Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian
Epilepsi adalah golongan penyakit saraf yang gejala-gejalanya timbul mendadak dalam
serangan-serangan berulang, pada sebagian besar disertai penurunan kesadaran, dan dapat
disertai atau tidak disertai kejang (Markam, Soemarmo, 2013).
Epilepsi adalah kejang yang menyerang seseorang yang tampak sehat sebagai suatu
ekserbasi dalam kondisi sakit kronis sebagai akibat oleh disfungsi otak sesaat
dimanifestasikan sebagai fenomena motoric, sensorik, otonomik, atau psikis yang abnormal.
Epilepsy merupakan akibat dari gangguan otak kronis dengan serangan kejang spontan yang
berulang (Satyanegara, 2010) dalam Nurarif & Kusuma, 2016, hal.193).
Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat yang dicirikan oleh terjadinya
serangan yang bersifat spontan dan berkala. Serangan dapat diartikan sebagai modifikasi
fungsi otak yang bersifat mendadak dan sepintas yang berasal dari sekelompok besar sel-sel
otak, bersifat sinkron dan berirama (Sukarmin, dan Riyadi, 2012).
Epilepsi adalah sekelopok sindrom yang ditandai dengan gangguan otak sementara yang
bersifat paroksimal yang dimanifestasikan beruba gangguan atau penurunan kesadaran yang
episodik, fenomena motorik yang abnormal, gangguan psikis, sensorik, dan sistem otonom :
gejala-gejalanya disebabkan oleh aktivitas listrik otak (Fransisca, 2013).
B. Etiologi
Etiologi dari epilepsi adalah multifaktorial, tetapi sekitar 60 % dari kasus epilepsi tidak
dapat ditemukan penyebab yang pasti atau yang lebih sering kita sebut sebagai kelainan
idiopatik.2 Terdapat dua kategori kejang epilepsi yaitu kejang fokal dan kejang umum.
Secara garis besar, etiologi epilepsi dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Kejang fokal
- Trauma kepala
- Stroke
- Infeksi
- Malformasi vaskuler
- Tumor (Neoplasma)
- Displasia
2. Kejang umum

- Penyakit metabolic

- Reaksi obat

- Idiopatik
C. Patofisiologi
Sistem saraf merupakan communication network (jaringan komunikasi), otak
berkomunikasi dengan organ-organ tubuh lain melalui sel-sel saraf (neuron). Pada kondisi
normal, impuls saraf dari otak secara elektrik dan dibawa neuro transmitter seperti GABBA
(gamma aminobutric acid glutamat) melalui sel-sel saraf ke organ tubuh lainnya. Faktor-
faktor penyebab epilepsi di atas mengganggu sistem ini sehingga menyebabkan
ketidakseimbangan aliran listrik pada sel saraf dan menimbulkan kejang yang merupakan
salah satu ciri epilepsi (Harsono,2007).
Bangkitan epilepsi berasal dari sekelompok sel neuron yang abnormal di otak yang
melepas muatan secara berlebihan dan hipersinkron. Sekelompok sel ini yang disebut fokus
epileptik. Lepas muatan ini kemudian menyebar melalui jalur-jalur fisiologis anatomis dan
melibatkan daerah sekitarnya. Serangan epilepsi terjadi apabila proses eksitasi di alam otak
lebih dominan dari pada proses inhibisi (hambatan). Seperti kita ketahui bersama bahwa
aktivitas neuron di atur oleh konsentrasi ion di dalam ruang ekstra seluler dan di dalam intra
seluler dan oleh gerakan masuk ion-ion menerobos membran neuron. Pada kejadian epilepsi
ion-ion tersebut terkoordinasi baik sehingga dapat timbul loncatan muatan. Akibat loncatan
neuron yang tidak terkoordinasi dengan baik sekelompok neuron akan mengalami abnormal
depolarisasi yang berkepanjangan berkenaan dengan cetusan potensial aksi secara cepat dan
berulang-ulang. Cetusan listrik yang abnormal ini kemudian mengajak neuron-neuron
sekitarnya sehingga menimbulkan serangkaian gerakan yang melibatkan otot dan
menimbulkan kejang. Spasme otot terjadi hampir pada semua bagian termasuk otot mulut
sehingga penderita mengalami ancaman permukaan paa lidah. Kelainan sebagian besar dari
neuron otak yang di akibat kan gangguan listrik juga mengakibatkan penurunan kesadaran
tiba-tiba sehingga beresiko cidera karena benturan benda sekitar atau terkena benda yang
berbahaya seperti api, listrik, atau benda lain (Riyadi, 2009).
Pathway :
Idiopatik,herediter,truma kelahiran,infeksi perinetal,meningitis dll

Syistem saraf

Ketidakseimbangan aliran listrik pada sel saaraf

Epilepsi

Penyakit Mylonik Grandmal Paikomotor


kronik
Kontraksi tdk Hilang Gangguan Gangguan
sadar yg kesadaran respiratory neurologis
Pengobatan,peraw
mendadak
atan,keterbatasan

Spasme otot Gangguan


Ansietas Aktivitas kejang pernafasan perkembangan

Hipoksia Jatuh Obstruksi Keterlambatan


trakheobronkial pertumbuhan &
perkembangan
Ketidakefektifan Resiko cedera
perfusi jaringan Ketidakefektifan
cerebral bersihan jalan nafas
D. Tanda dan gejala
1. Serangan Epilepsi Parsial
Serangan parsial disebabkan oleh lesi atau kelainan lokal pada otak; dengan demikian
evaluasi diagnostik ditujukan untuk menemukan atau membuktikan adanya lesi lokal
tersebut. Serangan parsial dibagi menjadi dua yaitu serangan dengan kesadaran yang
tetap baik (parsial sederhana) dan serangan dengan gangguan kesadaran (parsial
kompleks). Akan tetapi terdapat pula jenis parsial yang berkembang menjadi serangan
parsial continue. Manifestasi klinis serangan parsial bervariasi sesuai dengan fungsi
korteks yang berbeda-beda. Namun demikian, secara individual serangan parsial
cenderung untuk bersifat stereopatik dan secara neuro-anatomik (Harsono, 2007).
a. Serangan Parsial Sederhana
Parsial sederhana dengan manifestasi klinis Serangan parsial jenis ini biasanya
berhubungan dengan area otak tertentu yang terlibat; dengan demikian
manifestasi klinisnya sangat bervariasi, termasuk manifestasi motorik, sensorik,
otonomik, dan psikis. Adapun gejala-gejala yang sering dijumpai adalah:
1) Tidak terjadi gangguan atau penurunan kesadaran
2) Bersifat stereopatik (sama)
3) Kejang tonik (badan dan anggota gerak kaku)
4) Kejang klonik (badan dan anggota gerak berkejut-kejut, kelojotan)
5) Berkeringat dingin
6) Denyut jantung (nafas) cepat
7) Terjadi pada usia 11-13 tahun
8) Berlangsung Sekitar 31-60 detik
b. Serangan Parsial Kompleks
Parsial komplek sering juga disebut dengan lobus frontalis atau psikomotor. Pada
serangan parsial kompleks terjadi gangguan atau penurunan kesadaran. Dalam hal
ini penderita mengalami gangguan dalam berintekrasi dengan lingkungannya.
Serangan parsial kompleks melibatkan bagian-bagian otak yang bertanggung
jawab atas berlangsungnya kesadaran dan memori, dan pada umumnya
melibatkan kedua belah lobus temporalis atau frontalis dan sistem limbik. Selama
serangan parsial kompleks sering tampak adanya otomatisme sederhana dan
kompleks (aktifitas motorik yang berulang-ulang: tanpa tujuan, tanpa arah, dan
aneh). Sementara itu terdapat juga serangan parsial kompleks yang tidak disertai
otomatisme (Harsono, 2007).
2. Serangan Epilepsi Umum
Serangan ini menunjukkan terlibatnya kedua belah hemisferium secara sinkron sejak
awal. Mula serangan berupa hilangnya kesadaran, kemudian diikuti gejala lainnya
yang bervariasi. Jenis-jenis serangan epilepsi umum dibedakan oleh ada atau tidaknya
aktifitas motorik yang khas (Harsono, 2007).
a. Grandmal
Serangan grandmal disebut juga serangan tonik-klonik atau bangkitan mayor
(serangan besar) atau generalized tonic-clonic seizures (GTCS). Bangkitan
grandmal merupakan jenis epilepsi yang paling sering dijumpai. Serangan
meliputi seluruh tubuh, dimulai dengan rigiditas otot-otot tubuh (tonik) kemudian
diikuti oleh kontraksi otot-otot secara ritmik (klonik), dan kehilangan kesadaran
(Harsono, 2007)
b. Petit Mal
Serangan petit mal disebut juga dengan lena dan absence. Pada jenis ini terdapat
tiga jenis sindrom epilepsi yang berbeda yaitu childhood absence epilepsi,
juvenile absence epilepsi, dan absence with eye myoclonia. Serangan petit mal
dicirikan oleh 3 Hz spike and wave pada rekaman EEG (Harsono, 2007).
c. Serangan Tonik-Klonik
1) Serangan Tonik
Serangan tonik dicirikan oleh pengkakuan atau sentakan bilateral dan sinkron
secara mendadak pada tubuh, lengan atau tungkai. Adapun gejala-gejalanya
adalah:
a) Tidak terjadi gangguan atau penurunan kesadaran
b) Terjadi sentakan sinkron
c) Terjadi sentakan bilateral
d) Terjadi gangguan metabolik (defisit neurologis)
e) Lidah tergigit
f) Kulit sianotik (biru)
g) Mulut keluar busa
h) Leher tertekuk ke depan pasca serangan
i) Terjadi pada waktu tidur
j) Berlangsung Sekitar 0-30 detik
k) Terjadi pada usia 6-12 bulan
l) Kejang tonik (badan dan anggota gerak kaku)
2) Serangan Klonik
klonus epileptik biasanya menyebabkan sentakan sinkron dan bilateral pada
leher, bahu, lengan atas, tubuh dan tungkai atas. Gejala-gejala yang sering
dijumpai sebagai berikut:
a) Tidak terjadi gangguan atau penurunan kesadaran
b) Kedutan (twitching) fokal pada wajah
c) Neuro anatomik (datang dan menghilang secara mendadak)
d) Tekanan vesika urinaria (ngompol)
e) Tubuh bergetar pasca serangan
f) Terjadi sentakan sinkron
g) Terjadi sentakan bilateral
h) Terjadi gangguan metabolik (defisit neurologis)
i) Kejang klonik (badan dan anggota gerak berkejut-kejut, kelojotan)
j) Terjadi pada waktu tidur
E. Komplikasi
Kejang pada penderita eilepsi terkadang dapat membahayakan penderitanya dan orang
lain. Bahaya tersebut dapat berupa terjatuh saat kejang hingga resiko mengalami cedera
atau patah tulang. Bahaya lainnya adalah hilang kesadaran ketika kejang sehingga
beresiko tenggelam saat berenang atau mengalami kecelakaan saat berkendara.
Selain itu masalah mental juga seringkali dihadapi penderita epilepsy akibat efek
samping pengobatan, atau kesulitan dalam menghadapi kondisinya. Komplikasi
kesehatan mental yang sering timbul antara lain adalah depresi, kegelisahan, atau
keinginan untuk bunuh diri.
F. Pemeriksaan Penunjang
a. Elektroensefalografi (EEG) Pemeriksaan EEG merupakan pemeriksaan penunjang
yang paling sering dilakukan dan harus dilakukan pada semua pasien epilepsi untuk
menegakkan diagnosis epilepsi. Terdapat dua bentuk kelaianan pada EEG, kelainan
fokal pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya lesi struktural di otak. Sedangkan
adanya kelainan umum pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya kelainan
genetik atau metabolik. Rekaman EEG dikatakan abnormal bila :
1) Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua
hemisfer otak
2) Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat dibanding
seharusnya
3) Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal, misalnya
gelombang tajam, paku (spike), pakuombak, paku majemuk, dan gelombang
lambat yang timbul secara paroksimal
Pemeriksaan EEG bertujuan untuk membantu menentukan prognosis dan
penentuan perlu atau tidaknya pengobatan dengan obat anti epilepsi (OAE).
b. Neuroimaging
Neuroimaging atau yang lebih kita kenal sebagai pemeriksaan radiologis bertujuan
untuk melihat struktur otak dengan melengkapi data EEG. Dua pemeriksaan yang
sering digunakan Computer Tomography Scan (CT Scan) dan Magnetic Resonance
Imaging (MRI). Bila dibandingkan dengan CT Scan maka MRI lebih sensitive dan
secara anatomik akan tampak lebih rinci. MRI bermanfaat untuk membandingkan
hippocampus kiri dan kanan (Consensus Guidelines on the Management of Epilepsy,
2014).
G. Konsep Asuhan Keperawatan
1 Pengkajian
Pengkajian kegawatdaruratan pada pasien epilespi menurut Soemarmo, 2015).
a. Pengkajian kondisi/kesan umum Kondisi umum
Klien nampak sakit berat
b. Pengkajian kesadaran
Setelah melakukan pengkajian kesan umum, kaji status mental pasien dengan
berbicara padanya. Kenalkan diri, dan tanya nama pasien. Perhatikan respon
pasien. Bila terjadi penurunan kesadaran, lakukan pengkajian selanjutnya.
Pengkajian kesadaran dengan metode AVPU meliputi :
1) Alert (A) : Klien tidak berespon terhadap lingkungan sekelilingnya.
2) Velbal (V) : klien tidak berespon terhadap pertanyaan perawat.
3) Nyeri (P) : klien tidak berespon terhadap respon nyeri.
4) Tidak berespon (U) : klien tidak berespon terhadap stimulus verbal dan nyeri
ketika dicubit dan ditepuk wajahnya
c. Pengkajian Primer
Pengkajian primer adalah pengkajian cepat (30 detik) untuk mengidentifikasi
dengan segera masalah aktual dari kondisi life treatening (mengancam
kehidupan). Pengkajian berpedoman pada inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi jika hal memugkinkan.
d. Pengkajian sekunder
1) Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa,alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal
pengkajian dan diagnosa medis.
2) Keluhan utama: Klien masuk dengan kejang, dan disertai penurunan
kesadaran
3) Riwayat penyakit: Klien yang berhubungan dengan faktor resiko bio-psiko-
spiritual. Kapan klien mulai serangan, pada usia berapa. Frekuansi serangan,
ada faktor presipitasi seperti suhu tinggi, kurang tidur, dan emosi yang labil.
Apakah pernah menderita sakit berat yang disertai hilangnya kesadaran,
kejang, cedera otak operasi otak. Apakah klien terbiasa menggunakan obat-
obat penenang atau obat terlarang, atau mengkonsumsi alcohol. Klien
mengalami gangguan interaksi dengan orang lain / keluarga karena
malu ,merasa rendah diri, ketidak berdayaan, tidak mempunyai harapan dan
selalu waspada/berhati-hati dalam hubungan dengan orang lain.
a) Riwayat kesehatan
b) Riwayat keluarga dengan kejang
c) Riwayat kejang demam
d) Tumor intracranial
e) Trauma kepala terbuka, stroke
Riwayat kejang :
a) Bagaimana frekwensi kejang.
b) Gambaran kejang seperti apa
c) Apakah sebelum kejang ada tanda-tanda awal.
d) Apakah ada kehilangan kesadaran atau pingsan
e) Apakah ada kehilangan kesadaran sesaat atau lena.
f) Apakah pasien menangis, hilang kesadaran, jatuh ke lantai.
2 Diagnosa Keperawatan
1) Resiko cedera berhubungan dengan disfungsi afektor
2) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan spasme jalan nafas
3) Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan hipoksia jaringan
4) Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan gangguan
neurologi
5) Ansiatas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
6) Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif
3 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa keperawatan NOC NIC


1 Resiko cedera Tujuan : - Identivikasi factor
Klien dapat mengidentifikasi lingkungan yang
faktor presipitasi serangan memungkinkan resiko
dan terjadinya cedera
dapat meminimalkan atau - Pantau status
menghindarinya, menciptakan neurologis setiap 8
keadaan yang aman untuk jam
klien, - Jauhkan benda- benda
menghindari adanya cedera yang dapat
fisik, menghindari jatuh mengakibatkan
terjadinya cedera pada
Kriteria hasil : pasien saat terjadi
tidak terjadi cedera fisik pada kejang
klien, klien dalam kondisi - Pasang penghalang
aman, tidak ada memar, tidak tempat tidur pasien
jatuh - Letakkan pasien di
tempat yang rendah
dan data
- Menyiapkan kain
lunak untuk
mencegah terjadinya
tergigitnya lidah saat
terjadi kejang

2. Ketidakefektifan Respiratory status: airway Airway Management


patency a. Auskultasi bunyi
bersihan jalan nafas
Setelah diberikan askep selama nafas tambahan;
……jam, diharapkan bersihan ronchi, wheezing
jalan nafas klien kembali b. Berikan posisi yang
efektif dengan kriteria hasil: nyaman untuk
mengurangi dispnea.
a. Frekuensi pernapasan c. Bersihkan sekret dari
dalam batas normal (16- mulut dan trakea;
20x/mnt) lakukan penghisapan
b. Irama pernapasn normal sesuai keperluan.
c. Kedalaman pernapasan d. Anjurkan asupan
normal cairan adekuat.
d. Klien mampu e. Ajarkan batuk efektif
mengeluarkan sputum f. Kolaborasi pemberian
secara efektif oksigen
e. Tidak ada akumulasi g. Kolaborasi pemberian
sputum broncodilator sesuai
indikasi.
3. Ketidakefektifan perfusi a. Circulation status a. Monitor TTV
b. Neurologic status b. Monitor AGD, ukuran
jaringan cerebral
c. Tissue Prefusion : cerebral pupil, ketajaman,
kesimetrisandan
Setelah dilakukan asuhan reaksi
selama……… ketidakefektifan c. Monitor adanya
perfusi jaringan cerebral diplopia, pandangan
teratasi dengan kriteria hasil : kabur, nyerikepala
d. Monitor level
- Tekanan systole dan kebingungan dan
diastoledalam rentang yang orientasi
diharapkan e. Monitor tonus otot
- Tidak ada pergerakan
ortostatikhipertensi f. Monitor tekanan
- Komunikasi jelas intrkranial dan respon
- Menunjukkan konsentrasi nerologis
danorientas g. Catat perubahan
- Pupil seimbang dan reaktif pasien dalam
- Bebas dari aktivitas kejang merespon stimulus
- Tidak mengalami nyeri h. Monitor status cairan
kepala

4 Implementasi
Pelaksanaan rencana keperawatan adalah kegiatan atau tindakan yang diberikan kepada
klien sesuai dengan rencana keperawatan yang telah ditetapkan tergantung pada situasi dan
kondisi klien saat itu.
5 Evaluasi
Suatu penilaian terhadap asuhan keperawatan yang telah diberikan atau dilaksanakan
dengan berpegang teguh pada tujuan yang ingin dicapai. Pada bagian ini ditentukan apakah
perencanaan sudah tercapai atau belum, dapat juga timbul masalah baru
H. Daftar Pustaka
Batticaca,Fransisca. 2013. Asuhan Keperawatan pada Klien Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta: Salemba Medika
Doenges, M E., et al. 2011. Rencana Asuhan Keperawatan : pedoman untuk perencanaan
dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta : EGC
Jhon. 2013. Emergency Departement Design Guidelines. Third Edition. Australian
College for Emergency
Kartika, Unoviana. 2015. Penyakit Epilepsi Makin Banyak Terdeteksi.
http://health.kompas.com/read/2013/06/27/1730364/Penyakit.Epilepsi.Makin.Banyak.Ter
deteksi. Diakses pada tanggal 21 Januari 2019.
Markam, Sumarmo. 2013. Penuntun Neurologi. Tangerang Selatan : Binarupa Aksara
Muttaqin, A. 2011. Buku Ajar Asuha Keperawatan Klien Dengan Gangguang Sistem
persarafan. Jakarta : Salemba Medika
Nanda. 2015. Diagnosa keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Jakarta : EGC
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. 2016. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC Jilid 2. Jakarta : EGC
Persatuan Dokter Saraf Indonesia (PERDOSSI). 2015. Penegakan Diagnosis Pada Pasien
Epilepsi. Jakarta : PERDOSSI

Anda mungkin juga menyukai