Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN

PENGABDIAN MASYARAKAT

PENYULUHAN KESEHATAN
“KENALI GEJALA DAN TATA LAKSANA HIPERTENSI PADA LANSIA”
DI POSBINDU RAJAWALI KELURAHAN JOMBANG BINTARO
TANGERANG SELATAN

TIM PENGABDIAN MASYARAKAT


Pembimbing :
Ketua :
Anggota :

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IMC BINTARO
2015
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada usia lanjut, terjadi penurunan kondisi fisik/biologis, kondisi psikologis, serta
perubahan kondisi sosial. Para usia lanjut, bahkan juga masyarakat menganggap seakan-akan
tugas-tugasnya sudah selesai, mereka berhenti bekerja dan semakin mengundurkan diri dari
pergaulan bermasyarakat yang merupakan salah satu ciri fase ini. Dalam fase ini, biasanya
usia lanjut merenungkan hakikat hidupnya dengan lebih intensif serta mencoba mendekatkan
dirinya kepada tuhan (Tamher, 2009:2).

Seiring meningkatnya derajat kesehatan dan kesejahteraan penduduk akan berpengaruh


pada peningkatan UHH di Indonesia. Berdasarkan laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa 2011,
pada tahun 2000-2005 UHH adalah 66,4 tahun (dengan persentase populasi lansia tahun 2000
adalah 7,74%), angka ini akan meningkat pada tahun 2045-2050 yang diperkirakan UHH
menjadi 77,6 tahun (dengan persentase populasi lansia tahun 2045 adalah 28,68%). Begitu
pula dengan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) terjadi peningkatan UHH.

Pada tahun 2000 UHH di Indonesia adalah 64,5 tahun (dengan persentase populasi lansia
adalah 7,18%). Angka ini meningkat menjadi 69,43 tahun pada tahun 2010 (dengan
persentase populasi lansia adalah 7,56%) dan pada tahun 2011 menjadi 69,65 tahun (dengan
persentase populasi lansia adalah 7,58%) (Kepala Pusat Data dan Informasi Kementrian
Kesehatan RI, 2013:1). Pada tahun 2012 Indonesia termasuk Negara Asia ketiga dengan
jumlah absolut populasi diatas 60 tahun terbesar yakni setelah Cina (200 juta), India (100
juta) dan menyusul Indonesia (25 juta). Bahkan diperkirakan Indonesia akan mencapai 100
juta lanjut usia (lansia) dalam tahun 2050. Penduduk dianggap berstruktur tua di negara
berkembang apabila penduduk usia 60 tahun ke atas sudah mencapai 7% dari total penduduk.
Pada tahun 2010 proporsi penduduk lansia di Indonesia telah mencapai sekitar 10%. Provinsi
dengan persentase puskesmas tertinggi yang memiliki posyandu lansia adalah provinsi DI
Yogyakarta (100%) diikuti Jawa Tengah (97,1%) dan Jawa Timur (95,2%). Sedangkan
provinsi dengan persentase puskesmas tertinggi yang memiliki kelompok peduli lansia adalah
DI Yogyakarta (53,6%) diikuti Sumatra Selatan (44%) dan DKI Jakarta (41,7%). (Kepala
Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI, 2013:16).

Seiring dengan meningkatnya jumlah lansia di Indonesia, semakin meningkat pula


permasalahan penyakit akibat proses penuaan, sehingga penyakit tidak menular banyak
muncul pada usia lanjut. Penyakit tidak menular pada lansia di antaranya hipertensi (Kepala
Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI, 2013). Seseorang dikatakan memiliki
tekanan darah tinggi atau hipertensi saat tekanan darahnya selalu lebih tinggi dari 140/90
mmHg, bahkan saat beristirahat (Jain, 2011:35).

Perubahan pada jantung terlihat dalam gambaran anatomis berupa, bertambahnya jaringan
kolagen, bertambahnya ukuran miokard, berkurangnya jumlah miokard, dan berkurangnya
jumlah air jaringan. Tebal bilik kiri dan kekuatan katup bertambah seiring dengan penebalan
septum interventrikular, ukuran rongga jantung juga membesar. Selain itu, akan terjadi
penurunan jumalah sel-sel pacu jantung serta serabut berkas His dan Purkinye. Keadaan di
atas mengakibatkan menurunnya kekuatan dan kecepatan kontraksi miokard disertai dengan
memanjangnya waktu pengisian diastolik, hasil akhirnya berupa berkurangnya fraksi ejeksi
sampai 10-20%. Timbulnya aritmia jantung juga akan meningkat sejalan dengan penambahan
usia. Pembuluh darah akan lebih kaku hingga kehilangan kelenturannya. Endapan lemak
yang menyebabkan aterosklerosis akan makin banyak dengan berbagai manifestasi seperti
penyakit jantung koroner, gangguan aliran pembuluh darah otak, dan ektremitas (Tamher,
2009:31).

Terjadinya penyakit hipertensi, apabila berat badan seseorang berlebih sudah tentu akan
meningkatkan beban kerja jantung dalam memompa darah keseluruh tubuh. Hal ini
mengakibatkan tekanan darah cenderung akan lebih tinggi. Selain itu, pembuluh darah pada
lansia lebih tebal dan kaku atau disebut aterosklerosis, sehingga tekanan darah akan
meningkat. Bila disertai adanya plak di sekitar dinding dalam arteri, hal tersebut akan
menyebabkan sumbatan pada pembuluh darah yang dapat membuat terjadinya penyumbatan
pada arteri koroner dan stroke (Pecahnya pembuluh darah), bila terjadi pada otak dapat
menyebabkan kelumpuhan dan kematian. Untuk lansia hendaknya mengurangi konsumsi
natrium (garam), karena garam yang berlebih dalam tubuh dapat meningkatkan tekanan darah
(Maryam, 2008:130).
Menurut catatan Badan Kesehatan Dunia WHO tahun 2011 ada satu milyar orang di
Dunia menderita hipertensi dan dua per-tiga diantaranya berada di Negara berkembang yang
berpenghasilan rendah-sedang (Kemenkes, 2013:4). Penderita hipertensi di Amerika pada
orang dewasa sebesar 50 juta (21,7%), dan prevelensi hipertensi di Negara lain seperti
Thailand sebesar 17%, Vietnam 34,6%, Singapura 24,9% dan Malaysia sebesar 29,9%
(Susilo &Wulandari, 2011). Prevalensi hipertensi diperkirakan akan terus meningkat, dan
diprediksi pada tahun 2025 sebanyak 29% orang dewasa di seluruh dunia menderita
hipertensi, sedangkan di Indonesia angkanya mencapai 31,7%.

Hipertensi dikenal dengan tekanan darah tinggi dan sering disebut sebagai “sillent killer”
karena terjadi tanpa tanda dan gejala, sehingga penderita tidak mengetahui jika dirinya
terkena hipertensi, dari hasil penelitian mengungkapkan sebanyak 76,1 % tidak mengetahui
dirinya mengidap hipertensi (Kemenkes, 2013:4). Penyakit hipertensi di Kabupaten
Tangerang merupakan salah satu penyakit tidak menular yang jumlah kasusnya tertinggi. Di
Puskesmas Kabupaten Tangerang tahun 2010, terdapat 42947 orang penderita hipertensi dan
penyakit ini menduduki peringkat 5 dari 20 besar penyakit rawat jalan yang terdapat di
Puskesmas tersebut.
Hipertensi dibedakan menjadi dua tipe yaitu hipertensi primer dan hipertensi sekunder.
Hipertensi primer adalah hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya secara pasti, hipertensi
primer memiliki populasi 90% dari seluruh pasien hipertensi.

Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain seperti
kerusakan ginjal, diabetes, kerusakan vaskuler, sekitar 10% dari pasien hipertensi tergolong
hipertensi sekunder (Herlambang, 2013:26). Hipertensi juga banyak dijumpai pada penderita
kembar monozigot (satu telur), apabila salah satunya menderita hipertensi. Fakta ini
mendukung dugaan bahwa faktor keturunan mempunyai peran di dalam terjadinya
Hipertensi, baik secara langsung maupun tidak langsung (Adib, 2009:81).

Di Indonesia pada tahun 2001-2004 menunjukan penyakit kardiovaskuler merupakan


penyakit nomor satu dan sekitar 20-35% dari kematian tersebut disebabkan oleh penyakit
hipertensi (Tuminah, 2009:582). Sedangkan menurut kemenkes 2013, kematian akibat
penyakit tidak menular (PTM) di Indonesia mengalami peningkatan dari 41,1% menjadi 60%
dan berada di 10 urutan teratas penyebab kematian pada semua kelompok umur salah satunya
pada usia lanjut. Lansia cenderung mengalami penyakit hipertensi karena organ-organ tubuh
pada lansia mengalami kemunduran, pada dasarnya sel juga bertambah semakin lama
semakin tua dan pada akhirnya sel-sel tua itu mengalami kematian sel. Hal ini antaralain
berakibat bahwa semakin tua seseorang akan semakin mudah terserang penyakit
dibandingkan mereka yang lebih muda (Tamher, 2009:27).

Sedangkan Menurut penelitian yang dilakukan oleh Framingham yang dikutip dari
Sannet (2007) menyatakan bahwa setelah usia pertengahan dan lansia, 90% populasi
mengalami hipertensi dalam sisa hidupnya dan 60% adalah hipertensi sistolik terisolasi.
Hipertensi sistolik terisolasi, yaitu terjadi peningkatan tekanan darah sistolik tanpa diikuti
oleh peningkatan tekanan darah diastolik. Umumnya tekanan sistolik akan meningkat sejalan
dengan bertambahnya usia dan begitu juga dengan tekanan darah diastolik akan meningkat
sampai usia 55 tahun, dan kemudian akan menurun. Sejalan dengan pengerasan (kekakuan)
dinding pembuluh darah arteri yang semakin meningkat (Andra, 2001, Zuriati, 2010).

Apabila penyakit ini tidak terkontrol, akan menyerang target organ, dan dapat menyebabkan
serangan jantung, stroke, gangguan ginjal, serta kebutaan. Dari beberapa penelitian
dilaporkan bahwa penyakit hipertensi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan peluang 7
kali lebih besar terkena stroke, 6 kali lebih besar terkena congestiveheart failure, dan 3 kali
lebih besar terkena serangan jantung (Tuminah, 2009:581). Jika hal ini dibiarkan lansia akan
banyak terkena komplikasi penyakit, sangat disayangkan bila sudah terkena komplikasi lansia
akan sulit untuk beraktifitas melakukan kegiatan kesehariannya. Pengobatan hipertensi pada
saat ini terdiri dari 2 golongan terapi farmakologis dan terapi non farmakologis, terapi
farmakologis hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori yaitu diuretik,
penghambat simpatetik, betabloker, vasodilator,Menghambat ensim konversi angiotensin,
angiotensin kalsium, penghambat reseptor angiotensin II. Terapi nonfarmakologis meliputi
diet rendah garam/kolesterol/lemak jenuh, mengurangi asupan garam, berhenti merokok,
melakukan olahraga dan teknik relaksasi (Herlambang, 2013:85).

Upaya pengobatan nonfarmakologis selalu menjadi hal yang penting dilaksanakan


pada penderita hipertensi berusia lanjut. Sementara dengan kelemahan fisik atau keterbatasan
rentang gerak yang dimiliki lansia, maka lansia akan mengalami kesulitan dalam melakukan
aktivitas fisik. Dengan melakukan relaksasi otot progresif dianjurkan untuk lansia karena
dalam terapi ini tidak memberatkan aktifitas fisik pada lansia.
Hasil wawancara awal dengan kader Posbindu Rajawali menyatakan bahwa di
posbindu Rajawali terdapat banyak lansia yang mengeluh mengalami hipertensi. Hipertensi
ini baru diketahui saat lansia memeriksakan diri ke posbindu, lansia juga menyatakan tidak
merasa ada keluhan fisik berkenaan dengan hipertensi nya tersebut. Kebiasaan yang paling
diminati oleh lansia di posbindu Rajawali adalah makan ikan asin.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka upaya pendidikan kesehatan melalui


penyuluhan tentang hipertensi dan tatalaksananya sangat diperlukan bagi lansia di Posbindu
Rajawali kelurahan Jombang.

STIKes IMC merupakan suatu STIKes swasta yang sedang berkembang di Selatan Jakarta
tepatnya di wilayah Bintaro sektor 9 Jl. Raya Jombang Kecamatan Pondok Aren, Kota
Tangerang Selatan yang berdiri dalam naungan PT. Ichsan Medical Centre yang dipimpin
oleh Ibu Ani Yuliani, didirikan pada tanggal 25 juli 2003.

STIKes IMC Bintaro adalah institusi pendidikan kesehatan yang ikut serta
mendukung program pemerintah dalam melakukan pendidikan di bidang kesehatan kepada
masyarakat khususnya lansia di lingkungan Bintaro Khususnya dan Tangerang Selatan
umumnya.

Untuk mendukung program pemerintah dalam meningkatkan usia harapan hidup di


indonesia sehingga pemerintah yang berfokus pada peningkatan kesehatan lansia di
indonesia. Untuk mewujudkan dukungan pada program tersebut staff dosen di STIKes
IMC Bintaro melakukan pengabdian masyarakat berupa penyuluhan kesehatan Hipertensi
pada lansia yang disosialisasikan pada seluruh lansia di Posbindu Rajawali Jombang
Tangerang Selatan .yang natinya diharapkan akan menjadi kegiatan rutin.

1.2 TUJUAN

A. Tujuan umum
Lansia mampu mengetahui tentang hipertensi, pencegahan dan tatalaksananya
B. Tujuan Khusus
1. Lansia mampu menyebutkan tentang defenisi hipertensi
2. Lansia mampu menyebutkan tentang penyebab hipertensi
3. Lansia mampu menyebutkan tanda dan gejala hipertensi
4. Lansia mampu menyebutkan dampak lanjut hipertensi
5. Lansia mampu menyebutkan pencegahan hipertensi
6. Lansia mampu menyebutkan tata laksana hipertensi

C. Luaran yang Diharapkan


Lansia mampu menyebutkan dan mengenali tentang defenisi hipertensi, penyebab
hipertensi, tanda dan gejala hipertensi, dampak lanjut hipertensi, pencegahan hipertensi, tata
laksana hipertensi.

D. Gambaran Umum Masyarakat Sasaran


Peserta kegiatan ini adalah lansia di Posbindu Rajawali kelurahan Jombang sebanyak
kurang lebih 20-30 orang.

E. Tempat dan Waktu Pelaksanaan


Tempat : Posbindu Rajawali Perumahan Villa Bintaro Kelurahan Jombang
Waktu : Selasa, 17 November 2015
Pukul :08.00 s.d 12.00 WIB

F. Pelaksana
1. Nama Dosen
2. Nama Mhs
3. Nama Mhs
4. dst

I. Anggaran
Terlampir
1.3 KEGIATAN

Terapi Aktifitas yang dilakukan “Penyuluhan Hipertensi dan Pemeriksaan Gulah Darah
Sewaktu (GDS) “

PELAKSANA PENGABDIAN TEAM MAHASISWA TARGET


MASYARAKAT LPPM

1. Ketua pelaksana mhs 1. Anggota mhs 30 lansia


lainnya

1.4 EVALUASI

1. Lansia sangat antusias, dan lansia mengetahui tentang penyakit Hipertensi dan
pencegahannya.
2. Pengabdian Masyarakat dapat dilakukan secara rutin setiap minggu ketiga setiap
bulannya.
3. Terjalinnya hubungan kerjasama dengan Posbindu Rajawali Jombang Tangerang
Selatan dengan STIKes IMC Bintaro.
4. Lansia lebih mengenal STIKes IMC Bintaro .

G. PENUTUP
Dengan dilaksanakannya pengabdian masyarakat di di Posbindu Rajawali kelurahan
Jombang diharapkan kegiatan tersebut dapat bermanfaat bagi para lansia di di Posbindu
Rajawali kelurahan Jombang, dan dapat menjadi kegiatan rutin khusunya dalam pelaksanaan
pelaksanaan pemeriksaan tekanan darah dan melakukan cek darah untuk lansia. Serta
terjalinnya kerjasama yang optimal antara Posbindu Rajawali kelurahan Jombang dan STIKes
IMC Bintaro dalam pelaksanaan program pendidikan STIKes IMC sebagai Institusi
pendidikan kesehatan yang berfokus pada bidang kesehatan lansia,khususnya di daerah
Tangerang Selantan dan sekitarnya.

Tangerang Selatan, 16 Desember 2015

Ketua Pelaksana :

Elida Lisda Mora Sagala, S.Kep, Ners

Anda mungkin juga menyukai