Anda di halaman 1dari 16

RESUME KEPERAWATAN PADA NY “A” DENGAN DIAGNOSA KEPERAWATAN

POLA NAFAS TIDAK EFEKTIF DI POLI JANTUNG RSUD PROVINSI NTB PADA
TANGGAL 03 MARET 2023

Disusun oleh :

Samratul Qalbi Assani (P07120421083)

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN

TAHUN AKADEMIK 2022/2023


LAPORAN PENDAHULUAN HHD (HIPERTENSI HEART DISEASE)

1. KONSEP PENYAKIT
1.1 Defenisi
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan
sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg. (Somantri,
2018). Hipertensi dikategorikan ringan apabila tekanan diastoliknya antara 95 – 104
mmHg, hipertensi sedang jika tekanan diastoliknya antara 105 dan 114 mmHg, dan
hipertensi berat bila tekanan diastoliknya 115 mmHg atau lebih. Pembagian ini
berdasarkan peningkatan tekanan diastolik karena dianggap lebih serius dari
peningkatan sistolik. (Paula, 2016). Hipertensi Heart Disease (HHD) adalah istilah
yang diterapkan untuk menyebutkan penyakit jantung secara keseluruhan, mulai dari
left ventricle hyperthrophy (LVH), aritmia jantung, penyakit jantung koroner, dan
penyakit jantung kronis, yang disebabkan karena peningkatan tekanan darah, baik
secara langsung maupun tidak langsung. (Morton, 2016).
1.2 Etiologi
Menurut Oman (2017), hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan
menjadi 2 golongan besar yaitu :
1. hipertensi essensial (hipertensi primer) yaitu hipertensi yang tidak diketahui
penyebabnya. Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti
penyebabnya, data-data penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering
menyebabkan terjadinya hipertensi. Faktor tersebut adalah sebagai berikut :
a) Faktor keturunan Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki
kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya
adalah penderita hipertensi.
b) Ciri perseorangan, ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi
adalah :
- Umur ( jika umur bertambah maka TD meningkat.
- Jenis kelamin (laki-laki lebih tinggi dari perempuan).
c) Ras (ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih)
d) Kebiasaan hidup yaitu kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya
hipertensi adalah:
- Konsumsi garam yang tinggi (melebihi dari 30 gr).
- Kegemukan atau makan berlebihan.
- Stress.
- Merokok.
- Minum alcohol.
- Minum obat-obatan (ephedrine, prednison, epineprin).
2. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit lain.
a) Ginjal : Glomerulonefritis, Pielonefritis, Nekrosis tubular akut, Tumor.
b) Vascular : Aterosklerosis, Hiperplasia, Trombosis, Aneurisma, Emboli
kolestrol, Vaskulitis.
c) Kelainan endokrin : DM, Hipertiroidisme, Hipotiroidisme.
d) Saraf : Stroke, Ensepalitis, SGB.
e) Obat – obatan : Kontrasepsi oral, Kortikosteroid.
Menurut Mansjoer (2008), penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia
adalah terjadinya perubahan-perubahan pada :
a) Elastisitas dinding aorta menurun.
b) Katub jantung menebal dan menjadi kaku.
c) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah
berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah menurun
menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
d) Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karenakurangnya
efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi.
e) Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.

1.3 Patofisiologi
Penyulit utama pada penyakit jantung hipertensif adalah hipertrofi ventrikel kiri
yang terjadi sebagai akibat langsung dari peningkatan bertahap tahanan pembuluh
darah perifer dan beban akhir ventrikel kiri. Faktor yang menentukan hipertrofi
ventrikel kiri adalah derajat dan lamanya peningkatan diastole. Pengaruh beberapa
faktor humoral seperti rangsangan simpato-adrenal yang meningkat dan peningkatan
aktivasi system renin-angiotensin-aldosteron (RAA) belum diketahui, mungkin
sebagai penunjang saja. Fungsi pompa ventrikel kiri selama hipertensi berhubungan
erat dengan penyebab hipertrofi dan terjadinya aterosklerosis primer.
Pada stadium permulaan hipertensi, hipertrofi yang terjadi adalah difus
(konsentrik). Rasio massa dan volume akhir diastolik ventrikel kiri meningkat tanpa
perubahan yang berarti pada fungsi pompa efektif ventrikel kiri. Pada stadium
selanjutnya, karena penyakir berlanjut terus, hipertrofi menjadi tak teratur, dan
akhirnya eksentrik, akibat terbatasnya aliran darah koroner. Khas pada jantung
dengan hipertrofi eksentrik menggambarkan berkurangnya rasio antara massa dan
volume, oleh karena meningkatnya volume diastolik akhir. Hal ini diperlihatkan
sebagai penurunan secara menyeluruh fungsi pompa (penurunan fraksi ejeksi),
peningkatan tegangan dinding ventrikel pada saat sistol dan konsumsi oksigen otot
jantung. Hal-hal yang memperburuk fungsi mekanik ventrikel kiri berhubungan erat
bila disertai dengan penyakit jantung koroner.
Walaupun tekanan perfusi koroner meningkat, tahanan pembuluh koroner juga
meningkat. Jadi cadangan aliran darah koroner berkurang. Perubahan-perubahan
hemodinamik sirkulasi koroner pada hipertensi berhubungan erat dengan derajat
hipertrofi otot jantung. Ada 2 faktor utama penyebab penurunan cadangan aliran
darah koroner, yaitu :
a) Penebalan arteriol koroner, yaitu bagian dari hipertrofi umum otot polos
pembuluh darah resistensi arteriol (arteriolar resistance vessels) seluruh badan.
Kemudian terjadi retensi garam dan air yang mengakibatkan berkurangnya
compliance pembuluh-pembuluh ini dan mengakibatkan tahanan perifer;
b) Hipertrofi yang meningkat mengakibatkan kurangnya kepadatan kepiler per unit
otot jantung bila timbul hipertrofi eksentrik. Peningkatan jarak difusi antara
kapiler dan serat otot yang hipertrofik menjadi factor utama pada stadium lanjut
dari gambaran hemodinamik ini. Jadi, faktor koroner pada hipertensi berkembang
menjadi akibat penyakit, meskipun tampak sebagai penyebab patologis yang
utama dari gangguan aktifitas mekanik ventrikel kiri. (Chang, 2009)
1.4 Manifestasi Klinis
Pada pemeriksaan fisik mungkin tidak di jumpai kelainan apapun selain tekanan
darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti
perdarahan, eksudat (kupulan cairan), penyenpitan pembuluh darah, dan pada kasus
berat, edema pupil (edema pada diskus optikus). Individu yang menderita hipertensi
kadang tidak menampakan gejala sampai bertahun-tahun. Gejala bila ada, biasanya
menunjukan adanya kerusakan vaskuler, dengan manifestasi yang khas sesuai sistem
organ yang divaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan. Penyakit arteri
koroner dan angina adalah gejala yang menyertai hipertensi. Hipertrofi ventrikel kiri
terjadi sebagai respons peningkatan beban kerja ventrikel saat dipake berkontrasi
melawan tekanan sistemik yang meningkat.
Apabia jantung tidak mampu lagi anahan peningkatkan beban kerja, maka dapat
terjadi gagal jantung kiri. Perubahan patologis pada ginjal dapat bermanifetasi
sebagai nokturis (peningkatan urinasi pada malam hari) dan azoremia (peningkatan
nitrogen urea darah (BUN) dan kreatinin). Keterlibatan pembuluh darah otak dapat
menimbulkan stroks atau serangan stremik transien yang termanifestasi sebagai
patolisis sementara pada satu sisi (hemiplegia) atau gangguan tajam penglihatan. Pada
penderita stroks, dan pada penderita hipertensi disertai serangan iskemia ansidens
infark oatak mencapai 80%.

