PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
risiko utama penyakit arteri koroner dan komplikasinya, dan kontributor utama
yang berkaitan dengan hipertensi cukup tinggi sehingga perlumen dapat perhatian
medis. Risiko penyakit kardiovaskular fatal dan nonfatal pada orang dewasa
paling rendah bila TD sistolik <120 mmHg dan TD diastolik <80 mmHg dan
meningkat secara progresif bila tekanan darah sistolik dan diastolik lebih tinggi
160 mmHg dengan TD diastolik <90 mmHg) sebagian besar terbatas pada orang
berusia >60 tahun. Pada tekanan darah yang sangat tinggi (sistolik > 210 dan /
atau diastolik >120 mmHg), beberapa pasien mengalami anerio patifulminan yang
ditandai oleh luka pada endotel dan proliferasi intima yang nyata, yang pada
Hal ini terjadi karena penyakit oklusi pada mikro vaskular secara progresif dan
cepat pada ginjal (dengan gagal ginjal), otak (ensefalopati hipertensif), gagal
dan ukuran kompratemen vaskular. Di lain pihak, aliran darah berbanding terbalik
struktur permbuluh darah. Pada saat kontraksi maka diameternya mengecil dan
resistensi perifer menentukan tekanan darah arteri. Artinya, tekanan darah tinggi
pembuluh darah; dan 2) volume darah yang dipompa oleh jantung terlalu cepat.
Tekanan darah tinggi atau hipertensi merupakan suatu kondisi kronik dimana
tekanan darah arteri sistemik meningkat melebihi ambang normal. Tekanan darah
dinilai baik dari tekanan darah pada saat kondisi diastol maupun sistol. Tekanan
darah normal berkisar 60-80 mmHg untuk diastol, dan 90-120 mmHg untuk sistol.
Penderita dikatakan hipertensi jika tekanan darahnya lebih 90 mmg untuk diastol,
dan 140 untuk sistol. Sedangkan pada kisaran 80-90 mmHg pada diastol, dan 120-
140 pada sistol termasuk kondisi prehipertensi. Pada kondisi prehipertensi ini,
pasien hipertensi. Pada beberapa pasien hipertensi stadium 1, tekanan darah dapat
cukup terkontrol dengan kombinasi penurunan berat badan (pada individu yang
aerobik, dan mengurangi konsumsial kohol. Perubahan gaya hidup ini juga dapat
memudahkan pengontrolan tekanan darah secara farmakologi (Goodman &
perifer, tetapi juga melalui efek pada kekakuan arteri besar. Obat-obatan
kemungkinan efeksaling melengkapi terapi bersama dengan dua atau lebih obat.
yang efektif untuk memperoleh konrol tekanan darah yang efektif sekaligus
meminimalkan efek merugikan terkait dosis (Goodman & Gilman. 2008: 507-
508).
Sistolik Diastolik
A. Patofisiologi penyakit
Hipertensi merupakan penyakit heterogen yang dapat disebabkan oleh
bernilai kurang dari 10% kasus hiperteni, pada umumnya kasus tersebut
disebabkan oleh penyakit ginjal kronik atau renovacular. Kondisi lain yang dapat
Tekanan darah arteri adalah tekanan yang diukur pada dinding arteri dalam
millimeter merkuri. Dua tekanan darah arteri yang biasanya diukur, tekanan darah
sistolik (TDS) dan tekanan darah diastolik (TDD). TDS diperoleh selama
kontraksi jantung dan TDD diperoleh setelah kontraksi sewaktu bilik jantung
Natriuretik
h) Diabetes mellitus
i) Resistensi insulin
j) Obesitas
ginjal dan pembuluh darah berusaha untuk menagtur dan mepertahankan agar
tekanan darah tetap normal. Ginjal mengatur tekanan darah melaui sistem renin-
idiopati adalah hipertensi tanpa kelainan dasar patologi yang jelas. Lebih dari 90%
antara lain, diet, kebiasaan merokok, stres emosi dan obesitas. Hipertensi
tekanan darah tinggi (= 140/90 mmHg); dengan persentase biaya kesehatan cukup
Survey (NHNES), insiden hipertensi pada orang dewasa di Amerika tahun 1999-
2000 adalah sekitar 29-31%, yang berarti bahwa terdapat 58-65 juta orang
menderita hipertensi, dan terjadi peningkatan 15 juta dari data NHNES III tahun
Risiko untuk menderita hipertensi pada populasi = 55 tahun yang tadinya tekanan
diagnosis hipertensi terjadi pada umur diantara dekade ketiga dan dekade kelima
dibanding perempuan. Dari umur 55 s/d 74 tahun, sedikit lebih banyak perempuan
60tahun), prevalensi untuk hipertensi sebesar 65.4 % (Depkes RI, 2006 : 13).
Meskipun hipetensi dapat terjadi akibat proses penyakit lain, lebih dari
Hipertensi essensial terjadi 4 kali lebih banyak pada orang kulit hitam dibanding
kulit putih dan lebih sering pada pria umur pertengahan dibanding wanita pada
kelompok umur yang sama. Faktor-faktor lingkungan seperti cara hidup dengan
stres, diet tinggi natrium, kegemukan dan merokok merupakan faktor redisposisi
terus meningkat tajam dan diprediksi pada tahun 2025 sebanyak 29% orang
kematian sekitar 8 juta orang setiap tahun, dimana 1,5 juta kematian terjadi di
kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis. Hal ini terlihat dari hasil
hipertensi di indonesia sebesar 31,7%, dimana hanya 7,2% penduduk yang sudah
mengetahui memiliki hipertensi dan hanya 0,4% kasus yang minim obat hiprtensi
(Riskesdas, 2007).
1. Golongan diuretik
curah jantung dan tekanan darah. Selain mekanisme tersebut, beberapa diuretik
ini diduga akibat penurunan natrium di ruang interstial dan didalam sel otot polos
pembuluh darah yang selanjutnya menghambat influks kalsium. Hal ini terlihat
jelas pada diuretik tertentu seperti golongan tiazid yang mulai menurunkan efek
hipotensif pada dosis kecil sebelum timbulnya diuresis yang nyata. Penelitian
besar membuktikan bahwa efek proteksi kardiovaskular diuretik belum
terkalahkan oleh obat lain, sehingga diuretik dianjurkan untu sebagian bear kasus
hipertensi ringan dan sedang bahkan bila menggunakan kombinasi dua atau lebih
golongan tiazid, adalah obat lini pertama untuk kebanyakan pasien dengan
hipertensi.
salah satu obat yang direkomendasikan. Empat sub kelas diuretik digunakan untuk
aldosteron. Diuretik penahan kalium adalah obat antihipertensi yang lemah bila
golongan tiazid atau loop. Selanjutnya diuretik ini dapat menggantikan kalium
dan magnesium yang hilang akibat pemakaian diuretik lain. Antagonis aldosteron
(spironolakton) dapat dianggap lebih poten dengan mula kerja yang lambat (s/d 6
independen karena bukti mendukung indikasi khusus. Pada pasien dengan fungsi
tekanan darah. Bila fungsi ginjal berkurang, diuretik yang lebih kuat diperlukan
untuk mengatasi peningkatan retensi sodium dan air. Furosemid 2x/hari dapat
digunakan. Jadwal minum diuretik harus pagi hari untuk yang 1x/hari, pagi dan
sore untuk yang 2x/hari untuk meminimalkan diuresis pada malam hari. Dengan
farmakokinetik yang penting dalam golongan tiazid adalah waktu paruh dan lama
efek diuretiknya. Hubungan perbedaan ini secara klinis tidak diketahui karena
waktu paruh dari kebanyakan obat antihipertensi tidak berhubungan dengan lama
kerja hipotensinya. Lagi pula, diuretik dapat menurunkan tekanan darah terutama
antihipertensi menimbulkan retensi natrium dan air; masalah ini diatasi dengan
seksual. Diuretik loop dapat menyebabkan efek samping yang sama, walau efek
pada lemak serum dan glukosa tidak begitu bermakna, dan kadang-kadang dapat
mempengaruhi lemak atau glukosa atau disfungsi seksual. Semua efek samping
efek samping metabolik akan sangat berkurang. Diuretik penahan kalium dapat
atau diabetes dan pada pasien yang menerima ACEI, ARB, NSAID, atau
dengan gangguan fungsi ginjal atau diabetes tipe 2 dengan proteinuria. Kalau
lainnya efektif juga untuk menurunkan tekanan darah. Penderita dengan fungsi
ginjal yang kurang baik Laju Filrasi Glomerulus (LFG) diatas 30 mL/menit,
thiazide merupakan agen diuretik yang paling efektif untuk menurunkan tekanan
darah. Dengan menurunnya fungsi ginjal, natrium dan cairan akan terakumulasi
maka diuretik jerat hendle perlu digunakan untuk mengatasi efek, dari
peningkatan volume dan natrium tersebut. Hal ini akan mempengaruhi tekanan
natrium, air, dan klorida sehingga menurunkan volume darah dan cairan ekstra
seluler. Akibatnya terjadi penurunan curah jantung dan tekanan darah. Selain
1. Klortalidon
2. Hidroklorotiazid
3. Indapamide
4. Metolazone
hipokalemia yang dapat berbahaya pada pasien yang dapat digitalis. Efek samping
ini dapat dihindari bila tiazid diberikan dalam dosis rendah atau dikombinasi
dengan obat lain seperti Diuretik hemat kalium, atau penghambat enzim konversi
hiperkalsemia. Selain itu tiazid dapat menghambat ekskresi asam urat dari ginjal,
dan pada pasien hiperurisemia dapat mencetukan serangan gout akut. Untuk
menghindari efek metabolik ini, tiazid harus digunakan dalam dosis rendah dan
dilakukan pengaturan diet. Tendensi hiperkalsemia oleh tiazid dilaporkan dapat
b) Diuretic loop
Diuretic loop bekerja diansa hendle assendence bagian epitel tebal dengan
cara menghambat kontraspor Na+, K+, Cl- dan menghambat reabsorbsi air dan
elektrolit. Mula kerjanya lebih cepat dan efek diuretiknya lebih kuat dari pada
golongan tiazid, oleh karna itu diuretic kuat jarang digunakan sebagai anti
hipertensi, kecuali pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (kreatin serum
lebih dari 2,5 mg/dl) atau gagal jantung. Contoh obat:
1. Furosemid
2. Torasemid
3. Bumetanid
4. Asam etakrinat
Efek samping diuretic kuat hampir sama adengan tiazid kecuali bahwa
dengan diuretik hemat kalium thiazide atau jerat hendle. Diuretik hemat kalium
dapat mengatasi kekurangan kalium dan natrium yang disebabkan oleh diuretik
harus dihindarkan bila kreatinin serum lebih dari 2,5 mg/dl. Efek samping diuretik
1. Amolorid
2. Spironolakton
3. Triamteren
a) ACE inhibitor
tekanan darah arteri). ACE didistibusikan pada beberapa jaringan dan ada pada
beberapa tipe sel yang berbeda tetapi pada prinsipnya merupakan sel endothelial.
ACE menurunkan tekanan darah pada penderita dengan aktivitas renin plasma
normal, bradikinin, dan produksi jaringan ACE yang penting dalam hipertensi.
berkurangnya aldosteron akan menyebabkan ekskresi air dan natrium dan retensi
1. Kaptopril
2. Benazepril
3. Enalapril
4. Fosinopril
5. Lisinopril
Efek samping:
a) Hipotensi, dapat terjadi pada awal pemberia ACE inhibitor, terutama pada
b) Batu kering, merupakan efek samping yang paling sering terjadi dengan
insiden 5-20%, lebih sering pada wanita dan lebih sering terjadi pada
malam hari.
atau pasien yang juga mendapat diuretik hemat kalium, AINS, subnemen
d) Rash dan gangguan pengecapan lain, sering terjadi denga captopril, tetapi
f) Gagal ginjal akut yang reversible dapat terjadi pada pasien dengan stenosis
proteinuria.
kehamilan
(Amir Syarif. 2016: 360 ).
dan jalur alternatif yang digunakan untuk enzim lain seperti chymases. Inhibitor
ACE, ARB tidak mencegah pemecahan radikinin. Hal ini tidak memberikan efek
samping batuk, banyak konsekuensi negatif karena beberapa efek inhibitor ACE
untuk regresi hipertropi miosit dan fibrosis, serta meningkatnya level aktivator
reseptor AT1 dan AT2. Reseptor AT1 terdapat terutama diotot polos, pembuluh
darah dan diotot jantung. Selain itu terdapat juga diginjal, otak dan kelenjar
dimedula adrenal dan mungkin juga di SSP, tapi sampai sekarang fungsinya
1. Losartan
2. Valsartan
3. Irbesartan
4. Telmisartan
5. Candesartan
Efek samping dan perhatian. Hipotensi dapat terjadi pada pasien dengan
kadar renin tinggi seperti hipofolemia, gagal jantung, hipertensi renovaskular, dan
sirosis hepatis. Hiperkalemia biasanya terjadi dalam keadaan tertentu seperti
Bekerja secara spesifik dan langsung pada actifesite enzim renin yang
merupakan ratelimiting step dalam rangka yang reaksi sistem renin angiotensin,
terutama pada pemberian dosis awal dan meyebabkan refleks taki kardia dan
kompensasi ini akan hilang, sedangkan efek antihistamin akan tetap bertahan.
Contoh obat :
1. Prazosin
2. Terazosin
3. Bonazosin
4. Doxazosin
Efek samping : Hipotensi ortostatik sering terjadi pada pemberian dosis
awal atau pada peningkatan dosis terutama dengan obat yang kerjanya singkat
seperti razosin. Efek samping lain antara lain sakit kepala, palpitasi, edema
1. Propanolol
2. Carvedilol
3. Metaprolol
4. Bisoprolol
5. Atenolol
kekuatan kontraksi miokard oleh karena itu obat golongan ini dikontraindikasikan
c) Central simpatolitik
merupakan pilihan utama bagi pasien hipertensi yang memiliki aktivitas saraf
1. Reserpine
2. Clonidine
3. Methyldopa
1.3. Vasodilator
bekerja pada oto dinding pembuluh darah dalam arteri dan vena. Dengan
melebar. Aliran darah akan semakin lancer melalui rongga pembuluh darah.
Jantung tidak terlalu sulit memompa darah keseluruh tubuh sehingga tekanan
1. Hydralazine
2. Minoxidil
3. Sodium nitroprusside.
simpatetik dan semua golongan ini (kecuali amilodipine) memberi efek inotropik
1. Nifedipine
2. Amlodipine
3. Nicardipine
1. Verapamil.
1. Diltiazem
D. Kasus
1. Kasus Hipertensi 1
Data Klinik :
Riwayat Pengobatan :
Assessment
Berdasarkan pada data lab dan gejala klinis yang di ketahui pada kasus
diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pasien tersebut mengidap penyakit
hipertensi stadium 2. Dapat dilihat dari data klinisnya, bahwa tekanan darahnya
yang sangat tinggi melebihi dari batas normal, tingginya nilai dari tekanan darah
ini merupakan salah satu yang dapat dijadikan penanda bahwa pasien tersebut
mengidap hipertensi.
Selain itu, nilai RR yang mingkat dibandingkan dari pada normalnya dapat
menjadi salah satu pemicu dan penegasan bahwa pasien tersebut mengidap
penyakit hipertensi. Ketika jantung berkontraksi dengan cepat dapat menimbulkan
atau memicu terjadinya hipertensi. Selain itu nyeri ulu hati terjadi, Karena adanya
peningkatan asam lambung yang dapat mengakibatkan pasien mengalami mual.
karena peningkatan asam lambung yang sering terjadi, sehingga dapat
menyebabkan nyeri perut bagian kiri. Setelah itu perut akan menjdi kembung dan
dapat menyebabkan kekerasan pada bagian perut. Adapun nyeri kepala kadang
terjadi apabila tekanan darah pada tubuh terlalu tinggi, sehingga jantung
memompa darah dengan cepat, dan pembuluh darah yang berada dikepala
menerima aliran darah dengan sangat besar dengan tiba tiba, sehingga dapat
menyebabkan nyeri kepala
Planning
1. Terapi Farmakologi
Berdasarkan dari data dan pemberian obat diatas, bahwa pasien
diberikan Infus RL, yang mana infus ini ditujukan untuk menggantikan
kehilangan akut cairan tubuh dan memudahkan dalam pemberian terapi
obat obat parental. Pemberian obat Pumpitor(proton inhibitor)
mengandung obat omeprazol. Omeprazol bekerja dengan menghambat
sekresi asam lambung dengan cara berikatan pada pompa H+ K+ ATPase
dan mengaktifkannya sehingga terjadi pertukaran ion K dan ion H dalam
lumen sel. Selanjutnya pemberian obat Antasida yang bekerja dengan
untuk menetralkan asam lambung dengan cara menigkatkan pH lumen
asam lambung. Selanjutnya dilakukan pemberian obat Amlodipine bekerja
dengan cara menghambat influks (masuknya) ion kalsium melalui
membran ke dalam otot polos vaskular dan otot jantung sehingga
mmpengaruhi kontraksi otot polos vaskular dan otot jantung. Adapun
pemberian obat PCT inj diberikan pada pasien karena suhu badannya
meningkat diatas normal. Selang 12 jam suhu panas badan pasien tidak
turun – turun dan pasien tetap merasakan menggigil, maka PCT digantikan
dengan Tromadol. Adapun pemberian obat Cefadroxil, dilakukan karena
Obat ini digunakan untuk mengobati infeksi pada kulit pasien.
Selain obat diatas, terdapat juga obat obat yang tidak cocok untuk
digunakan oleh pasien, yaitu : pada obat Diltiazem yang juga digunakan
sebagai obat antihipertensi. Pada kasus di atas penggunaan obat ini tidak
tepat diberikan pada pasien karena digunakan bersamaan dengan obat
Amlodipine. Penggunaan obat ini secara bersamaan dapat menyebabkan
polifarmasi karena obat Amlodipine dan Diltiazem termasuk 1 golongan
yaitu CCB yang memiliki mekanisme kerja yang sama. Sedangkan terapi
algoritma pada hipertensi stage 2 adalah Diuretik kombinasi dengan CCB
Atau IRB. Sedangkan pada obat HCT yang merupakan golongan diuretik.
Obat ini seharusnya sudah tepat diberikan akan tetapi, pemberian obat nya
bersamaan dengan micardis, amlodipine, diltiazem. Hal ini menyebabkan
polifarmasi sehingga akan sulit untuk mencapai efek terapinya. Sehingga
sebaiknya penggunaan obat amlodipine, dialtizem, dan HCT sebaiknya di
hentikan.
2. Kasus Hipertensi II
. Seorang pasien atas nama Ny. Dona berumur 52 tahun menderita Diabetes
hiperglikemia dengan kadar glukosa 400/20 mg/dl. Riwayat penyakit hipertensi
170/110 dan riwayat pengobatan glukodex 2x untuk Dmnya, untuk Htnya minum
dltiazem 3x30 mg, kaptropril 1xsehari dan aspirin 1x100 mg.
Dari kasus yang didapatkan diatas maka analisis SOAPnya yaitu :
a. Subjek
1. Nama nyonya Dona
2. Umur 52 tahun
3. perempuan
b. Objek
1. Kadar glukosa 400/20 mg/dl
2. Riwayat penyakit hipertensi 170/110 mmg/Hb
c. Ascesment
1. Obat-obat yang digunakan glukodex 2x
2. Diltiazem 3x30 mg
3. Kaptropril 1xsehari
4. Aspirin 1x100 mg
Terapi yang digunakan ada beberapa yang sudah cocok tapi ada yang tidak
sesuai. Karena pada dasarnya obat yang digunakan dapat mewakili dari penyakit
hipertensi dan diabetes melitus.
d. Planning
Dari kasus yang dianalisis maka pasien dikeathui menderita penyakit
hiperglikemia dengan Kadar glukosa 400/20 mg/dl. Selain itu juga ternyata pasien
memiliki rowayat penyakit hipertensi dengan tekanan darah 170/110 mmg/Hb.
Tapi pasien ini telah mengonsumsi obat untuk diabetes melitusnya yaitu glukodex
2xsehari dan untuk penyakit hipertensinya yaitu kaptropril 30x30 mg, diltiazem
1xsehari dan aspirin 1x100 sehari.
Menurut buku Dipiro Farmakoterapi halaman 182 untuk terapi pada pasien
yang menderita penyakit hipertensi yang komplikasi dengan diabetes melitus
maka cukup diberikan obat obat ACEI (kaptropril, lisinopril) atau ARB (lasartan,
dan valsartan).
Jadi obat-obat yang dikonsumsi selain dari obat yang dijelaskan pada buku
Dipiro maka seharusnya pasien tidak usah mengonsumsi obat tersebut karena
penyakit yang diderita dapat diatasi dengan cukup mengonsumsi obat ACEI atau
ARB. Tapi obat yang digunakan aspirin itu tidak perlu karena penyakitnya
merupakan penyakit yang memang sering terjadi komplikasi pada seseorang dan
aspirin sendri tidak memiliki fungsi yang spesifik dengan pasien. Sedangkan
untuk terapi diltiazem sudah cocok untuk pasien karena dapat membantu
meningkatkan kerja dari obat antihipertensi tetapi tidak cocok untuk dikonsumsi
bersama dengan obat Beta Bloker. Adapun Cara Kerja Obat obat diltiazem yaitu :
Diltiazem adalah derivate benzodiazepin yang merupakan prototip dari
antagonis kalsium. Mekanisme kerja senyawa ini adalah mendepresi fungsi nodus
SA dan AV, juga vasodilatasi arteri dan arteriol koroner serta perifer. Dengan
demikian maka diltiazem akan menurunkan denyut jantung dan kontraktiiitas otot
jantung, sehingga terjadi keseimbangan antara persediaan dan pemakaian oksigen
pada iskhemik jantung. Diltiazem efektif terhadap angina yang disebabkan oieh
vasospasme koroner maupun aterosklerosis koroner. Pemberian 'diltiazem akan
mengurangi frekuensi serangan angina dan menurunkan kebutuhan pemakaian
obat nitrogliserin. Pada pemberian dengan oral diltiazem diabsorpsi kira-kira 80 -
90% dan berikatan dengan protein plasma. Efek mulai tampak kurang dari 30
menit setelah pemberian dan konsentrasi puncak dalam plasma tercapai setelah 2
jam dengan waktu paruh 4 jam. Senyawa ini diekskresi dalam bentuk metabolit
melaiui urin (35%) dan feses (60%). Untuk dosis Dewasa : 4 x 30 mg sehari, bila
perlu dapat ditingkatkan sampai 360 mg sehari, diberikan sebelum makan dan
waktu hendak tidur.
Jadi kesimpulannya untuk terapi farmakologi yaitu : bisa dengan golongan
obat ACEI atau ARB dengan obat diltiazem. Sedangkan untuk terapi non
farmakologinya yaitu
Perubahan gaya hidup, antara lain : menurunkan berat badan, meningkatkan
aktifitas fisik, menghentikan merokok dan alkohol, serta mengurangi konsumsi
garam.
E. Penatalaksanaan klinik
1. Untuk populasi umum tanpa diabetes atau gagal ginjal kronik (CKD):
a) Di atas usia 60 tahun (target tekanan darah; SBP <150 mmHg, DBP <90
mmHg)
b) Di bawah usia 60 tahun (target tekanan darah; SBP <140 mmHg, DBP <90
mmHg)
dilakukan pengobatan dengan tiazid tipe diuretik atau CCB (Calsium Chain
Blocker) diminum dengan dosis single atau kombinasi. Sedangkan untuk ras tidak
berkulit hitam dilakukan pengobatan dengan tiazid tipe diuretic atau ACEI (ACE
inhibitor) atau ARB (Angiotensin Renin Blocker) atau CCB diminum dengan
2. Untuk populasi dengan resiko diabetes atau gagal ginjal kronik (CKD)
a) Dengan resiko diabetes tanpa gagal ginjal kronik (target tekanan darah;
untuk ras tidak berkulit hitam dilakukan pengobatan dengan tiazid tipe
Pengobatan dilakukan dengan ACEI atau ARB, baik dosis tunggal maupun
mempertahankan:
pengobatan dan gaya hidup yang sudah dianjurkan. Untuk strategi 1 dan 2,
tambahkan dengan tiazid tipe diuretic atau ACEI atau ARB atau CCB (hindari
penggunaan kombinasi antara ACEI dan ARB). Untuk strategi 2, lakukan dosis
pengobatan dari pasien dengan menambahkan tiazid tipe diuretik atau ACEI atau
ARB atau CCB (hindari penggunaan kombinasi antara ACEI dan ARB). Jika
target tekanan darah belum mencapai atau belum sesuai, maka tetap lanjutkan
Stop Hypertension) yang kaya akan kalium dan kalsium, diet rendah natrium,
Manifestasi klinik
Penderita hipertensi primer yang sederhana pada umumnya tidak disertai gejala.
mungkin terjadi adalah gejala hipokalemia keram otot dan kelelahan. Penderita
hipertensi sekunder pada sindrom cushing dapat terjadi peningkatan berat badan,
masih tinggi. Diperkirakan dari populasi pasien hipertensi yang diobati tetapi
belum
terkontrol, 76.9% mempunyai tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan tekanan
darah diastolic ≤90 mmHg. Pada kebanyakan pasien, tekanan darah diastolik yang
diinginkan akan tercapai apabila tekanan darah sistolik yang diiginkan sudah
harus digunakan sebagai petanda klinis utama untuk pengontrolan penyakit pada
hipertensi. Modifikasi gaya hidup saja bisa dianggap cukup untuk pasien dengan
prehipertensi, tetapi tidak cukup untuk pasien-pasien dengan hipertensi atau untuk
pasien-pasien dengan target tekanan darah ≤ 130/80 mmHg (DM dan penyakit
ginjal). Pemilihan obat tergantung berapa tingginya tekanan darah dan adanya
darah lebih tinggi (hipertensi tingkat 2), disarankan kombinasi terapi obat, dengan
salah satunya diuretik tipe tiazid. Terdapat enam indikasi khusus dimana kelas-
KEPUSTAKAAN
Depkes RI. Pharmaceutical Care. Jakarta: Direktorat Bina Farmasi dan Klinik.
2006.
Goodman & Gilman. Manual Farmakologi & Terapi. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2008.
James, Paul. Evidence Based Guadeline For The Management High Blood
Pressure In Adults Report From The Panel Members Appointed To The
English Joint National Commite (JNC 8). J Am Med Assoc. 2014.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Malaria ditemukan hampir di seluruh bagian dunia, terutama di negara-
negara yang beriklim tropis dan subtropis. Penduduk yang berisiko terkena
malaria berjumlah sekitar 2,3 miliar atau 41% dari jumlah penduduk dunia. Setiap
tahun, kasusnya berjumlah sekitar 300-500 juta kasus dan mengakibatkan 1,5- 2,7
juta kematian, terutama di negara-negara benua Afrika (Depkes RI. 2008).
Sejak tahun 1997 sampai dengan pertengahan 2004 kasus malaria
cenderung meningkat, penyebabnya antara lain adanya perubahan lingkungan,
pembangunan yang tidak berwawasan kesehatan, mobilitas penduduk tinggi,
situasi politik antara lain (konflik sosial, krisis ekonomi, bencana alam),
pemantauan dan analisis data malaria yang belum optimal di setiap jenjang serta
meningkatnya resistensi parasit malaria terhadap obat-obatan yang diandalkan
pemerintah saat ini. Selain itu sistem pelayanan kesehatan yang lemah terutama
dengan adanya desentralisasi terjadi kelesuan dalam penanggulangan malaria dan
keterbatasan sumber daya dalam sistem kesehatan, akseabilitas pengobatan dan
surveilans yang melemah, timbul resistensi nyamuk terhadap pestisida dan
resistensi parasit terhadap obat antimalaria, untuk itu program pemberantasan
malaria sudah harus memikirkan obat standar untuk malaria (WHO. 1999).
Sejak tahun 1973 ditemukan pertama kali kasus resisten Plasmodium
falsiparum terhadap klorokuin di Kalimantan Timur. Sejak itu resisten terhadap
klorokuin semakin meluas bahkan pada tahun 1990 dilaporkan telah terjadi
resistensi parasit Plasmodium falsiparum terhadap klorokuin di seluruh propinsi di
Indonesia. Selain itu dilaporkan juga adanya kasus resistensi Plasmodium
falsiparum terhadap Sulfadoksin-Pirimethamin (SP) di beberapa tempat di
Indonesia. Keadaan seperti ini dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas
akibat penyakit malaria. Upaya untuk menanggulangi masalah resistensi tersebut
(multiple drug resistence), maka pemerintah telah merekomendasikan obat pilihan
pengganti klorokuin dan SP terhadap Plasmodium falsiparum dengan terapi
kombinasi artemisinin (artemisinin combination therapy). Hal ini sejalan dengan
rekomendasi WHO (Depkes RI. 2008).
Malaria ditemukan hampir di seluruh bagian dunia, terutama di negara -
negara yang beriklim tropis dan subtropis. Penduduk yang berisiko terkena
malaria berjumlah sekitar 2,3 miliar atau 41% dari jumlah penduduk dunia. Setiap
tahun, kasusnya berjumlah sekitar 300-500 juta kasus dan mengakibatkan 1,5- 2,7
juta kematian, terutama di negara-negara benua Afrika. Istilah malaria berasal dari
bahasa ltalia (mala = jelek; aria : udara), jadi dahulu orang menduga bahwa
penyakit malaria disebabkan oleh udara yang kotor. Dalam penelitian yang lebih
modern ternyata penyakit malaria disebabkan oleh parasit bersel tunggal yang
disebut protozoa dan dipindahkan ke dalam tubuh manusia melalui nyamuk
anopheles. Malaria adalah penyakit infeksi yang paling luas penyebarannya di
dunia dan diperkirakan 1/3 penduduk di dunia terkena penyakit infeksi ini
sehingga mempunyai pengaruh sosial. Penelitian yang dijalankan menjelang dan
selama perang Dunia I menunjukkan bahwa obat-obat yang dapat
menanggulanginya ialah obat-obat sintetis. 20 tahun kemudian ternyata setelah
obat-obat sintetis ini dapat dibuat dan sangat manjur. Manfaat obat-obat sintetis
tersebut menurun karena penyakit malaria tersebut menjadi sangat resisten
sehingga akhirnya orang kembali memakai obat kuno yaitu kina. Malaria adalah
penyakit infeksi dengan demam berkala yang disebabkan oleh parasit Plasmodium
dan ditularkan dengan sejenis nyamuk (Tjay: 2015: 175).
Pemerintah memandang malaria masih sebagai ancaman terhadap status
kesehatan masyarakat terutama pada rakyat yang hidup di daerah terpencil. Hal ini
tercermin dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden No.2 Tahun 2015 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2005-2009 dimana
malaria termasuk penyakit prioritas yang perlu ditanggulangi (Depkes RI, 2017:
3).
Malaria merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang dapat
menyebabkan kematian terutama pada kelompok risiko tinggi yaitu bayi, anak
balita, ibu hamil, selain itu malaria secara langsung menyebabkan anemia dan
dapat menurunkan produktivitas kerja (Depkes RI, 2017: 1).
Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi
masalah kesehatan di masyarakat luas dan mempengaruhi berbagai aspek
kehidupan bangsa Indonesia. Komitmen untuk pengendalian penyakit malaria ini
diharapkan menjadi perhatian kita semua, tidak hanya secara nasional namun juga
regional dan global sebagaimana yang dihasilkan pada pertemuan World Health
Assembly (WHA) ke-60 pada tahun 2007 di Geneva tentang eliminasi malaria
(Depkes RI, 2017: 1).
Dan juga faktor penyebabnya yaitu nyamuk sendiri telah menjadi resisten
terhadap insektisida DDT, walaupun dahulu sangal ampuh. Karena ini penelitian
di bidang ini sekarang masih dilaksanakan dan belum berhasil didapatkan
imunisasi terhadap malaria. Dahulu pemberantasan penyakit malaria di Indonesia
dilakukan oleh Komando Operasi Pembasmian Malaria (KOPM) yang
mempunyai tugas utama yaitu membasmi pembawa penyakit malaria yaitu
nyamuk anopheles, dan ini sekarang termasuk P3M (Pencegahan Pembasmian
Penyakit Menular). Malaria merupakan penyakit protozoa yang ditularkan melalui
gigitan nyamuk Anopheles. Penyakit ini paling penting di antara penyakit parasit
pada manusia yang menjangkiti 103 negara yang endemis dengan jumlah populasi
lebih dari 2,5 milyar orang dan menyebabkan 1 hingga 3 juta kematian setiap
tahunnya. Penyakit malaria kini telah terbasmi di Amerika Utara, Eropa, dan
Rusia; namun demikian, kendati ada upaya pengendalian yang luar biasa, penyakit
ini tampak timbul kembali pada banyak kawasan tropis. Di samping itu, resistensi
parasit malaria terhadap pengobatan menyebabkan peningkatan permasalahan di
sebagian besar daerah malaria. Malaria tetap terdapat pada saat ini seperti yang
terdapat untuk berabad-abad lamanya, menjadi beban utama bagi masyarakat yang
tinggal di kawasan tropis dan merupakan ancaman bahaya untuk para pelancong
(Iiselbacher. 2000: 1001-1002).
Dan juga faktor penyebabnya yaitu nyamuk sendiri telah menjadi resisten
terhadap insektisida DDT, walaupun dahulu sangal ampuh. Karena ini penelitian
di bidang ini sekarang masih dilaksanakan dan belum berhasil didapatkan
imunisasi terhadap malaria. Dahulu pemberantasan penyakit malaria di Indonesia
dilakukan oleh Komando Operasi Pembasmian Malaria (KOPM) yang
mempunyai tugas utama yaitu membasmi pembawa penyakit malaria yaitu
nyamuk anopheles, dan ini sekarang termasuk P3M (Pencegahan Pembasmian
Penyakit Menular). Malaria merupakan penyakit protozoa yang ditularkan melalui
gigitan nyamuk Anopheles. Penyakit ini paling penting di antara penyakit parasit
pada manusia yang menjangkiti 103 negara yang endemis dengan jumlah populasi
lebih dari 2,5 milyar orang dan menyebabkan 1 hingga 3 juta kematian setiap
tahunnya. Penyakit malaria kini telah terbasmi di Amerika Utara, Eropa, dan
Rusia; namun demikian, kendati ada upaya pengendalian yang luar biasa, penyakit
ini tampak timbul kembali pada banyak kawasan tropis. Di samping itu, resistensi
parasit malaria terhadap pengobatan menyebabkan peningkatan permasalahan di
sebagian besar daerah malaria. Malaria tetap terdapat pada saat ini seperti yang
terdapat untuk berabad-abad lamanya, menjadi beban utama bagi masyarakat yang
tinggal di kawasan tropis dan merupakan ancaman bahaya untuk para pelancong
(Iiselbacher. 2000: 1001-1002).
Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit Plasmodium,
termasuk dalam family Plasmodiae. Parasit ini menyerang eritrosit dan ditandai
dengan ditemukannya bentuk aseksual di dalam darah. Pembiakan seksual
Plasmodium terjadi di dalam tubuh nyamuk yaitu anopheles betina. Selain
menginfeksi manusia, Plasmodium juga menginfeksi binatang seperti golongan
burung, reptil dan mamalia. Pada manusia, Plasmodium menginfeksi sel darah
merah dan mengalami pembiakan aseksual di jaringan hati dan eritrosit (Depkes
RI, 2008: 5).
Dikenal 5 (lima) macam spesies Plasmodium, yaitu: Plasmodium
falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, Plasmodium malariae dan
Plasmodium knowlesi. Parasit yang terakhir disebutkan ini belum banyak
dilaporkan di Indonesia (Depkes RI, 2017: 4).
Secara umum, setiap oramg dapat terinfeksi malaria, tetapi ada juga orang
yang memiliki kekebalan terhadap parasit malaria, baik yang bersifat
bawaan/alamiah maupun didapat. Orang yang paling beresiko terinfeksi malaria
adalah anak balita, wanita hamil, serta penduduk non-imun yang mengunjungi
daerah edemis malaria, seperti para pengungsi, transmigran, dan wisatawan
(Depkes RI, 2008: 8).
Gejala-gejala penyakit malaria dipengaruhi oleh daya tahan tubuh
penderita, jenis Plasmodium malaria, serta jumlah parasite yang menginfeksinya.
Waktu terjadinya infeksi pertama kali sampai timbulnya gejala penyakit disebut
masa inkubasi, sedangkan waktu antara terjadinya infeksi sampai ditemukannya
parasit malaria di dalam darah disebut periode prapaten. Masa inkubasi maupun
periode prapaten ditentukan oleh jenis plasmodiumnya (Depkes RI, 2008: 10)
Salah satu tantangan terbesar dalam upaya pengobatan malaria di
Indonesia adalah terjadinya penurunan efikasi pada penggunaan beberapa obat
antimalaria, bahkan terdapat resistensi terhadap klorokuin. Hal ini dapat
disebabkan antara lain oleh karena penggunaan obat antimalarial yang tidak
rasional. Sejak tahun 2004, obat pilihan utama untuk malaria falciparum adalah
obat kombinasi derivat Artemisinin yang dikenal dengan Artemisinin-based
Combination Therapy (ACT). Kombinasi Artemisinin dipilih untuk meningkatkan
mutu pengobatan malaria yang sudah resisten terhadap klorokuin dimana
Artemsinin ini mempunyai efek terapeutik yang lebih baik (Depkes RI, 2017: 3).
BAB II
PEMBAHASAN
A. Patofisiologi
Di seluruh dunia terdapat sekitar 2.000 spesies anopheles, 60
spesiesdiantaranya diketahui sebagai penular malaria. Di Indonesia ada sekitar 80
jenis anopheles, 24 spesies di antaranya telah terbukti penular malaria. Sifat
masing-masing spesies berbeda-beda tergantung banyak faktor, seperti
penyebaran geografis, iklim, dan tempat perindukannya. Semua nyamuk malaria
hidup sesuai dengan kondisi ekologi setempat, contohnya nyamuk malaria yang
hidup di air payau (Anopheles sundaicus dan Anopheles subpictus), di sawah
(Anopheles aconitus), atau air bersih di pegunungan (Anopheles maculatus).
Nyamuk anopheles hidup di daerah iklim tropis dan subtropis, tetapi juga bias
hidup di daerah yang beriklim sedang. Nyamuk ini jarang ditemukan pada daerah
dengan ketinggian lebih dari 2.000 – 2.500 meter. Tempat perindukannya
bervariasi tergantung spesies, dan dapat dibagi menjadi tiga kawasan, yaitu pantai,
pedalaman dan kaki gunung. Biasanya, nyamuk anopheles betina menggigit
manusia pada malam hari atau sejak senja hingga subuh. Jarak terbangnya tidak
lebih dari 0,5 – 3 km dari tempat perindukannya, kecuali jika ada tiupan angin
kencang bisa terbawa sejauh 20 – 30 km. Nyamuk anopheles juga dapat terbawa
mobil, pesawat terbang atau kapal laut, dan menyebarkan malaria ke daerah non-
endemis. Umur nyamuk anopheles dewasa di alam bebas belum banyak diketahui,
tetapi di laboratorium dapat mencapai 3 – 5 minggu.
Penyakit malaria ini disebabkan oleh parasit plasmodium. Species
plasmodium pada manusia ada, yaitu: (Clyde DF. 2000: 328-334).
1. Plasmodium falciparum, penyebab malaria tropika.
2. Plasmodium vivax, penyebab malaria tertiana.
3. Plasmodium malariae, penyebab malaria malariae (quartana)
4. Plasmodium ovale, penyebab malaria ovale.
Kini plasmodium yang selama ini dikenal hanya ada pada monyet ekor
panjang (Macaca fascicularis), ditemukan pula ditubuh manusia. Penelitian
sebuah tim internasional yang dimuat jurnal Clinical Infectious Diseases
memaparkan hasil tes pada 150 pasien malaria di rumah sakit Serawak, Malaysia,
Juli 2006 sampai Januari 2008, menunjukkan, dua pertiga kasus malaria
disebabkan infeksi plasmodium knowlesi Plasmodium falciparum merupakan
penyebab infeksi yang berat dan bahkan dapat menimbukan suatu variasi
manisfestasi-manifestasi akut dan jika tidak diobati, dapat menyebabkan
kematian.5,6 Seorang dapat menginfeksi lebih dari satu jenis plasmodium, dikenal
sebagai infeksi campuran / majemuk (mixed infection). Pada umumnya lebih
banyak dijumpai dua jenis plasmodium, yaitu campuran antara plasmodium
falciparum dan plasmodium vivax atau plasmodium malariae. Kadangkadang
dijumpai tiga jenis plasmodium sekaligus, meskipun hal ini jarang terjadi. Infeksi
campuran biasanya terdapat di daerah dengan angka penualaran tinggi (Band JD.
2004.953- 958).
P.falciparum dan P.Malariae umumnya terdapat pada hampir semua
negara dengan malaria, P.Falciparum terdapat di Afrika, Haiti, dan Papua Nugini,
sedangkan P.vivax banyak di Amerika Latin. Di Amerika Selatan, Asia Tenggara,
negara Oceania dan India umumnya P.falciparum dan P.vivax. Dan P.ovale
biasanya hanya terdapat di Afrika. Di Indonesia timur : Kalimantan, Sulawesi
Tengah sampai Utara, Maluku, Papua dan Lombok sampai Nusa Tenggara Timur
merupakan daerah endemis malaria dengan P.falciparum dan P.vivax. (Depkes RI.
2008)
Seorang penderita dapat dihinggapi lebih dari satu jenis plasmodium.
Infeksi demikian disebut infeksi campuran (mixed infection). Biasanya, penderita
paling banyak dihinggapi dua jenis parasit malaria, yakni campuran antara
P.falciparum dan P.vivax atau P.ovale.
Ciri utama genus plasmodium adalah adanya dua siklus hidup, yaitu siklus
hidup aseksual dan siklus seksual (Depkes RI. 2008)
a. Fase aseksual
Dimulai ketika anopheles betina menggigit manusia dan memasukkan
sporozoit yang terdapat dalam air liurnya ke dalam sirkulasi darah manusia.
Dalam waktu 30 menit – 1 jam, sporozoit masuk kedalam sel parenkhim hati
dan berkembang biak membentuk skizon hati yang mengandung ribuan
merozoit. Proses ini disebut intrahepatic schizogony atau pre-erythrocyte
schizogony atau skizogoni eksoeritrosit, karena parasit belum masuk kedalm
eritrosit (sel darah merah). Lamanya fase ini berbeda-beda untuk tiap spesies
plasmodium; butuh waktu 5,5 hari untuk P.falciparum dan 15 hari untuk
P.malariae. Pada akhir fase terjadi sporulasi, dimana skizon hati pecah dan
banyak mengeluarkan merozoit ke dalam sirkulasi darah. Pada P.vivax dan
P.ovale, sebagian sporozoit membentuk hipnozoit dalam hati yang dapat
bertahan sampai bertahun-tahun, atau dikenal sebagai sporozoit “tidur” yang
dapat mengakibatkan relaps pada malaria, yaitu kambuhnya penyakit setelah
tampak mereda selama periode tertentu. Fase eritrosit dimulai saat merozoit
dalam sirkulasi menyerang sel darah merah melalui reseptor permukaan
eritrosit dan membentuk trofozoit. Reseptor pada P.vivax berhubungan dengan
faktor antigen Duffy Fya dan Fyb. Oleh karena itu individu dengan golongan
darah Duffy negatif tidak terinfeksi malaria vivax. Reseptor P.falciparum
diduga merupakan suatu glikoforin, sedangkan pada P.malariae dan P.ovale
belum diketahui. Dalam kurang dari 12 jam parasit berubah menjadi bentuk
cincin; pada P.falciparum berubah menjadi bentuk stereo-headphones didalam
sitoplasma yang intinya mengandung kromatin. Parasit malaria tumbuh dengan
mengonsumsi hemoglobin. Bentuk eritrosit yang mengandung parasit menjadi
lebih elastis dan berbentuk lonjong. Setelah 36 jam menginvasi eritrosit, parasit
berubah menjadi skizon. Setiap skizon yang pecah akan mengeluarkan 6-36
merozoit yang siap menginfeksi eritrosit lain. Siklus aseksual P.falciparum,
P.vivax, dan P.ovale adalah 48 jam dan P.malariae adalah 72 jam. Dengan
kata lain, proses menjadi trofozoit – skizon – merozoit. Setelah dua sampai tiga
generasi merozoit terbentuk, sebagian berubah menjadi bentuk seksual, gamet
jantan dan gamet betina.
b. Fase seksual
Jika nyamuk anopheles betina mengisap darah manusia yang
mengandung parasit malaria, parasit bentuk seksual masuk ke dalam perut
nyamuk. Bentuk ini mengalami pematangan menjadi mikrogametosit dan
makrogametosit, yang kemudian terjadi pembuahan membentuk zygote
(ookinet). Selanjutnya, ookinet menembus dinding lambung nyamuk dan
menjadi ookista. Jika ookista pecah, ribuan sporozoit dilepaskan dan
bermigrasi mencapai kelenjar air liur nyamuk. Pada saat itu sporozoit siap
menginfeksi jika nyamuk menggigit manusia.
B. EPIDEMIOLOGI MALARIA
Di indonesia terdapat 15 juta kasus malaria dengan 38.000 kematian setiap
tahunnya (survei kesehatan rumah tangga, 2001). Diperkirakan 35 % penduduk
undonesia tinggal di daerah yang beresiko tertular malaria. Dari 293 kabupaten /
kota yang ada di indonesia, 167 kabupaten / kota merupakn daerah endemis
malaria. Upaya penanggulangan malaria telah menunjukkan peningkatan mulai
dari tahun1997 s/d 2004 (Depkes RI. 2005: 1-37).
Data malaria dikumpulkan dengan dua cara dalam Riskesdes 2013 yaitu
wawancara terstruktur menggunakan kuesioner dan pemeriksaan darah
menggunakan dipstick (Rapid Diagnostic Test/RDT) yang disebut dengan point
prevalence. Besarnya sampel untuk pemeriksaan RDT merupakan subsampel dari
sampel kesehatan masyarakat dan jumlah sampel yang dapat dianalisis adalah
46.394 (92,92% dari jumlah sampel 49.931). Point prevalence malaria menurut
riskesdas tahun 2013 adalah 1,3%, namun hal ini tidak menggambarkan kondisi
indonesia secara keseluruhan dalam satu tahun karena malaria mempunyai masa-
masa peak kasusnya yang berbeda-beda. Bila dibandingkan dengan riskesdas
tahub 2010 point prevalence-nya malaria tahun 2013 meningkat sekitar dua kali
lipat dari point prevalence malaria tahun 2010(Kemenkes RI, 1: 2016).
Sementara itu, pada kelompok rentan, seperti anak-anak umur 1-9 tahun
dan bumil, didapatkan angka positif malaria yang cukup tinggi (1,9%)
dibandingkan denhan kelompok lainnya. Proporsi penduduk perdesaann yang
positif juga sekitar dua kali lipat lebih banyak (1,7%) dibandingkan dengan
penduduk perkotaan (0,8%). Proporsi malaria berdasarkan spesies parasit malaria
yang menginfeksi, yaitu plasmodium falciparum, plasmodium vivax atau infeksi
campuran (p. Falciparum dan p. Vivax). Walaupun secara keseluruhan besarnya
infeksi p. Falciparum sama dengan p.vivax berdasrakan pengelompokkan umur,
jenis kelamin dan ibu hamil didapatkan bahwa infeksi p. Falciparum terlihay demi
dominan dengan angka kesakitan pada anak berumur 1-9 tahun sebesar 1,2 persen
dan 1,3 persen pada ibu hamil. Berdasarkan lokasi tempat tinggal didapatkan
bahwa di daerah perkotaan infeksi dengan p. Vivax (0,5%) lebih tinggi
dibandingkan infeksi p. Falciparum (0,3%), sebaliknya de daerah perdesaan
didapatkan infeksi p. Falciparum lebih tinggi(Kemenkes RI, 2 : 2016)
C. Upaya pengendalian malaria
Salah satu bentuk komitmen pemerintah terhadap upaya pengendalian
malaria, telah diterbitkan keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 239/MENKES/SK/IV/2009 tanggal 28 april 2009 tentang Eliminasi
Malaria di Indonesia. Eliminasi malaria bertujuan untuk mewujudkan masyarakat
yang hidup sehat, yang terbebas dari penularan malaria secara bertahap sampai
dengan tahun 2030. Penetapan sasran wilayah eliminasi malaria dilaksanakan
secara bertahap. Wilayah tersebut yaitu :
1. Kepulauan seribu (Provinsi DKI Jakarta), Pulau Bali, dan Pulau Batam
pada tahun 2010.
2. Pulau Jawa, Provinsi Aceh, dan Provinsi Kepulauan Riau pada tahun
2015.
3. Pulau Sumatera (kecuali Provinsi Kepulauan Riau), Provinsi NTB, Pulau
Kalimantan, dan Pulau Sulawesi pada tahun 2020.
4. Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat, Provinsi Maluku, Provinsi Nusa
Tenggara Timur dan Provinsi Maluku Utara, pada tahun 2030.
Eliminasi malaria memiliki kegiatan utama yang terdiri dari :
1. Peningkatan kualitas dan akses terhadap penemuan dini dan pengobatan
malaria.
2. Peminjaman kualitas diagnosis malaria melalui pemeriksaan laboratorium
maupun Rapid Diagnostic Test (RDT).
3. Perlindungan terhadap kelompok rentan terutama ibu hamil dan balita di
daerah endemis tinggi.
4. Penguatan penanganan kejadian luar biasa (KLB) dan srveilens kasus
malaria.
5. Intervensi vektor temasuk surveilans vektor.
6. Penguatan sistem pengelolaan logistik malaria .
Berdasarkan cakupan konfirmasi laboratorium belum semua suspek
malaria dilakukan pemeriksaan sediaan darahnya baik secara mikroskopis
(laboratorium) maupun dengan Rapid Diagnosis Test (RDT) Malaria. Dari tahun
2008 sampai dengan tahun 2012, pemeriksaan sediaan darah terhadap jumlah
suspek malaria terus meningkat secara signifikan yaitu pada tahun 2008 sebesar
48% meningkat menjadi 93% pada tahun 2012(Kemenkes RI, 4 : 2016)
Kasus Malaria 1
Seorang pasien bernama tuan S berumur 25 tahun mrs dengan keluhan
utama demam (+) kurang lebih sejak 4 bulan yang lalu dan memberat kurang
lebih minggu yang lalu disertai menggil (+) dan keringat dingnin (+), sakit kepala
(+), pusing (+), nyeri perut (+), meteoris mus(+), nyeri tulang-tulang/sendi bagian
ekstremitas bawah (+), lemas (+), nafsu makan kurang, BAB belum 2 hari, BAK
lancar tapi air seni berwarna merah, riwayat bekerja dijaya pura 8 tahun dan baru
kembali dari jaya pura kurang lebih 4 bulan yang lalu. Data klinik menunjukkan
TD: 130/100mmHg , Nadi : 72x/mnt, Pernapasan : 19x/ mnt, Suhu: 36,5 OC.
Diagnosis utama pasien adalah malaria Tropicana dan demam tifoid.
Data klinik:
No Data klinik Normal 14/02/2015 15/02/2015 16/02/20
15
1. TD 120/80 130/100 140/90mm 130/90
mmhg mmHg Hg mmHg
2. Nadi 60- 72x/menit 72x/menit 76x/meni
100x/mnt t
3. Suhu 36-37,5 0C 36,50C 36,80C 36,50C
4. pernapasan 15- 19x/menit 24x/menit 20x/meni
20x/mnt t
5. Demam + + +
6. Keringat dingin - + +
7. Pusing + + -
8. Sakit kepala + + +
9. Nyeri perut + + +
10. Meteorisinus + + -
11. Lemas - + -
12. BAB - - -
13. BAK Lancar Lancar ≠ lancar
14. Nyeri suprapubik - - +
15. Nafsu makan Berkurang Berkurang Berkuran
g
Riwayat pengobatan:
No Jenis obat Regimen Tanggal pemberian
dosis 14/02/2015 15/02/2015 16/02/2015
1. Infus RL 16 ü
2. Infus RL 20 ü ü ü
3. Inj ranitidin ü
4. Levofloxacin inj ü ü
5. PCT 500 mg 3x1 ü
6. Vastigo tab 2x1 ü
7. Keterolac inj ü ü
8. Kina ü
9. Doxiciklin ü
10. Famotidin ü
Riwayat pengobatan
Infus RL 16 Infuse RL 20
PCT 500 mg Inj. Ranitidin
Levofloxacin ini Vastigo tab
Ketorolac ini Kina
Doxiciklin Famotidin
Data Pasien
· TD = 130/100mmHg
· Nadi = 72x/mnt
· Pernapasan = 19x/ mnt
· Suhu = 36,5 OC
· Diagnosis utama pasien adalah malaria Tropicana dan demam tifoid
Assessment
Penyakit S.O Terapi Analisis DRP
Demam Demam Infus RL 16 Tepat terapi, _
tifoid dan disertai Infus RL 20 Penambahan
malaria menggil, PCT 500 mg obat anti
keringat Inj. Ranitidin hipertensi
dingnin, sakit Levofloxacin
kepala, inj
pusing, nyeri Vastigo tab
perut, Ketorolac inj
meteoris mus, Kina
nyeri tulang- Doxiciklin
tulang, lemas, Famotidin
nafsu makan
kurang, BAB
belum 2 hari,
BAK lancar
tapi air seni
berwarna
merah,
Plan :
1. Tujuan terapi
a. Meningkatkan kualitas hidup pasien
b. Mencegah terjadinya kejadian yang kronis dan mengganggu
c. Mengurangi morbiditas dan kematian
d. Menyembuhkan keluhan utama dari pasien seperti demam, menggigil,
berkeringat dan sakit kepala, mual, muntah, diare, nyeri otot dan pegal-
pegal.
2. Sasaran terapi
Pengobatan radikal malaria dengan membunuh semua stadium parasit
yang ada di dalam tubuh manusia. Adapun tujuan pengobatan radikal untuk
mendapat kesembuhan klinis dan parasitologik serta memutuskan rantai
penularan.
3. Terapi
a. Terapi farmakologi
Terapi yang diberikan pasien untuk mengobati penyakit malarianya
adalah terapi pengobatan lini kedua, karena sebelumnya pasien telah
terjangkit penyakit malaria. Bila pengobatan lini pertama tidak efektif, gejala
klinis tidak memburuk tapi parasit aseksual tidak berkurang (persisten) atau
timbul kembali (rekrudesensi) maka diberikan pengobatan lini kedua malaria
falsiparum. Obat lini kedua adalah kombinasi Kina + Doksisiklin / Tetrasiklin
+ Primakuin untuk hari pertama, sedangkan untuk hari kedua sampai 7 hanya
diberikan kombinasi Kina + Doksisiklin. Kina diberikan per oral, 3 kali sehari
dengan dosis 10 mg/kg BB/hari selama 7 hari. Dosis maksimal kina adalah 9
tablet untuk dewasa. Kina yang beredar di Indonesia adalah tablet yang
mengandung 200 mg kina fosfat atau sulfat. Doksisiklin yang beredar di
Indonesia adalah kapsul atau tablet yang mengandung 50mg dan 100 mg
Doksisiklin HCl. Doksisiklin diberikan 2 kali perhari selama 7 hari, dengan
dosis orang dewasa adalah 4 mg/kg BB/hari. Sedangkan untuk anak usia 8-14
tahun adalah 2 mg/kg BB/hari. Bila tidak ada doksisiklin dapat digunakan
tetrasiklin. Tetrasiklin diberikan 4 kali sehari selama 7 hari dengan dosis 4-5
mg/kg BB. Primakuin diberikan seperti pada lini pertama. Dosis maksimal
primakuin 3 tablet untuk penderita dewasa
Dari data yang diperoleh dari pasien, pasien juga termasuk menderita
hipertensi stage 1 yaitu tekanan darahnya mencapai 140/90, sehingga sesuai
dengan dipiro pasien hipertensi stage 1 harus diberikan obat antihipertensi
golongan diuretik seperti HCT.
b. Terapi non farmakologi
Untuk mencegah merebaknya malaria, maka hal yang harus dilakukan
adalah menggunakan obat pembasmi nyamuk disekitar tempat tidur,
menggunakan pakaian yang bisa menutupi tubuh disaat senja sampai fajar, jangan
membiarkan air tergenang lama di got, bak mandi, bekas kaleng, dll
Kasus Malaria 2
Tn M berusai 38 tahun, bekerja sebagai pendulang emas, demam sejak 10
hari sebelum masuk rumah sakit , demam dirasakan tinggi secara tiba tiba, dan
naik turun demam timbul tidak menentu. Keluhan demam juga disertai dengan
menggigil selama 15-30 menit, kemudian badan terasa panas dan berkeringat ,
keluhan juga disertai mual dan muntah., urin berwarna kuning jernih dan tidak ada
keluhan menurut pasien. Pasien hanya berobat ke menteri yang ada di
kampungnya, diberi obat penurun panas tapi tidak ada perubahan, tekanan darah
110/80 mmHg, frekuensi nadi 80 kali permenit, nafas 22 kali permenit, berat
badan 75 kg, tinggi badan 175 cm.
1. Terapi farmakologi
- Primakuin 1 x 3 tablet
F. DIAGNOSIS MALARIA
Manifestasi klinis malaria dapat bervariasi dari ringan sampai
membahayakan jiwa. Gejala utama demam sering didiagnosis dengan infeksi lain:
seperti demam typhoid, demam dengue, leptospirosis, chikungunya, dan infeksi
saluran nafas. Adanya thrombositopenia sering didiagnosis dengan leptospirosis,
demam dengue, atau typhoid. Apabila ada demam dengan ikterik bahkan sering
diinterpretasikan dengan diagnose hepatitis dan leptospirosis. Penurunan
kesadaran dengan demam sering juga didiagnosis sebagai infeksi otak atau bahkan
stroke (Depkes RI, 2017: 6).
Mengingat bervariasinya manifestasi klinis malaria maka anamnesis
riwayat perjalanan ke daerah endemis malaria pada setiap penderita dengan
demam harus dilakukan. Diagnosis ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Untuk
malaria berat diagnosis ditegakkan berdasarkan WHO (Depkes RI, 2017: 6).
Untuk anak <5 tahun diagnosis menggunakan MTBS. Namun pada daerah
endemis rendah dan sedang ditambahkan riwayat perjalanan ke daerah endemis
dan transfuse sebelumnya. Pada MTBS diperhatikan gejala demam dan atau pucat
untuk dilakukan pemeriksaan sediaan darah. Diagnosis pasti malaria harus
ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan darah secara mikroskopis atau uji
diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test = RDT) (Depkes RI, 2017: 6).
A. Anamnesis (Depkes RI, 2017: 7)
Pada anamnesis sangat penting diperhatikan:
a. Keluhan: demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala,
mual, muntah, diare dan nyeri otot atau pegal-pegal.
b. Riwayat sakit malaria dan riwayat minum obat malaria
c. Riwayat berkunjung ke daerah endemis malaria
d. Riwayat tinggal di daerah endemis malaria
B. Pemeriksaan Fisik (Depkes RI, 2017: 7)
a. Suhu tubuh aksiler ≥ 37,5° C
b. Konjungtiva atau telapak tangan pucat
c. Sclera ikterik
d. Pembesaran limpa (splenomegaly)
e. Pembesaran hati (hepatomegaly)
C. Pemeriksaan Laboratorium (Depkes RI, 2017: 7)
a. Pemeriksaan dengan mikroskop
Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis di
puskesmas/lapangan/rumah sakit/laboratorium klinik untuk menentukan:
a) Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif)
b) Spesies dan stadium Plasmodium
c) Kepadatan parasite
b. Pemeriksaan dengan uji diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test)
Mekanisme kerja test ini berdasarkan deteksi antigen parasite malaria,
dengan menggunakan metoda imunokromatografi. Sebelum
menggunakan RDT perlu dibaca perunjuk penggunaan dan tanggal
kadaluarsanya. Pemeriksaan dengan RDT tidak digunakan untuk
mengevaluasi pengobatan.
KEPUSTAKAAN
Depkes RI. Pharmaceutical Care. Jakarta: Direktorat Bina Farmasi dan Klinik.
2006.
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Pedoman
penatalaksanaan kasus malaria di Indonesia gebrak malaria. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI; 2008
Goodman & Gilman. Manual Farmakologi & Terapi. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2008.
John CC, Krause PJ. Malaria (Plasmodium). In: Kliegman RM, Stanton BF, Geme
JW, Schor FN, Behrman RE, eds. Nelson textbook of pediatrics. 19th ed.
Philadelphia: WB Saunders; 2011.p. 1139-43
Joyce L. Kee, Evelyn R. Hayes. Farmakologi: Pendekatan Proses Keperawatan,
E, Alih Bahasa Peter Anugrah. Jakarta: EGC. 1996.
Mycek, Mary J., Richard A. Harvey, and Pamela C. Champe, Farmakologi
Ulusan Bergambar Edisi 2. Jakarta: Widya Medika. 2001.
[RISKESDAS] Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan. Departemen Kesehatan, Republik Indonesia. Jakarta. 2007.
Clyde DF.Malaria.dalam: Nelson WE, Behrman RE,Kliegman R, Arvin AM,Ed.
Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 12. Jakarta : EGC. 2000:328-334.
Soal Pilihan Ganda Malaria
A. Pengertian
Batuk dalam bahasa latin disebut tussis adalah refleks yang dapat terjadi
secara tiba-tiba dan sering berulang-ulang yang bertujuan untuk membantu
membersihkan saluran pernapasan dari lendir besar, iritasi, partikel asing dan
mikroba. Batuk merupakan refleks fisiologis kompleks yang melindungi paru dari
trauma mekanik, kimia dan suhu.
Batuk adalah suatu refleks pertahanan tubuh untuk mengeluarkan benda asing
dari saluran napas. Batuk juga membantu melindungi paru dari aspirasi yaitu
masuknya benda asing dari saluran cerna atau saluran napas bagian atas. Yang
dimaksud dengan saluran napas mulai dari tenggorokan, trakhea, bronkhus,
bronkhiolisampai ke jaringan paru. (Guyton,et all.2008)
Batuk merupakan gejala klinis dari gangguan pada saluran pernapasan. Batuk
bukan merupakan suatu penyakit, tetapi merupakan manifestasi dari penyakit
yang menyerang saluran pernafasan. Penyakit yang bisa menyebabkan batuk
sangat banyaksekali mulai dari infeksi, alergi, inflamasi bahkan keganasan.
(Kumar ,et all.2007)
Timbulnya respon batuk bias dikarenakan beragam hal, salah satunya adalah
keberadaan mucus pada saluran pernafasan. Normalnya, mucus membantu
melindungi paru paruh dengan menjebak partikel asing yang masuk. Namun,
apabila jumlah mucus meningkat, maka tidak lagi membantu malahan
mengganggu pernafasan (Koffour dkk, 2014)
Selain oleh mucus, batuk dapat disebabkan oleh factor luar seperti debu,
maupun zat asing yang dapat mengganggu pernafasan. Semakin banyak partikel
asing yang harus dikeluarkan, semakin banyak pula frekuensi batuk seseorang.
Frekuensi batuk yang terlalu tinggi, dapat mempengaruhi kualitas hidup
seseorang. Obat batuk yang dapat menekan batuk, disebut juga obat antitusif.
Antitusif adalah obat obatan penekan batuk yang kerjanya dibagi menjadi dua,
yaitu perifer, dan sentral . (Sartono. 1993)
Batuk non produktif atau batuk kering adalah batuk yang tidak
menghasilkan sputum/dahak dan batuk ini menimbulkan iritasi pada tenggorokan,
menyebabkan (batuk produktif), batuk kering biasanya tidak menimbulkan gejala
lainnya selain batuk itu sendiri dan pasien seringkali mersa baik-baik saja, tanpa
keluhan rasa penuh dahak di dalam dada ataupun gangguan pernapasan. Jika
bertambha parah, batuk kering mungkin dapat menimbulkan suara serak atau
kehilangan suara. Batuk kering seringkali dipicu oleh partikel makanan berukuran
kecil atau asap iritan yang terhirup, perubahan temperature, dan asap rokok (baik
sebagai perokok aktif maupun sebagai perokok pasif). Juga dapat disebabkan
karena udara kering atau udara yang tercemar. Juga oleh infeksi virus yang belum
lamam terjadi, flu, selesma dan adakalanya dianggap sebagai batuk pasca infeksi
virus. Batuk kering jga dapat menjadi pertanda adanya penyakit lain seperti asma,
penyakit refluks gastroesofagus, ata gagal jantung serta dapat dipicu oleh obat-
obat tertentu seperti mislanya obat hipertensi golongan ACE Inhibitor (MIMS.
2016: 44).
No Penyakit Penyebab
1 Inflamasi Bronchitis,
Tuberculosis
Bronkiektasis
Fibrosis kliktis
Abses paru
Pneumonia
Septik
Penyakit akibat jamur atau parasit
2 Neuplasma Kanker paru
Sel skuamsa
Adenoma bronkial
Insidensi diagnosis yang tercantum pada table di atas tergantung pada sifat
rangkaian gejala yang dilaporkan dan apakah kita mengikut sertakan gejala batuk
dengan perdarahan makroskopis serta batuk dengan bercak darah dalam sputum.
Bila kedua tipe perdarahan ini tercakup, maka penyebab utamanya adalah
bronkitis kronik. Jika definisinya hanya terbatas pada perdarahan makroskopis
lebih banyak daripada (yang beberapa sendok makan), insidensinya tergantung
tipetangkaian gejala yang dilaporkan. Rangkaian gejala bedah mendukung
insidensi lesi yang berupa massa dan lesi yang dapat dioperasi seperti karsinoma
Pasien pasien yang berasal dari numah sakit dengan populasi penduduk yang
banyak menderita penyakit tuberkulosis jelas sangat mendukung keadaan ini.
Rangkaian kombinasi gejala medis dan bedah mencakup jumlah lesi yang lebih
luas dengan gejala hemoptisis (karsinoma, bronkiti lesi inflamasi lainnya
termasuk tuberkulosis, bentuk lesi lainnya termasuk berbagai etiologi vaskuler,
traumatik serta perdarahan. Meskipun dilakukan evaluasi paling luas. 5 hingga 15
persen kasus hemoptisis makroskopis tetap tidak terdiagnosis (Harrison. 1999 :
201)
Dua keadaan harus disoroti dengan referensi pada penyakit yang disertai
hemoptisis: (1) Bemoptisis jarang dijumpai pada karsinoma metastatik ke paru,
dan (2) meskipun hemoptisis dapat tergadi pada beberapa waktu selama
perjalanan pneumonia atau virus, biasanya tidak begitu sering dan kejadiannya
harus selalu menimbulkan pertanyaan pada kemungkinan proses primer yang
lebih serius (Harrison. 1999 : 201)
Hemoptisis adalah meludah atau batuk darah. Hemop harus dibedakan dengan
hematemesis, yang berarti muntah rah. Penyebab perdarahan dapat berasal dari
mana saja di luran napas atas atau bawah mulai dari hidung sampai p Darah yang
keluar waktu meludah tanpa batuk umumnya asal dari saluran napas atas,
termasuk hidung, sinus parana rongga mulut, dan orofaring. Darah dari laring,
trakea, dan luran bronkus bawah umumnya menimbulkan batuk. Nam saluran
napas seluruhnya harus dipertimbangkan dalam in tigasi hemoptisis yang bisa
bersifat akut atau kronis rekuren (Frank. 201 : 399)
A. Patofisiologi
1.Ekspektoran.
Ekspektoran ialah obat dari saluran napas (eks obat pekkoodiduga berdasarkan
stimulasi mukosa lambung dan selanjut yakan nya secara refleks merangsang
sekresi kelenjar ntung, saluran napas lewat N, vagus, sehingga menurunkan
nggian viskositas dan mempermudah pengeluaran dahak. Obat yang termasuk
golongan ini ialah: ammonium klorida dan gliseril guaiakolat (Mardjono, mahar.
2016 : 545)
Gliseril Guaikolat. Penggunaan obat ini hanya didasarkan tradisi dan kesan
subyektif pasien dan dokter. Belum ada bukti bahwa obat berman- faat pada dosis
yang diberikan. Efek samping yang mungkin timbul dengan dosis besar, berupa
kantuk, mual, dan muntah. Gliseri guaiakolat tersedia dalam bentuk sirop 100
mg/5 ml Dosis dewasa yang dianjurkan 2-4 kali 200-400 mg sehari. Sirup ipekak
dan kalium yodida sebaiknya tidak digunakan sebagai ekspektoran karena tidak
jelas kebutuhannya dan dapat menyebabkan efek samping yang serius (Mardjono,
mahar. 2016 : 546)
2.Mukolitik
Sesuai dengan namanya, mukolitik adalah obat batuk berdahak yang bekerja
dengan cara membuat hancur formasi dahak sehingga dahak tidak lagi memiliki
sifat-sifat alaminya. Mukolitik bekerja dengan cara menghancurkan benang-
benang mukoprotein dan mukopolisakarida pada dahak. Yang termasuk dalam
golongan obat ini adalah brhomexin, ambroxol, asetil sitein (Mardjono, mahar.
2016 : 546)
Mukoliitik ialah obat yang dapat mengencerkan sekret saluran napas dengan
jalan memecah benang-benang mukoprotein dan mukopolisakarida dari sputum.
Contoh mukolitik ialah bromheksin asetilsistein dan ambroksol. BROMHEKSIN.
Bromheksin ialah derivat sintetik dari vasicine, suatu zat aktif dari Adhatoda
vasica. Obat ini digunakan sebagai mukolitik pada bronkitis atau kelainan saluran
napas yang lain. Selain itu obat digunakan secara lokal di bronkus untuk me-
mudahkan pengeluaran dahak pasien yang dirawat di Unit Gawat Darurat. Data
efektivitas klinik obat ini sangat terbatas. Efek samping pada pemberian oral
berupa mual dan peninggian transaminase serum. Brom- heksin harus hati-hati
digunakan pada pasien tukak lambung. Dosis oral untuk dewasa yang dianjurkan
3 kali 4-8 mg sehari. Obat ini rasanya pahit sekali (Mardjono, mahar. 2016 : 546)
Ambroksol, suatu metabolit brom- heksin diduga sama cara kerja dan
penggunaan- nya. Ambroksol sedang diteliti tentang kemungkinan manfaatnya
pada keratokonjungtivitis sika dan sebagai perangsang produksi surfaktan pada
anak lahir prematur dengan sindrom pernapasan (Mardjono, mahar. 2016 : 546)
3.Antitusif
D. Penatalaksanaan Klinik
Pasien dengan batuk produktif atau berdahak. Jika pasien dating dengan
keluhan batuk berdahak yang berlangsung selama lebih dari 5 hari, maka perlu
ditanayakan apakah pasien mengalami naas memendek atau nyeri dada selagi
batuk. Jika tidak maka obat batuk dapat diberikan untuk membantu meredakan
gejala. Anjurkan pasien untuk berkonsultasi kembali ke dokter jika gejala batuk
menetap atau kambuh kembali. Jika Pasien mengalami kesulitan bernapas, maka
perlu ditanyakan apakah pasien demam?. Jika tidak maka pasien mungkin
mengalami asma, suatu gangguan pernapasan yang tidak menular, ditandai dengan
penyempitan saluran napas yang mengakibatkan kesulitan bernapas. Jika pasien
mengalami demam maka perlu ditanayakan apakah pasien mengalami gejala lain
seperti berkeringat terutama malam hari, menggigil,penurunan berat badan yang
signifikan, dan kehilangan nafsu makan? Jika tidak, maka perlu ditanayakn
apakah pasien mengeluarkan dahak berbau, kental, legket, berwarna cokelat,
kunig, hijau, atau merah? Jika tidak anjurkan pasie untuk melakuakan
pemeriksaan lebih lanjt, karena kemungkinan disebabkan oleh penyakit lain. Jika
pasien mengeluarkan dahak yang berbau dan berwarna maka pasien mungkin
mengida infeksi saluran pernapasan. Jika pasien mengalami gejala seperti keringat
dan menggigil tertama di malam hari maka pasien mungkin mengidap
Tuberkulosis (TB), suatu penyakit infeksi paru yang snagat menular. Mak perlu
dilakaukan pemeriksaan lebih lanjut dengan tera[I yang sesuai (MIMS. 2016: 40)
Pasien dengan batuk kering. Pasien dtang dengan keluhan batuk kering lebih
dari seminggu, mka perlu ditanayakan apakah pasien mrngalami gejala napas
memendek? Jika tidak maka perlu diatanayakan apakah pasien mengguakan obat-
obat tertentu? Jiak pasien tidak menggunakan obat-obat tertentu, maka dapat
dianjurkan menggunakan obat batuk yang tergolong obat bebas untuk membantu
meredakan batuk untuk membantu meredakan batuk kering. Anjurkan pasien
untuk kembali berkonsultasi ketika gejala menetap selama lebih dari sebulan. Jika
pasien menggunakan obat-obat tertentu seperti golongan ACEI yang dapat
menyebabkan batuk kering. Maka anjurkan ke pasien untuk menanyakan ke
dokter apa perlu mengganti obat yang telah diresepkan. Jika pasien mengalami
napas memendekmaka perlu ditanyakan apakah pasien mendedengar suara mengi
saat bernapas. Jika tidak kemungkinan pasien memliki riwayat asma. Jika pasien
tidak memiliki riwayat asma maka dianjurkan untyk pemeriksaan lanjutan. Jiak
pasien mengalami demam maka kemungkinna pasien mengalami infeksi sauran
pernapasan.
Kalau sekret atau dahak bersifat lengket dan kental, terapi dengan hidrasi yang
adekuat, obat-obat ekspektoranserta humidifikasi udara pemapasan melalui
nebulizer ultrasonik denganipratoprium bromida, aitu golongan bronkodilator
yang mempunyai efek antimuskarinik, yang diberikan dengan dua kali hirupan (36
pug qid), dapat membantu mengatasinya. Preparat iodinated glycerol (30 mg qid)
terutama khasiat bagi pasien batuk asma atau bronkitis kronik, dan guaifenesin
(100 mg tid dapat diberikan pada pasien bronkitis akut atau kronik. Bersihan
mukosiliaris dapat ditingkatkan dengan pemberian antagonis beta-adrenergik
seperti efedrin (2,5 mg qid), ususnya pada penderita kistik fibrosis, dan dengan
pemberian teofilin (100 mg tid) pada pasien penyakit paru obst PPOK, atau
penyakit paru obstruktif menahun, PPOM (Harisson. 1999 : 202)
E. Analisis Kasus
Kasus 1
a. Data Klinik
Alia, seorang perempuan (20 th) merasakan batuk yang tidak berkurang sejak
3 hari yang lalu.. Batuk yang dirasakan mula-mula tidak berdahak, akan tetapi tadi
pagi mulai batuk berdahak, bahkan menjadi sesak nafas tinggi. Penderita juga
mengalami demam. Yang tinggi. Sebelumnya membersihkan rak-rak buku lama
ayahnya yang penuh debu.
Riwayat penyakit keluarga : kakak Alia menderita paru kronis yang pada
rontgen thorak menunjukkan honeycomb appearance tetapi wheezing.
Dokter menyarankan Alia untuk control ulang ke poliklinik paru dan
menjalani spirometri dan peak flow metri. (+)
b. Acessment
Berdasarkan Kasus, Batuk yang tidak berkurang sejak tiga hari yang lalu
tersebut kemungkinan disebabkan adanya benda asing (debu) yang masuk ke
dalam tractus respiratoria yang menimbulkan gejala iritatif terhadap saluran
pernapasan bagian bawah berupa batuk. Antigen (debu) tersebut bila ukuran
partikelnya >5 mikrometer, akan ditangkap oleh vibrissae (rambut kasar) dalam
rongga hidung. Namun, bila ukurannya 1-2 mikrometer, partikel tetap bisa masuk
dalam saluran pernapasan dan nantinya akan terjerat pada silia di laring ataupun
dalam trakea. Dan dalam hal ini, terdapat mekanisme refleks batuk yang bertujuan
untuk mengeluarkan partikel asing yang berada dalam trakea/ laring (dimana
kedua tempat tersebut bersifat sangat sensitif terhadap berbagai rangsangan luar
yang masuk).
Factor penyebab batuk : - Masuknya benda asing seperti debu, asap, cairan,
atau makanan secara tidak sengaja masuk ke dalam saluran pernapasan, misalnya
pada asma. - Penyempitan saluran pernapasan, misalnya pada asma. - Tetesan
rongga hidung yang masuk ke tenggorokan kemudian ke saluran pernapasan,
misalnya saat mengobati alergi rhinitis, batuk pilek. - Produksi dahak yang sangat
banyak karena infeksi saluran pernapasan, misalnya flu, bronchitis, pneumonia,
TBC, dan kanker paru-paru. Batuk berdahak terjadi karena timbulnya dahak
tersebut akibat adanya allergen (debu) yang mengiritasi saluran pernapasan
sehingga menyebabkan mukosa bronkus pada saluran pernapasan tersebut
memproduksi mucus/dahak dalam jumlah banyak (hipersekresi mucus) yang
kemudian akan menimbulkan refleks batuk untuk mengeluarkan mucus/dahak
tersebut sebagai refleks pertahanan yang timbul akibat iritasi peradangan
trakeobronkial. Timbulnya dahak yang menyertai batuk disebabkan oleh adanya
sel epitel berlapis mukus bersilia yang membantu membersihkan saluran
pernafasan, karena silia bergetar ke arah faring dan menggerakkan mukus seperti
suatu lembaran yang mengalir terus-menerus. Jadi partikel asing kecil dan mukus
digerakkan dengan kecepatan satu sentimeter per menit sepanjang trakea ke
faring. Benda asing di dalam saluran hidung juga dimobilisasikan ke laring.
Sehingga Setelah partikel asing yang masuk terjerat dalam mukus, akan ada
mekanisme lanjut berupa refleks batuk berdahak seperti diatas.
Sesak napas yang terjadi pada penderita lebih disebabkan karena reaksi
hipersensitifitas terhadap suatu allergen (debu), dan terjadinya efek
bronkokontriksi akibat penyempitan jalan napas oleh karena hipersekresi mucus.
Selain itu,sesak napas juga dapat disebabkan oleh kebutuhan oksigen yang
meningkat akibat reaksi demam yang juga diderita., dan dapat juga timbul akibat
kerja pernapasan meningkat akibat peningkatan produksi CO2 yang nantinya akan
memicu reaksi hiperventilasi sehingga akan berakibat pada peningkatan oksigen.
Factor-faktor yang dapat menyebabkan sesak napas : - Oksigenasi jaringan
menurun - Kebutuhan oksigen meningkat - Kerja pernapasan meningkat -
Rangsangan pada sistem saraf pusat - Penyakit neuromuskuler Alia juga
menderita demam karena pada kasus di atas, debu yang masuk sudah mencapai
saluran napas bagian bawah dan dianggap sebagai suatu antigen asing. Antigen ini
nantinya akan memicu serangkaian reaksi imunologis seperti kemotaksis dan
fagositosis lekosit polimorfonuklear ke tempat peradangan. Adanya reaksi
peradangan/ inflamasi ini nantinya akan menyebabkan pengeluaran berbagai
mediator inflamasi yang bersifat endogen-pirogen, seperti IL-1 (interleukin 1) dan
prostaglandin. Dan kedua mediator inflamasi inilah yang memegang peranan
penting untuk meningkatkan pusat regulator termostat tubuh di hipotalamus.
Sehingga, peningkatan termostat tubuh inilah yang menyebabkan timbulnya
demam sistemik.
C. Planning
1. Terapi Farmakologi
- Teosal
Komposisi: teofilin 150mg (50 mg), salbutamol 1mg (0,5mg) tiap tablet
(5ml sirup).
- Teofilin
- Paracetamol
Indikasi : Nyeri ringan sampai sedang
Kontra Indikasi : Hipersenssivitas, gangguan hati
Efek samping : Reaksi alergi, ruam kulit, hipotensi dan kerusakan
hati
2. Terapi Non - Farmakologi
Menjaga pola makan dengan Baik
Banyak mengkonsumsi Buah dan sayur
Hindari tempat yang banyak mengandung polusi udara
Olahraga ringan
Istirahat yang cukup
Kasus II
Pasien Tn. N usia 66, bekerja sebagai petani datang dengan keluhan sesak
nafas yang dirasakan sejak 6 bulan yang lalu. Sesak nafas dirasakan setiap saat
dan makin memberat jika pasien merokok. Keluhan lainnya pasien mengalami
batuk berdahak bewarna putih, kental, dan tidak disertai darah. Batuk dirasakan
terutama pada pagi hari. Pasien juga mengaku mengalami penurunan berat badan
yang signifikan, dari 65 kg menjadi 55 kg. Selain itu pasien juga mudah lelah,
sehingga sudah 6 bulan ini pasien tidak lagi bekerja sebagai petani di sawah. Pada
6 bulan yang lalu pasien datang berobat ke puskesmas, dan didiagnosa batuk.
Sehingga pasien setiap bulan mengontrol penyakitnya, namun pasien
mengeluhkan penyakitnya tidak kunjung sembuh dan pasien juga mengeluhkan
sesak dan batuknya semakin bertambah. Pada riwayat penyakit dahulu, pasien
tidak pernah mengalami gejala yang serupa. Namun pada riwayat keluarga, pasien
mengaku ayahnya dahulu pernah mengidap penyakit dengan gejala yang sama
tetapi ayah pasien tidak pernah mengontrolnya kepuskesmas. Untuk riwayat
lingkungan, tetangga pasien tidak ada yang menderita penyakit seperti ini dan
lingkungan rumah pasien merupakan daerah yang penuh debu dan berasap.
Riwayat pribadi, pasien merokok sejak remaja hingga saat ini sekitar 30 tahun
lamanya dan dalam sehari pasien mampu menghabiskan 10 batang rokok linting.
Pasien mengaku tidak pernah memakai narkoba ataupun meminum minuman
beralkohol. Anggota keluarga lain yang tinggal satu rumah dengan pasien tidak
ada yang merokok Selain itu pasien biasanya makan tiga kali sehari. Makanan
yang dimakan cukup bervariasi. Namun pasien cenderung lebih banyak
mengkonsumsi karbohidrat seperti mie instan, singkong, jagung, nasi. Kebiasaan
buruk lainnya ialah, pasien jarang mengkonsumsi buah-buahan dan sayuran. Pola
pengobatan pasien dan anggota keluarga bersifat kuratif yakni pasien berobat
apabila terdapat keluhan yang dirasa mengganggu aktivitas.
a. Data medic :
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Dara : 130/70 mmHg
Nadi : 94 x/menit
Nafas : 33 x/menit
Suhu : 36,5 derajat C
b. Data non medic :
Usia : 66 thn
Berat Badan : 55 kg
Tinggi Badan : 169 cm
Status Gizi : IMT 19,25 (normal)
Pola hidup : Riwayat pribadi, pasien merokok sejak remaja
hingga saat ini sekitar 30 tahun lamanya dan dalam sehari pasien mampu
menghabiskan 10 batang rokok linting. Namun pasien cenderung lebih banyak
mengkonsumsi karbohidrat seperti mie instan, singkong, jagung, nasi. Kebiasaan
buruk lainnya ialah, pasien jarang mengkonsumsi buah-buahan dan sayuran. Pola
pengobatan pasien dan anggota keluarga bersifat kuratif yakni pasien berobat
apabila terdapat keluhan yang dirasa mengganggu aktivitas.
c. Pemeriksaan Lab :
Pemeriksaan spesimen dahak sewaktu pagi sewaktu/ pemeriksaan BTA
(basil tahan asam) didapati hasil negatif (-). Yang artinya tidak terdapat
Microbacterium Tuberculosis pada pasien.
d. Acessment
Karena pasien mengalami sesak napas dan batuk berdahak. Sehingga di
khawatirkan sakit semakin memburuk sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari.
Oleh karena itu, diharapkan dengan pemberian obat dan terapi, pasien dapat
sembuh dari penyakit sehingga bisa beraktivitas dengan baik. Karena pasien
merupakan perokok aktif sehingga dapat menjadi salah satu penyebab pasien
mengalami batuk. Terlebih lagi di usianya yang telah memasuki rentang usia
lansia. Selain itu kebiasaan pasien yang selalu mengkonsumsi makanan yang
tinggi karbohidrat dan sedikit serat menandakan pola hidup pasien yang tidak
sehat dalam hal mengkonsumsi makanan yang dibutuhkan oleh tubuh, sehingga
dapat menurunkan kadar antibody dalam tubuh. Penurunan daya tahan tubuh
dapat menjadi pemicu penurunan daya tahan tubuh, sehingga pasien mudah lelah.
e. Planning
1. Terapi Farmakologi
Berdasarkan keluhan yang dialamai pasien yaitu sesak napas, batuk berdahak
dengan dahak kental dan putih di pagi hari, penurunan berat badan yang
signifikan, serta sering mengalami kelelahan maka pasien ini berdasarkan
diagnosanya PPOK dimana penyebabbnya karena emfisema, emfisema ini terjadi
karena kebiasaan pasien perokok. Merokok sejak 30 tahunan lalu ditambah udara
dilingkungan tempat tinggal pasien yang berpolusi. Oleh karena itu, untuk
mengobati atau meredakan batuk diberikan obat bronkodilator berupa salbutamol,
dimana salbutamol ini merupakan golongan obat beta 2 adrenergik, dimana respon
beta 2 adrenergik ini di otot polos bronkus, maka obat ini akan merelaksasi otot
polos bronkus sehingga terjadi bronkodilatasi, pelebaran saluran pernafasan dapat
menormalkan aliran udara masuk sehingga dapat meredakan sesak nafas yang
dialami pasien.
Selanjutnya pasien juga diberikan obat Acetylcysteine pada pasien untuk
mengencerkan dahak pasien, sehingga mudah untuk dikeluarkan, kemudian
diberikan obat deksametasone yang merupakan obat golongan psikotropika
golongan 4 diberikan agar mengobati peradangan pada bronkus pasien, serta dapat
memberikan efek hipnotik sedatif yang membuat pasien rileks dan dapat tidur
nyenyak pada malam hari untuk menghindari stress karena jika dilihat umur
pasien yaitu 66 tahun sudah tergolong lansia.
Rekomendasi obat:
- Salbutamol tablet 4 mg 3x1
- Dexametason tablet 0,5 mg 3x1
- Acetylcysteine tablet 200mg 3x1
2. Terapi Non – Farmakologi
untuk pengobatan non farmakologi pasien disarankan berhenti merokok
dan mengubah pola hidupnya dengan mengonsumsi mie instan dan makanan-
makanan yang berkarbohidrat berlebih, pasien disarankan mengonsumsi makanan
berkarbohidrat normal dan diimbangi oleh sayuran dan buah-buahan serta
disarankan melakukan olahraga ringan.
Edukasi tentang penyakit yang di derita oleh pasien dan komplikasinya
kepada pasien maupun keluarganya.
Edukasi kepada pasien bahwa PPOK tidak dapat disembuhkan namun
hanya dapat dikontrol/ dicegah agar tidak terjadi perburukan dan
penatalaksanaannya bersifat seumur hidup.
Edukasi kepada pasien dan keluarganya tentang obat-obatan yang
dikonsumsi oleh pasien, berupa kerjanya dan efek sampingnya.
Konseling tentang bahaya merokok.
Konseling terhadap faktor resiko lingkungan seperti debu, asap rokok.
Konseling dan motivasi kepada pasien dan keluarga untuk menerapkan
pola hidup sehat.
Konseling kepada keluarga pasien tentang pentingnya memberi dukungan
kepada pasien dan mengawasi pengobatan.
Memberikan edukasi segala hal tentang ppok dan pengaturan pola gaya
hidup yang sehat. Mengenai olahraga yang minimal dilakukan 3x/minggu
selama ± 30 menit serta diet pada pasien ppok (diet rendah karbohidrat).
Konseling pasien dan keluarga pasien mengenai pentingnya prinsip
preventif dari pada kuratif menghindari stress karena jika dilihat umur
pasien yaitu 66 tahun sudah tergolong lansia.
1. Batuk yang tidak boleh ditekan, yaitu batuk yang …
A. produktif
B. mengganggu
C. tidak produktif
2. Golongan obat pereda batuk sintetis dengan mekanisme kerja mirip Kodein HCl…
A. Dekstrometorphan
B. Difenhidramin
C. Ammonium klorida
D. Efedrin HCl
E. Bromheksin HCl
A. Oksolamin
B. Destrometorfan
C. Promethazine
D. Codein
E. Bromheksin
4. Benadryl capsul adalah obat batuk golongan antihistamin untuk mengatasi batuk alergi
yang mengandung zat aktif ....
A. Difenhidramin
B. Efedrin
C. Feniramin
D. DMP
E. Chlorfeniramin
5. Batuk yang merupakan suatu mekanisme perlindungan dengan fungsi
mengeluarkan zat asing(kuman,debu,dll) dan dahak dari tenggorokan disebut . . .
A. Batuk produktif
C. asma
D. bronchitis
E. Emfisema paru
A emolliensia
B ekspektoransia
C zat pereda
D sekretolitik
E mukolitik
A.Syr Thymi
B.Codein
C.Amonium klorida
D.Prometazine
E.Doveri
A. Glyceril guaiacolat
B. Dextromehorpan
C. Salbutamol
D. Efedrine.
E. Prednison
A. codein.
B. Doveri.
C. Codein+feniltoloksamin.
D. Doveri+feniltoloksamin.
E. Doveri+Akar ipeka
10. Obat batuk yang dapat menekan pusat batuk di medula otak antara lain :
A. Prometazin
B. OBH
C. Amboxol
D. Dextrometorphan HBr
E. Antihistamin
A. Codein
B. Gliseril Guaikolat
C. Bromheksin
D. Sirup Thymi
E. Noscapin
A. Amonium klorida
B. Ambroksol
C. Codein
D. Prometazin
E. Semua benar
E. Semua benar
14. Obat batuk yang digunakan pada batuk berdahak, sebaiknya mengandung
A. Noskapin
B. Codein
C. Dekstromethorphan
D. Diphenhidramin
E. Bromheksin
15 Antitusif yang terdapat dalam sediaan obat batuk Ikadryl produksi dari Ikapharmindo adalah
A. Noskapin
B. Dekstrometorphan
C. Prometazin
D. Difenhidramin
E. Codein
16. Seorang pasien menderita batuk dan mendapatkan resep dari dokter sbb
R/ Codein HCl 10 mg
Kotrimoxazol 1 tb
Dexametason 0,5 mg
CTM 4 mg
Uf cap dtd no xv
∫ 3dd 1 cap
Dari obat tersebut di atas manakah yang mempunyai khasiat sebagai pereda batuk yang bekerja
sentral dan bersifat adiktif ?
A. Codein HCl
B. Kotrimoxazol
C. Dexamethazon
D. CTM
E. Semua obat bersifat pereda batuk
17. Komposisi obat batuk hitam salah satunya mengandung bahan secretolitik yang pada dosis
tinggimenimbulkan perasaan mual dan muntah karena merangsang lambung, salah
satu komposisi dalam sirup obat batuk hitam yang mempunyai efek samping tersebut adalah
A. Ipecacuanhae Radix
B.Kreosot
C. Ammonium klorida
D. Kalium Iodidae. Liquiritia
E. Radix
18. Batuk kering dikenal dengan istilah…..
A. Batuk produktif
B. Batuk nonproduktif
C. Batuk berdarah
D. Semua benar
E. Semua salah
19. Batuk akut adalah batuk yang berlangsung….
A. Lebih dari 20 hari
B. Lebih dari 21 hari
C. Kurang dari 14 hari
D. Semua benar
E. Semua salah
20. Batuk khusus adalah batuk yang terjadi karena…
A. Efek dari penyakit tertentu seperti TBC, Asma, dan penyakit jantung
B. Batuk lebih dari 25 hari
C. Batuk yang disertai oleh dahak
D. Semua benar
E. Semua salah