Anda di halaman 1dari 21

KONSEP PENGKAJIAN DAN MANAJEMEN

KEBUTUHAN TIDUR DALAM KEPERAWATAN KRITIS

Disusun oleh :
Nurhidayah Perwaningsih 1710711113
Indah Cahyasari 1710711116
Siti Alifah Nadia Putri 1710711120
Nir Ashmah 1710711122
Sonya Lapitacara Sahroni 1710711129
Tri Andhika Dessy Wahyuni 1710711138
Firna Nahwa Firdausi 1710711139

Dosen Pengampu : Ns. Diah Tika Anggraeni, S.Kep, M.Kep


Mata Kuliah : Keperawatan Kritis

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
2020
A. Konsep Istirahat dan Tidur
a) Istirahat

Kata ‘istirahat’ mempunyai arti yang sangat luas meliputi bersantai, menyegarkan
diri, diam menganggur setelah melakukan aktivitas, serta melepaskan diri dari apapun
yang membosankan, menyulitkan atau menjengkelkan. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa istirahat merupakan keadaan yang tenang, rileks, tanpa tekanan
emosional dan bebas dari kecemasan (Asmadi, 2008).

Terdapat beberapa karakteristik dari istirahat, Narrow (1967), yang dikutip oleh
Potter dan Perry (1993), mengemukakan enam karakteristik yang berhubungan dengan
istirahat,diantaranya :
a. Merasa segala sesuatu dapat diatasi dan di bawahkontrolnya.

b. Merasa diterima eksistensinya baik di tempat tinggal, kantor, atau dimanapun. Juga
termasuk ide-idenya diterima oleh oranglain.
c. Bebas dari gangguan dan ketidaknyamanan.

d. Memiliki kepuasan terhadap aktivitas yang dilakukannya.

e. Mengetahui adanya bantuan sewaktu-waktu bila memerlukan.

b) Tidur

Tidur adalah suatu keadaan relatif tanpa sadar yang penuh ketenangan tanpa
kegiatan yang merupakan urutan siklus yang berulang-ulang dan masing-masing
menyatakan fase kegiatan otak dan badaniah yang berbeda (Tarwoto & Wartonah,
2006). Tujuan seseorang tidur tidak jelas diketahui, namun diyakini tidur diperlukan
untuk menjaga keseimbangan mental emosional, fisiologis dan kesehatan.

c) Jenis- jenis tidur

Pada hakekatnya tidur dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori yaitu tidur
dengan gerakan bola mata cepat (Rapid Eye Movement REM ) dan tidur dengan
gerakan bola mata lambat (Non- Rapid Eye Movement NREM)
1. Tidur NRM

Tidur NRM merupakan tidur dalam kondisi aktif atau tidur paradoksial.
Hal tersebut berarti tidur REM ini sifatnya nyenyak sekali,namun fisiknya yaitu
gerakan bola matanya bersifat sangat aktif . tidur REM ditandai dengan mimpi ,
otot-otot kendor, tekanan darah bertambah , gerakan mata cepat (mata cenderung
bergerak bolak-balik), gerakan otot tidak teratur, kecepatan jantung , dan
pernafasan tidak teratur sering leih cepat , serta suhu dan metabolisme meningkat.

Apabila sesorang mengalami kehilangan tidur REM , maka akan


menunjukkan gejala-gejala sebagai berikut:

 Cenderung hiperaktif

 Kurang dapat mengendalikan diri dan emosi

 Nafsu makan bertambah

 Bingung dan curiga

2. Tidur NREM

Tidur NREM merupakan tidur yang nyaman dan dalam. Pada tidur NREM
gelombang otak lebih lambat dibandingkan pada orang yang sadar atau tidak
tidur. Tanda-tanda tidur NREM antara lain: mimpi berkurang tekanan darah turun
kecepatan pernafasan turun, metabolism turun, dan gerakan bola mata lambat.

Tidur NREM memiliki empat tahapan yang masing-masing tahap ditandai


dengan pola perubahan aktivitas gelombang otak yang terlihat pada
EEG( Electronchepalogram).

d) Tahapan Tidur

Tahapan tidur menurut Potter & Perry (2005), yaitu :

1. Tahapan tidur NREM

a. NREM tahap I

a) Tingkat transisi

b) Merespons cahaya
c) Berlangsung beberapa menit

d) Mudah terbangun dengan rangsangan

e) Aktivitas fisik, tanda vital, dan metabolism menurun

f) Bila terbangun terasa sedang bermimpi

b. NREM tahap II

a) Periode suara tidur

b) Mulai relaksasi otot

c) Berlangsung 10-20 menit

d) Fungsi tubuh berlangsung lambat

e) Dapat dibangunkan dengan mudah

c. NREM tahap III

a) Awal tahap dari keadaan tidur nyenyak

b) Sulit dibangunkan

c) Relaksasi otot menyeluruh

d) Tekanan darah menurun

e) Berlangsung 15-30 menit

d. NREM tahap IV

a) Tidur nyenyak

b) Sulit untuk dibangunkan, butuh stimulus intensif

c) Untuk restorasi dan istirahat, tonus otot menurun

d) Sekresi lambung menurun

e) Gerak bola mata cepat

2. Tahapan tidur REM

a. Lebih sulit dibangunkan dibandingkan dengan tidur NREM

b. Pada orang dewasa normal REM yaitu 20-25% dari tidur malamnya
c. Jika individu terbangun pada tidur REM, maka biasanya terjadi mimpi

d. Tidur REM penting untuk keseimbangan mental, emosi juga berperan dalam
belajar, memori, dan adaptasi

3. Karakteristik tidur REM


a. Mata : cepat tertutup dan terbuka
b. Otot-otot : kejang otot kecil, otot besar imobilisasi
c. Pernapasan : tidak teratur, kadang dengan apnea
d. Nadi : cepat dan regular
e. Tekanan darah : meningkat atau fluktuasi
f. Sekresi gaster : meningkat
g. Metabolisme : meningkat, temperatur tubuh naik
h. Gelombang otak : EEG aktif
i. Siklus tidur : sulit dibangunkan

e) Pola tidur berdasarkan perkembangan usia

Tingkat
Pola Tidur Normal
Perkembangan/ Usia
Tidur 14-18 jam sehari, pernafasan teratur, gerak tubuh
sedikit, 50% tidur NREM, banyak waktu tidurnya dilewatkan
Bayi baru lahir
pada tahap III dan IV tidur NREM. Setiap siklus sekitar 45-
60 menit.
Tidur 12-14 jam sehari, 20-30% tidur REM, tidur lebih lama
Bayi
pada malam hari dan punya pola terbangun sebentar
Tidur sekitar 10-12 jam sehari, 25% tidur REM, banyak tidur
Toddler pada malam hari, terbangun dini hari berkurang, siklus
bangun tidur normal sudah menetap pada umur 2-3 tahun
Tidur sekitar 11 jam sehari, 20% tidur REM, periode
Pra sekolah terbangun kedua hilang pada umur 3 tahun. Pada umur 5
tahun, tidur siang tidak ada kecuali kebiasaan tidur sore hari.
Tidur sekitar 10 jam sehari, 18,5% tidur REM. Sisa waktu
Usia sekolah
tidur relatif konstan.
Remaja Tidur sekitar 8,5 jam sehari, dan 20% tidur tahap III-IV.
Tidur sekitar 7-9 jam sehari, 20-25% tidur REM, 5-10% tidur
Dewasa muda
tahap I, 59% tidur tahap II, dan 10-20% tidur tahap III-IV.
Dewasa pertengahan Tidur sekitar 7 jam sehari, 20% tidur REM, mungkin
mengalami insomnia dan sulit untuk dapat tidur.
Tidur sekitar 6 jam sehari, 20-25% tidur REM, tidur tahap IV
Dewasa tua nyata berkurang kadang-kadang tidak ada. Mungkin
mengalami insomnia dan sering terbangun sewaktu tidur

f) Faktor-faktor yang mempengaruhi tidur

Menurut Tarwoto dan Wartonah (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi tidur

yaitu :
1. Penyakit

Seseorang yang mengalami sakit memerlukan waktu tidur lebih banyak dari
normal. Namun demikian, keadaan sakit menjadikan pasien kurang tidur
atau tidak dapat tidur. Misalnya pada pasien dengan gangguan pernapasan
seperti asma, bronkitis, penyakit kardiovaskuler, dan penyakitpersyarafan.
2. Lingkungan

Pasien yang biasa tidur pada lingkungan yang tenang dan nyaman, kemudian
terjadi perubahan suasana seperti gaduh maka akan menghambat tidurnya
3. Kelelahan

Kelelahan dapat memperpendek periode pertama dari tahap REM.

4. Kecemasan

Pada keadaan cemas seseorang mungkin meningkatkan saraf simpatis sehingga


mengganggu tidurnya.
5. Alkohol

Alkohol menekan REM secara normal, seseorang yang tahan minum alkohol
dapat mengakibatkan insomnia dan lekas marah.
6. Obat-obatan

Beberapa jenis obat yang dapat menimbulkan gangguan tidur antara lain:

a. Diuretik : menyebabkan insomnia

b. Antidepresan : menyupresi REM

c. Kafein : meningkatkan saraf simpatik

d. Narkotika : menyupresi REM

faktor yang dapat mempengaruhi kualitas tidur pada pasien yang dirawat di
ruang ICU, diantaranya faktor lingkungan ICU misalnya:

 cahaya,
 suhu, kebisingan,

kondisi penyakit yang diderita pasien misalnya:

 tingkat nyeri, kecemasan,


 stress
 efek penggunaan obat,
 kebiasaan tidur, dll.
7. Motivasi

Motivasi dapat mempengaruhi tidur dan dapat menimbulkan keinginan untuk tetabangun
dan waspada menahan kantuk.
g) Gangguan tidur

Klarifikasi gangguan tidur menurut Potter & Perry (2005), yaitu:

1. Insomnia

Insomnia adalah suatu keadaan ketidakmampuan mendapatkan tidur yang


adekuat, baik kualitas maupun kuantitas, dengan tidur yang hanya sebentar atau susah
tidur. Insomnia ini terbagi menjadi dua jenis yaitu: pertama initial insomnia yang
merupakan ketidakmampuan untuk jatuh tidur atau mengawali tidur, karena selalu
terbangun pada malam hari dan ketiga terminal insomnia merupakan ketidakmampuan
untuk tidur kembali setelah bangun tidur pada malam hari (Alimul, 2012).

2. Apnea Tidur

Apnea tidur adalah gangguan yang dicirikan dengan kurangnya aliran udara
melalui hidung dan mulut selama periode 10 detik atau lebih pada saat tidur (Potter &
Perry, 2005).

Ada tiga jenis apnea tidur: apnea sentral, obstruktif, dan campuran yang
mempunyai komponen apnea sentral dan obstruktif, dan campuran yang mempunyai
komponen apnea sentral dan obstruktif.

Bentuk yang paling banyak terjadi, apnea tidur obstruktif (obstructive sleep
apnea/OSA), terjadi pada saat otot atau struktur rongga mulut atau tenggorokan rileks
pada saat tidur. Jalan napas atas menjadi tersumbat sebagian atau seluruhnya, dan
aliran udara pada hidung berkurang (hipopnea) atau berhenti (apnea) selama 30 detik
(Guilleminault, 1994). The National Commission on Sleep Disorders Research (1993),
memperkirakan bahwa 18 juta orang di Amerika Serikat memenuhi kriteria diagnostik
untuk OSA.

Klien yang mengalami apnea tidur seringkali tidak memiliki tidur dalam yang
signifikan. Selain itu banyak juga terjadi keluhan mengantuk yang berlebihan di siang
hari, serangan tidur, keletihan, sakit kepala di pagi hari, dan menurunnya gairah
seksual.
3. Narkolepsi

Keadaan yang tidak dapat dikendalikan untuk tidur seperti seseorang dapat tidur
dalam keadaan berdiri, mengemudikan kendaraan, dan lain-lain (Alimul, 2012).

4. Deprivasi Tidur

Deprivasi tidur adalah masalah yang dihadapi banyak klien sebagai akibat
insomnia. Penyebabnya dapat mencakup penyakit (misalnya, demam, sulit bernapas,
atau nyeri), stres emosional, obat-obatan, gangguan lingkungan (misalnya asuhan
keperawatan yang sering dilakukan) dan keanekaragaman waktu tidur yang terkait
dengan waktu kerja.

Deprivasi tidur melibatkan penurunan kuantitas dan kualitas tidur serta ketidak
konsistenan waktu tidur. Apabila tidur mengalami gangguan atau terputus-putus, dapat
terjadi perubahan urutan siklus tidur normal dant terjadi deprivasi tidur kumulatif.

5. Parasomnia

Parasomnia adalah kumpulan dari penyakit yang dapat mengganggu pola tidur
seperti somnambulisme (berjalan-jalan dalam tidur) yang banyak terjadi pada anak-
anak dalam tahap III dan IV dari tidur REM (Alimul, 2012).

h) Asuhan keperawatan pada pasien dengan ganguan pemenuhan kebutuhan


istirahat dan tidur
a) Pengkajian kebutuhan istirahat dan tidur
Aspek yang perlu dikaji ada pasien untuk mengindetifikasi mengenai gangguan
pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur meliputi pengkajian mengenai:
a. Pola tidur, seperti jam berapa klien tidur,jam berapa biasa klien bangun
tidur, dan keteraturan pola tidur klien
b. Kebiasaan yang dilakukan klien menjelang tidur
c. Gangguan tidur yang sering dialami klien dan cara mengatasinya
d. Kebiasaan tidur siang
e. Lingkungan tidur klien. Bagaimana kondisi lingkungan tidur klien?apakah
kondidinya bising,gelap atau suhunya dingin?
f. Peristiwa yang baru alami klien dalam hidup. Perawat mempelajari apakah
peristiwa yang dialami klien, yang menyebabkan klien mengalami
gangguan tidur?
g. Status emosi dan mental. Status mental dan emosional mempengaruhi
terhadap kemampuan klien untuk istirahat dan tidur. Perawat perlu
mengkaji mengenai status emosial dan mental klien, misalnya apakah klien
mengalami stress emosional atau ansietas juga dikaji sumber stress yang
dialami klien
h. Perilaku deprivasi tidur yaitu manifestasi fisik dan perilaku yang timbul
sebagai akibat istirahat dan tidur ,seperti:
 Penampilan wajah , misalnya adalah adakah area gelap disekitar
mata,bengkak di kelopak mata , kongjungtiva kemerahan atau mata yang
terlihat cekung
 Perilaku yang terkait dengan gangguan istirahat dan tidur , misalanya
apakah klien mudah tersinggung , selalu menguap, kurang konsentrasi atau
terlihat bigung.
 Kelelahan, misalnya apakah klien terlihat lelah,letih dan lesu.
b) Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan Pola Tidur
2. Deprivasi Tidur
3. Insomnia
c) Intervensi Keperawatan

Intervensi untuk diagnose 1. Gangguan pola tidur

No. Dx Tgl Kriteria Hasil Intervensi Paraf


1 Setelah dilakukan tindakan  Manajemen lingkungan:
keperawatan selama 3 x 24 kenyamanan (6482, hal. 192)
jam, diharapkan masalah - Ciptakan lingkungan yang
gangguan pola tidur pasien tenang dan mendukung
dapat teratasi, dengan kriteria - Sediakan lingkungan yang
hasil : aman dan bersih
 Tidur - Pertimbangkan sumber-sumber
a.Jam tidur normal ketidaknyamanan, seperti
b. Pola tidur normal balutan yang lembab, posisi
c.Kualitas tidur normal selang, balutan yang tertekan,
d. Tidur rutin maupun lingkungan yang
e.Kesulitan memulai tidur mengganggu
tidak ada - Hindari paparan dan aliran
f. Apnea saat tidur tidak udara yang tidak perlu, terlalu
terjadi panas atau terlalu dingin
 Kelelahan : Efek yang - Sesuaikan pencahayaan untuk
mengganggu memenuhi kebutuhan kegiatan
a.Penurunan energy tidak individu, hindari cahaya
ada langsung pada mata.
b. Gangguan aktivitas  Pengurangan kecemasan (5820,
sehari-hari tidak ada hal. 319)
c.Gangguan aktivitas fisik - Gunakan pendekatan yang
tidak ada tenang dan meyakinkan
 Status Kenyamanan : - Dengarkan klien
Lingkungan - Ciptakan atmosfer rasa aman
 Suhu ruangan normal untuk meningkatkan
 Lingkungan kondusif kepercayaan

 Ketertiban lingkungan - Kaji tanda verbal dan non

nyaman verbal kecemasan

 Kebersihan lingkungan - Atur penggunaan obat-obatan

nyaman untuk mengurangi kecemasan


secara tepat
 Pencahayaan cukup
 Peningkatan tidur (1850, hal.
348)
- Tentukan pola tidur/aktivitas
pasien
- Tentukan efek dari obat [yang
dikonsumsi] pasien terhadap
pola tidur
- Monitor pola tidur pasien dan
catat kondisi fisik (misalnya
apnea tidur, sumbatan jalan
nafas, nyeri/ketidaknyamanan,
dan frekuensi buang air kecil)
dan/atau psikologis (misalnya
ketakutan atau kecemasan)
keadaan yang mengganggu
tidur
- Sesuaikan lingkungan
(misalnya cahaya, kebisingan,
suhu, kasur dan tempat tidur)
untuk meningkatkan tidur
- Bantu untuk menghilangkan
situasi stres sebelum tidur
- Identifikasi obat tidur yang
dikonsumsi pasien

Intervensi untuk diagnosa 2. Deprivasi tidur

No. Dx Tg Kriteria Hasil Intervensi Paraf


l
2 Setelah dilakukan tindakan  Manajemen Lingkungan :
keperawatan selama 3 x 24 Kenyamanan
jam, diharapkan masalah a.Tentukan tujuan pasien dan
deprivasi tidur pasien dapat keluarga dalam mengelola
teratasi, dengan kriteria hasil : lingkungan yang nyaman
1. Tidur b. Hindari gangguan yang
 Pola tidur normal tidak perlu dan berikan untuk
 Kualitas tidur baik waktu istirahat
 Tempat tidur nyaman c.Ciptakan lingkungan yang

 Suhu ruangan nyaman tenang dan mendukung

 Kesulitan memulai tidur d. Sediakan lingkungan yang

tidak ada aman dan bersih

2. Status Kenyamanan : e.Sesuaikan pencahayaan untuk

Lingkungan memenuhi kebutuhan pasien

 Suhu ruangan normal  Terapi Musik


 Lingkungan kondusif a. Identifikasi music yang
 Ketertiban lingkungan disukai klien
nyaman b.Pilih music yang sesuai
 Kebersihan lingkungan dengan apa yang disukai klien
nyaman c. Posisikan klien dengan posisi

 Pencahayaan cukup yang nyaman

3. Tingkat d.Fasilitasi peralatan untuk

Ketidaknyamanan mendengarkan music

 Cemas tidak ada e. Berikan headphone sesuai


indikasi
 Stress tidak ada
f. Pastikan volume music tidak
 Dapat beristirahat dengan
terlalu keras
normal

Intervensi untuk diagnose 3. Insomnia

No. Dx Tg Kriteria Hasil Intervensi Paraf


l
3 Setelah dilakukan tindakan  Manajemen Lingkungan :
keperawatan selama 3 x 24 Kenyamanan
jam, diharapkan masalah a.Tentukan tujuan pasien dan
insomnia pasien dapat teratasi, keluarga dalam mengelola
dengan kriteria hasil : lingkungan yang nyaman
 Tidur b. Hindari gangguan yang
a. Jam tidur normal tidak perlu dan berikan untuk
b. Pola tidur normal waktu istirahat
c. Kualitas tidur normal c.Ciptakan lingkungan yang
d. Tidur rutin tenang dan mendukung
e. Kesulitan memulai tidur d. Sediakan lingkungan yang
tidak ada aman dan bersih
f. Apnea saat tidur tidak e.Sesuaikan pencahayaan untuk
terjadi memenuhi kebutuhan pasien
 Status Kenyamanan :  Terapi Relaksasi
Lingkungan a. Gambarkan rasionalisasi dan
a. Suhu ruangan normal manfaat relaksasi serta jenis
b. Lingkungan kondusif relaksasi yang tersedia
c. Ketertiban lingkungan b. Uji penurunan tingkat energy
nyaman saat ini
d. Kebersihan lingkungan c. Tentukan apakah ada intervensi
nyaman di masa lalu yang memberikan
e. Pencahayaan cukup manfaat
 Tingkat Kelelahan d. Pertimbangkan keinginan pasien
a. Kelelahan tidak ada untuk berpartisipasi
b. Tidak ada sakit e. Berikan deskripsi terkait dengan
kepala intervensi relaksasi yang dipilih
c. Tidak ada nyeri f. Ciptakan lingkungan yang
sendi dan otot tenang dan aman
d. Tidak ada gangguan g. Fasilitasi dan dukung klien saat
konsentrasi melakukan intervensi relaksasi
 Terapi Musik
 Identifikasi music yang disukai
klien
 Pilih music yang sesuai dengan
apa yang disukai klien
 Posisikan klien dengan posisi
yang nyaman
 Fasilitasi peralatan untuk
mendengarkan music
 Berikan headphone sesuai
indikasi
 Pastikan volume music tidak
terlalu keras
i) Foot Massage untuk meningkatkan kualitas tidur pasien di ruang ICU

a. Pengertian foot spa


Pasien yang dirawat di ruang intensive care unit (icu), merupakan pasien-
pasien yang mengalami gangguan fungsi tubuh yang dapat mengancam
kehidupannya, dengan kondisi tidak stabil, sangat rentan terhadap serangan
ataupun stresor, dan juga berbagai macam masalah karena biasanya pasien
mengalami gangguan lebih dari satu sistem di tubuhnya serta kondisi pasien
sendiri yang sulit untuk diprediksi (alspach, 2006). Pasien dan keluarga pasien
dapat mengaplikasikan terapi foot massage dengan bantuan perawat maupun
keluarganya sendiri di ruang ICU untuk meningkatkan kualitas tidur. (Ginting,
D.B. 2020)

Pasien yang dirawat di ruang icu mengalami perubahan pada tidurnya


dimana pasien yang mengalami sakit kritis mengalami jam tidur singkat sehingga
membuat pasien mengalami kesulitan pencapaian rem dan tidur yang dalam,
mengakibatkan pasien mudah terbangun (weinhouse & schwab, 2006). Pada
pasien yang mengalami perawatan di ruang icu banyak pasien yang memiliki
pengalaman gangguan tidur, penyebabnya diantaranya akibat kebisingan,
intervensi yang diberikan serta pengobatan (elliott, mckinley, cistulli & fien,
2013).

Foot massage adalah manipulasi jaringan lunak pada kaki secara umum
dan tidak terpusat pada titik-titik tertentu pada telapak kaki yang berhubungan
dengan bagian lain pada tubuh (coban dan sirin, 2010).

Foot massage adalah manipulasi jaringan ikat melalui pukulan, gosokan


atau meremas untuk memberikan dampak pada peningkatan sirkulasi,
memperbaiki sifat otot dan memberikan efek relaksasi (potter & perry, 2011).

Terapi foot massage dapat menurunkan tekanan darah sistolik dan


diastolik, menurunkan denyut nadi, dan memberikan efek relaksasi bagi otot-otot
yang tegang sehingga tekanan darah dan denyut nadi akan menurun dan mampu
memberikan rangsangan yang mampu memperlancar aliran darah (wahyuni,
2014).
Dari beberapa sumber diatas maka dapat disimpulkan terapi foot massage
di ruang icu adalah terapi manipulasi jaringan ikat yang dilakukan dengan cara
menggosok atau meremas pada titik-titik tertentu dikaki yang tujuannya untuk
memperlancar aliran darah sehingga mampu meningkatkan rasa nyaman dan
kualitas tidur pasien di ruang icu

b. Tujuan Foot Massage

Pemilihan foot massage sebagai intervensi yang digunakan pada pasien


kritis dikarenakan kaki mudah diakses, pasien tidak perlu dilakukan reposisi
sehingga tidak akan mempengaruhi peralatan yang digunakan oleh pasien,
mampu merangsang sirkulasi peredaran darah yang dapat membuat suasana
hati pasien menjadi nyaman, relaks, dan memiliki pengaruh yang positif
sehingga akan mempengaruhi kualitas tidur pasien. Melalui intervensi ini
perawat dapat memberikan rasa nyaman dan kesejahteraan bagi pasien
(oshvandi, abdil, karampourian, monghimbaghi, homayonfar, 2014).

c. Mekanisme Kerja Foot Massage

Pemberian foot massage yang dimulai dari pemijatan kaki dan diakhiri
dengan pemijatan telapak kaki merespon sensor syaraf kaki yang kemudian
pijatan pada kaki ini meningkatkan neurotransmiter serotonin dan dopamin
yang rangsangannya diteruskan ke hipotalamus dan menghasilkan
cortocotropin releasing factor (crf) yang merangsang kelenjar pituary untuk
meningkatkan produksi proopioidmelanocortin (pomc) dan merangsang
medula adrenal meningkatkan sekresi endorfin yang mengaktifkan
parasimpatik sehingga terjadi vasodilatasi pada pembuluh serta
memperlancar aliran darah sehingga membantu otot-otot yang tegang menjadi
relaks sehingga terstimulasi untuk melepaskan serotonin dan membantu
munculnya rangsangan tidur serta meningkatkan kualitas tidur seseorang

d. Indikasi
1) Pasien dengan hipertensi
2) Pasien stroke ringan
3) Pasien dengan reumatik
4) Pasien dengan gangguan tidur

e. Kontraindikasi

Tekanan dan gesekan harus dihindari pada luka dan memar serta pada
kondisi kulit seperti ruam, luka bakar. Gerakan menekan di sekitar keseleo
peregelangan kaki dan cedera tulang lain nya harus dibatasi. Perawat
sebaikknya memakai sarung tangan saat melakukan foot massage. Tindakan
foot massage dilakukan untuk membantu menormalkan jaringan tubuh dan
organ, oleh karena itu hal-hal yang menjadi kontraindikasi harus dihindari
sehingga tidak menyebabkan potensi bahaya ke daerah tubuh yang lain.

f. Langkah-Langkah Foot Massage


Menurut Maulidya, l. Permata (2017) :
1) 30 menit sebelum melakukan foot massage tekanan darah pasien diukur
menggunakan sphygmomanometer
2) Mengecek denyut nadi dengan palpasi arteri brakialis.
3) Selanjutnya pasien dilakukan foot massage selama 20 menit, kemudian
setelah 10 menit tekanan
4) Darah dan denyut nadi pasien diukur kembali.

Menurut Afianti, nurlaily dan Mardhiyah Ai pada taun 2017, langkah-


langkahnya sebagai berikut :

1) Dengan menggunakan bagian tumit telapak tangan peneliti, peneliti


menggosok dan memijat telapak kaki pasien secara perlahan dari arah
dalam ke arah sisi luar kaki pada bagian terluas kaki kanan selama 15
detik.
2) dengan menggunakan tumit telapak tangan peneliti di bagian yang sempit
dari kaki kanan, peneliti menggosok dan memijat secara perlahan bagian
telapak kaki pasien dari arah dalam ke sisi luar kaki selama 15 detik.
3) Pegang semua jari-jari kaki oleh tangan kanan, dan tangan kiri menopang
tumit pasien, kemudian peneliti memutar pergelangan kaki tiga kali searah
jarum jam dan tiga kali ke arah berlawanan arah jarum jam selama 15
detik.
4) Tahan kaki di posisi yang menunjukkan ujung jari kaki mengarah keluar
(menghadap peneliti), gerakan maju dan mundur tiga kali selama 15 detik.
Untuk mengetahui fleksibilitas.
5) Tahan kaki di area yang lebih luas bagian atas dengan menggunakan
seluruh jari (ibu jari di telapak kaki dan empat jari di punggung kaki) dari
kedua belah bagian kemudian kaki digerakkan ke sisi depan dan ke
belakang tiga kali selama 15 detik.
6) Tangan kiri menopang kaki kemudian tangan kanan memutardan memijat
masing-masing jari kaki sebanyak tiga kali di kedua arah, untuk
memeriksa ketegangan (15 detik).
7) Pegang kaki kanan dengan kuat dengan menggunakan tangan kanan
padabagian punggung kaki sampai ke bawah jari-jari kaki dan tangan kiri
yang menopang tumit. Genggam bagian punggung kaki berikan pijatan
lembut selama 15 detik.
8) Posisi tangan berganti, tangan kanan menopang tumit dan tangan kiri yang
menggenggang punggung kaki sampai bawah jari kaki kemudian di pijat
dengan lembut selama 15 detik.
9) Pegang kaki dengan lembut tapi kuat dengan tangan kanan seseorang di
10) Bagian punggung kaki hingga ke bawah jari-jari kaki dan gunakan tangan
11) Kiri umtuk menopang di tumit dan pergelangan kaki dan berikan tekanan
lembut selama 15 detik.
12) Menopang tumit menggunakan tangan kiri dan dengan menggunakan
tangan kanan untuk memutar setiap searah jarum jam kaki dan berlawanan
arah jarum jam serta menerapkan tekanan lembut selama 15 detik.
13) Menopang tumit dengan menggunakan tangan kiri dan memberikan
tekanan dan pijatan dengan tangan kanan pada bagian sela-sela jari bagian
dalam dengan gerakan ke atas dan ke bawah gerakan lembut selama 15
detik.
14) Tangan kanan memegang jari kaki dan tangan kiri memberikan tekanan ke
arah kaki bagian bawah kaki menggunakan tumit tangan dengan
memberikan tekanan lembut selama 15 detik
g. Keberhasilan Foot Massage Di Ruang ICU
1) Setelah dilakukan intervensi inovasi foot massage didapatkan perubahan
yang baik, yaitu jumlah penurunan tekanan darah sistolik sebanyak 10-15
mmhg, tekanan darah diastolik sebanyak 5-10 mmhg dan denyut nadi
sebanyak 8-12 x/menit di di ruang intensive care unit (icu) rsud abdul
wahab sjahranie samarinda tahun 2017 .( Maulidya, Linda P. 2017)
2) Foot massage memiliki pengaruh positif terhadap kualitas tidur pasien di
ruang icu, hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya skor kualitas tidur
pada kelompok intervensi setelah mendapatkan perlakuan foot massage
secara signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hal tersebut
didukung oleh adanya perbedaan yang signifikan skor awal pretest antara
kelompok kontrol dan kelompok intervensi dimana kelompok intervensi
memiliki skor kualitas tidur lebih rendah dari skor kualitas tidur kelompok
kontrol hal inilah yang menunjukkan bahwa foot massage memiliki
pengaruh yang kuat dalam membatu memperbaiki kualitas tidur pasien di
ruang icu rsup dr. Hasan sadikin Bandung. (Afianti, Nurlaily. Mardhiyah
Ai. 2017)
h.
DAFTAR PUSTAKA

Afianti, nurlaily. Mardhiyah ai. Pengaruh foot massage terhadap kualitas tidur pasien di
ruang ICU. Jkp - volume 5 nomor 1 april 2017

Alspach, J.G. (2006). Core curiculum for critical care nursing (6th Edition). Missouri
Sounders Elsevier.

Asmadi. 2008. Tehnik prosedural keperawatan: konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien.
Jakarta: Salemba Medika.
Bulechek, Gloria M., dkk. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC) Ed. 6 Bahasa
Indonesia. Elsevier: Indonesia

Elliott, R.M., McKinley, S.M., & Eagerm D. (2010). A pilot study of sound levels in an
Australian Adult General Intensive Care Unit. Noise Health, 12(46), 26–36.

Ginting, D. B. 2020. Pengaruh Foot Massage Terhadap Kualitas Tidur Pasien DI Ruang ICU
RSUP H. Adam Malik Tahun 2018. Jurnal Ners Indonesia. 6(2), 56-62.

Herdman, T. Heather & Shigemi Kamitsuru. 2017. Diagnosis Keperawatan: Definisi &
Klasifikasi 2015-2017 Ed.10. EGC: Indonesia

Kozier,B.,G.Erb. 2004. Fundamentals of Nursing: Concepts, process, and practice. Seventh


edition. New Jersey: Pearson Prentice Hall.
Mubarak & Chayatin. 2008. Buku ajar kebutuhan dasar manusia, Teori dan aplikasi dalam
praktik. Jakarta : EGC
Potter, Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Edisi 4. Jakarta: EGC
Pujianto, Ahmad. 2018. Guidline Praktik Klinik untuk Meningkatkan Kulaitas Tidur pada
Pasien Kritis di ICU. Jurnal Dunia Kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai