Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN

GAGAL GINJAL KRONIK/TERMINAL (END STAGE RENAL DISEASE)

A. Definisi Gagal Ginjal Kronis

Gagal ginjal kronis disebabkan oleh hilangnya sejumlah besar nefron


fungsional yang progresif dan ireversibel. Gajala-gejala berat sering kali tidak
muncul sampai jumlah nefron fungsional berkurang setidaknya 70-75% di
bawah normal. Bahkan, konsentrasi kebanyakan elektrolit dalam darah dan
volume cairan tubuh dapat dipertahankan pada keadaan yang relatif normal
sampai jumlah nefron fungsional menurun dibawah 20-25% jumlah normal
(Guyton & Hall, 2016).

Penyakit ginjal kronis (Chronic Kidney Disease) adalah terjadi penurunan


progresif jaringan fungsi ginjal dan tidak dapat dikembalikan atau dipulihkan
ketika massa ginjal yang tersisa tidak dapat lagi menjaga lingkungan internal
tubuh, maka akibatnya adalah gagal ginjal. Penyakit ini disebut Chronic
Kidney Disease (CKD) stadium 5 dan juga disebut penyakit ginjal stadium
akhir (End Stage Renal Disease (ESRD) (Black & Hawks, 2014).

Gagal ginjal kronik adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan


metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur
ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolik (toksik
uremik) di dalam darah (Muttaqin & Sari, 2014).

Gagal ginjal kronik (Chronic Renal Failure, CRF) terjadi apabila kedua
ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan dalam yang cocok
untuk kelangsungan hidup. Kerusakan pada kedua ginjal ini ireversibel.
Eksaserbasi nefritis, obstruksi saluran kemih, keruskan vaskular akibat
diabetes melitus, dan hipertensi yang berlangsung terus-menerus dapat
mengakibatkan pembentukan jaringan parut pembuluh darah dan hilangnya
fungsi ginjal secara progresif (Baradero, Dayrit & Siswadi, 2009)

Gagal ginjal kronis atau penyakit ginjal tahap akhir (ESRD/PGTA) adalah
penyimpangan progresif, fungsi ginjal yang tidak dapat pulih dimana
Kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan metabolik, dan cairan
dan elektrolit mengalami kegagalan yang mengakibatkan uremia (Baughman &
Hackley, 2000).
B. Patofisiologi

Potogenesis End Stage Renal Disease (ESRD) melibatkan deteriorasi dan


kerusakan nefron dengan kehilangan bertahap fungsi ginjal. Oleh karena Laju
Filtrasi Glomerulus (GFR) total menurun dan klirens menurun, maka kadar
serum ureum nitrogen dan kreatinin meningkat. Menyisakan nefron hipertrofi
yang berfungsi karena harus menyaring larutan yang lebih besar.
Konsekuensinya adalah ginjal kehilangan kemampuannya untuk
mongonsentrasikan urine dengan memadai. Untuk mengekskresikan larutan,
sejumlah besar urine encer dapat keluar, yang membuat rentan terhadap
deplesi cairan. Tubulus perlahan-lahan kehilangan kemampuannya untuk
menyerap kembali elektrolit. Akibatnya adalah pengeluaran garam, dimana
urine berisi sejumlah besar natrium yang mengakibatkan poliuri berlebih.

Oleh karena gagal ginjal berkembang dan jumlah nefron yang berfungsi
menurun, Laju Filtrasi Glomerulus (GFR) total menurun lebih jauh. Dengan
demikian tubuh menjadi tidak mampu membebaskan diri dari kehilangan air,
garam, dan produk sisa lainnya melalui ginjal. Ketika GFR kurang dari 10-20
ml/menit, efek toksin uremia pada tubuh menjadi bukti. Jika penyakit tidak
diobati dengan dialisis atau transflantasi, hasil dari ESRD adalah uremia dan
kematian (Black & Hawks, 2014).
C. Etiologi

Penyebab gagal ginjal kronik sangatlah banyak diantaranya (Black &


Hawks, 2014):
a. Diabetes mellitus

b. Hipertensi

c. Lupus eritematosus

d. Poliarteritis
e. Penyakit sel sabit

f. Amiloidosis

g. Glomerulonefritis kronis

h. ARF

i. Penyakit ginjal polikistik

j. Pielonefritis berulang

k. Nefrotoksin

D. Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala klinis pada gagal ginjal kronis dikarenakan gangguan
yang bersifat sistemik. Ginjal sebagai organ koordinasi dalam peran sirkulasi
memiliki fungsi yang banyak (organs multifunction), sehingga kerusakan
kronis secara fisiologis ginjal akan mengakibatkan gangguan keseimbangan
sirkulasi dan vasomotor. Berikut ini adalah tanda dan gejala yang ditunjukkan
oleh gagal ginjal kronis (Black & Hawks, 2014):
a. Ketidakseimbangan Elektrolit

Keseimbangan elektrolit dikacaukan oleh kerusakan ekskresi dan


penggunaan ginjal ditandai dengan hiperkalemia ataupun
hipokalsemia.
b. Perubahan Metabolik

Pada gagal ginjal lanjut kadar BUN dan serum kreatinin meningkat
karena produk sisa metabolisme protein berakumulasi dalam darah.
Kadar serum kreatinin adalah pengukuran yang paling akurat dan
fungsi ginjal. Ratio normal BUN terhadap kreatinin adalah 10:1, dan
tetap sama baik saat kadar kreatinin maupun BUN meningkat.
c. Perubahan Hematologis

Dampak gagal ginjal yang utama pada hematologi adalah anemia,


biasanya normokromik dan normositik. Anemia terjadi karena ginjal
tidak mampu memproduksi eritropoietin, hormon yang paling
penting untuk produksi sel darah merah.

d. Perubahan Gatrointestinal

Anoreksia sesaat, mual dan muntah umumnya terjadi pada pasien


gagal ginjal kronik. Klien sering merasakan pahit, logam atau rasa
asin terus- menerus dan nafas mereka berbau busuk, amis, atau
seperti amonia.
e. Perubahan Imunologi

Rusaknya sistem imun membuat klien lebih rentan terhadap infeksi.


Beberapa faktor terlibat termasuk menurunnya pembentukan
antibodi humoral, supresi dari reaksi hipersensitivitas yang
melambat, dan menurunnya fungsi kemotaksis leukosit.
f. Perubahan Kardivaskular

Manifestasi klinis yang paling umum adalah hipertensi (yang


mungkin penyebab gagal jantung). Hipertensi disebabkan oleh
berikut:
1) Mekanisme kelebihan volume

2) Stimulasi sistem renin-angiotensin

3) Vasokonstriksi termediasi secara simpatetik; misalnya


meningkatnya kadar dopamin β-hidroksilase
4) Tidak adanya prostaglandin

Banyak komplikasi sistemik karena tekanan darah tinggi


berkepanjangan yang mungkin ditemukan. Efek dari kelebihan
volume pada jantung terlihat, termasuk hipertrofi ventikular
kiri dan gagal jantung.
g. Perubahan Pernafasan
Kelebihan cairan dapat dianggap sebagai penyebab terjadinya
perubahan sistem pernafasan, seperti edema pulmonar. Pleuritis adalah
temuan paling sering khususnya ketika perikarditis berkembang.
h. Perubahan Muskuloskeletal
Klien dengan End Stage Renal Disease (ESRD) mengalami
osteodistrofi. Kondisi ini berkembang tanpa gejala dengan beberapa
bentuk: osteomalasia, fibrosis osteitis, osteoporosis dan osteoklerosis.
Mekanisme etiologis melibatkan hubungan antara ginjal-tulang-
paratiroid dan kalsium-fosfat-vitamin D. Oleh karena Latu Filtrasi
Glomerulus (GFR) menurun, ekskresi fosfat menurun dan eliminasi
kalsium meningkat. Kelainan kadar kalsium dan fosfat merangsang
pelepasan hormon paratiroid yang memobilisasi kalsium dari tulang dan
memfasilitasi ekskresi fosfat.
i. Perubahan Integumen
Kulit juga sering kali sangat kering karena atrofi kelenjar keringat.
Pruritus berat dan sulit ditangani mungkin di akibatkan oleh
hiperparatiroidisme sekunder dan deposit kalsium dalam kulit. Pruritus
dapat mengakibatkan mengelupasnya kulit karena gerukan terus-
menerus.
j. Perubahan Neurologi
Neuropati perifer menyebabkan banyak manifestasi seperti rasa
terbakar pada kaki, ketidakmampuan untuk menemukan posisi nyaman
untuk tungkai dan kaki (restless leg syndrome), perubahan gaya berjalan,
foot drop, dan paraplegia.
k. Perubahan Reproduksi

Perempuan umunya mengalami menstruasi yang tak teratur,


khususnya amenorea (tidak adanya periode menstruasi). Sedangkan
pada laki-laki umumnya mengalami impotensi baik karena faktor
fisiologis maupun psikologis.
l. Perubahan Endokrin

End Stage Renal Disease (ESRD) juga memengaruhi sistem


endokrin. Hormon hipofisis seperti hormon pertumbuhan (growth
hormone) dan prolaktin meningkat pada beberapa klien.
m. Perubahan Psikologis
Perubahan psikologis kemungkinan dikarenakan baik karena
perubahan psikologis maupun stres ekstrem yang dialami oleh klien
yang memiliki penyakit kronis yang mengancam jiwa.

Manifestasi Klinis Gagal Ginjal Kronik Berdasarkan Stadium

Stadium Ciri-Ciri
1 Pasien dengan tekanan darah normal, tidak ada kelainan dalam tes
laboratorium dan tidak ada manifestasi klinis
2 Umumnya asimtomatik dan berkembang menjadi hipertensi dan
ada kelainan pada tes laboratorium
3 Asimtomatik, laboratorium menunjukan kelainan di beberapa
sistem organ, dan hipertensi
4 Mulai mengalami manifestasi klinis penyakit gagal ginjal kronis
berupa kelelahan dan nafsu makan buruk
5 Sesak nafas berat menjadi manifestasi klinis serta peningkatan
Blood Urea Nitrogen (BUN)
Sumber : Black MJ, Hawks JH, editors. Keperawatan medikal bedah
manajemen klinis untuk hasil yang diharapkan (Suslia A,
Ganiajri F, Lestari PP, Sari Arum WR, editors Bahasa
Indonesia). 8th ed. Jakarta: Salemba Medika; 2014.

Klasifikasi

Klasifikasi berdasarkan stadium penyakit gagal ginjal kronik


menurut National Kidney Foundation (NKF) Kidney/Dialysis
Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) yaitu:
Tabel 2.2 Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik Berdasarkan Stadium
Penyakit

GFR
Istilah lain yang
Stadium Deskripsi (ml/menit/1,73
digunakan
m2)
1 Kerusakan ginjal Berada pada resiko >90
dengan tingkat filtrasi
glomerulus (GFR)
normal
2 Kerusakan ginjal Kelainan ginjal kronis 60-89
dengan penurunan (Chronic Renal
GFR ringan Insufficiency – CRI)
3 Penurunan GFR CRI, gagal ginjal 30-59
sedang kronis (Chronic Renal
Failure – CFR)
4 Penuruanan GFR parah Chronic Renal Failure 15-29
(CFR)
5 Gagal ginjal Penyakit ginjal <15
stadium akhir (End
Stage Renal Disease –
ESRD)
Sumber : Black MJ, Hawks JH, editors. Keperawatan medikal bedah
manajemen klinis untuk hasil yang diharapkan (Suslia A,
Ganiajri F, Lestari PP, Sari Arum WR, editors Bahasa
Indonesia). 8th ed. Jakarta: Salemba Medika; 2014.

Komplikasi

Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari penyakit gagal ginjal


kronis adalah Baughman & Hackley, 2000):
a. Penyakit Tulang

Penurunan kadar kalsium (hipokalsemia) secara langsung akan


mengakibatkan dekalsifikasi matriks tulang, sehingga tulang
akan menjadi rapuh (osteoporosis) dan jika berlangsung lama
akan menyebabkan fraktur pathologis.
b. Penyakit Kardiovaskuler

Ginjal sebagai kontrol sirkulasi sistemik akan berdampak


secara sistemik berupa hipertensi, kelainan lipid, intoleransi
glukosa, dan kelainan hemodinamik (sering terjadi hipertrofi
ventrikel kiri).

c. Anemia

Selain berfungsi dalam sirkulasi, ginjal juga berfungsi dalam


rangkaian hormonal (endrokin). Sekresi eritropoetin yang
mengalami defisiensi di ginjal akan mengakibatkan penurunan
hemoglobin.

d. Disfungsi Seksual

Dengan gangguan sirkulasi pada ginjal, maka libido sering


mengalami penurunan dan terjadi impotensi pada pria. Pada
wanita, dapat terjadi hiperprolaktinemia.

Pemeriksaan Penunjang

Berikut ini adalah pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan


untuk menegakkan diagnosa gagal ginjal kronis antara lain (Prabowo,
2014 dalam Hutagaol, 2017):
a. Biokimiawi.

b. Urinalisis.

c. Ultrasonografi Ginjal.

d. Imaging (gambaran) dari ultrasonografi.


Penatalaksanaan

Mengingat fungsi ginjal yang rusak sangat sulit untuk


dilakukan pengembalian, maka tujuan dari penatalaksanaan klien gagal
ginjal kronis adalah untuk mengoptimalkan fungsi ginjal yang ada dan
mempertahankan keseimbangan secara maksimal untuk memperpanjang
harapan hidup klien. Sebagai penyakit yang kompleks, gagal ginjal
kronis membutuhkan penatalaksanaan terpadu dan serius, sehingga
akan meminimalisir komplikasi dan meningkatkan harapan hidup klien.
Oleh karena itu, beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan
penatalaksanaan pada klien gagal ginjal kronik (Robinson, 2013;
Baughman, 2000):
a. Perawatan kulit yang baik

Perhatikan hygiene kulit pasien dengan baik melalui personal


hygiene (mandi/seka) secara rutin. Gunakan sabun yang
mengandung lemak dan lotion tanpa alkohol untuk mengurangi
rasa gatal. Jangan gunakan gliserin/ sabun yang mengandung
gliserin karena akan mengkibatkan kulit tambah kering.
b. Jaga kebersihan oral

Lakukan perawat oral hygiene melalui sikat gigi dengan bulu


sikat yang lembut/spon. Kurangi konsumsi gula (bahan makanan
manis) untuk mengurangi rasa tidak nyaman di mulut.
c. Beri dukungan nutrisi

Kolaborasi dengan nutritionist untuk menyediakan menu


makanan favorit sesuai dengan anjuran diet. Beri dukungan
intake tinggi kalori, rendah natrium dan kalium.
d. Pantau adanya hiperkalemia

Hiperkalemia biasanya ditunjukkan dengan adanya kejang/kram


pada lengan dan abdomen, dan diare. Selain itu pemantauan
pada hiperkalemia dengan hasil ECG. Hiperkalemia bisa diatasi
dengan dialisis.
e. Atasi hiperfosfatemia dan hipokalsemia

Kondisi hiperfosfatemia dan hipokalsemia bisa diatasi dengan


pemberian antasida (kandungan alumunium/kalsium karbonat).
f. Kaji status hidrasi dengan hati-hati

Dilakukan dengan memeriksa ada/tidaknya distensi vena


jugularis, ada/tidaknya crackles pada auskultasi paru. Selain itu,
status hidrasi bisa dilihat dari keringat berlebihan pada aksila,
lidah yang kering, hipertensi, dan edema perifer. Cairan hidrasi
yang diperbolehkan adalah 500-600 ml atau lebih dari
pengeluaran urine 24jam.
g. Kontrol tekanan darah

Tekanan diupayakan dalam kondisi normal. Hipertensi dicegah


dengan mengontrol volume intravaskuler dan obat-obatan
antihipertensi.
h. Pantau ada/ tidaknya komplikasi pada tulang dan sendi.

i. Latih klien napas dalam dan batuk efektif untuk mencegah


terjadinya kegagalan napas akibat obstruksi.
j. Jaga kondisi septik dan aseptik setiap prosedur perawatan (pada
perawatan luka operasi).

k. Observasi adanya tanda-tanda perdarahan

Pantau kadar hemoglobin dan hematokrit klien. Pemberian


heparin selama klien menjalani dialisis harus disesuaikan
dengan kebutuhan.
l. Observasi adanya gejala neurologis

Laporkan segera jika dijumpai kedutan, sakit kepala, kesadaran


delirium, dan kejang otot. Berikan diazepam/fenitoin jika
dijumpai kejang.
m. Atasi komplikasi dari penyakit

Sebagai penyakit yang sangat mudah menimbulkan komplikasi,


maka harus dipantau secara ketat. Gagal jantung kongestif dan
edema pulmonal dapat diatasi dengan membatasi cairan, diet
rendah natrium, diuretik, preparat inotropik
(digitalis/dobutamin) dan lakukan dialisis jika perlu. Kondisi
asidosis metabolik bisa diatasi dengan pemberian natrium
bikarbonat atau dialisis.
n. Laporkan segera jika ditemukan tanda-tanda perikarditis
(friction rub dan nyeri dada)
o. Tata laksana dialisis/transplantasi ginjal

Untuk membantu mengoptimalkan fungsi ginjal maka dilakukan


dialisis. Jika memungkinkan koordinasikan untuk dilakukan
transplantasi ginjal.

Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan adalah suatu perencanaan dengan


tujuan merubah atau memanipulasi stimulus fokal, kontektual, dan
residual. Pelaksanaannya juga ditujukan kepada kemampuan klien
dalam menggunakan koping secara luas, supaya stimulus secara
keseluruhan dapat terjadi pada klien. Tujuan dari intervensi
keperawatan adalah mencapai kondisi yang optimal dengan
menggunakan koping yang konstruktif. Tujuan jangka panjang harus
dapat menggambarkan penyelesaian masalah adaptif dan ketersedian
energi untuk memenuhi kebutuhan tersebut (mempertahankan,
pertumbuhan, dan reproduksi). Tujuan jangka pendek mengidentifikasi
harapan perilaku klien setelah manipulasi stimulus fokal, kontekstual,
dan residual (Nursalam, 2008).

Tabel 2.3 Masalah Keperawatan dan Intervensi Keperawatan

Masalah Keperawatan Intervensi Keperawatan


Risikotinggi terjadinya Mandiri :
penurunan curah jantung b.d  Catat adanya tanda dan gejala penurunan
ketidakseimbangan cairan cardiacS
dan elektrolit, gangguan  Monitor status kardiovaskular
frekuensi, irama, konduksi  Monitor abdomen sebagai indikator
jantung, penurunan perfusi
akumulasi/penumpukan urea  Monitor balance cairan
toksin, kalsifikasi jaringan
lunak Kolaborasi :
Risiko tinggi terhadap Mandiri :
kelebihan volume cairan b.d  Kaji adanya ektremitas
penurunan volume urine,  Istirahat/anjurkan klien untuk tirah baring
retensi cairan dan natrium pada saat edema masih terjadi
 Kaji tekanan darah
 Ukur intake dan output
 Timbang berat badan
 Berikan oksigen tambahan dengan kanula
nasal/masker sesuai dengan indikasi
Kolaborasi :
 Berikan diet tanpa garam
 Berikan diet rendah protein tinggi kalori
 Berikan diuretik, mis: furosemide,
spironolakton, hidronolakton
 Adenokortikossteroid, golongan prednison
 Lakukan dialisis
Kelebihan volume cairan b.d Mandiri :
penurunan haluaran urine,  Monitor hasil Hb yang sesuai dengan retensi
diet berlebih dan retensi cairan (BUN, Hmt, osmolalitas urin
cairan serta natrium  Monitor vital sign
 Monitor indikasi retensi/kelebihan cairan
(cracles, CVP, edema, distensi vena leher,
asites)
 Kaji lokasi dan luas edema

Kolaborasi :
 Kolaborasi dokter jika tanda cairan
berlebihan muncul memburuk
Sumber : Nurarif AH, Kusuma H. Asuhan keperawatan
berdasarkan diagnosa medis & nanda nic-noc.
Jogjakarta: Mediaction; 2015.

Anatomi Ginjal

Dua ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, diluar


rongga peritoneum. Setiap ginjal pada orang dewasa beratnya kira-kira
150 gram dan kira- kira seukuran kepalan tangan. Sisi medial setiap
ginjal merupakan daerah lekukan yang disebut hilum tempat lewatnya
arteri dan vena renalis, pembuluh limfatik, saraf dan ureter yang
membawa urin akhir dari ginjal ke kandung kemih, tempat urin
disimpan hingga dikeluarkan. Ginjal dibungkus oleh kapsul fibrosa
yang keras untuk melindungi struktur dalamnya yang rapuh.
Jika ginjal dibelah dua dari atas ke bawah, dua daerah utama
yang dapat digambarkan yaitu daerah korteks dibagian luar dan medula
dibagian dalam. Medula ginjal terbagi menjadi 8 sampai 10 massa
jaringan berbentuk kerucut yang disebut piramida ginjal. Dasar dari
setiap piramida dimulai pada perbatasan antara korteks dan medula serta
berakhir di papila, yang menonjol kedalam ruang pelvis ginjal, yaitu
sambungan dari ujung ureter bagian atas yang berbentuk corong. Batas
luar pelvis terbagi menjadi kantong-kantong dengan ujung terbuka yang
disebut kalises mayor, yang meluas ke bawah dan terbagi menjadi
kalises minor yang mengumpulkan urin dari tubulus setiap papila.
Dinding kalises, perlvis dan ureter terdiri atas bagian kontraktil yang
mendorong urin menuju kandung kemih, tempat urin disimpan sampai
dikeluarkan melalui miksi (Guyton & Hall, 2016).
Gambar 2.1 Anatomi Ginjal

Sumber : Guyton AC, Hall, editors. Buku ajar fisiologi kedokteran


(Ilyas IIE, Widjajakusumah DM, Tanzil A, Santoso SID,
Siagian M, Hardjatno T, et al, editors Bahasa Indonesia). 12th
ed. Singapore: Elsevier Inc; 2016.

Fisiologi Ginjal

Mekanisme utama nefron adalah untuk membersihkan atau


menjernihkan plasma darah dari zat-zat yang tidak dikehendaki tubuh
melalui penyaringan/difiltrasi di glomerulus dan zat-zat yang
dikehendaki tubuh direabsropsi di tubulus. Sedangkan mekanisme
kedua nefron adalah sekresi (prostaglandin oleh sel dinding diktus
koligentes dan prostasiklin oleh arteriol dan glomerulus). Enam fungsi
ginjal:
a. Mengatur jumlah air dalam tubuh dan keseimbangan asam basa.

b. Menyaring racun dan sampah produk akhir metabolisme (urea,


creatini, asam urat) dalam tubuh.
c. Memproduksi hormon (renin) yang mengatur tekanan darah.

d. Mengaktifkan vitamin D untuk menjaga kesehatan tulang


(hormon kalsitriol).
e. Memproduksi hormon (eritopoetin) yang mengatur produksi
sel darah merah.
f. Mempertahankan keseimbangan elektrolit darah (natrium,
kalium, klorida, hidrogen).

Gambar 2.2 Struktur Glomerulus

Sumber : Guyton AC, Hall, editors. Buku ajar fisiologi kedokteran


(Ilyas IIE, Widjajakusumah DM, Tanzil A, Santoso SID,
Siagian M, Hardjatno T, et al, editors Bahasa Indonesia). 12th
ed. Singapore: Elsevier Inc; 2016.

Pada orang dewasa yang istirahat, ginjal mendapat aliran darah


(RBF/Renal Blood Flow) 1200-1300 ml/menit. Sedangkan nilai lajut
filtrasi glomerulus (LFG/GFR) kisaran 125 ml/menit dengan produksi
urin 1 ml/menit atau 1-1,5 cc/kg BB/jam dan 124 ml/menit kembali ke
sirkulasi tubuh.
Darah memasuki glomerulus dari arteriol aferen dan
meninggalkan glomerulus melalui arteriol eferen. Tekanan darah dalam
glomerulus menyebabkan cairan difiltrasi ke dalam kapsula. Bowman
dan menuju ke tubulus prosimal kemudian ke ansa (lengkung) henle
terus mengalir ke tubulus distalis ke duktus koligens kemudian
bermuara ke pelvis ginjal. Secara fungsional, membran glomerulus
dapat mudah melewatkan zat bermuatan netral yang berdiameter sampai
4 nm dan hampir tidak dapat melewatkan zat yang berdiameter lebih
dari 8 nm. Pengaturan aliran darah ginjal:
a. Norepinefrin menyebabkan konstriksi pembuluh darah ginjal
terutama pada arteri interlobularis dan arteriol aferen.
b. Dopamin dibentuk oleh ginjal dan menyebabkan dilatasi
pembuluh darah ginjal dan natriuresis.
c. Angiotensin II menimbulkan efek konstriksi yang lebih besar
pada arteriol eferen.

d. Prostaglandin meningkatkan aliran darah ke korteks dan


mengurangi aliran darah ke medula.
e. Asetilkolin menimbulkan dilatasi pembuluh darah ginjal.

f. Diet tinggi protein akan meningkatkan tekanan darah kapiler


glomerulus dan meningkatkan aliran darah ginjal. Diet tinggi
protein akan meningkatkan kemampuan ginjal memekatkan
urin.
Penjelasan lebih lanjut enam fungsi ginjal sebagai berikut:

a. Mengatur jumlah air dalam tubuh dan keseimbangan asam basa

1) Mengatur jumlah air dalam tubuh


Lima faktor yang memegang peranan penting dalam
menentukan kecepatan ekskresi volume cairan (Guyton &
Hall, 2016):
a) Efek bersihan osmolar tubulus atas kecepatan ekskresi
volume cairan
Makin besar jumlah zat osmolar/zat terlarut yang
tidak direabsropsi oleh tubulus, maka direabsropsi air
di tubulus koligentes berkurang sehingga akan terjadi
peningkatan volume urin yang disertai peningkatan
ekskresi natrium dan elektrolit lainnya yang disebut
diuresis osmotik. Contoh terjadi diuresis osmoti
adalah pada pemberian Manitol, diabetes mellitus,
infus natrium klorida dalam jumlah besar.
b) Efek tekanan osmotik koloid plasma atas kecepatan
ekskresi volume cairan.
Peningkatan tekanan osmotik koloid plasma akan
menurunkan kecepatan ekskresi cairan melalui proses
menurunnya laju filtrasi glomerulus dan peningkatan
reabsropsi tubulus. Contoh pada kasus dehidras.
c) Efek perangsangan simpatis pada kecepatan ekskresi
volume cairan
Perangsangan simpatis mempunyai efek yang sangat
kuat pada konstriksi arteriol aferen, yang
mengakibatkan menurunnya tekanan glomerulus
sehingga menurunkan LFG dan menurunnya

produksi urin. Sebaliknya penurunan perangsangan


simpatis menyebabkan dilatasi arteriol aferen, yang
mengakibatkan meningkatkan tekanan glomerulus
sehingga LFG meningkat dan produksi urin juga
meningkat.
d) Efek tekanan arteri pada kecepatan ekskresi volume cairan

(1) Peningkatan tekanan arteri meninggikan tekanan


glomerulus, memperbesar LFG dan peningkatan
produksi urin.
(2) Peningkatan tekanan arteri juga meninggikan
tekanan kapiler peritubulus, menyebabkan
penurunan reabsropsi tubulus dan meningkatkan
produksi urin.
Peranan reseptor volume dalam pengaturan
volume darah. “Reseptor volume” merupakan
reflek reseptor tegang (baroresptor) yang terletak
dalam atrium kanan dan kiri. Bila volume darah
berlebihan, menyebabkan peningkatan tekanan
dalam ke dua atrium. Peregangan dinding atrium
menyebabkan penghantaran syarat syaraf ke
dalam otak dan menimbulkan reaksi untuk
mengembalikan volume darah menjadi normal
dengan 1) menghambat isyarat saraf simpatis ke
ginjal, sehingga memperbesar produksi urin 2)
sekresi hormon ADH berkurang, sehingga
memungkinkan peningkatan ekskresi air oleh
ginjal 3) dilatasi arteriol perifer seluruh tubuh
karena pengurangan reflek saraf simpatis,
sehingga meningkatan tekanan kapiler dan
memungkinkan sebagian besar volume darah
yang berlebihan ke luar ke jaringan dan
diekskresikan memalui ginjal. Efek reflek
reseptor volume dapat membantu mengembalikan
volume darah kembali normal hanya dalam waktu
1 jam (beberapa jam sampai hari pertama),
setelah 1 -3 hari, reseptor volume akan
beradaptasi dengan volume darah yang terjadi dan
tidak lagi menghantarkan isyarat-asyarat
perbaikan.

e) Efek hormon antiduretik (ADH)/vasopresin pada


kecepatan ekskresi volume cairan
ADH menyebabkan peningkatan reabsropsi air dari
duktus koligens, sehingga makin sedikir urin yang
diekskresika dan pekat.
Mekanisme autoregulasi laju filtrasi glomerulus:

(1) Mekanisme counter current/arus balik

Bila asupan air tidak memadai, maka ginjal


mempunyai mekanisme khusus untuk
memekatkan urin dengan sistem arus balik Sistem
arus balik adalah suatu sistem dengan aliran
masuk yang berjalan sejajar, berlawanan arah dan
berdekatan dengan aliran keluar untuk jarak
tertentu. Sistem arus balik terjadi di ansa henle
dan vasa rekta di medula ginjal. Air yang
direabsropsi dari duktus koligentes akan diangkut
oleh vasa rekta dan masuk ke sirkulasi umum.
(2) Mekanisme haus
Jumlah air di dalam tubuh setiap saat ditentukan
oleh keseimbangan antara pemasukan dan
pengeluaran air setiap hari. Haus adalah pengatur
utama masukan air. Pusat haus di sedikit anterior
nukleus supraoptik dalam daerah preoptik lateral
dari hipotalamus. Setelah minum air diperlukan
waktu setengah sampai satu jam untuk
penyerapan semua air dan didistribusikan ke
seluruh tubuh. Bila semua air telah diabsropsi,
cairan tubuh akan lebih encer. Haus yang cukup
kuat akan menggerakkan usaha motorik untuk
minum. Mekanisme minum mulai digerakkan
karena terjadi penurunan volume cairan ekstrasel
serta peningkatan konsentrasi natrium dan unsur
osmolar lainya. Peranan haus terus menerus
berlangsung tanpa henti untuk mengatur
konsentrasi natrium dan osmolaritas cairan
ekstrasel dengan sangat tepat (Guyton,1997).

Tabel 2.4 Asupan dan Keluaran Cairan Harian (dalam ml/hari)

Aktivitas Berat
Normal
Berkepanjangan
Asupan
Minuman dan Makanan 2.100 ?
Dari Metabolisme 200 200
Total Asupan 2.300 ?
Keluaran
Tidak dirasakan - Kulit 350 350
Tidak dirasakan - Paru 350 650
Keringat 100 5000
Feses 100 100
Urine 1.400 500
Total Keluaran 2.300 6.600
Sumber : Guyton AC, Hall, editors. Buku ajar fisiologi kedokteran
(Ilyas IIE, Widjajakusumah DM, Tanzil A, Santoso SID,
Siagian M, Hardjatno T, et al, editors Bahasa Indonesia). 12 th
ed. Singapore: Elsevier Inc; 2016.

(3) Mekanisme Anti Diuretik Hormon (ADH)

ADH disekresikan oleh glandula hipofisis


posterior yang memberikan efek ginjal
mengekskresikan solut (ion clorida, natrium,
kalium, kalsium dan magnesium) dalam urin (urin
menjadi pekat) dan peningkatan reabsropsi air
dari duktus koligens sehingga produksi urin
sedikit, sebaliknya jika tidak ada ADH maka
ginjal mengekskresikan kelebihan air (urin encer).
2) Mengatur keseimbangan asam basa

Pengaturan keseimbangan asam basa adalah pengaturan


konsentrasi ion hidrogen dalam cairan tubuh. Pengaturan
konsentrasi ion hidrogen merupakan salah satu aspek
terpenting homeostasis. Perubahan kecil saja dalam
konsentrasi ion hidrogen dari nilai normal dapat
menyebabkan perubahan dalam kecepatan reaksi kimi sel-
sel. pH darah artri 7,4 sedangkan pH darah vena 7,35
karena jumlah karbon dioksida (CO2) tambahan
membentuk asam karbonat. Jika konsentrasi ion hidrogen
tinggi maka disebut asidosis metabolik atau pH darah
dibawah 7,4 dan sebaliknya jika konsentrasi ion hidrogen
rendah maka disebut alkalosis metabolik atau pH darah
lebih dari 7,4. Batas bawah pH seseorang dapat hidup
lebih dari beberapa jam adalah sekitar 7,0 dan batas atas
pH sekitar 8,0. Ginjal mengatur konsentrasi ion hidrogen
dengan meningkatkan atau menurunkan konsentrasi ion
bikarbonal (HCOӡ¯) dalam cairan tubuh melalui
mekanisme :
a) Sekresi ion hidrogen oleh tubulus.

b) Pengaturan sekresi ion hidrogen oleh konsentrasi


karbon dioksida (CO2) dalam cairan ekstresel.
c) Interaksi ion bikarbonat dengan ion hidrogen di dalam
tubulus Konsentrasi ion hidrogen dapat
mempengaruhi kecepatan ventilasi alveolus.
Hal ini disebabkan oleh efek langsung ion hidrogen pada
pusat pernafasan di dalam medula oblongata. Sistem
pernafasan bekerja sebagai suatu sistem pengaturan
umpan balik yang khas untuk mengatur konsentrasi ion
hidrogen. Jika konsentrasi ion hidrogen tinggi, sistem
pernafasan menjadi lebih aktif dan ventilasi alveolus
meningkat, sehingga konsentrasi CO2 dalam cairan
ekstrasel berkurang yang akhirnya menurunkan
konsentrasi ion hidrogen kembali normal dengan tingkat
efisiensi 50%-75%. Salah satu gejalaa akibat asidosis
adalah pernafasan kussmaul yaitu pernafasan yang dalam
dan berat yang terjadi karena kebutuhan untuk
meningkatkan ekskresi CO2 untuk mengurangi beratnya
asidosis.

Tabel 2.5 Perubahan Keseimbangan Asam Basa

Gangguan Asam Basa pH PCO2 HCO3⁻


H+
Normal 7,4 40 mEq/L 40 mm Hg 24 mEq/L
Asidosis Respiratorik ↓ ↑ ↑↑ ↑
Alkalosis Respiratorik ↑ ↓ ↓↓ ↓
Asidosis Metabolik ↓ ↑ ↓ ↓↓
Alkalosis Metabolik ↑ ↓ ↑ ↑↑
Sumber : Guyton AC, Hall, editors. Buku ajar fisiologi kedokteran
(Ilyas IIE, Widjajakusumah DM, Tanzil A, Santoso SID,
Siagian M, Hardjatno T, et al, editors Bahasa Indonesia). 12 th
ed. Singapore: Elsevier Inc; 2016.

b. Menyaring racun dan sampah produk akhir metabolisme (urea,


creatini, asam urat) dalam tubuh
Nitrogen nonprotein meliputi urea, creatinin,asam urat.
Nitrogen dan urea dalam darah (BUN/Blood Urea Nitrogen)
merupakan hasil metabolisme protein. Jumlah ureum yang
difiltrasi tergantung pada asupan protein. Konsentrasi BUN
normal sekitar 10-20 mg/100 ml. Creatinin merupakan hasil
akhir metabolisme otot yang dilepaskan dari otot dengan
kecepatan yang hampir konstan dan diekskresi dalam urin
dengan kecepatan yang sama. Kadar creatinin plasma sekitar
0,7-1,5 mg/100 ml. Peningkatan kadar creatinin dan BUN yang
meningkat disebut azotemia (zat nitrogen dalam darah). Sekitar
75% asam urat diekskresikan oleh ginjal, sehingga jika terjadi
peningkatan konsentrasi asam urat serum akan membentuk
kristal-kristal penymbat pada ginjal yang dapat menyebabkan
gagal ginjal akut atau kronik.
c. Memproduksi hormon (renin) yang mengatur tekanan darah

Pengeluaran renin oleh ginjal akan mengakibatkan


perubahan angiotensinogen (suatu glokoprotein yang dibuat di
hati0 menjadi angiotensi I yang kemudian berubah menjadi
angiotensi II oleh angiotensin converting enzyme (ACE) yang
ditemukan dalam kapiler paru-paru. Angiotensin II
menyebabkan vasokonstriksi arteriol dan merangsang sekresi
aldosteron oleh kortek adrenal yang mengakibatkan retensi
natrium dan air sehingga meningkatkan volume darah dan pada
akhirnya meningkatkan tekanan darah untuk mengurangi
iskemik ginjal (Price & Wilson, 2006)
d. Mengaktifkan vitamin D untuk menjaga kesehatan tulang
(hormon kalsitriol)
Bentuk aktif vitamin D adalah 1,25-
dihidroksikolekalsiferol yang merupakan hasil metabolisme
ginjal. Vitamin D aktif dan PTH/Paratyroid Hormon
merupakan pengatur utama absropsi kalsium dan fosfat dari
usus, ekskresi oleh ginjal, pengendapan dan resropsi dari
tulang.

e. Memproduksi hormon (eritropoetin) yang mengatur produksi


sel darah merah
Eritropoetin merupakan salah satu hormon yang
merangsang dimulainya proliferasi dan pematangan erytrosit
(selain hormon glikoprotein) di sumsum tulang belakang.
Selanjutnya pematangan bergantung pada jumlah zat-zat
makanan (vitamin B12, asam folat, protein, enzim, mineral dan
zat besi).
f. Mempertahankan keseimbangan elektrolit darah (natrium, kalium)

Ginjal sangat besar fleksibilitas nya untuk


mengekskresikan natrium sebagai respon terhadap masukan
natrium yang berubah-ubah jumlahnya. Ekskresi garam sekitar
20 gr/hari. Variasi ekskresi natrium ditimbulkan oleh
perubahan LFG dan perubahan reabsropsi di tubulus yang
dipengaruhi oleh kadar hormon aldosteron.
Sejumlah besar kalium yang difiltrasi akan direabsropsi
aktif di tubulus proksimal dan kalium akan disekresikan ke
dalam cairan tubulus distal. Sekitar 80% masukan kalium
normal 50-150 meq/hari diekskresikan ke dalam urin.
Kecepatan sekresi kalium sebanding dengan kecepatan aliran
cairan tubulus, karena bila aliran menjadi cepat, kecil
kesempatan untuk terjadi peningkatan kadar kalium tubulus
yang akan menghentikan sekresi. Jumlah kalium yang
disekresikan kira-kira sama dengan pemasukan kalium dan
keseimbangan kalium tetap dipertahankan. Ekskresi kalium
akan menurun bila jumlah natrium yang mencapai tubulus
distal sedikit dan juga akan menurun bila sekresi hidrogen
meningkat. Hipokalemia dapat dikaitkan dengan kejadian
poliuri dan hiperkalemia akan timbul pada oliguria dan
pergeseran kalium dari intrasel ke cairan ekstrasel. Efek
hiperkalemia adalah mempengaruhi penghantaran listrik
jantung. Kadar normal kalium 3,5-5 meq/liter, kalau kadar
kalium mencapai 7-8 meq/liter akan timbul aritmia fatal.
A. Proses keperawatan

1. Pengkajian
Pengkajian adalah pengumpulan dan analisis informasi secara sistematis
dan berkelanjutan. Pengkajian dimulai dengan mengumpulkan data dan
menempatkan data ke dalam format yang terorganisir (Rosdahl dan Kowalski,
2014).

a. Identitas

Diisi identitas klien dan identitas penanggung jawab. Berupa nama


klien, nama penanggung jawab, alamat, nomer register, agama,
pendidikan, tanggal masuk, dan diagnosa medis.

b. Usia

Berdasarkan hasil Riskesdas 2013 prevalensi penderita meningkat


seiring dengan bertambahnya umur, dengan peningkatan tajam pada
kelompok umur 35-44 tahun dibandingkan kelompok umur 25-34.

c. Jenis Kelamin

Menurut Pernefri 2012, prevalensi penderita gagal ginjal lebih banyak


pada laki-laki daripada perempuan.

d. Keluhan Utama

Kelebihan volume cairan pada ekstremitas, anasarka, sesak, kejang.


(Amin dan Hardhi, 2015) hipertensi, lemah, letargi, anoreksia, mual,
muntah (Smeltzer dan Bare, 2002) nafas pendek, dispnea, takipnea
(Rahman, 2014).

e. Riwayat Kesehatan Sekarang

Menurut Sitifa Aisara dkk (2018), pada pasien gagal ginjal kronis
biasanya terjadi oliguria yaitu penurunan intake output yang disebabkan
oleh terganggunya fungsi ginjal untuk mempertahankan homeostasis
cairan tubuh dengan kontrol volume cairan, sehingga cairan menumpuk di
dalam tubuh. Terjadi pembengkakan kaki atau edema perifer pada pasien
yang merupakan akibat dari penumpukan cairan karena berkurangnya
tekanan osmotik plasma dan retensi natrium dan air. Hampir 30% gagal
ginjal kronik disebabkan oleh hipertensi dan prevalensi hipertensi pada
pasien baru gagal ginjal kronik adalah lebih dari 85%.

f. Riwayat Kesehatan Dahulu


1) Diabetes Melitus DM tingkat lanjut menyebabkan komplikasi
gangguan kesehatan berupa GGK yang menyebabkan komplikasi
gangguan regulasi cairan dan elektrolit yang memicu terjadinya
kondisi overloadcairan pada penderita (Anggraini dan Putri, 2016).
2) Hipertensi, Hipertensi merupakan penyebab kedua dari end stage
renaldiseaseatau gagal ginjal tahap akhir. Data dari USRD (2009), 51-
63% dari seluruh penderita CKD mempunyai hipertensi.
3) Kaji penggunaan obat analgesik (Ariyanti dan Sudiyanto, 2017).
g. Riwayat Kesehatan Keluarga

Karena penyebab gagal ginjal bisa dari DM atau hipertensi, maka kaji
apakah keluarga memiliki riwayat penyakit tersebut.

h. Pola kesehatan sehari-hari


1) Nutrisi, Makan: Anoreksia, naussea, vomiting(El Noor, 2013).Diit
rendah garam Minum: Kurang dari 2 liter per hari.
2) Eliminasi BAK dan BAB, Elimanisi BAK: Oliguria; Pengeluaran atau
output urin kurang dari 400 ml/kg/hari (Aisara dkk, 2018).Eliminasi
BAB: Konstipasi atau diare (El Noor, 2013).
3) Istirahat, Terjadi gangguan pola tidur pada malam hari karena sering
berkemih.
4) Aktivitas , Lemah, kelelahan (El Noor, 2013).
i. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum

Hipertensi;Tekanan darah berada pada nilai 130/80 mmHg atau lebih


(Setyaningsih, 2014), lemah, kelelahan (El Noor, 2013).
2) Pemeriksaan wajah dan mata Edema, edema periorbital (Setyaningsih,
2014) red eye syndrome akibat penimbunan atau deposit garam
kalsium pada konjungtiva (Price dan Wilson (2006). Konjungtiva
anemis (Aisara dkk, 2018).
3) Pemeriksaan mulut dan farin, Ulserasi di mulut dan perdarahan,
metallic taste, nafas bau amonia, cegukan(El Noor, 2013).
4) Pemeriksaan leher, Engorged neck veins (El Noor, 2013)
5) Pemeriksaan paru, Crackles, depressed cough reflex, thick tenacious
sputum, pleuritic pain, nafas pendek, takipnea, kussmaul, uremic
pneumonitis (El Noor, 2013).
6) Pemeriksaan abdomen. Edema, perdarahan dari jalur GI (El Noor,
2013)
7) Sistem perkemihan, Oliguri, anuria, nokturia dan proteinuria.
Proteinuria menyebabkan kurangnya jenis protein dalam tubuh, salah
satunya adalah albumin (Setyaningsih, 2014).
8) Pemeriksaan integument, Warna kulit abu sampai bronze, kulit kering,
pruritus, ekimosis, purpura, kuku rapuh dan tipis, rambut kasar (Nasser
Abu, 2013), odema anasarka. Pitting odema berada pada derajat derajat
II : kedalaman 3-5mm dengan waktu kembali 5 detik(Amin dan
Hardhi, 2015).
9) Pemeriksaan anggota gerak, Kehilangan kekuatan otot, nyeri tulang,
patah tulang, foot drop(Nasser Abu, 2013) edema pada ekstremitas
(Setyaningsih, 2014)
10) Pemeriksaan status neuro, Lemah, kelelahan, bingung, tidak dapat
konsentrasi, disorientasi, tremor, seizures, asterixis, restlessness of
legs, burning of soles of feet, behavior changes(El Noor, 2013).
11) Pemeriksaan sistem reproduksi, Infertil, amenore, testicular atrophy,
libido berkurang, kram otot (El Noor, 2013)

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah pernyataan mengenai masalah kesehatan
klien yang aktual atau potensial yang dapat dikelola melalui intervensi
keperawatan mandiri. Diagnosis keperawatan adalah pernyaataan yang
ringkas, jelas, berpusat pada klien dan spesifik pada klien (Kowalski, 2015).
Berikut ini adalahbeberapa diagnosa keperawatan gagal ginjal kronik

1) Kelebihan volume cairan, Definisi: Peningkatan retensi cairan isotonic


2) Gangguan pertukaran gas, Definisi: Kelebihan atau defisit pada oksigenasi
dan/atau eliminasi karbondioksida pada membran alveolar-kapiler.
3) Kerusakan integritas kulit, Definisi: Perubahan/gangguan epidermis
dan/atau dermis.
4) Nyeri, Definisi:Pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan yang muncu akibat kerusakan jaringan yang aktual atau
potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa
(International Assosiation for the Study of Pain) .
5) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, Definisi: Asupan
nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
6) Intoleransi aktivitas, Definisi: Ketidakcukupan energi psikologis atau
fisiologis untuk melanjutkan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan
sehari-hari yang harus atau yang ingin dilakukan.

3. Intervensi Keperawatan
Menurut Kowalski (2015), rencana keperawatan adalah pedoman formal
untuk mengarahkan staf keperawatan untuk memberi asuhan klien. Biasanya
berdasarkan prioritas, hasil yang diharapkan (sasaran jangka pendek atau
panjang) dan progam keperawatan.

Tabel Intervensi Keperawatan Diagnosa:

Diagnose NOC NIC


Kelebihan Volume Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda-tanda
Cairan keperawatan 3x24 jam vital
klien terbebas dari 2. Monitor tanda dan
odemaKriteria gejala odema
Hasil:1.Terbebas dari 3. Kaji lokasi dan luas
edema, efusi, edema
anasarka2.Bunyi napas 4. Monitor input dan
bersih,tidak ada output
dispnea/ortopnea3.Terbebas 5. Monitor indikasi
dari ditensi vena jugularis, retensi/ kelebihan
reflek hepatojugular cairan (Crackles,
(+)4.Memelihara tekanan CVP, edema,
vena sentral, tekanan distensi vena leher,
kapiler paru, output asites).
jantung, dan vital sign 6. Tentukan riwayat
dalam batas jumlah dan tipe
normal5.Terbebas dari intake cairan dan
kelelahan, kecemasan atau eliminasi.
kebingungan6.Menjelaskan 7. Catat secara akurat
indikator kelebihan cairan intake dan output.
8. Lakukan kolaborasi
dalam pemberian
obat diuretic
9. Lakukan kolaborasi
pemeriksaan lab
BUN, Kreatinin,
Na, Na serum, K
serum, Hb, Ht.

Anda mungkin juga menyukai