Anda di halaman 1dari 42

APLIKASI EVIDENCE BASED NURSING PRACTICE

PENGARUH RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP PENURUNAN NYERI


PADA NN. K DENGAN FRAKTUR RADIUS DISTAL SINISTRA DI RUANG
SULAIMAN 5 RS ROEMANI MUHAMMADIYAH SEMARANG

Disusun oleh :

Nama : Linda Setiawan


NIM : G3A018086

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2018/2019

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Trauma adalah suatu keadaan ketika seseorang mengalami cedera karena salah satu
sebab. Penyebab utama trauma adalah kecelakaan lalu lintas, industri, olahraga dan
rumah tangga. Trauma muskuloskeletal biasanya menyebabkan disfungsi struktur di
sekitarnya dan struktur pada bagian yang dilindungi atau disangganya. Gangguan yang
paling sering terjadi akibat trauma muskuloskeletal adalah kontusio, strain, sprain,
dislokasi dan subluksasi serta fraktur (Muttaqin, 2008). Berdasarkan hasil RIKESDAS
2013 bahwa “ penyebab cedera yang menunjukkan penurunan proporsi terlihat pada
jatuh yaitu dari 58 persen menjadi 40,9 persen dan terkena benda tajam/tumpul dari 20,6
persen menjadi hanya 7,3 persen “.
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang
diabsorbsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan
puntir mendadak, dan bahkan kontraksi otot eksterm (Brunner & Suddarth, 2008).
Fraktur mengakibatkan gerak dan fungsi tubuh seseorang terganggu dapat dilakukan
dengan upaya kesehatan seperti dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36
tahun 2009 tentang kesehatan BAB I ayat 11 yang berbunyi: 2 “upaya kesehatan adalah
setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintregasi
dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan
penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat”.

Semakin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi banyak ditemukan berbagai


macam teori baru, penyakit baru dan bagaimana pengobatannya. Managemen nyeri yakni
relaksasi merupakan salah satu alternatif non obat-obatan dalam strategi penanggulangan
nyeri, disamping metode TENS (Transcutaneons Electric Nerve Stimulation),
biofeedack, plasebo, dan distraksi. Teknik relaksasi membuat pasien dapat mengontrol
diri ketika terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri, stress fisik dan emosi pada nyeri (Potter
& Perry, 2005). Pemberian analgesik dan pemberian narkotik untuk menghilangkan nyeri
tidak terlalu dianjurkan karena dapat mengaburkan diagnosa, sehingga perawat berperan
dalam mengidentifikasi kebutuhan – kebutuhan pasien dan membantu serta menolong
pasien dalam memenuhi kebutuhan tersebut termasuk dalam manajemen nyeri, beberapa
penelitian telah menunjukkan bahwa relaksasi nafas dalam sangat efektif dalam
menurunkan tingkat nyari (Sehono, 2010)
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan pengaplikasian evidence based nursing practice :
Pengaruh Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Penurunan Nyeri pada Pasien Fraktur
Radius Distal Sinistra Di Ruang Sulaiman 5 RS Roemani Muhammadiyah Semarang

2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan pengertian, etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala, manifestasi
klinis, pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan tentang fraktur
b. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada pasien fraktur
c. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien fraktur
d. Mahasiswa mampu menyusun rencana keperawatan pada pasien fraktur
e. Mahasiswa mampu menerapkan evidence based nursing practice relaksasi nafas
dalam pada pasien fraktur
f. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi hasil evidence based nursing practice

C. Sistematika Penulisan
BAB I Pendahuluan berisi latar belakang, tujuan penulisan, dan sistematika penulisan
BAB II Konsep dasar berisi etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala, manifestasi klinis,
pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan tentang fraktur
BAB III Laporan kasus berisi pengkajian, analisa data, diagnosa keperawatan, pathway
keperawatan, dan intervensi pasien fraktur
BAB IV Aplikasi evidence based nursing practice
BAB V Pembahasan terkait aplikasi evidence based nursing practice
yang diterapkan
BAB VI Penutup berisi kesimpulan dan saran

BAB II
KONSEP DASAR

A. Definisi

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang
diabsorbsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan
puntir mendadak, dan bahkan kontraksi otot eksterm (Brunner & Suddarth, 2008).
Fraktur adalah retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan fraktur disebabkan
oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang, baik berupa trauma
langsung dan trauma tidak langsung (Sjamsuhidajat & Jong, 2006). Jadi, fraktur atau
patah tulang adalah terputusnya kontinutas tulang yang disebabkan karena trauma
langsung maupun tidak langsung.

B. Klasifikasi Jenis Fraktur (Dalam Buku Ajar “Gangguan Muskuloskeletal” edisi 2)


1. Klasifikasi Penyebab
a. Fraktur Traumatik disebabkan oleh trauma yang tiba-tiba mengenai tulang dengan
kekuatan yang besar. Tulang tidak mampu menahan trauma tersebut sehingga
terjadi fraktur .
b. Fraktur Patologis disebabkan oleh kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan
patologis didalam tulang. Fraktur patologis terjadi pada daerah-daerah yang telah
menjadi lemah karena tumor atau proses patologis lainya. Tulang seringkali
menunjukan penurunan densitas. Penyebab yang paling sering dari fraktur
semacam ini adalah tumor, baik primes maupun metastasis.
c. Fraktur Stress disebabkan oleh trauma yang terus menerus pada suatu tempat
tertentu.
2. Fraktur Terbuka (Fraktur Komplikata/kompleks) merupakan fraktur dengan luka pada
kulit atau membran mukosa sampai ke patahan tulang. Fraktur terbuka digradasi
menjadi :
a. Grade I dengan luka bersih kurang dari 1 cm panjangnya.
b. Grade II luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak tanpa ekstensif.
c. Grade III fraktur yang sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan
lunak ekstensif, merupakan yang paling berat.
3. Fraktur tertutup (fraktur simple ) tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan
jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:

a. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak
sekitarnya.
b. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.
c. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam
dan pembengkakan.
d. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman
sindroma kompartement.
4. Fraktur Komplit adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya
mengalami pergeseran (bergeser dari posisi normal).
5. Fraktur tidak komplit adalah patah yang hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah
tulang.

C. Etiologi
Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorbsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh, pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan
punter mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem. Meskipun tulang patah, jaringan
sekitarnya juga akan terpengaruh, mengakibatkan udema jaringan lunak, perdarahan ke
otot dan sendi, dislokasi sendi, rupture tendon, kerusakan saraf dan pembuluh darah
( Brunner & Suddarth, 2008).
1. Menurut Oswari E (2008)
a. Kekerasan langsung : Terkena pada bagian langsung trauma, fraktur terjadi di
tempat dimana bagian tersebut mendapat ruda paksa (misalnya benturan, pukulan
yang mengakibatkan patah tulang).
b. Kekerasan tidak langsung : Terkena bukan pada bagian yang terkena trauma
Misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat terjadi
fraktur pada pegelangan tangan.
c. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan
penarikan.

2. Menurut Barbara C Long (2007)


a. Benturan & cedera (jatuh, kecelakaan)
b. Fraktur patologis (oleh karena patogen, kelainan)
c. Karena neoplasma yang berpengaruh pada penyerapan kalsium sehingga rentan
fraktur.

D. Manifestasi Klinik
Manifeastasi fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi deformitas, pemendekan
ekstremitas, krepitus pembengkakan lokal dan perubahan warna.
1. Nyeri
Nyeri terus menerus dan bertambah saat fragmen tulang diimobilisasi.
2. Deformitas (kelainan bentuk)
Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara tidak alamiah. Pergeseran fragnmen pada fraktur lengan atau tungkai
menyebabkan deformitas ekstremitas yang dapat diketahui dengan membandingkan
ekstremitas normal. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat di atas dan di bawah tempat fraktur.
3. Krepitasi (suara berderik)
Saat ekstremitas diraba dengan tangan teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.
4. Bengkak dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan perdarahan
yang mengikuti fraktur.m tanda ini baru bisa terjadi setelah beberapa jam atau hari
setelah cidera.
5. Peningkatan temperatur lokal
6. Pergerakan abnormal
7. Echymosis (perdarahan subkutan yang lebar-lebar)
8. Kehilangan fungsi

E. Patofisiologi
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma. Baik itu
karena trauma langsung misalnya : tulang kaki terbentur bemper mobil, atau tidak
langsung misalnya : seseorang yang jatuh dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa
karena trauma akibat tarikan otot misalnya : patah tulang patela dan olekranon, karena
otot trisep dan bisep mendadak berkontraksi.
Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Terbuka bila terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit.
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke
dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami
kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel – sel darah putih
dan sel mast berakumulasi menyebabkan peningkatan alirah darah ketempat tersebut.
Fagositosis dan pembersihan sisa – sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk
fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala – jala untuk melekatkan sel – sel
baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan berbentuk tulang baru imatur yang disebut
callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel – sel tulang baru mengalami remodeling untuk
membentuk tulang sejati.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan
pembengkakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan
mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dapat berakibat anoksia
jaringan yang mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi
ini dinamakan sindrom kompartemen. Pengobatan dari fraktur tertutup dapat konservatif
maupun operatif. Terapi konservatif meliputi proteksi dengan mitela atau bidai,
sedangkan terapi operatif terdiri dari reposisi terbuka, fiksasi internal, reposisi tulang,
reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi interna.
Pada pemasangan bidai, gips, atau traksi maka dilakukan imobilisasi pada bagian
yang payah. Imobilisasi dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan otot dan densitas
tulang agak cepat. Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita
komplikasi dari imobilisasi antara lain : adanya rasa tidak enak, iritasi kulit dan luka
akibat penekanan, hilangnya kekuatan otot.
Pada reduksi terbuka fiksasi interna (ORIF) fragmen tulang dipertahankan dengan
pin, sekrup, pelat, paku. Namun pembedahan memungkinkan terjadinya infeksi,
pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang
sebelumnya tidak mengalami cidera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan
selama tindakan operasi. Pembedahan yang dilakukan pada tulang, otot, dan sendi dapat
mengakibatkan nyeri hebat.
F. Penatalaksanaan
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, immobilisasi dan pengembalian
fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi
a. Reduksi fraktur terbuka atau tertutup : tindakan manipulasi fragmen-fragmen tulang
yang patah sedapat mungkin
1) Reduksi tertutup
Yaitu mengembalikan fragmen tulang ke posisinya dengan manipulasi dan
traksi manual.
2) Traksi
Traksi digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya
traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
3) Reduksi terbuka
Reduksi terbuka dilakukan dengan jalan penbedahan atau biasa disebut ORIF
(Open Reduction Internal Fixation). ORIF adalah suatu tindakan pembedahan pada
fragmen tulang yang patah yang bertujuan untuk memasang alat fiksasi interna
yang meliputi pin, kawat, sekrup, plat, paku atau batangan logam. Tindakan ini
bertujuan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya. Secara umum
tujuan ORIF adalah proteksi fiksasi sampai sembuh. Logam yang mudah rusak dan
patah tidak dapat dipakai sebagai pengganti penyambung tulang. Bila alat fiksasi
patah maka penyembuhan tulang akan terganggu. Mobilisai klien dengan
menggunakan fiksasi internal pada umumnya lebih cepat daripada yang memakai
fiksasi eksternal.
b. Imobilisasi fraktur
Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi atau dipertahankan
dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan yang benar.
Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Fiksasi eksterna
meliputi pembalutan, gips dan bidai traksi kontinue.
c. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi
Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin untuk menghindari
atropi atau kontraktur. Bila keadaan mmeungkinkan, harus segera dimulai melakukan
latihan-latihan untuk mempertahankan kekuatan anggota tubuh dan mobilisasi
(Mansjoer, 2009).

d. Tindakan Operatif
1) Reposisi Tertutup
Fiksasi eksterna, setelah posisi baik berdasarkan kontrol mikro intra operasi
maka dipasang alat fiksasi eksterna.
2) Resposisi terbuka dan fiksasi internal (ORIF: Open Reduction Internal Fixation).
Indikasi ORIF:
 Fraktur yamg tidak bisa sembuh atau bahaya nekrosis tinggi
 Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup, misalnya fraktur dislokasi
 Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan.misalnya: frakktur ante
brachii
 Fraktur yang memberikan hasil baik dengan operasi

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan rongent: Menentukan lokasi atau luasnya fraktur atau trauma
2. Scan tulang, tomogram, scan CT/MRI: Memperlihatkan fraktur: juga dapat digunakan
untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3. Hitung Darah Lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun
(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel).
Peningkatan jumlah SDP adalah respon stress normal setelah trauma.
4. Arteriogram: dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
5. Kreatinin: Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
6. Profil Koagulasi : Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi multipel,
atau cedera hati.(Dongoes: 2010)

KONSEP FRAKTUR
A. PENGKAJIAN
1. Data Subyektif
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan,
untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien
sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses
keperawatan sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:
a. Pengumpulan Data
1) Anamnesa
a) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang
dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah,
no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
b) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.
Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
 Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi
faktor presipitasi nyeri.
 Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
 Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
 Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien,
bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa
sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
 Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari.
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari
fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap
klien.Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga
nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang
terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan
bisa diketahui luka kecelakaan yang lain
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-
penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang
menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain
itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya
osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses
penyembuhan tulang
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes,
osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang
yang cenderung diturunkan secara genetik
f) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya
dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun
dalam masyarakat
g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
 Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya
kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan
untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga
meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat
mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa
mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau
tidak
 Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan
sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk
membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi
klien bisa membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan
mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama
kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan
faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain
itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
 Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola
eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi,
warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola
eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada
kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
 Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga
hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga,
pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan,
kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.
 Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk
kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak
dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas
klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan
beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain
 Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam
masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap
 Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan
akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang
salah (gangguan body image)

 Pola Sensori dan Kognitif


Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian
distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu
juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul
rasa nyeri akibat fraktur
 Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan
hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan
gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji
status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya
 Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme
koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
 Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah
dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan
karena nyeri dan keterbatasan gerak klien
2. Data Obyektif
a. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi
hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam.
1) Keadaan umum : baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti:
a) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung
pada keadaan klien.
b) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut.
c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk.

2) Pemeriksaan head- to- toe


a) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan,
tidak ada nyeri kepala.
b) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada.
c) Wajah
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun
bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
d) Mata
Terdapat gangguan seperti konjungtiva anemis (jika terjadi perdarahan)
e) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri
tekan.
f) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
g) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak
pucat.
h) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
i) Paru
 Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat
penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
 Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
 Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
 Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya
seperti stridor dan ronchi.

j) Jantung
 Inspeksi
Tidak tampak iktus cordis
 Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
 Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
k) Abdomen
 Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
 Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
 Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
 Auskultasi
Peristaltik usus normal  20 kali/menit.
l) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.
m)Kulit
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, edema,
nyeri tekan
n) Ekstremitas
Kekuatan otot, adanya edema atau tidak, suhu akral, dan ROM

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak,
pemasangan traksi, stress/ansietas, luka operasi.
2. Kerusakan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup)
3. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif
(imobilisasi)
4. Resiko tinggi syok hipovolemik
5. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b/d penurunan aliran darah arteri atau vena,
trauma pada pembuluh darah

C. Pathways Keperawatan

Trauma Langsung Trauma Tidak Langsung Kondisi Patologis


Tulang tidak mampu menahan
Tekanan/energi yang terlalu besar

Fraktur

Diskontinuitas tulang Nyeri Akut Pergeseran fragmen tulang

Perubahan jaringan sekitar Kerusakan fragmen tulang

Pergeseran fragmen tulang Spasme otot Tekanan sumsum tulang


lebih tinggi dari kapiler
Peningkatan tekanan
Deformitas kapiler Melepaskan kotekolamin

Gangguan fungsi tulang Pelepasan histamin Metabolisme asam lemak

Gangguan Mobilitas Fisik Protein plasma hilang Bergabung dengan trombosit

Edema Emboli
Laserasi Kulit
Penekanan pembuluh darah Penyumbatan pembuluh
Port de putus vena/ darah
Kerusakan
entry arteri Integritas kulit
Ketidakefektifan perfusi
Resiko
Infeksi Pendarahan jaringan perifer

Kehilangan volume cairan

Resiko syok
hipovolemik
D. Fokus Intervensi
RENCANA KEPERAWATAN
NO Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
Keperawatan
1 Nyeri akut b/d spasme NOC NIC
otot, gerakan fragmen  Pain Level, Pain Management
 Pain control,
tulang, edema, cedera  Lakukan pengkajian nyeri secara
 Comfort level
jaringan lunak, komprehensif termasuk lokasi,
Kriteria Hasil :
pemasangan traksi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
 Mampu mengontrol nyeri
stress/ansietas, luka dan faktor presipitasi
(tahu penyebab nyeri,
operasi.  Observasi reaksi nonverbal dari
mampu menggunakan
ketidaknyamanan
tehnik nonfarmakologi  Gunakan teknik komunikasi terapeutik
untuk mengurangi nyeri, untuk mengetahui pengalaman nyeri
mencari bantuan) pasien
 Melaporkan bahwa nyeri  Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
berkurang dengan  Evaluasi bersama pasien dan tim

menggunakan manajemen kesehatan lain tentang ketidakefektifan

nyeri kontrol nyeri masa lampau


 Mampu mengenali nyeri  Bantu pasien dan keluarga untuk

(skala, intensitas, mencari dan menemukan dukungan


 Kurangi faktor presipitasi nyeri
frekuensi dan tanda nyeri)  Ajarkan tentang teknik non farmakologi
 Menyatakan rasa nyaman  Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
setelah nyeri berkurang  Tingkatkan istirahat
 Tanda vital dalam rentang  Kolaborasikan dengan dokter jika ada
normal keluhan dan tindakan nyeri tidak
berhasil
 Monitor penerimaan pasien tentang
manajemen nyeri

2 Kerusakan integritas NOC : NIC : Pressure Management


kulit b/d fraktur  Tissue Integrity : Skin  Anjurkan pasien untuk menggunakan
terbuka, pemasangan and Mucous Membranes pakaian yang longgar
traksi (pen, kawat, Kriteria Hasil :  Hindari kerutan padaa tempat tidur
 Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih
sekrup)  Integritas kulit yang baik
dan kering
bisa dipertahankan  Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien)
 Melaporkan adanya
setiap dua jam sekali
gangguan sensasi atau  Monitor kulit akan adanya kemerahan
nyeri pada daerah kulit  Oleskan lotion atau minyak/baby oil

yang mengalami pada derah yang tertekan


gangguan  Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
 Menunjukkan  Monitor status nutrisi pasien
pemahaman dalam proses  Memandikan pasien dengan sabun dan

perbaikan kulit dan air hangat

mencegah terjadinya
sedera berulang
 Mampu melindungi kulit
dan mempertahankan
kelembaban kulit dan
perawatan alami
3 Gangguan mobilitas NOC : Latihan Kekuatan
fisik b/d kerusakan  Joint Movement : Active  Ajarkan dan berikan dorongan pada
 Mobility Level
neuromuskuler, nyeri, klien untuk melakukan program latihan
 Self care : ADLs
terapi restriktif  Transfer performance secara rutin
(imobilisasi) Kriteria Hasil : Latihan untuk ambulasi
 Klien meningkat dalam  Ajarkan teknik Ambulasi & perpindahan
aktivitas fisik yang aman kepada klien dan keluarga.
 Mengerti tujuan dari  Sediakan alat bantu untuk klien seperti
peningkatan mobilitas kruk, kursi roda, dan walker
 Memverbalisasikan  Beri penguatan positif untuk berlatih
perasaan dalam mandiri dalam batasan yang aman.
meningkatkan kekuatan Latihan mobilisasi dengan kursi roda
dan kemampuan  Ajarkan pada klien & keluarga tentang
berpindah cara pemakaian kursi roda & cara
 Memperagakan
berpindah dari kursi roda ke tempat tidur
penggunaan alat Bantu
atau sebaliknya.
untuk mobilisasi (walker)  Dorong klien melakukan latihan untuk
memperkuat anggota tubuh
 Ajarkan pada klien/ keluarga tentang
cara penggunaan kursi roda
Latihan Keseimbangan
 Ajarkan pada klien & keluarga untuk
dapat mengatur posisi secara mandiri
dan menjaga keseimbangan selama
latihan ataupun dalam aktivitas sehari
hari.
Perbaikan Posisi Tubuh yang Benar
 Ajarkan pada klien/ keluarga untuk mem
perhatikan postur tubuh yg benar untuk
menghindari kelelahan, keram & cedera.
 Kolaborasi ke ahli terapi fisik untuk
program latihan.

4 Resiko tinggi syok NOC NIC


hipovolemik  Syok prevention Syok prevention
 Syok managemen
 Monitor status sirkulasi BP, warna
Kriteria Hasil
kulit, suhu kulit, denyut jantung, HR,
 Nadi dalam batas yang
dan ritme, nadi perifer, dan kapiler refill.
diharapkan  Monitor tanda inadekuat oksigenasi
 Irama jantung dalam jaringan
 Monitor suhu dan pernafasan
batas yang diharapkan
 Monitor input dan output
 Frekuensi nafas  Pantau nilai labor : HB, HT, AGD
dalam batas yang dan elektrolit
diharapkan  Monitor hemodinamik invasi yng

 Irama pernapasan sesuai


 Monitor tanda dan gejala asites
dalam batas yang  Monitor tanda awal syok
diharapkan  Tempatkan pasien pada posisi
 Natrium serum supine, kaki elevasi untuk peningkatan

dalam batas normal preload dengan tepat


 Lihat dan pelihara kepatenan jalan
 Kalium serum dalam
nafas
batas normal  Berikan cairan IV dan atau oral
 Klorida serum dalam yang tepat
batas normal  Berikan vasodilator yang tepat
 Ajarkan keluarga dan pasien
 Kalsium serum
tentang tanda dan gejala datangnya syok
dalam batas normal  Ajarkan keluarga dan pasien
 Magnesium serum tentang langkah untuk mengatasi gejala
dalam batas normal syok
 PH darah serum Syok management
dalam batas normal  Monitor fungsi neurotogis
Hidrasi  Monitor fungsi renal (e.g BUN dan
 Indicator : Cr : Lavel)
 Monitor tekanan nadi
 Mata cekung tidak
 Monitor status cairan, input, output
ditemukan  Catat gas darah arteri dan oksigen
 Demam tidak  dijaringan
 Monitor EKG, sesuai
ditemukan  Memanfaatkan pemantauan jalur
 Tekanan darah arteri untuk meningkatkan akurasi
dalam batas normal pembacaan tekanan darah, sesuai
 Hematokrit dalam  Menggambar gas darah arteri dan

batas normal memonitor jaringan oksigenasi


 Memantau tren dalam parameter
hemodinamik (misalnya, CVP, MAP,
tekanan kapiler pulmonal / arteri)
 Memantau faktor penentu
pengiriman jaringan oksigen (misalnya,
PaO2 kadar hemoglobin SaO2, CO), jika
tersedia
 Memantau tingkat karbon dioksida
sublingual dan / atau tonometry
lambung, sesuai
 Memonitor gejala gagal pernafasan
(misalnya, rendah PaO2 peningkatan
PaCO2 tingkat, kelelahan otot
pernafasan)
 Monitor nilai laboratorium
(misalnya, CBC dengan diferensial)
koagulasi profil,ABC, tingkat laktat,
budaya, dan profil kimia)
 Masukkan dan memelihara
besarnya kobosanan akses IV

5 Ketidakefektifan NOC NIC


perfusi jaringan perifer  Circulation status Peripheral Sensation Management
 Tissue Perfusion :
b/d penurunan aliran (Manajemen sensasi perifer)
cerebral
darah arteri atau vena,  Monitor adanya daerah tertentu yang
Kriteria Hasil :
trauma pada pembuluh hanya peka terhadap
darah Mendemonstrasikan panas/dingin/tajam/tumpul
status sirkulasi yang  Monitor adanya paretese
 lnstruksikan keluarga untuk
ditandai dengan :
mengobservasi kulit jika ada isi atau
 Tekanan systole dan
laserasi
diastole dalam
rentang  Gunakan sarung tangan untuk proteksi
yang diharapkan  Batasi gerakan pada kepala, leher dan
 Tidak ada ortostatik punggung
hipertensi  Monitor kemampuan BAB
 Tidak ada tanda tanda  Kolaborasi pemberian analgetik
 Monitor adanya tromboplebitis
peningkatan tekanan
 Diskusikan menganai penyebab
intrakranial (tidak lebih
perubahan sensasi
dari 15 mmHg)

Mendemonstrasikan,
kemampuan kognitif yang
ditandai dengan
 Berkomunikasi dengan
jelas dan sesuai dengan
kemampuan
 Menunjukkan perhatian,
konsentrasi dan orientasi
 Memproses informasi
 Membuat keputusan
dengan benar

Menunjukkan fungsi
sensori motori cranial
yang utuh : tingkat
kesadaran membaik tidak
ada gerakan gerakan
involunter
RESUME ASKEP

Nama Mahasiswa : Linda Setiawan

NIM : G3A018086

Tempat Praktek : Ruang Sulaiman 5 RS. ROEMANI MUHAMMADIYAH

Tanggal :

A. IDENTITAS
1. Identitas Pasien
Nama : Nn. K
Tempat & tgl lahir : Semarang, 05 – 08 – 2002
Pendidikan terakhir : SMA
Agama : Islam
Suku : Jawa
Status Perkawinan : Belum Kawin
Pekerjaan :-
Alamat : Jl. Puridinar elok no. 1 Rt 03/01
Diagnosa Medik : Fraktur Radius distal sinistra

2. Identitas Penanggungjawab
Nama : Tn. R
Umur : 44 tahun
Jenis Kelamin : Laki – laki
Agama : Islam
Suku : Jawa
Hubungan dg pasien : Ayah
Pendidikan terakhir : S1
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Jl. Puridinar elok no. 1 Rt 03/01
B. STATUS KESEHATAN
1. Status Kesehatan saat ini
 Keluhan utama
Pasien mengatakan nyeri pada pergelangan tangan sebelah kiri
 Riwayat Kesehatan sekarang

Pasien mengatakan jatuh terpeleset 2 hari yang lalu tanggal 13 – 05 – 2019,


pasien mengatakan nyeri terus menerus pada tangan kiri, dan sulit digerakkan,
pasien kemudian dipasang spalk oleh kakaknya. Pada tanggal 14 – 05 – 2019,
pasien datang ke IGD RS. Roemani Muhammadiyah Semarang jam 17.30 WIB,
dilakukan pemeriksaan laboratorium, EKG, dan radiologi, diberikan terapi infus
RL 20 tpm. Pasien kemudian ditempatkan di ruang Sulaiman 5 jam 18.00 WIB,
KU : Composmentis, GCS : E4 V5 M6, TTV ; TD = 110/70 mmHg, RR = 20
x/menit, Nadi = 80 x/menit, Suhu = 370C, SpO2 = 98 %, BB = 51 kg, TB = 152
cm.
2. Status Kesehatan masa lalu
a. Penyakit yang pernah dialami
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit apapun. Pasien
mengatakan jika di dalam keluarganya tidak ada yang memiliki riwayat penyakit
menular, tetapi ada riwayat penyakit keturunan yakni Ca Mamae dari ibu.
b. Kecelakaan : tidak ada riwayat kecelakaan
c. Pernah dirawat : Belum pernah
d. Riwayat operasi : tidak ada

C. PENGKAJIAN POLA FUNGSI DAN PEMERIKSAAN FISIK


1. Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
a. Persepsi pasien tentang kesehatan diri
Pasien mengatakan jika dirinya berusaha dalam menjaga kesehatan terutama
dalam menjalani hidup sehat
b. Pengetahuan dan persepsi pasien tentang penyakit dan perawatannya
Pasien sudah cukup informasi tentang penyakitnya dan perawatan yang akan
dilakukan
c. Upaya yang biasa dilakukan dalam mempertahankan kesehatan
Pasien mengatakan jika sakit pasien periksa ke pelayanan kesehatan baik
bidan, pukesmas, maupun rumah sakit. Pasien mengatakan sering berolahraga 2
kali dalam seminggu, pasien banyak minum air putih.
d. Faktor sosioekonomi yang berhubungan dengan kesehatan
1) Penghasilan : -
2) Asuransi / jaminan kesehatan : BPJS

2. Nutrisi, Cairan dan Metabolik


a. Gejala (subyektif)
 Sebelum sakit :
Pasien mengatakan makan 2x/hari dengan menu lengkap (nasi, sayur, lauk
pauk) dan habis 1 porsi sekali makan, nafsu makan baik, tidak ada mual muntah,
tidak ada masalah mengunyah/menelan, pasien minum ±7 gelas/hari.
 Setelah sakit :
Pasien mengatakan makan 3x/hari dengan menu lengkap (nasi, sayur, lauk
pauk) dan habis 1 porsi, nafsu makan baik, tidak ada mual muntah, tidak ada
masalah mengunyah/menelan, pasien minum ±5 gelas/hari.
BB = 51 kg
TB = 152 cm
IMT = 22,07 (normal)
b. Tanda (obyektif)
Suhu = 36,60C Diaforesis = tidak ada
BB = 51 kg TB = 152 cm Turgor kulit : elastis
Ada edema di pergelangan tangan sebelah kiri, tidak ada ascites, tidak ada distensi
vena jugularis, tida ada hernia, tidak ada bau mulut, kondisi mulut gigi/gusi baik,
mukosa mulut dan lidah lembab, tidak pucat
3. Pernapasan, Aktivitas dan Latihan Pernapasan
a. Gejala (subyektif)
Pasien mengatakan tidak ada gangguan pernafasan, tidak sesak nafas dan tidak
menggunakan alat bantu pernafasan
b. Tanda (obyektif)
Pernafasan : 20 x/menit, simetris dada kanan dan kiri, tidak ada batuk, tidak
sianosis, ekspansi dan retraksi dada sama, auskultasi bunyi nafas vesikuler,
perkusi : suara sonor.
4. Aktivitas (Termasuk kebersihan diri) dan Latihan
a. Gejala (subyektif)
 Kesulitan/keluhan dalam aktivitas
Pergerakan tubuh pasien terbatas karena nyeri pada pergelangan tangan sebelah
kiri dan terpasang infus di tangan sebelah kanan, sehingga untuk perawatan diri
pasien dibantu oleh perawat karena masih terbatas dalam pergerakan
 Toileting (BAB/BAK) pasien mampu melakukan sendiri
 Pasien tidak ada keluhan sesak nafas, toleransi terhadap aktivitas kurang karena
hambatan mobilitas
b. Tanda (obyektif)
KU : tampak lemah
Massa tonus otot 5 3
5 5
Tidak ada bau badan dan bau mulut
5. Istirahat
a. Gejala (subyektif)
 Sebelum sakit :
Pasien mengatakan tidur dengan nyenyak tanpa ada gangguan, dalam sehari
pasien dapat tidur malam ± 7 jam dari jam 22.00 – 05.00 , dan kadang tidur
siang ± 1 jam.
 Selama sakit :
Pasien mengatakan tidur tidak nyenyak karena nyeri yang dirasakan serta posisi
tidur yang terbatas, frekuensi tidur ± 5 jam, kurang puas/segar setelah bangun
tidur
b. Tanda (obyektif)
 Tampak mengantuk
 Kadang menguap
6. Sirkulasi
a. Gejala (subyektif)
Pasien mengatakan tidak ada riwayat penyakit hipertensi ataupun jantung, tidak
ada riwayat pembengkakan pada ekstremitas, tidak ada rasa kesemutan, dan tidak
ada nyeri pada dada
b. Tanda (obyektif)
TD : 124/71 mmHg
Nadi : 92 x/menit
Bunyi jantung : reguler
Ekstremitas : suhu : 36,60C
Tidak ada varises, tidak ada plebitis, warna membran mukosa merah muda, bibir
lembab, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
7. Eliminasi
a. Gejala (subyektif)
1) Pola BAB : pasien mengatakan belum BAB selama di rawat di rumah sakit
2) Perubahan dalam kebiasaan BAB : tidak ada
3) Waktu BAB terakhir : sehari sebelum dirawat
b. Tanda (obyektif)
 Inspeksi : abdomen tidak membuncit, tidak ada luka/bekas luka
 Auskultasi : terdengar bising usus 20 x/menit
 Perkusi : bunyi timpani, tidak kembung
 Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada distensi kandung kemih
8. Neurosensori dan Kognitif
a. Gejala (subyektif)
1) Adanya nyeri
P : nyeri meningkat saat bergerak
Q : nyeri seperti di tusuk – tusuk
R : nyeri di pergelangan tangan sebelah kiri
S : nyeri skala 5
T : nyeri dirasan terus menerus
2) Tidak ada pusing, tidak ada kejang, tidak ada penurunan pendengaran dan
penglihatan, tidak ada epistaksis
b. Tanda (obyektif)
1) Status mental
Kesadaran : composmentis
2) Skala koma : GCS; E4 V5 M6
3) Kesadaran umum : tampak kesakitan saat tangan digerakkan, dan menjaga area
yang sakit di pergelangan tangan kiri
4) Tidak menggunakan alat bantu penglihatan/pendengaran
9. Keamanan
a. Gejala (subyektif)
Pasien mengatakan tidak ada riwayat alergi (obat-obatan, makanan, dan
lingkungan). Pasien tidak memiliki riwayat penyakit hubungan seksual dan riwayat
tranfusi darah, tidak ada kerusakan penglihatan/pendengaran, tidak ada riwayat
cidera dan kejang.
b. Tanda (obyektif)
 Suhu : 36,60C
 Tidak ada jaringan perut, tidak ada kemerahan
 Ada luka lebam dan edema di pergelangan tangan kiri
 Kekuatan umum : lemah 5 3
5 5
10. Seksual dan Reproduksi
a. Gejala (Subyektif)
Tidak ada gangguan yang berhubungan dengan reproduksi
b. Tanda (Obyektif)
Tidak ada kelainan atau masalah pada organ reproduksi
11. Persepsi Diri, Konsep diri dan Mekanisme Koping
a. Gejala (Subyektif)
1) Faktor stress : pasien tetap berusaha dan selalu melakukan hal yang positif jika
stress muncul
2) Dalam mengambil keputusan, pasien dibantu oleh ayahnya
3) Jika menghadapi masalah, pasien akan berbicara kepada ayahnya untuk mencari
solusi
4) Tidak ada perasaan ketidakberdayaan/keputusasaan
5) Konsep diri
 Citra diri
Pasien merasa semenjak sakit aktivitasnya terbatasi karena nyeri akan
semakin terasa jika tangan digerakkan
 Ideal diri
Pasien mengatakan ingin segera sembuh dan bisa beraktivitas seperti
sebelumnya
 Harga diri
Pasien mengatakan semenjak sakit, pasien tetap bersosialisasi dengan baik
dengan lingkungannnya, pasien tidak merasa malu dengan penyakitnya
 Peran
Pasien mengatakan semenjak MRS, pasien tidak dapat bersekolah, sehingga
harus ijin
 Identitas diri
Tidak ada masalah dengan identitas pasien. Pasien menggunakan baju dan
berpenampilan sesuai dengan identitasnya sebagai perempuan

12. Interaksi Sosial


a. Gejala (subyektif)
Pasien mengatakan orang terdekatnya adalah ayahnya, bila mempunyai masalah
pasien akan berbicara kepada ayahnya untuk mencari solusi bersama. Pasien tidak
ada kesulitan dalam hubungan dengan keluarganya ataupun orang lain.
b. Tanda (obyektif)
 Kemampuan bicara jelas
 Pola bicara baik
 Tidak menggunakan alat bantu bicara
 Tidak ada perilaku menarik diri
 Komunikasi verbal dengan keluarga/orang lain
13. Pola Nilai Kepercayaan dan Spiritual
a. Gejala (Subyektif)
 Tidak ada perasaan menyalahkan tuhan
 Menjalankan kegiatan agama atau kepercayaan dengan sholat 5 waktu
 Saat dirawat pasien mengatakan kesulitan menjalankan kewajibannya

b. Tanda (Obyektif)
1) Perubahan perilaku :
Menarik diri : tidak ada
Marah : tidak ada
Mudah tersinggung : tidak ada
Mudah mengangis : tidak ada
2) Menolak pengobatan : tidak ada
3) Berhenti menjalankan aktivitas agama : ya
Karena pasien merasakan nyeri dan masih terbatas dalam bergerak
4) Tidak menunjukkan sikap permusuhan terhadap tenaga kesehatan

D. PEMERIKSAAN FISIK
1. Kesadaran Umum : lemah
2. Kesadaran : GCS : E4 M6 V5 : Composmentis
3. TTV
Tekanan Darah : 124/71 mmHg
Nadi : 92 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,70C
SPO2 : 98%
Antropometri : TB : 152 cm BB : 51 kg
4. Kulit : turgor kulit elastis, warna kulit sawo matang
5. Kepala : bentuk mesochepal, rambut bersih, warna hitam
6. Mata : Simetris, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, koordinasi
gerak mata simetris
7. Hidung : simetris, bersih, tidak ada polip
8. Telinga: Simetris, bersih, tidak ada serumen, pendengaran baik
9. Mulut : bibir tidak sianosis, mukosa mulut lembab, tidak ada pembesaran
tonsil, tidak ada stomatitis
10. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada distensi vena
jugularis
11. Dada :
Thorax
Inspeksi : simetris kiri dan kanan, ekspansi dan retraksi dada sama, tidak ada lesi
Palpasi : tactil fremitus teraba, tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan
Perkusi : suara sonor
Auskultasi : suara vesikuler

Jantung
Inspeksi : simetris, ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba pada intercosta IV-V mid clavicular sinistra
Perkusi : suara pekak
Auskultasi : suara reguler, BJ I lup, BJ II dup
12. Abdomen
Inspeksi : simetris, tidak ada bekas luka operasi
Auskultasi : bising usus 20 x/menit
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada distensi abdominal
Perkusi : tidak kembung
13. Ekstremitas
Atas : terpasang infus di tangan kanan, terpasng spalk di tangan kiri, telapak tangan
kiri teraba dingin, turgor kulit kering, edema
Bawah : tidak ada edema, tidak ada varises

E. DATA PENUNJANG
1. Pemeriksaan radiologi
Fraktur radius distal sinistra
2. Pemeriksaan laboratorium Kimia Klinik tanggal 15 – 05 – 2019
Nama Test Hasil Satuan Nilai Rujukan
KIMIA KLINIK
Ureum 27 mg/dl 10 - 50
Creatinin 0.6 mg/dl 0.45 - 0.75
Kalium 3.8 mEq/L 3.5 - 5.0
Natrium 141 mEq/L 135 - 147
Chlorida 106 mEq/L 95 - 105
Calsium 8.9 mg/dl 8.4 - 10.2

3. Pemeriksaan darah lengkap tanggal 14 – 05 – 2019


Nama Test Hasil Satuan Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
Darah Lengkap
Hemoglobin 13.7 g/dL 11.7 – 15.5
Leukosit 15600 /mm3 3600 - 11000
Hematokrit 39.8 % 150000 - 440000
Trombosit 359000 /mm3 3.0 – 5.2
Eritrosit 4.60 Juta/mm3 0 – 20
Index Eritrosit
MCV 86.0 fl 80 – 100
MCH 29.8 pg 26 – 34
MCHC 34.5 g/dL 32 – 36
RDW 13.2 % 11.5 – 14.5
MPV 7.8 fl 7.0 – 11.0
Hitung Jenis
Eosinofil 0.8 % 2–4
Basofil 0.4 % 0–1
Neutrofil 79.8 % 50 – 70
Limfosit 12.8 % 25 – 40
Monosit 6.2 % 2–6
KOAGULASI
Waktu perdarahan (BT) 2’00” Menit 1–3
Waktu pembekuan (CT) 3’00” Menit 2–6
KIMIA KLINIK
Glukosa Sewaktu 128 mg/dL 75 – 140
IMUNOLOGI/SEROLOG
Negatif Negatif : < 0.13
I
Positif : >= 0.13
HBsAg

4. Pemeriksaan darah lengkap tanggal 16 – 05 – 2019


Nama Test Hasil Satuan Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
Darah Lengkap
Hemoglobin 13.2 g/dL 11.7 – 15.5
Leukosit 10500 /mm3 3600 - 11000
Hematokrit 38.3 % 150000 - 440000
Trombosit 323000 /mm3 3.0 – 5.2
Eritrosit 4.43 Juta/mm3 0 – 20
Index Eritrosit
MCV 86.0 fl 80 – 100
MCH 29.9 pg 26 – 34
MCHC 34.6 g/dL 32 – 36
RDW 13.1 % 11.5 – 14.5
MPV 8.1 fl 7.0 – 11.0
Hitung Jenis
Eosinofil 0.8 % 2–4
Basofil 0.5 % 0–1
Neutrofil 61.1 % 50 – 70
Limfosit 32.5 % 25 – 40
Monosit 5.1 % 2–6
5. Obat – obatan
 Infus RL 20 tpm
 Dexketoprofen 25mg/8j
 Bactesyn 0,75mg/8j

E. ANALISA DATA

Data Subyektif & Obyektif Masalah Etiologi


DS : Pasien mengatakan nyeri pada Nyeri Akut Agen Cidera Fisik
pergelangan tangan kiri
P : nyeri meningkat saat bergerak
Q : nyeri seperti di tusuk – tusuk
R : nyeri di pergelangan tangan sebelah kiri
S : nyeri skala 5
T : nyeri dirasakan terus menerus
DO :
 Pasien tampak kesakitan saat tangan
digerakkan
 Pasien menjaga area yang sakit
 Pasien tampak gelisah dan sulit tidur
 TTV :
TD : 120/75 mmHg
Nadi : 82 x/menit
Suhu : 36,80C
RR : 20 x/menit
DS : Gangguan Mobilitas Kerusakan Integritas
 Pasien mengatakan nyeri saat tangan kiri Fisik Struktur Tulang
digerakkan
 Pasien mengatakan kesulitan melakukan
aktivitas
DO :
 Pasien tampak lemah
 Gerakan tangan sebelah kiri terbatas
 Terpasang infus di tangan kanan
 Aktivitas kebutuhan pasien seperti mandi
dan berpakaian di bantu perawat
 Tampak edema dan lebam di pergelangan
tangan kiri
 Tampak kesakitan jika digerakkan
 Tampak menggunakan spalk
 Nyeri skala 5
 Tampak tirah baring
DS : Pasien mengatakan nyeri pada Risiko Perfusi Perifer Trauma
pergelangan tangan kiri Tidak Efektif
DO :
 Telapak tangan kiri teraba dingin dan
tampak pucat
 Turgor kulit tangan sebelah kiri kering
tidak elastis
 edema
F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri Akut b.d Agen Cedera Fisik
2. Gangguan Mobilitas Fisik b.d Kerusakan Integritas Struktur Tulang
3. Risiko Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d Trauma

G. PATHWAY KEPERAWATAN
Trauma tidak langsung

Tulang tidak mampu menahan tekanan/energi yang terlalu besar

Fraktur

Diskontinuitas tulang pergeseran


fragmen tulang

Perubahan jaringan sekitar


Nyeri Akut
Pergeseran fragmen tulang spasme otot

Deformitas peningkatan tekanan kapiler

Gangguan fungsi ekstremitas pelepasan histamine

Gangguan mobilitas fisik protein plasma hilang

Edema

Penekanan pembuluh darah

H. FOKUS INTERVENSI
Risiko Perfusi Perifer Tidak
Efektif
No Diagnosa Rencana Perawatan
Nursing Out Come Nursing Intervention Rasional
(NOC) Clasification (NIC)
Keperawatan
1. Nyeri Akut  Pain Level, Pain Management
 Pain control,  Untuk mengetahui
b.d Agen  Lakukan pengkajian
 Comfort level
intensitas nyeri
Cedera Fisik nyeri secara
Kriteria Hasil :
komprehensif termasuk
 Mampu mengontrol
lokasi, karakteristik,
nyeri (tahu penyebab
durasi, frekuensi,
nyeri, mampu
 Mengetahui tanda-tanda
kualitas dan faktor
menggunakan tehnik
fisik pasien yang
presipitasi
nonfarmakologi
 Observasi reaksi mengalami nyeri
untuk mengurangi  Untuk menurunkan
nonverbal dari
nyeri, mencari intensitas nyeri
ketidaknyamanan
bantuan)  Ajarkan tentang teknik
 Melaporkan bahwa
non farmakologi :  Untuk memberikan
nyeri berkurang
relaksasi nafas dalam informasi dan
dengan  Jelaskan penyebab,
pengetahuan yang tepat
menggunakan periode, dan pemicu
pada pasien tentang
manajemen nyeri nyeri
nyeri
 Mampu mengenali
 Untuk mengetahui
nyeri (skala,
 Evaluasi keefektifan apakah tindakan yang
intensitas, frekuensi
kontrol nyeri dilakukan sudah tepat
dan tanda nyeri)  Istirahat mampu
 Menyatakan rasa  Tingkatkan istirahat
mengurangi rasa nyeri
nyaman setelah  Untuk
nyeri berkurang  Kolborasi dalam menghilangkan/mengura
 Tanda vital dalam
pemberian analgetik ngi nyeri
rentang normal

2. Gangguan Setelah dilakukan Dukungan Mobilitas


 Identifikasi adanya  Rasa nyeri dapat
Mobilitas tindakan keperawatan
nyeri atau keluhan fisik menghambat mobilisasi
Fisik b.d selama 3 x 7 jam
lainnya
Kerusakan diharapkan pasien bisa  Mengetahui keadaan
 Monitor kondisi umum
Integritas melakukan mobilisasi pasien setelah mobilisasi
selama melakukan
Struktur Kriteria Hasil :
mobilisasi  Membantudan
Tulang  Klien meningkat  Libatkan keluarga
mengawasi pasien saat
dalam aktivitas fisik untuk membantu
melakukan pergerakan
 Mengerti tujuan dari pasien dalam
peningkatan meningkatkan
mobilitas pergerakan  Untuk meningkatkan
 Memverbalisasikan  Jelaskan tujuan dan pengetahuan pasien
perasaan dalam prosedur mobilisasi pentingnya mobilisasi
 Anjurkan melakukan  Agar pasien dapat
meningkatkan
mobilisasi dini meningkatkan mobilisasi
kekuatan dan
kemampuan secara bertahap

berpindah
 Memperagakan
penggunaan alat
Bantu untuk
mobilisasi (walker)
3. Risiko Perfusi Setelah dilakukan Peripheral Sensation
Perifer Tidak tindakan keperawatan Management
Efektif b.d selama 3 x 7 jam (Manajemen sensasi
 Untuk mengetahui status
Trauma diharapkan perfusi perifer)
sirkulasi perifer
perifer adekuat  Kaji sirkulasi perifer
Kriteria Hasil : (capillary refill, denyut
Mendemonstrasikan nadi perifer, suhu,
status sirkulasi yang  Untuk mengetahui
warna)
ditandai dengan :  Monitor adanya adanya gangguan perifer

 Tekanan systole dan daerah tertentu yang

diastole dalam hanya peka terhadap

rentang yang panas/dingin/tajam/tu

diharapkan mpul  Mencegah terjadinya


 Tidak ada ortostatik  lnstruksikan keluarga
luka pada pasien yang
hipertensi untuk mengobservasi
dapat mengganggu
kulit jika ada isi atau
aktivitas
laserasi  Dapat menyebabkan
 Monitor adanya
peradangan atau nyeri
tromboplebitis  Meningkatkan
 Diskusikan mengenai
pengetahuan pasien dan
penyebab perubahan
keluarga
sensasi
BAB IV
APLIKASI JURNAL EVIDENCE BASED NURSING RISET

A. IDENTITAS KLIEN
Nama : Nn. K
Tempat & tgl lahir : Semarang, 05 – 08 – 2002
Pendidikan terakhir : SMA
Agama : Islam
Suku : Jawa
Status Perkawinan : Belum Kawin
Pekerjaan :-
Alamat : Jl. Puridinar elok no. 1 Rt 03/01
Diagnosa Medik : Fraktur Radius distal sinistra

B. DATA FOKUS PASIEN


DS : Pasien mengatakan nyeri pada pergelangan tangan kiri
P : nyeri meningkat saat bergerak
Q : nyeri seperti di tusuk – tusuk
R : nyeri di pergelangan tangan sebelah kiri
S : nyeri skala 5
T : nyeri dirasakan terus menerus
DO :
 Pasien tampak kesakitan saat tangan digerakkan
 Pasien tampak gelisah dan sulit tidur
 TTV :
 TD : 120/75 mmHg
 Nadi : 82 x/menit
 Suhu : 36,80C

 RR : 20 x/menit

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN JURNAL


EVIDENCE BASED NURSING RISET YANG DIAPLIKASIKAN
 Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Cedera Fisik

D. EVIDENCE BASED NURSING PRACTICE YANG DITERAPKAN PADA PASIEN


 Latihan teknik relaksasi nafas dalam terhadap penurunan nyeri pada pasien fraktur

E. ANALISA SINTESA JUSTIFIKASI


Nyeri

Teknik Relaksasi Nafas Dalam

Melepaskan hormon endorphin dan enkafalin

Menghambat transmisi impuls nyeri


sepanjang saraf sensori

Nyeri berkurang

F. LANDASAN TEORI TERKAIT PENERAPAN EVIDENCE BASED NURSING


PRACTICE
Teknik relaksasi nafas dalam bertujuan membantu mengekspresikan perasaan,
membantu rehabilitasi fisik, memberi pengaruh positif terhadap kondisi suasana hati dan
emosi meningkatkan memori, serta menyediakan kesempatan yang unik untuk
berinteraksi dan membangun kedekatan emosional. (Djohan, 2006). Teknik relaksasi
nafas dalam dapat menurunkan intensitas nyeri dengan merilekskan ketegangan otot
yang menunjang nyeri. Teknik relaksasi terdiri atas nafas abdomen dengan frekuensi
lambat, berirama. Pasien dapat memejamkan matanya dan bernafas dengan perlahan dan
nyaman (Smeltzer et al, 2010).
Teknik relaksasi nafas dalam adalah teknik yang dilakukan untuk menekan nyeri
pada thalamus yang dihantarkan ke korteks cerebri dimana korteks cerebri sebagai pusat
nyeri, yang bertujuan agar pasien dapat mengurangi nyeri selama nyeri timbul. Adapun
hal-hal yang perlu diperhatikan saat relaksasi adalah pasien harus dalam keadaan
nyaman, pikiran dan lingkungan pasien harus tenang. Suasana yang rileks dapat
meningkatkan hormon endorphin yang berfungsi menghambat transmisi impuls nyeri
sepanjang saraf sensoris dari nosiseptor saraf perifer ke kornu dorsalis kemudian ke
thalamus, serebri, dan akhirnya berdampak pada menurunnya persepsi nyeri. (Brunner &
Suddarth, 2010). Secara klinik apabila pasien dalam keadaan rileks akan menyebabkan
meningkatnya kadar hormon serotonin yang merupakan salah satu neurotransmitter yang
diproduksi oleh nucleus rafe magnus dan lokus seruleus, serta berperan dalam sistem
analgetik otak. Serotonin menyebabkan neuron-neuron local medulla spinalis mensekresi
enkefalin, karena enkefalin dianggap dapat menimbulkan hambatan presinaptik dan
postinaptik pada serabut-serabut nyeri tipe C sehingga sistem analgetika ini dapat
memblok sinyal nyeri ke medulla spinalis dan memiliki andil yang besar dalam
memodulasi nyeri pada susunan saraf pusat (Guyton, 2005).
BAB V
PEMBAHASAN

A. JUSTIFIKASI PEMILIHAN TINDAKAN BERDASARKAN EVIDENCE BASED


NURSING PRACTICE
Salah satu manifestasi klinik dari fraktur yaitu nyeri terus – menerus dan terasa
tajam menusuk ( Brunner & Suddarth, 2010). Meskipun pasien mendapatkan terapi
farmakologi anagesik yang efektif, sekitar 50% pasien tetap merasakan nyeri sehingga
mengganggu kenyamanan. Seseorang dapat belajar menghadapi nyeri melalui aktivitas
kognitif dan perilaku , seperti distraksi, guided imagery dan banyak tidur. Penanganan
nyeri dengan melakukan teknik relaksasi nafas dalam merupakan salah satu tindakan
keperawatan yang dilakukan untuk mengurangi nyeri.
Tujuan dari relaksasi nafas dalam yaitu untuk menurukan nyeri dan melatih pasien agar
mampu mengontrol nyeri secara mandiri. Alasan mahasiswa menerapkan aplikasi
evidence based nursing practice pada Nn. K yakni berdasarkan jurnal penelitian yang
telah dilakukan oleh Lela Aini, dkk terkait penerapan teknik relaksasi nafas dalam untuk
menurunkan tingkat nyeri pada pasien fraktur, teknik relaksasi nafas dalam dapat
membantu mengurangi dan mengontrol nyeri pada pasien dan teknik relaksasi nafas
dalam dapat dipraktekkan dan tidak menimbulkan efek samping.

B. MEKANISME PENERAPAN EVIDENCE BASED NURSING PRACTICE PADA


KASUS
Mekanisme penerapan dari EBN yang dilakukan adalah :

1. Mahasiswa melakukan penerapan EBN pada pasien fraktur berjenis kelamin


perempuan, umur 16 tahun
2. Sebelum dilakukan penerapan, pasien diberikan edukasi terkait tindakan yang akan
dilakukan
3. Memberi kesempatan kepada pasien untuk bertanya bila ada sesuatu yang kurang
dipahami/jelas
4. Atur posisi pasien agar rileks dan nyaman, serta lingkungan yang tenang
5. Instruksikan pasien untuk melakukan tarik nafas dalam sehingga rongga paru berisi
udara
6. Intruksikan pasien dengan cara perlahan & menghembuskan udara melalui mulut
sambil merasakan ekstremitas atas dan bawah rileks
7. Instruksikan pasien untuk kembali menarik nafas dalam, kemudian menghembuskan
dengan cara perlahan melalui mulut & merasakan saat ini udara mulai mengalir dari
tangan, kaki, menuju keparu-paru seterusnya udara & rasakan udara mengalir
keseluruh bagian anggota tubuh
8. Minta pasien untuk memusatkan perhatian pada kaki & tangan, udara yg mengalir &
merasakan ke luar dari ujung-ujung jari tangan dan kaki
9. Ulangi sampai 15 menit, dan diselingi istirahat singkat setiap 5 kali pernafasan
10. Setelah pasien mulai merasakan ketenangan, minta pasien untuk melakukan secara
mandiri

C. HASIL DAN ANALISA KASUS


DS :
 Pasien mengatakan nyeri pada pergelangan tangan kiri sudah berkurang
 Pasien mengatakan paham dan mengerti cara melakukan relaksasi nafas dalam
P : nyeri meningkat saat tangan digerakkan
Q : nyeri seperti di tusuk – tusuk
R : nyeri di pergelangan tangan sebelah kiri
S : nyeri skala 3
T : nyeri dirasakan terus menerus
DO :
 Pasien tampak kesakitan saat tangan digerakkan
 Mampu melakukan relaksasi nafas dalam secara mandiri
 TTV :
 TD : 108/70 mmHg
 Nadi : 88 x/menit
 Suhu : 370C

 RR : 20 x/menit

D. HAMBATAN SELAMA APLIKASI EVIDENCE BASED NURSING PRACTICE


1. Kelebihan
 Latihan relaksasi nafas dalam adalah latihan yang ringan, bisa dilakukan dimana
saja dan kapan saja
 Tidak membutuhkan alat bantu dan bisa dilakukan secara mandiri
 Berdasarkan jurnal penelitian yang telah dilakukan relaksasi nafas dalam dapat
menurunkan nyeri
2. Kekurangan
 Pasien menerapkan relaksasi nafas dalam tidak berurutan sesuai langkah-langkanya
 Pelaksanaannya membutuhkan lingkungan yang tenang dengan posisi yang rileks
dan nyaman
3. Hambatan
 Tidak dalam pengawasan 24 jam karena pergantian sift jaga
 Pasien mendapatkan terapi farmakologi analgesik
BAB VI
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan penerapan yang telah dilakukan didapatkan skala nyeri sesudah dan
sebelum dilakukan tindakan latihan relaksasi nafas dalam mengalami penurunan. Hal ini
sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, sehingga dapat diterapkan
oleh perawat maupun pasien secara mandiri

B. SARAN
1. Diharapkan perawat dalam mengatasi nyeri tidak hanya tergantung pada terapi
farmakologi tetapi juga dengan managemen nyeri non farmakologis
2. Diharapkan pasien mampu mengaplikasikan relaksasi nafas dalam yang telah
diajarkan ketika nyeri timbul

DAFTAR PUSTAKA
Aini, Lella. 2018. Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Penurunan Nyeri Pada
Pasien Fraktur. STIK Siti Khadijah Palembang

Brunner & Suddart. (2008). Keperawatan Medikal Bedah : Edisi: 8. Jakarta : EGC

. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Djohan. 2006. Terapi Musik. Yogyakarta : Penerbit Buku Baik

Guyton, Arthur C. 2005. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Edisi 3. Jakarta : EGC

Mansjoer, A dkk. 2009. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius

Noor, zairin. (2016). Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Edisi : 2. Salemba Medika :
Jakarta.

Sehono, Endrayani. 2010. Pengaruh Teknik Relaksasi Guided Imagery terhadap Operasi
Fraktur di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Fakultas Ilmu Kesehatan
Muhammadiyah Surakarta

Smeltzer, S dan Brenda Bare. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume I Edisi
8. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai