Anda di halaman 1dari 32

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gaya hidup masyarakat modern saat ini mengalami perubahan yang sangan
signifikan terutama dalam pemilihan menu makanan yang cepat saji dan gaya
hidup yang kurang sehat, seperti makanan yang kurang serat, tinggi kolesterol
atau lemak dan kurang olahraga, baik masyarakat yang tinggal di daerah
perkotaan maupun di daerah pedesaan. Hal ini yang menyebabkan meningkatnya
kuota penyakit degeneratif, salah satunya penyakit diabetes mellitus (DM).
diabetes mellitus adalah salah satu penyakit kronik yang disebabkan karena
pankreas tidak menghasilkan insulin dengan baik, atau dikarenakan tubuh tidak
mampu secara baik menggunakan insulin yang dihasilkan, dengan kadar glukosa
darah puasa ≥126 mg/dl dan kadar gula darah sewaktu ≥200 mg/dl (WHO, 2016;
ADA, 2016). DM diklasifikasikan menjadi beberapa tipe yaitu, DM tipe I, DM
tiep II dan DM gestasional. Berdasarkan tipe diatas jumlah terbanyak adalah DM
dengan tipe II (CDC, 2014).
Berdasarkan data International Diabetes Faderation (IDF), Indonesia
termasuk peringkat ke-6 di dunia. Prevalensi pasien DM pada tahun 2017, dengan
Indonesia berjumlah 10,3 juta pasien, Tiongkok 114,4 juta pasien, India 72,9 juta
pasien, Amerika Serikat 30,2 juta pasien, Brazil 12,5 juta dan Meksiko 12,0 juta
pasien. Indonesia diperkirakan akan mengalami peningkatan menjadi 16,2 juta
pada tahun 2040. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdes) pada tahun
2013, bahwa pasien DM di Provinsi Riau terdiagnosis sebanyak 41,071 orang
yang merupakan tertinggi ke-3 di Indonesia setelah DKI Jakarta dan Kalimantan
Timur, dengan proporsinya DKI Jakarta 3,4%, Kalimantan Timur 3,3% dan Riau
2,0% (Riskesdes, 2018).
DM tipe II merupakan tipe yang sering terjadi di Indonesia dengan 90% dari
seluruh pasien DM. kelompok pasien DM tipe II berisiko tinggi terhadap
terjadinya komplikasi DM apabila tidak ditangani dengan baik akan
mengakibatkan berbagai penyakit menahun. Semakin tinggi kejadian DM, maka
semakin tinggi pula angka terjadinya komplikasi. Komplikasi diabetes mellitus
terjadi pada semua organ tubuh yang teraliri oleh pembuluh darah kecil dan besar.
Komplikasi yang akan terjadi adalah komplikasi akut dan komplikasi kronis.
Komplikasi akut merupakan komplikasi DM yang berhubungan dengan gangguan
keseimbangan kadar glukosa darah jangka pendek, yaitu : Hipoglikemia,
Ketoasidosis diabetik, dan sndrom HHNK (Hiperglikemik Hiperosmoler
Nonketotik) dan komplikasi kronis yang menyerang semua system organ dalam
tubuh jangka panjang seperti penyakit makrovaskuler dan mikrovaskuler.
Kompilkasi makrovaskuler adalah komplikasi yang mengenai pembuluh darah
arteri yang dapat menyebabkan penyakit arteri koroner, penyakit serebrovaskuler,
dan penyakit vaskuler perifer. Sedangkan penyakit mikrovaskuler adalah
komplikasi pembuluh darah kapiler yang menyebabkan kekurangan suplai
sehingga dapat terjadi Retinopathi diabetik, retinopathy nonproliferatif,
retinopathy praproliferatif dan neuropathi (Kurniadi, 2015).
Masalah yang terjadi pada pasien DM tipe II dapat dikendaliakan apabila
pasien melakukan manajemen diri terhadap penyakitnya. Manajemen diri
merupakan suatu aktivitas yang dilakukan dalam melakukan tindakan berdasarkan
keinginan dengan tujuan mengelola penyakit yang diderita (Sugiyama et al.,
2015). Aspek yang termasuk didalam manajemen diri meliputi aktivitas
pengaturan pola makan, aktivitas fisik, kepatuhan minum obat, perawatan kaki
dan pemantauan kadar gula darah agar dalam batas normal (Huang et al., 2014).
Kontrol gula darah sangat penting untuk pasien diabetes mellitus sebagai penentu
penanganan medis yang tepat, sehingga dapat mencegah komplikasi dan
membantu pasien untuk menyesuaikan atau mengatur gaya hidup (Perkeni, 2011;
Shrivastava, 2013).
Gula darah dinyatakan tidak terkontrol jika kadar gula darah puasa >7,0
mmol/dl atau 126 mg/dl (Rachmawati, 2015). Penelitian yang dilakukan di
Poliklinik Penyakit Dalam RS Roemani Muhammadiyah Semarang menemukan
bahwa 46,35 pasien DM memiliki kontrol gula darah yang buruk (Astuti, 2013;
Pradana, 2010), hasil penelitian Purba (2008), menyatakan sebanyak 75% pasien
DM makan tidak sesuai anjuran dan 77% memantau dan menginterpretasikan gula
darah secara keliru. Sedangkan hasil penelitian Mahfouz, (2011) & Putri (2013),
menunjukkan hanya 21,4 % dan 25,5 % responden yang melakukan pemantauan
gula darah dengan baik. Kebanyakan pasien DM tidak memeriksakan kadar gula
darah bila tidak ada keluhan. Pasien akan melakukan pemeriksaan kesehatan jika
merasa ada gangguan. Semakin buruk kontrol pasien DM terhadap kadar gula
darah, maka akan semakin mudah pasien DM terkena komplikasi (Tandra, 2008).
Rutin melakukan kunjungan berobat (kontrol) di pelayanan kesehatan
merupakan cara untuk pencegahan komplikasi yang dapat dilakukan oleh pasien
DM. Saat kunjungan berobat, tim medis akan memeriksa pasien salah satunya
memeriksa kadar gula darah puasa, kadar gula darah 2 jam setelah makan dan
kadar gula darah sewaktu. Selain itu dengan melakukan kontrol gula darah secara
teratur akan dapat memperlihatkan berhasil atau tidaknya pengelolaan DM yang
dilakukan pasien DM (Kurniawan, 2010).
Ketidakpatuhan pengontrolan gula darah dan pengobatan saat ini masih
menjadi masalah yang penting dalam pengelolaan diabetes mellitus tipe II. Selain
faktor medis, status sosial ekonomi, tingkat pendidikan dan pengetahuan yang
rendah serta depresi yang dialami pasien DM, sangat berkaitan dengan kepatuhan
yang rendah dan tingkat morbiditas yang tinggi pada pasien diabetes mellitus
(Delameter, 2006; kocurek, 2009). Maka diperlukan pengendalian DM secara
efektif yang bertujuan untuk mencegah atau meminimkan komplikasi akibat dari
lamanya penyakit DM (Kementerian Kesehatan RI, 2014). Penatalaksanaan DM
terdiri dari 4 pilar yaitu edukasi, perencanaan makan, olahraga dan intervensi
farmakologis, dalam 4 pilar tersebut edukasi merupakan yang utama menjadi
dasar membangun pengetahuan (IDF, 2013).
Pengendalian diabetes mellitus diperlukan pemahaman tentang pengelolaan
penyakit diabetes mellitus di rumah, motivasi yang tinggi dari pasien untuk
melaksanakannya serta pendampingan dari orang disekitarnya (Delima, 2010).
Pemahan pasien tentang pengelolaan penyakit DM masih sangat minim, karena
kurangnya pengetahuan tentang diabetes mellitus, maka pendidikan kesehatan
sangatlah dibutuhkan untuk meningkatkan pengetahuan pasien, dan
pendampingan pada pasien DM dan keluarga dalam pengelolaan penyakit DM
tipe II dan peningkatan motivasi dapat dilakukan oleh perawat dengan teknik,
asuhan asisten diri, konsultasi, memberikan perhatian, menyampaikan
informasi/pesan, menyemangati, mengajak, memberikan pemikiran/solusi,
menyampaikan layanan/bantuan, dan memberikan nasihat (Juwitaningtyas, 2014;
kemensos RI, 2014).
Pendampingan merupakan bentuk edukasi dan motivasi dalam pengelolaan
penyakit dirumah. Sehingga pendampingan sangat mempengaruhi kepatuhan
pasien, karena dalam pendampingan dapat menekan munculnya stress,
menberikan informasi yang dapat memotivasi pasien dan keluarga untuk
meningkatkan kepatuhan dan memberikan dukungan emosional (Delima, 2010;
Lina, 2013). Di dukung oleh penelitian yang dilakukan Arif (2016) di banyuanyar
menunjukkan bahwa pendampingan terbukti sebagai cara yang efektif untuk
meningkatkan kepatuhan pada pasien DM.
Survey awal yang dilakukan oleh penulis pada tanggal 26 januari 2019 di
kelurahan Rejosari Kecamatan Tenayan Raya terhadap 4 orang pasien diabetes
mellitus tanpa luka dan 4 pasien DM dengan luka, dari 4 responden DM dengan
luka saat diwawancara mengatakan sebelumnya tidak mengetahui penyakit yang
dideritanya dan tidak pernah cek atau kontrol gula darah kalau tidak gejala timbul,
tetapi saat ini rutin untuk mengecek luka yang dideritanya dan mengontrol pola
makan dirumah. Sedangkan 4 pasien DM tanpa luka saat diwawancara
mengatakan tidak mau atau malas, dan takut untuk mengecek gula darah, 1
responden dari pasien DM tanpa luka mengatakan takut dan tidak percaya dengan
penanganan medis dan hanya melakukan penatalaksanaan dengan caranya sendiri
untuk gejala yang timbul.
Berdasarkan Fenomena diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang “ Pengaruh pendampingan terhadap kepatuhan kontrol gula darah pada
pasien diabetes mellitus”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah dari peneliti
ini adalah “ Apakah ada Pengaruh Pendampingan Terhadap Kepatuhan Kontrol
Gula Darah pada Pasien Diabetes Melitus tipe II?”.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh pendampingan terhadap kepatuhan pasien diabetes
mellitus tipe II dalam menjalankan kontrol gula darah di RSUD Arifin
Achmad Provinsi Riau.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Diidentifikasi karakteristik responden, yaitu : umur, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, pekerjaan dan lama menderita DM.
1.3.2.2 Diidentifikasi kepatuhan pasien DM tipe II dalam melakukan kontrol gula
darah pada kelompok eksperimen.
1.3.3.3 Membandingkan pengaruh pendampingan terhadap kepatuhan pasien DM
sebelum dan sesudah mendapatkan penjelasan tentang kontrol gula darah
dan perlakuan pendampingan.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Institusi Pendidikan
Bagi instusi pendidikan khususnya keperawatan, penelitian ini dapat
menjadi sumber informasi dalam mengembangkan ilmu pengetahuan
tentang manfaat pendampingan terhadap kepatuhan penderita DM dalam
menjalani kontrol gula darah.
1.4.2 Bagi Puskesmas
Bagi institusi kesehatan khususnya Puskesmas , penelitian ini diharapkan
dapat memberikan sumbangan pikiran tentang manfaat pendampingan
terhadap kepatuhan pasien DM dalam menjalani kontrol gula darah.
1.4.3 Bagi Pasien DM.
Bagi pasien DM, penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi
untuk mengontrol kadar gula darah dan mencegah komplikasi akibat
penyakit DM.
1.4.4 Bagi Peneliti Lain
Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai data
informasi dasar, dan evidence based untuk melaksanakan penelitian lanjut
serta digunakan untuk memperdalam pemikiran metodologi penelitian
serta menambah wawasan ilmu keperawatan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Telaah Pustaka


2.1.1 Konsep Diabetes Mellitus (DM)
2.1.1.1 Definisi
Diabetes mellitus (DM) adalah suatu penyakit heterogen dengan
insufisiensi relatif dalam respon sekresi insulin, yang diartikan sebagai adanya
gangguan metabolism glukosa (Kumar, Ramzi, dan Stanley, 2013). Hasdianah &
Sentot (2014) mengatakan bahwa DM merupakan sekelompok kelainan heterogen
yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia akibat
kekurangan insulin baik absolut maupun relatif. DM ini sering disebut penyakit
gula atau kencing manis, dimana penderita DM ini mengalami gangguan toleransi
terhadap glukosa.
2.1.1.2 Klasifikasi
Penyakit DM dapat diklasifikasikan kedalam beberapa jenis, yaitu :
a. Diabetes Mellitus Tipe I (Insulin Dependent Diabetes Melitus, IDDM)
DM tipe I dianggap penyakit autoimun yang melibatkan sel-sel
beta pankreas yang mengarah kerusakan pankreas itu sendiri (Mcphee &
William, 2012). Guyton (2014) mengatakan diabetes mellitus tipe I
merupakan kondisi yang tergantung dengan insulin yang penyebabnya
karena kerusakan sel-sel beta dalam pankreas sejak masa anak-anak atau
remaja.
b. Diabetes Mellitus Tipe II (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus,
NIDDM)
Menurut Chugh (2011), mengatakan bahwa DM tipe II sebenarnya
komponen sindrom metabolik (radang pembuluh darah, disfungsi endotel,
hipertensi, dislipidemia, obesitas, dan koagulasi) yang ditandai dengan
insufisiensi insulin karena resistensi insulin yang menyebabkan
hiperisulinemia. DM tipe II suatu jenis diabetes yang paling sering terjadi,
mencakup sekitar 85% pasien DM.
c. Gestasional Diabetes Mellitus (GDM)
DM gestasional merupakan diabetes yang timbul pada saat kehamilan.
Pada masa kehamilan perubahan reabsorbsi makan menimbulkan keadaan
hiperglikemik. Pada saat aterm kebutuhan akan insulin meningkat tiga kali
lipat pada kadar normal, sehingga akan terjadi resistensi insulin secara
fisiologi. Keadaan tubuh yang tidak mampu membuat dan menggunakan
insulin saat kehamilan yang menyebabkan terjadinya DM gestasional
(Prawirohardjo,2014).
d. Diabetes Mellitus Tipe Lain
DM tipe lain biasanya disebabkan oleh bahyak hal diantaranya terjadi
defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit ekskrin
pankreas, penyakit imunologi, sindrom genetik, dan paparan obat
(Purnamasari,2014).
2.1.1.3 Etiologi
Menurut Corwin (2009), ada beberapa etiologi DM berdasarkan tipenya
yaitu :
a. Diabetes Mellitus Tipe I
1) Faktor Genetik
Faktor genetik merupakan faktor penting yang mempengaruhi kerja
sel-sel beta pankreas. Diduga terdapat hubungan antara HLA tertentu
pada kromosom 6 dan beberapa autoimunitas serologik dan cell-
mediated (Purnamasari, 2014).
2) Faktor-faktor Imunologi
Adanya respon autoimun yang merupakan respon abnormal dimana
antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara beraksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggap seolah-olah sebagai jaringan
asing, yaitu otoantibody terhadap sel-sel pulaulangerhans dan insulin
endogen (Cowin, 2009).
3) Faktor Lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi sel β.
b. Diabetes Mellitus Tipe II
Mekanisme yang tepat dapat menyebabakan resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin pada DM tipe II masih belum diketahui. Faktor
genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor risiko terjadinya DM tipe II adalah :
1) Usia
DM tipe 2 biasanya terjadi pada seseorang dengan usia lebih dari 30
tahun dan meningkat hingga usia lanjut. Proses menua ini yang
menyebabkan terjadinya penurunan fungsi sel-sel kemudian tingkat
jaringan dan organ, sekitar 50% lansia mengalami gangguan
intoleransi glukosa (Kurniawan, 2010).
2) Obesitas
Obesitas merupakan penyakit multifaktorial yang terjadi akibat
jaringan lemak yang berlebihan. Hormon insulin merupakan faktor
hormonal terpenting dalam proses lipogenesis. Selain itu hormon
insulin juga mempunyai efek pada gen lipogenik yaitu menyebabkan
(SREBP-1) meningkatkan ekpresi dan kerja enzim glukokinase dan
sebagai akibatnya akan meningkatkan konsentrasi metabolit glukosa di
dalam darah (Sugondo, 2014).
3) Riwayat Keluarga
c. Gestasional Diabetes Mellitus (GDM)
DM gestasional merupakan diabetes yang timbul pada saat kehamilan.
Pada masa kehamilan perubahan reabsorbsi makan menimbulkan keadaan
hiperglikemik. Pada saat aterm kebutuhan akan insulin meningkat tiga kali
lipat pada kadar normal, sehingga akan terjadi resistensi insulin secara
fisiologi. Keadaan tubuh yang tidak mampu membuat dan menggunakan
insulin saat kehamilan yang menyebabkan terjadinya DM gestasional
(Prawirohardjo,2014).
2.1.1.4 Karakteristik
Table 2.1
Perbandingan DM tipe I dan tipe II
Karakteristik Diabetes Tipe I Diabetes Tipe II
Kadar sekresi insulin Tidak ada Abnormal
Usia awitan tipikal Anak Dewasa
Presentase pengidap 10%-20% 80%-90%
Defek mendasar Kerusakan sel β Berkurangnya sasaran sel β
Terapi Injeksi insulin, diet, Kontrol diet, penurunan berat
olahraga badan, olahraga, obat
hiperglikemia jika dibutuhkan

Sumber : Sherwood (2011)


2.1.1.5 Manifestasi Klinis
Menurut soegondo dan Pradana (2015), tanda dan gejala diabetes mellitus
adalah sebagai berikut :
a. Gejala Klasik
1) Sering merasa ingin kencing (Poliura)
Sering merasan ingin kencing diakibatkan konsentrasi glukosa dalam
darah tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang
tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam
urin(glukosuria), ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan ke dalam
urin, ekskresi ini akan dsertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang
berlebihan (Price and Wilson, 2006).
2) Sering haus (Polidipsi)
Saat terjadi poliuri maka elektrolit akan ikut terbuang bersama air
kemih. Kurangnya elektrolit di dalam tubuh menyebabkan dehidrasi
intraseluler yang akan mengaktifkan pusat haus (Sugondo, 2014).
3) Banyak makan
Rasa lapar yang terlampau sering dialami pasien disebabkan
glukosa dalam dalah yang dihasilkan dari metabolism kalori dari makanan
yang dimakan tidak dapat dimanfaatkan seluruhnya (Price and Wilson,
2006).
4) Penurunan berat badan (BB) dan lemas
Berat badan turun dengan cepat dikarenakan defisien insulin yang
mengganggu metabolism protein dan lemak. Cara mengkompensasi hal
tersebut akan terjadi proses gluconeogenesis secara terus menerus sampai
cadangan lemak dan protein berkurang. Sehingga pasien akan mengalami
penurunan berat badan (Purnamasari, 2014).
b. Gejala lain
1. Gangguan saraf tepi atau kesemutan
Akibat disfungsi system saraf tepi pasien mengalami kebingungan, nyeri
kepala, kelemahan, kejang dan koma (McPhee, 2012).
2. Gangguan penglihatan
3. Gatal atau bisul
4. Gangguan ereksi
2.1.1.6 Penanganan
Komplikasi diabetes mellitus harus dicegah dengan penatalaksanaan yang
tepat. Menurut Perkeni (2011) dalam pengelolaan/tata laksana diabetes mellitus
tipe 2, ada 4 pilar yang harus dialakukan dengan tepat yaitu 1) edukasi; 2) terapi
gizi medis (perencanaan makan); 3) latihan fisik; 4) intervensi farmakologis
(pengobatan).
1) Pendidikan / edukasi
Edukasi merupakan proses interaksi pembelajaran yang direncanakan
untuk mempengaruhi sikap serta keterampilan orang lain, baik individu,
kelompok, atau masyarakat, sehingga melakukan apa yang diharapkan
pendidik. Eduka juga merupakan upaya penambahan pengetahuan baru,
sikap dan keterampilan melalui penguat praktik dan pengalaman tertentu
(Notoatmodjo, 2007; Potter & Perry,2009; Smeltzer & Bare, 2008 ).
2) Terapi gizi
Pengelolaan diet pada pasien diabetes mellitus sangat penting. Tujuan
dari pengelolaan diet ini adalah untuk membantu pasien meperbaiki gizi
dan untuk mendapatkan kontrol metabolic yang lebih baik yaitu pada
pengendalian glukosa, lipid dan tekanan darah.
Standar dari prinsip diet diabetes mellitus tipe 2 menurut Wapadji,dkk
(2010), standar diat DM diberikan pada pasien DM atau pasien sehat
sesuai kebutuhannya. Terdapat 8 jenis standar diet menurut kandungan
energi,yaitu diet diabetes mellitus 1100, 1300, 1500, 1700, 1900, 2100,
2300, dan 2500 kalori. Secara umum standar diet 1100 kalori sampai
dengan 1500 kalori untuk pasien diabetes yang gemuk. Diet 1700 sampai
dengan 1900 kalori untuk pasien diabetes dengan berat badan normal.
Sedangkan diet 2100 sampai 2500 kalori untuk pasien diabetes kurus
(Waspadji et al,. 2010).
3) Latihan fisik / olahraga
Kegiatan jasmani sehari-hari yang dilakukan secara teratur (3-4
kali seminggu selama kurang lebih 30 menit) merupakan salah satu pilar
dalam pengelolaan diabetes tipe 2. Latihan jasmani dapat menurunkan
berat badan dan memperbaiki sensitifitas terhadap insulin, sehingga akan
memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang teratur dapat
menyebabkan kontraksi otot meningkat, sehingga permeabilitas membran
sel terhadap glukosa meningkta dan resistensi insulin berkurang. Ada
beberapa latihan jasmani yang disarankan bagi pasien diabetes mellitus,
yaitu : jalan, bersepeda santai, jogging dan berenang. Latihan jasmani
sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani.
4) Intervensi farmakologis
Pasien diabetes mellitus tipe 1 mutlak diperlukan suntikan insulin
setiap hari. Pasien diabetes mellitus tipe 2, umumnya perlu minum obat
antidiabetes secara oral dan tablet. Pasien diabetes memerlukan suntikan
insulin pada kondisi tertentu, atau bahkan kombinasi suntikan insulin dan
tablet (Perkeni, 2011).
a) Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
Merupakan obat penurun kadar glukosa pada darah yang diresepkan
oleh dokter khusus bagi diabetes. Obat penurun glukosa darah bukanlah
hormone insulin yang diberikan secara oral. OHO bekerja melalui
beberapa cara untuk menurunkan kadar glukosa darah.
b) Insulin
insulin merupakan basis pengobatan pasien diabetes mellitus tipe 1
yang harus diberikan segera setelah diagnosis ditegakkan. Beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam pemberian insulin adalah jenis peparat,
dosis insulin, waktu dan cara penyuntikan insulin, serta penyimpanan
insulin (Suyono dkk, 2011).
2.1.1.7 Komplikasi
Menurut Kurniadi (2015) komplikasi yang dapat terjadi pada pasien
diabetes mellitus yaitu hipoglikemia, ketoasidosis diabetik dan sindrom HHNK,
yaitu sebagai berikut :
1. Hipoglikemia (reaksi insulin)
Hipoglikemia (kadar glukosa darah yang abnormal rendah) terjadi jika
kadar glukosa darah turun dibawah 50 hingga 60 mg/dl (2,7 hingga 3,3
mmol/L). keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian insulin atau preparat oral
yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau aktifitas fisik
yang berat.
2. Ketoasidosis diabetik
Diabetes ketoasidosis disebabkan karena tidak adanya insulin atau
tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata. Hal ini dapat mengakibatkan
gangguan pada metabolism karbohidrat, protein dan lemak. Ada tiga
gambaran klinis yang penting pada diabetes ketoasidosis :
- Dehidrasi
- Kehilangan elektrolit
- Asidosis
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang masuk ke sel
pun akan berkurang, dan produksi glukosa oleh hati menjadi tidak tidak
terkendali, yang akan mengakibatkan hiperglikemia. Dalam upaya untuk
mengurangi glukosa dari dalam tubuh, ginjal mengekskresian glukosa
bersama-sama air dan elektrolit (seperti natrium dan kalium). Diuresis osmotik
yang ditandai dengan urunasi yang berlebihan (poliuria) ini akan
menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Akibat difisiensi insulin ini
adalah pemecahan lemak (liposis) menjadi asam-asam lemak bebas dan
gliserol. Asam lemak yang bebas akan diubah menjadi badan keton oleh hati.
Pada ketoasidosis diabetik akan terbentuk badan keton yang berlebihan
Karena kekurangan produksi insulin. Badan keton bersifat asam, dan apabila
bertumpuk dalam sirkulasi darah, daban keton atakn menimbulkan asidosis
metabolik.
3. Sindrom HHNK (Hiperglikemik Hiperosmoler Nonketotik)
HHNK merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas
dan hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat kesadaran. Pada saat yang
sama tidak ada atau terjadi ketosis ringan. Kelain dasar pada sindrom ini
berupa kekurangan insulin efektif. Keadaan hiperglikemia persisten
menyebabkan diuresis osmotic sehingga terjadi kehilangan cairan dan
elektrolit. Untuk mempertahankan keseimbangan osmotic, cairan akan
berpindah dari ruang intrasel kedalam ekstrasel. Dengan adanya glukosuria
dan dehidrasi, akan dijumpai keadaan hipernatremia dan penignkatan
osmolaritas (Smeltzer & Bare, 2008).
Komplikasi kronis yang dapat menyerang semua sistem organ dalam
tubuh jangka panjang seperti penyakit makrovaskuler dan mikrovaskuler,
yaitu :
1. Kerusakan Saraf (Neuropati)
Tubuh manusia tersusun dari bayak saraf. Pasien DM yang sudah
menahun akan mengalami kerusakan saraf. Hal ini terjadi dikarenakan kadar
gula darah yang tidak terkontrol yang akan menyebabkan keadaan
hiperglikemia terus menerus dan akan merusak dinding kapiler. Pembuluh
kapiler yang rusak tidak akan bias menyuplai energy ke jaringan saraf,
sehingga saraf tidak dapat menghantarkan impuls (McPhee, 2012).
2. Kerusakan Ginjal (Nefropati)
Ginjal manusia terdiri atas nefron-nefron dan kapiler-kapiler kecil
yang berfungsi untuk menyaring darah. Hiperglikemia yang berfungsi untuk
menyaring darah. Hiperglikemia yang terjadi secara terus menerus akan
menyebabkan kapiler yang ada di ginjal tidak mampu untuk menyaring darah.
Protein yang seharusnya dipertahankan tubuh akan ikut terbuang bersama
urin. Kedaan ini semakin lama akan mengakibatkan kerusakan ginjal (Ndraha,
2014).
3. Kerusakan Mata (Retinopati)
Retinopati terjadi akibat penebalan mebram basal kapiler, yang
menyebabkan pembuluh darah menjadi bocor (perdarahan dan eksudat padat),
pembuluh darah tertutup (Patrick, 2005).
4. Kerusakan Jantung Koroner (PJK)
Kadar gula darah yang berlebihan didalam tubuh akan mengakibatkan
penyumbatan pembuluh kapiler yang memperdarahi jantung, akibatnya suplai
darah ke jantung tidak optimal. Hal tersebut bias menebabkan tekanan darah
meningkat dan kematian mendadak (Smeltzer & Bare, 2008).
5. Penyakit Pembuluh Darah Perifer
Penyakit pembuluh darah erifer merupakan penyakit dengan kerusakan
pembuluh darah di perifer tangan atau kaki. Pasien DM dengan penyakit
pembuluh darah perifer diikuti gangguan saraf atau infeksi biasanya sudah
mengalami penyempitan pada pembuluh darah jantung (Ndraha, 2014).
2.1.1.8 Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik pada penderita DM digunakan untuk mendiagnosa
dan memantau kadar glukosa darah puasa (FGB), toleransi glukosa oral, dan
hemoglobin triglikolisasi (A1C). pemeriksaan lain yang dapat digunakan adalah
pemeriksaan glukosa, keton, dan albumin dalam urin. Meskipun tidak seakurat
pemeriksaan darah, analisis urin bertujuan untuk melihat adanya peningkatan
glukosa dan keton mengidentifikasi hiperglikemia. Pemeriksaan albumin untuk
melihat adanya kerusakan ginjal. Jika kadar kolesterol dan trigliserida serum
meningkat, maka dapat terjadinya risiko kerusakan pada kardiovaskular (LeMone,
Karen, dan Gerene, 2016).
Tabel 2.2
Pemeriksaan Diagnostik Diabetes Melitus
1. Glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL (7,0 mmol/L).
Glukosa plasma puasa berarti pasien tidak mendapatkan asupan kalori minimal 8
jam.
2. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO (Tes Toleransi Glukosa Oral) ≥200 mg/dL
(11,1 mmol/dL).
TTGO menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gr.
3. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L).
Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat tanpa
memperhatikan kapan waktu makan terakhir.
Sumber : PERKENI (2015)
2.1.2 Konsep Glukosa Darah
2.1.2.1 Defini Glukosa Darah
Glukosa darah adalah gula yang terdapat dalam darah yang berasal dari
karbohidrat dalam makanan dan disimpan sebagai glokogen dihati dan diotot
rangka. Glukosa darah berfungsi sebagai penyedia energi tubuh dan jaringan-
jaringan dalam tubuh (Widyastuti,2011).
2.1.2.2 Macam-macam Glukosa Darah
Menurut M.Mufti dkk,2015, macam-macam glukosa darah adalah glukosa
darah sewaktu, puasa, dan 2 jam setelah makan, antara lain :
a. Glukosa darah sewaktu
Glukosa darah sewaktu yang mana pemeriksaan kadar glukosa darah
yang dilakukan setiap hari tanpa memperhatikan makanan yang dimakan dan
kondisi tubuh orang tersebut.
b. Glukosa darah puasa
Glukosa darah puasa merupakan pemeriksaan kadar glukosa darah
yang dilakukan setelah pasien puasa selama 8-10 jam.
c. Glukosa darah 2 jam setelah makan
Glukosa 2 jam setelah makan merupakan pemeriksaan kadar glukosa
darah yang dilakukan 2 jam dihitung setelah pasien selesai makan.
2.1.2.3 Faktor yang Mempengaruhi naiknya Kadar Gula Darah
Beberapa hal yang menyebabkan gula darah naik, yaitu kurang
berolahraga atau aktifitas fisik, bertambahnya jumlah makanan yang dikonsumsi,
stress dan emosi, obesitas dan usia, dan juga efek dari obat, misalnya steroid (Fox
& Kilvert,2010).
a. Diet
Makanan atau diet adalah faktor utama yang menyebabkan
peningkatan kadar glukosa darah pada pasien Diabetes Mellitus terutama
setelah makan (Holt,2010).
b. Aktifitas fisik
Aktifitas fisik yang kurang juga sangat mempengaruhi peningkatan
kadar glukosa darah. Aktifitas fisik merupakan gerakan yang dihasilkan oleh
kontraksi otot rangka yang memerlukan energi melebihi pengeluaran energi
melalui istirahat. Latihan itu sendiri merupakan bagian dari aktifitas fisik yang
terencana dan terstruktur dengan gerakan secara berulang untuk meningkatkan
kebugaran (Sigal,2007).
c. Penggunaan obat
Penggunaan obat hipoglikemia oral dan insulin juga dapat
meningkatkan kadar glukosa darah. Mekanisme kerja obat dalam menurunkan
glukosa darah adalah dengan merangsang kelenjar pankreas untuk
meningkatkan produksi insulin, menurunkan produksi glukosa dalam hepar,
menghambat pencernaan karbohidrat sehingga dapat mengurangiabsorpsi
glukosa dan merangsang receptor. Insulin yang diberikan lebih dini dan lebih
agresif menunjukkan hasil klinis yang lebih baik terutama berkaitan dengan
masalah glukotoksisitas yang ditujukan dengan adanya perbaikan fungsi sel β
pankreas (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata & Setiati, 2007).
d. Stres
Stres menstimulasi organ endrokin untuk mengeluarkan ephinefrin, ephinefrin
mempunyai efek yang sangat kuat dalam menyebabkan timbulya proses
glikoneogenesis di dalam hati sehingga akan melepaskan sejumlah glukosa ke
dalam darah dalam beberapa menit (Guyton and Hall, 2007).
e. Usia
Semakin bertambah usia terjadi perubahan pada fisik dan mengalami
penurunan fungsi tubuh yang akan sangat mempengaruhi konsumsi dan
penyerapan zat gizi dalam tubuh. Berbagai penelitian juga mengatakan bahwa
masalah gizi berlebih dan kegemukan/obesitas yang memicu timbulnya
penyakit degeneratif termasuk Diabetes Mellitus (Maryam, Ekasari,
Rosidawati, Jubaedi, & Batubara, 2008).
f. Obesitas
Obesitas atau kegemukan dapat meresisten insulin, yang akan
menyebabkan peningkatan hormon insulin dalam darah. Insulin mengurangi
lipolisis (pemecahan lemak) dan meningkatkan pembentukan dan ambilan
lemak. Resistensi insulin sudah diketahui merupakan salah satu ciri dari
obesitas dan Diabetes Mellitus tipe 2. Hal ini dapat terjadi karena kelebihan
gizi yang berkepanjangan dan hiperinsulinemia pada penderita obesitas. Salah
satu dampak dari resistensi insulin adalah tingginya kadar gula darah
(hiperglikemia) (Ricart dan Real, 2006).
2.1.2.4 Pengelolaan Kontrol Gula Darah
Menurut perkeni (2015) kadar gula darah dapat dikelola dengan cara
edukasi, terapi nutrisi medis, latihan fisik dan terapi farmakologi, yaitu :
a. Edukasi
Edukasi dengan tujuan promosi kesehatan, perlu selalu dilakukan
sebagai bagian dari upaya pencegahan dan bagian yang sangat penting. Materi
edukasi terdiri dari materi edukasi tingkat awal dan materi edukasi tingkat
lanjutan. Materi edukasi pada tingkat awal dilaksanakan di pelayanan
kesehatan primer yang meliputi : materi tentang perjalanan penyakit, makna
dan perlunya pengendalian dan pemantauan diabetes secara berkelanjutan,
penyulit dan risikonya, intervensi non-farmakologis dan farmakologis serta
target pengobatan, interaksi antara asupan makanan, aktivitas fisik dan obat
antihiperglikemia oral atau insulin serta obat-obatan lain, cara pemantauan
glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau urin mandiri,
mengenal gejala dan penanganan awal hipoglikemia, pentingnya latihan
jasmani yang teratur, pentingnya perawatan kaki, cara mempergunakan
fasilitas perawatan kesehatan. Materi edukasi pada tingkat lanjut dilaksanakan
di pelayanan kesehatan sekunder dan atau tersier, yang meliputi : mengenal
dan mencegah penyulit DM, pengetahuan mengenai penyulit DM,
penatalaksanaan selama menderita penyakit lain, rencana untuk kegiatan
khusus (contoh: olahraga prestasi), kondisi khusus yang dihadapi (contoh:
hamil, puasa, hari-hari sakit), hasil penelitian dan pengetahuan masa kini dan
teknologi mutakhir tentang diabetes mellitus, pemeliharaan/perawatan kaki.
b. Terapi Nutrisi Medis (TNM)
TNM merupakan bagian penting dalam penatalaksanaan DM secara
komprehensif. Kunci keberhasilannya adalah keterlibatan secara menyeluruh
dari anggota tim (dokter, gizi, petgas kesehatan lain dan keluarga). Guna
mencapai TNM sebaik-baiknya diberikan sesuai kebutuhan.
c. Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani dilakukan secara
teratur sebanyak 3-5 kali peminggu selama 30-45 menit, dengan total 150
menit perminggu. Dianjurkan untuk pemeriksaan kadar glukosa sebelum
melakukan latihan jasmani. Apabila kadar gula <100 mg/dL pasien harus
mengkonsumsi karbohidrat terlebih dahulu dan bila >250 mg/dL dianjurkan
untuk menunda latihan jasmani.
d. Terapi Farmakologi
Terapi farmakologi diberikan bersama dengan pengaturan makan dan
latihan jasmani. Terapi falmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.
2.1.3 Konsep Kepatuhan
2.1.3.1 Definisi Kepatuhan
Menurut Kurniawati dan Nursalam (2007). Kepatuhan merupakan istilah
digunakan mendeskripsikan perilaku pasien dalam menjalani pengobatan.
Kepatuhan adalah sebuah istilah tentang ketaatan seseorang untuk mencapai
tujuan yang sudah di buat. Kepatuhan memiliki sifat otoriter dimana pelayan
perawatan kesehatan atau pendidik dianggap bersikap patuh (Bastable, 2002).
Kepatuhan diet diabetes mellitus bertujuan untuk mepertahankan berat
badan normal, menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik, menurunkan
kadar glukosa darah, memperbaiki profil lipid, meningkatkan sensivitas reseptor
insulin dan memperbaiki system koagulasi (Jauhari & Nita, 2013). Bagi pasien
DM tipe II dengan komplikasi penanganan yang sama tetapi kapasitas yang
berbeda, tetapi meliki tujuan yang sama yaitu menormalkan kandungan glukosa
dalam darah untuk menghambat atau mengurangi komplikasi (Sudoyo, 2010).
Kepatuhan dalam program kesehatan dapat ditinjau dari perspektif teoretis
(Bastable, 2002), yaitu :
a. Biomedis (demografi pasien, keseriusan penyakit, dan kompleks program
pengobatan).
b. Teori perilaku atau pembelajaran sosial, menggunakan pendekatan
behavioristic dalam hal reward, penunjuk, kontrak dan dukungan sosial.
c. Perputaran umpan balik komukasi dalam hal mengirim, menerima,
memahami, menyimpan dan penerimaan.
d. Teori keyakinan rasional, yang memiliki manfaat pengobatan dan risiko
penyakit melalui logika cost benefit.
e. System pengaturan diri, pasien dilihat sebagai pemecah masalah yang
mengatur berdasarkan persepsi atas penyakit, keterampilan kognitif, dan
pengalaman masa lalu yang mempengaruhi kemampuan mereka untuk
membuat rencana dan mengatasi penyakit.
2.1.5 Konsep Pendampingan (Coaching)
2.1.5.1 Definisi
Pendampingan (coaching) adalah suatu kunci untuk membuka potensi
seseorang untuk memaksimalkan kinerjanya. Coaching lebih kepada membantu
seseorang untuk belajar lebih dari pengajarnya. Sedangkan menururt Grant (dalam
Wilson,2011), Coaching adalah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi,
berorientasi pada hasil, dan sistematis, dimana Coach memfasilitasi peningkatan
atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri dan pengembangan
pribadi.
Health coaching adalah membantu pasien mendapatkan pengetahuan,
keterampilan, alat dan kepercayaan diri untuk menjadi peserta aktif dalam
perawatan sehingga dapat mengidentifikasi sendiri tujuan kesehatan yang hendak
dicapai (Bennett, Colemen, Parry, Bodenheimer, & Chen, 2010).
2.1.5.2 Model Health Coaching
Bennet et al (2010) juga menjelaskan bahwa terdapat 2 model health
coaching , yaitu :
a. The Teamlet Model
Pada tahun 2006 di San Fransisco General Hospital Family Health
Centre (FHC), model “teamlet” (tim kecil) memperluas kunjungan perawatan
primer selama 15 menit, perawatan yang tergantung pada pasien, merupakan
coaching. Saat dokter dan asisten mendatangi rumah pasien, health coahes
melakukan pre-visit untuk melihat obat-obatan pasien dan mengatur rencana
perawatan, membantu selama kunjungan dokter dan selama post-visit, menilai
apakah pasien memahami dan menyetujui rencana perawatan yang
direkomendasikan dan melibatkan pasien dalam rencana tindakan untuk
perubahan perilaku. Selanjutnya dilakukan follow-up melalui telepon diantara
kunjungan untuk memeriksa rencana tindakan dan kepatuhan pengobatan. Hal
ini dilakukan karena follow up yang teratur dapat memperbaiki health
outcomes pada penyakit kronis.
b. The Hospital-to-home Model
Pasien yang keluar dari rumah sakit sering merasa bingung dengan
obat baru yang didapatkan dan perubahankeadaan yang dialami dimana
mereka harus belajar untuk menangani keadaan tersebut. Hal ini mereka
menjadi kandidat terbaik untuk health coaching. Intervensi transisi perawatan
adalam metode coaching yang banyak digunakan untuk mengajarkan
keterampilan, dan kepercayaan diri kepada pasien dan keluarga saat mereka
beralih dari rumah sakit ke rumah. hal yang difokuskan pada 4 pilar yaitu :
1. Memiliki strategi pengelolaan obat yang andal
2. Mengatasi hambatan untuk melakukan follow up
3. Mengetahui bagaiman mengenali dan merespons tanda dan gejala yang
memburuk
4. Menggunakan catatan kesehatan pribadi untuk mencatat sasaran atau
tujuan yang diharapkan dalam 30 hari, informasi kesehatan dan pertanyaan
untuk ditanyakan kepada dokter atau petugas kesehatan pada pertemuan
berikutnya.
Care transitions coach (perawat atau pekerja sosial) mengunjungi pasien
sekali di rumah sakit dan sekali di rumah, dan berkomunikasi dengan pasien
sebanyak tiga kali melalui telepon.
2.1.5.3 Peran Health Coaching
Menurut Bennett et al (2010), 5 peran khusus dari health coach dalam
memberikan health coaching,yaitu :
1) Memberikan dukungan manajemen diri
Dukungan manajemen diri sangat penting bagi pasien untuk
memperluas perawatan kesehatan mereka di luar klinik da ke dalam kehidupan
nyata. Coach melatih pasien pada tujuh domain dukungan manajemen diri :
memberikan informasi, mengajarkan keteramilan spesifik penyakit,
mempromosikan perilaku sehat, memberikan keterampilan dalam
memecahkan masalah, membantu dampak emosional dari penyakit kronis,
memberikan tindak lanjut yang teratur dan mendorong orang untuk menjadi
peserta aktif dalam perawatan mereka.
2) Menjembatani kesenjangan antara dokter dan pasien
Sepanjang proses perawatan, hubungan antara dokter dan pasien dapat
terputus. Contohnya dalam memberikan resep obat, yang terbagi atas 1)
menulis resep, dan 2) memastikan bahwa pasien mendapatkan, memahami dan
benar-benar menggunakan obat-obatan tersebut sebagaimana yang ditentukan.
Selama ini kebanyakan dokter hanya melakukan bagian satu dan mengabaika
bagian dua. Helath coaching dapat menjembatani kesenjangan ini dengan
menindaklanjuti pasien, menanyakan tentang kebutuhan dan hambatan dan
menangani literasi kesehatan, masalah budaya dan hambatan kelas sosial.
3) Membantu pasien mengatur sistem perawatan kesehatan
Banyak pasien, terutama orang tua, dan disabilitas memerlukan
navigator untuk membantu menemukan, bernegosiasi dan terlibat dalam
pelayanan kesehatan. Coach dapat membantu mengkoordinasikan perawatan
dan berbicara untuk pasien saat suara mereka tidak didengar.
4) Menawarkan dukungan emosional
Dokter yang berniat baik namun terburu-buru mungkin gagal dalam
memenuhi kebutuhan emosional pasien. Seiring kepercayaan dan keakraban
tumbuh, coach dapat menawarkan dukungan emosional dan membantu pasien
mengatasi penyakit mereka.
5) Melayani secara kontiunitas (berkelajutan)
Coach terhubung dengan pasien tidak hanya pada saat kunjungan tetapi
juga diantara kunjungan, menciptakan keakraban dan kontinuitas.
2.1.5.4 Prinsip-prinsip dasar Coaching
7 prinsip coaching yang merupakan pondasi yang sangat perlu dipahami
oleh coach maupun coachee yaitu (Wilson,2011) :
a. Kesadaran
Tujuan dari coaching adalah untuk memperoleh kesadaran dari
coachee, yang mana mereka mengenali tujuan sendiri dan mau melakukan
perubahan, ini disebabkan apapun yang disampaikan oleh coach terpusat pada
upaya meningkatkan kesadaran dan pengetahuan mengenai diri coachee
sendiri.
b. Tanggung jawab
Prinsip utama dari coaching adalah rasa tanggung jawab dari diri
sendiri dengan apa yang menjadi keputusan kita. Kita belajar banyak dengan
mencari sendiri, bukan hanya dari orang lain. Dan keputusan lebih bagus dari
keputusan sendiri dari pada orang lain. Maka, yang diperlukan adalah
dukungan dan dorongan untuk terus mencoba. Coach bertanggung jawab
terhadap proses dan coacheen bertanggung jawab terhadap isi.
c. Percaya diri
Mengembangkan kepercayaan diri seseorang dengan memberi ruang
untuk belajar, baik dengan melakukan kesalahan, maupun melalui upaya
pencapaian tujuan. Dan tidak lupa memberi pujian karena mereka pantas
mendapatkannya dan akan membangun percaya diri, memantapkan keyakinan
untuk mencapai lebih dan menambah energi untuk menggapainya.
d. Tidak menyalahkan
Dalam coaching, kesalahan merupakan suatu pengalaman belajar.
Coachee belajar lebih banyak dari tindakan-tindakan yang belum mereka
tuntaskan, karena baru sejauh itulah pengetahuan yang mereka miliki.
e. Fokus pada solusi
Berfokus pada solusi, maka persoalan itu bias ditangani dan kita
mendapatkan energi yang lebih besar untuk menanganinya. Saat berfikir jauh
ke depan menuju soluis, sekalipun belum ada jawaban pasti terhadap
persoalan itu, kita akan merasa optimis dan memiliki energi yang menguat.
f. Tantangan
Semua orang menyukai tantangan dan berusaha untuk menanganinya
(dengan mengeluarkan semua tenaga dan pikiran) dalam sebuah lingkungan
yang suportif dan membesarkan hati. Dan kita tidak menyadari batas-batasan,
baik dalam diri maupun lingkungan untuk mencapai sasaran yang melebihi
dari seharusnya (diperlukan).pada keadaan seperti ini, tugas coach adalah
memberikan perspektif baru lagi coachee untuk lebih melihat segala sesuatu
secara professional.
g. Tindakan
Coaching menyiapkan perspektif dan kesadaran baru. Coachee
mendapatkan wawasan baru yang menyediakan banyak pilihan yang pada
waktunya akan menimbulkan keinginan untuk bertindak dan berubah. Coach
menjamin bahwa energi ini tersalur ke dalam tindakan dan perubahan perilaku
yang tepat.
2.2 Penelitian Terkait/ Keaslian Penelitian
Tabel 2.3
Keaslian Penelitian
Keterangan Penelitian sekarang Rizana (2017) Jasmani (2016)
Topik penelitian Pengaruh Faktro pendukung Edukasi dan kadar
pendampingan dan penghambat glukosa darah pada
terhadap kepatuhan penderita diabetes pasien diabetes
kontrol gula darah mellitus dalam mellitus.
pada pasien diabetes melakukan
mellitus tipe II. pemeriksaan
glukosa darah.
Desain Penelitian Penelitian kualitatif Penelitian
kuantitatif dengan dengan pendekatan kuantitatif dengan
metode pre- femonologi. pendekatan Cross
eksperiment design sectional.
rancangan one
group pre-test and
post test.
Variabel Dependen : Faktro pendukung Dependen : kadar
kepatuha kontrol dan penghambat glukosa darah
gula darah penderita diabetes Independen :
Independen : mellitus dalam edukasi
pendampingan melakukan
pemeriksaan
glukosa darah.
Subjek Pasien DM tipe II Pasien diabetes Pasien diabetes
mellitus mellitus
Tempat Puskesmas Puskesmas Puskesmas Jati
Jatiwarna Bekasi Datar Lampung
Analisis Univariat & Thematik analisis Univariat &
bivariate bivariate

2.3 Kerangka Teori


Kerangka teoritis merupakan dasar dari keseluruhan proyek penelitian,
membahas keterhubungan antar variabel yang dianggap terintegrasikan dalam
dinamika situasi yang akan diteliti (Kartika, 2017). Berdasarkan uraian pada
telaah pustaka, kerangka teoritis yang mempengaruhi kontrol gula darah pada
table skema berikut :
Skema 2.1
Kerangka Teori Penelitian

Diabetes Mellitus Tipe 2

Faktor Resiko
Genetik
Usia Diatasi Tidak diatasi
Berat badan Terkontrol Hipoglikemia
Stress & mencegah Ketoasidosis diabetik
komplikasi Sindrom HHNK
Penyakit Mikrovaskuler
Farmakologi Non Penyakit Makrovaskuler
Obat-obatan Fakmakologi
Edukasi dan
Pendampingan

Perubahan perilaku

Sumber : (Kurniawan, 2010, Perkeni, 2015, Sugondo, 2014, Corwin, 2009,


Smeltzer, 2008).

2.4 Kerangka Konsep


Kerangka konsep adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu
terhadap konsep yang lain dari masalah yang diteliti, dipakai sebagai ringkasan
dari tinjauan pustaka yang dihubungkan dengan garis sesuai dengan variabel yang
diteliti (Notoatmodjo, 2010). Berdasarkan telaah pustaka dan kerangka teori,
maka kerangka konsep penelitian dapat digambarkan sebagai berikut :
Skema 2.2
Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Independen Variabel Dependen


Edukasi Kepatuhan
Dan pendampingan kontrol gula darah
2.5 Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah yang jawabannya
akan dibuktikan dengan hasil penelitian (Sugiyono, 2014). Hipotesis dalam
penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut :
2.5.1 Hipotesis Alternatif (Ha)
Adanya pengaruh edukasi dan pendampingan terhadap kepatuhan kontrol
gula dapar pada pasien DM tipe II.
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Desain Penelitian


Desain penelitan ini merupakan desain penelitian Pre-eksperiment designs
dengan rancangan rancangan penelitian one group pretest-posttest design.
Rancangan ini berupaya untuk mendapatkan informasi awal terhadap pertanyaan
yang ada dalam penelitian dan hasil perlakuan lebih akurat karena dapat
membandingkan antara pretest dan posttest (Kartika, 2017). Bentuk rancangan ini
dapat digambarkan sebagai berikut :

Tabel 3.1
Perencanaan Penelitian
Pretest Intervensi Post test
Kelompok Eksperimet O1 X O2

Keterangan :
O1 : Sebelum dilakukan Intervensi
O2 : Setelah melakukan Intervensi yang diberikan
X : Intervensi
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi
Lokasi penelitian dilakukan di Puskesmas . Adapun alasan peneliti
memilih lokasi tersebut karena, berdasarkan data yang sudah diperoleh dari
3.2.2 Waktu Penelitian
Kegiatan penelitian di mulai dari pembuatan proposal pada bulan
Desember 2018 sampai bulan Maret 2019, dan pelaksanaan penelitian hingga
seminar hasil dilaksanakan dari bulan April sampai Juni 2019.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi penelitian adalah seluruh subjek atau objek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang telah ditentukan oleh peneliti untuk
dipelajari sehingga dapat diambil kesimpulannya (Sugiyono, 2014). Populasi
peneltian ini adalah semua pasien DM yang berkunjung ke Puskesmas
3.3.2 Sampel Penelitian
Sampel merupakan sebagian dari populasi yang diteliti (Katrika, 2017).
Sampel penelitian ini adalah sebagian jumlah dari pasien DM yang berkunjung ke
Puskesmas
3.4 Besar Sampel
3.5 Teknik Sampling
Teknik pengambilan sampel penelitian ini secara menyeluruh
menggunakan
3.6 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
3.6.1 Variabel Penelitian
Variabel penelitian merupakan suatu ukuran atau ciri yang dimiliki oleh
anggota suatu kelompok (orang, benda, situasi) yang berbeda dengan yang
dimiliki oleh kelompok tersebut (Kartika,2017). Variabel penelitian ini terdiri dari
variabel independen (variable bebas) dan variable dependen (variable terikat).
Variabel dependen dari penelitian ini adalah kepatuhan kontrol gula darah dan
variable independennya adalah pendampingan.
3.6.2 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah unsur penelitian yang menjelaskan bagaimana
caranya menentukan variabel dan mengukur suatu variabel. Definisi operasional
dapat ditentukan berdasarkan kriteria yang dijadikan tolak ukur dalam penelitian.
Sedangkan cara pengukurannya dapat ditentukan berdasarkan karakteristiknya
(Kartika,2017). Definisi penelitian pada penelitian ini adalah :
Tabel 3.2
Definisi Operasional
No Variabel Definisi Alat Skala Hasil Ukur
Operasional Ukur Ukur
1. Variabel Memberikan Lembar Nominal 1.Diberikan
Independen : informasi tentang observasi edukasi dan
Pendampingan pentingnya pendampingan.
mengontrol gula 2.Tidak
darah pada pasien diberikan
DM dan diberikan edukasi dan
pendampingan pendampingan.
selama tibanya
waktu kontrol
yang akan dijalani.
2. Variabel Perilaku disiplin
Dependen : responden dalam
Kepatuhan mengontrol gula
Kontrol Gula darah berdasarkan
Darah jadwal berkala.

3.7 Jenis dan Cara Pengumpulan Data


3.7.1 Jenis Data
3.7.1.1 Data Primer
Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara memberikan penjelasan
tentang diabetes mellitus dan pentingnya kontrol gula darah pada keluarga pasien
DM dan pasien DM, data deomografi (umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, danlama menderita DM).
3.7.1.2 Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder berupa dokumen, laporan, dan arsip yang
berhubungan dengan penelitian, seperti angka kejadian DM di dunia, Indonesia,
dan Kota Pekanbaru serta data survey pendahuluan.
3.7.2 Cara Pengumpulan Data
Langkah-langkah penelitian berguna untuk mempermudah dalam
menyelesaikan penelitian. Adapun langkah-langkah penelitian sebagai berikut :
3.7.2.1 Meminta izin untuk pengambilan data awal dengan memasukkan surat izin
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Hang Tuah Pekanbaru dan
melaporkan ke kantor Badan Kesatuan Bangsa dan Politik untuk
mendapatkan surat rujukan ke Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru.
3.7.2.2 Meminta
3.7.2.3
3.7.3 Alat Pengumpulan Data
3.7.4 Uji Validasi dan Reabilitas
3.7.4.1 Uji Validasi
3.7.4.2 Uji Reabilitas
3.7.5 Tahap Pelaksanaan
3.8 Pengolahan Data
3.8.1 Editing (Pemeriksaan)
Memeriksa hasil kuesipner data demografi, seperti nama, umur, jenis
kelamin, pekerjaan, tingkat pendidikan dan lama menderita DM. Editing dilakukan
pada tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul, agar semua data
responden dapat terbaca dengan baik.
3.8.2 Coding (Pengkodean)

3.8.3 Entry data (Memasukkan Data)


Memasukkan data ke dalam program komputer dengan menggunakan
program SPSS for windows. Data yang yang dimasukkan yaitu data mengenai
pengaruh edukasi dan pendampingan terhadap kepatuhan kontrol gula darah
pretest-posttest pada kelompok eksperimen. Data lain yang dimasukkan adalah
data responden, seperti nama, umur, pekerjaan, jenis kelamin, tingkat pendidikan
dan lama menderita DM.
3.8.4 Processing (Pengolahan)
Data diproses dengan mengelompokkan ke dalam variabel yang sesuai.
3.8.5 Cleaning data (Merapikan)
Proses pembetulan atau koreksi untuk melihat kemungkinan-kemungkinan
adanya kesalahan kode, ketidaklengkapan dan sebagainya.
3.8.6 Analyzing (Penilaian)
Penilaian data ini menggunakan analisis univariat dan bivariate. Analisis
univariat memberikan gambaran diri masing-masing data demografi responden
berupa distribusi frekuensi, mean, persentase dan standar deviasi (SD). Sedangkan
analisis bivariat digunakan untuk melihat pemahaman tentang pentingnya kontrol
dan pengaruh pendampingan terhadap kepatuhan pasien DM tipe II dalam
menjalani kontrol.
3.9 Analisa Data
3.9.1 Analisis Univariat
Analisis univariat bertujuan untuk mendeskripsikan setiap karakteristik
demografi (umur, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan) dan data tentang
informasi yang dianalisis serta digambarkan dalam bentuk tabulasi frekuensi,
persentase, mean, dan standar deviasi (SD) pada kelompok eksperimen (Saryono,
2011).
3.9.2 Analisis Bivariat

3.10 Etika Penelitian


Menurut Kartika (2017), masalah etika penelitian merupakan masalah yang
sangat penting karena dalam penelitian keperawatan berhubungan langsung dengan
manusia, maka segi etik harus diperhatikan. Etika dalam penelitian ini adalah :
3.10.1 Informed Consent (Lembar persetujuan menjadi responden)
Informed consent diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan
memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden, peneliti menjelaskan
maksud dan tujuan dari penelitian yang akan dilakukan pada responden agar
responden bersedia menjadi responden penelitian, jika rsponden tidak bersedia
maka peneliti tidak boleh memaksa dan harus meghormati hak responden.
3.10.2 Anonimity (Tanpa nama)
Peneliti tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada
lembar alat ukur dan hanya menulis kode pada lembar pengumpulan data atau
hasil penelitian yang akan disajikan.
3.10.3 Confidentiality (Kerahasiaan)
Peneliti menjamin kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun
masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin
kerahasiaannya oleh peneliti.

Anda mungkin juga menyukai

  • Persentasi Tak
    Persentasi Tak
    Dokumen15 halaman
    Persentasi Tak
    Shahibatul Hablaini
    Belum ada peringkat
  • Laporan Hasil Kegiatan Penyuluhan Resume (Leni)
    Laporan Hasil Kegiatan Penyuluhan Resume (Leni)
    Dokumen4 halaman
    Laporan Hasil Kegiatan Penyuluhan Resume (Leni)
    Shahibatul Hablaini
    Belum ada peringkat
  • Logbook Leni
    Logbook Leni
    Dokumen8 halaman
    Logbook Leni
    Shahibatul Hablaini
    Belum ada peringkat
  • POSTER
    POSTER
    Dokumen3 halaman
    POSTER
    Shahibatul Hablaini
    Belum ada peringkat
  • Laporan Makalah
    Laporan Makalah
    Dokumen26 halaman
    Laporan Makalah
    Shahibatul Hablaini
    Belum ada peringkat
  • Bentuk Contoh Informed Consent
    Bentuk Contoh Informed Consent
    Dokumen4 halaman
    Bentuk Contoh Informed Consent
    Shahibatul Hablaini
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Shahibatul Hablaini
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen1 halaman
    Kata Pengantar
    Shahibatul Hablaini
    Belum ada peringkat
  • Cek List Formulir
    Cek List Formulir
    Dokumen2 halaman
    Cek List Formulir
    Shahibatul Hablaini
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen1 halaman
    Daftar Isi
    Shahibatul Hablaini
    Belum ada peringkat
  • OPTIMASI TIDUR ANAK
    OPTIMASI TIDUR ANAK
    Dokumen12 halaman
    OPTIMASI TIDUR ANAK
    Shahibatul Hablaini
    100% (1)
  • Sap Ispa Anak
    Sap Ispa Anak
    Dokumen11 halaman
    Sap Ispa Anak
    Mega-m Acha
    100% (1)
  • CTHNBF
    CTHNBF
    Dokumen1 halaman
    CTHNBF
    Widya Aprilia Ningsih
    Belum ada peringkat
  • Deo Vegi Levino
    Deo Vegi Levino
    Dokumen1 halaman
    Deo Vegi Levino
    Shahibatul Hablaini
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Shahibatul Hablaini
    Belum ada peringkat
  • ANEMIA KEHAMILAN
    ANEMIA KEHAMILAN
    Dokumen6 halaman
    ANEMIA KEHAMILAN
    Shahibatul Hablaini
    Belum ada peringkat
  • Penyuluhan Puskesmas
    Penyuluhan Puskesmas
    Dokumen11 halaman
    Penyuluhan Puskesmas
    Chyntia Utami
    Belum ada peringkat
  • Surat Pernyataan Selesai Ujian Proposal
    Surat Pernyataan Selesai Ujian Proposal
    Dokumen2 halaman
    Surat Pernyataan Selesai Ujian Proposal
    Shahibatul Hablaini
    Belum ada peringkat
  • COVER
    COVER
    Dokumen1 halaman
    COVER
    Shahibatul Hablaini
    Belum ada peringkat
  • Origami Terapi
    Origami Terapi
    Dokumen19 halaman
    Origami Terapi
    Mega-m Acha
    Belum ada peringkat
  • Makalah Integrasi Nasional
    Makalah Integrasi Nasional
    Dokumen11 halaman
    Makalah Integrasi Nasional
    Ichsan Rizallusani
    Belum ada peringkat
  • Penyuluhan Puskesmas
    Penyuluhan Puskesmas
    Dokumen9 halaman
    Penyuluhan Puskesmas
    Shahibatul Hablaini
    Belum ada peringkat
  • Revisi 4
    Revisi 4
    Dokumen32 halaman
    Revisi 4
    Shahibatul Hablaini
    Belum ada peringkat
  • LETSAK
    LETSAK
    Dokumen2 halaman
    LETSAK
    Shahibatul Hablaini
    Belum ada peringkat
  • Leaflet Ispa
    Leaflet Ispa
    Dokumen3 halaman
    Leaflet Ispa
    Shahibatul Hablaini
    Belum ada peringkat
  • FRKTUR SERVIKAL
    FRKTUR SERVIKAL
    Dokumen21 halaman
    FRKTUR SERVIKAL
    Shahibatul Hablaini
    Belum ada peringkat
  • BAB 3 Pak Burhanudin
    BAB 3 Pak Burhanudin
    Dokumen17 halaman
    BAB 3 Pak Burhanudin
    Shahibatul Hablaini
    Belum ada peringkat
  • 2
    2
    Dokumen1 halaman
    2
    Shahibatul Hablaini
    Belum ada peringkat
  • Penyuluhan Di Ok
    Penyuluhan Di Ok
    Dokumen9 halaman
    Penyuluhan Di Ok
    Shahibatul Hablaini
    Belum ada peringkat