Disusun oleh :
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Trauma adalah suatu keadaan ketika seseorang mengalami cedera karena salah satu
sebab. Penyebab utama trauma adalah kecelakaan lalu lintas, industri, olahraga dan
rumah tangga. Trauma muskuloskeletal biasanya menyebabkan disfungsi struktur di
sekitarnya dan struktur pada bagian yang dilindungi atau disangganya. Gangguan yang
paling sering terjadi akibat trauma muskuloskeletal adalah kontusio, strain, sprain,
dislokasi dan subluksasi serta fraktur (Muttaqin, 2008). Berdasarkan hasil RIKESDAS
2013 bahwa “ penyebab cedera yang menunjukkan penurunan proporsi terlihat pada
jatuh yaitu dari 58 persen menjadi 40,9 persen dan terkena benda tajam/tumpul dari 20,6
persen menjadi hanya 7,3 persen “.
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang
diabsorbsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan
puntir mendadak, dan bahkan kontraksi otot eksterm (Brunner & Suddarth, 2008).
Fraktur mengakibatkan gerak dan fungsi tubuh seseorang terganggu dapat dilakukan
dengan upaya kesehatan seperti dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36
tahun 2009 tentang kesehatan BAB I ayat 11 yang berbunyi: 2 “upaya kesehatan adalah
setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintregasi
dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan
penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat”.
2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan pengertian, etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala, manifestasi
klinis, pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan tentang fraktur
b. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada pasien fraktur
c. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien fraktur
d. Mahasiswa mampu menyusun rencana keperawatan pada pasien fraktur
e. Mahasiswa mampu menerapkan evidence based nursing practice relaksasi nafas
dalam pada pasien fraktur
f. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi hasil evidence based nursing practice
C. Sistematika Penulisan
BAB I Pendahuluan berisi latar belakang, tujuan penulisan, dan sistematika penulisan
BAB II Konsep dasar berisi etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala, manifestasi klinis,
pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan tentang fraktur
BAB III Laporan kasus berisi pengkajian, analisa data, diagnosa keperawatan, pathway
keperawatan, dan intervensi pasien fraktur
BAB IV Aplikasi evidence based nursing practice
BAB V Pembahasan terkait aplikasi evidence based nursing practice
yang diterapkan
BAB VI Penutup berisi kesimpulan dan saran
BAB II
KONSEP DASAR
A. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang
diabsorbsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan
puntir mendadak, dan bahkan kontraksi otot eksterm (Brunner & Suddarth, 2008).
Fraktur adalah retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan fraktur disebabkan
oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang, baik berupa trauma
langsung dan trauma tidak langsung (Sjamsuhidajat & Jong, 2006). Jadi, fraktur atau
patah tulang adalah terputusnya kontinutas tulang yang disebabkan karena trauma
langsung maupun tidak langsung.
a. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak
sekitarnya.
b. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.
c. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam
dan pembengkakan.
d. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman
sindroma kompartement.
4. Fraktur Komplit adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya
mengalami pergeseran (bergeser dari posisi normal).
5. Fraktur tidak komplit adalah patah yang hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah
tulang.
C. Etiologi
Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorbsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh, pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan
punter mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem. Meskipun tulang patah, jaringan
sekitarnya juga akan terpengaruh, mengakibatkan udema jaringan lunak, perdarahan ke
otot dan sendi, dislokasi sendi, rupture tendon, kerusakan saraf dan pembuluh darah
( Brunner & Suddarth, 2008).
1. Menurut Oswari E (2008)
a. Kekerasan langsung : Terkena pada bagian langsung trauma, fraktur terjadi di
tempat dimana bagian tersebut mendapat ruda paksa (misalnya benturan, pukulan
yang mengakibatkan patah tulang).
b. Kekerasan tidak langsung : Terkena bukan pada bagian yang terkena trauma
Misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat terjadi
fraktur pada pegelangan tangan.
c. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan
penarikan.
D. Manifestasi Klinik
Manifeastasi fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi deformitas, pemendekan
ekstremitas, krepitus pembengkakan lokal dan perubahan warna.
1. Nyeri
Nyeri terus menerus dan bertambah saat fragmen tulang diimobilisasi.
2. Deformitas (kelainan bentuk)
Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara tidak alamiah. Pergeseran fragnmen pada fraktur lengan atau tungkai
menyebabkan deformitas ekstremitas yang dapat diketahui dengan membandingkan
ekstremitas normal. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat di atas dan di bawah tempat fraktur.
3. Krepitasi (suara berderik)
Saat ekstremitas diraba dengan tangan teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.
