Anda di halaman 1dari 23

Asuhan Keperawatan Penyakit Epilepsi

Dosen pengampu : H. Zamziri, S. Kep., Ners., M. Kes

Disusun oleh :
Kelompok 7

Anggota :
1. Anisa Aurani 20010008
2. Erlina Saputri 20010018
3. Herlina Rahmadini 20010025
4. Maya Permadani 20010032
5. Raka Pratama 20010039
6. Rizky Wulandari 20010046
7. Vilma Yudi Syahputra 20010053

AKADEMI KEPERAWATAN PANGKALPINANG


Tahun ajaran 2021/2022

i
Kata Pengantar

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan dan
kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat waktu.
Tanpa pertolongan-Nya tentunya penulis tidak akan bisa untuk menyelesaikan makalah ini
dengan baik. Tidak lupa juga kita haturkan shalawat dan salam kepada junjungan besar
baginda nabi kita tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah membawa manusia
dari jaman jahiliah menuju jaman yang penuh dengan pengetahuan dan kecanggihan yang luar
biasa hingga saat ini. Makalah ini dituliskan dengan tujuan untuk memenuhi tugas mata
kuliah Keperawatan Medikal Bedah dengan dosen pengampu H. Zamziri,S.Kep.,Ners.,M.Kep
tentang “Epilepsi”.
Penulis menyadari dalam makalah ini masih banyak kekurangan, karena keterbatasan
kemampuan maupun pengalaman penulis. Penulis mohon maaf apabila dalam pembuatan
makalah ini masih terdapat kesalahan. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun demi memperbaiki kekurangan ataupun kekeliruan yang ada. Harapan
penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para mahasiswa keperawatan untuk
menambah wawasan dalam bidang kesehatan. Sekian dan terima kasih.

Pangkalpinang, 10 Maret 2022


Penulis

Kelompok 7

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul .......................................................................................................................... I


Kata Pengantar .......................................................................................................................II
Daftar Isi ................................................................................................................................. III
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang ................................................................................................................ 1
B. Rumusan masalah .......................................................................................................... 2
C. Tujuan ............................................................................................................................ 2
D. Manfaat .......................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian ....................................................................................................................... 3
B. Etiologi............................................................................................................................ 3
C. Klasifikasi ....................................................................................................................... 3
D. Patofisiologi .................................................................................................................... 5
E. Pathway ........................................................................................................................... 7
F. Tanda dan Gejala ............................................................................................................ 8
G. Pemeriksaan Diagnostik.................................................................................................. 9
H. Penatalaksanaan ............................................................................................................. 9
I. Konsep Asuhan Keperawatan ....................................................................................... 12
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................................................. 19
B. Saran ............................................................................................................................ 19
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 20

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Epilepsi merupakan salah satu penyakit neurologis yang utama. Pada dasarnya epilepsi
merupakan suatu penyakit Susunan Saraf Pusat (SSP) yang timbul akibat adanya
ketidakseimbangan polarisasi listrik di otak. Ketidak seimbangan polarisasi listrik tersebut
terjadi akibat adanya fokus-fokus iritatif pada neuron sehingga menimbulkan letupan muatan
listrik spontan yang berlebihan dari sebagian atau seluruh daerah yang ada di dalam otak.
Epilepsi sering dihubungkan dengan disabilitas fisik, disabilitas mental, dan konsekuensi
psikososial yang berat bagi penyandangnya (pendidikan yang rendah, pengangguran yang
tinggi, stigma sosial, rasarendah diri, kecenderungan tidak menikah bagi penyandangnya).
Sebagian besar kasus epilepsi dimulai pada masa anak-anak. Pada tahun 2000,
diperkirakan penyandang epilepsi di seluruh dunia berjumlah 50 juta orang, 37 juta orang di
antaranya adalahepilepsi primer, dan 80% tinggal di negara berkembang. Laporan WHO
(2001) memperkirakan bahwa rata-rata terdapat 8,2 orang penyandang epilepsi aktif di antara
1000 orang penduduk,dengan angka insidensi 50 per 100.000 penduduk. Angka prevalensi
dan insidensi diperkirakanlebih tinggi di negara-negara berkembang.
Epilepsi dihubungkan dengan angka cedera yang tinggi, angka kematian yang tinggi,
stigmasosial yang buruk, ketakutan, kecemasan, gangguan kognitif, dan gangguan psikiatrik.
Pada penyandang usia anak-anak dan remaja, permasalahan yang terkait dengan epilepsi
menjadi lebih kompleks.
Permasalahan yang muncul adalah bagaimana dampak epilepsi terhadap berbagai aspek
kehidupan penyandangnya. Masalah yang muncul adalah bagaimana hal tersebut bisa muncul,
bagaimana manifestasinya dan bagaimana penanganan yang dapat dilakukan untuk kasus ini
masih memerlukan kajian yang lebih mendalam.
Penanganan terhadap penyakit ini bukan saja menyangkut penanganan medika mentosa
dan perawatan belaka, namun yang lebih penting adalah bagaimana
meminimalisasikan dampak yang muncul akibat penyakit ini bagi penderita dan keluarga
maupun merubah stigma masyarakat tentang penderita epilepsi. Pemahaman epilepsi secara
menyeluruh sangat diperlukan.

1
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana pengertian dari Epilepsi?
2. Bagaimana etiologi dari Epilepsi?
3. Bagaimana patofisiologi dari Epilepsi?
4. Bagaimana tanda dan gejala dari Epilepsi?
5. Bagaimana pecegahan dan komplikasi dari Epilepsi?
6. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari Epilepsi?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana gejala yang ditimbukan dari Epilepsi
2. Untuk mengetahui patofisiologi dari Epilepsi
3. Untuk mengetahui pencegahan dan kompilkasi pada Epilepsi
4. Untuk mengetahui diagnosis dan pemeriksaan penunjang dari Epilepsi
5. Untuk mengetahui penatalaksana umum dari Epilepsi

D. Manfaat
1. Melatih kemampuan menulis ilmiah sekaligus sebagai alat ukur pemahaman penulis
terhadap Epilepsi
2. Untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang Epilepsi
3. Dapat memberikan edukasi kepada masyarakat apa itu penyakit Epilepsi

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Epilepsi merupakan sindrom yang ditandai oleh kejang yang terjadi berulang- ulang.
Diagnose ditegakkan bila seseorang mengalami paling tidak dua kali kejang tanpa penyebab
(Jastremski,1988).
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang berulang akibat
lepasnyamuatan listrik otak yang berlebihan dan bersivat reversibel (Tarwoto, 2007).
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang
dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-
sel sarafotak, yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi (Arif, 2000)
Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan ciri-ciri
timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepas muatan listrik neuron-neuron otak
secara berlebihan dengan berbagai manifestasi klinik dan laboratorik.

B. Etiologi
Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui, sering terjadi pada :
1. Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
2. Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
3. Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol
4. Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
5. Tumor Otak
6. Kelainan pembuluh darah (Tarwoto, 2007).

C. Klasifikasi
Dikutip dari Hudak dan Gallo 1996, klasifikasi kejang epilepsi
I. Kejang Parsial
a. Parsial sederhana (kesadaran klien baik)
1) Motorik
2) Sensorik

3
3) Otonomi
4) Fisik
b. Parsial kompleks (kerusakan kesadaran)
1) Parsial sederhana diikuti penurunan kesadaran
2) Kerusakan kesadaran saat awitan
c. Kejang parsial generalisasi sekunder

II. Kejang Umum


1.Non kejang
2.Tonik-klonik umum
3.Tonik
4.Klonik
5.Mioklonik
6.Atonik

III. Kejang Tidak terklasifikasi


Ditinjau dari penyebabnya, epilepsy dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Epilepsi Primer (Idiopatik)
Epilepsi primer hingga kini tidak ditemukan penyebabnya, tidak ditemukan kelainan
pada jaringan otak. Diduga bahwa terdapat kelainan atau gangguan keseimbangan zat
kimiawidan sel-sel saraf pada area jaringan otak yang abnormal.
2. Epilepsi Sekunder (Simtomatik)
Epilepsi yang diketahui penyebabnya atau akibat adanya kelainan pada jaringan otak.
Kelainan ini dapat disebabkan karena dibawah sejak lahir atau adanya jaringan parut
sebagai akibat kerusakan otak pada waktu lahir atau pada masa perkembangan anak,
cedera kepala (termasuk cedera selama atau sebelum kelahiran), gangguan
metabolisme dan nutrisi (misalnya hipoglikemi, fenilketonuria (PKU), defisiensi
vitamin B6), faktor-faktor toksik (putus alkohol,uremia), ensefalitis, anoksia,
gangguan sirkulasi, dan neoplasma.

4
D. Patofisiologi
Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus merupakan
pusat pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah rangkaian berjuta-juta neuron. Pada
hakekatnya tugas neuron ialah menyalurkan dan mengolah aktivitas listrik saraf yang
berhubungan satu dengan yang lain melalui sinaps. Dalam sinaps terdapat zat yang
dinamakan neurotransmiter. Asetilkolin dan norepinerprine ialah neurotranmiter eksitatif,
sedangkan zat lain yakni GABA (Gama-Amino-Butiric-Acid) bersifat inhibitif terhadap
penyaluran aktivitas listrik sarafi dalamsinaps. Bangkitan epilepsi dicetuskan oleh suatu
sumber gaya listrik di otak yang dinamakan fokus epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik
akan menyebar melalui sinaps dan dendrit keneron-neron di sekitarnya dan demikian
seterusnya sehingga seluruh belahan hemisfer otak dapat mengalami muatan listrik berlebih
(depolarisasi). Pada keadaan demikian akan terlihat kejangyang mula-mula setempat
selanjutnya akan menyebar ke bagian tubuh/anggota gerak yang lain pada satu sisi tanpa
disertai hilangnya kesadaran. Dari belahan hemisfer yang mengalami depolarisasi, aktivitas
listrik dapat merangsang substansia retikularis dan inti pada talamus yang selanjutnya akan
menyebarkan impuls-impuls ke belahan otak yang lain dan dengan demikianakan terlihat
manifestasi kejang umum yang disertai penurunan kesadaran.
Selain itu, epilepsi juga disebabkan oleh instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih
mudah mengalami pengaktifan. Hal ini terjadi karena adanya influx natrium ke intraseluler.
Jika natrium yang seharusnya banyak di luar membrane sel itu masuk ke dalam membran sel
sehinggamenyebabkan ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau
elektrolit, yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan
depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini menyebabkan peningkatan berlebihan
neurotransmitter aksitatorikatau deplesi neurotransmitter inhibitorik.
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari sebuah fokus kejang
ataudari jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan patologik. Aktivitas kejang
sebagian bergantung pada lokasi muatan yang berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah,
talamus, dankorteks serebrum kemungkinan besar bersifat apileptogenik, sedangkan lesi di
serebrum dan batang otak umumnya tidak memicu kejang. Di tingkat membran sel, sel fokus
kejangmemperlihatkan beberapa fenomena biokimiawi, termasuk yang berikut :

