Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

PARTUS PREMATURUS IMMINENS (PPI)

A. Konsep Teori Partus Prematurus Imminens (PPI)


1. Pengertian
Menurut Oxorn (2010), partus prematurus atau persalinan prematur dapat
diartikan sebagai dimulainya kontraksi uterus yang teratur yang disertai
pendataran dan atau dilatasi servix serta turunnya bayi pada wanita hamil yang
lama kehamilannya kurang dari 37 minggu (kurang dari 259 hari) sejak hari
pertama haid terakhir. Menurut Nugroho (2010) persalinan preterm atau partus
prematur adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang dari 37 minggu
(antara 20-37 minggu) atau dengan berat janin kurang dari 2500 gram. Partus
preterm adalah kelahiran setelah 20 minggu dan sebelum kehamilan 37 minggu
dari hari pertama menstruasi terakhir (Benson, 2012). Menurut Rukiyah (2010),
partus preterm adalah persalinan pada umur kehamilan kurang dari 37 minggu
atau berat badan lahir antara 500-2499 gram.
Berdasarkan beberapa teori diatas dapat diketahui bahwa Partus
Prematurus Iminens (PPI) adalah adanya suatu ancaman pada kehamilan dimana
timbulnya tanda-tanda persalinan pada usia kehamilan yang belum aterm (20
minggu-37 minggu) dan berat badan lahir bayi kurang dari 2500 gram.

2. Etiologi dan Faktor Resiko


Faktor resiko PPI menurut Wiknjosastro (2010) yaitu :
1. Janin dan plasenta : perdarahan trimester awal, perdarahan antepartum,
KPD, pertumbuhan janin terhambat, cacat bawaan janin, gemeli,
polihidramnion
2. Ibu : DM, pre eklampsia, HT, ISK, infeksi dengan demam, kelainan
bentuk uterus, riwayat partus preterm atau abortus berulang, inkompetensi
serviks, pemakaian obat narkotik, trauma, perokok berat, kelainan
imun/resus
Namun menurut Nugroho (2010) ada beberapa resiko yang dapat
menyebabkan partus prematurus yaitu :
1. Faktor resiko mayor : Kehamilan multiple, hidramnion, anomali uterus,
serviks terbuka lebih dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, serviks
mendatar/memendek kurang dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, riwayat
abortus pada trimester II lebih dari 1 kali, riwayat persalinan pretem
sebelumnya, operasi abdominal pada kehamilan preterm, riwayat operasi
konisasi, dan iritabilitas uterus.
2. Faktor resiko minor : Penyakit yang disertai demam, perdarahan
pervaginam setelah kehamilan 12 minggu, riwayat pielonefritis, merokok
lebih dari 10 batang perhari, riwayat abortus pada trimester II, riwayat
abortus pada trimester I lebih dari 2 kali.
Sedangkan menurut Manuaba (2009), faktor predisposisi partus
prematurus adalah sebagai berikut:
1. Faktor ibu : Gizi saat hamil kurang, umur kurang dari 20 tahun atau diatas
35 tahun, jarak hamil dan bersalin terlalu dekat, penyakit menahun ibu
seperti; hipertensi, jantung, ganguan pembuluh darah (perokok), faktor
pekerjaan yang terlalu berat.
2. Faktor kehamilan : Hamil dengan hidramnion, hamil ganda, perdarahan
antepartum, komplikasi hamil seperti pre eklampsi dan eklampsi, ketuban
pecah dini.
3. Faktor janin : Cacat bawaan, infeksi dalam rahim

3. Patofisiologi
Persalinan prematur menunjukkan adanya kegagalan mekanisme yang
bertanggung jawab untuk mempertahankan kondisi tenang uterus selama
kehamilan atau adanya gangguan yang menyebabkan singkatnya kehamilan atau
membebani jalur persalinanan normal sehingga memicu dimulainya proses
persalinan secara dini. Empat jalur terpisah, yaitu stress, infeksi, regangan dan
perdarahan (Norwintz, 2007).
Enzim sitokinin dan prostaglandin, ruptur membran, ketuban pecah, aliran
darah ke plasenta yang berkurang mengakibatkan nyeri dan intoleransi aktifitas
yang menimbulkan kontraksi uterus, sehingga menyebabkan persalinan
prematur.
Akibat dari persalinan prematur berdampak pada janin dan pada ibu. Pada
janin, menyebabkan kelahiran yang belum pada waktunya sehingga terjailah
imaturitas jaringan pada janin. Salah satu dampaknya terjdilah maturitas paru
yang menyebabkan resiko cidera pada janin. Sedangkan pada ibu, resiko tinggi
pada kesehatan yang menyebabkan ansietas dan kurangnya informasi tentang
kehamilan mengakibatkan kurangnya pengetahuan untuk merawat dan menjaga
kesehatan saat kehamilan.
4. Pathway
Faktor resiko plasenta dan janin : perdarahan trimester awal, gemeli

Faktor resiko ibu : DM, HT, preeclampsia, infeksi, demam riwayat abortus, stres

Kehamilan 20-37 minggu

Neuroendokrin, aktivasi premature axis HPA

CRH plasenta mensstimulasi kortisol

Menstimulasi plasenta untuk menstimulasi


esteriol edteriol dan prostaglandin

Kegagalan mempertahankan kondisi tenang uterus

Terdapat tanda-tanda persalinan

PARTUS PREMETARUS IMINEN

IBU JANIN

BB Lahir <2500gr
Kkontraksi uterus Perdarahan
pervaginam/keluar Kondisi paru Kulit
Imunitas rendah
nya cairan ketuban imatur tipis
Disertai dilatasi atau
pendataaran servik Terpapar Surfaktan Kemampuan
Bedrest lingkungan luar belum termoregulasi
uterus matur janin blm
Respon local serabut sempurna
saraf Kelemahan Kemampuan
MK: resiko pemngembangan
infeksi paru blm sempurna
Diteruskan ke otak MK: intoleransi MK:
aktivitas hipotermi

Respon nyeri Respiratory


distress
syndrome
MK: Nyeri akut
MK: Gg. Pertukaran
gas
IBU

Perubahan ph vagina Perasaan takut dan Komplikasi


ancaman kematian janin

Lamanya
Berkebangnya Kurang informasi
penyembuhan luka
bakteri vagina
episiotomi

MK: ansietas
Perdarahan/ keluarnya
cairan pervaginam Infeksi endometrium

Port de entry MK: Resiko


kuman infeksi

MK: Resiko
infeksi
5. Manifestasi Klinis
Partus prematurus iminen ditandai dengan :
1. Kontraksi uterus dengan atau tanpa rasa sakit
2. Rasa berat dipanggul
3. Kejang uterus yang mirip dengan dismenorea
4. Keluarnya cairan pervaginam
5. Nyeri punggung
Gejala diatas sangat mirip dengan kondisi normal yang sering lolos dari
kewaspadaan tenaga medis.Menurut Manuaba (2009), jika proses persalinan
berkelanjutan akan terjadi tanda klinik sebagai berikut :
1. Kontraksi berlangsung sekitar 4 kali per 20 menit atau 8 kali dalam satu
jam
2. Terjadi perubahan progresif serviks seperti pembukaan lebih dari 1 cm,
perlunakan sekitar 75-80 % bahkan terjadi penipisan serviks.

6. Diagnosis
Beberapa kriteria dapat dipakai sebagai diagnosis ancaman PPI
(Wiknjosastro, 2010), yaitu:
1. Usia kehamilan antara 20 dan 37 minggu atau antara 140 dan 259 hari,
2. Kontraksi uterus (his) teratur, yaitu kontraksi yang berulang sedikitnya
setiap 7-8 menit sekali, atau 2-3 kali dalam waktu 10 menit,
3. Merasakan gejala seperti rasa kaku di perut menyerupai kaku menstruasi,
rasa tekanan intrapelvik dan nyeri pada punggung bawah (low back pain),
4. Mengeluarkan lendir pervaginam, mungkin bercampur darah,
5. Pemeriksaan dalam menunjukkan bahwa serviks telah mendatar 50-80%,
atau telah terjadi pembukaan sedikitnya 2 cm,
6. Selaput amnion seringkali telah pecah,
7. Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina isiadika.

Kriteria lain yang diusulkan oleh American Academy of Pediatrics dan The
American Collage of Obstetricians and Gynecologists (1997) untuk
mendiagnosis PPI ialah sebagai berikut:
1. Kontraksi yang terjadi dengan frekuensi empat kali dalam 20 menit atau
delapan kali dalam 60 menit plus perubahan progresif pada serviks,
2. Dilatasi serviks lebih dari 1 cm,
3. Pendataran serviks sebesar 80% atau lebih.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk mendukung ketepatan
diagnosis PPI :
1. Pemeriksaan Laboratorium: darah rutin, kimia darah, golongan ABO,
faktor rhesus, urinalisis, bakteriologi vagina, amniosentesis : surfaktan, gas
dan PH darah janin.
2. USG untuk mengetahui usia gestasi, jumlah janin, besar janin, kativitas
biofisik, cacat kongenital, letak dan maturasi plasenta, volume cairan tuba
dan kelainan uterus

7. Komplikasi
Menurut Nugroho (2010), komplikasi partus prematurus iminens yang
terjadi pada ibu adalah terjadinya persalinan prematur yang dapat menyebabkan
infeksi endometrium sehingga mengakibatkan sepsis dan lambatnya
penyembuhan luka episiotomi. Sedangkan pada bayi prematur memiliki resiko
infeksi neonatal lebih tinggi seperti resiko distress pernafasan, sepsis neonatal,
necrotizing enterocolitis dan perdarahan intraventikuler.
Menurut Benson (2012), terdapat paling sedikit enam bahaya utama yang
mengancam neonatus prematur, yaitu gangguan respirasi, gagal jantung kongestif,
perdarahan intraventrikel dan kelainan neurologik, hiperilirubinemia, sepsis dan
kesulitan makan.
Sedangkan menurut Oxorn (2010), prognosis yang dapat terjadi pada
persalinan prematuritas adalah :
1. Anoksia 12 kali lebih sering terjadi pada bayi prematur
2. Gangguan respirasi
3. Rentan terhadap kompresi kepala karena lunaknya tulang tengkorak dan
immaturitas jaringan otak
4. Perdarahan intracranial 5 kali lebih sering pada bayi prematur dibanding
bayi aterm
5. Cerebral palsy
6. Terdapat insidensi kerusakan organik otak yang lebih tinggi pada bayi
prematur (meskipun banyak orang–orang jenius yang dilahirkan sebelum
aterm).

8. Penatalaksanaan
Beberapa langkah yang dapat dilakukan pada PPI, terutama untuk mencegah
morbiditas dan mortalitas neonatus preterm ialah:
1. Menghambat proses persalinan preterm dengan pemberian tokolitik, yaitu :
a. Kalsium antagonis: nifedipin 10 mg/oral diulang 2-3 kali/jam,
dilanjutkan tiap 8 jam sampai kontraksi hilang. Obat dapat diberikan
lagi jika timbul kontaksi berulang. dosis maintenance 3x10 mg.
b. Obat ß-mimetik: seperti terbutalin, ritrodin, isoksuprin, dan salbutamol
dapat digunakan, tetapi nifedipin mempunyai efek samping yang lebih
kecil.Salbutamol, dengan dosis per infus: 20-50 µg/menit, sedangkan
per oral: 4 mg, 2-4 kali/hari (maintenance) atau terbutalin, dengan dosis
per infus: 10-15 µg/menit, subkutan: 250 µg setiap 6 jam sedangkan
dosis per oral: 5-7.5 mg setiap 8 jam (maintenance). Efek samping dari
golongan obat ini ialah: hiperglikemia, hipokalemia, hipotensi,
takikardia, iskemi miokardial, edema paru.
c. Sulfas magnesikus: dosis perinteral sulfas magnesikus ialah 4-6 gr/iv,
secara bolus selama 20-30 menit, dan infus 2-
4gr/jam (maintenance). Namun obat ini jarang digunakan karena efek
samping yang dapat ditimbulkannya pada ibu ataupun janin. Beberapa
efek sampingnya ialah edema paru, letargi, nyeri dada, dan depresi
pernafasan (pada ibu dan bayi).
d. Penghambat produksi prostaglandin: indometasin, sulindac, nimesulide
dapat menghambat produksi prostaglandin dengan
menghambat cyclooxygenases(COXs) yang dibutuhkan untuk produksi
prostaglandin. Indometasin merupakan penghambat COX yang cukup
kuat, namun menimbulkan risiko kardiovaskular pada janin. Sulindac
memiliki efek samping yang lebih kecil daripada indometasin.
Sedangkan nimesulide saat ini hanya tersedia dalam konteks percobaan
klinis.Untuk menghambat proses PPI, selain tokolisis, pasien juga perlu
membatasi aktivitas atau tirah baring serta menghindari aktivitas
seksual.
Kontraindikasi relatif penggunaan tokolisis ialah ketika lingkungan
intrauterine terbukti tidak baik, seperti:
a. Oligohidramnion
b. Korioamnionitis berat pada ketuban pecah dini
c. Preeklamsia berat
d. Hasil nonstrees test tidak reaktif
e. Hasil contraction stress test positif
f. Perdarahan pervaginam dengan abrupsi plasenta, kecuali keadaan
pasien stabil dan kesejahteraan janin baik
g. Kematian janin atau anomali janin yang mematikan
h. Terjadinya efek samping yang serius selama penggunaan beta-mimetik.
2. Akselerasi pematangan fungsi paru janin dengan kortikosteroid
Pemberian terapi kortikosteroid dimaksudkan untuk pematangan
surfaktan paru janin, menurunkan risiko respiratory distress
syndrome (RDS), mencegah perdarahan intraventrikular, necrotising
enterocolitis, dan duktus arteriosus, yang akhirnya menurunkan kematian
neonatus. Kortikosteroid perlu diberikan bilamana usia kehamilan kurang
dari 35 minggu.
Obat yang diberikan ialah deksametason atau betametason. Pemberian
steroid ini tidak diulang karena risiko pertumbuhan janin terhambat.
Pemberian siklus tunggal kortikosteroid ialah:
a. Betametason 2 x 12 mg i.m. dengan jarak pemberian 24 jam.
b. Deksametason 4 x 6 mg i.m. dengan jarak pemberian 12 jam.
Selain yang disebutkan di atas, juga dapat diberikan Thyrotropin
releasing hormone 400 ug iv, yang akan meningkatkan kadar tri-
iodothyronine yang kemudian dapat meningkatkan produksi
surfaktan. Ataupun pemberian suplemen inositol, karena inositol merupakan
komponen membran fosfolipid yang berperan dalam pembentukan
surfaktan.
3. Pencegahan terhadap infeksi dengan menggunakan antibiotik.
Mercer dan Arheart (1995) menunjukkan, bahwa pemberian antibiotika
yang tepat dapat menurunkan angka kejadian korioamnionitis dan sepsis
neonatorum. Antibiotika hanya diberikan bilamana kehamilan mengandung
risiko terjadinya infeksi, seperti pada kasus KPD. Obat diberikan per oral,
yang dianjurkan ialah eritromisin 3 x 500 mg selama 3 hari. Obat pilihan
lainnya ialah ampisilin 3 x 500 mg selama 3 hari, atau dapat menggunakan
antibiotika lain seperti klindamisin. Tidak dianjurkan pemberian ko-
amoksiklaf karena risikonecrotising enterocolitis.
B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Partus Prematurus
Imminens (PPI)
1. Pengkajian
Fokus pengkajian keperawatan yaitu :
1. Sirkulasi
Hipertensi, Edema patologis (tanda hipertensi karena kehamilan (HKK),
penyakit sebelumnya.
2. Intregitas Ego
Adanya ansietas sedang.
3. Makanan/cairan
Ketidakadekuatan atau penambahan berat badan berlebihan.
4. Nyeri/Katidaknyamanan
Kontraksi intermiten sampai regular yang jaraknya kurang dari 10 menit
selama paling sedikit 30 detik dalam 30-60 menit.
5. Keamanan
Infeksi mungkin ada (misalnya infeksi saluran kemih (ISK) dan atau
infeksi vagina)
6. Seksualitas : Tulang servikal dilatasi, Perdarahan mungkin
terlihat, Membran mungkin ruptur (KPD), Perdarahan trimester
ketiga, Riwayat aborsi, persalinan prematur, riwayat biopsi konus, Uterus
mungkin distensi berlebihan, karena hidramnion, makrosomia atau getasi
multiple.
7. Pemeriksaan diagnostik
a. Ultrasonografi : Pengkajian getasi (dengan berat badan janin 500
sampai 2500 gram)
b. Tes nitrazin : menentukan KPD
c. Jumlah sel darah putih : Jika mengalami peningkatan, maka itu
menandakan adanya infeksi amniosentesis yaitu radio lesitin terhadap
sfingomielin (L/S) mendeteksi fofatidigliserol (PG) untuk maturitas
paru janin, atau infeksi amniotik
2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (fisik, biologis, kimia,
psikologis),kontraksi otot dan efek obat-obatan.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan hipersensitivitas otot/seluler,
tirah baring, kelemahan
3. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional (ancaman yng dirasakan
atau aktual pada diri dan janin)
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya keinginan untuk
mencari informasi, tidak mengetahui sumber-sumber informasi.
3. Intervensi Keperawatan

Rencana Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Nyeri akut NOC : NIC :`
berhubungan dengan a. Pain Level, 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
agen injuri (fisik, biologis, b. pain control, termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kimia, psikologis), kontraksi c. comfort level kualitas dan faktor presipitasi
otot dan efek obat-obatan. Setelah dilakukan tindakan 2. Observasi reaksi nonverbal dari
keperawatan selama 1x24 jam ketidaknyamanan
diharapkan pasien tidak mengalami 3. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
nyeri, dengan kriteria hasil: menemukan dukungan
a. Mampu mengontrol nyeri (tahu 4. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
penyebab nyeri, mampu nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
menggunakan tehnik kebisingan
nonfarmakologi untuk mengurangi 5. Kurangi faktor presipitasi nyeri
nyeri, mencari bantuan) 6. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
b. Melaporkan bahwa nyeri intervensi
berkurang dengan menggunakan 7. Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas
manajemen nyeri dala, relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin
c. Mampu mengenali nyeri (skala, 8. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
intensitas, frekuensi dan tanda 9. Tingkatkan istirahat
nyeri) 10. Berikan informasi tentang nyeri seperti
d. Menyatakan rasa nyaman setelah penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
nyeri berkurang berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari
e. Tanda vital dalam rentang normal prosedur
f. Tidak mengalami gangguan tidur 11. Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali
Intoleransi aktivitas NOC : NIC :
berhubungan dengan a. Self Care : ADLs 1. Observasi adanya pembatasan klien dalam
hipersensitivitas otot/seluler, b. Toleransi aktivitas melakukan aktivitas
tirah baring, kelemahan c. Konservasi eneergi 2. Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan
Setelah dilakukan tindakan 3. Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat
keperawatan selama 3x24 jam 4. Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan
diharapkan pasienbertoleransi terhadap emosi secara berlebihan
aktivitas dengan Kriteria Hasil : 5. Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas
a. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik (takikardi, disritmia, sesak nafas, diaporesis,
tanpa disertai peningkatan tekanan pucat, perubahan hemodinamik)
darah, nadi dan RR 6. Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat
b. Mampu melakukan aktivitas sehari pasien
hari (ADLs) secara mandiri 7. Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi
c. Keseimbangan aktivitas dan Medik dalam merencanakan progran terapi yang
istirahat tepat.
8. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas
yang mampu dilakukan
9. Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual
Ansietas, berhubungan dengan NOC : NIC:
krisis situasional, (ancaman a. Anxiety control Coping Enhancement
yng dirasakan atau aktual pada b. Fear control 1. Jelaskan pada pasien tentang proses penyakit
diri dan janin) Setelah dilakukan tindakan 2. Jelaskan semua tes dan pengobatan pada pasien
keperawatan selama 1x24 jam dan keluarga
diharapkan takut klien teratasi dengan 3. Sediakan reninforcement positif ketika pasien
kriteria hasil : melakukan perilaku untuk mengurangi takut
a. Memiliki informasi untuk 4. Sediakan perawatan yang berkesinambungan
mengurangi takut 5. Kurangi stimulasi lingkungan yang dapat
b. Menggunakan tehnik relaksasi menyebabkan misinterprestasi
c. Mempertahankan hubungan sosial 6. Dorong mengungkapkan secara verbal perasaan,
dan fungsi peran persepsi dan rasa takutnya
d. Mengontrol respon takut 7. Perkenalkan dengan orang yang mengalami
penyakit yang sama
8. Dorong klien untuk mempraktekan tehnik
relaksasi
Kurang pengetahuan mengenai NOC: NIC :
persalinan preterm, kebutuhan a. Kowlwdge : disease process 1. Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga
tindakan dan prognosis b. Kowledge : health Behavior 2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi
kurangnya keinginan untuk keperawatan selama 3x24 jam dan fisiologi, dengan cara yang tepat.
mencari informasi, tidak diharapkan pasien menunjukkan 3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul
mengetahui sumber-sumber pengetahuan tentang proses penyakit pada penyakit, dengan cara yang tepat
informasi. dengan kriteria hasil: 4. Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang
a. Pasien dan keluarga menyatakan tepat
pemahaman tentang penyakit, 5. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara
kondisi, prognosis dan program yang tepat
pengobatan 6. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi,
b. Pasien dan keluarga mampu dengan cara yang tepat
melaksanakan prosedur yang 7. Sediakan bagi keluarga informasi tentang
dijelaskan secara benar kemajuan pasien dengan cara yang tepat
c. Pasien dan keluarga mampu 8. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
menjelaskan kembali apa yang 9. Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau
dijelaskan perawat/tim kesehatan mendapatkan second opinion dengan cara yang
lainnya tepat atau diindikasikan
10. Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat
DAFTAR PUSTAKA

Benson, Ralph C dan Pernoll, Martin L. 2012. Buku Saku Obsetri dan Ginekologi. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Hariadi, R. 2004. Ilmu Kedokteran Fetomaternal. Surabaya : Himpunan Kedokteran
Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.
Manuaba. 2009. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita Edisi 2. Jakarta : EGC
NANDA. 2012-2014, Nursing Diagnosis: Definitions and Classification, Philadelphia, USA
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Nugroho, Taufan. 2010. Kesehatan Wanita, Gender dan Permasalahannya. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Oxorn Harry, dkk. 2010. Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi Persalinan (Human Labor
and Birth). Yogyakarta : YEM.
Rukiyah, Ai Yeyeh, dkk. 2010. Asuahan Kebidanan Patologi. Jakarta : Trans Info Media
Wiknjosastro, H. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka, Sarwono
Prawirohardjo.
Wilkinson, J.M., & Ahern N.R., 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Diagnosa NANDA
Intervensi NIC Kriteria Hasil NOC. Edisi Kesembilan. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai