Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

“FEBRILE CONVULSION”
DI RUANG BUGENVIL II RSUD DR. LOEKMONO HADI KUDUS

Disusun Guna Memenuhi Tugas Individu Stase Keperawatan Anak


Di Ruang Bugenvil II RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus

Disusun Oleh :

Disusun Oleh :
MOHAMMAD HABIBI
NIM: 62019040038

JURUSAN PROFESI NERS


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
TAHUN 2019/2020
LAPORAN PENDAHULUAN “FEBRILE CONVULSION”

A. Pengertian
Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium
(Ngastiyah, 1997:229).
   
Kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai akibat dari
aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan.(betz &
Sowden,2002)
   
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh ( suhu
rektal diatas 380 C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium.
   
Berdasarkan pengertian diatas Jadi dapat disimpulkan kejang demam adalah kenaikan
suhu tubuh yang menyebabkan perubahan fungsi otak akibat perubahan potensial listrik
serebral yang berlebihan sehingga mengakibatkan renjatan berupa kejang.
  
B. Etiologi
  
Bangkitan kejang pada bayi dan anak disebabkan oleh kenaikan suhu badan yang tinggi
dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan syaraf pusat misalnya : tonsilitis
ostitis media akut, bronchitis, dll
   
Penyebab yang pasti dari terjadinya kejang demam tidak diketahui. Kejang demam
biasanya berhubungan dengan demam yang tiba-tiba tinggi dan kebanyakan terjadi pada
hari pertama anak mengalami demam.

Kejang berlangsung selama beberapa detik sampai beberapa menit. kejang demam
cenderung ditemukan dalam satu keluarga, sehingga diduga melibatkan faktor keturunan
(faktor genetik). Kadang kejang yang berhubungan dengan demam disebabkan oleh
penyakit lain, seperti keracunan, meningitis atau ensefalitis.  Roseola atau infeksi oleh
virus herpes pada manusia  juga sering menyebabkan kejang demam pada anak-anak.
Shigella pada Disentri juga sering menyebakan demam tinggi dan kejang demam pada
anak-anak (Mediacastore, 2011: 8).
Menurut Jessica (2011: 3) penyebab dan faktor resiko terjadinya kejang demam adalah
sebagai berikut:
1. Infeksi virus
2. Infeksi traktus pernapasan atas
3. Infeksi traktus digestivus (gastroenteritis)
4. Infeksi saluran kemih 
5. Otitis Media
6. Faktor genetik
C. Patofisiologi
  
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2
dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan
permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui
dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan
elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel
neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan
sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka
terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron.
Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim
Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :

1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular.


Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik
dari sekitarnya
2. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan. Pada
keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal
10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi
otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang
hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari
membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium
maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini
demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel
sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam yang
berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya
kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik,
hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat
yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme
otak meningkat.

D. Fathway Kejang Demam

E. Prognosa
   
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat prognosisnya baik dan tidak perlu
menyebabkan kematian, resiko seorang anak sesudah menderita kejang demam
tergantung faktor :
1. Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga
2. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita kejang
3. Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal 

Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut di atas, di kemudian hari akan
mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13 %, dibanding bila hanya terdapat
satu atau tidak sama sekali faktor tersebut, serangan kejang tanpa demam 2%-3% saja
(“Consensus Statement on Febrile Seizures 1981”).
  
F. Manifestasi Klinik
Serangan kejang biasanya terjadi 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat
dengan sifat bangkitan kejang dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau
akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi
reaksi apapun sejenak tapi setelah beberapa detik atau menit anak akan sadar tanpa ada
kelainan saraf.
Di Subbagian Anak FKUI RSCM Jakarta, kriteria Livingstone dipakai sebagai pedoman
membuat diagnosis kejang demam sederhana, yaitu :
1.  Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun
2. Kejang berlangsung tidak lebih dari 15 menit
3. Kejang bersifat umum
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertamam setelah timbulnya demam
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya satu minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan
7. Frekuensi kejang bangkitan dalam satu tahun tidak melebihi empat kali    
G. Pemeriksaan Penunjang
    Tergantung sarana yang tersedia dimana pasien dirawat, pemeriksaannya meliputi :
1. Darah
a. Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang  (N < 200
mq/dl)
b. BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan
indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
c. Elektrolit : K, Na
d. Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
e. Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
f. Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
2. Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi,
pendarahan penyebab kejang.
3. Skull Ray : Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya
lesi
4. Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih
terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk transiluminasi
kepala.
5. EEG : Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak
yang utuh untuk mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil biasanya normal.
6. CT Scan : Untuk mengidentifikasi lesi cerebral infaik hematoma, cerebral
oedem, trauma, abses, tumor dengan atau tanpa kontras.

H. Penatalaksanaan Medik     
Dalam penaggulangan kejang demam ada 4 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu :
1. Pemberantasan kejang secepat mungkin

Pemberantasan kejang di Sub bagian Saraf Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI
sebagai berikut :
Apabila seorang anak datang dalam keadaan kejang, maka :
a. Segera diberikan diazepam intravena, dosis rata-rata 0,3 mg/kg Atau diazepam
rectal dosis : 10 kg : 5 mg, bila kejang tidak berhenti 10 kg : 10 mg, tunggu 15
menit dapat diulang dengan cara/dosis yang sama
b. berikan dosis awal fenobarbital, dosis : neonatus: 30 mg I.M, 1 bulan – 1
tahun : 50 mg I.M dan 1 tahun : 75 mg I.M
c. Bila diazepam tidak tersedia, langsung memakai fenobarbital dengan dosis awal
dan selanjutnya diteruskan dengan dosis rumat.
2. Pengobatan penunjang
Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah :
a. Semua pakaian ketat dibuka
b. Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
c. Usahakan agar jalan napas bebasuntuk menjamin  kebutuhan oksigen
d. Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen

I. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Kejang Demam


Pengkajian
Pengkajian neurologik :

1. Tanda – tanda vital


a. Suhu
b. Pernapasan
c. Denyut jantung
d. Tekanan darah
e. Tekanan nadi
2. Hasil pemeriksaan kepala
a. Fontanel : menonjol, rata, cekung
b. Lingkar kepala : dibawah 2 tahun
c. Bentuk Umum
3. Reaksi pupil
a. Ukuran
b. Reaksi terhadap cahaya
c. Kesamaan respon
4. Tingkat kesadaran
a. Kewaspadaan : respon terhadap panggilan
b. Iritabilitas
c. Letargi dan rasa mengantuk
d. Orientasi terhadap diri sendiri dan orang lain
5. Afek
a. Alam perasaan
b. Labilitas
6. Aktivitas kejang
a. Jenis
b. Lamanya

7. Fungsi sensoris
a. Reaksi terhadap nyeri
b. Reaksi terhadap suhu
8. Refleks
a. Refleks tendo superfisial
b. Reflek patologi
9. Kemampuan intelektual
a. Kemampuan menulis dan menggambar
b. Kemampuan membaca
J. Analisa dan Sintesa data
Analisa data merupakan proses intelektual yang meliputi kegiatan mentabulasi,
menyeleksi, mengelompokkan, mengaitkan data, menentukan kesenjangan informasi,
melihat pola data, membandingakan dengan standar, menginterpretasi dan akhirnya
membuat kesimpulan. Hasil analisa data adalah pernyataan masalah keperawatan atau
yang disebut diagnosa keperawatan.

K. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas, singkat, dan pasti tentang masalah
pasien/klien serta penyebabnya yang dapat dipecahkan atau diubah melalui tindakan
keperawatan.
Diagnosa keperawatan yang muncul adalah :
1. Resiko terjadinya kejang ulang berhubungan dengan hiperthermi.
2. Resiko terjadinya trauma fisik berhubungan dengan kurangnya koordinasi otot
3. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan hiperthermi yang ditandai : Suhu
meningkat, Anak tampak rewel
4. Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan keterbatasan informasi yang
ditandai : keluarga sering bertanya tentang penyakit anaknya.
L. Intervensi Keperawatan
Perencanaan merupakan keputusan awal tentang apa yang akan dilakukan, bagaimana,
kapan itu dilakukan, dan siapa yang akan melakukan kegiatan tersebut. Rencana
keperawatan yang memberikan arah pada kegiatan keperawatan. (Santosa. NI, 1989;160)
Diagnosa Keperawatan 1:

Resiko terjadi kejang ulang berhubungan dengan hipertermi.


Tujuan  : Klien tidak mengalami kejang selama berhubungan dengan
hiperthermi
Kriteria hasil :
 Tidak terjadi serangan kejang ulang.
 Suhu 36,5 – 37,5 º C (bayi), 36 – 37,5 º C (anak)
 Nadi 110 – 120 x/menit (bayi), 100-110 x/menit (anak)
 Respirasi 30 – 40 x/menit (bayi), 24 – 28 x/menit (anak)
 Kesadaran composmentis

 Rencana Tindakan :
 Longgarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang mudah menyerap keringat. Rasional :
proses konveksi akan terhalang oleh pakaian yang ketat dan tidak menyerap keringat.
 Berikan kompres dingin. Rasional  : perpindahan panas secara konduksi
 Berikan ekstra cairan (susu, sari buah, dll. Rasional : saat demam kebutuhan akan
cairan tubuh meningkat.
 Observasi kejang  dan tanda vital tiap 4 jam. Rasional : Pemantauan yang teratur
menentukan tindakan yang akan dilakukan.
 Batasi aktivitas selama anak panas. Rasional : aktivitas dapat meningkatkan
metabolisme dan meningkatkan panas.
 Berikan anti piretika dan pengobatan sesuai advis. Rasional : Menurunkan panas pada
pusat hipotalamus dan sebagai propilaksis

Diagnosa Keperawatan 2

Resiko terjadi trauma fisik berhubungan dengan kurangnya koordinasi otot.

Tujuan : Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan.


Kriteria Hasil :
1. Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan.
2. Mempertahankan tindakan yang mengontrol aktivitas kejang.
3. Mengidentifikasi tindakan yang harus diberikan ketika terjadi kejang.

 Rencana Tindakan :
 Beri pengaman pada sisi tempat tidur dan penggunaan tempat tidur yang rendah.
Rasional : meminimalkan injuri saat kejang
 Tinggalah bersama klien selama fase kejang. Rasional : meningkatkan keamanan
klien.
 Berikan tongue spatel diantara gigi atas dan bawah. Rasional : menurunkan resiko
trauma pada mulut.
 Letakkan klien di tempat yang lembut. Rasional : membantu menurunkan resiko injuri
fisik pada ekstimitas ketika kontrol otot volunter berkurang.
 Catat tipe kejang (lokasi,lama) dan frekuensi kejang. Rasional : membantu
menurunkan lokasi area cerebral yang terganggu.
 Catat tanda-tanda vital sesudah fase kejang. Rasional : mendeteksi secara dini
keadaan yang abnormal

Diagnosa Keperawatan 3
Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan hiperthermi.
Tujuan  : Rasa nyaman terpenuhi
Kriteria hasil :
1. Suhu tubuh 36 – 37,5º C, N ; 100 – 110 x/menit, 
2. RR : 24 – 28 x/menit, Kesadaran composmentis, anak tidak rewel.

Rencana Tindakan :
 Kaji faktor – faktor terjadinya hiperthermi. Rasional : mengetahui penyebab
terjadinya hiperthermi karena penambahan pakaian/selimut dapat menghambat
penurunan suhu tubuh.
 Observasi tanda – tanda vital tiap 4 jam sekali. Rasional : Pemantauan tanda vital
yang teratur dapat menentukan perkembangan keperawatan yang selanjutnya.
 Pertahankan suhu tubuh normal. Rasional : suhu tubuh dapat dipengaruhi oleh tingkat
aktivitas, suhu lingkungan, kelembaban tinggiakan mempengaruhi panas atau
dinginnya tubuh.
 Ajarkan pada keluarga memberikan kompres dingin pada kepala / ketiak. Rasional :
proses konduksi/perpindahan panas dengan suatu bahan perantara.
 Anjurkan untuk menggunakan baju tipis dan terbuat dari kain katun. Rasional :
proses hilangnya panas akan terhalangi oleh pakaian tebal dan tidak dapat menyerap
keringat.
 Atur sirkulasi udara ruangan. Rasional : Penyediaan udara bersih.
 Beri ekstra cairan dengan menganjurkan pasien banyak minum. Rasional : Kebutuhan
cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkat.
 Batasi aktivitas fisik. Rasional : aktivitas meningkatkan metabolismedan
meningkatkan panas.

Diagnosa Keperawatan 4
Kurangnya pengetahuan keluarga sehubungan keterbataaan informasi.
Tujuan  : Pengetahuan keluarga bertambah tentang penyakit anaknya.
Kriteria hasil :
1. Keluarga tidak sering bertanya tentang  penyakit anaknya.
2. Keluarga mampu diikutsertakan dalam proses keperawatan.
3. keluarga mentaati setiap proses keperawatan.

 Rencana Tindakan :
 Kaji tingkat pengetahuan keluarga. Rasional : Mengetahui sejauh mana pengetahuan
yang dimiliki keluarga dan kebenaran informasi yang didapat.
 Beri penjelasan kepada keluarga sebab dan akibat kejang demam. Rasional:
penjelasan tentang kondisi yang dialami dapat membantu menambah wawasan
keluarga
 Jelaskan setiap tindakan perawatan yang akan dilakukan. Rasional : agar keluarga
mengetahui tujuan setiap tindakan perawatan
 Berikan Health Education tentang cara menolong anak kejang dan mencegah kejang
demam. Rasional : sebagai upaya alih informasi dan mendidik keluarga agar
mandiri dalam mengatasi masalah kesehatan.
 Berikan Health Education agar selalu sedia obat penurun panas, bila anak panas.
Rasional : mencegah peningkatan suhu lebih tinggi dan serangan kejang ulang.
 Jika anak sembuh, jaga agar anak tidak terkena penyakit infeksi dengan menghindari
orang atau teman yang menderita penyakit menular sehingga tidak mencetuskan
kenaikan suhu. Rasional : sebagai upaya preventif serangan ulang
 Beritahukan keluarga jika anak akan mendapatkan imunisasi agar memberitahukan
kepada petugas imunisasi bahwa anaknya pernah menderita kejang demam. Rasional :
imunisasi pertusis memberikan reaksi panas yang dapat menyebabkan kejang demam

Pelaksanaan / Implementasi
 
Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan rencana yang
telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat mandiri dan kolaboratif. Selama
melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan dimonitor kemajuan kesehatan klien ( Santosa. NI,
1989;162 )
  
Evaluasi
  
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data subyektif dan
obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan keperawatan sudah dicapai atau
belum. Bila perlu langkah evaluasi ini merupakan langkah awal dari identifikasi dan analisa
masalah selanjutnya ( Santosa.NI, 1989;162).

NO. Diagnosa/Masalah Evaluasi


1. Potensial kejang berulang berhu-Klien tidak mengalami kejang selama 2x24
bungan dengan hiperthermi. jam.
Kriteria :
        Tidak terjadi serangan ulang
        Suhu : 36 – 37,5 º C
        N       : 100 – 110 kali/menit
        Kesadaran : composmentis
2 Potensial terjadi trauma fisikTidak terjadi trauma fisik selama perawatan.
berhubungan kurangnya koordina-siKriteria :
otot.         Tidak terjadi traumas fisik selama kejang.
        Mempertahankan tindakan yang
mengontrol aktivitas kejang.
        Mengidentifikasi tindakan yang harus
diberikan ketika terjadi kejang.
Rasa nyaman terpenuhi
Kriteria :
        Tanda vital :
3. Gangguan rasa nyaman berhu-Suhu : 36 – 37,5ºC
bungan dengan hiperthermi. : 100 – 110 kali/ menit
: 24 – 28 kali/menit
        Kesadaran : composmentis
   Anak tidak rewel
Pengetahuan keluarga bertambah tentang
penyakit anaknya.
Kriteria :
4. Kurangnya pengetahuan keluarga
        Keluarga tidak sering bertanya tentang
berhubungan dengan keterbatasanpenyakit anaknya.
informasi.         Keluarga mampu diikutserta-kan dalam
proses perawatan.
        Keluarga mentaati setiap proses
perawatan.

DAFTAR PUSTAKA

 Lumbantobing SM, 1989, Penatalaksanaan Mutakhir Kejang Pada Anak,


Gaya Baru, Jakarta
 Lynda Juall C, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan,
Penerjemah Monica Ester, EGC, Jakarta
 Marilyn E. Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerjemah
Kariasa I Made, EGC, Jakarta
 Matondang, Corry S, 2000, Diagnosis Fisis Pada Anak, Edisi ke 2, PT.
Sagung Seto: Jakarta. 
 Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta 
 Rendle John, 1994, Ikhtisar Penyakit Anak, Edisi ke 6, Binapura Aksara,
Jakarta.
 Santosa NI, 1989, Perawatan I (Dasar-Dasar Keperawatan), Depkes RI,
Jakarta.
 Santosa NI, 1993, Asuhan Kesehatan Dalam Konteks Keluarga, Depkes RI,
Jakarta. 
 Soetjiningsih, 1995, Tumbuh Kembang Anak, EGC, Jakarta 
 Suharso Darto, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, F.K. Universitas
Airlangga, Surabaya. 
 Sumijati M.E, dkk, 2000, Asuhan Keperawatan Pada Kasus Penyakit Yang
Lazim Terjadi Pada Anak, PERKANI : Surabaya.
 Wahidiyat Iskandar, 1985, Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 2, Info Medika, 
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai