarkan kecakapan daya cipta misalnya bermain
menggunakan cara yg kreatif menggunakan permainan
kontruktif origami. Origami berfungsi menyebarkan
kemampuan motoric lantaran membutuhkan koordinasi antara
mata dan tangan menggunakan baik. Permainan kontruktif
origami diberikan kepada anak usia prasekolah menggunakan
dilatih hingga anak bisa meniru dan menciptakan
lipatanlipatan memakai kertas berbentuk origami. Hal ini bisa
dilakukan minimal lima kali buat bisa ditiru dan di lakukan
sang anak buat menyebarkan kreativitasnya melalui
perkembangan motoric halus (Rernaldi dkk, 2019).
Rumusan Berdasarkan latar belakang di atas, dapat di tarik rumusan
Masalah masalah sebagai berikut, “ Bagaimana Kemampuan
Perkembangan Motorik Halus Melalui Kegiatan Permainan
Origami Pada Anak Usia Prasekolah (4-5 Tahun) Di PAUD
Insan Kamil Nusantara Desa Luragungtonggoh Kecamatan
Luragung Kabupaten Kuningan Tahun 2021 ? ”.
Tujuan
1. Tujuan Umum
Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana
Kemampuan Perkembangan Motorik Halus Melalui
Kegiatan Permainan Origami Pada Anak Usia Prasekolah
(4-5 Tahun) Di PAUD Insan Kamil Nusantara Desa
Luragungtonggoh Kecamatan Luragung Kabupaten
Kuningan Tahun 2021.

2. Tujuan Khusus

1) Mengetahui perkembangan motorik halus anak usia


prasekolah (4-5 tahun) Di PAUD Insan Kamil
Nusantara Desa Luragungtonggoh Kecamatan
Luragung Kabupaten Kuningan Tahun 2021.

2) Mengidentifikasi kegiatan permainan origami untuk


perkembangan motorik halus anak usia prasekolah
Di PAUD Insan Kamil Nusantara Desa
Luragungtonggoh Kecamatan Luragung Kabupaten
Kuningan Tahun 2021.
Manfaat
1. Teoritis
Penelitian
Penelitian ini dapat menjadi suatu masukan untuk
perkembangan ilmu keperawatan khususnya bagi mata
ajar Keperawatan Anak. Hasil penelitian ini dapat
dijadikan sebagai informasi atau bahan rujukan untuk
penelitian selanjutnya yang sifatnya lebih besar dan
bermanfaat bagi kemajuan keperawatan khususnya di
Indonesia.

2. Praktis
1) Bagi Anak

Manfaat praktis bagi anak adalah dapat


meningkatkan kemampuan motorik halus melalui
kegiatan permainan origami (melipat kertas).

2) Bagi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kuningan

Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan bacaan


dan referensi dalam rangka meningkatkan
pengetahuan dan pembelajaran bagi mahasiswa, dan
dapat menjadikan kerangka acuan sebagai informasi
awalan bagi penelitian selanjutnya.

3) Bagi PAUD Insani Kamil Nusantara Desa


Luragungtonggoh

Sebagai masukan dan pertimbangan dalam bahan


evaluasi program perbaikan kesehatan balita dalam
memantau perkembangan balita.

4) Bagi Peneliti

Menambah pengalaman peneliti dalam melakukan


penelitian dalam bidang keperawatan anak
khususnya perkembangan anak, sehingga dapat
mendorong peneliti untuk terus mengembangkan
diri, berpandangan luas dan bersikap profesional dan
dapat diterapkan bagi kesehatan masyarakat.
Judul Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Sibling Rivalry pada
3. Anak Usia 3-6 Tahun Di TK Sejahtera Kecamatan Luragung
Kabupaten Kuningan Tahun 2021.
Latar Belakang Pola asuh orang tua adalah pola interaksi antara orang
tua dan anak, yaitu cara orang tua mengubah tingkah laku,
pengetahuan serta nilai-nilai dan moral yang di anggap paling
tepat oleh orang tua agar anak bisa lebih mandiri. Perhatian
dan kasih sayang serta menunjukan sikap dan prilaku baik
terhadap anak sehingga bisa menjadi panutan bagi anak.
Sibling rivalry adalah perasaan cemburu, dan benci yang
biasanya dialami oleh seorang anak terhadap kehadiran atau
kelahiran saudara kandungnya.
Sibling rivalry ini terjadi karena anak sudah merasa
kehilangan kasih sayang orang tua dan menganggap saudara
kandungnya sebagai saingan dalam mendapatkan kasih
sayang dari orang tua., serta sikap orang tua yang suka
membandingkan anak, kenyataannya banyak anak yang belum
bisa menerima dengan kedatangan seorang saudara
kandungnya baik selama kehamilan maupun setelah kelahiran.
Perlakuan dan pola asuh orang tua merupakan faktor eksternal
yang mempengaruhi sibling rivalry sehingga orang tua perlu
mengetahui pola asuh yang berhubungan dengan sibling
rivalry.
Pola asuh orang tua dengan kejadian Sibling Rivalry
menurut WHO (World Health Organization) data yang
diketahui hasil penelitian terhadap 52 responden : Pola asuh
demokratis (32,7%), otoriter (3,8%), permisif (46,2%),
penelantar (17,3%), terjadi Sibling Rivalry (65,4%) dan tidak
terjadi Sibling Rivalry (34,6%). Pada uji Chi Square diperoleh
X2 hitung 2 2,81 < X2 tabel 7,815 artinya ada hubungan pola
asuh dominan orang tua dengan Sibling Rivalry pada balita.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
menyebutkan sikap orang tua yang suka membanding-
bandingkan anak yang satu dan yang lain merupakan bentuk
kekerasan pada anak dalam keluarga. Angka perbandingan
anak yang sering dilakukan oleh orang tua yaitu ayah sebesar
43,3% dan dilakukan oleh ibu sebesar 56,7%.
Persaingan saudara kandung terutama merupakan
masalah peka karena anak tidak hanya membandingkan
dirinya dengan saudara kandungnya yang lain melainkan ia
juga menilai bagaimana orangtuanya membandingkan dengan
saudara yang lain. Ini juga merupakan suatu beban bagi anak.
Maka muncul lah permasalahan pola asuh yang kurang tepat
misalnya kurang nya perhatian yang lebih pada anak yang lain
sehingga akan menimbulkan reaksi sibling rivalry.
Rumusan Berdasarkan latar belakang di atas, dapat di tarik rumusan
Masalah masalah sebagai berikut, “ Bagaimana Hubungan Pola Asuh
Orang Tua dengan Sibling Rivalry pada Anak Usia 3-6 Tahun
Di TK Sejahtera Kecamatan Luragung Kabupaten Kuningan
Tahun 2021 ? ”.
Tujuan
1. Tujuan Umum
Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagimana
Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Sibling Rivalry
pada Anak Usia 3-6 Tahun Di TK Sejahtera Kecamatan
Luragung Kabupaten Kuningan Tahun 2021.

2. Tujuan Khusus

1) Mengetahui Pola Asuh Orang Tua pada Anak Usia


3-6 Tahun Di TK Sejahtera Kecamatan Luragung
Kabupaten Kuningan Tahun 2021.

2) Mengetahui frekuensi Sibling Rivalry pada Anak


Usia 3-6 Tahun Di TK Sejahtera Kecamatan
Luragung Kabupaten Kuningan Tahun 2021.

3) Mengetahui Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan


Sibling Rivalry pada Anak Usia 3-6 Tahun Di TK
Sejahtera Kecamatan Luragung Kabupaten Kuningan
Tahun 2021.
Manfaat
1. Teoritis
Penelitian
Penelitian ini dapat menjadi suatu masukan untuk
perkembangan ilmu keperawatan khususnya bagi mata
ajar Keperawatan Anak. Hasil penelitian ini dapat
dijadikan sebagai informasi atau bahan rujukan untuk
penelitian selanjutnya yang sifatnya lebih besar dan
bermanfaat bagi kemajuan keperawatan khususnya di
Indonesia.

2. Praktis

1) Bagi Orang tua

Di harapkan orang tua bisa mengantisipasi terjadinya


sibling rivalry pada anak dengan tidak
membandingkan, dan memberikan harapan yang
berlebih antara anak pertama dengan anak kedua,
selalu berusaha untuk memberikan hal yang positif
pada anak.

2) Bagi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kuningan

Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan bacaan


dan referensi dalam rangka meningkatkan
pengetahuan dan pembelajaran bagi mahasiswa, dan
dapat menjadikan kerangka acuan sebagai informasi
awalan bagi penelitian selanjutnya.
3) Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan


dan pengalaman peneliti dalam mempelajari dan
mengaplikasikan metodologi penelitian, serta dapat
dijadikan referensi untuk pengembangan penelitian
selanjutnya dengan variabel dan metodologi yang
lebih luas.

Anda mungkin juga menyukai