Anda di halaman 1dari 34

PENGARUH PENERAPAN TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK

STIMULASI PERSEPSI SESI 1-3 TERHADAP KEMAMPUAN


MENGONTROL HALUSINASI

MINI RISET
TUGAS KEPERAWATAN JIWA

Disusun Oleh:Kelompok 23

Juliana Susanti Dilak SN201152


Hariance Leunupun SN201137
Muhammad Amirul Rasyid SN201175
Arif Restu Riswanto SN201093
Tri Mustikawati SN201221
Evy Tri Susanti SN201123

PROGRAM STUDI PROFESI NERS PROGRAM PROFESI


UNIVERSITAS KUSUMA HUSADASURAKARTA
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.........................................................................................i

DAFTAR ISI......................................................................................................ii

ABSTRAK DAN RINGKASAN......................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.............................................................................1

1.2 Rumusan Masalah........................................................................3

1.3 Tujuanpenelitian ..........................................................................3

1.4 Manfaat Penelitian .......................................................................3

BAB II Landasan Teori

2.1 Halusinasi.....................................................................................4

2.1.1 Masalah Utama...................................................................4

2.1.2 Proses TerjadinyaMasalah..................................................4

2.1.3 PohonMasalah....................................................................9

2.2. TerapiAktivitasKelompok...........................................................9

2.2.1 Pengertian...........................................................................9

2.2.2. Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi.................9

2.2.3. Kegiatan Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi. 10

BAB III METODOLOGI

3.1 Desain Penelitian..........................................................................18

3.2 Populasi dan Sampel....................................................................19


3.3 TempatPenelitian..........................................................................20

3.4 Waktu Penelitian...........................................................................20

3.5 VariabelPenelitian.........................................................................20

3.6 Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data................................20

3.7 Teknik Penglahan dan Analisa Data.............................................23

1. Teknik Pengolahan..................................................................23

2. Analisa Data.............................................................................24

3.8 Etika Penelitian.............................................................................25

DAFTAR PUSTAKA

Abstrak dan Ringkasan


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan jiwa adalah seseorang yang mempunyai kemampuan untuk


menyesuaikan diri pada lingkungan, serta berintegrasi dan berinteraksi
dengan baik, tepat, dan bahagia, (Yusuf dkk, 2015).Sedangkan gangguan jiwa
merupakan sindrom atau pola perilaku yang secara klinis bermakna yang
berkaitan langsung dengan distress (penderitaan) dan menimbulkan hendaya
(disabilitas) langsung pada satu atau lebih fungsi kehidupan manusia (Keliat
dkk, 2015).
Gangguan jiwa dibagi menjadi dua yaitu gangguan jiwa berat dan
gangguan mental emosional. Salah satu gangguan jiwa berat yaitu
skizofrenia. Skizofrenia adalah suatu penyakit yang memengaruhi otak dan
menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakan, dan perilaku yang
aneh dan terganggu (Videbeck, 2011). Gangguan jiwa skizofrenia menduduki
peringkat 4 dari 10 besar penyakit yang membebankan diseluruh dunia
(Zahnia & Sumekar, 2016).
Menurut World Health Organization (2017), penderita gangguan jiwa
di dunia terdapat sekitar 21 juta terkena skizofrenia. Menurut laporan nasional
hasil Riset Kesehatan Dasar (2017), prevalensi gangguan jiwa berat, seperti
skizofrenia adalah 0,17% atau sekitar 400.000 jiwa lebih penduduk
Indonesia.Jawa Tengah merupakan salah satu propinsi dengan jumlah
penderita skizofrenia terbanyak dan menempati urutan ke lima. Jumlah
kunjungan gangguan jiwa tahun 2016 di sarana pelayanan kesehatan Provinsi
Jawa Tengah sebanyak 224.617, mengalami peningkatan dibanding tahun
2011 yang mencapai 198.387 kunjungan. Kunjungan terbanyak yaitu di
rumah sakit sebanyak 138.399 kunjungan (61,62%) (Dinas kesehatan /
Dinkes Jawa Tengah, 2016).
Salah satu gejala yang paling sering muncul pada skizofrenia adalah
munculnya halusinasi. Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana
pasien mempersepsikan sesuatu hal yang tidak terjadi (Stuart, 2016). Pasien
dengan diagnosis medis skizofrenia diperkirakan 90 % mengalami halusinasi.
Sebanyak 70% halusinasi yang dialami pasien gangguan jiwa adalah
halusinasi pendengaran, 20% mengalami halusinasi penglihatan dan 10%
adalah halusinasi penghidu, pengecapan dan perabaan (Wahyu & Ina, 2010).
Gangguan persepsi sensori (Halusinasi) jika tidak ditangani dengan
baik akan mengakibatkan terjadinya risiko mencederai diri, orang lain dan
lingkungan, ini diakibatkan karena pasien berada di bawah gangguan persepsi
yang dialaminya yang meminta dia untuk melakukan sesuatu hal diluar
kesadarannya (Prabowo, 2014). Penatalaksanaan keperawatan pasien
gangguan jiwa untuk mengatasi halusinasi salah satunya yaitu terapi aktivitas
kelompok.
Kemampuan pasien dalam mengontrol halusinasi bisa kendalikan
dengan terapi aktifitas kelompok stimulasi persepsi halusinasi. Terapi
aktivitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah pasien dilatih
mempersepsikan stimulus yang disediakan atau stimulus yang pernah dialami.
Kemampuan persepsi pasien dievaluasi dan ditingkatkan pada tiap sesi.
Dengan proses ini diharapkan respons pasien terhadap berbagai stimulus
dalam kehidupan menjadi adaptif (Sustrami& Sundari, 2014). Hasil penelitian
Hawala (2016) , di RSJ Menur Surabaya dengan 10 responden, kemampuan
pasien mengontrol halusinasi didapatkan hasil bahwa pasien mampu
mengontrol halusinasi sebanyak 8 orang (88,9%) dan yang tidak mampu
sebanyak 1 orang (11,1%).
Dari pemaparan diatas dapat dijadikan suatu masalah bahwa
halusinasi pada pasien menyebabkan mereka mengalami gangguan, salah
satunya persepsi, akibatnya dapat mencelakai diri sendiri maupun orang lain,
sehingga pasien membutuhkan terapi dan pelayanan khusus yang diberikan di
pelayanan kesehatan, khususnya rumah sakit jiwa. Mengingat jumlah kasus
halusinasi meningkat, maka diperlukan intervensi yang diberikan secara
optimal pada pasien halusinasi untuk mengontrol halusinasinya. Berdasarkan
hal tersebut maka penulis tertarik untuk mengetahui lebih rinci tentang
penerapan terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi sesi 1-3 pada pasien
gangguan jiwa halusinasi.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 HALUSINASI
2.1.1MASALAH UTAMA
Gangguan persepsi sensori : halusinasi
2.1.2PROSES TERJADINYA MASALAH
1. Definisi
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa pada individu yang
ditandai dengan perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu
berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penciuman. Pasien
merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada (Keliat & Akemat, 2016).
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien
memberikan persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek
atau rangsangan yang nyata (Farida, 2010).
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang
salah (Stuart, 2016). Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh
para ahli mengenai halusinasi di atas, maka penulis mengambil
kesimpulan bahwa halusinasi adalah persepsi klien melalui panca
indera terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang
nyata.
2. Tanda dan gejala
Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering
didapatkan duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu arah
tertentu, tersenyum atau berbicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau
menyerang orang lain, gelisah, melakukan gerakan seperti sedang
menikmati sesuatu. Juga keterangan dari pasien sendiri tentang
halusinasi yang dialaminya (apa yang dilihat, didengar atau dirasakan)
(Direja, 2011).
Bicara, senyum, tertawa sendiri

a. Mengatakan mendengarkan suara, melihat, mengecap, menghirup


(mencium) dan merasa suatu yang tidak nyata.
b. Merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungannya.
c. Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan tidak nyata
d. Tidak dapat memusatkan perhatian atau konsentrasi
e. Sikap curiga dan saling bermusuhan
f. Pembicaraan kacau kadang tak masuk akal
g. Menarik diri menghindar dari orang lain
h. Sulit membuat keputusan
i. Ketakutan
j. Tidak mau melaksanakan asuhan mandiri: mandi, sikat gigi, ganti
pakaian, berhias yang rapi.
k. Mudah tersinggung, jengkel, marah.
l. Menyalahkan diri atau orang lain
m. Muka marah kadang pucat
n. Ekspresi wajah tegang
o. Tekanan darah meningkat
p. Nafas terengah-engah
q. Nadi cepat
r. Banyak keringat.

4. Jenis Halusinasi

Stuart dan Laraia (2013) membagi halusinasi menjadi 5 jenis


halusinasi yang meliputi : halusinasi pendengaran (auditory), halusinasi
penglihatan (visual), halusinasi pengecapan (gustatory), halusinasi
perabaan (tactile), halusinasi penghidung (olfactory).

1) Halusinasi Pendengaran
Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara-suara atau
kebisingan, paling sering suara orang, suara berbentuk kebisingan
yang kurang keras sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien,
bahkan sampai percakapan lengkap antara dua orang atau lebih.
2) Halusinasi Penglihatan
Halusinasi penglihatan adalah stimulus dalam bentuk kelihatan
cahaya, gambaran geometris, gambaran kartun, bayangan yang rumit
dan kompleks. Bayangan bisa menyenangkan atau menakutkan seperti
melihat monster.
3) Halusinasi Penghidung
Halusinasi penghiduan adalah menghirup bau-bauan tertentu seperti
bau darah, bau urin, atau bau feses, umumnya bau-bauan yang tidak
menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat dari stroke, tumor,
kejang atau dimensia.
4) Halusinasi Pengecapan
Halusinasi pengecapan adalah merasa mengecap sesuatu seperti darah,
urin atau feses.
5) Halusinasi Perabaan
Halusinasi perabaan adalah mengalami nyeri atau tidak nyamanan
tanpa stimulus yang jelas.
3. Penyebab terjadinya masalah
Halusinasi dipengaruhi oleh faktor (Stuart dan Laraia, 2013), dibawah ini
antara lain :
a. Faktor Predisposisi
1) Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan
respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini
ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
a) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang
lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal,
temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
b) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter
yang berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor
dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
c) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada
anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan
pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagiandepan dan
atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak
tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
2) Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi
respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan
yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah
penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
3) Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan,
bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
b. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan
setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan
tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu
terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan
kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2016).
Menurut Stuart& Laira (2016), faktor presipitasi terjadinya
gangguan halusinasi adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu
masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk
secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk
diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap
stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam
menanggapi stressor.

4. Akibat terjadinya masalah


Adanya gangguan persepsi sensori halusinasi dapat beresiko
mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Keliat, B.A, 2016).
Menurut Townsend, M.C suatu keadaan dimana seseorang melakukan
sesuatu tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik pada
diri sendiri maupun orang lain.
Seseorang yang dapat beresiko melakukan tindakan kekerasan pada diri
sendiri dan orang lain dapat menunjukkan perilaku :
Data subjektif :
a. Mengungkapkan mendengar atau melihat objek yang mengancam
b. Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir

Data objektif :
a. Wajah tegang, merah
b. Mondar-mandir
c. Mata melotot rahang mengatup
d. Tangan mengepal
e. Keluar keringat banyak
f. Mata merah
2.1.3 POHON MASALAH

Resiko mencederai diri,

orang lain dan lingkungan


Core
Gangguan persepsi sensori :
Problem Halusinasi

Akibat

Cause
Isolas sosial Menarik diri

Gambar Pohon Masalah (Keliat, B.A, 2016)

2.2 Terapi Aktivitas Kelompok


2.2.1Pengertian
Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) adalah manual, rekreasi, dan teknik
kreatif untuk memfasilitasi pengalaman seseorang serta meningkatkan respon
sosial dan harga diri. Terapi aktivitas kelompok merupakan salah satu terapi
modalitas yang dilakukan perawat kepada sekelompok pasien yang
mempunyai masalah keperawatan yang sama. Terapi aktivitas kelompok
dibagi sesuai dengan kebutuhan yaitu, stimulasi persepsi, sensori, orientasi
realita, sosialisasi dan penyaluran energi (Keliat & Akemat, 2016).
2.2.2Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi
Terapi aktivitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah terapi yang
menggunakan aktivitas mempersepsikan berbagai stimulasi yang terkait
dengan pengalaman dengan kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok.
Tujuan dari terapi ini untuk membantu pasien yang mengalami kemunduran
orientasi, menstimuli persepsi dalam upaya memotivasi proses berfikir dan
afektif serta mengurangi perilaku maladaptif (Sutejo, 2017). Hasil diskusi
kelompok dapat berupa kesepakatan persepsi atau alternatif penyelesaian
masalah.
2.2.3Kegiatan Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi
1. Tujuan
a. Tujuan Umum
Pasien dapat meningkatkan kemampuan diri dalam mengontrol
halusinasi dalam kelompok secara bertahap.
b. Tujuan Khusus
1) Pasien dapat mengenal halusinasi.
2) Pasien dapat mengontrol halusinasi dengan menghardik.
3) Pasien dapat mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan.
4) Pasien dapat mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap.
5) Pasien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
2. Kriteria Anggota Kelompok
Menurut Sustrami dan Sundari (2014), kriteria anggota kelompok
yang sesuai yaitu :
a. Pasien yang mengalami halusinasi pendengaran.
b. Pasien halusinasi pendengaran yang sudah terkontrol.
c. Pasien yang dapat diajak kerjasama

Pada penelitian Hawala (2016), anggota dalam kelompok Terapi


Aktivitas Kelompok sebanyak 10 responden.

3. Proses Seleksi
a. Berdasarkan observasi dan wawancara.
b. Menindak lanjuti asuhan keperawatan.
c. Informasi dan keterangan dari pasien sendiri dan perawat.
d. Penyelesian masalah berdasarkan masalah keperawatan
e. Pasien cukup kooperatif dan dapat memahami pertanyaan yang
diberikan.
f. Mengadakan kontrak dengan pasien.
4. Waktu dan Tempat
Mengenai pelaksanaan hari, tanggal, waktu tempat, dan nama anggota
kelompok
5. Media dan Alat
a. Boardmarker/ spidol
b. Whiteboard/ papan tulis
c. Kertas
d. Bolpoin
6. Metode
a. Diskusi
b. Bermain peran
7. Susunan Pelaksana
Berikut peran perawat dan uraian tugas dalam terapi aktivitas kelompok
menurut Sutejo (2017) adalah sebagai berikut :
a. Leader
b. Co-leader
c. Fasilitator
d. Observer
8. Uraian Tugas
a. Leader
1) Membacakan tujuan dan peraturan kegiatan terapi aktifitas
kelompok sebelum kegiatan dimulai.
2) Memberikan memotivasi anggota untuk aktif dalam kelompok dan
memperkenalkan dirinya.
3) Mampu memimpin terapi aktifitas kelompok dengan baik dan
tertib.
4) Menetralisir bila ada masalah yang timbul dalam kelompok.
5) Menjelaskan permainan.
b. Co-Leader
1) Menyampaikan informasi dari fasilitatorke leader tentang aktifitas
pasien.
2) Membantuleader dalam memimpin permainan.
3) Mengingatkan leader jika kegiatan menyimpang.
4) Memberikan reward bagi kelompok yang menyelesaikan perintah
dengan cepat.
5) Memberikan punishment bagi kelompok yang kalah.
c. Fasilitator
1) Memfasilitasi pasien yang kurang aktif.
2) Memberikan stimulus pada anggota kelompok.
3) Berperan sebagai role play bagi pasien selama kegiatan
d. Observer
1) Mengobservasi dan mencatat jalannya proses kegiatan.
2) Mencatat perilaku verbal dan non verbal pasien selama kegiatan
berlangsung.
3) Mencatat peserta yang aktif dan pasif dalam kelompok.
4) Mencatat jika ada peserta yang drop out dan alasan drop out.
e. Setting Tempat

L CL O

P
P

F F

P
P

F P F
Keterangan :
L : Leader F : Fasilitator
CL : Co-Leader O :Observer
P :Pasien

Gambar 2.1 Setting Tempat TAK

Sumber : Sutejo (2017)


f. Sesi TAK Stimulasi Persepsi menurut Wahyu dan Ina (2010) adalah :
1) Sesi I : Mengenal halusinasi
2) Sesi II : Mengontrol halusinasi dengan teknik menghardik
3) Sesi III : Mengontrol halusinasi dengan membuat jadwal kegiatan
4) Sesi IV : Mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap
5) Sesi V : Mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat
g. Tahap TAK stimulasi persepsi halusinasi pendengaran menurut Keliat
dan Akemat (2016) adalah sebagai berikut :
1) Tahap Persiapan
a) Memilih pasien sesuai dengan kriteria melalui proses seleksi,
yaitu pasien dengan gangguan sensori persepsi halusinasi
pendengaran.
b) Membuat kontrak dengan pasien.
c) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
2) Tahap Orientasi
a) Salam terapeutik
1) Salam dari perawat kepada pasien.
2) Perkenalkan nama dan panggilan perawat (pakai papan
nama).
3) Menanyakan nama dan panggilan semua pasien (beri papan
nama).
b) Evaluasi/validasi
Menanyakan perasaan pasien saat ini.
c) Kontrak
1) Perawat menjelaskan tujuan kegiatan yang akan
dilaksanakan, yaitu mengenal suara-suara yang didengar.
Jika pasien sudah terbiasa menggunakan istilah halusinasi,
gunakan kata “halusinasi”.
2) Perawat menjelaskan aturan main berikut.
a) Jika ada pasien yang ingin meninggalkan kelompok,
harus minta izin kepada perawat.
b) Lama kegiatan 45 menit.
c) Setiap pasien mengikuti kegiatan dari awal sampai
selesai.
3) Tahap Kerja
a) Sesi I : mengenal halusinasi.
1) Perawat menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan, yaitu
mengenal suara-suara yang didengar tentang isinya, waktu
terjadinya, situasi terjadinya, dan perasaan pasien pada saat
terjadi.
2) Perawat meminta pasien untuk menceritakan tentang
halusinasinya, mulai dari pasien yang ada di sebelah kanan
perawat secara berurutan berlawanan jarum jam sampai
semua pasien mendapat giliran. Hasilnya ditulis di
whiteboard.
3) Beri pujian pada pasien yang melakukan dengan baik.
4) Simpulkan isi, waktu terjadi, situasi terjadi, dan perasaan
pasien dari suara yang biasa didengar.

b) Sesi II : mengontrol halusinasi dengan teknik menghardik.


1) Perawat menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan, yaitu
cara pertama mengontrol halusinasi dengan teknik
menghardik
2) Perawat meminta pasien untuk menyebutkan cara yang
selama ini digunakan untuk mengatasi halusinasinya,
menyebutkan efektivitas cara, mulai dari pasien yang ada di
sebelah kanan perawat secara berurutan berlawanan jarum
jam sampai semua pasien mendapat giliran. Hasilnya ditulis
di whiteboard.
3) Perawat menjelaskan dan memperagakan cara mengontrol
halusinasi dengan teknik menghardik yaitu kedua tangan
menutup telinga dan berkata “Diamlah suara-suara palsu,
aku tidak mau dengar lagi”.
4) Perawat meminta pasien untuk memperagakan teknik
menghardik, mulai dari pasien yang ada di sebelah kanan
perawat sampai semua pasien mendapat giliran.
5) Beri pujian setiap kali pasien selesai memperagakan.
c) Sesi III : mengontrol halusinasi dengan membuat jadwal
kegiatan.
1) Perawat menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan, yaitu
cara kedua mengontrol halusinasi dengan membuat jadwal
kegiatan. Jelaskan bahwa dengan melakukan kegiatan yang
teratur akan mencegah munculnya halusinasi.
2) Perawat meminta pasien menyampaikan kegiatan yang
biasa dilakukan sehari-hari, dan tulis di whiteboard.
3) Perawat membagikan formulir jadwal kegiatan harian.
Perawat menulis formulir yang sama di whiteboard
4) Perawat membimbing satu persatu pasien untuk membuat
jadwal kegiatan harian, dari bangun pagi sampai tidur
malam. Pasien menggunakan formulir, perawat
menggunakan whiteboard.
5) Perawat melatih pasien memperagakan kegiatan yang telah
disusun.
6) Perawat meminta pasien untuk membacakan jadwal yang
telah disusun. Berikan pujian dan tepuk tangan bersama
untuk pasien yang sudah selesai membuat jadwal dan
membacakan jadwal yang telah dibuat.
7) Perawat meminta komitmen masing-masing pasien untuk
melaksanakan jadwal kegiatan yang telah disusun dan
memberi tanda M kalau dilaksanakan, tetapi diingatkan
terlebih dahulu oleh perawat, dan T kalau tidak
dilaksanakan.
d) Sesi IV : mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap.
1) Perawat menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan, yaitu
cara ketiga mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap.
Jelaskan bahwa pentingnya bercakap-cakap dengan orang
lain untuk mencegah halusinasi.
2) Perawat meminta tiap pasien menyebutkan orang yang biasa
dan bisa diajak bercakap-cakap.
3) Perawat meminta pasien menyebutkan pokok pembicaraan
yang biasa dan bisa dilakukan
4) Perawat memperagakan cara bercakap-cakap jika halusinasi
muncul “Suster, ada suara di telinga, saya mau ngobrol saja
dengan suster” atau “Suster saya mau ngobrol tentang
kegiatan harian saya”.
5) Perawat meminta pasien untuk memperagakan percakapan
dengan orang disebelahnya.
6) Berikan pujian atas keberhasilan pasien.
7) Ulangi (5) dan (6) sampai semua mendapat giliran.
e) Sesi V : mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat.
1) Perawat menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan, yaitu
cara terakhir mengontrol halusinasi dengan patuh minum
obat. Jelaskan bahwa pentingnya patuh minum obat yaitu
mencegah kambuh karena obat memberi perasaan tenang,
dan memperlambat kambuh.
2) Perawat menjelaskan kerugian tidak patuh minum obat,
yaitu penyebab kambuh.
3) Perawat meminta pasien menyampaikan obat yang diminum
dan waktu meminumnya. Buat daftar di whiteboard.
4) Perawat menjelaskan lima benar minum obat, yaitu benar
obat, benar waktu, benar pasien, benar cara, benar dosis.
5) Minta pasien untuk menyebutkan lima benar cara minum
obat, secara bergiliran.
6) Berikan pujian pada paisen yang benar
7) Mendiskusikan perasaan pasien setelah teratur minum obat
(catat di whiteboard).
8) Menjelaskan keuntungan patuh minum obat, yaitu salah
salah satu cara mencegah halusinasi atau kambuh.
9) Menjelaskan akibat / kerugian tidak patuh minum obat,
yaitu kejadian halusinasi atau kambuh.
10) Minta pasien menyebutkan kembali keuntungan patuh
minum obat dan kerugian tidak patuh minum obat.
11) Memberi pujian tiap kali pasien benar
4) Tahap Terminasi
a) Evaluasi
1) Perawat menanyakan perasaan pasien setelah mengikuti
TAK.
2) Perawat menanyakan jumlah cara mengontrol halusinasi
yang selama ini dipelajari.
3) Perawat memberikan pujian atas keberhasilan pasien.
b) Tindak lanjut
Menganjurkan pasien menggunakan empat cara mengontrol
halusinasi.
c) Kontrak yang akan datang
1) Perawat mengakhiri sesi TAK stimulasi persepsi untuk
mengontrol halusinasi
2) Buat kesepakatan baru untuk TAK yang lain sesuai indikasi
pasien.
d) Evaluasi dan Dokumentasi
Evaluasi dilakukan saat TAK berlangsung, khususnya pada
tahap kerja. Formulir evaluasi atau lembar observasi pada TAK
sesuai sesi yang dilakukan

BAB III
METODOLOGI

3.1 Desain Penelitian

Jenis penelitian ini yaitu penelitian kuantitatif, dengan quasi


experiment yaitu suatu penelitian yang mengujicoba intervensi pada
sekelompok subjek dengan atau tanpa kelompok perbandingan namun tidak
dilakukan randomisasi untuk memasukan subjek ke dalam kelompok
perlakuan atau kontrol (Dharma, 2011). Pada desain ini, peneliti hanya
melakukan intervensi pada satu kelompok tanpa kelompok pembanding
dimana observasi dilakukan sebanyak 2 kali yaitu di sebelum dan sesudah
diberkan intervensi (Sugiyono, 2011).
Dibawah ini skema desain pre and post test without contol grup
(Dharma, 2011)

R ----------> O1 ----------> X1 ----------> O2

Gambar 6. Rancangan Penelitian

Keterangan :
R : Responden penelitian semua mendapat perlakuan
O1 : pre test pada kelompok perlakuan
O2 : post test pada kelompok perlakuan
X1 : Uji coba intervensi pada kelompok perlakuan sesuai protokol
3.2 Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek / subjek


yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh
peneliti untuk mempelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,
2016). Populasi dalam penelitian ini adalah pasien halusinasi pendengaran
yang ada di ruang X di Rumah Pelayanan Sosial Distabilitas Mental
(RPSDM) Esti Tomo Wonogiri tempat kelompok 23 praktik klinik.
3.2.2 Sampel

Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh


populasi (Notoatmodjo, 2010). Metode pengambilan sampel dalam
penelitian ini adalah purposive sampling. Sampel pada penelitian ini adalah
10 responden penerima manfaat (PM) dengan halusinasi yang di ruang X di
RPSDM Esti Tomo Wonogiri tempat kelompok 23 praktik pada tanggal 22 –
6 Maret 2021 (praktek luring) yang harus memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi sebagai berikut:
a. Kriteria inklusi ialah karakteristik umum dari subyek peneliti dari suatu
populasi target yang layak untuk diteliti (Setiadi, 2013). Adapun
kriterianya adalah:
1) Pasien dengan halusinasi pendengaran
2) pasien memiliki kemampuan verbal baik
3) Pasien yang kooperatif
4) Bersedia untuk diteliti
b. Kriteria Ekslusi
Kriteria ekslusi ialah menghilangkan atau mengeluarkan subyek yang
memenuhi kriteria inklusi (Setiadi, 2013). Adapun yang termasuk kriteria
eksklusi adalah:
1) Pasien yang dipulangkan sebelum diambil data penelitian
2) Pasien yang tidak dapat mengendalikan emosi / amuk (tidak
kooperatif)
3) Pasien dalam keadaan bingung

3.3 Tempat Penelitian


Penelitian ini dilakukan di ruang X di RPSDM Esti Tomo Wonogiri tempat
kelompok 23 untuk praktik lapangan.
3.4 Waktu Penelitian
Waktu Penelitian dilakukan pada tanggal 22 – 6 Maret 2021. Proses
penelitian terdiri yang terdiri dari tiga tahap yaitu, penyusunan proposal,
pengumpulan data, dan pelaporan hasil penelitian
3.5 Variabel Penelitian
1. Variabel bebas
Variabel bebas adalah variabel yang keberadaannya menyebabkan
perubahan pada variabel lainnya atau variabel yang dapat mempengaruhi
(Dharma, 2011). Variabel bebas pada penelitian ini adalah terapi aktivitas
kelompok (TAK): Stimulasi persepsi
2. Variabel terikat
Variabel terikat adalah variabel yang akan berubah jika dipengaruhi
atau menjadi akibat dari variabel bebas (Dharma, 2011). Variabel terikat
dalam penelitian ini adalah halusinasi pendengaran
3.6 Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data
a. Instrumen
Lembar observasi ini sesuai yang tercantum dalam buku Keliat dan
Akemat (2016), yaitu observasi mengenai hasil tindakan penerapan TAK
stimulasi persepsi pasien halusinasi sesuai 5 sesi. Cara penilaian dengan
memberi centang (√) pada kolom jika pasien dapat melakukan dengan
benar dan (X) jika tidak melakukan.
b. Prosedur Pengumpulan Data
Proses pengumpulan data melalui beberapa tahapan yaitu:
1. Tahap Persiapan
Penulis menyusun proposal mini riset kemudian dikonsulkan pada
pembimbing klinik kelompok 23.

2. Tahap Pelaksanaan
a. Peneliti memakai Alat Perlindungan Diri (APD) berupa baju
gown, Masker, dan face shield.
b. Peneliti memperkenalkan diri, menjelaskan maksud dan tujuan
penelitian kepada klien
c. Peneliti memilih responden sesuai criteria inklusi. Sebelum
penelitian, peneliti terlebih dahulu melakukan pendekatan kepada
pasien, menjelaskan tujuan yang akan dilakukannya mengecek
instrumen penunjang seperti lembar kuesioner
d. Peneliti memberikan lembar persetujuan (informed concent) pada
calon responden yang tidak mengalami gangguan interpretasi
warna dan bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian
e. Peneliti melakukan proses pengambilan data ke responden
penelitian dengan mengisi data secara langsung. Proses
pengumpulan data peneliti melakukan observasi tentang
kemampuan mengontrol halusinasi, yaitu mengenal halusinasi,
selanjutnya pasien akan diberikan TAK: Stimulasi Persepsi Sesi I,
setelah diberikan TAK pasien diobservasi lagi mengenai
kemampuan pasien dalam hal mengenal halusinasi, jika dari hasil
observasi ada pasien yang belum mampu mengenal halusinasi
maka responden tersebut akan dilatih oleh peneliti sampai dapat
mengenal halusinasi sesuai kontrak dengan responden, agar
responden tersebut dapat mengikuti sesi selanjutnya. Sebelum
masuk ke sesi II pasien akan diobservasi mengenai kemampuan
mengontrol halusinasi yaitu menghardik, selanjutnya pasien
diberikan TAK: Stimulasi Persepsi Sesi II, setelah diberikan TAK
pasien diobservasi kembali mengenai kemampuan mengontrol
halusinasi yaitu menghardik. Dari hasil observasi jika ada pasien
yang belum mampu menghardik maka responden tersebut akan
dilatih oleh peneliti sampai dapat menghardik halusinasi sesuai
kontrak dengan responden, agar responden tersebut dapat
mengikuti sesi selanjutnya. Sebelum masuk ke sesi III pasien
akan diobservasi mengenai kemampuan mengontrol halusinasi
yaitu mencegah halusinasi dengan melakukan kegiatan,
selanjutnya pasien diberikan TAK: Stimulasi Persepsi Sesi III.
Setelah diberikan TAK pasien diobservasi kembali mengenai
kemampuan mengontrol halusinasi yaitu mencegah halusinasi
dengan melakukan kegiatan. Pelaksanaan TAK dilakukan dalam 1
kali pertemuan.
f. Peneliti mengucapkan terimakasih kepada responden atas
keterlibatannya dalam penelitian
g. Kemudian data yang telah terkumpul diolah menggunakan SPSS
16.0
3.7 Teknik Pengolahan dan Analisa Data
1. Teknik Pengolahan
Menurut Notoatmodjo (2014), teknik pengolaahan data dibagi menjadi:
a. Editing
Hasil pengamatan dari lapangan harus dilakukan penyuntingan
(editing) terlebih dahulu. Editing merupakan kegiatan untuk
pengecekan dan perbaikan isian formulir atau kuisioner. Pada penelitian
ini editing dilakukan dengan pengecekan data dengan melihat apakah
lembar observasi terisi semua.
b. Coding
Sesudah pengeditan/penyuntingan kuisioner, selanjutnya
dilakukan pengkodean atau “coding” yakni mengubah data berbentuk
kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan. Coding atau
pemberian kode ini sangat berguna dalam memasukan data (data entry).
Sesudah dilakukan editing data dimasukkan ke dalam spss kemudian
data tersebut dirubah dengan pengkodean masing – masing item. Dalam
penelitian ini Dalam penelitian ini karakteristik pasien halusinasi usia
20-30 tahun dengan kode angka 1, usia 31-40 tahun dengan kode angka
2, usia 41-50 tahun dengan kode angka 3, usia 51-60 tahun dengan kode
angka 4, usia > 60 tahun dengan kode angka 5. Untuk karakteristik jenis
kelamin laki – laki kode 1 dan perempuan kode 2. Untuk karakteristik
riwayat dirawat diberikan kode 1 dan tidak ada riwayat dirawat
diberikan kode 0. Untuk karakteristik melakukan SP yaitu SP I dengan
kode 1, SP II kode 2 dan SP III dengan kode 3.
c. Entry Data
Data yang telah terkumpul kemudian dimasukan dalam program
analisis dengan menggunakan perangkat computer.
d. Tabulating
Mengelompokan data-data kategorik untuk keperluan analisis statistik.
e. Cleaning
Merupakan kegiatan pengecekan data yang sudah dimasukan untuk
diperiksa ada tidaknya kesalahan
2. Analisa Data
a. Analisa Univariat
Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan karakteristik
variabel penelitian. Data yang ada dalam kuisioner disajikan dalam
bentuk distribusi frekuensi dan presentase dari tiap variabel
(Notoatmodjo, 2014). Analisa univariat dalam penelitian ini meliputi
usia, jenis kelamin, riwayat dirawat dan melakukan strategi pelaksana
(SP).
Karakteristik reponden dalam penelitian ini yaitu: usia, jenis
kelamin, riwayat dirawat dan melakukan strategi pelaksana (SP)
berbentuk kategorik yang dianalisis menggunakan analisa proporsi
dan dituangkan dalam bentuk tabel frekuensi dan prosentase.
b. Analisa Bivariat
Analisa bivariat digunakan untuk menganalisis dua variabel,
dan bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya suatu hubungan
dan pengaruh antara variabel satu dengan veriabel yang lainnya
(Donsu, 2016). Analisa bivariat digunakan untuk menguji pengaruh
dari Terapi Aktivitas Keompok(TAK): stimulasi persepsipada pasien
gangguan jiwa halusinasi.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan 1 kelompok
perlakuan tanpa kelompok pembanding dan jenis data yang digunakan
adalah data dengan skala rasio maka data diuji normalitas dengan
kolmogorov smirnov jika data terdistribusi normal maka menggunakan
paired t-test sedangkan jika data tidak terdistribusi normal maka
menggunakan uji wilcoxon, uji ini digunakan untuk menguji beda
mean peringkat dari 2 hasil pengukuran pada kelompok yang sama.
Dalam penelitian ini menggunakan tingkat kepercayaan dan tingkat
signifikansi (α)=0,05, yaitu:
1) Apabila p-value> 0,05 maka Hₒ diterima Hₐ ditolak yang berarti
tidak ada pengaruh Terapi Aktivitas Keompok(TAK): stimulasi
persepsi pada pasien gangguan jiwa halusinasi.
2) Apabila p-value< 0,05 maka Hₒ ditolak Hₐ diterima yang berarti
ada pengaruh Terapi Aktivitas Keompok(TAK): stimulasi
persepsipada pasien gangguan jiwa halusinasi.
3.8 Etika Penelitian
Penelitian keperawatan pada umumnya melibatkan manusia sebagai
subyek penelitian. Penelitian mempunyai resiko ketidaknyamanan atau cedera
pada subyek mulai dari resiko ringan sampai dengan berat. Manusia sebagai
subyek penelitian adalah makhluk yang holistik, merupakan integrasi aspek
fisik, psikologis, sosial dan spiritual yang tidak bias dipisahkan. Masalah yang
terjadi pada salah satu aspek yang lain sehingga penelitian keperawatan harus
dilandasi dengan etika penelitian yang memberikan jaminan bahwa keuntungan
yang di dapat dari penelitian jauh melebihi efek samping yang ditimbulkan
(Dharma, 2011). Prinsip etika penelitian dibidang kesehatan dan hukum secara
umum mempunyai tiga prinsip, yaitu (Kemenkes, 2017):
1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for persons)
Bentuk penghormatan terhadap harkat martabat manusia sebagai
pribadi (personal) yang memiliki kebebasan berkehendak atau memilih
dan sekaligus bertanggung jawab secara pribadi terhadap keputusannya
sendiri.
Prinsip ini bertujuan untuk menghormati otonomi, yang
mempersyaratkan bahwa manusia yang mampu memahami pilihan
pribadinya untuk mengambil keputusan mandiri (self-determination), dan
melindungi manusia yang otonominya terganggu atau kurang.
Mempersyaratkan bahwa manusia dapat bergantung (dependent)
atau rentan (vulnerable) perlu diberikan perlindungan terhadap kerugian
atau penyalahgunaan (harm and abuse). Dalam penelitian ini calon
responden diberikan lembar informed concent sebagai bukti jika calon
responden setuju menjadi responden penelitian tanpa adanya suatu
paksaan.
2. Berbuat Baik (Beneficience)
Prinsip berbuat baik menyangkut kewajiban membantu orang lain
dilakukan dengan mengupayakan manfaat maksimal dengan kerugian yang
minimal. Subjek manusia diikutsertakan dalam penelitian kesehatan
dimaksudkan untuk membantu tercapainya suatu tujuan penelitian
kesehatan yang sesuai untuk diaplikasikan pada manusia.
Prinsip etik berbuat baik mempersyaratkan bahwa:
1) Risiko penelitian harus wajar (reasonable) dibanding manfaat yang
diharapkan
2) Desain penelitian harus memenuhi persyarataan ilmiah
(scientificallysound)
3) Para peneliti mampu melaksanakan penelitian sekaligus mampu
menjaga kesejahteraan subjek penelitian
4) Prinsip do no harm (non-maleficent-tidak merugikan) yang menentang
segala tindakan dengan sengaja merugikan subjek penelitian.
Dalam penelitian ini, peneliti membimbing responden selama
proses penelitian berlangsung.
a. Tidak Merugikan (Non Maleficience)
Prinsip tidak merugikan adalah jika tidak dapat melakukan hal
yang bermanfaat, maka sebaiknya jangan merugikan orang lain. Prinsip
ini bertujuan agar subjek penelitian tidak diperlakukan sebagai sarana
dan memberikan perlindungan terhadap tindakan penyalahgunaan.
Dalam penelitian ini data responden yang menjadi obyek
penelitian tidak akan di sebarluaskan, peneliti hanya menggunakan
nama inisial
b. Keadilan (Justice)
Prinsip etik pengadilan mengacu pada kewajiaban etik untuk
memperlakukan setiap orang (sebagai pribadi yang otonom) sama
dengan moral yang benar dan layak dalam memperoleh haknya. Prinsip
etik keadilan terutama menyangkut keadilan yang merata (distributive
justice) yang mempersyaratkan pembagian seimbang (equitable), dalam
hal beban dan manfaat yang diperoleh subjek dari keikutsertaan dalam
penelitian. Ini dilakukan dengan memperhatikan distribusi usia dan
gender, status ekonomi, budaya dan pertimbangan etnik. Perbedaan
dalam distribusi beban dan manfaat hanya dapat dibenarkan jika
didasarkan pada perbedaan yang relevan secara moral antara orang-
orang yang diikutsertakan. Salah satu perbedaan perlakuan tersebut
adalah kerentanan (vulnerability). Kerentanan adalah ketidakmampuan
menentukan pilihan untuk memperoleh pelayanan atau keperluan lain
yang mahal, atau karena tergolong yang muda atau berkedudukan
rendah pada hirarki kelompoknya. Untuk itu, diperlukan ketentuan
khusus untuk melindungi hak dan kesejahteraan subjek yang rentan.
Dalam penelitian ini semua responden diukur dengan skala pengukuran
yang sama.
DAFTAR PUSTAKA

Dermawan, D., Rusdi. (2013). Keperawatan Jiwa; Konsep dan Kerangka Kerja

Asuhan Keperawatan Jiwa. Gosyen Publishing:Yogyakarta

Dharma, Kelana Kusuma. (2011). Metodologi penelitian keperawatan panduan

melaksanakan dan menerapkan hasil penelitian. Trans Info Media :

Jakarta.

Direja, A.H.S. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa,Edisi 1. Yogyakarta :

Nuha Medika

Halawa, Aristina. (2016). Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok: Stimulasi

Persepsi Sesi 1-2 Terhadap Kemampuan Mengontrol Halusinasi

Pendengaran Pada Pasien Skizofrenia Di Ruang Flamboyan Rumah Sakit

Jiwa Menur Surabaya. Jurnal Keperawatan, Vol 6.

Kemenkes, RI. (2017). Pedoman dan standar etik penelitian dan pengembangan

kesehatan nasional. Diakses pada 7 Januari 2021 (online)

https://keppkn.kemkes.go.id.

Keliat, B.A., dkk. (2011). Manajemen Keperawatan Psikososial dan Kader

Kesehatan Jiwa: CMHN (Intermediate Course). EGC: Jakarta.


Keliat, B.A., Akemat, Novy H., Heni N. (2015). Keperawatan Kesehatan Jiwa

Komunitas : CMHN (Basic Course). Jakarta: EGC.

Keliat, B.A., Akemat. (2016). Keperawatan Jiwa: Terapi Aktivitas Kelompok.

Jakarta: EGC.

Notoatmodjo S. (2010). Pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Prabowo,E. (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Nuha Medika:
Yogyakarta.

Purwanto, T. (2015). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Stuart, G. W and Laraia, 2013, Principle and Practice and Practice of


Psychiatric Nursing, The Mosby Year Book, St. Louis

Stuart, G.W. (2016). Keperawatan Kesehatan Jiwa buku 1 alih bahasa Budi Keliat
dan Akemat. Singapura: Elsevier.

Sugiyono. (2011). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung:

Alfabeta

Sustrami, D., Sri S. (2014).Efektifitas Pelaksanaan Terapi Aktifitas Kelompok


Stimulasi Persepsi Halusinasi Terhadap Kemampuan Pasien Skizofrenia
Dalam Mengontrol Halusinasi Di Ruang Flamboyan Rumah Sakit Jiwa
Menur Surabaya. Jurnal Kesehatan, Vol. 6.

Sutejo, dkk. (2017). Buku Panduan Praktik Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:


Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.

Sutejo. (2017). Keperawatan Jiwa Konsep dan Praktik Asuhan Keperawatan


Kesehatan Jiwa: Gangguan Jiwa dan Psikososial. Yogyakarta: Pustaka
Baru Press.

Videbeck, S.L. (2011). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.

Wahyuningsih, Sri. (2015). Hubungan Faktor keturunan Dengan kejadian


Gangguan Jiwa Di Desa Banaran Galur Kulon Progo Yogyakarta. Jurnal
Keperawatan.
WHO.(2017). Mental Disorder. Artikel Ilmiah. Diakses dari
http://who.int/mediacentre/factsheets/fs396/en/, tanggal 7 Januari 2021.

Yusuf, A, Rizky P. K, Hanik E. N. (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan


Jiwa. Jakarta Selatan: Salemba Medika.

Zelika, A.A., Deden D. (2015). Kajian Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi


Pendengaran Pada Sdr. D Di Ruang Nakula RSJD Surakarta. Jurnal
Profesi, Vol.12.

Lampiran

LEMBAR PENILAIAN

Nama :

Umur :

Jenis kelamin : L □ P□

SP : 1□ 2□ 3□

Riwayat dirawat :

1. Lembar observasi sesi I : mengenal halusinasi


No Aspek Nilai
1. Menyebutkan isi halusinasi
2. Menyebutkan waktu terjadi halusinasi
3. Menyebutkan waktu terjadi halusinasi
4. Menyebutkan perasaan saat halusinasi

2. Lembar observasi Sesi II : Kemampuan menghardik halusinasi


No Aspek Nilai
1. Menyebutkan cara yang selama ini di

gunakan untuk mengatasi halusinasi


2. Menyebutkan efektifitas cara
3. Menyebutkan cara mengatasi halusinasi

dengan menghardik
4. Memperagakan cara menghardik

halusinasi

3. Lembar observasi Sesi III : Kemampuan mencegah halusinasi dengan


melakukan kegiatan.
No Aspek Nilai
1. Menyebutkan kegiatan yang di lakukan

untuk mengatasi halusinasi


2. Memperagakan kegiatan yang di lakukan

untuk mengatasi halusinasi


3. Menyusun jadwal kegiatan harian
4. Menyebutkan 2 cara mengontrol

halusinasi

Anda mungkin juga menyukai