1.5 Pemeriksaan Penunjang


Menurut Somantri (2018), pemeriksaan penunjang untuk pasien Hipertensi Heart
Disease (HHD), yaitu :
a) Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh.
b) Pemeriksaan retina.
c) Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ seperti ginjal dan
jantung.
d) EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri.
e) Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urin, darah, glukosa.
f) Pemeriksaan; renogram, pielogram intravena arteriogram renal, pemeriksaan
fungsi.
g) Ginjal terpisah dan penentuan kadar urin.
h) Foto dada dan CT scan.

1.6 Penatalaksaan
Pengobatan pasien dengan penyakit jantung hipertensi terbagi dalam dua kategori
pengobatan dan pencegahan tekanan darah yang tinggi dan pengobatan penyakit
jantung hipertensi. Tekanan darah ideal adalah kurang dari 140/90 pada pasien tanpa
penyakit diabetes dan penyakit ginjal kronik dan kurang dari 130/90 pada pasien
dengan penyakit diatas. Berbagai macam strategi pengobatan penyakit jantung
hipertensi menurut Oman (2018), yaitu :
1. Pengaturan Diet
Berbagai studi menunjukkan bahwa diet dan pola hidup sehat dan atau dengan
obat-obatan yang menurunkan gejala gagal jantung dan bisa memperbaiki
keadaan LVH. Beberapa diet yang dianjurkan, yaitu :
- Rendah garam,beberapa studi menunjukan bahwa diet rendah garam dapat
menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi.Dengan pengurangan
komsumsi garam dapat mengurangi stimulasi system renin-angiotensin
sehingga sangat berpotensi sebagai anti hipertensi.Jumlah intake sodium yang
dianjurkan 50–100 mmol atau setara dengan 3-6 gram garam per hari.
- Diet kaya buah dan sayur.
- Diet rendah kolesterol sebagai pencegah terjadinya jantung koroner.
- Tidak mengkomsumsi Alkohol.
2. Olahraga Teratur
Olahraga teratur seperti berjalan, lari, berenang, bersepeda bermanfaat untuk
menurunkan tekanan darah dan dapat memperbaiki keadaan jantung. Olaharaga
isotonik dapat juga bisa meningkatkan fungsi endotel, vasodilatasi perifer, dan
mengurangi katekolamin plasma. Olahraga teratur selama 30 menit sebanyak 3-4
kali dalam satu minggu sangat dinjurkan untuk menurunkan tekanan darah.
- Penurunan Berat Badan yaitu pada beberapa studi menunjukkan bahwa
obesitas berhubungan dengan kejadian hipertensi dan LVH. Jadi penurunan
berat badan adalah hal yang sangat efektif untuk menurunkan tekanan darah.
Penurunan berat badan (1kg/minggu) sangat dianjurkan. Penurunan berat
badan dengan menggunakan obat-obatan perlu menjadi perhatian khusus
karena umumnya obat penurun berat badan yang terjual bebas mengandung
simpatomimetik, sehingga dapat meningkatan tekanan darah, memperburuk
angina atau gejala gagal jantung dan terjainya eksaserbasi aritmia.
Menghindari obat-obatan seperti NSAIDs, simpatomimetik, dan MAO yang
dapat meningkatkan tekanan darah atau menggunakannya dengan obat
antihipertensi.
- Farmakoterapi yaitu pengobatan hipertensi atau penyakit jantung hipertensi
dapat menggunakan berbagai kelompok obat antihipertensi seperti thiazide,
beta-blocker dan kombinasi alpha dan beta blocker, calcium channel blockers,
ACE inhibitor, angiotensin receptor blocker dan vasodilator seperti
hydralazine. Hampir pada semua pasien memerlukan dua atau lebih obat
antihipertensi untuk mencapai tekanan darah yang diinginkan.

2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN HHD ( HIPERTENSI HEART DISEASE )

A. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses
yang sistematis dalam pengumpulan data ini dari berbagai sumber data untuk engevaluasi
dan untuk mengindenfiklasi status kesehatan klien. (Nursalam 2017 : 17). Wawancara,
memberikan data yang perawat dapatkan dari pasien dan orang terdekat lainnya melalui
percakapan dan pengamatan :
1. Identitas klien : Meliputi nama, umur, pendidikan, jenis kelamin, agama, pekerjaan,
status marital, suku bangsa, diagnosa medis, tanggal masuk, tanggal pengkajian,
no.rekam medis, ruang dan alamat.
Identitas penanggung jawab : Meliputi nama, umur, pendidikan, hubungan dengan
klien dan alamat.
2. Riwayat kesehatan :
a. Keluhan utama : apa yang paling dirasakan saat ini ditanyakan meliputi
paliative/propokativ, quality, region/radian, skala dan time (PQRST).
b. Riwayat kesehatan sekarang : dikaji tentang proses penjalaran penyakit sampai
dengan timbulnyakeluhan 1 faktor yang memperberat dan yang memperingan
kualitas dari keluhan dan bagaimana klien menggambarkan yang dirasakan.
c. Riwayat kesehatan dahulu : dikaji penyakit yang pernah dialami klienyang
berhubungan dengan penyakit sekarang/penyakit lain seperti riwayat penyakit
kandung kemih (gagal jantung), penyakit sistemik (DM), dan hipertensi.
d. Riwayat kesehatan keluarga : dikaji kemungkinan pada keluarga ada riwayat
penyakit gangguan perkemihan, riwayat kesehatan yang menular/keturunan.
3. Pemeriksaan fisik.
a. Dikaji keadaan umum dan tanda-tanda vital.
b. Sistem penglihatan : dikaji bentuk simetris, reflek pupil terhadap cahaya positif,
bisa membaca papan nama perawat dalam jarak 30 cm.
c. Sistem pernafasan : dikaji bentuk hidung simetris, mukosa hidung lembab, septum
letar ditengah, tidak terdapat pernafasan cupig hidung, pada palpasi sinus frontalis
dan sinus maksilaris tidak terdapat nyeri tekan, trakea ditengah, tidak terdapat
retraksi dinding dada, frekuensi nafas 24 x/menit, paru-paru resonan.
d. Sistem pencernaan : dikaji bentuk bibir simetris, mukosa merah muda lembab,
jumlah gigi, tidak terdapat caries uvula ditengah, tidak ada pembesaran, tonsil
refleks menelan, bentuk abdomen, turgor, bising usus 10 x/menit.
e. Sistem kardiovaskuler : dikaji konjungtiva, oedema, sianosis, peningkatan JVC,
bunyi jantung, tekanan darah.
f. Sistem perkemihan : dikaji vesika urinaria, pembesaran ginjal, ada nyeri tekan.
g. Sistem persyarafan dikaji :
- sistem syaraf cranial, dikaji GCS dan 12 nervus saraf otak.
- Sistem motorik, dikaji gerakan tubuh dari ujung kepala sampai kaki.
- Sistem sensorik, dikaji respon klien dengan menggunakan rangsangan.
- Sistem endokrin : dikaji pembesaran kelenjar tyroid, kelenjar lemfe, dan
menanyakan riwayat penyakit DM.
- Sistem integumen : dikaji suhu tubuh, turgor, lesi dan luka, warna kulit,
kepala.
- Sistem genetalia, dikaji genetalia jika klien mau.
- Data sosial, dikaji tingkat pendidikan, hubungan sosial, gaya hidup, dan pola
interaksi melalui wawancara / menanyakan kepada orang terdekat (keluarga).
- Data psikologis, dikaji status emosi, gaya komunikasi, konsep diri, immage,
harga diri, ideal diri, peran diri, identitas diri.
- Data spiritual, dikaji ibadah yang dilakukan klien jika berada di rumah sakit.
4. Pemeriksaan diagnostik
- Jadwal rutin pemantauan tekanan darah.
- Rontgen foto.
- Pemeriksaan hematologi.
- Pemeriksaan urinalisa.
- Elektrokardiografi (EJG).
- Pemeriksaan kimia darah

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA PROBLEM


KEPERAWATAN HASIL
1. Pola Nafas Tidak Efektif Setelah dilakukan Tindakan Manajemen Jalan Nafas SIKI
berdasarkan Kongesti Paru keperawatan selama 1x24 jam 1.01011
SDKI D.0005 diharapkan pola napas pasien Observasi
membaik dengan kriteria hasil : 1. Monitor pola napas
Pola Napas SLKI L.01004 (frekuensi, kedalaman, usaha
1. Dispnea menurun napas)
2. Frekuensi napas membaik 2. Monitor bunyi napas
tambahan (mis. Gurgling ,
mengi, wheezing, ronkhi
kering)
3. Monitor Sputum (jumlah,
warna dan aroma)
Terapeutik
4. Pertahankan kepatenan jalan
napas dengan headlit dan chin
lift
5. Posisikan semi fowler atau
fowler
6. Berikan minum hangat
7. Lakukan fisiotropi dada
8. Lakukan penghisapan
lender kurang dari 15 detik
9. Lakukan hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
10. Berikan oksigen,jika perlu
Edukasi
11. Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak ada
kontraindikasi
12. Ajarkan Teknik batuk
efektif
Kolaborasi
13. Kolaborasi pemberian
bronkadilator

d. Implementasi Keperawatan

Implementasi menyesuaikan dengan intervensi. Setelah menyusun rencana


keperawatan, maka langkah berikutnya adalah penerapan atau implementasi
keperawatan. Pelaksanaan merupakan tahap ke empat dalam proses keperawatan
dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan yang telah direncanakan
dengan rencana tindakan keperawatan.
e. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaan
yang sudah berasil di capai. Melalui evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor
yang terjadi selama tahap pengkajian, analisa data, perencanaan dan pelaksanaan
tindakan. Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang menyediakan nilai
informasi mengenai pengaruh intervensi yang telah direncanakan dan merupakan
perbandingan dari hasil yang diamati dengan kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap
perencanaan (Nursalam, 2017). Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan
pendekatan SOAP yaitu:
a. S (subjective) yaitu pernyataan atau keluhan dari pasen
b. O (objective) yaitu data yang diobservasi oleh perawat atau keluarga.
c. A (analisys) yaitu kesimpulan dari objektif dan subjektif
d. P (planning) yaitu rencana tindakan yang akan dilakuakan berdasarkan analisis.

DAFTAR PUSTAKA

Diagnosis Keperawatan dan Masalah Kolaboratif, ed. 2016. EGC, Jakarta.


Doegoes, L.M. (2009). Perencanaa Keperawatan dan Dokumentasian keperawatan. Jakarta :
EGC.
Tim Pokja SDKI DPP (2016) Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia.

Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP (2016) Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia.


Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP (2016) Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia.

Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia


DAFTAR PUSTAKA

Diagnosis Keperawatan dan Masalah Kolaboratif, ed. 2016. EGC, Jakarta.


Doegoes, L.M. (2009). Perencanaa Keperawatan dan Dokumentasian keperawatan. Jakarta :
EGC.
Carpenito, Lynda Juall. 2009. Rencana Asuhan keperawatan dan dokumentasi keperawatan.
Suzanne C. Smeltzer. Brenda. E. bare. 2017. Buku Ajar Keperawatan. Medikal Bedah Brunner
dan Suddarth. Jakarta : EGC.
Tim Pokja SDKI DPP (2016) Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia.

Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP (2016) Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia.

Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP (2016) Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia.

Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Anda mungkin juga menyukai