Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH KEPERAWATAN BENCANA

PENGELOLAAN KELOMPOK RENTAN SAAT BENCANA

Pendekatan Yang Di Gunakan Untuk Menangani Kelompok Diffabel Saat


Bencana”

Disusun Oleh :

KELOMPOK 1

1. FEBI SAGITARIA (1611315001) 6. AMELIA JAMIRUS (1711311013)


2. TIAN NOPITA SARI (1711311001) 7. OLGA CITRA N. (1711311015)
3. VANNY A. (1711311003) 8. MUTYARA Y. (1711311017)
4. FENNY ANGRAINI (1711311005) 9. PUTRI R. (1711311011)
5. UTHARI CHINTYA (1711311007) 10. YESIKA SISILIA (1711311009)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami kirimkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa ,
karena atas rahmat dan karunia-Nya kami dapat membuat dan menyelesaikan
makalah kami yang berjudul “Pengelolaan Kelompok Rentan Saat Bencana
Pendekatan Yang Di Gunakan Untuk Menangani Kelompok Diffabel Saat
Bencana”

”. Pada makalah ini kami tampilkan hasil diskusi kami, kami juga mengambil
beberapa kesimpulan dari hasil diskusi yang kami lakukan.

Kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah


membantu kami dalam menyelesaikan laporan ini, diantaranya:
1. Yang terhormat dosen mata kuliah Keperawatan Bencana
2. Pihak-pihak lain yang ikut membantu dalam pelaksanaan maupun proses
penyelesaian makalah ini.
Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan
bagi para pembaca dan dapat digunakan sebagai salah satu pedoman dalam proses
pembelajaran. Namun, kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam
penulisan maupun pembahasan dalam makalah ini, sehingga belum begitu
sempurna.Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca agar kami dapat memperbaiki kekurangan- kekurangan tersebut
sehingga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Padang, 17 September 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii

DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii

BAB I : PENDAHULUAN ................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 1

1.3 Tujuan ....................................................................................................... 2

BAB II : PEMBAHASAN ................................................................................. 3

2.1 Pengertian Disabilitas ............................................................................... 3

2.2 Peraturan Undang-Undang ........................................................................ 3

2.3 Hak Difabel .............................................................................................. 4

2.4 Pendekatan Penanganan Bencana pada Difabel ......................................... 5

2.5 Penanggulangan Bencana Berbasis Penyandang Disabilitas ...................... 6

2.6 Pendekatan pada Disabilitas saat Bencana ................................................. 9

2.7 Pengurangan Risiko Bencana Pada Penyandang Disabilitas .................... 10

2.8 Aplikasi Evakuasi Bencana Pasien Difabel ............................................. 11

BAB III : PENUTUP ....................................................................................... 14

3.1 Kesimpulan ............................................................................................ 14

3.2 Saran ...................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 15

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyandang disabilitas merupakan kelompok berisiko tinggi saat terjadi
bencana, hal ini dikarenakan keterbatasan kemampuan yang mereka miliki dan
juga dikarenakan keterbatasan akses atas lingkungan fisik, informasi dan
komunikasi di masyarakat. Bahkan, penyandang disabilitas cenderung lebih tidak
terlihat selama terjadi bencana. Menurut Roland Hansen dalam Malteser
Internasional (2012), korban bencana alam, baik itu saat terjadi bencana ataupun
pascabencana, biasanya didominasi oleh kelompok lansia dan penyandang
disabilitas. Perubahan lingkungan dan fasilitas yang tidak memadai yang terjadi
akibat bencana membuat aksesibilitas difabel makin menurun. Seperti halnya
wanita dan anak-anak, penyandang disabilitas dilaporkan menjadi korban bencana
alam baik itu terluka maupun tewas akibat bencana dalam jumlah yang signifikan.
Oleh karena itu, kerentanan dan kebutuhan khusus penyandang disabilitas perlu
diperhatikan dalam perencanaan program-program penanggulangan bencana,
berdasarkan kemampuan mereka sendiri.

Ketangguhan masyarakat dalam mengantisipasi, memproteksi diri,


dan beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya yang rawan bencana juga
harus diikuti dengan daya lenting masyarakat dalam menghadapi
bencana (BNPB, dalam Rakhman dan Kuswardan, 2012). Dikutip dalam Teja
2018

Banyak penelitian menunjukkan bahwa pendekatan yang sesuai


dalam penanganan bencana adalah pendekatan yang berbasis budaya
setempat atau mengangkat kearifan lokal di wilayah tersebut, mengingat
masyarakat hidup dan berkembang dengan pola pikir budaya setempat
(Kuswardani dalam Rakhman dan Kuswardan, 2012). Dikutip dalam Teja 2018

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa Pengertian Disabilitas?
b. Bagaimana peraturan Undang-Undangnya ?

1
c. Apa saja Hak Difabel ?
d. Bagaimana Pendekatan Penanganan Bencana pada difaebl ?
e. Bagaimana Penanggulangan Bencana berbasis Penyandang Disabilitas?
f. Apa Pendekatan pada Disabilitas saat Bencana?
g. Bagaimana Pengurangan Risiko Bencana Pada penyandang Disabilitas ?
h. Bagaimana Aplikasi evakuasi bencana pasien difabel ?

1.3 Tujuan
a. Tujuan umum
Untuk mengetahui pendekatan yang digunakan dalam mengelola klien
dengan difabelitas
b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui Pengertian Disabilitas
2. Untuk mengetahui peraturan Undang-Undangnya
3. Untuk mengetahui Apa saja Hak Difabel
4. Untuk mengetahui Pendekatan Penanganan Bencana pada difaebl
5. Untuk mengetahui Penanggulangan Bencana berbasis Penyandang
Disabilitas
6. Untuk mengetahui Pendekatan pada Disabilitas saat Bencana
7. Untuk mengetahui Pengurangan Risiko Bencana Pada penyandang
Disabilitas
8. Untuk mengetahui Aplikasi evakuasi bencana pasien difabel

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Disabilitas

Disabilitas diartikan sebagai hasil dari interaksi antara orang dengan


tidak-berfungsian organ tubuh, sikap, dan batasan lingkungan yang
menghalangi mereka untuk secara penuh dan efektif berpartisipasi dalam
masyarakat setara dengan orang lain. Tidak-berfungsian organ tubuh atau
impairmentadalah masalah pada fungsi tubuh ataustruktur yang secara
signifikan terganggu atau bahkan hilang, misalnya fungsi tubuh, fungsi
mental, fungsi sensor dan rasa sakit, fungsi suara dan kemampuan berbicara,
fungsi kardiovaskular, amputasi, ataupun penyakit-penyakit lainnya
(Probosiwi, 2013 dikutip dalam Bahrain 2019).

Penyandang disabilitas merupakan kelompok berisiko tinggi saat terjadi


bencana, hal ini dikarenakan keterbatasan kemampuan yang mereka miliki dan
juga dikarenakan keterbatasan akses atas lingkungan fisik, informasi dan
komunikasi di masyarakat. Bahkan, penyandang disabilitas cenderung lebih tidak
terlihat selama terjadi bencana. Menurut Roland Hansen dalam Malteser
Internasional (2012), korban bencana alam, baik itu saat terjadi bencana ataupun
pascabencana, biasanya didominasi oleh kelompok lansia dan penyandang
disabilitas. Perubahan lingkungan dan fasilitas yang tidak memadai yang terjadi
akibat bencana membuat aksesibilitas difabel makin menurun. Seperti halnya
wanita dan anak-anak, penyandang disabilitas dilaporkan menjadi korban bencana
alam baik itu terluka maupun tewas akibat bencana dalam jumlah yang signifikan.
Oleh karena itu, kerentanan dan kebutuhan khusus penyandang disabilitas perlu
diperhatikan dalam perencanaan program-program penanggulangan bencana,
berdasarkan kemampuan mereka sendiri.

2.2 Undang-Undang

Adanya bencana alam tentu menyebabkan banyak korban baik luka


maupun meninggal. Indonesia memiliki undang-undang penanggulangan bencana

3
alam yaitu dalam UU Nomor 24 Tahun 2007 untuk memberikan
perlindungan kepada setiap warga negara dari ancaman bencana alam
(BPBD, 2007 Dikutip dalam Bahraen 2019). Ketika terjadi bencana perlu
diperhatikan bahwa tidak semua orang dapat menyelamatkan diri dengan
mudah. Sehingga yang menjadi korban bisa siapa saja,termasuk difabel
(Bahraen, 2019)

2.3 Hak Difabel

Perlindungan hak bagi kelompok rentan seperti difabelperlu


ditingkatkan. Pengertian difabel atau penyandang disabilitasberdasarkan Pasal 1
ayat (1) UU No. 8/2016 adalah “setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik,
intelektual, mental dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam
berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk
berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya
berdasarkan kesamaan hak”.

Pasal 1 ayat (5) UU No. 8/2016 menentukan perlindungan terhadap


penyandang disabilitas merupakan upaya yang dilakukan secara sadar untuk
melindungi,mengayomi dan memperkuat hak difabel. Sebagai bagian dari warga
negara, sudah sepantasnya difabelmendapatkan perlakuan khusus. (dikutip dalam
Bahrain 2019).

Sebagai upaya perlindungan dari kerentanan terhadap berbagai tindakan


diskriminasi dan pelanggaran hak asasi manusia. Perlakuan khusus dapat
dipandang sebagai upaya maksimalisasi penghormatan, pemajuan,
perlindungan, dan pemenuhan hak asasi manusia secara universal (Budiyono
dkk., 2015 dikutip dalam Bahrain 2019).

Difabel memiliki hak pelindungan dari bencana [Pasal 5, ayat (1), huruf o].
Hak pelindungan dari bencana untuk difabel(BPBD, 2016 upaya perlindungan
dari kerentanan) meliputi hak (Pasal 20) dikutip dalam Bahrain 2019 :

a. Mendapatkan informasi yang mudah diaksesakan adanya bencana


b. Mendapatkan pengetahuan tentang pengurangan risiko bencana

4
c. Mendapatkan prioritas dalam proses penyelamatan dan evakuasi dalam
keadaan bencana
d. Mendapatkan fasilitas dan sarana penyelamatan dan evakuasi yang mudah
diakses
e. Mendapatkan prioritas, fasilitas, dan sarana yang mudah diakses di lokasi
pengungsian

Penghargaan hak-hak asasi manusia penyandang disabilitas haruslah


tercermin dalam semua aspek kehidupan, termasuk dalam usaha manajemen
penanggulangan bencana (Njelesani dkk, 2012) . Hal tersebut dalam dilakukan
melalui:

1. Membuat kesepakatan dengan penyandang disabilitas, secara teratur


meninjau ulang komitmen tersebut
2. Melibatkan penyandang disabilitas pada posisi kepemimpinan dan proses
perumusan kebijakan
3. Melatih staf dan pegawai dalam menghadapi dan menangani penyandang
disabilitas
4. Membangun sebanyak mungkin desain bangunan dengan prinsip-prinsip
yang universal, misalnya jalan yang landai di fasilitas umum seperti
terminal, bandara, stasiun, dan jalan umum lainnya.

2.4 Pendekatan Penanganan Bencana

Ketangguhan masyarakat dalam mengantisipasi, memproteksi diri,


dan beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya yang rawan bencana juga
harus diikuti dengan daya lenting masyarakat dalam menghadapi
bencana (BNPB, dalam Rakhman dan Kuswardan, 2012 Dikutip dalam Teja
2018)

Banyak penelitian menunjukkan bahwa pendekatan yang sesuai


dalam penanganan bencana adalah pendekatan yang berbasis budaya
setempat atau mengangkat kearifan lokal di wilayah tersebut, mengingat

5
masyarakat hidup dan berkembang dengan pola pikir budaya setempat
(Kuswardani dalam Rakhman dan Kuswardan, 2012 Dikutip dalam Teja 2018)

Penanganan trauma pasca-bencana di Indonesia yang cenderung


memiliki budaya kolektif adalah mendekatkan anak pada keluarga
dan komunitasnya. Penelitian pada keluarga korban bencana gempa di Bantul
menemukan bahwa semakin erat hubungan keluarga, maka tingkat kebahagiaan
anak semakin tinggi (Diponegoro dalam Rakhman dan Kuswardan, 2012.
Dikutip dalam Teja, 2018)

2.5 Penanggulangan Bencana berbasis Penyandang Disabilitas

Dalam menangani kerentanan fisik , banyak cara mudah dan murah dapat
dilakukan.

- Pertama dengan mengindentifikasi penyandangnya , jenis disabilitasnya,


dan bagaimana hal tersebut dapat meningkatkan risiko bencana.
- Langkah selanjutnya adalah dengan meningkatkan kesadaran
penyandang disabilitas terhadap risiko yang mereka hadapi dan cara
menghadapinya, meningkatkan keamanan rumah dan tempat kerja,
memindahkan mereka ke tempat yang aman saat terjadi bencana , dan
memenuhi kebutuhan khusus mereka setelah keadaan darurat .

Dalam menghadapi bencana , metode yang digunakan terutama dalam


mengkomunikasikan risiko dan sistem peringatan dini adalah berbeda pada tiap
jenis disabilitas . Kekhususan dan kompleksitas yang dimiliki tiap jenis disabilitas
membuat penanganan dan kebutuhan mereka spesifik pula. Tabel 1 menunjukan
sistem peringatan yang disesuaikan dengan jenis disabilitas yang umum . Dari
Tabel 1 diketahui bahwa harus disediakan format auditori dan visual dalam sistem
peringatan dini untuk mencakup semua kalangan dan semua jenis disabilitas yang
ada. Pemberitahuan secara door to door juga diperlukan untuk mengidentifikasi
kerentanan dan kapasitas masyarakat termasuk penyandang disabilitas secara
sekaligus ( melalui pendekatan VCA ) . Sistem peringatan dini penyandang
disabilitas secara inklusif diperlukan dalam tahap persiapan oleh penyandang
disabilitas itu sendiri .

6
Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa pencantuman kebutuhan dan
aspirasi penyandang disabilitas disemua tahap manajemen bencana, khususnya
perencanaan dan kesiapsiagaan, secara signifikan dapat mengurangi kerentanan
mereka dan meningkatkan efektivitas usaha tanggap darurat dan recovery yang
dilakukan pemerintah (United Nations, 2012). Pelibatan penyandang disabilitas
dalam perencanaan dalam rangka menanggulangi bencana menjadi penting karena
mereka lebih tahu kebutuhan mereka sendiri. Penyandang disabilitas, walaupun
merupakan kelompok rentan, berhak dan pantas untuk berada di lini depan usaha
pengurangan risiko bencana melalui pendekatan inklusif dan menyeluruh untuk
mengurangi kerentanan bencana

Tabel Jenis Disabilitas dan Sistem Peringatan Bencana

Jenis disabilitas Kebutuhan Sistem peringatan


bencana
Kecacatan /  Landmarks/petunjuk  Sistem sinyal
gangguan visual  Hand-rails berbasis suara/alarm
 Dukungan personal  Pengumuman lisan
 Pencahayaan yang baik  Poster yang tertulis
 Antrian terpisah dengan huruf yang
besar dan warna
yang mencolok
kecacatan  Bantuan penglihatan  Sistem sinyal
/gangguan  Komunukasi dengan berbasis visual :
pendengaran gambar Simbol , bendera
 Antrian terpisah merah, dll
 Gambar
 Sinyal kedip lampu
Kecacatan/gang  Berbicara pelan  Sinyal khusus :
guan mental  Bahasa yang sederhana simbol, bendera
 Dukungan personal merah , dll
 Antrian terpisah  Pengumuman yang
jelas dan lengkap

7
oleh tenaga siaga
bencana
Kecacatan  Baju hangat/selimut  Sistem sinyal
/gangguan fisik  Kasur , tempat kering , berbasis suara
alat higienis /alarm
 Dukungan personal  Pengumuman lisan
 Alat bantu
 Sarana publik yang
dimodifikasi (pegangan
tangan , jalan landai )
 Antrian terpisah
Sumber: (Handicap International, 2005dikutip dalam Bahrain 2019)

Banyak hal yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan pada saat keadaan
bencana, terutama pada saat tanggap darurat, termasuk pencarian, penyelamatan,
dan evakuasi korban bencana khususnya penyandang disabilitas.

1. Berfokus pada korban luka/cedera dikarenakan berisiko mengalami disabilitas


sementara ataupun permanen
2. Penyandang disabilitas harus disertakan dalam kegiatan pencarian,
penyelamatan, dan evakuasi namun dengan kebutuhan khusus
3. Penyandang disabilitas berisiko mendapatkan cedera, terperangkap, terjebak,
dan lain lain karena kurangnya kemampuan mereka untuk mengantisipasi dan
bereaksi
4. Berfokus pada penyandang disabilitas yang sendirian dan belum memperoleh
bantuan
5. Mengidentifikasi penyandang disabilitas
6. Personil pencarian, penyelamatan dan evakuasi harus memiliki pengetahuan
tentang cara adaptasi teknik pencarian dan penyelamatan untuk menangani
penyandang disabilitas sesuai dengan jenis disabilitas.

8
2.6 Pendekatan pada Disabilitas saat Bencana

a. Keterbatasan fisik yang mereka alami, menyebabkan mereka


membutuhkan pelayanan atau fasilitas khusus yang mendukung mobilitas
mereka pada saat terjadi bencana. (Probosiwi, 2011)
b. Diperlukan desain-desain bangunan berbasis disabilitas di bangunan
sekolah, kantor, rumah sakit, taman, jembatan, dan jalan umum. Misal
dengan jalur khusus pegangan tangan, menghindari jalan berundak,
melengkapi jalan dengan penunjuk arah bagi penderita low vision
ataupun tuna netra. (Probosiwi, 2011)
c. Pelatihan dan bimbingan penanganan penyandang disabilitas pada saat
dan setelah bencana menjadi hal yang mutlak selain pelibatan mereka
dalam perencanaan upaya persiapan dan mitigasi bencana. Pelibatan
penyandang disabilitas ke dalam sistem dan proses penanggulangan
bencana, tentu tidak dapat dicapai apabila tidak ada kerjasama dan niat
baik dari semua pihak: masyarakat, pengusaha, dan pemerintah. Hal ini
dikarenakan pemenuhan kebutuhan dan pengarusutamaan penyandang
disabilitas dalam tata kelola pemerintahan (good governance)
membutuhkan koordinasi dari semua pihak. Pengubahan pola pikir dan
cara pandang terhadap penyandang disabilitas harus diawali dari hal-hal
kecil. Misalnya dalam proses perencanaan pembangunan, pemetaan
kebutuhan, dan pemecahan masalah dalam situasi apapun, termasuk
situasi darurat bencana. (Probosiwi, 2011)
d. Selain itu diperlukan pula upaya pemberdayaan penyandang disabilitas
melalui peningkatan pengetahuan dan pendidikan inklusi bagi
penyandang disabilitas, pemberian akses pada pekerjaan dan
penghidupan yang layak, pemberian akses untuk berpolitik, dan lain-lain
(Probosiwi, 2011)
e. National Council on Disability Repost (2014:10) dikutip dari rahmawati
& sugiantoro (2019) menjelaskan Effective communication must be
provided to all people with disabilities (komunikasi yang efektif yang
harus diberikan kepada semua penyandang disabilitas). Bagi penyandang
disabilitas yang mempunyai keterbatasan dalam indera pendengaran

9
maka komunikasi lebih banyak menggunakan komunikasi non verbal
(gerakan gerakan anggota tubuh). Ketika terjadi komunikasi antar
individu atau grup maka aliran komunikasi terbentuk. Aliran komunikasi
tersebut membentuk pola-pola tertentu yang disebut dengnan pola
komunikasi. Pola jaringan komunikasi yaitu komunikasi membentuk pola
dan aliran yang menghubungkan pengirim dan penerima pesan baik
secara formal maupun informal (Lunenburg, 2011:1). Jaringan
komunikasi adalah pola hubungnan yang terbentuk dari aliran pesan antar
komunikator pada waktu dan tempat tertentu berupa informasi data,
informasi pengetahuan, gambar-gambar, simbol dan berbagai bentuk
simbol lain yang dapat terjadi antar anggota jaringan (Monge, 2003
dikutip dari rahmawati & sugiantoro (2019))

2.7 Pengurangan Risiko Bencana Pada penyandang Disabilitas

Menurut Andriani (2014) dikutip dalam Santoso (2018) kegiatan dalam PRB
Inklusif bagi penyandang disabilitas antara lain:

a. Situasi Sebelum Bencana


Kegiatan yang seharusnya dilaksanakan pada situasi sebelum bencana antara
lain: (1) Koordinasi dan diskusi dengan /organiasi penyandang disabilitas
terkait risiko bencana dan membuat persiapan apabila teradi bencana; (2)
Membuat pemetaan kebutuhan panyandang disabilitas ada saat bencana alam;
dan (3) Melatih penyandang disabilitas dan kerabat terdekat tentang kegiatan
PRB.
b. Situasi Saat Bencana
Kegiatan yang dilakukan pada situasi saat bencana antara lain: (1) Melakukan
evakuasi bagi penyandang disabilitas untuk menjauh dari lokasi bencana; (2)
Mengevakuasi penyandangdisabilitas yang ditinggal oleh keluarganya saat
terjadi bencana; (3) Menampung di pengungsian; (4) Membawa korban ke
rumah sakit; (5) Melakukan pendataan dan penilaian; (6) Memberikan
konseling; dan (7) Memberikan terapi.

10
c. Early Recovery
Early recovery dalam PRB inklusif bagi penyandang disabilitas antara lain:
(1) Melibatkan diri secara aktif dalam posko pemberian layanan dalam
bencana dan (2) Pemberian pelatihan penyelamatan diri bagi penyandang
disabilitas.
d. Rehabilitasi dan Rekonstruksi
Kegiatan dalam rehabilitasi dan rekonstruksi antara lain: (1) Melaksanakan
penilaian kebutuhan untuk rehabilitasi dan rekonsiliasi dalam bidang ekonomi
dan sarana prasarana; (2) Konseling bagi penyandang disabilitas untuk
meminimalisir trauma; (3) Asistensi activity daily living serta sosialisasi
kepada masyarakat; dan (4) Asistensi pemberdayaan ekonomi.

2.8 Aplikasi evakuasi bencana pasien difabel

Kaum difabel sangat rentan saat terjadi bencana karena keterbatasan fisik

dan sosial-ekonomi yang dimiliki. Ketika bencana terjadi difabel terkadang tidak

tanggap terhadap situasi darurat yang sedang terjadi. Oleh karena itu perlu adanya

pertolongan dari pihak yang berkompeten untuk membantu difabel dalam usaha

evakuasi. Akan tetapi ketika difabel harus memberi informasi secara cepat dan

akurat mengenai posisi mereka ke tim evakuasi karena keterbatasan yang dimiliki.

Tidak menutup kemungkinan karena terlambatnya pemberian informasi tersebut

dapat mengakibat korban luka atau sampai meninggal dunia. Dengan itu dapat

membantu mempermudah bagaimana difabel dapat memberikan informasi lokasi

serta akses jalan yang harus di lalui pihak tim evakuasi dalam melakukan evakuasi

maka dibutuhkan suatu teknologi alat bantu sehingga proses evakuasi dapat

dilakukan secara cepat dan dapat mengurangi jumlah korban.

Salah satu teknologi yang bisa digunakan adalah Location Based Service

(LBS) yang mampu menyediakan layanan berbasis lokasi kepada pengguna

11
mobile smartphone yang menerapkan sistem Global Positioning Satelite (GPS).

Melalui teknologi LBS ini, maka perlu dikembangkan sebuah aplikasi yang

mampu menyediakan informasi jalur evakuasi dengan menunjukkan rute

terpendek. Penentuan rute terpendek pada aplikasi menggunakan algoritma

Tujuannya untuk membantu difabel dalam memberikan informasi lokasi

keberadaannya ke tim evakuasi dengan bantuan teknologi GPS serta informasi

akses jalan atau jalur terpendek yang dapat dilalui saat proses evakuasi. GPS dapat

digunakan di mana pun juga dalam 24 jam. Posisi unit GPS akan ditentukan

berdasarkan titik-titik koordinat latitude dan longitude sesuai dengan posisi

keberadaan pengguna (Mahdia & Noviyanto, 2013).

Pada perancangan aplikasi evakuasi bencana untuk difabel untuk evakuasi

bencana ini memanfaatkan teknologi GPS dengan layanan LBS karena dilihat dari

penelitian sebelumnya tentang “Akurasi Pembacaan GPS pada Android untuk

Location Based Service”. Pada penelitian tersebut menyatakan bahwa GPS

Android pada telepon seluler pintar memiliki pergeseran titik pembacaan dari

posisi sebenarnya rata-rata sebesar 10.949 meter, masih di atas standar akurasi

posisi absolut, maka pembuatan aplikasi LBS dapat diterapkan pada telepon

seluler pintar berbasis android yang memiliki kelengkapan GPS. Peta digital juga

dapat ditambahkan dengan menambahkan lapisan (layer) pada Google Maps

(Rachman dkk., 2013).

Sistem yang dibuat terdiri atas aplikasi evakuasi bencana berbasis android,

web server dan database yang saling terhubung. Database yang digunakan yaitu

MySQL yang berisi data user (difabel). Perangkat android akan berkomunikasi

12
dengan database untuk memanggil maupun menyimpan data. Selain itu perangkat

android juga akan terhubung dengan google maps serta terhubung dengan satelit

GPS. GPS berguna sebagai tracking dan memberi tahukan lokasi difabel ke tim

evakuasi.

Global Positioning System (GPS) merupakan sebuah alat atau sistem yang

dapat digunakan untuk menginformasikan penggunanya di mana lokasinya berada

(secara global) di permukaan bumi yang berbasiskan satelit. Data dikirim dari

satelit berupa sinyal radio dengan data digital. Di mana pun pengguna tersebut

berada, maka GPS bisa membantu menunjukkan arah. Awalnya GPS hanya

digunakan hanya untuk kepentingan militer, tapi pada tahun 1980-an dapat

digunakan untuk kepentingan sipil. GPS dapat di gunakan di mana pun dalam 24

jam. Posisi unit GPS akan ditentukan berdasarkan titik-titik koordinat latitude dan

longitude sesuai dengan posisi keberadaan pengguna (Mahdia & Noviyanto,

2013).

13
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pelibatan penyandang disabilitas dalam perencanaan dalam rangka


menanggulangi bencana menjadi penting karena mereka lebih tahu kebutuhan
mereka sendiri. Penyandang disabilitas, walaupun merupakan kelompok rentan,
berhak dan pantas untuk berada di lini depan usaha pengurangan risiko bencana
melalui pendekatan inklusif dan menyeluruh untuk mengurangi kerentanan
bencana

3.2 Saran

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan
dan jauh dari kesempurnaan, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari para pembaca demi perbaikan makalah selanjutnya.

14
DAFTAR PUSTAKA

Folaiman, Bahrain. (2019), Aplikasi Evakuasi Bencana Untuk Difabel.. Journal


Of Disability Studiesvol. 6, No.2, Pp. 339-370

Malteser International. (2012). Relief Organisations launch Disability Inclusive


DRR Network: (www.malteser-
international.org/en/home/press/article/article/7552/16914.html, diakses
September 18, 2020).

Njelesani, J., Cleaver, S., Tataryn, M., & Nixon, S, (2012). Using a Human
Rights-Based Approach to Disability in Disaster Management Initiatives.
Dalam D.S. Cheval (Ed), Natural Disasters (hal. 21-46). Rijeka: InTech.
Probosiwi ratih.(2011). Keterlibatan penyandang disabilitas dalam penganggulan
bencana.yogyakarta , Kementrian Sosial Ri .

Rahmawati, W., & Sugiantoro, H. A. (2019). Pola Jaringan Komunikasi Layanan


Kesehatan bagi Penyandang Disabilitas Korban Erupsi Gunungapi
Merapi. CHANNEL: Jurnal Komunikasi, 7(2), 97-104.

Santoso, A.D.dkk.(2018). DISABILITAS DAN BENCANA (Studi tentang

Agenda Setting Kebijakan Pengurangan Risiko Bencana Inklusif Bagi

Penyandang Disabilitas di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Indonesia,

Jurnal administrasi Publik. 3(12),2033-2039.

United Nations, (2012). Disability, Natural Disasters and Emergency Situations.


dari UN Enable: (www.un.org/disabilities/default.asp?id=1546, diakses
September 18, 2020)
Teja, Muhammad.( 2018). Kesiapsiagaan Masyarakat Terhadap Kelompok Rentan
Dalam Menghadapi Bencana Alam Di Lombok. Pusat Penelitian Badan
Keahlian Dpr RiBidang Kesejahteraan Sosia

15

Anda mungkin juga menyukai