4. Bengkak dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan perdarahan
yang mengikuti fraktur.m tanda ini baru bisa terjadi setelah beberapa jam atau hari
setelah cidera.
5. Peningkatan temperatur lokal
6. Pergerakan abnormal
7. Echymosis (perdarahan subkutan yang lebar-lebar)
8. Kehilangan fungsi
E. Patofisiologi
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma. Baik itu
karena trauma langsung misalnya : tulang kaki terbentur bemper mobil, atau tidak
langsung misalnya : seseorang yang jatuh dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa
karena trauma akibat tarikan otot misalnya : patah tulang patela dan olekranon, karena
otot trisep dan bisep mendadak berkontraksi.
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Terbuka bila terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit.
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke
dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami
kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel – sel darah putih
dan sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan alirah darah ketempat tersebut.
Fagositosis dan pembersihan sisa – sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk
fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala – jala untuk melekatkan sel – sel
baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan berbentuk tulang baru imatur yang disebut
callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel – sel tulang baru mengalami remodeling untuk
membentuk tulang sejati.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan
pembengkakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan
mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia
jaringan yang mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi
ini dinamakan sindrom kompartemen. Pengobatan dari fraktur tertutup dapat konservatif
maupun operatif. Terapi konservatif meliputi proteksi dengan mitela atau bidai,
sedangkan terapi operatif terdiri dari reposisi terbuka, fiksasi internal, reposisi tulang,
reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi interna.
Pada pemasangan bidai, gips, atau traksi maka dilakukan imobilisasi pada bagian
yang payah. Imobilisasi dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan otot dan densitas
tulang agak cepat. Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita
komplikasi dari imobilisasi antara lain : adanya rasa tidak enak, iritasi kulit dan luka
akibat penekanan, hilangnya kekuatan otot.
Pada reduksi terbuka fiksasi interna (ORIF) fragmen tulang dipertahankan dengan
pin, sekrup, pelat, paku. Namun pembedahan memungkinkan terjadinya infeksi,
pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang
sebelumnya tidak mengalami cidera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan
selama tindakan operasi. Pembedahan yang dilakukan pada tulang, otot, dan sendi dapat
mengakibatkan nyeri hebat.
F. Penatalaksanaan
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, immobilisasi dan pengembalian
fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi
a. Reduksi fraktur terbuka atau tertutup : tindakan manipulasi fragmen-fragmen tulang
yang patah sedapat mungkin
1) Reduksi tertutup
Yaitu mengembalikan fragmen tulang ke posisinya dengan manipulasi dan
traksi manual.
2) Traksi
Traksi digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya
traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
3) Reduksi terbuka
Reduksi terbuka dilakukan dengan jalan penbedahan atau biasa disebut ORIF
(Open Reduction Internal Fixation). ORIF adalah suatu tindakan pembedahan pada
fragmen tulang yang patah yang bertujuan untuk memasang alat fiksasi interna
yang meliputi pin, kawat, sekrup, plat, paku atau batangan logam. Tindakan ini
bertujuan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya. Secara umum
tujuan ORIF adalah proteksi fiksasi sampai sembuh. Logam yang mudah rusak dan
patah tidak dapat dipakai sebagai pengganti penyambung tulang. Bila alat fiksasi
patah maka penyembuhan tulang akan terganggu. Mobilisai klien dengan
menggunakan fiksasi internal pada umumnya lebih cepat daripada yang memakai
fiksasi eksternal.
b. Imobilisasi fraktur
Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi atau dipertahankan
dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan yang benar.
Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Fiksasi eksterna
meliputi pembalutan, gips dan bidai traksi kontinue.
c. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi
Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin untuk menghindari
atropi atau kontraktur. Bila keadaan mmeungkinkan, harus segera dimulai melakukan
latihan-latihan untuk mempertahankan kekuatan anggota tubuh dan mobilisasi
(Mansjoer, 2009).
d. Tindakan Operatif
1) Reposisi Tertutup
Fiksasi eksterna, setelah posisi baik berdasarkan kontrol mikro intra operasi
maka dipasang alat fiksasi eksterna.
2) Resposisi terbuka dan fiksasi internal (ORIF: Open Reduction Internal Fixation).
Indikasi ORIF:
Fraktur yamg tidak bisa sembuh atau bahaya nekrosis tinggi
Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup, misalnya fraktur dislokasi
Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan.misalnya: frakktur ante
brachii
Fraktur yang memberikan hasil baik dengan operasi
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan rongent: Menentukan lokasi atau luasnya fraktur atau trauma
2. Scan tulang, tomogram, scan CT/MRI: Memperlihatkan fraktur: juga dapat digunakan
untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3. Hitung Darah Lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun
(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel).
Peningkatan jumlah SDP adalah respon stress normal setelah trauma.
4. Arteriogram: dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
5. Kreatinin: Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
6. Profil Koagulasi : Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi multipel,
atau cedera hati.(Dongoes: 2010)
KONSEP FRAKTUR
A. PENGKAJIAN
1. Data Subyektif
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan,
untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien
sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses
keperawatan sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:
a. Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang
dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah,
no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.
Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi
faktor presipitasi nyeri.
Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien,
bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa
sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari.
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari
fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap
klien.Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga
nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang
terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan
bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-
penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang
menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain
itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya
osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses
penyembuhan tulang
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes,
osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang
yang cenderung diturunkan secara genetik
f) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya
dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun
dalam masyarakat
g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya
kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan
untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga
meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat
mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa
mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau
tidak
Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan
sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk
membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi
klien bisa membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan
mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama
kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan
faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain
itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola
eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi,
warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola
eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada
kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga
hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga,
pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan,
kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.
Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk
kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak
dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas
klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan
beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain
Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam
masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap
Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan
akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang
salah (gangguan body image)
j) Jantung
Inspeksi
Tidak tampak iktus cordis
Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
k) Abdomen
Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
Auskultasi
Peristaltik usus normal 20 kali/menit.
l) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.
m)Kulit
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, edema,
nyeri tekan
n) Ekstremitas
Kekuatan otot, adanya edema atau tidak, suhu akral, dan ROM
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak,
pemasangan traksi, stress/ansietas, luka operasi.
2. Kerusakan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup)
3. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif
(imobilisasi)
4. Resiko tinggi syok hipovolemik
5. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b/d penurunan aliran darah arteri atau vena,
trauma pada pembuluh darah
C. Pathways Keperawatan
Fraktur
Edema Emboli
Laserasi Kulit
Penekanan pembuluh darah Penyumbatan pembuluh
Port de putus vena/ darah
Kerusakan
entry arteri Integritas kulit
Ketidakefektifan perfusi
Resiko
Infeksi Pendarahan jaringan perifer
Resiko syok
hipovolemik
D. Fokus Intervensi
RENCANA KEPERAWATAN
NO Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
Keperawatan
1 Nyeri akut b/d spasme NOC NIC
otot, gerakan fragmen Pain Level, Pain Management
Pain control,
tulang, edema, cedera Lakukan pengkajian nyeri secara
Comfort level
jaringan lunak, komprehensif termasuk lokasi,
Kriteria Hasil :
pemasangan traksi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
Mampu mengontrol nyeri
stress/ansietas, luka dan faktor presipitasi
(tahu penyebab nyeri,
operasi. Observasi reaksi nonverbal dari
mampu menggunakan
ketidaknyamanan
tehnik nonfarmakologi Gunakan teknik komunikasi terapeutik
untuk mengurangi nyeri, untuk mengetahui pengalaman nyeri
mencari bantuan) pasien
Melaporkan bahwa nyeri Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
berkurang dengan Evaluasi bersama pasien dan tim
mencegah terjadinya
sedera berulang
Mampu melindungi kulit
dan mempertahankan
kelembaban kulit dan
perawatan alami
3 Gangguan mobilitas NOC : Latihan Kekuatan
fisik b/d kerusakan Joint Movement : Active Ajarkan dan berikan dorongan pada
Mobility Level
neuromuskuler, nyeri, klien untuk melakukan program latihan
Self care : ADLs
terapi restriktif Transfer performance secara rutin
(imobilisasi) Kriteria Hasil : Latihan untuk ambulasi
Klien meningkat dalam Ajarkan teknik Ambulasi & perpindahan
aktivitas fisik yang aman kepada klien dan keluarga.
Mengerti tujuan dari Sediakan alat bantu untuk klien seperti
peningkatan mobilitas kruk, kursi roda, dan walker
Memverbalisasikan Beri penguatan positif untuk berlatih
perasaan dalam mandiri dalam batasan yang aman.
meningkatkan kekuatan Latihan mobilisasi dengan kursi roda
dan kemampuan Ajarkan pada klien & keluarga tentang
berpindah cara pemakaian kursi roda & cara
Memperagakan
berpindah dari kursi roda ke tempat tidur
penggunaan alat Bantu
atau sebaliknya.
untuk mobilisasi (walker) Dorong klien melakukan latihan untuk
memperkuat anggota tubuh
Ajarkan pada klien/ keluarga tentang
cara penggunaan kursi roda
Latihan Keseimbangan
Ajarkan pada klien & keluarga untuk
dapat mengatur posisi secara mandiri
dan menjaga keseimbangan selama
latihan ataupun dalam aktivitas sehari
hari.
Perbaikan Posisi Tubuh yang Benar
Ajarkan pada klien/ keluarga untuk mem
perhatikan postur tubuh yg benar untuk
menghindari kelelahan, keram & cedera.
Kolaborasi ke ahli terapi fisik untuk
program latihan.
Mendemonstrasikan,
kemampuan kognitif yang
ditandai dengan
Berkomunikasi dengan
jelas dan sesuai dengan
kemampuan
Menunjukkan perhatian,
konsentrasi dan orientasi
Memproses informasi
Membuat keputusan
dengan benar
Menunjukkan fungsi
sensori motori cranial
yang utuh : tingkat
kesadaran membaik tidak
ada gerakan gerakan
involunter
RESUME ASKEP
NIM : G3A018086
Tanggal :
A. IDENTITAS
1. Identitas Pasien
Nama : Nn. K
Tempat & tgl lahir : Semarang, 05 – 08 – 2002
Pendidikan terakhir : SMA
Agama : Islam
Suku : Jawa
Status Perkawinan : Belum Kawin
Pekerjaan :-
Alamat : Jl. Puridinar elok no. 1 Rt 03/01
Diagnosa Medik : Fraktur Radius distal sinistra
2. Identitas Penanggungjawab
Nama : Tn. R
Umur : 44 tahun
Jenis Kelamin : Laki – laki
Agama : Islam
Suku : Jawa
Hubungan dg pasien : Ayah
Pendidikan terakhir : S1
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Jl. Puridinar elok no. 1 Rt 03/01
B. STATUS KESEHATAN
1. Status Kesehatan saat ini
Keluhan utama
Pasien mengatakan nyeri pada pergelangan tangan sebelah kiri
Riwayat Kesehatan sekarang
b. Tanda (Obyektif)
1) Perubahan perilaku :
Menarik diri : tidak ada
Marah : tidak ada
Mudah tersinggung : tidak ada
Mudah mengangis : tidak ada
2) Menolak pengobatan : tidak ada
3) Berhenti menjalankan aktivitas agama : ya
Karena pasien merasakan nyeri dan masih terbatas dalam bergerak
4) Tidak menunjukkan sikap permusuhan terhadap tenaga kesehatan
D. PEMERIKSAAN FISIK
1. Kesadaran Umum : lemah
2. Kesadaran : GCS : E4 M6 V5 : Composmentis
3. TTV
Tekanan Darah : 124/71 mmHg
Nadi : 92 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,70C
SPO2 : 98%
Antropometri : TB : 152 cm BB : 51 kg
4. Kulit : turgor kulit elastis, warna kulit sawo matang
5. Kepala : bentuk mesochepal, rambut bersih, warna hitam
6. Mata : Simetris, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, koordinasi
gerak mata simetris
7. Hidung : simetris, bersih, tidak ada polip
8. Telinga: Simetris, bersih, tidak ada serumen, pendengaran baik
9. Mulut : bibir tidak sianosis, mukosa mulut lembab, tidak ada pembesaran
tonsil, tidak ada stomatitis
10. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada distensi vena
jugularis
11. Dada :
Thorax
Inspeksi : simetris kiri dan kanan, ekspansi dan retraksi dada sama, tidak ada lesi
Palpasi : tactil fremitus teraba, tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan
Perkusi : suara sonor
Auskultasi : suara vesikuler
Jantung
Inspeksi : simetris, ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba pada intercosta IV-V mid clavicular sinistra
Perkusi : suara pekak
Auskultasi : suara reguler, BJ I lup, BJ II dup
12. Abdomen
Inspeksi : simetris, tidak ada bekas luka operasi
Auskultasi : bising usus 20 x/menit
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada distensi abdominal
Perkusi : tidak kembung
13. Ekstremitas
Atas : terpasang infus di tangan kanan, terpasng spalk di tangan kiri, telapak tangan
kiri teraba dingin, turgor kulit kering, edema
Bawah : tidak ada edema, tidak ada varises
E. DATA PENUNJANG
1. Pemeriksaan radiologi
Fraktur radius distal sinistra
2. Pemeriksaan laboratorium Kimia Klinik tanggal 15 – 05 – 2019
Nama Test Hasil Satuan Nilai Rujukan
KIMIA KLINIK
Ureum 27 mg/dl 10 - 50
Creatinin 0.6 mg/dl 0.45 - 0.75
Kalium 3.8 mEq/L 3.5 - 5.0
Natrium 141 mEq/L 135 - 147
Chlorida 106 mEq/L 95 - 105
Calsium 8.9 mg/dl 8.4 - 10.2
E. ANALISA DATA
G. PATHWAY KEPERAWATAN
Trauma tidak langsung
Fraktur
Edema
H. FOKUS INTERVENSI
Risiko Perfusi Perifer Tidak
Efektif
No Diagnosa Rencana Perawatan
Nursing Out Come Nursing Intervention Rasional
(NOC) Clasification (NIC)
Keperawatan
1. Nyeri Akut Pain Level, Pain Management
Pain control, Untuk mengetahui
b.d Agen Lakukan pengkajian
Comfort level
intensitas nyeri
Cedera Fisik nyeri secara
Kriteria Hasil :
komprehensif termasuk
Mampu mengontrol
lokasi, karakteristik,
nyeri (tahu penyebab
durasi, frekuensi,
nyeri, mampu
Mengetahui tanda-tanda
kualitas dan faktor
menggunakan tehnik
fisik pasien yang
presipitasi
nonfarmakologi
Observasi reaksi mengalami nyeri
untuk mengurangi Untuk menurunkan
nonverbal dari
nyeri, mencari intensitas nyeri
ketidaknyamanan
bantuan) Ajarkan tentang teknik
Melaporkan bahwa
non farmakologi : Untuk memberikan
nyeri berkurang
relaksasi nafas dalam informasi dan
dengan Jelaskan penyebab,
pengetahuan yang tepat
menggunakan periode, dan pemicu
pada pasien tentang
manajemen nyeri nyeri
nyeri
Mampu mengenali
Untuk mengetahui
nyeri (skala,
Evaluasi keefektifan apakah tindakan yang
intensitas, frekuensi
kontrol nyeri dilakukan sudah tepat
dan tanda nyeri) Istirahat mampu
Menyatakan rasa Tingkatkan istirahat
mengurangi rasa nyeri
nyaman setelah Untuk
nyeri berkurang Kolborasi dalam menghilangkan/mengura
Tanda vital dalam
pemberian analgetik ngi nyeri
rentang normal
berpindah
Memperagakan
penggunaan alat
Bantu untuk
mobilisasi (walker)
3. Risiko Perfusi Setelah dilakukan Peripheral Sensation
Perifer Tidak tindakan keperawatan Management
Efektif b.d selama 3 x 7 jam (Manajemen sensasi
Untuk mengetahui status
Trauma diharapkan perfusi perifer)
sirkulasi perifer
perifer adekuat Kaji sirkulasi perifer
Kriteria Hasil : (capillary refill, denyut
Mendemonstrasikan nadi perifer, suhu,
status sirkulasi yang Untuk mengetahui
warna)
ditandai dengan : Monitor adanya adanya gangguan perifer
A. IDENTITAS KLIEN
Nama : Nn. K
Tempat & tgl lahir : Semarang, 05 – 08 – 2002
Pendidikan terakhir : SMA
Agama : Islam
Suku : Jawa
Status Perkawinan : Belum Kawin
Pekerjaan :-
Alamat : Jl. Puridinar elok no. 1 Rt 03/01
Diagnosa Medik : Fraktur Radius distal sinistra
RR : 20 x/menit
Nyeri berkurang
RR : 20 x/menit
A. KESIMPULAN
Berdasarkan penerapan yang telah dilakukan didapatkan skala nyeri sesudah dan
sebelum dilakukan tindakan latihan relaksasi nafas dalam mengalami penurunan. Hal ini
sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, sehingga dapat diterapkan
oleh perawat maupun pasien secara mandiri
B. SARAN
1. Diharapkan perawat dalam mengatasi nyeri tidak hanya tergantung pada terapi
farmakologi tetapi juga dengan managemen nyeri non farmakologis
2. Diharapkan pasien mampu mengaplikasikan relaksasi nafas dalam yang telah
diajarkan ketika nyeri timbul
DAFTAR PUSTAKA
Aini, Lella. 2018. Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Penurunan Nyeri Pada
Pasien Fraktur. STIK Siti Khadijah Palembang
Brunner & Suddart. (2008). Keperawatan Medikal Bedah : Edisi: 8. Jakarta : EGC
Guyton, Arthur C. 2005. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Edisi 3. Jakarta : EGC
Mansjoer, A dkk. 2009. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Noor, zairin. (2016). Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Edisi : 2. Salemba Medika :
Jakarta.
Sehono, Endrayani. 2010. Pengaruh Teknik Relaksasi Guided Imagery terhadap Operasi
Fraktur di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Fakultas Ilmu Kesehatan
Muhammadiyah Surakarta
Smeltzer, S dan Brenda Bare. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume I Edisi
8. Jakarta : EGC