TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hipertensi
1. Curah jantung
2. Tahanan perifer pada pembuluh darah
3. Volum atau isi darah yang bersirkulasi
Faktor utama dalam mengontrol tekanan arterial ialah output jantung dan tahanan
perifer total. Bila output jantung (curah jantung) meningkat, tekanan darah arterial
akan meningkat, kecuali jika pada waktu yang bersamaan tahanan perifer
menurun. Tekanan darah akan meninggi bila salah satu faktor yang menentukan
tekanan darah mengalami kenaikan ( Lumbantobing, 2008).
2. Sistem renin-angiotensin
Sistem renin-angiotensin mungkin merupakan sistem endokrin yang paling
penting dalam mengontrol tekanan darah. Renin disekresi dari aparat
juxtaglomerular ginjal sebagai jawaban terhadap kurang perfusi glomerular atau
kurang asupan garam. Ia juga dilepas sebagai jawaban terhadap stimulasi dan
sistem saraf simpatis (Lumbantobing, 2008).
Pada fase awal, interaksi antara predisposisi genetik dan pengaruh lingkungan
menyebabkan terjadi peningkatan cardiac output (CO) melebihi resistensi perifer.
1. Faktor genetik
a. Peran faktor genetik dibuktikan dengan berbagai kenyataan yang dijumpai
maupun dari penelitian, misalnya:
b. Faktor yang mungkin diturunkan secara genetik antara lain : defek transport Na
pada membran sel, defek ekskresi natrium dan peningkatan aktivitas saraf
simpatis yang merupakan respon terhadap stress (Majid, 2005).
2. Faktor lingkungan
a. Keseimbangan garam
Garam merupakan hal yang amat penting dalam patofisiologi hipertensi primer.
Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada golongan suku bangsa dengan
asupan garam yang minimal. Apabila asupan garam kurang dari 3 gram perhari,
prevalensi hipertensi beberapa persen saja, sedangkan apabila asupan garam
antara 5-15 gram perhari, prevalensi hipertensi menjadi 15-20%. Pengaruh asupan
garam terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma,
curah jantung GFR (glomerula filtrat rate) meningkat. Keadaan ini akan diikuti
oleh peningkatan kelebihan ekskresi garam (pressure natriuresis) sehingga
kembali kepada keadaan hemodinamik yang normal. Pada penderita hipertensi,
mekanisme ini terganggu dimana pressure natriuresis mengalami reset dan
dibutuhkan tekanan yang lebih tinggi untuk mengeksresikan natrium, disamping
adanya faktor lain yang berpengaruh (Majid, 2005).
c. Stress
Hubungan antara stress dan hipertensi primer diduga oleh aktivitas saraf simpatis
(melalui cathecholamin maupun renin yang disebabkan oleh pengaruh
cathecolamin) yang dapat meningkatkan tekanan darah yang intermittent. Apabila
stress menjadi berkepanjangan dapat berakibat tekanan darah menetap tinggi. Hal
ini secara pasti belum terbukti, akan tetapi pada binatang percobaan dibuktikan,
pemaparan terhadap stress membuat binatang tersebut hipertensi (Majid, 2005).
d. Lain-lain
Faktor-faktor lain yang diduga berperan dalam hipertensi primer rasio asupan
garam, kalium, inaktivitas fisik, umur, jenis kelamin dan ras (Majid, 2005).
Terapi Farmakologi
1. Diuretik
Mekanisme yang potensial untuk mengurangi tahanan vaskular oleh reduksi ion
Na yang persisten walaupun sedikit saja mencakup pengurangan volum cairan
interstisial, pengurangan konsentrasi Na di otot polos yang sekunder dapat
mengurangi konsentrasi ion Ca intraseluler, sehingga sel menjadi lebih resisten
terhadap stimulus yang mengakibatkan kontraksi, dan perubahan afinitas dan
respon dari reseptor permukaan sel terhadap hormon vasokonstriktor (Benowitz,
1998).
Efek Samping
Impotensi seksual merupakan efek samping yang paling mengganggu pada obat
golongan tiazid. Gout merupakan akibat hiperurisemia yang dicetuskan oleh
diuretik. Kram otot dapat pula terjadi, dan merupakan efek samping yang terkait
dosis (Benowitz, 1998).
Golongan obat
a. Tiazid dan agen yang sejenis ( hidroklorotiazid, klortalidon)
b. Diuretik loop (furosemid, bemetanid, asam etakrinik)
c. Diuretik penyimpan ion K, amilorid, triamteren, spironolakton.
Beberap mekanisme aksi anti hipertensi di duga terdapat pada golongan obat ini,
mencakup :
Golongan Obat
Efek Samping
Batuk kering ditemukan pada 10 persen atau lebih penderita yang mendapat obat
ini. Hipotensi yang berat dapat terjadi pada pasien dengan stenosis arteri renal
bilateral, yang dapat mengakibatkan gagal ginjal.
Efek samping
Efek samping yang paling sering pada calcium antagonis ialah nyeri kepala,
edema perifer, bradikardia dan konstipasi.
Golongan obat : Diltiazem, verapamil.
2.2. Obesitas
2.2.1. Definisi obesitas
25 kg/m
Obesitas merupakan peningkatan berat badan dengan BMI 2
akibat
akumulasi lemak yang berlebihan.
Obesitas merupakan suatu penyakit multifaktorial, yang terjadi akibat akumulasi
jaringan lemak yang berlebihan, sehingga dapat mengganggu kesehatan. Obesitas
terjadi bila besar dan jumlah sel lemak bertambah pada tubuh seseorang. Bila
seseorang bertambah berat badannya maka ukuran sel lemak akan bertambah
besar dan kemudian jumlahnya bertambah banyak (Sugondo, 2007).
Overweight 23,0
Obes II 30,0
Sumber: WHO WPR/IASO/IOTF dalam the Asia-Pasific Perspective: Redefening Obesity and
its treatment.
Obesitas 90 cm 80 cm
b. Jenis kelamin
Jenis kelamin berpengaruh terhadap obesitas. Pria memiliki lebih banyak otot
dibandingkan dengan wanita. Otot membakar lebih banyak lemak dari sel-sel lain.
Oleh karena wanita lebih sedikit memiliki otot, maka wanita memperoleh
kesempatan yang lebih kecil untuk membakar lemak. Hasilnya, wanita lebih
beresiko mengalami obesitas (Hermawan, 2008).
c. Kelainan endokrin
Hipotiroidisme terjadi ketika kelenjar tiroid tidak memproduksi hormon tiroid
sesuai kebutuhan tubuh. Oleh karena itu, apabila hormon tiroid yang dihasilkan
tidak sesuai dengan kebutuhan tubuh, pertumbuhan akan terganggu.
Produksi hormon tiroid diatur oleh hormon TSH (Thyroid stimulating hormone)
yang diproduksi oleh hipofisis anterior. TSH akan merangsang kelenjar tiroid
untuk mensekresi hormon tiroid, yaitu triidotironin (T3) dan tiroksin (T4).
Apabila dalam darah terdapat sedikit hormon tiroid tersebut, maka kadar TSH
akan meningkat untuk merangsang kelenjar tiroid mensekresi hormon tiroid.
Sebaliknya, apabila dalam darah telah cukup atau bahkan lebih banyak terdapat
hormon tiroid, kadar TSH akan menurun. Sekresi TSH diatur oleh hormon
hipotalamus, yaitu TRH (Thyrotropin Releasing Hormone). Yang terjadi pada
hipotiroidisme adalah kadar TSH meningkat akibat dari fungsi kelenjar tiroid
yang menurun. Selain itu, hipotiroidisme dapat disebabkan oleh kelenjar hipofisis
tidak bekerja secara normal. Terganggunya kerja hipofisis dapat menyebabkan
produksi TSH terganggu dan akibatnya kelenjar tiroid pun akan terganggu.
Hipotiroidisme menyebabkan kecepatan metabolisme karbohidrat dan lemak
menurun, hal ini akan menyebabkan obesitas (Gunawan, 2008).
2. Eksternal
a. Gaya hidup atau tingkah laku
Kemajuan teknolgi, seperti adanya kenderaan bermotor, lift dan lain sebagainya
dapat memicu terjadinya obesitas karena kurangnya aktivitas fisik yang dilakukan
oleh seseorang. Gaya hidup yang seperti ini yang meningkatkan resiko obesitas,
selain itu mengkonsumsi makanan junk food juga dapat menyebabkan obesitas
karena pada umumnya berkalori tinggi (Hermawan, 2008).
2. Hipertensi
Lebih dari 75% kasus hipertensi berhubungan langsung dengan obesitas.
Mekanisme penyebab utama terjadinya hipertensi pada obesitas diduga
berhubungan dengan kenaikan volume tubuh, peningkatan curah jantung, dan
menurunnya resistensi vaskuler sistemik (Mambo, 2008).
4. Stroke
Seiring dengan meningkatnya tekanan darah, gula, lemak darah, maka orang
obesitas sangat mudah terserang stroke. Ini dikarenakan adanya sumbatan pada
pembuluh darah yang disebabkan oleh lemak yang mengendap di pembuluh darah
sehingga menyebabkan hipertensi, dan jika tidak diobati akan mengakibatkan
kerusakan pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan (Robbin, 1999).
5. Sleep Apnea
6. Batu empedu
Terjadi karena hati menghasilkan kolesterol, yang merupakan lemak terlalu
banyak dari pada asam-asam yang berfungsi sebagai pelarut, dan lecithin yang
berfungsi sebagai pengemulsi antara lemak dan asam-asam empedu tersebut,
sehingga beberapa kolesterol tersebut tidak larut dan membentuk partikel
kolesterol yang akhirnya menjadi batu empedu. Pada obesitas dengan BMI diatas
30 didapatkan kecenderungan timbul batu empedu dua kali lipat dibandingkan
dengan normal (Robbin, 1999).
7. Kanker payudara.
Wanita yang telah menopause lebih beresiko mengalami kanker payudara. Ini
terjadi karena pada wanita menopause yang obesitas terjadi peningkatan estrogen
yang dihasilkan dari jaringan lemak. Karena jaringan lemak terlalu banyak maka
menghasilkan estrogen dalam jumlah yang besar sehingga berpengaruh terhadap
kanker payudara (Mambo, 2008).
1. Terapi diet
Pada program manajemen berat badan, terapi diet direncanakan berdasarkan
individu. Terapi diet ini harus dimasukkan ke dalam status pasien overweight. Hal
ini bertujuan untuk membuat defisit 500 hingga 1000 kcal/hari menjadi bagian
yang tak terpisahkan dari program penurunan berat badan apapun (Sugondo,
2007).
Sebelum menganjurkan defisit kalori sebesar 500 hingga 1000 kcal/hari sebaiknya
diukur kebutuhan energi basal terlebih dahulu, dengan menggunakan rumus dari
Harris-Benedict:
Laki-laki:
BBE = 66,5+(13,75x kg)+(5,003x cm)-(6,775x age)
Wanita:
BBE = 655,1+(9,563x kg)+(1,850x cm)-(4,676x age)
2. Aktivitas Fisik
Peningkatan aktivitas fisik merupakan komponen penting dari program penurunan
berat badan. Aktivitas fisik yang lama sangat membantu pada pencegahan
peningkatan berat badan. Keuntungan tambahan aktivitas fisik adalah terjadi
pengurangan resiko kardiovaskular dan diabetes lebih banyak dibandingkan
dengan pengurangan berat badan tanpa aktivitas fisik saja.
Untuk pasien obese, terapi harus dimulai secara perlahan dan intensitasnya
sebaiknya ditingkatkan secara bertahap. Latihan dapat dilakukan seluruhnya pada
satu saat atau secara bertahap sepanjang hari (Sugondo, 2007).
Pasien dapat memulai aktivitas fisik dengan berjalan selama 30 menit dengan
jangka waktu 3 kali seminggu dan dapat ditingkatkan intensitasnya selama 45
menit dengan jangka waktu 5 kali seminggu. Dengan regimen ini, pengeluaran
energi tambahan sebanyak 100 sampai 200 kalori perhari dapat dicapai. Strategi
lain untuk meningkatkan aktivitas fisik adalah megurangi waktu santai dengan
cara melakukan aktivitas fisik rutin lain dengan resiko cedera rendah (Sugondo,
2007).
3. Terapi Perilaku
Strategi yang spesifik meliputi pengawasan mandiri terhadap kebiasaan makan
dan aktivitas fisik, manajemen stress, stimulus control, pemecahan masalah,
contigency management, cognitive restructuring dan dukungan sosial (Sugondo,
2007).
Sibutramine ditambah diet rendah kalori dan aktivitas fisik terbukti efektif
menurunkan berat badan dan mempertahankannya. Dengan pemberian
sibutramine dapat muncul peningkatan tekanan darahndan denyut jantung.
Sibutramine sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan riwayat hipertensi,
penyakit jantung koroner, gagal jantung kongestif, aritmia atau riwayat stroke.
5. Terapi Bedah
Terapi bedah merupakan salah satu pilihan untuk menurunkan berat badan. Terapi
ini hanya diberikan kepada pasien obesitas berat secara klinis dengan BMI 40
atau 35 dengan kondisi komorbid. Terapi bedah ini harus dilakukan sebagai
alternatif terakhir untuk pasien yang gagal dengan farmakoterapi dan menderita
komplikasi obesitas yang ekstrem (Sugondo, 2007).
1. Mekanisme hemodinamik
Alexander dalam penelitiannya mendapatkan peningkatan volume darah sekuncup
dan volume darah pada penderita obesitas dibandingkan dengan yang bukan
obesitas. Juga terdapat peningkatan tahanan perifer pembuluh darah penderita
obesitas bila dibandingkan dengan penderita yang bukan obesitas. Sehingga
timbul pendapat bahwa peningkatan volume sekuncup, volume darah, tahanan
perifer memegang peranan penting dalam terjadinya hipertensi pada obesitas
(Tagor, 1996).
3. Endokrin
Miller, dkk dalam penelitiannya mendapatkan adanya peningkatan kadar insulin
dan aldosteron dalam plasma penderita obesitas. Aldosteron akan mengurangi
ekskresi Na dalam glomeruli, begitu juga insulin pada percobaan binatang dengan
jelas mengurangi sekresi Na dalam glomeruli. Sehingga adanya peningkatan
insulin dan aldosteron akan menyebabkan retensi Na dalam darah yang