Anda di halaman 1dari 44

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWAT

DARURATAN DENGAN TRAUMA KEPALA

ELDESSA VAVA RILLA., S. Kep., Ners., m. KEP


STIKes Karsa Husada Garut
PENGERTIAN
• Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah
kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat
injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada
kepala (Suriadi, 2001).
• Cedera kepala adalah trauma yang mengenai kulit kepala,
tengkorak, dan otak yang disebabkan oleh trauma tumpul
atau trauma tembus ( Mansjoer, 2000; Brunner & Soddarth,
2002 )
• Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yang
serius di antara penyakit neurologik, dan merupakan
proporsi epidemik sebagai hasil dari kecelakaan jalan raya
( Brunner & Suddarth, 2002 ).
• Cedera kepala merupakan adaya pukulan/benturan
mendadak pada kepala dengan atau tanpa kehilangan
kesadaran. Traumatik yang terjadi pada otak yang mampu
menghasilkan perubahan pada phisik, intelektual, emosional,
sosial, dan vocational (Susan Martin, 1999)
• Trauma atau cedera kepala (brain injury) adalah salah satu
bentuk trauma yang dapat mengubah kemampuan otak
dalam menghasilkan keseimbangan fisik, intelektual,
emosional, sosial dan pekerjaan atau dapat dikatakan sebagai
bagian dari gangguan traumatik yang dapat menimbulkan
perubahan – perubahan fungsi otak (black, 2005)
ETIOLOGI
a.      Trauma oleh benda tajam
• Menyebabkan cedera  setempat dan menimbulkan cedera lokal.
Kerusakan lokal meliputi Contusio serebral, hematom serebral,
kerusakan otak sekunder yang disebabkan perluasan masa lesi,
pergeseran otak atau hernia.
b.      Trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera
menyeluruh (difusi)
• Kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk :
cedera akson, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar,
hemoragi kecil multiple pada otak koma terjadi karena cedera
menyebar pada hemisfer cerebral, batang otak atau kedua-duanya. 
• Etiologi lainnya:
• a.       Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda,
dan mobil.
• b.      Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.
• c.       Cedera akibat kekerasan.
KLASIFIKASI
• a.      Menurut Jenis Cedera
• Cedera Kepala terbuka
Dapat menyebabkan fraktur pada tulang
tengkorak dan jaringan otak
• Cedera kepala tertutup
Dapat disamakan dengan keluhan geger otak
ringan dan oedem serebral yang luas
• b.      Menurut berat ringannya
berdasarkan GCS (Glosgow Coma Scale)
• Cedera Kepala ringan (kelompok risiko rendah)
-  GCS 13-15 (sadar penuh, atentif, orientatif)
-  Kehilangan kesadaran /amnesia tetapi kurang
30 mnt
-  Tak ada fraktur tengkorak
-  Tak ada contusio serebral (hematom)
-  Tidak ada intoksikasi alcohol atau obat terlarang
-   Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing
-  Pasien dapat menderita abrasi, laserasi, atau
hematoma kulit kepala
-  Tidak adanya criteria cedera sedang-berat
• Cedera kepala sedang
- GCS  9-14 (konfusi, letargi, atau stupor)
- Kehilangan kesadaran lebih dari 30 mnt /
kurang dari 24 jam (konkusi)
- Dapat mengalami fraktur tengkorak
-  Amnesia pasca trauma
-  Muntah
- Kejang
• Cedera kepala berat
-  GCS 3-8 (koma)
-  Kehilangan kasadaran lebih dari 24 jam
(penurunan kesadaran progresif)
-  Diikuti contusio serebri, laserasi, hematoma
intracranial
-  Tanda neurologist fokal
-  Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur
kranium
• Menurut morfologi
• Fraktur tengkorak     
- Kranium: linear/stelatum; depresi/non depresi;
terbuka/tertutup
- Basis: dengan/tanpa kebocoran cairan
serebrospinal, dengan/tanpa kelumpuhan
nervus VII
-  Fokal: epidural, subdural, intraserebral
-  Difus: konkusi ringan, konkusi klasik, cedera
aksonal difus
• Menurut patofisiologi
• Cedera kepala primer
Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi - decelerasi rotasi
) yang menyebabkan gangguan pada jaringan.
Pada cedera primer dapat terjadi :
-          Gegar kepala ringan
-          Memar otak
-          Laserasi
• Cedera kepala sekunder
Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti :
-          Hipotensi sistemik
-          Hipoksia
-          Hiperkapnea
-          Udema otak
-          Komplikasi pernapasan
-          Infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain
Akibat Trauma Kepala
• Kerusakan Pada Bagian Otak Tertentu
• Kerusakan pada lapisan otak paling atas (korteks serebri biasanya akan
mempengaruhi kemampuan berfikir, emosi dan perilaku seseorang.
Daerah tertentu pada korteks serebri biasanya bertanggungjawab atas
perilaku tertentu, lokasi yang pasti dan beratnya cedera menentukan jenis
kelainan yang terjadi.
a.      Kerusakan Lobus Frontalis
• Lobus frontalis pada korteks serebri terutama mengendalikan keahlian
motorik (misalnya menulis
• Memainkan alat musik atau mengikat tali sepatu)
• Kerusakan yang kecil, jika hanya mengelai satu sisi otak, menyebabkan
kejang.
• Kerusakan luas yang mengarah ke bagian belakang lobus frontalis bisa
menyebabkan apati, ceroboh, lalai dan kadang inkontinensia.
• Kerusakan luas yang mengarah ke bagian depan atau samping lobus
frontalis menyebabkan perhatian penderita mudah teralihkan,
kegembiraan yang berlebihan, suka menentang, kasar dan kejam;
penderita mengabaikan akibat yang terjadi akibat perilakunya.
 
• b.      Kerusakan Lobus Parietalis
• Kerusakan kecil di bagian depan lobus parietalis menyebabkan mati rasa pada sisi
tubuh yang berlawanan. Kerusakan yang agak luas bisa menyebabkan hilangnya
kemampuan untuk melakukan serangkaian pekerjaan (keadaan ini
disebut apraksia) dan untuk menentukan arah kiri-kanan.
• Kerusakan yang luas bisa mempengaruhi kemampuan penderita dalam mengenali
bagian tubuhnya atau ruang di sekitarnya atau bahkan bisa mempengaruhi
ingatan akan bentuk yang sebelumnya dikenal dengan baik (misalnya bentuk
kubus atau jam dinding). Penderita bisa menjadi linglung atau mengigau dan tidak
mampu berpakaian maupun melakukan pekerjaan sehari-hari lainnya.

• c.       Kerusakan Lobus Temporalis


• Lobus temporalis mengolah kejadian yang baru saja terjadi menjadi dan
mengingatnya sebagai memori jangka panjang. Lobus temporalis juga memahami
suara dan gambaran, menyimpan memori dan mengingatnya kembali serta
menghasilkan jalur emosional. Kerusakan pada lobus temporalis sebelah kanan
menyebabkan terganggunya ingatan akan suara dan bentuk
• Kerusakan pada lobus temporalis sebelah kiri menyebabkan gangguan
pemahaman bahasa yang berasal dari luar maupun dari dalam dan menghambat
penderita dalam mengekspresikan bahasanya. Penderita dengan lobus temporalis
sebelah kanan yang non-dominan, akan mengalami perubahan kepribadian seperti
tidak suka bercanda, tingkat kefanatikan agama yang tidak biasa, obsesif dan
kehilangan gairah seksual.
Cedera Spesifik Otak Kepala
• a.      Fraktur Tengkorak
• Fraktur Linear : Kekuatan benturan lebih luas area
tengkorak
• Fraktur Basiler: Pada dasar tengkorak atau pada tulang
sepanjang bagian Frontal atau temporak
• Fraktur ini cukup serius karena menimbulkan kontak antara
CSS  dan dunia luar melalui ruang subarachnoid dan sinus
yang mengandung udara dari  wajah atau tengkorak,
memungkinkan bakteri masuk & mengisi drainase sinus
• Patah tulang di dasar tengkorak bisa
merobek meningens (selaput otak). Cairan
serebrospinal(cairan yang beredar diantara otak dan
meningens) bisa merembes ke hidung atau telinga
• b.      Geger Serebral (Contusio)
• Gegar otak (kontusio serebri) merupakan memar
pada otak, yang biasanya disebabkan oleh pukulan
langsung dan kuat ke kepala
• Hal ini menandakan terjadinya perdarahan pada
otak yang dapat menimbulkan pembengkakan
Bakteri ringan dari cedera otak menyebar,
disfungsi neurologis bersifat sementara dapat pulih
• Disorientasi dan bingung sesaat dengan gejala sakit
kepala, tak mampu konsentrasi gangguan memori
sementara pusing, peka omnesia retrograde. 
• 
• c. Memar / Laserasi cerebral (Komosio)
• Komosio cerebral setelah cedera kepala adalah
hilangnya fungsi neurologik sementara tanpa
kerusakan struktur. Umumnya meliputi sebuah
periode tidak sadarkan diri dalam beberapa
detik sampai beberapa menit. Jika jaringan otak
di lobus frontal terkena, pasien dapat
menunjukkan perilaku irasional yang aneh,
dimana keterlibatan lobus temporal dapat
menimbulkan amnesia atau disorientasi.
• d.      Hematom Epidural
• Adalah suatu akumulasi darah pada ruang antara
tulang tengkorak bagian dalam danlapangan
meningens paling luar (dura), terjadi karena  robekan
cabang kecil arteri meningeal tengah atau frontal. Hal
ini terjadi karena patah tulang tengkorak telah
merobek arteri. Darah di dalam arteri memiliki
tekanan lebih tinggi sehingga lebih cepat memancar.
• Tanda dan gejala berupa sakit kepala hebat yang,
penurunan kesadaran ringan, diikuti periode lucid,
kemudian penurunan neurologi dari kacau mental
sampai coma, bentuk dekortikasi & deserebrasi, pupil
isokor sampai anisokor
• e.       Hematoma Subdural
• Adalah akumulasi darah dibawah lapangan meningeal
duramater diatas lapangan arakhnoid yang menutupi
otak. Penyebabnya robekan permukaan dan lebih sering
pada lansia dan alkoholik gejala sakit kepala, letargi,
kacau mental, kejang disfasia. 
• Hematoma subdural pada bayi bisa menyebabkan kepala
bertambah besar karena tulang tengkoraknya masih
lembut dan lunak..
• Petunjuk dilakukannya pengaliran perdarahan ini adalah:
• -      sakit kepala yang menetap
• -      rasa mengantuk yang hilang-timbul
• -      linglung
• -      perubahan ingatan
• -      kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan
• a.      Hematoma Intrakranial
• Adalah pengumpalan darah lebih dari 25 ml dalam
parenkim otak, penyebabnya adalah   fraktur depresi tulang
tengkorak, cedera penetrasi  peluru dan gerakan aselerasi-
deserasi tiba-tiba tindakan bersifat kontroversial bedah atau
medis, serta bias juga terjadi karena cedera atau stroke.
• Perdarahan karena cedera biasanya terbentuk di dalam
pembungkus otak sebelah luar (hematoma subdural) atau
diantara pembungkus otak sebelah luar dengan tulang
tengkorak (hematoma epidural).
• Pada perdarahan intrakranial bisa terjadi penurunan
kesadaran sampai koma, kelumpuhan pada salah satu atau
kedua sisi tubuh, gangguan pernafasan atau gangguan
jantung, atau bahkan kematian. Bisa juga terjadi
kebingungan dan hilang ingatan, terutama pada usia lanjut.
• b.      Konkusio
• Konkusio adalah hilangnya kesadaran (dan kadang
ingatan) sekejap, setelah terjadinya cedera pada otak yang
tidak menyebabkan kerusakan fisik yang nyata. Konkusio
menyebabkan kelainan fungsi otak tetapi tidak
menyebabkan kerusakan struktural yang nyata.
• Konkusio bisa menyebabkan kebingungan, sakit kepala dan
rasa mengantuk yang abnormal; sebagian besar penderita
mengalami penyembuhan total dalam beberapa jam atau
hari.
• Beberapa penderita merasakan pusing, kesulitan dalam
berkonsentrasi, menjadi pelupa, depresi, emosi atau
perasaannya berkurang dan kecemasan
• Penderita bisa mengalami kesulitan dalam bekerja, belajar
dan bersosialisasi. Keadaan ini disebut sindroma pasca
konkusio.
MANIFESTASI KLINIS
• 1.     Gangguan kesadaran
• 2.     Konfusi
• 3.     Abnormalitas pupil
• 4.     Piwitan tiba-tiba defisit neurologis
• 5.     Perubahan TTV
• 6.     Gangguan pergerakan
• 7.     Gangguan penglihatan dan pendengaran
• 8.     Disfungsi sensori
• 9.     Kejang otot
• 10. Sakit kepala
• 11. Vertigo
• 12. Kejang
• 13. Pucat
• 14. Mual dan muntah
• 15. Pusing kepala
• 16. Terdapat hematoma
• 17. Kecemasan
• 18. Sukar untuk dibangunkan
• 19. Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal
yang keluar dari hidung (rhinorrohea) dan telinga
(otorrhea) bila fraktur tulang temporal.
• Akibat Dari Trauma Otak Ini Tergantung Pada:
• 1.        Kekuatan benturan
• Makin besar benturan makin parah kerusakan
• 2.        Akselerasi / Deselerasi
• Akselerasi = Benda yang bergerak mengenai kepala
yang diam
• Desekrasi = Kepala membentur benda diam
• Keduanya bisa bersamaan terjadi bila gerakan kepala
tiba-tiba tanpa kontak langsung.
• 3.        KUP dan Kontra KUP
• Cedera KUP Kerusakan pada daerah dekat yang
terbentur
• Kontra KUP  Kerusakan cedera berlawanan pada sisi
desakan benturan
• 4.        Lokasi Benturan
• Bagi otak yang tersebar kemungkinan cedera kepala terberat
adalah bagian lotus anterior (Frontalis & temporalis) Lobus
posterior (oksipitalis dan atas mesenfalon).
• 5.        Rotasi
• Pengubahan posisi rotasi kepala menyebabkan trauma
regangan & robekan pada substansia alba dan batang otak.
• 6.        Fraktur Impresi
• Disebabkan oleh suatu kekuatan yang mendorong fragmen
tulang turun menekan otak yang lebih dalam. Akibat fraktur
ini kemungkinan CSS akan mengalir ke hidung,
telinga  kemudian masuknya kuman dan terkontaminasi
dengan CSS  dapat menimbulkan infeksi dan kejang.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• 1.      CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) :
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan
ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk
mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada
24 - 72 jam setelah injuri.
• 2.      MRI :Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau
tanpa kontras radioaktif.
• 3.      Cerebral Angiography :Menunjukan anomali sirkulasi
cerebral, seperti : perubahan jaringan otak sekunder
menjadi udema, perdarahan dan trauma.
• 4.      Serial EEG :Dapat melihat perkembangan gelombang
yang patologis
• 5.      X-Ray :Mendeteksi perubahan struktur tulang
(fraktur), perubahan struktur garis(perdarahan/edema),
fragmen tulang.
• 6.      BAER : Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
• 7.      PET : Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme
otak
• 8.      CSF, Lumbal Punksi : Dapat dilakukan jika diduga
terjadi perdarahan subarachnoid.
• 9.      ABGs : Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah
pernapasan (oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan
intracranial.
• 10.  Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan
elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intrkranial.
• 11.  Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh obat
sehingga menyebabkan penurunan kesadaran.
• 
PATOFISIOLOGI
• DI WORD
PENATALAKSANAAN
• 1.      Observasi 24 jam
• 2.      Jika pasien masih muntah sementara
dipuasakan terlebih dahulu.
• 3.      Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
• 4.      Anak diistirahatkan atau tirah baring.
• 5.      Profilaksis diberikan bila ada indikasi.
• 6.      Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.
• 7.      Pemberian obat-obat analgetik.
• 8.      Pembedahan bila ada indikasi.
Pedoman Resusitasi Dan Penilaian Awal

• Menilai jalan napas: bersihkan jalan napas dari debris dan


muntahan, lepaskan gigi palsu, pertahankan tulang servikal
segaris dengan badan dengan memasang kolar servikal,
pasang guedel bila dapat ditolerir. Jika cedera orofasial
mengganggu jalan napas, maka pasien harus diintubasi.
• Menilai pernapasan: tentukan apakah pasien bernapas
spontan atau tidak. Jika tidak, beri oksigen melalui masker
oksigen. Jika pasien bernapas spontan, selidiki dan atasi
cedera dada berat seperti pneumotoraks, pneumotoraks
tensif, hemopneumotoraks. Pasang oksimeter nadi, jika
tersedia, dengan tujuan menjaga saturasi oksigen
minimum 95 %. Jika jalan napas pasien tidak terlindung
bahkan terancam, maka pasien harus segera diintubasi
serta diventilasi oleh ahli anestersi.
• Pedoman Penatalaksanaan
• Pada semua pasien dengan cedera kepala dan/ atau leher,
lakukan foto tulang belakang servikal (proyeksi antero-
posterior, lateral, dan odontoid).
• Pada semua pasien dengan cedera kepala sedang dan
berat, lakukan prosedur berikut:
• Pasang jalur IV dengan larutan salin normal (NaCl 0.9 %)
atau larutan Ringer Laktat: cairan isotonis lebih efektif
mengganti volume intravaskuler daripada cairan
hipotonis, dan larutan ini tidak menambah edema serebri.
• Lakukan pemeriksaan: hematokrit, periksa darah perifer
lengkap, trombosit, kimia darah: glukosa, ureum, dan
kreatinin, masa protrombin atau masa tromboplastin
parsial, skrining toksikologi dan kadar alcohol bila perlu
 
• Lakukan CT Scan dengan jendela tulang: foto roentgen kepal tidak perlu jika CT
Scan dilakukan, karena CT Scan ini lebih sensitive untuk mendeteksi fraktur.
Pasien denga cedera kepala ringan, sedang, atau berat harus dievaluasi adanya:
§  Hematoma epidural
§  Darah dalam subarakhnoid dan interventrikel
§  Kontusio dan perdarahan jaringan otak
§  Edema serebri
§  Obliterasi sisterna perimesenfalik
§  Pergeseran garis tengah
§  Fraktur kranium, cairan dalam sinus, dan pneumosefalus
• Pada pasien yang koma (Skor GCS < 8) atau pasien dengan tanda-tanda
herniasi, lakukan tindakan berikut ini:
§  Elevasi kepala 30°
§  Hiperventilasi: intubasi dan berikan ventilasi mandatorik intermitten
§  Pasang kateter Foley
§  Konsul bedah saraf bila terdapat indikasi operasi (hematoma epidural yang
besar, hematoma subdural, cedera kepala terbuka, dan fraktur impresi >1
diploe)
• Penatalaksanaan Khusus
• 1.      Cedera kepala ringan
• Pasien dengan cedera kepala ini umumnya dapat
dipulangkan ke rumah tanpa perlu dilakukan
pemeriksaan CT Scan bila memenuhi criteria
berikut:
• §  Hasil pemeriksaan neurologist dalam batas
normal
• §  Foto servikal jelas normal
• §  Adanya orang yang bertanggung jawab untuk
mengamati pasien selama 24 jam pertama,
dengan instruksi untuk segera kembali ke bagian
gawat darurat jika timbul gejala perburukan
• 2.      Cedera kepala sedang
• Pasien yang sedang menderita konkusi otak, dengan GCS 15 dan CT
Scan normal, tidak perlu dirawat. Pasien ini dapat dipulangkan untuk
observasi di rumah, meskipun terdapat nyeri kepala, mual, muntah,
pusing, atau amnesia. Risiko timbulnya lesi intracranial lanjut yang
bermakna pada pasien dengan cedera kepala sedang adalah minimal.
• 3.      Cedera kepala berat
• Setelah penilaian awal dan stabilisasi tanda vital, keputusan segera
pada pasien ini apakah terdapat indikasi interval bedah saraf
segera. Jika ada indikasi, harus segera dikonsulkan ke bedah saraf
untuk tindakan operasi. Penatalaksanaan cedera kepala berat
seyogyanya dilakukan di unit rawat intensif. Walaupun sedikit sekali
yang dapat dilakukan untuk mengatasi kerusakan primer akibat
cedera, tetapi setidaknya dapat mengurangi kerusakan otak sekunder
akibat hipoksia, hipotensi, atau peningkatan TIK. Kejang umum yang
terjadi setelah cedera kepala dapat menyebabkan kerusakan otak
sekunder karena hipoksia, sehingga terapi anti konvulsan dapat
dimulai.
• Tindakan terhadap penalaksanaan
peningkatan TIK
• 1.      Mempertahankan oksigenasi adekuat.
• 2.      Pemberian manitol untuk menurunkan
edema serebral.
• 3.      Hiperventilasi
• 4.      Penggunaan steroid
• 5.      Meninggikan kepala tempat tidur
• 6.      Kemungkinan intervensi bedah neuro
untuk evakuasi bekuan darah
• Tindakan pendukung lain
• 1.      Ventilasi
• 2.      Pencegahan kejang dengan antikonvulson
• 3.      Pemeliharaan cairan dan elektrolit
• 4.      Keseimbangan nutrisi
• 5.      Mempertahankan jalan nafas.
KOMPLIKASI
• Komplikasi
• 1.  Epilepsi Pasca Trauma
• 2.  Afasia
• 3.  Apraksia
• 4.  Agnosis
• 5.  Amnesia
• 6.  Fistel Karotis-kavernosus
• 7.  Diabetes Insipidus
• 8.  Kejang pasca trauma
• 9.      Kebocoran cairan serebrospinal
• 10.  Edema serebral dan herniasi
• 11.  Defisit Neurologis dan Psikologis

 
 
 
 
 
 
ASUHAN KEPERAWATAN
1.      Pengkajian Primer
·         Airway
• Kepatenan jalan napas, apakah ada sekret, hambatan jalan
napas.
·         Breathing
• Pola napas, frekuensi pernapasan, kedalaman pernapasan,
irama pernapasan, tarikan dinding dada, penggunaan otot
bantu pernapasan, pernapasan cuping hidung.
·         Circulation
• Frekuensi nadi, tekanan darah, adanya perdarahan, kapiler
refill.
·         Disability
• Tingkat kesadaran, GCS, adanya nyeri.
• Tingkat Kesadaran
• Kualitatif dengan :
-          CMC
• Reaksi segera dengan orientasi sempurna, sadar akan sekeliling , orientasi
baik terhadap orang tempat dan waktu.
-          Apatis
• Terlihat mengantuk saat terbangun klien terlihat acuh tidak acuh terhadap
lingkungannya.
-          Confuse
• Klien tampak bingung, respon psikologis agak lambat.
-          Samnolen
• Dapat dibangunkan jika rangsangan nyeri cukup kuat, bila rangsangan
hilang, klien tidur lagi.
-          Soporous Coma
• Keadaan tidak sadar menyerupai koma, respon terhadap nyeri masih ada,
biasanya inkontinensia urine, belum ada gerakan motorik sempurna.
-          Koma
• Keadaan tidak sadar, tidak berespon dengan rangsangan. 
• 2.      Pengkajian Sekunder
• a.      Riwayat Kesehatan Sekarang
• Tanyakan kapan cedera terjadi. Bagaimana mekanismenya. Apa
penyebab nyeri/cedera: Peluru kecepatan tinggi? Objek yang
membentuk kepala ? Jatuh ? Darimana arah dan kekuatan
pukulan?
• b.      Riwayat Penyakit Dahulu
• Apakah klien pernah mengalami kecelakaan/cedera sebelumnya,
atau kejang/ tidak. Apakah ada penyakti sistemik seperti DM,
penyakit jantung dan pernapasan. Apakah klien dilahirkan secara
forcep/ vakum. Apakah pernah mengalami gangguan sensorik atau
gangguan neurologis sebelumnya. Jika pernah kecelakaan
bagimana penyembuhannya. Bagaimana asupan nutrisi. 
• c.       Riwayat Keluarga
• Apakah ibu klien pernah mengalami preeklamsia/ eklamsia,
penyakit sistemis seperti DM, hipertensi, penyakti degeneratif
lainnya.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
• 1.      Bersihan jalan  nafas tidak efektif b.d kerusakan
neurovaskular (cedera pusat pernapasan di otak).
• 2.      Pola napas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskuler,
obstruksi trakeabronkial
• 3.      Perfusi jaringan serebral tidak efektif b.d edema serebral
• 4.      Perubahan persepsi sensori b.d trauma defisit
neurologis
• 5.      Resti infeksi b.d trauma jaringan, kerusakan kulit,
prosedur invasif.
• 6.      Kerusakan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan
tubuh, cedera ortopedi.
• 7.      Resti perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
b.d penurunan tingkat kesadaran, mual, muntah.

Anda mungkin juga menyukai