Anda di halaman 1dari 50

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit diabetes mellitus adalah penyakit kronik, progresip yang

dikarakteristikan dengan ketidak mampuan tubuh untuk melakukan metabolisme,

karbohidrat, lemak, dan protein awal terjadinya hiperglikemia (kadar gula yang tinggi

dalam darah) ( Damayanti, 2015).

Diabetes militus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang

yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat

kekurangan insulin baik absolut maupun relatif ( Tarwoto dkk, 2012).

Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2015, 415 juta orang

terkena penyakit diabetes Militus kenaikan 4 kali lipat dari 108 juta di 1980 an . Pada

tahun tahun 2040 diperkirakan jumlahnya 642 juta, Hampir 80% orang diabetes ada

dinegara berpenghasilan rendah dan menengah, pada tahun 2014 terdapat 96 juta

orang dewasa dengan diabetes di 11 negara anggota wilayah regional asia tenggara

meningkat dari 4,1% di tahun 2014.

Depkes RI,2007 Sistem Kesehatan Nasional menyatakan bahwa segala upaya

dalam pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan untuk mencapai derajat

kesehatan yang lebih tinggi yang memungkinkan orang hidup lebih produktif baik

sosial maupun ekonomi, pelayanan kesehatan masyarakat, perubahan gaya hidup,

1
2

bertambahnya umur harapan hidup, maka di indonesia mengalami pergeseran pola

penyakit dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular, hal ini dikenal

dengan transisi epidemiologi. Kecenderungan meningkatnya prevalensi penyakit

tidak menular salah satunya adalah Diabetes Mellitus (Hasdianah, 2012).

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas) tahun 2013. Proporsi diabetes militus

di Indonesia adalah 6,9%, jika jumlah estimasi penduduk Indonesia usia 15 tahun

keatas pada tahun 2013 sebanyak 176.689.336 orang maka dapat diperkirakan

jumlah absolut penderita diabetes mellitus adalah sekitar 12 juta (Pusat Data Dan

Informasi Kementrian Kesehatan RI, 2014).

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Palembang dari tahun 2014 jumlah

total kasus diabetes mellitus sebanyak 1.553 dengan kasus diabetes mellitus tipe 1

sebanyak 335 dan kasus diabetes mellitus tipe 2 sebanyak 1.218. pada tahun 2015

jumlah total kasus diabetes mellitus sebanyak 2.416 sedangkan pada tahun 2016

jumlahnya bertambah menjadi 4.442 kasus (Dinkes Kota Palembang, 2016).

Berdasarkan Profil Puskesmas Makrayu. Jumlah kasus dari penyakit diabetes

mellitrus sepanjang tahun 2016 sebanyak 586 kasus, sedangkan pada tahun 2017

jumlah kasus diabetes mellitus meningkat menjadi 742 kasus, dan dalam bulan

januari sampai april 2018 ditemukan pasien yang datang ke puskesmas dengan

keluhan DM terdapat 236 jiwa. (Profil Puskesmas Makrayu, 2017 & 2018).

Ada beberapa diabetes saat ini berdasarakan pada etiologi penyakit terdapat

empat kategori diabetes yaitu Diabetes tipe 1 (disebabkan oleh penghancuran sel

pulau pankreas), diabetes tipe 2 (disebabkan oleh kombinasi resistansi insulin dan
3

disfungsi sekresi insulin β), diabetes tipe khusus lain (disebabkan oleh kondisi seperti

endokrinopati, penyakit eksokrin pankreas, sindrom genetik) diabetes gestasional

diabetes yang terjadi pertama kali saat kehamilan ( Billous dan donelly, 2014).

DM merupakan penyakit menahun yang akan disandang seumur hidup.

Pengelolaan penyakit ini memerlukan peran serta dokter, perawat, ahli gizi, dan

tenaga kesehatan lain. Pasien dan keluarga juga mempunyai peran yang penting,

sehingga perlu mendapatkan edukasi untuk memberikan pemahaman mengenai

perjalanan penyakit, pencegahan, penyulit, dan penatalaksanaan DM. Pemahaman

yang baik akan sangat membantu meningkatkan keikutsertaan keluarga dalam upaya

penatalaksanaan DM guna mencapai hasil yang lebih baik (Soelistijo, dkk 2015).

Gula darah yang tinggi menyebabkan kerusakan bermacam-macam sistem dan

organ tubuh bisa merusak mata, otak, rongga mulut, paru-paru, jantung, lambung,

usus, hati, empedu, ginjal, kandung kemih, sistem saraf, serta anggota gerak.

Termasuk menimbulkan impotensi dan luka yang tidak kunjung sembuh.(Tandara,

2014).

Pada anggota gerak manusia yang paling rentan terkena dampak diabetes

adalah kaki, masalah kaki menjadi penyebab paling sering yang membuat diabetes

menjalani rawat inap dirumah sakit. Karna kurangnya memperhatikan kebersihan

kaki dan seringnya memeakai sepatu yang ukurannya pas yang bisa menyebabkan

problem luka maka amputasi pada bagian tubuh tidak dapat dihindari, sehingga bisa

menimbulkan masalah sosial dan psikologis pada penderita.(Tandra, 2014).


4

Serta penderita diabaetes pada pria mempunyai tingkat lebih dari 50%

mengalami impotensi dan ini disebabkan faktor fisik, karna gula darah tinggi atau

lama mengidap diabetes. Penyempitan pembuluh darah karena komplikasi kronis

diabetes menggangu aliran darah dari pembuluh darahbesar ke penis. Jika saraf juga

mengalami kerusakan sehingga tidak dapat mengangtar impuls pengisian darah

kedalam pembuluh darah kecil didalam penis, maka penis lemas dan gagal ereksi.

Sehingga ini mengakibat kan gangguan biologis dan seksual pada

penderita.(Tandara, 2014).

Sehingga orang dengan DM memiliki tingkat kecemasan 20% lebih tinggi

dibandingkan dengan orang tanpa DM, karena diabetes dianggap merupakan suatu

penyakit yang menakutkan, yang mempunyai dampak negatif dan merasa terancam baik

secara fisik maupun psikologis . Dengan tingginya kadar gula darah serta resiko

komplikasinya membuat setiap penderita DM mengalami kecemasan (Semiardji

2013 dalam jurnal Widya, 2015), dan cemas dapat mengakibatkan diabetes itu

dikarnakan cemas yang tidak diatasi dapat mengakibatkan hipotalamus mensekresi

corticotropin-releasing factor, yang akan menstimulus pituitari anterior untuk

memproduksi adrenocorticotropic hormone (ACTH). Kemudian ACTH akan

menstimulasi pituitari anterior untuk memproduksi glukokortikoid, terutama kortisol.

Kortisol akan menstimulasi katabolisme protein, melepaskan asam amino;

menstimulasi ambilan asam amino oleh hepar dan konversinya menjadi glukosa

(glukoneogenesis) dan menginhibisi ambilan glukosa (aksi-anti insulin) oleh

berbagai sel tubuh selain otak dan jantung ( Brunner & Suddarth, 2001).
5

Dalam proses teradinya kecemasan itu disebabkan oleh dua faktor, yang

pertama faktor predisposisi, yang mana dijelaskan dalam teori psikoanalitik menurut

freud, kecemasan adalah konflik yang terjadi antara dua elemen kepribadian id dan

superego. Id mewakili dorongan insting dan implus primitif seseorang, sedangkan

superego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma

budaya seseorang. Ego berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang

bertentangan dan fungsi kesemasan adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.

Sedangkan dalam faktor yang kedua yaitu faktor presipitasi, yang mana dalam hal ini

menjadi faktor pencetusnya salah satunya adalah ancaman terhadap integritas fisik,

seperti kegagalan mekanisme fisiologis yaitu jantung, siste imun, infeksi virus, dan

luka trauma (Lestari, 2015).

Penelitian tentang pengaruh kecemasan terhadap kadar gula darah pada

penderita DM sebelumnya pernah dilakukan di RSUD Salatiga pada tahun 2014 oleh

Atika Widya Syari`ati dengan menggunakan sampel 40 responden penderita DM

yang datang ke poliklinik RSUD tersebut.

Berdasarkan latar belakang diatas maka dilakukan penelitian tentang

Hubungan Kecemasan Dengan Kadar Gula Darah Pada Penderita Diabetes Melitus

di Puskesmas makrayu Palembang Tahun 2018.

1.2 Rumusan Masalah

Masih terjadi peningkatan penderita DM di Puskesmas Makrayu dari tahun ke

tahun yang dinilai berdasarkan profil Puskesmas Makrayu jumlah kasus sepanjang

tahun 2016 sebanyak 586 kasus, sedangkan pada tahun 2017 jumlah kasus diabetes
6

mellitus meningkat menjadi 742 kasus dan baru memasuki 4 bulan di tahun 2018

penderita yang datang kepuskesmas dengan keluhan diabetes mellitus berjumlah 236

jiwa. Diabetes yang sering disebut juga kencing manis atau penyakit gula,

merupakan salah satu jenis penyakit kronis yang ditandai dengan meningkatnya

kadar gula di dalam darah. Gula darah yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan

bermacam-macam sistem dan organ tubuh. Bisa merusak mata, otak, rongga mulut,

paru-paru, jantung, lambung, usus, hati, empedu, ginjal, kandunng kemih, sistem

saraf, serta anggota gerak. Termasuk menimbulkan impotensi dan luka yang tidak

kunjung sembuh. (Tandra, 2014). Maka dari itu cemas pada penderita diabetes melitus

dikarenakan bahwa diabetes dianggap merupakan suatu penyakit yang menakutkan,

karena mempunyai dampak negatif dan merasa terancam baik secara fisik maupun

psikologis. Dengan tingginya kadar gula darah serta resiko komplikasinya membuat

setiap penderita DM mengalami kecemasan (Syari`ati, 2015). Dari uraiaan diatas

dapat disimpulkan bahwa perumusan masalah pada penelitian ini adalah belum

diketahuinya Hubungan Kecemasan Dengan Kadar Gula Darah Pada Penderita

Diabetes Melitus di Puskesmas Makrayu Palembang Tahun 2018.

1.3 Pertanyaan Peneliti

Berdasarkan perumusan masalah diatas maka pernyataan dalam penelitian ini

Adakah Hubungan Kecemasan Dengan Kadar Gula Darah Pada Penderita Diabetes

Melitus di Puskesmas Makrayu Palembang Tahun 2018.?


7

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan umum

Tujuan umum dalam penelitian ini adalah diketahuinya Hubungan Kecemasan

Dengan Kadar Gula Darah Pada Penderita Diabetes Melitus di Puskesmas Makrayu

Palembang Tahun 2018.

1.4.2. Tujuan khusus

Berdasarkan tujuan umum diatas maka diperoleh tujuan khusus dalam

penelitian ini adalah:

1) Diketahuinya distrubusi frekuensi kecemasan pada penderita diabetes mellitus.

2) Diketahuinya distribusi frekuensi kadar gula darah pada penderita diabetes

mellitus.

3) Diketahuinya hubungan kecemasan dengan kadar gula darah pada penderita

diabetes mellitus.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Puskesmas

Sebagai bahan masukan kepada pihak pengelola Puskesmas guna

meningkatkan pelayanan keperawatan, khususnya pada dengan penderita diabetes

mellitus di Puskesmas Makrayu.

1.5.2 Bagi STIK Bina Husada Palembang

Hasil penelitian ini menambah referensi dan dapat dijadikan sebagai acuan

meningkatkan keilmuan mahasiswa dibidang Keperawatan khususnya Keperawatan

Komunitas untuk penelitian selanjutnya.


8

1.5.3 Bagi Peneliti

Sebagai bahan pustaka dan tambahan pengalaman yang sangat berharga bagi

peneliti dalam melaksanakan peneliti dan mengembangkan wawasan keilmuan serta

sebagai bahan masukan untuk penelitian yang akan datang.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam lingkup kajian Keperawatan Komunitas. Pada

bagian ini peneliti menjelaskan tentang Hubungan Kecemasan Dengan Kadar Gula

Darah Pada Penderita Diabetes Melitus, penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 2-4

Juli 2018, dan dilakukan penelitian ini untuk mengetahui seberapa besar Hubungan

Kecemasan Dengan Kadar Gula Darah Pada Penderita Diabetes Melitus. Sasaran

penelitian adalah penderita diabetes mellitus di Puskesmas Makrayu. Dengan teknik

sampling accedental sampling, sampel yang didapat yaitu 50 responden penderita

diabetes mellitus. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan desain

kuantitatif servei analitik dengan pendekatan cross sectional dan pengambilan data

dilakukan dengan cara menyebarkan Quesioner kemudian dianalisis dengan

menggunakan chi square dengan nilai P-√alue 0,05.


9

BAB II

TINJAUAAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Mellitus

2.1.1 Pengertian Diabetes Mellitus

Sudoyo.et.al, dalam (Damayanti, 2015) diabetes mellitus adalah suatu

gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak akibat dari ketidak

seimbangan antara ketersediaan insulin dan kebutuhan insulin. Gangguan tersebut

dapat berupa defisiensi insulin absolut, gangguan pengeluaran insulin oleh sel beta

pankreas, produksi insulin yang tidak aktif dan kerusakan insulin sebelum bekerja.

Definisi diabetes mellitus atau penyakit gula atau penyakit kencing manis

adalah penyakit yang ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi normal

(hiperglikemia) akibat tubuh kekurangan insulin baik absolut maupun relatif

(Hasdianah H.R, 2012)

2.1.2 Anatomi Fisilogi Pankreas

Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjang kira-kira 15 cm, lebar

5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan bratnya rata-rata 60-90 gram.

Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung.

Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu sebagai berikut.

1) Sel asini yang berfungsi menyekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.

9
10

2) Pulau langerhans yang tidak men geluarkan sekretnya, tetapi menyekresi insulin

dan glukagon langsung ke darah.

Pulau-pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pankreas

tersebar diseluruh pankreas dengan berat hanya 1-3% dari berat total pankreas. Pulau

Langerhans berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau

Langerhans yang terkecil adalah 50µ, sedangkan yang terbesar 300µ, terbanyak

adalah yang besarnya 100-225µ. Jumlah semua pulau Langerhans di pankreas

diperkirakan antara 1-2 juta.

Pulau Langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama, yaitu sebagai

berikut.

1. Sel-sel A (alfa), jumlahnya sekitar 20-40%, memproduksi glikogen yang

menjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai anti-insulin

like activity.

2. Sel-sel B (bata), jumlahnya sekitar 60-80%, membuat insulin.

3. Sel-sel D (delta), jumlahnya sekitar 5-15%, membuat somatostatin.

Masing-masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan struktur dan sifat

pewarna. Dibawah mikroskop pulau-pulau Langerhans ini tampak berwarna pucat

dan banyak mengundang pembuluh darah kapiler. Sel beta penderita DM berbeda

dengan sel beta yang normal, yakni sel beta tidak menunjukkan reaksi pewarnaan

untuk insulin sehingga dianggap tidak berfungsi.

Insulin merupakan hormon yang dihasilkan oleh pankreas. Tiga fungsi insulin

yaitu membuka jalan agar glukosa dapat masuk ke dalam sel untuk menghasilkan
11

energi, menekan produksi gula di hati dan otot, serta mencegah pemecahan lemak

sebagai sumber energi. Normalnya, pankreas akan mengeluarkan insulin dalam

jumlah kecil sepanjang hari. Pada penderita diabetes mellitus, insulin tidak tersedia di

dalam tubuh. Kondisi ini terjadi karena pankreas tidak dapat memproduksi insulin,

akibatnya tubuh tidak dapat memperoleh energi dan dapat berbahaya bagi tubuh

(Maghfuri, 2016).

2.1.3 Etiologi Diabetes Mellitus

Menurut Hasdianah H.R (2012), penyakit diabetes mellitus mempunyai

beberapa faktor pemicu, antara lain:

1) Pola makan

Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang dibutuhkan oleh

tubuh dapat memacu timbulnya diabetes mellitus karen kadar gula darah yang

meningkat.

2) Obesitas (kegemukan)

Orang gemuk dengan berat badan lebih dari 90 kg cenderung memiliki peluang

yang lebih besar untuk terkena penyakit diabetes mellitus.

3) Faktor genetis

Diabetes mellitus dapat diwariskan dari orang tua kepada anak. Gen penyebab

diabetes mellitus akan dibawa oleh anak jika orang tuanya menderita diabetes

mellitus.
12

4) Bahan-bahan kimia dan obat-obatan

Bahan kimia dapat mengiritasi pankreas yang menyebabkan radang pankreas,

radang pada pankreas akan mengakibatkan fungsi pankreas menurun sehingga

tidak ada sekresi hormon-hormon untuk proses metabolisme tubuh termasuk

insulin.

5) Penyakit dan infeksi pada pankreas

Infeksi mikroorganisme dan virus pada pankreas juga dapat menyebabkan radang

pankreas.

6) Pola hidup

Pola hidup sangat mempengaruhi faktor penyebab terjadinya diabetes mellitus.

Jika orang malas berolahraga memiliki resiko lebih tinggi untuk terkena penyakit

diabetes mellitus karena olahraga berfungsi untuk membakar kalori yang

berlebihan didalam tubuh.

7) Kadar kortikosteroid yang tinggi

8) Kehamilan diabetes gestasional, akan hilang setelah melahirkan

9) Obat-obatan yang merusak pankreas

2.1.4 Klasifikasi Diabetes Mellitus

Menurut Tarwoto dkk (2012), diabetes memiliki beberapa klasifikasi,

diantaranya adalah :
13

a. Diabetes mellitus tipe 1 atau Insulin Dependent Mellitus (INDDM)

Diabetes mellitus tipe 1 atau Insulin Dependent Mellitus (INDDM) yaitu DM

yang beragantung Insulin. Diabetes tipe ini terjadi pada 5% s.d 10% penderita DM.

pasien sangat tergantung insulin melalui penyuntikan untuk mengendalikan gula

darah. Diabetes tipe ini disebabkan karena kerusakan sel beta pancreas yang

menghasilkan insulin. Hal ini berhubungan dengan kombinasi antara faktor genetic.

Immunologi dan kemungkinan lingkungan, seperti virus. Terdapat juga hubungan

terjadinya diabetes tipe I dengan beberapa antigen leukosit manusia (HLAs) dan

adanya autoimun antibody sel islet (ICAs) yang dapat merusak sel-sel beta pancreas.

Bagaimana proses terjadinya kerusakan sel beta itu tidak jelas. Ketidakmampuan sel

beta menghasilkan insulin mengakibatkan glukosa yang berasal dari makanan tidak

dapat disimpan dalam hati dan tetap berada dalam darah sehingga menimbulkan

hiperglekimia.

b. Diabetes mellitus tipe 2 atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus

(NIDM)

Diabetes mellitus tipe 2 atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus

(NIDM) yaitu DM yang tergantung pada Insulin . kurang lebih 90-95% penderita DM

adalah diabetes tipe ini. DM tipe 2 terjadi akibat penurunan sensitivitas terhadap

insulin (resistensi insulin) atau akibat penurunan produksi insulin. Normalnya insulin

terikat oleh reseptor khusus pada permukaan sel dan mulai terjadi rangkaian reaksi

termasuk metabolisme glukosa. Pada diabetes tipe 2 reaksi dalam sel kurang efektif

karena kurangnya insulin yang berperan dalam menstimulasi glukosa masuk ke


14

jaringan dan pengaturan pelepasan glukosa dihati. Adanya insulin juga dapat

mencegah pemecahan lemak yang menghasilkan badan keton

DM tipe 2 banyak terjadi pada usia dewasa lebih dari 45 tahun karena

berkembang lambat dan terkadang tidak terdeteksi, tetapi jika kadar gula darah tinggi

baru dapat dirasakan seperti kelemahan iritabilitas, poliuria, poliodipsi, proses

penyembuhan luka yang lama, infeksi vagina Kelainan penglihatan (Tarwoto, dkk.

2012).

Menurut Tarwoto, dkk (2012), Faktor resiko DM tipe 2 :

1. Usia diatas 45 tahun, jarang DM tipe 2 terjadi pada usia muda

2. Obesitas berat badan lebih dari 120% dari berat badan ideal (kira kira terjadi

90%)

3. Riwayat keluarga DM dengan tipe 2

4. Riwayat adanya gangguan toleransi glukosa IGT atau gangguan glukosa

puasa IFG

5. Hipertensi lebih dari 140/90 atau atau hiperlipidemia, kolestrol atau

trigkiserida lebih dari 150 mg/dl

6. Riwayat gestasional DM atau riwayat melahirkan bayi diatas 4 kg

7. Polycystic ovarian syndrom yang diakibatkan resistensi dari insulin. Pada

keadaan ini wanita tidak terjadi ovulasi (keluarnya sel telur dari ovarium)

tidak terjadi menstruasi, tumbuhnya rambut secara berlebihan , tidak bisa

hamil.
15

c. Diabetes terjadi malnutrisi

Golongan Diabetes ini biasanya pada penduduk yang miskin. Diabetes tipe ini

dapat ditegakkan jika ada 6 gejala yang mungkin yaitu :

1. Adanya gejala malnutrisi seperti badan kurus, berat badan kurang dari

80% berat badan ideal

2. Adanya tanda-tanda mal absorpsi makanan

3. Usia antara 15-40 tahun

4. Memerlukan insulin untuk regulasi DM dan menaikkan berat badan

5. Nyeri perut berulang

6. Diabetes sekunder

d. Diabetes sekunder yaitu DM yang berhubungan dengan keadaan atau penyakit

tertentu, misalnya penyakit pancreas (pancreatitis, neoplasma, trauma/

panreatectomy), endokrinopati (akromegali, Cushing’s syndrome,

pheochromacytoma, hyperthryroidsm), obat-obatan atau zan kimia

(glukokortikoid, hormone tiroid, dilantin, nicotinic acid), penyakit infeksi seperti

congenital rubella, infeksi cytomegalovirus, serta syndrome genetic diabetes

seperti Syndrome Down.

e. Diabetes mellitus gastosional

Diabetes mellitus gastosional yaitu DM yang terjadi pada masa kehamilan, dapat

didiagnosa dengan menggunakan test toleran glukosa, terjadi pada kira-kira 24

minggu kehamilan. Individu dengan DM gestasional 25% akan berkembang

menjadi DM.
16

2.1.5 Gejala- Gejala Diabetes Mellitus

Menurut Maghfuri (2016), tanda-tanda dan gejala pada penderita diabetes

mellitus antara lain:

1. Banyak Kencing (poliuria)

Oleh karena sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan

banyak kencing.

2. Banyak minum (polidipsia)

Oleh karena sering kencing maka memungkinkan sering haus dan banyak

minum.

3. Banyak Makan (polifagia)

Penderita diabtes mellitus mengalami keseimbangan kalori negatif, sehingga

timbul rasa lapar yang sangat besar.

4. Penurunan berat badan dan rasa lemah

Hal ini disebabkan glukosa dalam darah tidak dapat masuk kedalam sel,

sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk menghasilkan tenaga. Untuk

kelangsungan hidup, sumber tenaga terpaksa siambil dari cadangan lain, yaitu

sel lemak dan sel otot. Akibatnya penderita kehilangan jaringan lemak dan otot

sehingga menjadi karus.

2.1.6 Patofisiologi Diabetes Mellitus

Pada keadaan Normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan mengalami

metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi glikogen dan 20% sampai

40% diubah menjadi lemak. Pada Diabetes Mellitus semua proses tersebut terganggu
17

karena terdapat defisiensi insulin. Penyerapan glukosa ke dalam sel macet dan

metabolismenya terganggu. Keadaan ini menyiapkan sebagian besar glukosa tetap

berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglekimia. (Rendy & Margareth,

2012)

Penyakit diabtes mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormone insulin.

Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen

sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak

dapat menahan hiperglekemi, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180mg%

sehingga apabila terjadi hiperglekemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan

mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang

menyerap air maka semua kelebihan akan dikeluarkan bersama urine yang disebut

glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine

yang disebut dengan poiuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intraseluler, hal ini

akan merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus

sehingga pasien akan minum terus yang disebut dengan polidipsi. (Rendy &

Margareth, 2012)

Produksi insulin yang kurang akan mengakibatkan menurunnya transport

glukosa sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat,

lemak dan protein menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran

dalam tubuh, maka klien akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan

yang disebut dengan poliphagia. Terlalu banyak lemak yang dibakar maka akan

terjadi penumpukan asetat dalam darah yang menyebabkan keasaman darah


18

meningkat atau asidosis. Zat ini akan meracuni tubuh bila terlalu banyak hingga

tubuh berusaha mengeluarkan melalui urine dan pernafasan, akibatnya bau urine dan

napas penderita berbau aseton atau bau buah-buahan. Keadaan asidosis ini apabila

tidak segera diobati akan terjadi koma yang disebut koma diabetik. (Rendy &

Margareth, 2012).

2.1.7 Komplikasi Diabetes Mellitus

Menurut Tarwoto, dkk (2012), Pasien dengan diabetes mellitus berisiko

terjadi komplikasi baik bersifat akut maupun kronis diantaranya:

a. Komplikasi akut

1. Koma hiperglikemia disebabkan kadar gula sangat tinggi biasanya

terjadi pada NIDDM

2. Ketoasidosis atau keracunan zat keton sebagai hasil metabolisme

lemak dan protein terutama terjadi pada IDDM.

3. Koma hipoglikemia akibat terapi insulin yang berlebihan atau tidak

terkontrol.

4. Penyakit makrovaskuler: mengenai pembuluh darah besar, penyakit

jantung koroner (cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah kapiler)

(Rendy & Margareth, 2012)

5. Penyakit Mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah kecil, retinopati,

nefropati (Rendy & Margareth, 2012)


19

6. Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ektrimitas), saraf otonom

berpengaruh pada gastrointestinal, kardiovaskuler. (Rendy &

Margareth, 2012)

b. Komplikasi kronis

1. Mikroangiopati (kerusakan pada saraf-saraf perifer) pada organ-organ yang

mempunyai pembuluh darah kecil seperti pada :

a. Retino diabetika (kerusakan saraf retina dimata sehingga mengakibatkan

kebutaan).

b. Neuropati diabetika (kerusakan sarf-saraf perifer) mengakibatkan

gangguan sensori pada organ tubuh.

c. Neuropati diabetika (kelainan/kerusakan pada ginjal) dapat

mengakibatkan gagal ginjal.

2. Makroangipati

a. Kelainan pada jantung dan pembuluh darah seperti miokard infark

maupun gangguan fungsi jantung karena arteriskelosis.

b. Penyakit vaskuler perifer

c. Gangguan system pembuluh darah otak atau stroke.

3. Ganggren diabetika karena adanya neuropati dab terjadi luka yang tidak

sembuh-sembuh.

4. Disfungsi ereltil diabetika


20

2.1.8 Penatalaksanaan Diabetes Mellitus

Menurut Tarwoto dkk (2012), Tujuan penatalaksanaan penderita diabetes

militus adalah:

a. Menormalkan fungsi dari insulin dan menurunkan kadar glukosa darah

b. Mencegah komplikasi vaskuler dan neurophati

c. Mencegahnya terjadinya hipoglikemia dan ketoasidosis

Menurut Tarwoto, dkk (2012), Prinsip penatalaksanaan pasien DM adalah

mengontro kadar gula darah dalam rentang normal. Untuk mengontrol gula darah ada

5 faktor penting yang harus diperhatikan yaitu :

a. Asupan makanan atau management diet

b. Latihan fisik atau exercise

c. Obat obatan penurunan gula darah

d. Pendidikan kesehatan

e. Monitoring

Perencanaan penatalaksanaan DM bersifat individual artinya perlu

dipertimbangkan kebutuhan terhadap umur pasien, gaya hidup, kebutuhan nutrisi,

kematangan, tingkat aktivitas, pekerjaan dan kemampuan pasien dalam mengontrol

gula darah secara mandir yaitui :

1. Management diet DM

Kontrol nutrisi, diet dan berat badan merupakan dasar penanganan pasien DM
21

Tujuan yang paling penting dalam management nutrisi dan diet badalah

mengontrol total kebutuhan kalori , intake yang dibutuhkan , mencapai kadar

serum lipid normal.

2. Latihan fisik/exercise

Latihan fisik bertujuan

- menurunkan gula darah dengan meningkatkan metabolisme karbohidrat

- menurunkan berat badan dan mempertahankan berat badan normal

- meningkatkan kadar HDL dan menurunkan kadar trigileserida

- menurunkan tekanan darah

3. Obat obatan

a. Obat antidiabetik oral atau Hypoglikemik Agent (OH) efektif pada DM

Tipe 2 , jika management nutrisi dan latihan gagal.

Jenis obat obatan antidiabetik oral diantaranya :

1. Sulfonilurea : bekerja dengan merangsang beta sel pankreas untuk

melepaskan cadangan insulinya, yang termasuk obat jenis ini

adalah Glibenklamid, Tolbutamid, Klopropamid.

2. Biguanida : bekerja dengan mengahmbat penyerapan glukosa di

usus, misalnya miformin, glukophage.


22

b. Pemberian hormon insulin

Pasien dengan DM Tipe 1 tidak mampu memproduksi insulin dalam

tubuhnya, sehingga sangat tergantung pada pemberian insulin. Berbeda

dengan DM Tipe 2 yang tidak tergantung pada insulin, tetapi

memerlukankanya sebagai pendukung untuk menurunkan glukosa darah

dalam mempertahankan kehidupanya .

Tujuan pemberian insulin adalah meningkatkan transport glukosa ke

dalam sel dalam menghambat konversi glikogen dan asam amino menjadi

glukosa.

Komplikasi pemberian insulin, pemberian insulin dapat menyebabkan atu atau

lebih komplikasi diantaranya :

- Hipoglikemia

Terjadi apabila kadar glukosa darah dibawah 60 mg/ 100 ml karena

kelebihan dosis insulin atau terlambat makan sementara pasien sudah

diberikan insulin aktivitas yang bgerlebihan, pada keadaan hipoglikemia

pasien biasanya mengalami ganggauan kesadaran, takhikardia , keringat

dingin, berkunang kunang , lemas.

- Hipertropi atau atropi jaringan

Hipertropi jaringan meli[uti penebalan dari jaringan subkutan pada tempat

injeksi, jaringan atropi terjadi dengan hilangnya lemak pada area injeksi.
23

4. Pendidikan Kesehatan

Hal penting yang harus dilakukan pada pasien DM adalah pendidikan

kesehatan, beberapa hal penting yang perlu disampaikan pada pasien DM

adalah :

a. Penyakit DM yang meliputi pengertian, tanda gejala, penyebab, dan tes

diagnosa

b. Diet atau management diet pada pasien DM

c. Aktivitas sehari hari termasuk latihan dan olaraga

d. Pencegahan terhadap mkomplikasi DM diantaranya penatalkasanaan

hipoglikemia, pencegahan terjadi ganggren pada kaki dengan latihan

senam kaki.

e. Pemberian obat obat an DM dan cara injeksi insulin

f. Cara monitoring dan pengukuran glukosa darah secara mandiri

5. Monitoring glukosa darah

Pasien dengan DM perlu diperkenalkan tanda gejala hiperglikemia dan

hipoglikemia serta yang paling penting adalah memonitor kadar glukosa

secara mandiri.

Cara pengukuran glukosa darah secara mandiri yaitu :

a. Siapkan alat glukometer, sesuaikan antara glukometer dengan kode

strip pereaksi khusus

b. Pastikan kode pada glukometer sama dengan kode strip pereaksi

khusus
24

c. Lakukan pengambilan darah dengan cara menusukan stik pada ujung

jari sehingga darah akan keluar

d. Tempelkan darah yang sudah ada pada ujun jari pada strip yang sudah

siap pada glukometer

e. Biarkan darah dalam strip selama 40-50 detik sesuai dengan ketentuan

pabrik glukometer

f. Hasil gula darah dapat dilihatv dari layar monitor glukometer.

2.2 Konsep Cemas

2.2.1. Pengertian Cemas

Kecemasan berasal dari bahasa latin “angere” yang berarti untuk menghadapi

(to strong) atau untuk distress. Hal ini berkaitan dengan kata “anger” yang berarti

“kesedihan” atau “masalah”. Kecemasan juga berkaitan dengan kata “to anguish”

yang menggambarkan adanya nyeri akut, dan distress (Muttaqin dan Sari, 2009).

Kecemasan adalah pengalaman manusia yang bersifat universal, suatu respons

emosiaonal yang tidak menyenangkan, penuh kekwatiran, suatu rasa takut yang tidak

terekspresikan dan tidak terarah karena suatu sumber ancaman atau pikiran sesuatu

yang akan datang tidak jelas dan tidak terdeteksi (Solehati & Eli, 2015).

Cemas merupakan respon emosional dan penilaian individu yang subjektif

yang dipengaruhi oleh alam bawah sadar dan belum diketahui secara khusus faktor

penyebabnya.Ansietas merupakan pengalaman emosi dan subjektif tanpa ada objek

yang spesifik sehingga orang merasakan suatu perasaan was-was (khawatir) seolah-
25

olah ada sesuatu yang buruk akan terjadi dan pada umumnya disertai gejala-gejala

otonomik yang berlangsung beberapa waktu”.(Lestari, 2015)

2.2.2 Tanda Dan Gejala Kecemasan

Menurut Shives 1998 yang dijelasakan dalam buku Solehati (2015), secara

umum tanda dan gejala kecemasan dapat dilihat dari 3 sistem berikut.

1. Sistem Fisiologis

Tanda dan gejala kecemasan yang dapat dilihat pada sistem fisiologis

adalah meningkatnya nadi, tekanan darah, repirasi, diaporesis, tanga

berkeringat, nyeri kepala, vertigo, pandangan mata kabur, insomnia

atau gangguan tidur, penurunan nafsu makan, mual, muntah, dan

sering berkemih.

2. sistem Fisiologis

tanda dan gejala yang muncul pada sistem ini antara lain: menarik

diri, depresi, iritable, menjadi mudah menangis, apatis, marah, dan

merasa ketakutan.

3. Respon kognitif

Kecemasan dapat mempengaruhi respon kognitif yang mana tanda dan

gejala nya sebagai berikut: menurunnya perhatian akibat terlalu

memikirkan masalah yang sedang dialami, ketidak mampuan

berkonsentrasi, serta menurunya produktivitas.


26

2.2.3. Rentang Respon Kecemasan

Tingkatan kecemasan dibagi menjadi 4, antara lain:

a. Kecemasan ringan

Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-

hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan

persepsinya.(Tetti Solehati, 2015). Kecemasan ringan dapat memotivasi belajar dan

menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini

adalah kelelahan, iritabel, lapang persepsi meningkat, kesadaran tinggi, mampu untuk

belajar, motivasi meningkat dan tingkah laku sesuai situasi. Kecemasan ringan

mempunyai karakteristik :

a) Berhubungan dengan ketegangan dalam peristiwa sehari-hari.

b) Kewaspadaan meningkat.

c) Persepsi terhadap lingkungan meningkat.

d) Dapat menjadi motivasi posotif untuk belziar dan menghasilkan

kreatifitas.

e) Respon fisiologis : sesekali nafas pendek, nadi dan tekanan darah

meningkat sedikit, gejala ringan pada lambung, muka berekrut, serta

bibir bergetar.
27

f) Respon kognitif : mampu menerima rangsangan yang kompleks,

konsentrasi pada masalah, menyelesaikan masalah secara efektif, dan

terangsang untuk melakukan tindakan melakukan tindakan.

g) Respon perilaku dan emosi : tidak dapat duduk tenang, remor halus

pada tangan, dan sua kadang-kadang meninggi.

b. Kecemasan sedang

Kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada

masalah yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang

mengalami perhatian yang selektif, namun dapat melakukan sesuatu yang terarah.

Manifestasi yang terjadi pada tingkat ini yaitu kelelahan meningkat kecepatan denyut

jantung dan pernapasan meningkat, ketegangan otot meningkat, bicara cepat dengan

volume tinggi, lahan persepsi menyempit, mampuntuk belajar namun tidak optimal,

kemampuan konsentrasi menurun, perhatian selektif dan terfokus pada rangsangan

yang tidak menambah ansietas, mudah tersinggung, tidak sabar,mudah lupa, marah

dan menangis.

Kecemasan sedang mempunyai karakteristik:

a) Respon biologis : sering nafas pendek, nadi ekstra Sistol dan tekanan

darah mengkat mulut kering, anoreksia, diare/konstipasi, sakit kepala,

sering berkemih, dan letih.


28

b) Respon kognitif : memusatkan perhatian pada hal yang penting dan

mengesampingkan yang lain, lapang persepsi menyempit, dan rangsangan

dari luar tidak mampu diterimlai

c) Respon perilaku dan emosi : tidak dapat duduk tenang, remor halus pada

tangan, dan sua kadang-kadang meninggi.

c. Kecemasan berat

Kecemasan berat sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang

dengan kecemasan berat cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan

spesifik, serta tidak dapat berpikir tentang hal lain. Orang tersebut memerlukan

banyak pengarahan untuk dapat memusatkan paada suatu area yang lain. Manifestasi

yang muncul pada tingkat ini adalah mengeluh pusing, sakit kepala, nausea, tidak

dapat tidur (insomia), sering kencing, diare, palpitasi, lahan persepsi menyempit,

tidak mau belajar secara efektif, berfokus pada dirinya sendiri dan keinginan untuk

menghilangkan kecemasan tinggi, perasaan tidak berdaya, bingung, disorientasi.

Kecemasan berat mempunyai karakteristik :

a). Individu cenderung memikirkan hal yang kecil saja dan mengabaikan

halyang lain.

b) Respon fisiologis : nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, berkel‘ingat

dan sakit kepala,penglihatan kabur, serta tampak tegang


29

c) Respon kognitif : tidak mampu berpikir berat Iagi dan membutuhkan

banyak pengarahan/tuntunan, serta lapang persepsi menyempit.

d) Respon perilaku dan emosi : perasaan terancam meningkat dan komunikasi

menjadi terganggu (verbalisasi cepat).

d. Panik (sangat berat)

Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror karena

mengalami kehilangan kendali. Orang yang sedang panik tidak mampu melakukan

sesuatu walaupun dengan pengarahan. Tanda dan gejala yang terjadi pada keadaan ini

adalah susah bemapas, dilatasi pupil, palpitasi, pucat, diaphoresis, pembicaraan

inkoheren, tidak dapat berespon terhadap perintah yang sederhana, berteriak,

menjerit, mengalami halusinasi dan delusi.

Panik (kecemasan sangat berat) mempunyai karakteristik :

a) Respons fisiologis : nafas pendek, rasa tercekik dan palpitasi, sakit dada,

pucat, hipotensi, serta rendahnya koordinasi motorik.

b) Respons kognitif: gangguan realitas, tidak dapat berfikir logis, persepsi

terhadap lingkungan mengalami distorsi, dan ketidakmampuan memahami

situasi

c) Respons prilaku dan emosi : agitsi, mengamuk dan marah, ketakutan,

berteriak-teriak, kehilangan kendali atau kontrol diri (aktifitas motorik


30

tidak menentu), parasan terancamm serta dapat berbuat sesuatu yang

membahayakan diri sendiri dan atau orang lain (Lestari, 2015).

2.2.4 Proses Terjadinya Kecemasan

Menurut Lestari (2015), penyebab kecemasan dapat dipahami melalui

beberapa teori:

a. Faktor predisposisi kecemasan

Penyebab kecemasan dapat dipahami melalui beberapa teori yaitu:

I. Teori Psikoanalitik.

Menurut Freud, kecemasan adalah koni lik emosional yang terjadi antara dua

elen' en kepribadian id dan superego. Id mewalili dorongan instin g dan impuls

primitif seseora: I g, sedangkan supere go mencerminkan hati nur mi seseorang dan

dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang. Ego berfungsi menengahi tuntutan

dari dua elemen yang bertentangan dan fungsi kecemasan adalah mengingatkan ego

bahwa ada bahaya.

II. Teori Tingkah Laku (Pribadi)

Teori ini berkaitan dengan pendapat bahwa kecemasan adalah hasil frustasi,

dimana segala sesuatu yang menghalangi terhatdap kemampuan seseorang untuk

mencapaitujuan yang diinginkan dapat menimbulka kecemasan. Faktor presipitasi

yang aktual mungkin adalah sejumlah stressor internal dan eksternal, tetapi faktor-
31

faktor tersebut bekerja menghambat usaha seseorang untuk memperoleh kepuasan

dan kenyamanan. Selain itu kecemasan juga sebagai suatu dorongan untuk belajar

berdasarkan keinginan dari dalam untuk menghindari kepedihan.

III. Teori Keluarga

Menunjukkan bahwa gangguan kecemasan merupakan hal yang biasa ditemui

dalam suatu keluarga dan juga terkait dengan tugas perkembangan individu dalam

keluarga.

IV. Teori Biologis

Menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk

benzodiazepine. Reseptor ini mungkin membantu mengatur kecemasan. Penghambat

asam aminobutirik gamma neroregulator (GABA) juga mungkin memainkan peran

utama dalam mekanisme biologis berhubungan dengan kecemasan, sebagaimana

halnya dengan endorfin. Selain itu, telah dibuktikan bahwa kesehatan umum

seseorang mempunyai akibat nyata sebagai predisposisi terhadap kecemasan.

Kecemasan mungkin disertai dengan gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan

kapasitas seseorang untuk mengatasi stresor


32

b. Faktor presipitasi kecemasan

Faktor pencetus mungkin berasal dari sumber internal atau eksternal. Ada dua

kategori faktor pencetus kecemasan, yaitu ancaman terhadap integritas fisik dan

terhadap sistem diri:

I. Ancaman terhadap integritas fisik.

Ancaman pada kategori ini meliputi ketidakmampuan fisiologis yang akan

datang atau menurunnya kapasitas untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari.

Sumber internal dapat berupa kegagalan mekanisme fisiologis seperti jantung, sistem

imun, regulasi temperatur, perubahan biologis yang normal seperti kehamilan dan

penuaan. Sumber eksternal dapat berupa infeksi virus atau bakteri, zat polutan, luka

trauma. Kecemasan dapat timbul akibat kekhwatiran terhadap tindakan operasi yang

mempengaruhi integritas tubuh secara keseluruhan.

II. Ancaman terhadap sistem tubuh

Ancaman pada kategori ini dapat membahayakan identitas, harga diri dan

fungsi sosial seseorang. Sumber internal dapat berupa kesulitan melakukan hubungan

interpersonal dirumah, ditempat kerja dan dimasyarakat. Sumber eksternal dapat

berupa kehilangan pasangan, orang tua, teman, perubahan status pekerjaan, dilema

etik yang timbul dari aspek religius seseorang, tekanan dari kelompok sosial atau

budaya. Ancaman terhadap sistem diri terjadi saat tindakan operasi akan dilakukan

sehingga akan menghasilkan suatu kecemasan.


33

2.2.5 Penilaian Tingkat Kecemasan

1) SKALA KECEMASAN HAMILTON ANXIETY RATING SCALE ( HARS)

Kecemasan dapat diukur dengan alat ukur kecemasan yang disebut HARS.

Skala HARS merupakan pengukuran kecemasan yang didasarkan pada munculnya

simptom pada individu yang mengalami kecemasan. Menurut skala HARS terdapat

14 simptom yang nampak pada individu yang mengalami kecemasan. Setiap item

yang diobservasi diberi 5 tingkatan skor antara 0 sampai dengan 4. Skala HARS

pertama kali digunakan pada tahun 1959 yang diperkenalkan oleh Max Hamilton.

Skala HARS dalam penilaian kecemasan terdiri dari 14 item.(Lestari, 2015), meliputi;

1. Perasaan cemas firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah tersinggung.

2. Merasa tegang, gelisah, gemetar, mudah terganggu dan lesu.

3. Ketakutan : takut terhadap gelap, terhadap orang asing, bila tinggal sendirian

dan takut pada binatang besar.

4. Gangguan tidur: sukar memulai tidur, terbangun pada malam hari, tidur tidak

pulas dan mimpi buruk.

5. Gangguan kecerdasan: penurunan daya ingat, mudah lupa dan sulit

konsentrasi.

6. Perasaan depresi: hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada hoby,

sedih, perasaan tidak menyenangkan sepanjang hari.


34

7. Gejala somatik: nyeri pada otot-otot dan kaku, gertajan gigi, suara tidak stabil

dan kedutan otot.

8. Gejala sensorik: perasaan ditusuk-tusuk, penglihatan kabur, muka merah dan

pucat serta merasa lemah.

9. Gejala kardiovaskuler: takikardi, nyeri di dada, denyut nadi mengeras dan

detak jantung hilang sekejap.

10. Gejala pernapasan: rasa tertekan didada perasaan tercekik, sering menarik

napas panjang dan merasa napas pendek.

11. Gejala gastrointestinal: sulit menelan, obstipasi, berat badan menurun, mual

dan muntah, nyeri lambung sebelum dan sesudah makan, perasaan panas di

perut.

12. Gejala urogenital: sering kencing, tidak dapat menahan kencing, aminorea,

ereksi lemah atau impotensi.

13. Gejala vegetatif: mulut kering, mudah berkeringat, muka merah, bulu Roma

berdiri, pusing atau sakit kepala.

14. Perilaku sewaktu wawancara: gelisah, jari-jari gemetar, mengkerutkan dahi

atau kening, muka tegang, tonus otot meningkatkan dan napas pendek dan

cepat.
35

Cara penilaian kecemasan adalah dengan memberikan nilai dengan kategori:

0 = tidak ada gejala sama sekali

1 = Ringan/ satu dari gejala yang ada

2 = Sedang/ separuh dari gejala yang ada

3 = berat/ lebih dari ½ gejala yang ada

4 = sangat berat/ semua gejala ada

Penentuan derajat kecemasan dengan cara menjumlah nilai skor dan item 1-

14 dengan hasil:

1) Skor< 14= tidak ada kecemasan.

2) Skor 14-20= kecemasan ringan.

3) Skor 21-27= kecemasan sedang.

4) Skor 28-41= kecemasan berat.

5) Skor 42-56= panik/ kecemasan sangat berat.

2) Zung Self-Rating Anxiety Scale (SAS/SRAS)

Zung self-rating anxiety scale adalah penilaian kecemasan pada pasien dewasa

yang dirancang oleh William W.K. Zung, dikembangkan berdasarkan gejala

kecemasan dalam diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-II).

Terdapat 20 pertanyaan, dimana setiap pertanyaan dinilai 1-4 ( 1: tidak pernah, 2:

kadang-kadang, 3: sebagai waktu, 4: hampir setiap waktu). Terdapat 15 pertanyaan

kearah peningkatan kecemasan dan 5 pertanyaan kearah penurunan kecemasan.

Rentang penilaian 20-80, dengan pengelompokan antara lain: 1) skor 20-44:


36

normal/tidak cemas, 2) skor 45-59: kecemasan ringan, 3) skor 60-74: kecemasan

sedang, 4) skor 75-80: kecemasan berat. (Aspuah, 2013).

2.2.6 Penatalaksanaan Kecemasan

Penatalaksanaan kecemasan pada tahap pencegahan dan terapi memerlukan

suatu metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu mencakup fisik (somatik),

psikologi atau psikiatrik, psikososial dan psikoreligius (Lestari, 2015), selengkapnya

seperti pada uraian berikut:

1. Upaya menigkatkan kekebalan terhadap stres dengan cara:

a. Makan-makanan yang bergizi dan seimbang.

b. Tidur yang cukup.

c. Cukup olahraga.

d. Tidak merokok.

e. Tidak meminum minuman keras.

2. Terapi Psikofarmaka

Terapi psikoformaka merupakan pengobatan untuk cemas dengan memakai

obat-obatan yang berkhasiat memulihkan fungsi gangguan neuro-transmitter

(sinyal penghantar saraf) di susunan saraf pusat otak (limbic system). Terapi

psikofarmaka yang sering dipakai adalah obat anti cemas (anxiolytic), yaitu

seperti diazepam, clobazam, bromazepam, meprobamate dan alprazolam.


37

3. Terapi Somatik

Gejala atau keluhan fisik sering dijumpai sebagai gejala ikutan atau akibat

dari kecemasan yang berkepanjangan. Untuk menghilangkan keluhan-keluhan

somatik itu dapat diberikan obat-obatan yang ditunjukkan pada organ tubuh

yang bersangkutan.

4. Psikoterapi

Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan induvidu, antara lain:

a. Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi, semangat dan dorongan

agar pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan diberi keyakinan

serta percaya diri.

b. Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan koreksi bila

dinilai bahwa ketidakmampuan mengisi kecemasan.

c. Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimkasudkan memperbaiki kembali

kepribadian yang telah mengalami goncangan akibat stressor.

d. Psikoterapi kogitif, untuk memulihkan fungsi kognitif pasien, yaitu

kemampuan untuk berpikir secara rasional, konsentrasi dan dayaingat.

e. Psikoterapi psiko-dinamik, untuk menganalisa dan menguraikan proses

dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan mengapa seseorang tidak

mampu menghadapi stressor psikososial sehingga mengalami kecemasan.

f. Psikoterapi keluarga, untuk memperbaiki hubungan kekeluargaan, agar

faktor keluarga, tidak lagi menjadi faktor penyebab dan faktor keluarga

dapat dijadikan sebagai faktor pendukung.


38

5. Terapi Psikoreligius

Untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat hubungannya dengan

kekebalan dan daya tahan dalam menghadapi berbagai problem kehidupan

yang merupakan stressor psikosisial.

2.2.7 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan adalah sebagai berikut:

a. Umur

Bahwa umur yang lebih muda lebih mudah menderita stres dari pada umur

tua.

b. Keadaan Fisik

Penyakit adalah salah satu faktor yang menyebabkan kecemasan.

Seseorang yang sedang menderita penyakit akan lebih mudah mengalami

kecemsasan dibandingkan dengan orang yang tidak sedang menderita

penyakit.

c. Sosial Budaya

Cara hidup orang dimasyarakat juga sangat memungkinkan timbulnya

stress. Individu yang mempunyai cara hidup teratur akan mempunyai

filsafat hidup yang jelas sehingga umumnya lebih sukar mengalami.

Demikian juga dengan seseorang yang keyakinan agamanya rendah.


39

d. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang berpengaruh dalam memberikan respon

terhadap sesuatu yang datang baik dari dalam maupun dari luar. Orang

yang akan mempunyai pendidikan tinggi akan memberikan respon yang

lebih rasional dibandingkan mereka yang berpendidikan lebih rendah atau

mereka yang tidak berpendidikan. Kecemasan adalah respon yang dapat

dipelajari. Dengan demikian pendidikan yang rendah menjadi faktor

penunjang terjadinya kecemasan.

e. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan yang rendah mengakibatkan seseorang mudah mengalami

stress. Ketidaktahuan terhadap suatu hal dianggap sebagai tekanan yang

dapat mengakibatkan krisis dan dapat menimbulkan kecemasan. Stress

dan kecemasan dapat terjadi pada individu dengan tingkat pengetahuan

yang rendah, disebabkan karena kurangnya informasi yang diperoleh.

(Lestari, 2015)

Sedangkan menurut Mc Farlan dan Wasli (Solehati 2015), mengatakan,

bahwa faktor yang berkontribusi pada terjadinya kecemasan meliputi ancaman pada:

1. Konsep diri,

2. Personal security system,

3. Kepercayaan, lingkungan,

4. Fungsi peran, hubungan interpersonal, dan status kesehatan.


40

2.3 Penelitian Terkait

1. Menurut hasil penelitian Syari`ati (2015), menyatakan bahwa tedapat

hubungan antara kecemasan dengan kadar gula darah pada penderita DM

tipe 2 di RSUD Salatiga dengan menggunakan uji korelasi spearman

didapatkan nilai p= 0,000 dan R = 0,902.

2. Menurut hasil penelitian Ati ( 2014), menyatakan bahwa terdapat hubungan

antara kecemasan dengen kadar gula darah pada pesien DM di RS DKT

Yogyakarta dengan menggunakan uji korelasi spearman didaptkan nilai p=

0,008 Ha diterima Ho ditolak.

3. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Wiyadi,Lorina (2013),

menyatakan adanya hubungan antara kecemasan dengan kadar gula darah

pada penderita DM dengan menggunakan uji Kolmogrov Smirnov

didapatkan nilai p= 0,011 (α=0,05).

4. Menurut hasil penelitian yang dilakukan Frinatikasari (2017), menyatakan

adanya pengaruh antara tingkat pendidikan, lama menderita, dan dukungan

sosial denga tingkat ansietas pasien BM tipe 2 dengan menggunakan uji

spearman diapatkan nilai tingkat pendidikan (P= 0,035), lama menderita

(P= 0,019), dukungan sosial (P= 0,003).

5. Menurut hasil penelitian Artini (2016), menyatakan terdapat hubungan

antara tingkat kecemasan dengan kadar gula darah pada pasien DM tipe 2 di

Puskesmas Gedong Air Lampung, dengan menggunakan uji spearman


41

didapatkan hasil P<0,05 (0,012) yang artinya terdapat korelasi yang

bermakna antara tingkat kecemasan dengan kadar gula darah.


42

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Desain pelenitian yang digunakan adalah deskriptif analitik dengan

pendekatan cross sectional yang mempelajari hubungan antara faktor resiko

(Independen) dengan faktor efek (dependen), dimana melakukan observasi atau

pengukuran variabel sekali dan sekaligus pada waktu yang sama. Arti dari “suatu

saat” bukan berarti semua responden diukur atau diamati pada saat yang bersamaan ,

tetapi artinya cross sectional setiap responden hanya diobservasi satu kali saja dan

pengukuran variabel responden dilakukan pada saat pemeriksaan tersebut, kemudian

peneliti tidak melakukan tindak lanjut (Notoatmojo, 2017).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Makrayu Palembang.

3.2.2 Waktu penelitian

Penelitian ini akan dlakukan pada tangal 2 Juli- 4 Juli 2018.


43

3.3 Populasi dan Sempel

3.3.1 Populasi penelitian

Populasi penelitian ini adalah semua penderita diabetes mellitus yang tercatat

di Puskesmas Makarayu baik kasus lama maupun kasus baru selama 3 bulan terakhir

tahun 2017 yaitu berjumlah 236 penderita. (Notoadmodjo, 2017).

3.3.2 Sampel penelitian

Jumlah responden dalam penelitian ini terdapat 50 responden, adapun

teknik sampling penelitian yang dipakai dalam penelitian ini menggunakan “teknik

accidental sampling” yaitu dilakukan dengan mengambil kasus atau responden yang

kebetulan ada atau tersedia disuatu tempat sesuai dengan konteks penelitian.

3.4 Kerangka konsep

Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau

kaitan antara konsep satu terhadap yang lainnya, atau antara variabel yang satu

dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin diteliti. Krangka konsep ini dibuat

untuk memberikan arah atau gambaran alur penelitian yang dikembangkan

berdasarkan krangka teori dari variabel yang diteliti. Variabel penelitian ini terdiri

dari dua variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini

adalah kecemasan, sedangkan variabel terikatnya adalah kadar gula darah

(Notoadmodjo, 2017).
44

Bagan 3.1

Kerangka Konsep

Variabel Independent Variabel Dependent

Kadar gula darah pada


kecemasan penderita diabetes
mellitus

3.5 Definisis Operasional

Definisi operasional untuk membatasi ruang lingkup atau pengertian variabel-

variabel diamati/diteliti, perlu sekali variabel-variabel tersebut diberi batasan.

Definisi operasional juga bermanfaat untuk mengarahkan kepada pengukuran atau

pengamatan terhadap variabel-variabel yang bersangkutan atau mengembangkan

instrumen (alat ukur) (Notoadmodjo, 2017).

Tabel 3.1

Definisi Operasional

Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Operasional Ukur
Variabel Tingkat Pengukuran Glukometer 1. Normal, jika nilai Ordin
dependent glukosa dalam <140 mg/dl al
Kadar gula darah sewaktu 2. Pre- Diabetes,
darah jika nilai ≥140 -
<200 mg/dl
3. Diabetes, jika
45

nilai gula darah ≥


200 mg/dl.
(Tandara, Hans,
2014)
Variabel Emosional dan Wawancara Quesioner 1. Skor 20-44 Ordin
independent penilaian (SAS/SARS) al
normal/ tidak
Kecemasan individu yang
cemas.
subjektif
2. Skor 45-59:

kecemasan

ringan.

3. Skor 60-74:

kecemasan

sedang.

4. Skor 75-80:

kecemasan berat.

3.6 Hipotesis

Penelitian ini akan membuktikan hipotesis Kecemasan dengan Kadar Gula

Darah Pada Penderita Siabetes Mellitus.

Adapun hipotesis yang akan dibuktikan adalah :

Ha : Ada hubungan antara Kecemasan dengan Kadar Gula Darah Pada Penderita

Diabtes Mellitus di Puskesmas Makrayu 2018.


46

3.6 Pengumpulan Data

3.6.1 Sumber informasi

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden cara

pembagian kuesioner. Kuesioner ini dibuat sendiri oleh peneliti sehingga akan

dilakukan uji validitas dan reliabilitasnya di tempat lain yang memiliki

karakteristik yang sama dengan tempat yang dijadikan sampel.

b. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari Puskesmas Makrayu Kota Palembang.

3.6.2 Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data pada penelitian ini adalah kuesioner dan

pengukuran kadar gula darag . Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang

digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang

pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui. Jenis kuesioner yang peneliti pakai adalah

kuesioner Zung self-rating anxiety scale, Terdapat 20 pertanyaan, dimana setiap

pertanyaan dinilai 1-4 ( 1: tidak pernah, 2: kadang-kadang, 3: sebagai waktu, 4:

hampir setiap waktu). Terdapat 15 pertanyaan kearah peningkatan kecemasan dan 5

pertanyaan kearah penurunan kecemasan. Rentang penilaian 20-80, dengan

pengelompokan antara lain: 1) skor 20-44: normal/tidak cemas, 2) skor 45-59:

kecemasan ringan, 3) skor 60-74: kecemasan sedang, 4) skor 75-80: kecemasan

berat., yang sudah disediakan jawabannya sehingga responden tinggal mengisi sesuai
47

keterangan yang diberikan, sedangkan pengukuran gula darah dikategorikan normal

jika nilai <140 mg/dl, pre-diabetes bila nilai ≥140 - <200 , dikategorikan diabetes jika

nilai ≥200 mg/dl (Aspuah, 2013).

3.8 Pengelolaan Data

Pengolahan data pada dasarnya merupakan suatu proses untuk memperoleh data

atau data ringkasan berdasarkan suatu kelompok data mentah dengan menggunakan

rumus tertentu sehingga menghasilkan informasi yang di perlukan. Ada

beberapakegiatan yang dilakukan oleh peneliti dalam pengolahan data dibagi menjadi

5 tahap, yaitu

1. Editing (Memeriksa)

Memeriksa kusioner yang telah dibagikan dengan responden yang terdiri dari

50 responden.

2. Coding (Memberi Tanda Kode)

Mengklasifikasikan jawaban-jawaban ke dalam bentuk angka/ bilangan,

dengan cara memberi tanda/ kode berbentuk angka pada masing-masing

jawaban.

3. Processing (Pemrosesan Data)

Memproses data agar data yang sudah di-entry dapat dianailisis dengan cara

meng-entry data dan kuesioner ke paket program komputer.


48

4. Cleaning (Pembersihan Data)

Melakukan pengecekan, penghapusan kembali terhdap data yang sudah di

entry untuk menghindar kesalahan data mauun kekeliruan dalam pengentry

an.

5. Mengeluarkan informasi

Disesuaikan dengan tujuan penelitian yang dilakukan.

3.9 Analisa Data

Analisa yang terdapat pada penelitian ini meliputi:

3.9.1 Analisis Univariat

Analisis univariat bertujuan untuk mengetahui distribusi frekuensi dari

semua variabel yang diteliti baik variabel dependen(Kadar gula darah pada

penderita diabetes mellitus) maupun variabel independen (Kecemasan) serta

bertujuan untuk mendeskripsikan masing-masing variabel.

3.9.2 Analisis Bivariat

Bivariat Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan dengan tujuan

untuk mencari hubungan antara variabel (Notoatmodjo, 2017).Analisa yang

bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel independen (kadar gula darah

pada penderita diabestes mellitus ) dan variabel dependen (kecemasan) dengan uji
49

kai kuadrat (Chi Square).Uji chi square yang digunakan dengan batas kemaknaan

α = 0,05 pada tes signifikasi sebagai berikut :

1. P-√alue < α (0,05), Ho ditolak yang berarti ada hubungan yang bermakna

antara variable independen dengan variabel dependen.

2. Hasil uji normalitas data dengan menggunakan uji kolmogorov smirnov

didapatkn hasil 0,00 untuk kecemasan dan gula darah, sehingga dilihat dari

nilai median di dapatkan untuk kecemasan itu 70,00 dan kadar gula darah

174,50, sehingga uji bivariat yang digunakan adalah uji chi square dengan P-

√alue 0,05

3.10 Etika Penelitia

Sebelum melakukan penelitian, peneliti mengajukan permohonan kepada

instansi pendidikan untuk memberikan izin dalam melakukan studi pendahuluan.

Surat izin dari instansi pendidikan di berikan kepada peneliti. Pada surat permohonan

penelitian, peneliti melakukan prosedur yang sama dengan pengambilan data

pendahuluan. Setelah mendapatkan izin dari semua pihak yang bersangkutan, barulah

peneliti melakukan penelitian dengan menekankan masalah etika yang meliputi:

1. Lembar Persetujuan (Informed Consent)

Lembar persetujuan ini diberikan dan dijelaskan kepada responden yang akan

diteliti yang memenuhi kriteria dan disertai judul penelitian serta manfaat penelitian

dengan tujuan responden dapat mengerti maksud dan tujuan penelitian. Bila subjek

menolak maka peneliti tidak memaksa dan tetap menghormati hak-hak subjek.
50

2. Tanpa Nama (Anonymity)

Peneliti tidak akan mencantumkan nama subjek pada lembar pengumpulan

data yang diisi subjek, tetapi hanya diberikan kode tertentu, demi menjaga

kerahasiaan identitas subjek.

3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Kerahasiaan informasi responden dijamin peneliti, hanya kelompok data

tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.

Anda mungkin juga menyukai