Pengaruh Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Penurunan Nyeri Pada Nn. S Dengan
Fraktur Radius Distal Sinistra di Ruang Prabu Kresna
RSUD K.R.M.T Wongsonegoro Semarang
Disusun Oleh :
Desilva Setia Anggraeni
G3A018083
A. Latar Belakang
Trauma adalah suatu keadaan ketika seseorang mengalami cedera karena salah satu
sebab. Penyebab utama trauma adalah kecelakaan lalu lintas, industri, olahraga dan
rumah tangga. Trauma muskuloskeletal biasanya menyebabkan disfungsi struktur di
sekitarnya dan struktur pada bagian yang dilindungi atau disangganya. Gangguan yang
paling sering terjadi akibat trauma muskuloskeletal adalah kontusio, strain, sprain,
dislokasi dan subluksasi serta fraktur (Muttaqin, 2010). Berdasarkan hasil RIKESDAS
2013 bahwa “ penyebab cedera yang menunjukkan penurunan proporsi terlihat pada
jatuh yaitu dari 58 persen menjadi 40,9 persen dan terkena benda tajam/tumpul dari 20,6
persen menjadi hanya 7,3 persen “.
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang
diabsorbsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan
puntir mendadak, dan bahkan kontraksi otot eksterm (Brunner & Suddarth, 2018).
Fraktur mengakibatkan gerak dan fungsi tubuh seseorang terganggu dapat dilakukan
dengan upaya kesehatan seperti dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36
tahun 2010 tentang kesehatan BAB I ayat 11 yang berbunyi: 2 “upaya kesehatan adalah
setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintregasi
dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan
penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat”.
Semakin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi banyak ditemukan berbagai
macam teori baru, penyakit baru dan bagaimana pengobatannya. Managemen nyeri yakni
relaksasi merupakan salah satu alternatif non obat-obatan dalam strategi penanggulangan
nyeri, disamping metode TENS (Transcutaneons Electric Nerve Stimulation),
biofeedack, plasebo, dan distraksi. Teknik relaksasi membuat pasien dapat mengontrol
diri ketika terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri, stress fisik dan emosi pada nyeri (Potter
& Perry, 2015). Pemberian analgesik dan pemberian narkotik untuk menghilangkan nyeri
tidak terlalu dianjurkan karena dapat mengaburkan diagnosa, sehingga perawat berperan
dalam mengidentifikasi kebutuhan – kebutuhan pasien dan membantu serta menolong
pasien dalam memenuhi kebutuhan tersebut termasuk dalam manajemen nyeri, beberapa
penelitian telah menunjukkan bahwa relaksasi nafas dalam sangat efektif dalam
menurunkan tingkat nyari (Sehono, 2010)
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan pengaplikasian evidence based nursing practice :
Pengaruh Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Penurunan Nyeri pada Pasien Fraktur
Radius Distal Sinistra Di Ruang Prabu Kresna RSUD K.R.M.T Wongsonegoro
Semarang
2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan pengertian, etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala, manifestasi
klinis, pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan tentang fraktur
b. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada pasien fraktur
c. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien fraktur
d. Mahasiswa mampu menyusun rencana keperawatan pada pasien fraktur
e. Mahasiswa mampu menerapkan evidence based nursing practice relaksasi nafas
dalam pada pasien fraktur
f. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi hasil evidence based nursing practice
BAB II
KONSEP DASAR
A. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang
diabsorbsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan
puntir mendadak, dan bahkan kontraksi otot eksterm (Brunner & Suddarth, 2018).
Fraktur adalah retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan fraktur disebabkan
oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang, baik berupa trauma
langsung dan trauma tidak langsung (Sjamsuhidajat & Jong, 2016). Jadi, fraktur atau
patah tulang adalah terputusnya kontinutas tulang yang disebabkan karena trauma
langsung maupun tidak langsung.
C. Etiologi
Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorbsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh, pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan
punter mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem. Meskipun tulang patah, jaringan
sekitarnya juga akan terpengaruh, mengakibatkan udema jaringan lunak, perdarahan ke
otot dan sendi, dislokasi sendi, rupture tendon, kerusakan saraf dan pembuluh darah
( Brunner & Suddarth, 2010).
1. Menurut Oswari E (2010)
a. Kekerasan langsung : Terkena pada bagian langsung trauma, fraktur terjadi di
tempat dimana bagian tersebut mendapat ruda paksa (misalnya benturan, pukulan
yang mengakibatkan patah tulang).
b. Kekerasan tidak langsung : Terkena bukan pada bagian yang terkena trauma
Misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat terjadi
fraktur pada pegelangan tangan.
c. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan
penarikan.
2. Menurut Barbara C Long (2017)
a. Benturan & cedera (jatuh, kecelakaan)
b. Fraktur patologis (oleh karena patogen, kelainan)
c. Karena neoplasma yang berpengaruh pada penyerapan kalsium sehingga rentan
fraktur.
D. Manifestasi Klinik
Manifeastasi fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi deformitas, pemendekan
ekstremitas, krepitus pembengkakan lokal dan perubahan warna.
1. Nyeri
Nyeri terus menerus dan bertambah saat fragmen tulang diimobilisasi.
2. Deformitas (kelainan bentuk)
Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara tidak alamiah. Pergeseran fragnmen pada fraktur lengan atau tungkai
menyebabkan deformitas ekstremitas yang dapat diketahui dengan membandingkan
ekstremitas normal. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat di atas dan di bawah tempat fraktur.
3. Krepitasi (suara berderik)
Saat ekstremitas diraba dengan tangan teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.
4. Bengkak dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan perdarahan
yang mengikuti fraktur.m tanda ini baru bisa terjadi setelah beberapa jam atau hari
setelah cidera.
5. Peningkatan temperatur lokal
6. Pergerakan abnormal
7. Echymosis (perdarahan subkutan yang lebar-lebar)
8. Kehilangan fungsi
E. Patofisiologi
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma. Baik itu
karena trauma langsung misalnya : tulang kaki terbentur bemper mobil, atau tidak
langsung misalnya : seseorang yang jatuh dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa
karena trauma akibat tarikan otot misalnya : patah tulang patela dan olekranon, karena
otot trisep dan bisep mendadak berkontraksi.
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Terbuka bila terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit.
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke
dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami
kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel – sel darah putih
dan sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan alirah darah ketempat tersebut.
Fagositosis dan pembersihan sisa – sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk
fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala – jala untuk melekatkan sel – sel
baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan berbentuk tulang baru imatur yang disebut
callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel – sel tulang baru mengalami remodeling untuk
membentuk tulang sejati.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan
pembengkakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan
mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia
jaringan yang mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi
ini dinamakan sindrom kompartemen. Pengobatan dari fraktur tertutup dapat konservatif
maupun operatif. Terapi konservatif meliputi proteksi dengan mitela atau bidai,
sedangkan terapi operatif terdiri dari reposisi terbuka, fiksasi internal, reposisi tulang,
reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi interna.
Pada pemasangan bidai, gips, atau traksi maka dilakukan imobilisasi pada bagian
yang payah. Imobilisasi dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan otot dan densitas
tulang agak cepat. Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita
komplikasi dari imobilisasi antara lain : adanya rasa tidak enak, iritasi kulit dan luka
akibat penekanan, hilangnya kekuatan otot.
Pada reduksi terbuka fiksasi interna (ORIF) fragmen tulang dipertahankan dengan
pin, sekrup, pelat, paku. Namun pembedahan memungkinkan terjadinya infeksi,
pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang
sebelumnya tidak mengalami cidera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan
selama tindakan operasi. Pembedahan yang dilakukan pada tulang, otot, dan sendi dapat
mengakibatkan nyeri hebat.
F. Penatalaksanaan
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, immobilisasi dan pengembalian
fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi
a. Reduksi fraktur terbuka atau tertutup : tindakan manipulasi fragmen-fragmen tulang
yang patah sedapat mungkin
1) Reduksi tertutup
Yaitu mengembalikan fragmen tulang ke posisinya dengan manipulasi dan
traksi manual.
2) Traksi
Traksi digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya
traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
3) Reduksi terbuka
Reduksi terbuka dilakukan dengan jalan penbedahan atau biasa disebut ORIF
(Open Reduction Internal Fixation). ORIF adalah suatu tindakan pembedahan pada
fragmen tulang yang patah yang bertujuan untuk memasang alat fiksasi interna
yang meliputi pin, kawat, sekrup, plat, paku atau batangan logam. Tindakan ini
bertujuan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya. Secara umum
tujuan ORIF adalah proteksi fiksasi sampai sembuh. Logam yang mudah rusak dan
patah tidak dapat dipakai sebagai pengganti penyambung tulang. Bila alat fiksasi
patah maka penyembuhan tulang akan terganggu. Mobilisai klien dengan
menggunakan fiksasi internal pada umumnya lebih cepat daripada yang memakai
fiksasi eksternal.
b. Imobilisasi fraktur
Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi atau dipertahankan
dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan yang benar.
Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Fiksasi eksterna
meliputi pembalutan, gips dan bidai traksi kontinue.
c. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi
Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin untuk menghindari
atropi atau kontraktur. Bila keadaan mmeungkinkan, harus segera dimulai melakukan
latihan-latihan untuk mempertahankan kekuatan anggota tubuh dan mobilisasi
(Mansjoer, 2009).
d. Tindakan Operatif
1) Reposisi Tertutup
Fiksasi eksterna, setelah posisi baik berdasarkan kontrol mikro intra operasi
maka dipasang alat fiksasi eksterna.
2) Resposisi terbuka dan fiksasi internal (ORIF: Open Reduction Internal Fixation).
Indikasi ORIF:
Fraktur yamg tidak bisa sembuh atau bahaya nekrosis tinggi
Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup, misalnya fraktur dislokasi
Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan.misalnya: frakktur ante
brachii
Fraktur yang memberikan hasil baik dengan operasi
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan rongent: Menentukan lokasi atau luasnya fraktur atau trauma
2. Scan tulang, tomogram, scan CT/MRI: Memperlihatkan fraktur: juga dapat digunakan
untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3. Hitung Darah Lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun
(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel).
Peningkatan jumlah SDP adalah respon stress normal setelah trauma.
4. Arteriogram: dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
5. Kreatinin: Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
6. Profil Koagulasi : Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi multipel,
atau cedera hati.(Dongoes: 2010)
KONSEP FRAKTUR
A. PENGKAJIAN
1. Data Subyektif
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan,
untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien
sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses
keperawatan sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:
a. Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang
dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah,
no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.
Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi
faktor presipitasi nyeri.
Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien,
bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa
sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari.
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari
fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap
klien.Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga
nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang
terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan
bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-
penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang
menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain
itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya
osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses
penyembuhan tulang
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes,
osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang
yang cenderung diturunkan secara genetik
f) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya
dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun
dalam masyarakat
g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya
kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan
untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga
meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat
mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa
mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau
tidak
Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan
sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk
membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi
klien bisa membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan
mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama
kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan
faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain
itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola
eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi,
warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola
eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada
kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga
hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga,
pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan,
kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.
Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk
kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak
dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas
klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan
beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain
Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam
masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap
Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan
akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang
salah (gangguan body image)
Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian
distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu
juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul
rasa nyeri akibat fraktur
Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan
hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan
gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji
status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya
Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme
koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah
dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan
karena nyeri dan keterbatasan gerak klien
2. Data Obyektif
a. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi
hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam.
1) Keadaan umum : baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti:
a) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung
pada keadaan klien.
b) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut.
c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk.
2) Pemeriksaan head- to- toe
a) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan,
tidak ada nyeri kepala.
b) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada.
c) Wajah
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun
bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
d) Mata
Terdapat gangguan seperti konjungtiva anemis (jika terjadi perdarahan)
e) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri
tekan.
f) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
g) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak
pucat.
h) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
i) Paru
Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat
penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya
seperti stridor dan ronchi.
j) Jantung
Inspeksi
Tidak tampak iktus cordis
Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
k) Abdomen
Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kali/menit.
l) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.
m)Kulit
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, edema,
nyeri tekan
n) Ekstremitas
Kekuatan otot, adanya edema atau tidak, suhu akral, dan ROM
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak,
pemasangan traksi, stress/ansietas, luka operasi.
2. Kerusakan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup)
3. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif
(imobilisasi)
4. Resiko tinggi syok hipovolemik
5. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b/d penurunan aliran darah arteri atau vena,
trauma pada pembuluh darah
C. Pathways Keperawatan
Fraktur
Edema Emboli
Laserasi Kulit
Penekanan pembuluh darah Penyumbatan pembuluh
Port de putus vena/ darah
Kerusakan
entry arteri
Integritas
kulit Ketidakefektifan perfusi
Resiko
Pendarahan jaringan perifer
Infeksi
RESUME ASKEP
Nama Mahasiswa : Desilva Setia Anggraeni
NIM : G3A018083
Tempat Praktek : Prabu Kresna RSUD K.R.M.T Wongsonegoro Semarang
Tanggal pengkajian : Rabu, 31 Juli 2019, 08.00
A. IDENTITAS
1. Identitas Pasien
Nama : Nn. S
Tempat & tgl lahir : Semarang, 05 – 08 – 2002
Pendidikan terakhir : SMA
Agama : Islam
Suku : Jawa
Status Perkawinan : Belum Kawin
Pekerjaan :-
Alamat : Semarang
Diagnosa Medik : Fraktur Radius distal sinistra
2. Identitas Penanggungjawab
Nama : Tn. R
Umur : 44 tahun
Jenis Kelamin : Laki – laki
Agama : Islam
Suku : Jawa
Hubungan dg pasien : Ayah
Pendidikan terakhir : S1
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Semarang
B. STATUS KESEHATAN
1. Status Kesehatan saat ini
Keluhan utama
Pasien mengatakan nyeri pada pergelangan tangan sebelah kiri
9. Keamanan
a. Gejala (subyektif)
Pasien mengatakan tidak ada riwayat alergi (obat-obatan, makanan, dan
lingkungan). Pasien tidak memiliki riwayat penyakit hubungan seksual dan riwayat
tranfusi darah, tidak ada kerusakan penglihatan/pendengaran, tidak ada riwayat
cidera dan kejang.
b. Tanda (obyektif)
Suhu : 36,60C
Tidak ada jaringan perut, tidak ada kemerahan
Ada luka lebam dan edema di pergelangan tangan kiri
Kekuatan umum : lemah 5 3
5 5
10. Seksual dan Reproduksi
a. Gejala (Subyektif)
Tidak ada gangguan yang berhubungan dengan reproduksi
b. Tanda (Obyektif)
Tidak ada kelainan atau masalah pada organ reproduksi
11. Persepsi Diri, Konsep diri dan Mekanisme Koping
a. Gejala (Subyektif)
1) Faktor stress : pasien tetap berusaha dan selalu melakukan hal yang positif jika
stress muncul
2) Dalam mengambil keputusan, pasien dibantu oleh ayahnya
3) Jika menghadapi masalah, pasien akan berbicara kepada ayahnya untuk mencari
solusi
4) Tidak ada perasaan ketidakberdayaan/keputusasaan
5) Konsep diri
Citra diri
Pasien merasa semenjak sakit aktivitasnya terbatasi karena nyeri akan
semakin terasa jika tangan digerakkan
Ideal diri
Pasien mengatakan ingin segera sembuh dan bisa beraktivitas seperti
sebelumnya
Harga diri
Pasien mengatakan semenjak sakit, pasien tetap bersosialisasi dengan baik
dengan lingkungannnya, pasien tidak merasa malu dengan penyakitnya
Peran
Pasien mengatakan semenjak MRS, pasien tidak dapat bersekolah, sehingga
harus ijin
Identitas diri
Tidak ada masalah dengan identitas pasien. Pasien menggunakan baju dan
berpenampilan sesuai dengan identitasnya sebagai perempuan
12. Interaksi Sosial
a. Gejala (subyektif)
Pasien mengatakan orang terdekatnya adalah ayahnya, bila mempunyai masalah
pasien akan berbicara kepada ayahnya untuk mencari solusi bersama. Pasien tidak
ada kesulitan dalam hubungan dengan keluarganya ataupun orang lain.
b. Tanda (obyektif)
Kemampuan bicara jelas
Pola bicara baik
Tidak menggunakan alat bantu bicara
Tidak ada perilaku menarik diri
Komunikasi verbal dengan keluarga/orang lain
13. Pola Nilai Kepercayaan dan Spiritual
a. Gejala (Subyektif)
Tidak ada perasaan menyalahkan tuhan
Menjalankan kegiatan agama atau kepercayaan dengan sholat 5 waktu
Saat dirawat pasien mengatakan kesulitan menjalankan kewajibannya
b. Tanda (Obyektif)
1) Perubahan perilaku :
Menarik diri : tidak ada
Marah : tidak ada
Mudah tersinggung : tidak ada
Mudah mengangis : tidak ada
2) Menolak pengobatan : tidak ada
3) Berhenti menjalankan aktivitas agama : ya
Karena pasien merasakan nyeri dan masih terbatas dalam bergerak
4) Tidak menunjukkan sikap permusuhan terhadap tenaga kesehatan
D. PEMERIKSAAN FISIK
1. Kesadaran Umum : lemah
2. Kesadaran : GCS : E4 M6 V5 : Composmentis
3. TTV
Tekanan Darah : 124/71 mmHg
Nadi : 92 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,70C
SPO2 : 98%
Antropometri : TB : 152 cm BB : 51 kg
4. Kulit : turgor kulit elastis, warna kulit sawo matang
5. Kepala : bentuk mesochepal, rambut bersih, warna hitam
6. Mata : Simetris, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, koordinasi
gerak mata simetris
7. Hidung : simetris, bersih, tidak ada polip
8. Telinga : Simetris, bersih, tidak ada serumen, pendengaran baik
9. Mulut : bibir tidak sianosis, mukosa mulut lembab, tidak ada pembesaran
tonsil, tidak ada stomatitis
10. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada distensi vena
jugularis
11. Dada :
Thorax
Inspeksi : simetris kiri dan kanan, ekspansi dan retraksi dada sama, tidak ada lesi
Palpasi : tactil fremitus teraba, tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan
Perkusi : suara sonor
Auskultasi : suara vesikuler
Jantung
Inspeksi : simetris, ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba pada intercosta IV-V mid clavicular sinistra
Perkusi : suara pekak
Auskultasi : suara reguler, BJ I lup, BJ II dup
12. Abdomen
Inspeksi : simetris, tidak ada bekas luka operasi
Auskultasi : bising usus 20 x/menit
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada distensi abdominal
Perkusi : tidak kembung
13. Ekstremitas
Atas : terpasang infus di tangan kanan, terpasng spalk di tangan kiri, telapak tangan
kiri teraba dingin, turgor kulit kering, edema
Bawah : tidak ada edema, tidak ada varises
E. DATA PENUNJANG
1. Pemeriksaan radiologi
Fraktur radius distal sinistra
2. Pemeriksaan laboratorium Kimia Klinik tanggal 31 – 07 – 2019
Nama Test Hasil Satuan Nilai Rujukan
KIMIA KLINIK
Ureum 27 mg/dl 10 - 50
Creatinin 0.6 mg/dl 0.45 - 0.75
Kalium 3.8 mEq/L 3.5 - 5.0
Natrium 141 mEq/L 135 - 147
Chlorida 106 mEq/L 95 - 105
Calsium 8.9 mg/dl 8.4 - 10.2
5. Obat – obatan
Infus RL 20 tpm
Dexketoprofen 25mg/8j
Bactesyn 0,75mg/8j
E. ANALISA DATA
Data Subyektif & Obyektif Masalah Etiologi
DS : Pasien mengatakan nyeri pada Nyeri Akut Agen Cidera Fisik
pergelangan tangan kiri
P : nyeri meningkat saat bergerak
Q : nyeri seperti di tusuk – tusuk
R : nyeri di pergelangan tangan sebelah kiri
S : nyeri skala 5
T : nyeri dirasakan terus menerus
DO :
Pasien tampak kesakitan saat tangan
digerakkan
Pasien menjaga area yang sakit
Pasien tampak gelisah dan sulit tidur
TTV :
TD : 120/75 mmHg
Nadi : 82 x/menit
Suhu : 36,80C
RR : 20 x/menit
F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri Akut b.d Agen Cedera Fisik
H. PATHWAY KEPERAWATAN
Trauma tidak langsung
Tulang tidak mampu menahan tekanan/energi yang terlalu besar
Fraktur
Edema
H. FOKUS INTERVENSI
Rencana Perawatan
Diagnosa
No Nursing Out Come Nursing Intervention Rasional
Keperawatan
(NOC) Clasification (NIC)
1. Nyeri Akut Setelah dilakukan Pain Management
b.d Agen tindakan keperawatan Lakukan pengkajian Untuk mengetahui
Cedera Fisik selama 3x24 jam nyeri secara intensitas nyeri
diharapkan NOC: komprehensif termasuk
Pain Level, lokasi, karakteristik,
Pain control, durasi, frekuensi,
Comfort level kualitas dan faktor
Kriteria Hasil : presipitasi
Mampu mengontrol Observasi reaksi Mengetahui tanda-tanda
nyeri (tahu penyebab nonverbal dari fisik pasien yang
nyeri, mampu ketidaknyamanan mengalami nyeri
menggunakan tehnik Ajarkan tentang teknik Untuk menurunkan
nonfarmakologi non farmakologi : intensitas nyeri
untuk mengurangi relaksasi nafas dalam
nyeri, mencari Jelaskan penyebab, Untuk memberikan
bantuan) periode, dan pemicu informasi dan
Melaporkan bahwa nyeri pengetahuan yang tepat
nyeri berkurang pada pasien tentang
dengan nyeri
menggunakan Evaluasi keefektifan Untuk mengetahui
manajemen nyeri kontrol nyeri apakah tindakan yang
Mampu mengenali dilakukan sudah tepat
nyeri (skala, Tingkatkan istirahat Istirahat mampu
intensitas, frekuensi mengurangi rasa nyeri
dan tanda nyeri) Kolaborasi dalam Untuk
Menyatakan rasa pemberian analgetik menghilangkan/mengura
nyaman setelah nyeri ngi nyeri
berkurang
Tanda vital dalam
rentang normal
I. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
No . Tgl/Jam Ttd &
Implementasi Respon Ps
Dx Tgl Jam Nama
1 31-07- 08.00 1. Mengidentifikasi DS : pasien mengatakan nyeri pada
2019 WIB lokasi, karakteristik, pergelangan tangan kiri
durasi, frekuensi, P : nyeri meningkat saat bergerak
kualitas dan faktor Q : nyeri seperti di tusuk – tusuk
presipitasi
R : nyeri di pergelangan tangan
sebelah kiri
S : nyeri skala 5
T : nyeri dirasakan terus menerus
DO :
Klien tampak kesakitan saat
tangan digerakkan
Pasien tampak gelisah
Pasien menjaga area yang sakit
Terdapat fraktur radialis sinistra
J. EVALUASI KEPERAWATAN
No Waktu Evaluasi TTD
(Tgl/Jam)
1 Rabu, 31 S : pasien mengatakan nyeri sudah berkurang
Juli 2019 P : nyeri meningkat saat bergerak
14.00 Q : nyeri seperti di tusuk – tusuk
R : nyeri di pergelangan tangan sebelah kiri
S : nyeri skala 4
T : nyeri dirasakan terus menerus
O:
Pasien tampak rileks
Tidak gelisah
Pasien tampak mengontrol nyeri dengan nafas dalam
Tangan kiri terpasang bidai
TD : 128/82 mmHg
Nadi : 78 x/menit
RR : 20 x/menit
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
2. Tingkatkan istirahat
3. Kolborasi dalam pemberian analgetik
4. Motivasi klien untuk melakukan erapi non farmakologi relaksasi
nafas dalam saat nyeri
1 Kamis, 1 pasien mengatakan nyeri sudah berkurang
Juli 2019 P : nyeri meningkat saat bergerak
21.00 Q : nyeri seperti di tusuk – tusuk
R : nyeri di pergelangan tangan sebelah kiri
S : nyeri skala 4
T : nyeri dirasakan terus menerus
O:
Pasien tampak rileks
Tidak gelisah
Pasien tampak mengontrol nyeri dengan nafas dalam
Tangan kiri terpasang bidai
TD : 128/82 mmHg
Nadi : 78 x/menit
RR : 20 x/menit
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
2. Tingkatkan istirahat
3. Kolborasi dalam pemberian analgetik
4. Motivasi klien untuk melakukan erapi non farmakologi relaksasi
nafas dalam saat nyeri
1 Jumat, 2 S : pasien mengatakan nyeri sudah berkurang
Agustus P : nyeri meningkat saat bergerak
2019 Q : nyeri seperti di tusuk – tusuk
21.00
R : nyeri di pergelangan tangan sebelah kiri
S : nyeri skala 4
T : nyeri dirasakan terus menerus
O:
Pasien tampak rileks
Tidak gelisah
Pasien tampak mengontrol nyeri dengan nafas dalam
Tangan kiri terpasang bidai
TD : 128/82 mmHg
Nadi : 78 x/menit
RR : 20 x/menit
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitas
2. Tingkatkan istirahat
3. Kolaborasi dalam pemberian analgetik
BAB IV
APLIKASI JURNAL EVIDENCE BASED NURSING RISET
A. IDENTITAS KLIEN
Nama : Nn. K
Tempat & tgl lahir : Semarang, 05 – 08 – 2002
Pendidikan terakhir : SMA
Agama : Islam
Suku : Jawa
Status Perkawinan : Belum Kawin
Pekerjaan :-
Alamat : Semarang
Diagnosa Medik : Fraktur Radius distal sinistra
Nyeri berkurang
A. KESIMPULAN
Berdasarkan penerapan yang telah dilakukan didapatkan skala nyeri sesudah dan
sebelum dilakukan tindakan latihan relaksasi nafas dalam mengalami penurunan. Hal ini
sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, sehingga dapat diterapkan
oleh perawat maupun pasien secara mandiri
B. SARAN
1. Diharapkan perawat dalam mengatasi nyeri tidak hanya tergantung pada terapi
farmakologi tetapi juga dengan managemen nyeri non farmakologis
2. Diharapkan pasien mampu mengaplikasikan relaksasi nafas dalam yang telah
diajarkan ketika nyeri timbul
DAFTAR PUSTAKA
Aini, Lella. 2018. Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Penurunan Nyeri Pada
Pasien Fraktur. STIK Siti Khadijah Palembang
Brunner & Suddart. (2010). Keperawatan Medikal Bedah : Edisi: 8. Jakarta : EGC
Guyton, Arthur C. 2015. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Edisi 3. Jakarta : EGC
Noor, zairin. (2016). Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Edisi : 2. Salemba Medika :
Jakarta.
Sehono, Endrayani. 2010. Pengaruh Teknik Relaksasi Guided Imagery terhadap Operasi
Fraktur di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Fakultas Ilmu Kesehatan
Muhammadiyah Surakarta
Smeltzer, S dan Brenda Bare. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume I Edisi
8. Jakarta : EGC