SKRIPSI
SHAHIBATUL HABLAINI
NIM. 15.03.1.043
SHAHIBATUL HABLAINI
NIM. 15.03.1.043
Ketua Penguji
Penguji I Penguji II
iii
HALAMAN PERNYATAAN
NIM : 15031043
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan
sepanjang sepengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis
atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan
disebutkan dalam daftar pustaka.
(Shahibatul Hablaini)
NIM : 15031043
Agama : Islam
Alamat rumah : Dusun Linjuang Desa Kopah, Kec. Kuantan Tengah, Kuantan
Singingi
Yang menyatakan
(Shahibatul Hablaini)
Hubungan Penggunaan Gadget dengan Kuantitas dan Kualitas Tidur pada Anak
Sekolah (Kelas IV dan V) di SD Negeri 182 Kota Pekanbaru
ABSTRAK
Penggunaan gadget meningkat seiring banyaknya fungsi khusus yang disediakan, salah
satunya adalah akses fitur sosial media, game dan sebagainya. Kurangnya kemampuan
individu mengontrol waktu penggunaan gadget mengakibatkan buruknya kuantitas dan
kualitas tidur. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan penggunaan gadget dengan
kuantitas dan kualitas tidur pada anak sekolah (kelas IV dan V). Penelitian ini
merupakan penelitian kuantitatif deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional.
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 17 Mei dan 17 Juni 2019 di SD Negeri 182 Kota
Pekanbaru. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa dan siswi kelas IV dan V,
dengan jumlah sampel 150 orang yang diambil secara strata dan acak, alat pengumpulan
data adalah kuesioner dengan pengolahan data menggunakan komputerisasi dan analisa
dilakukan secara univariat dan bivariat. Hasil menunjukkan bahwa tidak terdapat
hubungan penggunaan gadget dengan kuantitas tidur pada anak sekolah (kelas IV dan
V) (Pvalue = 0,410 > 0,05), dan terdapat hubungan penggunaan gadget dengan kualitas
tidur pada anak sekolah (kelas IV dan V) (Pvalue = 0,041 < 0,05). Diharapkan kepada
pihak sekolah memberikan peraturan agar anak tidak mengunakan gadget pada saat jam
sekolah, serta pihak sekolah harus bekerja sama dengan orang tua dalam penggunaan
gadget pada anak, agar anak terhindar penggunaan gadget yang buruk dan
meningkatkan kuantitas dan kualitas tidur anak agar anak tidak mengantuk dan lebih
konsentrasi di jam sekolah.
The Corellation Use of Gadget with Quantity and Quality of Sleep in School Children (Grades
IV and V) in Elementary School 182 Pekanbaru
ABSTRACT
The use of gadget increases with the number of special funtions provided, one of them is access
to social media features, game and others. Lack of individual ability to control the use of gadget
results in poor quantity and quality sleep. The study aims to know relations use of gadget with
quantity and quality of sleep in school children (grades IV and V). The research is quantitative
descriptive correlation study with cross sectional approach. This research was conducted on
May 17 and June 17 2019 in Elementary School 182 Pekanbaru. The population in this study
were all students in grade IV and V, with a sample of 150 people taken strata and random, data
collection tool is a questionnaire by processing data using a computer and analysis is done in
univariate and bivariate. The result showed there is no a use of gadget with quantity of sleep in
children (grades IV and V) (Pvalue = 0,410 > 0,05), and the result showed there is a use of
gadget with quality of sleep in school children (grades IV and V) (Pvalue = 0,041 < 0,05). Its
expected that the school provides a regulation so that children don’t use gadget during school
hours, as well as the school must work with parents in the use of gadget in children, so that
children avoid the use of bad gadget and increase the quantity and quality of children’s sleep so
that children are’nt drowsy and more concentrated in school hours.
Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas segala rahmat
dan hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul
“Hubungan Penggunaan Gadget dengan Kuantitas dan Kualitas Tidur pada Anak
Sekolah (Kelas IV dan V) di SD Negeri 182 Kota Pekanbaru”. Penulisan skripsi ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana
Keperawatan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Pekanbaru.
1. Bapak H. Ahmad Hanafi, SKM., M.Kes selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Hang Tuah Pekanbaru.
2. Ibu Hj. Ennimay, S.Kp, M.Kes selaku Ketua Program Studi Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Pekanbaru.
3. Ibu Ns. Raja Fitrina Lestari, M.Kep dan Ibu Sekani Niriyah, S.Kep., Ners,
selaku pembimbing I dan II yang telah bersedia dengan sabar meluangkan waktu
dan pikiran beliau dalam memberikan bimbingan, petunjuk dan saran kepada
saya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
4. Ibu Ns. Dian Roza Adila, M.Kep sebagai pembimbing akademik (PA) yang
telah memberikan dukungan dan motivasi, serta seluruh Staf Dosen Pengajar
dan Administrasi Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah
Pekanbaru yang telah banyak membantu saya dalam masalah administrasi dan
informasi sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Hj. Jarinis, S.Pd selaku Kepala Sekolah SD Negeri 182 Kota Pekanbaru.
6. Keluarga tersayang Ayahanda H. Umar Djalis dan Ibunda tercinta Hj. Ramuna,
serta Kakak dan Abang saya yang telah memotivasi Jumiati, S.pd, Hermiyati,
Amk, Khairul Ibadi, SE dan Ibnur Rusydi, S.pd yang selalu mendoakan dan
Semoga segala amal dan kebaikannya diterima oleh Allah SWT dan
mendapatkan imbalan pahala dari Allah SWT. Dalam penyusunan skripsi ini peneliti
menyadari masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu peneliti sangat menghargai kritik
dan saran yang membangun.
Peneliti
(Shahibatul Hablaini)
ABSTRAK ...................................................................................................................... vi
BAB 1 PENDAHULUAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Tabel 3.1 Jumlah Sampel Yang Di Teliti Setiap Kelas IV dan V .................................. 36
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur Responden di SD Negeri 182 Kota
Pekanbaru Tahun 2019 ................................................................................................... 44
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin Responden di SD Negeri 182
Kota Pekanbaru Tahun 2019 .......................................................................................... 44
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Fungsi Penggunaan Gadget di SD Negeri 182 Kota
Pekanbaru Tahun 2019 ................................................................................................... 45
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Komponen Kualitas Tidur di SD Negeri 182 Kota
Pekanbaru Tahun 2019 ................................................................................................... 45
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Variabel Penggunaan Gadget pada Anak
Sekolah (Kelas IV dan V) di SD Negeri 182 Kota Pekanbaru Tahun 2019 ................... 46
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Variabel Kuantitas Tidur pada Anak
Sekolah (Kelas IV dan V) di SD Negeri 182 Kota Pekanbaru Tahun 2019 ................... 47
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Variabel Kualitas Tidur pada Anak Sekolah
(Kelas IV dan V) di SD Negeri 182 Kota Pekanbaru Tahun 2019................................. 47
Tabel 4.8 Hubungan Penggunaan Gadget dengan Kuantitas Tidur Anak Sekolah (Kelas
IV dan V) di SD Negeri 182 Kota Pekanbaru Tahun 2019 ............................................ 48
Tabel 4.9 Hubungan Penggunaan Gadget dengan Kualitas Tidur pada Anak Sekolah
(Kelas IV dan V) di SD Negeri 182 Kota Pekanbaru Tahun 2019................................. 48
Lampiran 6. Surat Izin Penelitian dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik
Lampiran 8. Surat Telah Melakukan Penelitian dari SD Negeri 182 Kota Pekanbaru
Laporan Tetra Pak Index 2017 dalam Detikinet (2017), angka penggunaan internet
meningkat dibandingkan tahun 2016. Tahun 2016 pengguna internet di Indonesia
berkisar 51% atau sekitar 45 juta pengguna, diikuti dengan pertumbuhan aktif pengguna
sosial media 34%, diantaranya pengguna yang mengakses sosial media melalui gadget
berada di angka 39%. Sedangkan pada tahun 2017 jumlah pengguna internet meningkat
yaitu sekitar 132 juta pengguna internet di Indonesia, dari 40% atau 106 juta orang
Indonesia mengalami kenaikan penggunaan media sosial tiap bulannya, dimana 85%
diantaranya mengakses sosial media menggunakan gadget.
Gadget pada era globalisasi sangat mudah dijumpai, karena hampir semua kalangan usia
memiliki gadget. Dimulai dari anak-anak sampai lansia sudah menggunakan gadget.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet
Indonesia (APJII) pada tahun 2016 didapatkan pengguna gadget berdasarkan klasifikasi
usia, yaitu usia 10-24 tahun 75,5% pengguna, 25-34 tahun 75,8% pengguna, 35-44
tahun 54,7% pengguna, 45-54 tahun 17,2% pengguna, dan >55 tahun 2% pengguna.
Gadget sudah tuntunan untuk dimiliki seseorang dan gadget cenderung dimiliki oleh
orang yang berpenghasilan tinggi dan sulit dimiliki pada orang yang berpenghasilan
rendah, selain itu anak-anak sekarang menjadi target penggunaan gadget tersebut
(APJII, 2016 ; Novitasari & Khotimah, 2016).
Fajrina dalam Cable News Network (CNN) Indonesia (2015) melaporkan 70% alasan
Ibu memaparkan gadget adalah untuk bisa menyelesaikan pekerjaan rumah tangga, 65%
menggunakan gadget untuk membuat anak tenang di tempat umum, dan 25% berusaha
menidurkan anak dengan gadget. Ibu membelikan gadget sesuai keinginan anak dengan
berbagai alasan. Bagi ibu karir alasan Ibu untuk berkomunikasi dan mengontrol aktifitas
anak. Bagi Ibu rumah tangga alasan Ibu untuk bisa menyelesaikan pekerjaan rumah
tangga, alasan tersebut berhasil mengalihkan perhatian, namun lama-kelamaan anak
bosan dan lebih aktif untuk mencoba fitur serta aplikasi lain yang lebih menarik,
dimulai dari sinilah anak akan lebih terfokus pada gadget. Fenomena penggunaan
gadget pada anak tersebut membuat Professor Psikolog Temple University Kathy Hirsh-
Pasek prihatin karena fenomena tersebut sangat membahayakan bagi perkembangan
sosial anak (Fajrina 2015 ; Chusna, 2017).
Menurut Chusna (2017) meneliti tentang pengaruh media gadget pada perkembangan
karakter anak, mengatakan bahwa kecenderungan penggunaan gadget secara berlebihan
dan tidak tepat akan menjadikan seseorang bersikap tidak peduli pada lingkungannya,
baik dalam lingkungan keluarga maupun masyarakat. Ketidakpedulian tersebut dapat
menjadikan seseorang dijauhi bahkan terasing dilingkungannya. Dampak kegunaan
gadget dapat berupa positif maupun negatif, dampak positif dari gadget dapat
memudahkan untuk komunikasi serta mencari informasi sedangkan dampak negatif dari
gadget dapat berupa penglihatan kabur, kecanduan dan mengganggu tidur (Chusna,
2017).
Penggunaan gadget pada anak juga mempunyai dampak positif dan negatif. Dampak
positif dari penggunaan gadget antara lain untuk memudahkan seorang anak dalam
mengasah kreativitas dan kecerdasan anak seperti adanya aplikasi mewarnai, belajar
membaca, dan menulis huruf. Dampak negatif dari penggunaan gadget terbagi dua yaitu
terhadap psikologis dan kesehatan. Dampak psikologis tersebut adalah anak-anak
menjadi pribadi tertutup, suka menyendiri, perilaku kekerasan, pudarnya kreativitas,
ancaman cyberbullying dan menikmati dunia yang ada di dalam gadget tersebut
sehingga melupakan kesenangan bermain dengan teman-teman seumuran mereka
maupun dengan anggota-anggota keluarganya, sedangkan dampak terhadap kesehatan
yaitu kesehatan otak terganggu, kesehatan mata terganggu, kesehatan tangan terganggu,
terpapar radiasi, dan gangguan tidur. Hal itu tentunya akan berdampak buruk terhadap
perkembangan tumbuh anak dan kesehatan anak, salah satu masalah kesehatan anak
tersebut adalah kurangnya kebutuhan tidur (Iswidharmanjaya & Agency, 2014).
Rusdi dalam Cable News Network (CNN) Indonesia (2015) menjelaskan bahwa
kemudahan anak dalam menggunakan gadget memberikan dampak buruk, salah satunya
kurangnya kuantitas dan kualitas tidur pada anak. Dikutip dari CBS News, hubungan
dari sinar layar gadget membuat anak kesulitan tidur ialah berkurangnya produksi
hormon melatonin yaitu hormon yang memicu rasa ngantuk pada anak. Pengguna
gadget yang berhasil untuk tidur setelah menggunakan gadget tidak sebagus kualitas
tidur anak yang tidak menggunakan gadget. Akibat kurangnya kuantitas dan kualitas
tidur pada anak mengalami beberapa masalah yaitu kurangnya konsentrasi belajar dalam
kelas, sehingga tidur itu sangat diperlukan pada anak-anak (Rusdi, 2015).
Tidur adalah keadaan khusus dari waspadanya fungsi otak, tidur terdiri dari dua
komponen yaitu rapid eye movement (REM) dan non REM atau yang disebut dengan
tidur gelombang lambat. Tidur yang berkualitas sangat penting untuk kesehatan.
Kualitas tidur merupakan kepuasan seseorang terhadap tidur, kualitas tidur yang baik
akan menghasilkan kesegaran dan kebugaran pada saat terbangun. Tidur yang tidak
berkualitas baik dapat menyebabkan gangguan keseimbangan fisiologis dan psikologis
(Mubarak, Indrawati & Susanto, 2015).
Dampak fisiologis yang muncul akibat buruknya kualitas tidur meliputi aktivitas sehari-
hari, rasa lelah, kondisi neuromaskular yang buruk, proses penyembuhan menjadi
lambat, daya tahan tubuh menurun, sedangkan dampak psikologis dari gangguan tidur
meliputi stres, depresi, cemas, tidak konsentrasi dan koping tidak efektif. Kebutuhan
tidur dapat terganggu dari berbagai kebiasaan dan perilaku gangguan tidur, seperti
sering menonton televisi saat mau tidur, serta penggunaan gadget pada anak sebelum
tidur. Interaksi sosial dan karakteristik temperamen individu memegang peran penting
dalam kualitas tidur, pada anak yang mana anak sekolah membutuhkan tidur selama 10
jam/hari (Mubarak, Indrawati & Susanto, 2015).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak dengan kurang tidur akan mengalami
berbagai masalah terkait perilaku dan emosi yang dapat menyebabkan timbulnya rasa
lelah, malas serta mengantuk pada siang hari yang berdampak buruk terhadap
konsentrasi belajar anak dan daya ingatannya. Penelitian yang dilakukan oleh Chung &
Cheung 2008, didapatkan bahwa anak yang memiliki prestasi akademik yang bagus
disekolah cenderung memiliki waktu tidur lebih awal dan jarang mengalami rasa
mengantuk pada siang hari dibandingkan dengan anak prestasi akademiknya kurang
bagus. Gangguan tidur itu dapat berupa gangguan kuantitas dan kualitas yang terjadi
selama tidur.
Berdasarkan hasil survei awal yang dilakukan oleh penulis pada tanggal 26 Maret 2019
di SD Negeri 182 Kota Pekanbaru didapatkan 245 anak sekolah (kelas IV dan V).
Melalui wawancara pada anak kelas VA yaitu 36 anak, didapatkan 23 anak
menggunakan gadget dengan milik pribadi. 9 anak mengaku dibelikan gadget sejak 2
tahun yang lalu dan 14 anak mengatakan sudah 1 tahun 6 bulan dibelikan gadget.
Penggunaan gadget bukan hanya dirumah, namun kadang-kadang dibawa ke sekolah
untuk digunakan saat istirahat dan pada saat kegiatan ekstrakurikuler. Anak juga
menggunakan gadget sebelum tidur sampai pukul 22.00 dan kadang juga sampai pukul
24.00 malam untuk bermain game, membuka sosial media, menonton video, melihat
gambar hingga chatting, sehingga anak sulit untuk dibangunkan pagi hari, hasil
wawancara dengan guru wali kelas didapatkan data 5 anak tidak konsentrasi saat di
kelas jam pembelajaran sekolah dan selebihnya anak sering mengantuk di kelas.
Sedangkan 13 anak menggunakan gadget dengan punya Ibu anak tersebut, saat di
wawancarai bahwa anak menggunakan gadget saat sepulang sekolah dan anak itu juga
menggunakan gadget secara terbatas karena punya Ibu tapi anak itu memainkan gadget
hingga malam sampai pukul 22.00 malam dan memainkan game, membuka sosial
media, menonton video, melihat gambar serta chatting, sehingga anak sulit dibangunkan
pagi hari. Dimana pada era globalisasi saat ini telah menjadikan gadget sebagai salah
satu alat komunikasi sehingga seseorang sering menggunakannya. Bahkan, sudah
menjadi kebiasaan dan kecanduaan serta menggangu kuantitas dan kualitas tidur pada
setiap individu, hal ini tidak hanya terjadi pada dewasa, tetapi juga terjadi pada anak.
Penggunaan gadget yang berlebihan dapat menimbulkan dampak negatif bagi anak
salah satunya mengalami gangguan tidur yaitu terhadap kuantitas dan kualitas tidur. Hal
ini terjadi pada anak sekolah (kelas IV dan V) di SD Negeri 182 Pekanbaru yang
menggunakan gadget lebih dari 1 jam perhari bahkan mereka mengatakan sebelum tidur
memainkan gadget nya untuk game, sosial media, youtube, chatting sampai larut
malam. Hal ini dapat berakibat terhadap kurangnya waktu tidur anak sekolah. Dengan
kurangnya jam tidur pada anak sekolah, dikhawatirkan dapat mempengaruhi konsentrasi
belajar serta kebugaran dalam menjalani aktifitas sekolah dan berefek pada nilai rapor
sekolah anak. Pemaparan pada latar belakang, dapat dirumuskan masalah “Hubungan
penggunaan gadget dengan kuantitas dan kualitas tidur pada anak sekolah (kelas
IV dan V) di SD Negeri 182 Kota Pekanbaru”
Untuk mengetahui tentang hubungan penggunaan gadget dengan kuantitas dan kualitas
tidur pada anak sekolah (kelas IV dan V) di SD Negeri 182 Kota Pekanbaru.
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi dan bacaan bagi peneliti
berikutnya dalam penyusunan karya tulis ilmiah maupun skripsi.
2. Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini dapat menjadi pedoman bagi sekolah untuk memberikan informasi
mengenai penggunaan gadget dan pengaruhnya terhadap kuantitas dan kualitas tidur
pada anak sekolah (kelas IV dan V) di SD Negeri 182 Kota Pekanbaru.
3. Bagi Siswa
Hasil penelitian ini dapat menjadi pengetahuan bagi siswa agar dapat menggunakan
sosial media dengan bijak sehingga tidak mendapatkan pengaruh negatif dari gadget
tersebut.
4. Bagi Keperawatan
Dapat dijadikan sebagai bahan, literatur, data awal untuk mengembangkan ilmu
keperawatan yang berkualitas mengenai kuantitas dan kualitas tidur pada anak sekolah
(kelas IV dan V).
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan referensi dan acuan bagi peneliti lain
yang ingin meneliti permasalahan yang sama sehingga mereka memiliki landasan dan
alur yang jelas.
6. Bagi Penulis
Menambah pengetahuan bagi penulis dalam melakukan riset, khususnya tentang
hubungan penggunaan gadget dengan kuantitas dan kualitas tidur pada anak sekolah
(kelas IV dan V) di SD Negeri 182 Kota Pekanbaru.
Tidur merupakan kebutuhan dasar manusia; tidur merupakan sebuah proses biologis
yang umum pada semua orang. Baru-baru ini, tidur telah dianggap sebagai perubahan
status kesadaran yang di dalamnya persepsi dan reaksi individu terhadap lingkunganya
mengalami penurunan. Tidur dicirikan dengan aktivitas fisik minimal, tingkat kesadaran
bervariasi, perubahan pada proses fisiologis tubuh, dan penurunan respons terhadap
stimulus eksternal. Beberapa stimulus lingkungan, seperti sebuah alarm detektor asap,
biasanya akan membangunkan orang yang sedang tidur, sementara suara bising lain
tidak akan membangunkannya. Tampaknya bahwa individu berespons terhadap
stimulus bermakna saat tidur akan mengabaikan stimulus yang tidak bermakna secara
selektif (Kozier, 2010).
Istirahat dan tidur adalah kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh setiap individu.
Istirahat dan tidur yang cukup, tubuh baru dapat berfungsi secara optimal dan memiliki
makna yang berbeda pada setiap individu. Secara umum, tidur berasal dari bahasa Latin
somnus yang berarti alami periode pemulihan, keadaan fisiologi dari istirahat untuk
tubuh dan pikiran. Tidur adalah status perubahan kesadaran ketika persepsi dan reaksi
individu terhadap lingkungan menurun. Karakteristik tidur dalam aktivitas fisik yang
minimal, tingkat kesadaran yang berbagai macam, perubahan proses fisiologis tubuh,
dan penurunan respons terhadap stimulus eksternal. Hampir sepertiga dari waktu
dimiliki digunakan untuk tidur. Hal tersebut didasarkan pada keyakinan bahwa tidur
dapat memulihkan atau mengistirahatkan fisik setelah seharian beraktivitas, mengurangi
stres dan kecemasan, serta dapat meningkatkan kemampuan dan konsentrasi saat
hendak melakukan aktivitas sehari-hari. Tidur merupakan kondisi tidak sadar saat
persepsi reaksi individu terhadap lingkungan menurun atau hilang dan dapat
dibangunkan kembali dengan stimulus dan sensori yang cukup (Mubarak, Indrawati &
Susanto, 2015).
Siklus alami tidur dikendalikan oleh pusat yang terletak di bagian bawah otak. Pusat ini
secara aktif menghambat keadaan terjaga, sehingga menyebabkan tidur. Fisiologi tidur
merupakan pengaturan kegiatan tidur oleh adanya hubungan mekanisme serebral yang
secara bergantian untuk mengaktifkan dan menekan pusat otak agar dapat tidur dan
bangun. Tidur merupakan aktivitas yang melibatkan susunan saraf pusat, saraf perifer,
endokrin kardiovaskular, dan respirasi musculoskeletal. Tiap kejadian tersebut dapat
diidentifikasi atau direkam dengan electreoencephalogram (EEG) untuk aktivitas listrik
ke otak, pengukuran tonus otot dengan menggunakan elektromiogram (EMG), dan
elekrokulogram (EOG) untuk mengukur pergerakan mata (Kozier, 2010 ; Potter &
Perry, 2012).
Pengaturan dan kontrol tidur bergantung pada hubungan antara dua mekanisme serebral
yang secara bergantian mengaktifkan dan menekan pusat otak untuk tidur dan bangun.
Aktivitas tidur diatur dan dikontrol oleh dua sistem pada batang otak, yaitu Reticular
Activating System (RAS) dan Bulbar Synchronizing Region (BSR). Pada saat sadar,
RAS melepaskan katekolamin, sedangkan pada saat tidur terjadi pelepasan serum
serotonin dari BSR (Tarwoto dan Wartonah, 2003 dalam buku Mubarak, Indrawati &
Susanto, 2015).
Bangun dan tidurnya seseorang bergantung pada keseimbangan impuls yang diterima
dari pusat otak, reseptor sensori perifer (misalnya bunyi, stimulus cahaya), serta sistem
limbik seperti emosi. Seseorang yang mencoba untuk tidur, maka menutup matanya dan
berusaha dalam posisi rileks, jika ruangan gelap dan tenang aktivitas RAS menurun,
pada saat itu BSR mengeluarkan serum serotonin. Hipotalamus mempunyai pusat-pusat
pengendalian untuk beberapa jenis kegiatan tidak sadar dari badan, yang salah satu
diantaranya menyangkut tidur dan bangun. Cedera pada hipotalamus dapat
mengakibatkan seseorang tidur dalam jangka waktu yang luar biasa panjang atau lama
(Potter & Perry, 2012).
Formasi retikular terdapat dalam pangkal otak, formasi itu menjulang naik menembus
medulla, pons, otak bagian temgah, dan lalu ke hipotalamus. Formasinya tersusun dari
banyak sel saraf dan serat saraf, serat-seratnya mempunyai hubungan-hubungan yang
meneruskan impuls-impuls ke kulit otak dan ke tali sumsum tulang belakang. Formasi
retikular ataupun kegiatan-kegiatan kortikal yang bertalian dengan keadaan waspada. Di
waktu tidur, sistem retikular mendapat hanya sedikit rangsangan dari korteks serebral
(kulit otak) serta permukaan luar tubuh. Keadaan bangun terjadi apabila sistem retikular
di ransang dengan rangsangan-rangsangan dari korteks serebral dan organ-organ serta
sel-sel pengindraan di kulit. Misalnya jam beker membangunkan tidur menjadi keadaan
sadar apabila seseorang menyadari bahwa harus bersiap-siap untuk pergi bekerja.
Perasaan-perasaan yang diakibatkan organ-organ serta sel-sel di kulit badan. Oleh
karenanya, keadaan tidak dapat tidur ditimbulkan oleh kegiatan kulit otak serta apa yang
dirasakan oleh badan, sedangkan diwaktu tidur, rangsangan-rangsangan menjadi
minimal (Potter & Perry, 2012).
Secara jelas tujuan tidur tidak diketahui, tetapi diyakini tidur diperlukan untuk menjaga
keseimbangan mental, emosional, dan kesehatan. Selama tidur, seseorang akan
mengulang (review) kembali kejadian-kejadian sehari-hari, memproses, dan
menggunakan untuk masa depan. Berikut beberapa tujuan tidur menurut Mubarak,
Indrawati & Susanto (2015):
merangkum kebutuhan tidur manusia berdasarkan usia (Mubarak, Indrawati & Susanto,
2015):
Secara umum menurut Mubarak, Indrawati & Susanto (2015), setiap malam seseorang
mengalami dua jenis tidur yang berbeda dan saling bergantian. Ada dua tahap tidur,
yaitu non-rapid eye movement (NREM) dan rapid eye movement (REM).
a. Tidur NREM
Fase NREM atau tidur biasa ini berlansung ± satu jam dan fase ini biasanya orang
masih bisa mendengarkan suara di sekitarnya, sehingga dengan demikian akan mudah
terbangun dari tidurnya. Tanda-tanda tidur NREM adalah mimpi berkurang, keadaan
istirahat (otot mulai berelaksasi), tekanan darah turun, kecepatan pernapasan turun,
metabolisme turun, dan gerakan mata lambat.
Empat tahap tidur NREM yaitu Menurut Mubarak, Indrawati & Susanto (2015) :
1) Tahap I
Tahap I merupakan tahap transisi antara bangun dan tidur, berlansung selama lima
menit yang seseorang beralih dari sadar menjadi tidur. Seseorang merasa sadar dengan
lingkungan, relaks, mengantuk, mata bergerak ke kanan dan ke kiri, serta kecepatan
jantung dan pernapasan turun secara jelas. Gelombang alfa sewaktu seseorang masih
sadar diganti dengan gelombang beta yang lebih lambat. Seseorang yang tidur pada
tahap I dapat dibangunkan dengan mudah.
2) Tahap II
Tahap II merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh menurun. Mata masih
bergerak-gerak (umumnya menetap), kecepatan jantung dan pernapasan turun dengan
jelas, serta suhu tubuh dan metabolisme menurun. Gelombang otak sleep spindles dan
gelombang K kompleks. Tahap II berlansung pendek dan berakhir dalam waktu 10
sampai dengan 15 menit.
3) Tahap III
Tahap III ini kecepatan jantung, pernapasan, serta proses tubuh berlanjut mengalami
penurunan akibat dominasi system saraf parasimpatik. Seseorang menjadi lebih sulit
dibangunkan.
4) Tahap IV
Tahap IV ini merupakan tahap tidur dalam dengan predominasi gelombang delta yang
melambat. Kecepatan jantung dan pernapasan turun. Seseorang dalam relaks, jarang
bergerak dan sulit dibangunkan gerak, bola mata cepat sekresi lambung turun, tonus otot
turun. Apabila seseorang mengalami kehilangan tidur NREM, maka akan menunjukkan
gejala-gejala menarik diri, apatis dan respons menurun, merasa tidak enak badan,
ekspresi wajah layu, serta malas bicara dan kantuk yang berlebihan. Sementara apabila
seseorang kehilangan tidur kedua-duanya, yakni tidur REM dan NREM, maka akan
menunjukkan manifestasi sebagai berikut:
a) Kemampuan memberikan keputusan atau pertimbangan menurun
b) Tidak mampu untuk konsentrasi (kurang perhatian)
c) Terlihat tanda-tanda keletihan seperti penghilangan kabur, mual, dan pusing
d) Sulit melakukan aktivitas sehari-hari
e) Daya ingat berkurang, bingung, timbul halusinasi, dan ilusi penglihatan atau
pendengaran
b. Tidur REM atau Pola Tidur Paradoksikal
Tidur REM atau paradox ini merupakan pola atau tipe tidur yang otak benar-benar
dalam keadaan aktif. Tidur REM biasanya terjadi pada tidur malam rata-rata setiap 90
menit dan berlansung selama 5-20 atau 5-30 menit. Periode pertama terjadi selama 80-
100 menit, tetapi bila kondisi orang sangat lelah maka awal tidur sangat cepat bahkan
jenis tidur ini tidak ada. Tidur REM tidak senyenyak tidur NREM, dan sebagian besar
mimpi terjadi pada tahap ini. Selama tidur REM, otak cenderung aktif dan
metabolismenya meningkat hingga 20%.
Pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur setiap orang berbeda-beda. Seseorang bisa
tidur ataupun tidak dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya sebagai berikut
(Mubarak, Indrawati & Susanto, 2015):
1. Status kesehatan
Seseorang yang kondisi tubuhnya sehat memungkinkan untuk dapat tidur dengan
nyeyak. Rasa sakit dapat menyebabkan nyeri fisik yang dapat menyebabkan gangguan
tidur. Seseorang yang sakit membutuhkan waktu tidur yang lebih banyak dari pada
biasanya.
2. Lingkungan
3. Kelelahan
Kondisi tubuh yang lelah dapat mempengaruhi pola tidur seseorang. Setelah beristirahat
biasanya siklus REM akan kembali memanjang.
4. Gaya hidup
Kelelahan dapat mempengaruhi pola tidur seseorang. Kelelahan tingkat menengah
orang dapat tidur dengan nyenyak. Sementara pada kelelahan yang berlebihan akan
menyebabkan periode tidur REM lebih pendek.
5. Stres emosional
Ansietas dan depresi sering kali mengganggu tidur seseorang. Kondisi ansietas dapat
meningkatkan kadar norepinefrin darah melalui stimulasi sistem saraf simpatis. Kondisi
ini menyebabkan berkurangnya siklus tidur NREM tahap IV dan tidur REM serta
seringnya terjaga saat tidur.
8. Merokok
Nikotin yang terdapat dalam rokok memiliki dampak stimulasi pada tubuh. Sehingga
mengakibatkan seorang perokok sering kali kesulitan untuk tidur dan mudah terbangun
di malam hari.
9. Medikasi
Obat-obatan tertentu dapat mempengaruhi kualitas tidur seseorang. Hipnotik dapat
mengganggu tahap III dan IV tidur NREM, beta-bloker dapat menyebabkan insomnia
dan mimpi buruk, sedangkan narkotik (misalnya, meperidin hidroklorida dan morfin)
diketahui dapat menekan tidur REM dan menyebabkan seringnya terjaga di malam hari.
10. Motivasi
Motivasi dapat mempengaruhi dan dapat menimbulkan keinginan untuk tetap bangun
dan menahan tidak tidur sehingga dapat menimbulkan gangguan proses tidur, sebab
keinginan untuk tetap terjaga terkadang dapat menutupi perasaan lelah seseorang.
Kuantitas tidur adalah suatu jam tidur seseorang yang sesuai dengan waktu dan jumlah
jam biologis tidur seseorang tersebut, dimana dalam pengaturan tidur jam biologis
berdetak dan memberikan sinyal-sinyal yang memberikan sensasi segar dan penuh
vitalis. Biasanya rangsang sadar mencapai puncak pada pukul 09.00 dan pada pukul
21.00. Proses tidur juga dipengaruhi oleh mekanisme kurangnya jumlah jam tidur,
setiap jam kita terjaga adalah kurangnya jumlah jam tidur yang akan memberikan rasa
kantuk. Rasa kantuk ini akan bekerja berlawanan dengan jam biologis yang mendorong
kita untuk terjaga, rangsang sadar dan rangsang untuk tidur saling bersaing untuk
mempengaruhi sepanjang hari (Prasadja, 2009).
b. Kualitas Tidur
Kualitas tidur adalah suatu keadaan tidur yang dijalani seseorang individu menghasilkan
kesegaran dan kebugaran saat terbangun. Kualitas tidur ini memberikan kesempatan
pada tubuh untuk menyerap oksigen lebih banyak dan teratur, sehingga membuat anak
tertidur dengan pulas dan mengurangi stress pada anak. Waktu tidur anak sekolah
adalah 10 jam/hari, anak mempunyai kualitas tidur yang baik ditandai dengan tidur yang
terlelap dan badan yang segar setelah bangun dari tidur (Poerwopoespito, 2010).
Kualitas tidur yang cukup pada anak jika tertidur dengan mudah pada malam hari,
terbangun dengan mudah di pagi hari dan tidak memerlukan tidur siang yang melebihan
kebutuhan sesuai perkembangannya (Wong, 2011).
Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) atau disebut juga dengan indeks kualitas tidur
Pittsburgh merupakan instrument yang efektif digunakan untuk mengukur kualitas tidur
pada anak. Kualitas tidur yang baik dan kualitas tidur yang buruk dapat dilihat dari 7
komponen (Rahmayanti & Agustini, 2015) yaitu:
a. Subjektif kualitas tidur: yaitu penilaian subjektif dari diri sendiri terhadap kualitas
tidur yang dimiliki, adanya perasaan terganggu dan tidak nyaman pada diri sendiri
berperan terhadap penilaian kualitas tidur. Komponen dari kualitas tidur ini merujuk
pada pertanyaan nomor 6 dalam PSQI, yang berbunyi: “Dalam sebulan terakhir,
bagaimanakah anda menilai kualitas tidur anda secara keseluruhan?” kriteria
penilaian disesuaikan dengan pilihan jawaban responden sebagai berikut:
Sangat baik :0
Cukup baik :1
Cukup buruk :2
Sangat buruk :3
Skala : Ordinal
b. Latensi tidur: beberapa waktu yang dibutuhkan sehingga bisa tertidur, yang
berhubungan dengan gelombang tidur seseorang, dikenal ada dua gelombang tidur
yaitu: gelombang tidur REM dan NREM. Komponen dari kualitas tidur ini merujuk
pada pertanyaan nomor 2 dalam PSQI, yang berbunyi: “Dalam sebulan terakhir,
berapa lama (dalam menit) waktu yang anda perlukan untuk dapat tertidur setiap
malam?”, dan pertanyaan nomor 5a, yang berbunyi: “Dalam sebulan terakhir,
seberapa sering anda mengalami kesulitan tidur karena mengalami bisa tidur dalam
jangka waktu 30 menit setelah berbaring?”, setiap pertanyaan memiliki skor 0-3,
yang kemudian dijumlahkan sehingga diperoleh skor latensi tidur. Penilaian untuk
nomor 2 :
Waktu latensi tidur ≤ 15 menit :0
Waktu latensi tidur 16-30 menit : 1
Waktu latensi tidur 31-60 menit : 2
Waktu latensi tidur > 60 menit :3
Jumlah skor tersebut disesuaikan dengan kriteria penilaian sebagai berikut:
Skor latensi tidur 0 :0
Skor latensi tidur 1-2 :1
Skor latensi tidur 3-4 :2
Skor latensi tidur 5-6 :3
Skala : Ordinal
c. Efisiensi tidur: akan didapatkan melalui persentase kebutuhan tidur manusia, dengan
menilai jam tidurnya sehingga dapat kesimpulan bahwa apakah sudah tercukupi atau
efisiensi tidur. Komponen dari kualitas tidur ini merujuk pada pertanyaan nomor 1,
3 dan 4 dalam PSQI mengenai jam tidur malam dan bangun pagi serta durasi tidur.
Jawaban responden kemudian dihitung dengan rumus:
Durasi tidur (4) × 100%
Jam bangun pagi (3) – Jam tidur malam (1)
d. Penggunaan obat tidur: dapat menandakan seberapa berat gangguan tidur yang
dialaminya, karena obat tidur yang diindikasikan apabila pola tidurnya sudah sangat
terganggu dan obat tidur dianggap perlu untuk membantu tidur. Komponen dari
kualitas tidur ini merujuk pertanyaan nomor 7 dalam PSQI, yang berbunyi: “Dalam
sebulan terakhir, seberapa sering anda mengkonsumsi obat (konsultasi dengan
dokter)?” kriteria penilaian disesuaikan dengan pilihan jawaban responden sebagai
berikut:
Tidak pernah sama sekali :0
Kurang dari sekali dalam seminggu :1
Satu atau dua kali dalam seminggu :2
Tiga kali atau lebih seminggu :3
Skala : Ordinal
e. Gangguan tidur: seperti adanya mengorok, gangguan pergerakan, sering terbangun
untuk ke kamar mandi dan mimpi buruk dapat mempengaruhi proses tidur.
Komponen dari kualitas tidur ini merujuk pada pertanyaan nomor 5b-5j dalam
PSQI, yang berdiri dari hal-hal dapat menyebabkan gangguan tidur. Tiap pertanyaan
memiliki skor 0-3, dengan 0 berarti tidak pernah sama sekali dan 3 berarti sering
dalam sebulan. Skor tersebut selanjutnya dijumlahkan sehingga dapat diperoleh skor
gangguan tidur. Jumlah skor tersebut dikelompokkan sesuai kriteria penilaian
sebagai berikut:
Skor gangguan tidur 0 :0
Skor gangguan tidur 1-9 :1
Skor gangguan tidur 10-18 :2
Skor gangguan tidur 19-27 :3
skala : Ordinal
f. Daytime disfunction atau adanya gangguan pada kegiatan sehari-hari diakibatkan
oleh perasaan mengantuk. Komponen dari kualitas tidur ini merujuk pada
pertanyaan nomor 8 dalam PSQI, yang berbunyi : “Dalam sebulan terakhir, seberapa
sering anda mengalami kesulitan untuk tetap terjaga/segar/tidak merasa ngantuk
ketika di kendaraan umum atau diantar ke sekolah, makan, atau saat anda dalam
proses belajar di sekolah?”, dan pertanyaan nomor 9, yang berbunyi: “Pada sebulan
terakhir, adakah masalah yang anda hadapi untuk bisa berkonsentrasi atau menjaga
rasa antusias dalam menyelesaikan tugas?” setiap pertanyaan memiliki skor 0-3
yang kemudian dijumlahkan sehingga diperoleh skor disfungsi aktivitas siang hari.
Jumlah skor tersebut disesuaikan dengan kriteria penilaian sebagai berikut:
Skor disfungsi aktivitas siang hari 0 :0
Skor disfungsi aktivitas siang hari 1-2 :1
Skor disfungsi aktivitas siang hari 3-4 :2
Skor disfungsi aktivitas siang hari 5-6 :3
Skala : Ordinal
g. Durasi tidur: dinilai dari waktu mau tidur sampai waktu terbangun. Waktu tidur
yang tidak terpenuhi akan menyebabkan kualitas tidur buruk. Kualitas tidur yang
buruk akan berdampak bagi kesehatan, baik kesehatan jangka panjang maupun
jangka pendek. Komponen dari kualitas tidur ini merujuk pada pertanyaan nomor 4
dalam PSQI, yang berbunyi: “Dalam sebulan terakhir, berapa jam anda tidur pada
malam hari? (ini mungkin berbeda dengan lama waktu yang anda habiskan di
tempat tidur)?” jawaban responden dikelompokkan dalam 4 kategori dengan kriteria
penilaian sebagai berikut:
Durasi tidur > 10 jam :0
Durasi tidur 9-10 jam :1
Durasi tidur 8-9 jam :2
Durasi tidur < 7 jam :3
Skala : Ordinal
Gadget atau telepon pintar merupakan telepon yang memiliki kemampuan seperti
komputer walaupun terbatas dari sekedar membuat dan menerima panggilan telepon,
pesan teks, dan pesan suara. Gadget juga sebagai ponsel yang memiliki fitur-fitur yang
melebihi ponsel pada umumnya. Hal ini ditandai dengan keberadaan fitur tambahan,
seperti Personal Information Manager (PIM), dukungan penambahan aplikasi, serta
memiliki sistem operasi yang mendukung (Salbino, 2014).
Gadget merupakan sebuah perangkat atau instrument elektronik yang memiliki tujuan
dan fungsi praktis terutama untuk membantu pekerjaan manusia. Gadget pertama kali
ditemukan pada tahun 1992 oleh IBM di Amerika Serikat, yakni sebuah perusahaan
yang memproduksi perangkat elektronik. Tapi gadget sebelumnya tidak secanggih saat
ini, gadget pertama kali dilengkapi fasilitas kalender, buku telepon, jam dunia, bagian
pencata, email, serta untuk mengirim teks juga permainan. Saat ini gadget buatan IBM
ini tidak dilengkapi tombol namun telah dilengkapi dengan teknologi layar sentuh atau
touchscreen (Iswidharmanjaya & Agency, 2014).
a. Dapat membuka file seperti (Personal Computer (PC), seperti (Power Point
Presentation (ppt), Word, dan Portable Document Format (pdf)).
b. Dapat menelpon gratis lewat aplikasi skype namun membutuhkan koneksi internet.
c. Dapat digunakan sebagai keyboard dan Mouse PC.
d. Fitur hampir sama dengan memiliki sebuah PC.
e. Terdapat memori internal yang berkapasitas besar.
f. Selalu untuk update software pada system dengan sendirinya.
g. Memiliki aplikasi tambahan yang menarik.
h. Kecepatan internet yang digunakan hampir sama dengan sebuah PC.
3. Media Hiburan
Berbagai fungsi gadget pada media hiburan, seperti game, youtube dan multimedia
lainnya.
4. Pendidikan
Seiring berkembangnya zaman, sekarang belajar tidak hanya terfokus dengan buku.
Namun melalui gadget kita dapat mengakses berbagai ilmu pengetahuan yang kita
perlukan. Tentang pendidikan, politik, ilmu pengetahuan umum, agama, tanpa harus
repot pergi ke perpustakaan yang mungkin jauh untuk dijangkau.
1) Memudahkan mengirim pesan tidak hanya pesan teks, namun pesan berupa suara,
gambar, video, dan pesan multimedia lainnya.
2) Meningkatkan interaksi teman sebaya.
3) Gadget memiliki mobilitas yang tinggi. Pemilik gadget dapat berkirim E-mail tanpa
harus mengunjungi warnet terdekat.
4) Pemilik gadget dapat mengetahui berita-berita serta informasi penting yang terdapat
dibelahan dunia manapun.
5) Dengan adanya gadget, pemakai tidak perlu repot-repot untuk melihat peta, karena
gadget dapat digunakan sebagai alat navigator.
6) Dapat mengakses buku tanpa harus pergi ke perpustakaan untuk mencari literatur.
Menurut Iswidharmanjaya & Agency (2014), berikut ini adalah dampak negatif dari
pengguna gadget yang sangat merugikan dan tidak disadari para penggunanya, yaitu:
batasan waktu maka akan mengganggu jam tidurnya. Sebab jika gadget itu menyala
akan mengganggu istirahat anak terutama anak yang di bawah 13 tahun.
6) Suka menyendiri
Ketika anak sudah merasa asyik bermain dengan gadget maka anak akan merasa itu
adalah segalanya. Anak tidak peduli lagi dengan apapun yang ada disekitarnya
karena yang dibutuhkan adalah bermain gadget itupun dilakukan sendiri tanpa
siapapun.
7) Perilaku kekerasan
Perilaku kekerasan terjadi pada anak dikarenakan anak sering mengkonsumsi materi
kekerasan baik itu melalui game atau media yang menampilkan kekerasan.
8) Pudarnya kreaktivitas
Gadget memudahkan seseorang dalam belajar namun disisi lain kreativitasnya akan
terancam pudar jika terlalu menggantungkan dengan perangkat tersebut.
9) Terpapar radiasi
Beberapa pakar kesehatan mengatakan bahwa radiasi gadget menimbulkan ancaman
penyakit seperti tumor otak, kanker, Alzheimer dan parkison.
10) Ancaman cyberbullying
Cyberbullying merupakan bentuk pelecehan atau bullying di dunia maya, biasanya
hal ini terjadi melalui media jejaring sosial.
1.1.2.5 Lama Penggunaan Gadget
Menurut penelitian lembaga Nielsen on Device Meter 2013 dalam pandji (2014) lama
penggunaan gadget setiap hari yaitu selama 189 menit perhari atau lebih dari 3 jam.
Mereka menggunakan gadget itu dimana saja, baik di tempat tidur, tempat kerja, di
sekolah, dan lain-lain. Waktu penggunaan gadget tersebut digunakan untuk beragam
keperluaan, selama 62 menit dihabiskan untuk komunikasi seperti telepon, kirim pesan
teks, dan e-mail, 45 menit dihabiskan untuk kegiatan hiburan seperti bermain game dan
konten multimedia, 38 menit untuk menjelajahi berbagai aplikasi sosial media dan 37
menit dihabiskan untuk membuka internet sehingga membuat tidak terkontrol karena
penggunaan gadget yang terlalu lama (Pandji, 2014).
Masa usia sekolah dasar sering disebut sebagai masa intelektual atau masa kerasian
bersekolah. Pada umur berapa tepatnya anak matang untuk masuk sekolah dasar,
sebenarnya kematangan tidak ditentukan oleh umur. Namun pada umur 6 atau 7 tahun,
biasanya anak telah matang untuk memasuki sekolah dasar, pada masa sekolah ini
secara relatif anak-anak lebih mudah dididik dara pada masa sebelum dan sesudahnya
(Yusuf, 2016).
Menurut Mansur (2009), pada usia sekolah dasar (6-12 tahun) anak sudah dapat mereksi
rangsangan intelektual atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut
kemampuan kognitif seperti membaca, menulis, dan menghitung. Pada usia SD daya
pikir sudah berkembang ke arah berpikir konkret dan rasional (dapat diterima akal).
Masa sekolah anak lebih mudah dididik dari pada masa sebelum dan sesudahnya. Masa
ini terdiri dari dua fase, yaitu:
a. Masa kelas rendah sekolah dasar, kira-kira 6 atau 7 tahun sampai umur 9 atau 10
tahun. Beberapa sifat anak-anak pada masa ini antara lain sebagai berikut:
1. Adanya hubungan positif terhadap keadaan jasmani dan prestasi
2. Sikap tunduk terhadap peraturan-peraturan permainan yang tradisional
3. Adanya kecenderungan memuji diri sendiri
4. Suka memandingkan dirinya dengan anak yang lain
5. Apabila tidak dapat menyelesaikan suatu soal, maka soal itu dianggap tidak
penting
6. Masa ini (usia 6-8 tahun) anak menginginkan nilai (angka rapor) yang baik,
tanpa mengingat apakah prestasinya memang pantas diberi nilai baik atau tidak
b. Masa kelas tinggi sekolah dasar, kira-kira umur 9 atau 10 sampai umur 12 atau 13
tahun. Beberapa sifat khas anak-anak pada masa ini ialah:
1. Adanya keinginan terhadap kehidupan praktis sehari-hari
2. Realistik, ingin mengetahui dan ingin belajar
a. Perkembangan kognisi
Perkembangan kognisi pada anak usia ini adalah operasional konkrit dengan ciri-ciri:
terhadap distress emosional yang terjadi pada orang lain. Selain itu anak dapat
mengontrol emosi negatif seperti marah, takut, dan sedih.
3) Teman sebaya. Pada masa ini anak lebih banyak bergaul dengan teman sebaya.
Teman sebaya memberikan pandangan baru dan kebebasan dalam memberikan
pendapat. Teman sebaya memberikan motivasi, belajar kepemimpinan, keterampilan
berkomunikasi, bekerja sama, dan belajar aturan-aturan yang ada. Selain
memberikan pengaruh positif, teman sebaya juga memberikan pengaruh negatif.
Agar diterima untuk menjadi anggota kelompok, anak harus mengikuti aturan atau
nilai-nilai yang berlaku dalam kelompok tersebut, walaupun aturan tersebut tidak
diinginkan oleh anak dan anak tidak berdaya menolak aturan tersebut. Hal ini dapat
menjerumuskan anak kepada tingkah laku anti sosial.
Tugas-tugas perkembangan anak usia sekolah menurut Yusuf (2016) adalah sebagai
berikut:
1. Faktor Internal
a. Ras/etnik atau bangsa
Anak yang lahir dari bangsa Amerika tidak memiliki faktor herediter bangsa Indonesia
atau sebaliknya.
b. Keluarga
Lebih cenderung memiliki postur tubuh tinggi, pendek, gemuk atau kurus.
c. Umur
Kecepatan pertumbuhan adalah pada masa prenatal tahun pertama lahir, dan pada masa
remaja.
d. Jenis kelamin
Reproduksi anak perempuan berkembang lebih cepat dari pada anak laki-laki. Akan
tetapi setelah melewati masa pubertas, pertumbuhan anak laki-laki lebih cepat.
e. Genetik
Genetik (heredokonstitusional) adalah bawaan anak yaitu potensi anak yang akan
menjadi ciri khasnya. Ada beberapa kelainan genetic yang berpengaruh pada tumbuh
kembang anak, contohnya seperti kerdil.
f. Kelainan kromosom
Kelainan kromosom umumnya disertai dengan kegagalan pertumbuhan seperti pada
sindroma Down’s dan sindroma Turner’s.
2. Faktor Eksternal
a. Faktor prenatal
1) Gizi
Nutrisi ibu hamil terjadi pada trimester akhir, sehingga akan mempengaruhi
pertumbuhan janin.
2) Mekanis
Posisi fetus yang tidak normal bisa menyebabkan kelainan kongenital seperti club foot.
3) Toksin/zat kimia
Beberapa obat-obatan seperti Aminopterin atau Thalidomid dapat menyebabkan
kelainan kongenital seperti palatoksis.
4) Endokrin
Diabetes mellitus bisa mengalami makrosomia, kardiomegali, dan hyperplasia adrenal.
5) Radiasi
Paparan radasi dan sinar Rontgen dapat mengakibatkan kelainan pada janin seperti
mikrosefali, spina bifida, retardasi mental dan deformitas anggota gerak, kelainan
kongenital mata, serta kelainan jantung.
6) Infeksi
Infeksi pada trimester pertama dan kedua oleh TORCH (Toksoplasma, Rubella,
Citomegalo virus, Herpes simpleks) dapat menyebabkan kelainan pada janin seperti
katarak, bisu tuli, mikrosefali, retardasi mental, dan kelainan jantung kongenital.
7) Kelainan imunologi
Eritoblastosis fetalis timbul atas dasar perbedaan golongan darah antar janin dan ibu
sehingga ibu membentuk antibodi terhadap sel darah merah janin, kemudian melalui
plasenta masuk kedalam peredaran darah janin dan akan menyebabkan hemolisis yang
selanjutnya mengakibatkan hiperbilirubinemia dan kernicterus yang akan menyebabkan
kerusakan otak.
8) Anoksia embrio
Anoksia embrio disebabkan oleh gangguan fungsi plasenta sehingga mengalami
pertumbuhan yang terganggu.
9) Psikologi ibu
Kehamilan yang tidak diinginkan serta perlakuan salah atau kekerasan mental pada ibu
hamil dan lain-lain.
Omega T. Setianingsih,
Keterangan Penelitian Adi Permadi Mawitjere, dkk dkk
sekarang (2017) (2017) (2018)
Subjek Anak SD kelas Anak Remaja Siswa dan siswi Anak usia
IV dan V SMA SMA prasekolah
Kerangka teori adalah gambaran atau batasan-batasan tentang teori-teori yang dipakai
sebagai landasan penelitian yang akan dipakai (Notoadmojo, 2010).
Berdasarkan tujuan penelitian maka kerangka teori dapat digambarkan sebagai berikut:
f. Gangguan tidur
1. Tidur
2. Tahapan Tidur
- REM
- N-REM
Kuantitas Tidur Kualitas
Tidur
Durasi Tidur
Normal pada
Anak Sekolah 10
jam/hari
Sumber: Chusna (2017), Pandji (2014), Potter & Perry (2012), Mubarak, Indrawati &
Susanto (2015), Iswidharmanjaya & Agency (2014)
Keterangan: : diteliti
: tidak diteliti
Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau kaitan
antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya, atau antara variabel yang satu dengan
variabel yang lain dari masalah yang ingin diteliti (Notoatmodjo, 2010).
Variabel Variabel
Independen Dependen
Kuantitas tidur
1. Kualitas tidur
baik: ≤5
2. Kualitas tidur
buruk: >5
2.5 Hipotesis
Hipotesis adalah suatu jawaban sementara dari pertanyaan penelitian. Hipotesis ini
dirumuskan bentuk hubungan antara dua variabel, variabel bebas dan variabel terikat.
Hipotesis berfungsi untuk menentukan kearah pembuktian, artinya hipotesis ini
merupakan pernyataan yang harus dibuktikan (Notoatmodjo, 2010).
Ha: Terdapat hubungan penggunaan gadget dengan kuantitas dan kualitas tidur pada
anak sekolah (kelas IV dan V)
H0: Tidak terdapat hubungan penggunaan gadget dengan kuantitas dan kualitas tidur
pada anak sekolah (kelas IV dan V).
Jenis penelitian ini adalah deskriptif korelasi dengan desain penelitian cross sectional.
Penelitian cross sectional, variabel sebab atau risiko dan akibat atau kasus yang terjadi
pada obyek penelitian diukur dan dikumpulkan secara simultan, sesaat atau satu kali
saja dalam satu kali waktu (dalam waktu yang bersamaan), dan tidak ada follow up.
Penelitian deskripsi korelasi merupakan penelitian yang mengidentifikasi penelitian
hubungan variabel independen (variabel bebas) dan variabel dependen (variabel
tergantung). Variabel independen pada penelitian yaitu penggunaan gadget dan variabel
dependen dari penelitian ini yaitu kuantitas dan kualitas tidur pada anak sekolah (kelas
IV dan V) (Kartika, 2017).
Penelitian dilakukan di SD Negeri 182 Kota pekanbaru pada anak kelas IV dan V.
Populasi penelitian adalah subjek yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan
(Nursalam, 2016). Populasi pada penelitian ini adalah semua anak SD Negeri 182 Kota
Pekanbaru (kelas IV dan V) yang berjumlah 245 orang.
3.3.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang diteliti atau sebagian jumlah karakteristik yang
dimiliki oleh populasi dimana bagian tersebut dapat mewakili (representative) terhadap
populasi (Isgiyanto, 2009). Penentuan kriteria sampel sangat membantu peneliti untuk
mengurangi bias hasil penelitian. Penelitian ini menggunakan kriteria inklusi adalah
kriteria dimana subjek penelitian dapat mewakili sampel penelitian yang memenuhi
syarat sebagai sampel (Isgiyanto, 2009).
Semua sampel yang terdapat dalam penelitian ini harus memenuhi kriteria inklusi yaitu:
Pengambilan jumlah sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus Isgiyanto (2009)
sebagai berikut:
n= NZ (1-α/2)2 P (1-P)
Keterangan:
N = Besar populasi
n = Besar sampel
Z(1-α/2) = Nilai sebaran normal baku, besarnya tergantung tingkat kepercayaan (TK) 95%
= 1,96
Diketahui :
N : 245
P : 46% = 0,46
d : 0,05
n= 233,79
0,6125 + 0,95
n= 233,79
1,5625
n = 149,6 = 150
Maka besar sampel yang diperlukan dalam penelitian ini adalah 150 orang.
Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili populasi
(Nursalam, 2016). Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik
random sampling, merupakan teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang
yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel,
penelitian ini dilakukan secara strata dan dari setiap strata dapat diambil sampel secara
acak. Dilakukan di SD Negeri 182 Kota Pekanbaru dimana jumlah populasi yaitu siswa
dan siswi kelas IV dan V, dengan jumlah populasi 245 orang, kemudian berdasarkan
perhitungan sampel didapatkan jumlah sampel yang akan diambil sebanyak 150 orang.
Agar dapat menghitung besar dan kecilnya sampel pada populasi maka menggunakan
rumus: 𝑁𝐼
fi = 𝑥𝑛
𝑁
Keterangan:
fi : Besar sampel
N : Jumlah populasi
1. Kelas IV A 37 fi = 37 × 150 23
245
2. Kelas IV B 34 fi = 34 × 150 21
245
3. Kelas IV C 38 fi = 38 × 150 24
245
4. Kelas V A 36 fi = 36 × 150 22
245
5. Kelas V B 32 fi = 32 × 150 19
245
6. Kelas V C 32 fi = 32 × 150 19
245
7. Kelas V D 36 fi = 36 × 150 22
245
Variabel adalah suatu ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota suatu kelompok
(orang, benda, situasi) yang berbenda dengan yang dimiliki oleh kelompok tersebut
(Kartika, 2017). Variabel independen merupakan variabel yang menjadi sebab
timbulnya variabel dependen (terikat). Pada penelitian ini variabel yang digunakan
adalah penggunaan gadget. Sedangkan variabel dependen yaitu variabel yang
dipengaruhi atau menjadi akibat karena variabel bebas. Pada penelitian ini variabel yang
digunakan adalah kuantitas dan kualitas tidur.
Definisi operasional adalah suatu informasi ilmiah yang akan membantu peneliti lain
yang ingin menggunakan variabel yang sama. Definisi operasional mempermudah
pembaca dalam mengartikan makna penelitian (Kartika, 2017).
No. Variabel Definisi Alat ukur Cara ukur Skala Hasil ukur
operasional ukur
perhari
Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara memberikan angket atau kuesioner
yang disusun sendiri atau baku, yang berisikan pertanyaan tentang penggunaan gadget
dengan kuntitas dan kualitas tidur yang diisi oleh anak sekolah kelas IV dan V.
Pengumpulan data sekunder adalah data yang didapat dari catatan, buku-buku sebagai
teori, majalah berupa laporan, artikel dan didapatkan oleh peneliti dari SD 182 Kota
Pekanbaru tentang jumlah murid kelas IV dan V.
Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan proses
pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam penelitian (Nursalam, 2016).
Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan membagikan kuesioner kepada
responden yaitu kepada anak SD kelas IV dan V yang sesuai kriteria.
a. Peneliti mengurus surat izin penelitian dari kampus, Badan Kesatuan Bangsa dan
Politik, dan Dinas Pendidikan untuk melakukan penelitian di lapangan.
b. Kemudian peneliti memasukkan surat izin penelitian kepada kepala SD Negeri 182
Kota Pekanbaru.
c. Setelah mendapat balasan dari kepala SD Negeri 182 Kota Pekanbaru, peneliti
memulai penelitian. Kemudian peneliti berkenalan dengan calon responden dan
menjelaskan tujuan dan manfaat penelitian serta jaminan terhadap hak-hak
responden. Setelah itu peneliti memberikan lembar persetujuan responden untuk di
isi oleh responden.
d. Selanjutnya peneliti membagikan kuesioner penggunaan gadget dan kuesioner
kurangnya kuantitas dan kualitas tidur yaitu modifikasi Pittsburgh Sleep Quality
Index (PSQI) yang terdiri dari 7 komponen yaitu kualitas tidur subyektif, latensi
tidur, durasi tidur, efisiensi tidur sehari-hari, gangguan tidur, penggunaan obat tidur,
dan disfungsi aktivitas siang hari. Masing-masing komponen memiliki 0-3 dengan 0
menunjukkan tidak adanya kesulitan tidur dan 3 menunjukkan kesulitan tidur yang
berat. Skor dari ke tujuh komponen tersebut dijumlahkan menjadi satu skor global
dengan kisaran nilai 0-21. Jumlah skor tersebut disesuaikan dengan kriteria penilaian
yang dikelompokkan sebagai berikut:
Kualitas tidur baik :≤5
Kualitas tidur buruk :>5
Pada penelitian untuk kuesioner pada tanggal 17 Mei 2019, peneliti membagikan
kuesioner dengan cara masuk dalam ruangan kelas IV dan V. Setelah itu peneliti
menyebutkan apa-apa saja kriteria yang peneliti buat. Penelitian ini dilakukan secara
strata dan dari setiap responden diambil secara acak yang dilakukan kepada murid kelas
IV dan V yang memenuhi kriteria tersebut. Murid yang mendapatkan kertas yang
berisikan tanda “ceklist” maka anak tersebut dijadikan responden, dan murid yang
mendapatkan kertas kosong, maka tidak dijadikan responden.
Uji validitas dilakukan di SD Negeri 108 Kota Pekanbaru kepada 20 responden dengan
jumlah pertanyaan sebanyak 18 pertanyaan, dan dari hasil yang didapat melalui
pengolahan dari SPSS didapatkan bahwa seluruh item pertanyaan valid dengan r
hitung=0,463-0,789 > r table = 0,444.
Pertanyaan valid apabila skor variabel berkolerasi secara signifikan dengan skor total
dan membandingkan nilai r tabel dengan r hitung menggunakan rumus korelasi pearson
product moment dengan taraf signifikan atau p-value = 0,05. Uji validitas pertanyaan
dinyatakan valid apabila didapatkan nilai corrected item-total correlation ≥ r tabel
(r=0,444). Kuesioner dikatakan valid apabila r hitung > r tabel dan nilai r hitung < r
tabel kuesioner dinyatakan tidak valid.
Rehabilitas merupakan suatu indeks yang menunjukkan seberapa besar alat ukur yang
digunakan dapat dipercaya atau diandalkan. Hal ini menunjukkan sejauh mana alat itu
bekerja dan tetap konsisten meskipun dilakukan pengukuran dua kali atau lebih
terhadap gejala yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang sama (Notoatmodjo,
2010).
Setelah mengukur validitas selanjutnya akan mengukur reliabilitas data, apakah alat
ukur dapat digunakan atau tidak apabila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih
terhadap responden yang memiliki kriteria yang sama dan alat ukur yang sama dan
hasilnya tetap sama. Uji reliabilitas dilakukan dengan membandingkan r hasil (alpha
croncbach) dan r tabel. Jika didapatkan r hasil > r tabel maka item pernyataan tersebut
reliable. Dari hasil yang didapat bahwa kuesioner yang menjadi alat ukur pada
penelitian ini reliable dengan alpha croncbach > r tabel dengan hasil 0,937.
Sebelum melakukan analisa, data diolah terlebih dahulu untuk mengubah data menjadi
informasi. Informasi yang diperoleh digunakan untuk proses pengambilan keputusan.
Menurut Notoatmodjo (2010), langkah-langkah pengolahan data adalah sebagai berikut:
a. Editing (pemeriksaan)
Hasil kuesioner yang sudah didapatkan dari penelitian dilakukan pengecekan atau
perbaikan terlebih dahulu. Pengecekan yang dimaksud meliputi kelengkapan pengisian
pertanyaan, kejelasan tulisan atau jawaban dari responden, tingkat relevan antara
jawaban dan pertanyaan, dan kekonsistenan jawaban.
b. Coding (pengkodean)
Coding merupakan kegiatan mengubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk
angka atau bilangan guna mempermudah analisis data dan mempercepat entry data.
Pengkodean berfungsi untuk mempermudah peneliti dalam pengolahan data univariat.
Data yang didapat dari responden yang telah diberi kode kemudian dimasukkan ke
dalam program yang sudah ada di dalam software komputer dan kemudian di proses.
Peneliti memeriksa kembali data yang telah masuk kedalam program komputer
sehingga penelitian tidak menemukan data yang tidak lengkap.
e. Penyajian data
Data yang telah diolah pada tahap ini akan ditampilkan dalam berbagai bentuk, seperti
label distribusi, narasi, maupun diagram. Pada penelitian ini, data yang telah diolah akan
ditampilkan dalam bentuk label serta dinarasikan agar mudah dipahami.
a. Analisa Univariat
memperoleh gambaran dari variabel yang diteliti meliputi penggunaan gadget, kuantitas
dan kualitas tidur.
b. Analisa Bivariat
Analisa bivariat untuk menguji hipotesis ada tidaknya hubungan antara variabel
independen yaitu penggunaan gadget dan dependen yaitu kuantitas dan kualitas tidur.
Uji yang digunakan adalah uji chi square dengan derajat kepercayaan 95% pvalue = 0,05.
Uji chi square digunakan untuk mencari hubungan variabel kategori dengan kategori
(Notoatmodjo, 2010).
Dasar pengambilan keputusan yaitu dengan membandingkan nilai pvalue = 0,05 sebagai
berikut:
1. Jika pvalue < 0,05 maka H0 ditolak, terdapat hubungan penggunaan gadget dengan
kuantitas tidur pada anak sekolah (kelas IV dan V).
2. Jika pvalue < 0,05 maka H0 ditolak, terdapat hubungan penggunaan gadget dengan
kualitas tidur pada anak sekolah (kelas IV dan V).
3. Jika pvalue > 0,05 maka H0 diterima, tidak terdapat hubungan penggunaan gadget
dengan kuantitas tidur pada anak sekolah (kelas IV dan V).
4. Jika pvalue > 0,05 maka H0 diterima, tidak terdapat hubungan penggunaan gadget
dengan kualitas tidur pada anak sekolah (kelas IV dan V).
a. Informed consent
Anonimity adalah tidak mencantumkan nama responden dan hanya diberi kode saja
dalam penelitian. Responden yang telah bersedia menjadi responden kemudian dijaga
kerahasiannya dan peneliti tidak mencantumkan nama responden ke dalam penelitian.
c. Confidentiality (kerahasian)
Responden sebagai objek penelitian dijaga kerahasian informasi yang diberikan oleh
responden karena setiap orang memiliki hak untuk memperoleh kerahasia. Informasi
yang diberikan oleh responden baik itu yang diberikan secara langsung maupun tidak
langsung harus dijamin kerahasiaannya dan hanya beberapa kelompok data tertentu saja
nantinya akan dilaporkan sebagai hasil riset.
d. Veracity
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti kepada responden bersifat terbuka. Tujuan,
manfaat dan efek yang ditimbulkan dari peneliti harus dijelaskan dan disampaikan
kepada responden secara jujur dan terbuka serta tidak ada yang ditutupi.
4.1 Hasil
Bab empat ini menjelaskan dan menguraikan mengenai hasil penelitian serta
pembahasan mengenai hubungan penggunaan gadget dengan kuantitas dan kualitas
tidur pada anak sekolah (kelas IV dan V) di SD Negeri 182 Kota Pekanbaru. Peneliti
mulai melakukan penelitian dari tanggal 17 Mei 2019 – 27 Juni 2019 dan peneliti
bertemu dengan responden serta melakukan penelitian dalam waktu 1 bulan dengan
jumlah responden yang diteliti yaitu 150 Murid di SD Negeri 182 Kota Pekanbaru.
Berdasarkan tabel 4.1 diatas dapat dilihat dari 150 responden pada penelitian ini
didapatkan sebagian besar responden dalam kelompok umur masa remaja awal (12-16
tahun) yaitu 83 (55,3%) responden.
b. Jenis Kelamin
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin Responden di SD Negeri 182
Kota Pekanbaru Tahun 2019
No. Variabel Frekuensi Persentase (%)
(n)
1. Jenis Kelamin
a. Laki-laki 70 46,7
b. Perempuan 80 53,3
Total 150 100
Berdasarkan tabel 4.2 diatas dapat dilihat dari 150 responden pada penelitian ini
didapatkan sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan yaitu 80 (53,3%)
responden.
c. Fungsi Penggunaan Gadget
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Fungsi Penggunaan Gadget di SD Negeri 182 Kota
Pekanbaru Tahun 2019
No. Variabel Frekuensi Persentase (%)
(n)
1. Fungsi Penggunaan Gadget
a. Youtube 21 14,0
b. Game 98 65,3
c. Sosial Media 16 10,7
d. Komunikasi 15 10,0
Total 150 100
Berdasarkan tabel 4.3 diatas diketahui bahwa distribusi frekuensi fungsi penggunaan
gadget dari 150 responden pada penelitian ini didapatkan sebagian besar responden
memiliki fungsi penggunaan gadget untuk game 98 (65,3 %) responden.
d. Komponen Kualitas Tidur
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Komponen Kualitas Tidur di SD Negeri 182 Kota
Pekanbaru Tahun 2019
No. Variabel Frekuensi Persentase (%)
(n)
1. Subjektif kualitas tidur
a. Sangat baik 28 18,7
b. Cukup baik 92 61,3
c. Cukup buruk 29 19,3
d. Sangat buruk 1 0,7
Total 150 100
2. Latensi tidur
a. Latensi tidur 0 40 26,7
b. Latensi tidur 1-2 51 34,0
c. Latensi tidur 3-4 57 38,0
d. Latensi tidur 5-6 2 1,3
Total 150 100
3. Durasi tidur
a. Durasi tidur > 10 jam 30 20,0
b. Durasi tidur 9-10 jam 29 19,3
c. Durasi tidur 8-9 jam 33 22,0
d. Durasi tidur < 7 jam 58 38,7
Total 150 100
4. Efisiensi tidur
a. Efisiensi tidur >85% 8 5,3
b. Efisiensi tidur 75-85% 4 2,7
Berdasarkan tabel 4.4 diatas diketahui bahwa distribusi frekuensi komponen kualitas
tidur dari 150 responden pada penelitian ini didapatkan sebagian besar responden
subjektif kualitas tidur cukup baik sebanyak 92 (61,3%) responden, latensi tidur 3-4
sebanyak 57 (38,0%) responden, durasi tidur < 7 jam sebanyak 58 (38,7%) responden,
efisiensi tidur < 65% sebanyak 124 (82,7%) responden, gangguan tidur 1-9 sebanyak 81
(54,0%) responden, penggunaan obat tidur kurang dari sekali dalam seminggu 67
(44,7%) responden, dan gangguan aktifitas sehari-hari 1-2 sebanyak 77 (51,3%)
responden.
4.1.1.2 Variabel Independen
a. Penggunaan Gadget
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Variabel Penggunaan Gadget pada Anak
Sekolah (Kelas IV dan V) di SD Negeri 182 Kota Pekanbaru Tahun 2019
Frekuensi
No. Penggunaan Gadget (n) Persentase (%)
1. Baik jika < 1 jam 65 43,3
perhari
2. Buruk jika ≥ 1 jam 85 56,7
perhari
Total 150 100
Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat dari 150 responden pada penelitian ini didapatkan
sebagian besar responden menggunakan waktu penggunaan gadget yang buruk
sebanyak 85 (56,7%) responden.
4.1.1.3 Variabel Dependen
a. Kuantitas Tidur
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Variabel Kuantitas Tidur pada Anak
Sekolah (Kelas IV dan V) di SD Negeri 182 Kota Pekanbaru Tahun 2019
Frekuensi
No. Kuantitas Tidur (n) Persentase (%)
1. Buruk jika < 10 jam 120 80,0
perhari
2. Baik jika ≥ 10 jam 30 20,0
perhari
Total 150 100
Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat dari 150 responden pada penelitian ini didapatkan
sebagian besar responden memiliki kuantitas tidur yang buruk sebanyak 120 (80,0%)
responden.
b. Kualitas Tidur
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Variabel Kualitas Tidur pada Anak Sekolah
(Kelas IV dan V) di SD Negeri 182 Kota Pekanbaru Tahun 2019
Frekuensi
No. Kualitas Tidur (n) Persentase (%)
1. Baik jika kualitas tidur 11 7,3
≤5
2. Buruk jika kualitas tidur 139 92,7
>5
Total 150 100
Berdasarkan tabel 4.7 dapat dilihat dari 150 responden pada penelitian ini didapatkan
sebagian besar responden memiliki kualitas tidur yang buruk sebanyak 139 (92,7%)
responden.
Tabel 4.8 Hubungan Penggunaan Gadget dengan Kuantitas Tidur Anak Sekolah (Kelas
IV dan V) di SD Negeri 182 Kota Pekanbaru Tahun 2019
Berdasarkan tabel 4.8 diatas diketahui dari 85 anak yang menggunakan gadget buruk,
70 (82,4%) anak memiliki kuantitas tidur yang buruk. Sebanyak 65 anak menggunakan
gadget baik, 50 (76,9%) anak memiliki kuantitas tidur yang buruk. Hasil uji chi square
didapat pvalue = 0,410 > 0,05 hal ini berarti tidak terdapat hubungan penggunaan gadget
dengan kuantitas tidur pada anak sekolah (kelas IV dan V), analisis keeratan hubungan
dua variabel didapatkan nilai prevalensi odss ration (POR) = 0,714 (0,320-1,594) yang
artinya responden menggunakan gadget yang buruk berisiko 0,714 kali memiliki
kuantitas tidur yang buruk jika dibandingkan dengan responden menggunakan gadget
yang baik.
4.1.2.2 Hubungan Penggunaan Gadget dengan Kualitas Tidur pada Anak Sekolah
(Kelas IV dan V) di SD Negeri 182 Kota Pekanbaru
Tabel 4.9 Hubungan Penggunaan Gadget dengan Kualitas Tidur pada Anak Sekolah
(Kelas IV dan V) di SD Negeri 182 Kota Pekanbaru Tahun 2019
Berdasarkan tabel 4.9 diatas diketahui dari 85 anak yang menggunakan gadget buruk,
82 (96,5%) anak yang memiliki kualitas tidur yang buruk. Sebanyak 65 anak yang
menggunakan gadget baik, 57 (87,7%) anak memiliki kualitas tidur buruk. Hasil uji chi
square didapat pvalue = 0,041 < 0,05 hal ini berarti terdapat hubungan penggunaan
gadget dengan kualitas tidur pada anak sekolah (kelas IV dan V), analisis keeratan
hubungan dua variabel didapatkan nilai prevalensi odss ratio (POR) = 3,836 (0,976-
15,086) yang artinya responden menggunakan gadget yang buruk berisiko 3,836 kali
memiliki kualitas tidur yang buruk jika dibandingkan dengan responden menggunakan
gadget baik.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Analisis Univariat
4.2.1.1 Penggunaan Gadget
Berdasarkan distribusi frekuensi dari penggunaan gadget didapatkan dari 150 responden
pada penelitian ini sebagian besar responden memiliki penggunaan gadget yang buruk
sebanyak 85 (56,7%) responden. Menurut Prasetyaningsih (2017) dalam segi waktu
anak menggunakan gadget pada saat pulang sekolah dan setelah belajar pada malam
hari yaitu dalam waktu kurang lebih 3 sampai 6 jam perhari. Anak menggunakan gadget
untuk bermain game online atau game offline, untuk browsing mencari informasi atau
tugas dan tidak berkemungkinan bahwa anak menggunakan gadget untuk sosial media.
Menurut Manumpil, Ismanto, Onibala (2015) tentang hubungan penggunaan gadget
dengan tingkat prestasi siswa, dimana didapatkan 18 responden menggunakan gadget
lebih dari 11 jam perhari dan digunakan game online dan mengakses sosial media.
Penelitian ini juga didukung oleh penelitian Nielsen on Device Meter 2013 dalam
Pandji (2014) bahwa lama penggunaan gadget selama 189 menit perhari atau lebih dari
3 jam, selain itu penggunaan gadget digunakan untuk komunikasi dan sering digunakan
untuk aktivitas hiburan seperti bermain game. Penelitian ini juga didukung oleh
Syamsoedin (2015) tentang hubungan durasi penggunaan media sosial dengan kejadian
insomnia yang menjelaskan bahwa durasi penggunaan gadget yaitu pada jangka waktu
3 sampai 4 jam sehari pada siswa sekolah yang berjumlah 31 siswa (50,0%). Fasilitas
yang mendukung siswa untuk menggunakan gadget yaitu untuk komunikasi maupun
sosial media, dan siswa juga menggunakan gadget untuk kesenangan dalam bermain
game.
Menurut Saifullah (2017) bahwa sebagian besar responden menggunakan gadget selama
lebih dari 12 jam dalam sehari, hal ini memicu terjadinya kecanduan dalam penggunaan
gadget. Tujuan menggunakan gadget untuk mengikuti tren dan gaya hidup masa kini
dan menunjukkan karakteristik kecanduan gadget pada responden seperti menganggap
gadget yang paling penting dan tidak dapat mengontrol penggunaan gadget merupakan
keadaan yang mudah terjadi pada anak sekolah, karena usia sekolah merupakan masa
peralihan menuju masa remaja sehingga sangat penting dikonrol oleh orang tua.
Menurut Mahfud & Wulansari (2018) manfaat umum gadget dalam pembelajaran
adalah memperlancar interaksi antara guru dengan siswa sehingga tercipta proses
belajar mengajar yang efektif dan efisien. Manfaat secara khusus dengan gadget
penyampaian materi dengan mudah diterima oleh siswa dan mampu meningkatkan
kemampuan memahami materi pada siswa. Gadget dapat memberikan informasi melalui
suara, gambar, gerakan dan warna, baik secara alami maupun manipulasi, sehingga
membantu guru untuk menciptakan suasana belajar menjadi lebih hidup, tidak monoton
dan tidak membosankan. Proses pembelajaran menjadi lebih interaktif, dengan gadget
terjadi komunikasi dua arah secara aktif, sedangkan tanpa gadget guru cenderung bicara
satu arah.
Peneliti berasumsi bahwa penggunaan gadget buruk pada anak disebabkan karena
intensitas waktu penggunaan gadget yang berlebihan yaitu lebih dari 1 jam dan anak
menggunakan gadget untuk berbagai fungsi seperti untuk browsing, bermain game
bahkan untuk sosial media pada gadget. Kecanduan penggunaan gadget pada anak
sekolah sangat mudah terjadi, karena rasa ingin tahunya sangat tinggi dan anak sekolah
adalah masa peralihan menuju remaja sehingga anak perlu di kontrol setiap aktivitas
anak oleh orang tua.
Berdasarkan distribusi frekuensi dari kuantitas tidur pada anak sekolah didapatkan dari
150 responden pada penelitian ini sebagian besar responden memiliki kuantitas tidur
pada anak sekolah yang buruk sebanyak 120 (80,0%) responden. Menurut Potter &
Perry (2012) mengatakan bahwa tidur merupakan suatu keadaan yang berulang-ulang
sehingga perubahan status kesadaran yang terjadi selama periode tertentu, jika
seseorang memperoleh tidur yang cukup maka merasa tenaganya tetap pulih. Kebutuhan
tidur pada anak sekolah 9 sampai 10 jam setiap malamnya, anak usia sekolah biasanya
tidak membutuhkan tidur siang, anak usia sekolah 10 sampai 13 tahun biasanya tidur
hingga larut malam sehingga orang tua untuk tidur pada anak lebih menggunakan
pendekatan tegas dan konsisten agar anak tidur tidak larut malam.
Setiap orang memiliki jam biologis tidur yang berbeda-beda, tidur pada anak-anak akan
mempengaruhi perkembangan dan kemampuan otak anak karena pada saat tidur
pertumbuhan dan perkembangan organ-organ tubuh pada anak berkembang dengan
pesat. Kuantitas tidur yang buruk dapat mengakibatkan berkurangnya kemampuan
mental, konsentrasi, daya ingat, produktivitas dan refleks pada saat berkendara. Para
spesialis menyatakan bahwa tidur selain istirahat fisik juga merupakan istirahat mental
dan emosional (Prasadja, 2009). Keadaan tidur menimbulkan dua macam efek fisiologis
utama yaitu efek pada sistem saraf dan efek pada fungsional tubuh. Kekurangan tidur
dapat mempengaruhi fungsi sistem saraf pusat, keadaan terjaga yang berkepanjangan
tiap malam sehingga membuat gangguan berpikir secara progresif dan menyebabkan
aktivitas seseorang secara abnormal (Guyton & Hall, 2014).
sedangkan durasi tidur anak ketika libur > 8 jam perhari. Anak melakukan aktivitas
sebelum tidur seperti belajar, membaca, menelepon dengan menggunakan gadget.
Selain itu anak juga mengalami gangguan kebisingan dan pencahayaan yang terang.
Penelitian ini juga didukung oleh penelitian Ulfiana (2018) diperoleh dari mayoritas
siswa tidur dalam sehari adalah 8 sampai 9 jam sehari. Jumlah tidur anak usia sekolah
yang diperlukan bersifat individual dikarenakan status aktivitas dan tingkat kesehatan
yang bervariasi.
Hampir sepertiga waktu digunakan untuk tidur, hal tersebut didasarkan pada keyakinan
bahwa tidur dapat memulihkan atau mengistirahatkan fisik setelah seharian beraktivitas,
mengurangi stres dan kecemasan, serta dapat meningkatkan kemampuan dan
konsentrasi saat melakukan aktivitas sehari-hari. Tidur nyenyak dapat mengembalikan
kualitas tidur yang baik, jika kurang tidur maka seseorang akan merasakan beberapa
dampak yang tidak baik untuk kesehatan. Beberapa dampak yang dirasakan diantaranya
berpengaruh pada daya ingat, konsentrasi dan berpikir menjadi menurun serta kurang
tidur juga dapat memicu obesitas atau kegemukan karena seseorang kurang tidur
cenderung mencari makanan manis dan berlemak (Mubarak, Indrawati & Susanto,
2015).
Peneliti berasumsi bahwa kuantitas tidur anak sekolah yang baik adalah 10 jam pada
malam harinya, sedangkan tidur yang buruk pada anak sekolah yaitu < 10 jam pada
malam harinya hal ini disebabkan oleh berbagai aktivitas yang dilakukan sebelum tidur
sehingga membuat anak tidak cukup durasi tidurnya. Sehingga kebiasaan anak sebelum
tidur sangat perlu di perhatikan oleh orang tua.
Berdasarkan distribusi frekuensi dari kualitas tidur pada anak sekolah didapatkan dari
150 responden pada penelitian ini sebagian besar respoden memiliki kualitas tidur pada
anak sekolah yang buruk sebanyak 139 (92,7%) responden. Kualitas tidur adalah suatu
keadaan tidur yang dijalani seseorang individu menghasilkan kesegaran dan kebugaran
saat terbangun. Waktu tidur anak sekolah adalah 10 jam/hari, anak mempunyai kualitas
tidur yang baik ditandai dengan tidur yang terlelap dan badan yang segar setelah bangun
dari tidur (Poerwopoespito, 2010).
Menurut Masyeni (2010) anak memiliki kualitas tidur yang buruk ketika usia sekolah
yaitu usia 10-12 tahun. Seseorang yang mempunyai kualitas tidur yang rendah atau
buruk pada saat melakukan aktivitas sehari-hari sehingga sering merasa mengantuk. Hal
ini sejalan dengan penelitian Asy (2018) kualitas tidur buruk dipengaruhi oleh aktivitas
sehari-hari dimana rasa ingin tahu anak yang tinggi untuk melakukan segala sesuatu
yang belum diketahui. Selain faktor sosial, faktor elektronik juga mempengaruhi
kualitas tidur anak seperti televisi, computer dan gadget.
Menurut Syamsoedin (2015) pada penelitian hubungan durasi penggunaan media sosial
dengan kejadian insomnia bahwa terdapat siswa tidur kurang dari 8 jam per hari dan
kualitas tidur yang buruk dapat dipengaruhi oleh aktivitas sosial dimana anak-anak
memiliki rasa ingin tahu yang tinggi untuk melakukan segala sesuatu yang belum
diketahuinya. Faktor gadget juga dapat mempengaruhi kualitas tidur seseorang, seperti
mengakses internet dengan peralatan elektronik yang ada dikamar seperti televisi,
gadget, dan computer. Apabila individu tidak mendapatkan kebutuhan tidur yang
cukup, maka kemampuan untuk tetap berkonsentrasi, membuat keputusan, dan
berpartisipasi dalam aktivitas sehari-hari juga ikut menurun (Potter & Perry, 2012).
Peneliti berasumsi bahwa kualitas tidur yang buruk pada anak sekolah dapat disebabkan
oleh berbagai faktor. Perlunya perhatian khusus untuk memenuhi kualitas tidur anak
karena merupakan kondisi hal yang penting bagi kesehatan. Aktivitas sehari-hari perlu
diperhatikan seperti anak perlu pembatasan penggunaan gadget sehingga dapat
meningkatkan kualitas tidur yang baik pada anak. Jika kualitas tidur yang baik maka
tubuh akan selalu sehat dan bugar serta bersemangat untuk beraktivitas disiang hari.
tidak sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Mawitjere (2017) dalam penelitian
hubungan lama penggunaan gadget dengan kejadian insomnia bahwa penggunaan
gadget yang berlebihan sering kali membuat anak mengalami waktu tidur yang tidak
cukup, walaupun hanya sekedar mengakses jejaring sosial, bermain game, atau
berinteraksi dengan lainnya sebelum jam tidur dapat mengganggu pola tidur yang
cukup.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan teori yang disampaikan oleh Freeman (2008)
yang menyatakan lama waktu penggunaan gadget dapat menimbulkan kecanduan.
Kecanduan gadget merupakan gangguan kontrol pada hasrat atau keinginan untuk
menggunakan gadget dan ketidakmampuan individu untuk mengontrol waktu sehingga
menimbulkan berbagai gangguan salah satunya gangguan tidur. Penelitian ini juga tidak
didukung oleh penelitian Cain & Gradisar (2010) yang mengatakan gadget dengan lama
waktu penggunaan 60 menit paling banyak ditemukan pada penggunanya, dengan
durasi ini dikatakan sudah dapat berpengaruh pada waktu tidur, durasi tidur singkat dan
gangguan tidur individu. Penggunaan gadget sekitar 20 menit sebelum tidur dapat
membuat seseorang tetap tinggal ditempat tidur dipagi hari. Durasi tersebut digunakan
untuk berbagai keperluan singkat seperti berkirim pesan singkat, mendengarkan music
dan video game. Peningkatan penggunaan gadget yang berkaitan dengan konten
ataupun layar siaga yang dipengaruhi kecerahan dari layar gadget sehingga pengguna
akan terpapar cahaya gadget yang mempengaruhi melatonin sehingga bermasalah
dengan tidur (Longhran, Wood, Barton, et all, 2005).
Anak usia sekolah adalah investasi bangsa karena mereka adalah generasi penerus
bangsa. Kualitas bangsa dimasa depan ditentukan oleh kualitas anak-anak saat ini
(Judarwanto, 2010). Menurut National Sleep Foundation, anak-anak berusia 6-13 tahun
memerlukan waktu 9-11 jam untuk tidur. Berdasarkan hasil analisis dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa kualitas tidur anak sebagian besar baik yaitu sekitar 68,5%.
Menurut penelitian Chusna (2017) tentang pengaruh media gadget pada perkembangan
karakter anak mengatakan bahwa kecenderungan penggunaan gadget secara berlebihan
dan tidak tepat akan menjadikan seseorang bersikap tidak peduli pada lingkungannya,
baik dalam lingkungan keluarga maupun masyarakat. Ketidakpedulian tersebut dapat
menjadikan seseorang dijauhi bahkan terasing dilingkungannya, sehingga terpaparnya
gadget dapat menyebabkan gangguan kesehatan dan kurangnya waktu kebutuhan tidur.
Peneliti berasumsi bahwa tidak terdapat hubungan penggunaan gadget dengan kuantitas
tidur anak sekolah (kelas IV dan V). Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor
diantaranya anak tidak menggunakan gadget sebelum tidur, anak menggunakan gadget
disiang hari saat pulang sekolah, dan kebiasaan pola tidur anak.
4.2.2.2 Hubungan Penggunaan Gadget Kualitas Tidur pada Anak Sekolah (Kelas IV dan
V) di SD Negeri 182 Kota Pekanbaru
Penelitian ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Permadi (2017) bahwa ada
hubungan perilaku penggunaan gadget dengan kualitas tidur pada anak, yaitu semakin
sering dalam penggunaan gadget maka semakin kurang terpenuhi kualitas tidurnya, dan
semakin tidak pernah atau jarang dalam penggunaan gadget maka semakin tercukupi
kualitas tidurnya. Sehingga perlu dijadikan bahan perhatian agar perilaku penggunaan
gadget dapat diperbaiki, bahwa penggunaan gadget tidak hanya mengganggu waktu
tidur tetapi terlalu lama menatap layar gadget maka akan sulit untuk memulai waktu
tidur karena sinar biru yang menyerupai cahaya pada siang hari. Hal ini juga serupa
dengan penelitian Meirianto (2018) bahwa ada hubungan kecanduan smarthphone
dengan kualitas tidur pada anak.
Menurut penelitian Puspa, Loebis & Nuswantoro (2018) mengatakan bahwa kebiasaan
buruk saat menggunakan gadget adalah jarak pandang mata dan layar gadget yang
sangat dekat, sehingga membuat mata menjadi perih karena terpapar sinar radiasi penuh
dan pencahayaan gadget yang terlalu terang. Adapun merek gadget dengan tingkat
radiasi yang tinggi tahun 2018 dalam Tribun Kaltim (2019) mengatakan merek gadget
Apple iphone XS Max, Apple iphone XS, Samsung Galaxy Note 9 dan Samsung Galaxy
S9 Plus.
Penelitian ini juga didukung oleh Nafiah (2018) bahwa ada hubungan durasi
penggunaan sosial media terhadap kualitas tidur, kurang dalam penuhan akibat sering
berlama-lama menggunakan sosial media dan penggunaan sosial media ini dengan
gadget. Penggunaan gadget pada anak tanpa pengawasan dan pembatasan dari orang
tua, karena terlalu lama menggunakan gadget sehingga membuat anak menjadi canduan
sehingga kualitas tidur menurun. Menurut penelitian Putri (2018) bahwa terdapat
hubungan kecanduan smarthphone terhadap kualitas tidur, kecanduan smarthphone
memiliki pengaruh 13% terhadap kualitas tidur dan selebihnya karena faktor lainnya.
Tetapi hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Qurrotua’yun (2018), dengan
236 responden yang dilakukan pada mahasiswa, bahwa tidak terdapat hubungan antara
lama penggunaan gadget sebelum tidur dengan gejala insomnia. Hal ini terjadi karena
berbagai faktor sehingga menyebabkan tidak berhubungan antara lama penggunaan
gadget sebelum tidur dengan gejala insomnia.
Responden yang menggunakan gadget buruk akan mempengaruhi kualitas tidur anak.
Hal ini disebabkan rasa ingin tahu anak yang berlebihan akan dunia elektronik saat ini
dan juga dapat dipengaruhi oleh lingkungan yang menggunakan gadget dalam waktu
lama setiap harinya. Beberapa faktor penelitian Qurrotua’yun (2018) tidak terdapat
hubungan diantaranya adalah karena jumlah gadget yang dimiliki anak, lama
penggunaan gadget dalam sehari, kebiasaan membaca sebelum tidur, kebiasaan
begadang, kebiasaan mendengarkan musik sebelum tidur, kebiasaan tidur terlalu lama
dan membuat jam tidur yang tidak teratur, dan kebiasaan kurang olahraga.
Penggunaan gadget pada anak juga mempunyai dampak positif dan negatif. Dampak
positif dari penggunaan gadget antara lain untuk memudahkan seorang anak dalam
mengasah kreativitas dan kecerdasan anak seperti adanya aplikasi mewarnai, belajar
membaca, dan menulis huruf. Dampak negatif dari penggunaan gadget terbagi dua yaitu
terhadap psikologis dan kesehatan. Dampak psikologis tersebut adalah anak-anak
menjadi pribadi tertutup, perilaku kekerasan, pudarnya kreativitas, ancaman
cyberbullying dan menikmati dunia yang ada di dalam gadget tersebut sehingga
melupakan kesenangan bermain dengan teman-teman seumuran mereka maupun dengan
anggota-anggota keluarganya, sedangkan dampak terhadap kesehatan yaitu kesehatan
otak terganggu, kesehatan mata terganggu, kesehatan tangan terganggu, terpapar radiasi,
dan gangguan tidur (Iswidharmanjaya & Agency, 2014).
Peneliti berasumsi bahwa terdapat hubungan penggunaan gadget dengan kualitas tidur
pada anak sekolah (kelas IV dan V). Responden yang memiliki kualitas tidur yang
buruk dapat disebabkan oleh faktor elektronik seperti penggunaan gadget. Penggunaan
gadget yang berlebihan dan apabila semakin di biarkan anak menggunakan gadget
tersebut akan berdampak buruk pada kesehatan anak, hal ini perlu pengawasan yang
ketat bagi orang tua dalam memberikan anak sebuah gadget.
Setiap penelitian tidak terlepas dari keterbatasan yang dapat mempengaruhi kualitas
hasil penelitian, setiap penelitian tentunya memiliki hambatan dan keterbatasan dalam
pelaksanaannya. Adapun hambatan atau keterbatasan yang dialami oleh peneliti selama
melakukan penelitian ini adalah pada saat penelitian bertepatan dengan waktu libur
bulan Ramadhan dan lebaran Idul Fitri sehingga penelitian di lanjutkan lagi setelah
waktu libur.
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
Diharapkan bagi institusi pendidikan Pekanbaru dapat menambah bahan bacaan dan
ilmu pengetahuan diperpustakaan khususnya mengenai penggunaan gadget, kuantitas
dan kualitas tidur pada anak sekolah.
Diharapkan agar mahasiswa keperawatan bukan hanya fokus pada kesehatan dan
pengobatan saja, tapi fokus pada pencegahan terutama pada kuantitas dan kualitas tidur.
Ameliola, S., & Nugraha, H. D. (2013). Perkembangan Media Informasi Dan Teknologi
Terhadap Anak Dalam Era Globalisasi.
https://icssis.files.wordpress.com/2013/09/2013-02-29.pdf :362-371. Diakses pada
tanggal 10 Maret 2019.
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia. (2016). Penetrasi & Perilaku Pengguna
Internet Indonesia. Journal Survey 2016.
Cain, N., & Gradisar, M. (2010). Electronic media use and sleep in school-aged children
and adolescents. A review. Sleep Medicine, 11, 735-742.
Chung, KF & Cheung MM. (2008). Pola Tidur-Bangun dan Gangguan Tidur di
Kalangan Remaja Cina Hong Kong. Journal Education International.
Detikinet. 132 Juta Pengguna Internet Indonesia, 40% Penggila Medsos. (2017, 27
September). (https://inet.detik.com/cyberlife/d-3659956/132-juta-pengguna-
internet-indonesia-40-penggila-medsos). Diakses pada tanggal 02 Februari 2019
pukul 15.30 wib.
Freeman, C. B,. (2010). Internet gaming addiction. The journal for Nurse Practitioners-
JNP. American collage of nurse pratitioners. doi;10.1016/j.nupra.2007.10.006.
Guyton, A. C. P. C & Hall, J. E. Ph. D. (2014). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi
Keduabelas. Singapore: Elsevier Inc.
Hanifratiwi. (2013). Hubungan Gangguan Tidur Terhadap Kualitas Hidup Anak Dengan
Obesitas. Jurnal Media Medika Muda.
Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, S. (2010). Buku Ajar Fundamental
Keperawatan Konsep , Proses & Praktik. Jakarta: EGC.
Loughran S. P., Wood A. W., Barton J. M., et al. (2005). The effect of electromagnetic
fields emitted by mobile phones on human sleep. Neuroreport 16, 1973-6.
Mansur, H. (2009). Psikologi Ibu dan Anak untuk Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika.
Mubarak, W. I., Indrawati, L., & Susanto, J. (2015). Buku Ajar Ilmu Keperawatan
Dasar Buku 2. Jakarta: Salemba Medika.
Nafiah, N. (2018). Hubungan Durasi Penggunaan Media Sosial Dengan Kualitas Tidur
Pada Remaja Kelas Viii Di Smp Muhammadiyah 1 Yogyakarta. Naskah Publikasi.
digilib.unisayogya.ac.id/4392/1/naspub%20fix.pdf-min.pdf. Diakses pada tanggal
16 Juli 2019 pukul 16.05 wib.
National Sleep Foundation. (2011). Depression and Sleep. Arlington, VA. National
Sleep Foundation.
Omega T. Mawitjere, Franly Onibala Yai. (2017, Mei). Hubungan Lama Penggunaan
Gadget Dengan Kejadian Insomnia Pada Siswa Siswi Di Sma Negeri 1
Kawangkoan.https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/view/15827/15336.
Diakses pada tanggal 17 Juli 2019.
Pandji, Aditya. (2014, 10 Juni). Orang Indonesia pakai smarthphone 3 jam perhari.
(https://lifestyle.kompas.com/read/2014/06/10/1625004/Orang.Indonesia.Pakai.S
martphone.3.Jam.Per.Hari). Diakses pada tanggal 02 Februari 2019 pukul 16.48
wib.
Permadi, A. (2017). Hubungan perilaku penggunaan gadget dengan kualitas tidur pada
anak usia remaja di sma negeri 1 srandakan bantul.
https://docplayer.info/64991710-Hubungan-perilaku-penggunaan-gadget-dengan-
kuantitatif. Naskah Publikasi.
Prasadja, A. (2009). Ayo Bangun dengan Bugar karena Tidur yang Benar. Jakarta:
Penerbit Hikmah.
Prasetyaningsih, Novia. (2017). Penggunaan Gadget pada Anak Usia Pendidikan Dasar
di Jorong Laras Minang Nagari Kurnia Selatan Kecamatan Sungai Rumbai
Kabupaten Dharmasyara Sumatera Barat. repo.stkip-pgri-
sumbar.ac.id/id/eprint/1134/.
Putri, H. (2015). Studi Deskriptif Gangguan Tidur pada Anak Usia 9-12 Tahun di SD
Negeri Pisangan 1 Ciputat Tahun 2015.
repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/.../38043/1/HILMIANA%20PUTRI-
FKIK.pdf. Naskah Publikasi.
Qurrotu A’yun, S. (2018). Hubungan Lama Penggunaan Gadget Sebelum Tidur Dengan
Gejala Insomnia Pada Mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat.
eprints.ums.ac.id/64097/12/NASKAH%20PUBLIKASI_2.pdf. Diakses pada
tanggal 18 Juli 2019 pukul 12.43 wib.
Rahmayanti, N. D & Agustini, N. (2015). Kualitas Tidur Anak Usia Sekolah yang
Menjalani Kemoterapi di Rumah Sakit Kanker. Jurnal Keperawatan Indonesia,
Volume 18 No.2, Juli 2015.
Saifullah, M. (2017). Hubungan Penggunaan Gadget Terhadap Pola Tidur pada Anak
Sekolah di UPT SD Negeri Gadingrejo II Pasuruan.
repository.unair.ac.id/79251/2/FKP.N.251-18%20Sai%20h.pdf. Diakses pada
tanggal 18 Juli 2019 pukul 12.10 wib.
Suriadi & Yuliana, R. (2010). Buku Pegangan Praktik Klinik Asuhan Keperawatan
pada Anak Edisi 2. Jakarta: CV Sagung Seto.
Tribun Kaltim. (2019). Daftar 14 Smartphone dengan Angka Radiasi Tertinggi Tahun
2018, Sejumlah Merek Hp Masuk Daftar.
https://kaltim.tribunnews.com/2019/01/03/daftar-14-smartphone-dengan-angka-
radiasi-tertinggi-tahun-2018-sejumlah-merek-hp-masuk-daftar?page=2.
2019
No Kegiatan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli
1 Pembuatan
proposal
2 Seminar
proposal
3 Perbaikan
proposal
4 Uji etik
5 Uji validitas
6 Pengumpulan
data
5 Pengolahan
dan analisa
6 Penulisan
skripsi
7 Ujian skripsi
8 Perbaikan
skripsi