5
1) Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan.
2) Neuronneuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan menurun dan
apabila terpicu akan melepaskan muatan menurun secara berlebihan.
3) Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang waktu dalam
repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi asam gama-amino
butirat (GABA).
4) Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau elektrolit, yang
mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan depolarisasi
neuron.Gangguan keseimbangan ini menyebabkan peningkatan berlebihan
neurotransmitter aksitatorikatau deplesi neurotransmitter inhibitorik.
Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera setelah kejang sebagian
disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan energi akibat hiperaktivitas neuron. Selama kejang,
kebutuhan metabolik secara drastis meningkat, lepas muatan listrik sel-sel saraf motorikdapat
meningkat menjadi 1000 per detik. Aliran darah otak meningkat, demikian juga respirasidan
glikolisis jaringan. Asetilkolin muncul di cairan serebrospinalis (CSS) selama dan setelah
kejang. Asam glutamat mungkin mengalami deplesi (proses berkurangnya cairan atau darah
dalam tubuh terutama karena pendarahan; kondisi yang diakibatkan oleh kehilangan cairan
tubuh berlebihan) selama aktivitas kejang.

6
7
F. Tanda dan Gejala
a) Manifestasi klinik dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran atau gangguan pengin-
deraan
b) Kelainan gambaran EEG
c) Bagian tubuh yang kejang tergantung lokasi dan sifat fokus epileptogen
d) Dapat mengalami aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang epileptik (aura
dapat berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu, mencium bau-bauan tidak enak,
mendengar suara gemuruh,mengecap sesuatu, sakit kepala dan sebagainya)
e) Napas terlihat sesak dan jantung berdebar
f) Raut muka pucat dan badannya berlumuran keringat
g) Satu jari atau tangan yang bergetar, mulut tersentak dengan gejala sensorik
khusus atausomatosensorik seperti: mengalami sinar, bunyi, bau atau rasa yang tidak
normal seperti padakeadaan normal
h) Individu terdiam tidak bergerak atau bergerak secara automatik, dan terkadang individu
tidak ingat kejadian tersebut setelah episode epileptikus tersebut lewati) .
Di saat serangan, penyandang epilepsi terkadang juga tidak dapat berbicara secara tiba tiba
j) Kedua lengan dan tangannya kejang, serta dapat pula tungkainya menendang- menendang
k) Gigi geliginya terkancing
l) Hitam bola matanya berputar- putar
m) Terkadang keluar busa dari liang mulut dan diikuti dengan buang air kecil

Di saat serangan, penyandang epilepsi tidak dapat bicara secara tiba-tiba. Kesadaran
menghilangdan tidak mampu bereaksi terhadap rangsangan. Tidak ada respon terhadap
rangsangan baikrangsang pendengaran, penglihatan, maupun rangsang nyeri. Badan tertarik
ke segala penjuru.Kedua lengan dan tangannya kejang, sementara tungkainya menendang-
nendang. Gigi geliginy aterkancing. Hitam bola mata berputar-putar. Dari liang mulut keluar
busa. Napasnya sesak dan jantung berdebar. Raut mukanya pucat dan badannya berlumuran
keringat. Terkadang diikutidengan buang air kecil. Manifestasi tersebut dimungkinkan karena
terdapat sekelompok sel-selotak yang secara spontan, di luar kehendak, tiba-tiba melepaskan
muatan listrik. Zainal Muttaqien (2001) mengatakan keadaan tersebut bisa dikarenakan oleh
adanya perubahan, baik perubahan anatomis maupun perubahan biokimiawi pada sel-sel di

8
otak sendiri atau padalingkungan sekitar otak. Terjadinya perubahan ini dapat diakibatkan
antara lain oleh trauma fisik, benturan, memar pada otak, berkurangnya aliran darah atau zat
asam akibat penyempitan pembuluh darah atau adanya pendesakan/rangsangan oleh tumor.
Perubahan yang dialami olehsekelompok sel-sel otak yang nantinya menjadi biang keladi
terjadinya epilepsi diakibatkan oleh berbagai faktor.

G. Pemeriksaan Diagnostik
a) CT Scan dan Magnetik resonance imaging (MRI)
Untuk mendeteksi lesi pada otak, fokal abnormal, serebrovaskuler abnormal, gangguan
degeneratif serebral. Epilepsi simtomatik yang didasari oleh kerusakan jaringan otak yang
tampak jelas pada CT scan atau magnetic resonance imaging (MRI) maupun kerusakan
otak yang tak jelas tetapi dilatarbelakangi oleh masalah antenatal atau perinatal dengan
defisit neurologik yang jelas
b) Elektroensefalogram(EEG)
Untuk mengklasifikasi tipe kejang, waktu serangan
c) Kimia darah: hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.
- Mengukur kadar gula, kalsium dan natrium dalam darah
- Menilai fungsi hati dan ginjal
-Menghitung jumlah sel darah putih (jumlah yang meningkat menunjukkan adanya infeksi)
- Pungsi lumbal untuk mengetahui apakah telah terjadi infeksi otak

H. Penatalaksanaan
Manajemen Epilepsi :
a) Pastikan diagnosa epilepsi dan mengadakan explorasi etiologi dari epilepsi
b) Melakukan terapi simtomatik
c) Dalam memberikan terapi anti epilepsi yang perlu diingat sasaran pengobatan yang
dicapai,yakni:
- Pengobatan harus di berikan sampai penderita bebas serangan.
- Pengobatan hendaknya tidak mengganggu fungsi susunan syaraf pusat yang normal.
- Penderita dapat memiliki kualitas hidup yang optimal.

9
Penatalaksanaan medis ditujukan terhadap penyebab serangan. Jika penyebabnya adalah
akibat gangguan metabolisme (hipoglikemia, hipokalsemia), perbaikan gangguan metabolism
ini biasanya akan ikut menghilangkan serangan itu. Pengendalian epilepsi dengan obat
dilakukan dengan tujuan mencegah serangan. Ada empat obat yang ternyata bermanfaat untuk
ini: fenitoin (difenilhidantoin), karbamazepin, fenobarbital, danasam valproik. Kebanyakan
pasien dapat dikontrol dengan salah satu dari obat tersebut di atas.

Cara menanggulangi kejang epilepsi :


1. Selama Kejang
a) Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton yang ingin tahu
b) Mengamankan pasien di lantai jika memungkinkan
c) Hindarkan benturan kepala atau bagian tubuh lainnya dari bendar keras, tajam atau
panas.Jauhkan ia dari tempat / benda berbahaya.
d) Longgarkan bajunya. Bila mungkin, miringkan kepalanya kesamping untuk mencegahli
dahnya menutupi jalan pernapasan.
e) Biarkan kejang berlangsung. Jangan memasukkan benda keras diantara giginya, karena
dapat mengakibatkan gigi patah. Untuk mencegah gigi klien melukai lidah, dapat
diselipkan kain lunak disela mulut penderita tapi jangan sampai menutupi jalan
pernapasannya.
f) Ajarkan penderita untuk mengenali tanda-tanda awal munculnya epilepsi atau yang biasa
disebut "aura". Aura ini bisa ditandai dengan sensasi aneh seperti perasaan bingung,
melayang-layang, tidak fokus pada aktivitas, mengantuk, dan mendengar bunyi yang
melengking di telinga. Jika penderita mulai merasakan aura, maka sebaiknya berhenti
melakukan aktivitas apapun pada saatitu dan anjurkan untuk langsung beristirahat atau
tidur.
g) Bila serangan berulang-ulang dalam waktu singkat atau penyandang terluka berat, bawa
terluka berat, bawa ia ke dokter atau rumah sakit terdekat.

10
2. Setelah Kejang
a) Penderita akan bingung atau mengantuk setelah kejang terjadi.
b) Pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah aspirasi. Yakinkan bahwa jalan
napas paten.
c) Biasanya terdapat periode ekonfusi setelah kejang grand mal
d) Periode apnea pendek dapat terjadi selama atau secara tiba tiba setelah kejang
e) Pasien pada saaat bangun, harus diorientasikan terhadap lingkungan
f) Beri penderita minum untuk mengembalikan energi yg hilang selama kejang dan biarkan
penderita beristirahat.
g) Jika pasien mengalami serangan berat setelah kejang (postiktal), coba untuk menanganis
ituasi dengan pendekatan yang lembut dan member restrein yang lembut
h) Laporkan adanya serangan pada kerabat terdekatnya. Ini penting untuk pemberian pengo
batan oleh dokter.
Penanganan terhadap penyakit ini bukan saja menyangkut penanganan medikamentosa
dan perawatan belaka, namun yang lebih penting adalah bagaimana
meminimalisasikan dampak yang muncul akibat penyakit ini bagi penderita dan keluarga
maupun merubah stigma masyarakat tentang penderita epilepsi.

11
Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
a) Biodata
Nama, umur, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan, dan penanggungjawabnya.
Usia : Penyakit epilepsi dapat menyerang segala umur
Pekerjaan : Seseorang dengan pekerjaan yang sering kali menimbulkan stress dapat memicu
terjadinya epilepsi. Kebiasaan yang mempengaruhi: peminum alcohol
(alcoholic)
b) Keluhan utama
Untuk keluhan utama, pasien atau keluarga biasanya ketempat pelayanankesehatan karena
klien yang mengalami penurunan kesadaran secara tiba-tiba disertai mulut berbuih. Kadang-
kadang klien / keluarga mengeluh anaknya prestasinya tidak baik dan sering tidak mencatat.
Klien atau keluarga mengeluh anaknya atau anggota keluarganya sering berhenti mendadak
bila diajak bicara.
c) Riwayat Penyakit Sekarang:
Kejang, terjadi aura, dan tidak sadarkan diri.
d) Riwayat Penyakit Dahulu
- Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
- Cedera kepala, Infeksi sistem syaraf
- Gangguan metabolik (Hipoglikemia, Hipokalsemia, Hiponatremia)
- Tumor otak
- Kelainan pembuluh darah
- Demam
- Stroke
- Gangguan tidur
- Penggunaan obat
- Hiperventilasi
- Stress Emosional

12
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Pandangan yang mengatakan penyakit ayan merupakan penyakit keturunan memang tidak
semuanya keliru, sebab terdapat dugaan terdapat 4-8% penyandang ayan diakibatkan oleh
faktor keturunan.
f) Riwayat Psikososial
Intrapersonal : Klien merasa cemas dengan kondisi penyakit yang diderita
Interpersonal : Gangguan konsep diri dan hambatan interaksi sosial yang berhubungan dengan
penyakit epilepsi (atau “ayan” yang lebih umum di masyarakat).
g) Pemeriksaan Fisik (ROS)
1) B1 (breath) : RR biasanya meningkat (takipnea) atau dapat terjadi apnea, aspirasi
2) B2 (blood) : Terjadi takikardia, cianosis
3) B3 (brain) : penurunan kesadaran
4) B4 (bladder): oliguria atau dapat terjadi inkontinensia urine
5) B5 (bowel) : nafsu makan menurun, berat badan turun, inkontinensia alfi
6) B6 (bone) : klien terlihat lemas, dapat terjadi tremor saat menggerakkan anggota tubuh
mengeluh meriang

Analisa Data
Data Etiologi Masalah Keperawatan
DS : - Hipoksia jaringan Risiko cedera
DO : Pasien kejang (kaki
menendang-nendang,
ekstremitas atas fleksi), gigi
gigi terkumci, lidah menjulur
DS : Sesak spasme jalan napas Bersihan jalan napas tidak
DO : Apnea, sianosis efektif
DS : Terjadi aura (mendengar Hipoksia serebral Gangguan persepsi sensori
bunyi yang melengking di
telinga, bau-bauan, melihat
sesuatu), halusinasi, perasaan
bingung melayang-layang

13
DO : Penurunan respon
terhadap stimulus , terjadi
salah persepsi
DS : Klien terlihat rendah ketidakmampuan menjalin Isolasi sosial
diri saat berinteraksi dengan hubungan yang memuaskan
orang lain
DO : Menarik diri
DS : Pasien mengeluh sesak Gangguan neurologis Pola napas tidak efektif
DO : RR meningkat dan
tidak teratur
DS : Kien merasa lemas, Tirah baring Intoleransi Aktivitas
klien mengeluh cepat lelah
saat melakukan aktivitas
DO : Takikardi, takipnea
DS : Pasien menunjukkan Hipoksia Serebral Risiko perfusi serebral tidak
kelelahan, tidak banyak efektif
bergerak
DO : Penuruna kesaadaran,
penurunan kemampuan
persepsi sensori, tidak ada
reflek

2. Diagnosa Keperawatan
1) Resiko cedera berhubungan dengan Hipoksia jaringan
2) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan Spasme jalan napas
3) Isolasi sosial berhubungan dengan ketidakmampuan menjalin hubungan yang memuaskan
4) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan Gangguan neurologis
5) Intoleransi aktivitas b.d Tirah baring
6) Gangguan persepsi sensori b.d Hipoksia serebral
7) Resiko perfusi serebral tidak efektif b.d cedera kepala

14
3. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1. Resiko cedera b.d Hipoksia Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Cedera
jaringan keperawatan 2x24 jam Observasi :
risiko cedera menurun, 1. Identifikasi area
Dengan kriteria : lingkungan yang
1. Ketegangan otot berpotensi
menurun (1) menyebabkan cedera
2. Kemampuan Terapeutik :
mengidentifikasi faktor 1. Gunakan alas lantai jika
risiko/pemicu kejang bensiko mengalami
meningkat (5) cedera serius
3. Kemampuann mencegah 2. Pastikan bel panggilan
faktor risiko/pemicu atau telepon mudah
kejang meningkat (5) dijangkau
3. Pastikan barang-barang
pribadi mudah
dijangkau
4. Pertahankan posisi
tempat tidur di posisi
terendah saat digunakan
5. Pastikan roda tempat
tidur atau kursi roda
dalam kondisi terkunci
6. Tingkatkan frekuensi
observasi dan
pengawasan pasien,
sesuai kebutuhan
Edukasi :
1. Jelaskan alasan
intervensi pencegahan

15
jatuh ke pasien dan
keluarga
2. Bersihan jalan nafas tidak Setelah dilakukan tindakan Pemantauan Respirasi
efektif berhubungan dengan keperawatan 2x24 jam Observasi :
Spasme jalan napas Jalan nafas menjadi efektif, 1. Monitor frekuensi,
Dengan kriteria : irama, kedalaman dan
1. Dispnea menurun (5) upaya napas
2. Sianosi menurun (5) 2. Monitor pola napas
3. Frekuensi napas (seperti bradipnea,
membaik (5) takipnea, hiperventilasi,
4. Pola napas membaik Kussmaul, Cheyne-
(5) Stokes, Biot, ataksik)
3. Monitor adanya
sumbatan jalan napas
Terapeutik :
1. Atur interval
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil
pemantauan

Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
3. Isolasi sosial berhubungan Setelah dilakukan tindakan Promosi Sosialisasi
dengan ketidakmampuan keperawatan 2x24 jam Observasi :
menjalin hubungan yang perasaan positif meningkat, 1. Identifikasi kemampuan
memuaskan Dengan kriteria : melakukan interaksi
1. Minat interaksi dengan orang lain

16
meningkat (5) 2. Identifikasi hambatan
2. Minat terhadap aktivitas melakukan interaksi
meningkat (5) dengan orang lain
3. Perilaku menarik diri Terapeutik :
menurun (5) 1. Motivasi meningkatkan
4. Verbalisasi perasaan keterlibatan dalam suatu
berbeda dengan orang hubungan
lain menurun (5) 2. Motivasi berinteraksi di
luar lingkungan (mis.
jalan-jalan, ke toko
buku)
3. Berikan umpan balik
positif pada setiap
peningkatan kemampuan
Edukasi :
1. Anjurkan berinterakasi
dengan orang lain secara
bertahap
2. Anjurkan ikut serta
kegiatan sosial dan
kemasyarakatan
3. Anjurkan berbagi
pengalaman dengan
orang lain

4. Implementasi
Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik.
Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing
oders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan dari pelaksanaan
adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping.

17
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yan
menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya
sudah berhasil dicapai. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam
mencapai tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan mengadakan hubungan dengan klien
berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan, sehingga perawat
dapat mengambil keputusan (Nursalam, 2019 : 135).
Evaluasi dapat dibagi dua, yaitu evaluasi hasil atau formatif dilakukan setiap selesai
melaksanakan tindakan, evaluasi hasil sumatif dilakukan dengan membandingkan respons
klien pada tujuan khusus dan umum yang telah ditentukan. Problem-Intervention-Evaluation
adalah suatu singkatan masalah, intervensi dan evaluasi. Sistem pendokumentasian PIE
adalah suatau pendekatan orientasi-proses pada dokumentasi dengan penekanan pada proses
keperawatan dan diagnosa keperawatan (Nursalam, 2019 )

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang berulang akibat
lepasnyamuatan listrik otak yang berlebihan dan bersivat reversibel (Tarwoto, 2007). Epilepsi
jugamerupakan gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang
dalamserangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-
sel sarafotak, yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi (Arif, 2000).
Epilepsi dapat menyerang anak-anak, orang dewasa, para orang tua bahkan bayi yang
baru lahir.Angka kejadian epilepsi pada pria lebih tinggi dibandingkan pada wanita, yaitu 1-
3% pendudukakan menderita epilepsi seumur hidup. Di Amerika Serikat, satu di antara
100 populasi (1%) penduduk terserang epilepsi, dan kurang lebih 2,5 juta di antaranya telah
menjalani pengobatan pada lima tahun terakhir. Menurut World Health Organization (WHO)
sekira 50 juta pendudukdi seluruh dunia mengidap epilepsi.
Pengklasifikasian epilepsi atau kejang ada dua macam, yaitu epilepsi parsial dan
epilepsigrandmal. Epilepsi parsial dibedakan menjadi dua, yaitu epilepsi parsial sederhana
dan epilepsi parsial kompleks. Epilepsi grandmal meliputi epilepsi tonik, klonik, atonik, dan
myoklonik.Epilepsi tonik adalah epilepsi dimana keadaannya berlangsung secara terus-
menerus ataukontinyu. Epilepsi klonik adalah epilepsi dimana terjadi kontraksi otot yang
mengejang. Epilepsiatonik merupakan epilepsi yang tidak terjadi tegangan otot. Sedangkan
epilepsi myoklonikadalah kejang otot yang klonik dan bisa terjadi spasme kelumpuhan

B. Saran
Dalam pebuatan makalah ini penulis menyadari bahwa dalam pebuatan makalah masih
terdapat banyak kesalahan, kekurangan serta kejanggalan baik dalam penulisan maupun
dalam pengonsepan materi. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar kedepan lebih baik dan penulis berharap kepada semua pmbaca mahasiswa
khususnya, untuk lebih ditingkatkan dalam pembuatan makalah yang akan datang.

19
DAFTAR PUSTAKA

Lynda Juall C. 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Penerjemah Monica
Ester, EGC, Jakarta
Marilyn E. Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerjemah Kariasa I Made, EGC,
Jakarta
Wong, Donna L.. et al. 2008. Buku Aiar Keperawatan Pediatrik Wong Volume 2. Alih bahasa
Agus Sunarta, dkk. EGC: Jakarta.
Sylvia, A. pierce.1999, Patofisologi Konsep Klinis. Proses penyakit. Jakarta : EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesi
www.pediatric.com

20

Anda mungkin juga menyukai