Anda di halaman 1dari 20

PERENCANAAN TAK STIMULASI SENSORI PERSEPSI PADA KEPERAWATAN

GERONTIK

Disusun Oleh:

ANDRI SULENTHIA
BANDI SAPUTRA
REFKY BUSTA FEBRY
WIWIK JUNIASTRI
HASNA DEWI SYAPUTRA
RINA MARTUTI
LUGIA MAY HUDATAMA
FEFI DWI ANUGRAH
WINDA SARI
ENGLA PUTRI AMANDA

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKes PERINTIS PADANG
TAHUN 2019/2020
1. Latar Belakang
Lanjut usia adalah setiap orang yang berusia 60 tahun atau lebih, yang secara fisik
terlihat berbeda dengan kelompok umur lainnya. Umumnya setiap orang akan mengalami
proses menjadi tua dan masa tua adalah masa hidup manusia yang terakhir. Pada masa ini
seseorang mengalami kemunduran fisik, mental, dan sosial hingga tidak melakukan
tugasnya sehari-hari lagi dan bagi kebanyakan orang masa tua kurang menyenangkan.
(Asep, 2016). Proses menua didalam perjalanan hidup manusia merupakan suatu hal
wajar yang akan dialami semua orang yang dikaruniai umur panjang, hanya lambat
cepatnya proses menua tersebut tergantung pada masing2 individu yang bersangkutan.
Secara individu, pada usia 55 tahun terjadi proses penuaan secara alamiah. Hal ini akan
menimbulkan masalah fisik, mental, sosial, ekonomi dan psikologis (Nugroho, 2011).
Perubahan yang terjadi pada proses penuaan mengalami kemunduran, misalnya
kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi
mulai ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan
lambat, dan figur tubuh yang tidak proporsional. Semua perubahan sistem tubuh pada
lansia akibat proses menua mengakibatkan lansia mengalami penurunan kemampuan
aktivitas fisik dan perubahan penampilan fisik yang tidak diinginkan, sehingga lansia
tidak produktif lagi secara sosial dan ekonomi. Keadaan ini merupakan suatu stressor
yang dapat menimbulkan perasaan negatif bagi lansia yakni perasaan tidak berdaya, tidak
berguna, frustasi, putus asa, sedih dan perasaan terisolasi, sehingga lansia akan
meminimalkan interaksi dengan orang lain (Nugroho, 2011).
Pada umumnya orang yang memasuki lanjut usia maka ia mengalami penurunan
kognitif (proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan psikomotor)
meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan
dan koordinasi sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lanjut usia menjadi semakin
lambat dan menjadi kurang cekatan. Berdasarkan hal tersebut dilakukan suatu terapi
aktivitas kelompok untuk meningkatkan stimulus bagi lansia.
Terapi aktifitas kelompok (TAK) lanjut usia merupakan salah satu cara agar lanjut
usia berpartisipasi aktif dalam kegiatan yang dapat mempengaruhi psikososialnya (Juniati
S,2014). Terapi aktifitas kelompok merupakan salah satu terapi modalitas yang dilakukan
perawat terhadap sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama.
Aktifitas digunakan sebagai terapi, dan kelompok digunakan sebagai target asuhan.
Didalam kelompok terjadi dinamika interaksi yang saling bergantungan, saling
membutuhkan, dan menjadi laboratorium tempat klien berlatih perilaku baru yang adptif
untuk memperbaiki perilaku lama yang maladaptif (Keliat, 2013).
Dengan dilakukan terapi aktifitas kelompok dapat memberikan dampak positif
bagi psikologis lansia. Selain itu, terapi aktifitas kelompok juga menekankan perasaan
dan hubungan antara anggota yang bertujuan untuk menurunkan isolasi sosial, stress,
depresi, menghilangkan rasa bosan dan mampu mengembangkan aspek positif yang
dimiliki (Keliat, 2013).
Aktivitas kelompok adalah kumpulan individu yang mempunyai relasi atau
hubungan satu dengan yang lain saling terkait dan dapat bersama-sama mengikuti norma
yang sama. TherapiAktivitas Kelompok (TAK) merupakan kegiatan yang diberikan
kelompok klien dengan maksud memberi therapi bagi anggotanya. Dimana setiap
individu  berkesempatan  untuk  meningkatkan  kualitas  hidup  dan  meningkatkan 
respon social.
Terapi  aktifitas  kelompok  merupakan salah satu terapi modalitas yang dilakukan
perawat kepada  kelompok  lansia  yang  mempunyai  masalah  keperawatan  yang  sama.
Aktifitas   digunakan  sebagai  terapi  dan  kelompok  digunakan  sebagai   target  asuhan.
Di dalam kelompok terjadi dinamika interaksi yang saling bergantung,  saling membutuh-
kan, dan  menjadi  tempat  lansia melatih  perilaku  baru  yang  adaptif  untuk memperbai-
ki perilaku yang maladaptif menjadi perilaku yang adaptif.
Manfaat dan dampak bagi lansia dalam terapi aktivitas kelompok stimulasi
sensori yaitu mengembangkan stimulasi persepsi, mengembangkan orientasi realitas,
mengembangkan stimulasi sensoris dan mengembangkan sosialisasi serta menghibur para
lansia sehingga meningkatkan gairah hidup. Jenis terapi aktivitas
kelompok pada lansia salah satunya adalah dengan stimulasi sensori (musik). Musik dapa
t berfungsi sebagai ungkapan perhatian, baik bagi para pendengar yang mendengarkan m
aupun  bagi  pemusik yang  menggubahnya. Kualitas dari musik yang memiliki andil  ter
hadap fungsi fungsi dalam pengungkapan  perhatian  terletak pada struktur dan urutan ma
tematis yang dimiliki. 
Peran sertanya nampak dalam suatu pengalaman musikal, seperti menyanyi,
dapat menghasilkan integrasi pribadi yang mempersatukan tubuh, pikiran, dan roh. Musik
dapat berfungsi sebagai ungkapan perhatian, baik bagi para pendengar yang
mendengarkan maupun bagi pemusik yang mengubahnya. Kualitas dari musik yang
memiliki andil terhadap fungsi-fungsi dalam mengungkapkan perhatian terletak pada
struktur dan urutan matematis yang dimiliki, yang mampu menuju pada ketidak beresan
dalam kehidupan seseorang.

2. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum :
a. Lansia dapat berespon terhadap stimulus yang diberikan oleh perawat yaitu musik
b. Lansia dapat mengekspresikan perasaan berupa pengalaman yang menyenangkan.
2. Tujuan Khusus
Tujuan kusus terapi aktivitas kelompok dengan stimulasi sensori suara musik adalah:
a. Lansia mampu mengenali musik yang didengar
b. Lansia mampu memberi respon terhadap musikyang di dengar
c. Lansia mampu menebak lagu
d. Lansia mampu mengungkapkan perasaannya setelah mendengar musik
e. Untuk melatih pengorganisasian diri dan kerja sama antar lansia
f. Lansia mampu memberikan pengalaman di dalam struktur
g. Kesempatan untuk pertemuan kelompok dimana individu telah mengesampingkan
kepentingan demi kepentingan kelompok.
A. Terapi Aktivitas Kelompok
1. Pengertian
Terapi aktivitas kelompok: stimulasi sensori adalah upaya menstimulasi semua
panca indra (sensori) agardapat memberi respon yang adekuat. Maksudnya adalah
menstimualsi sensori pada klien yang mengalami kemunduran sensoris. Tujuannya
meningkatkan kemampuan sensori, memusatkan perhatian, kesegaran jasmani, dan
mengekspresikan perasaan. Aktivitas stimulasi sensori dapat berupa stimulus
terhadap penglihatan, pendengaran dan lain-lain spereti gambar, video, tarian dan
nyanyian (Keliat,2004).

2. Jenis Terapi Kelompok


Beberapa ahli membedakan kegiatan kelompok sebagai tindakan keperawatan
pada kelompok dan terapi kelompok.Stuart dan Laraia (2001) menguraikan beberapa
kelompok yang dapat dipimpin dan digunakan perawat sebagai tindakan keperawatan
bagi klien, misalnya task group, supportive group, brief therapy groups, intensive
problem-solving groups, medication groups, activity therapy, dan peer support
groups.Wilson dan Kneisl (1992) menyampaikan beberapa terapi kelompok seperti,
analytic group psycho therapi, psychodrama, self-help groups, remotivation, reedukasi,
dan client government groups. Terapi aktivitas kelompok Rawlins, Williams, dan Beck
(1993) membagi kelompok menjadi tiga, yaitu terapi kelompok, kelompok terapeutik,
dan terapi aktivitas kelompok.
a. Terapi Kelompok
Terapi kelompok adalah metode pengobatan ketika klien ditemui dalam rancangan
waktu tertentu dengan tenaga yang memenuhi persyaratan tertentu.Fokus terapi
kelompok adalahmembuat sadar diri (self-awereness), peningkatan hubungan
interpersonal, membuat perubahan, atau ketiganya.
b. Kelompok Terapeutik
Kelompok terapeutik membantu mengatasi stres emosi, penyakit fisik krisis, tumbuh-
kembang, atau penyesuaian sosial, misalnya, kelompok wanita hamil yang akan
menjadi ibu, individu yang kehilangan, dan penyakit terminal. Banyak kelompok
terapeutik yang dikembangkan menjadi self-help-group. Tujuan dari kelompok ini
adalah sebagai berikut :
1) Mencegah masalah kesehatan
2) Mendidik dan mengembangkan potensi anggota kelompok
3) Meningkatkan kualitas kelompok. Antara anggota kelompok saling membantu
dalam menyelesaikan masalah.

c. Terapi Aktivitas Kelompok


Kelompok dibagi sesuai kebutuhan, yaitu stimulasipersepsi, stimulasi sensoris,
orientasi realita, dan sosialisasi.
Tabel 1.1 Tujuan, tipe, dan aktivitas dari terapi aktivitas kelompok(Sumber :
Rawlins, Williams, dan Beck, 1993)
No. Tujuan Tipe Aktivitas
1. Mengembangkan Bibliotherapy Menggunakan artikel,
stimulasi persepsi buku, sajak,
puisi, surat kabar untuk
merangsang
atau menstimulasi
berpikir dan
mengembangkan
hubungan dengan
orang lain.
Stimulus dapat
berbagai hal yang
tujuannya melatih
persepsi

2 Mengembangkan Musik, seni, menari Menyediakan kegiatan


. stimulasi sensoris mengekspresikan
perasaan
Relaksasi Belajar teknik relaksasi
dengan cara
nafas dalam, relaksasi
otot, imajinasi

3 Mengembangkan Kelompok orientasi Fokus pada orientasi


. orientasi realitas realitas, kelompok waktu, tempat
validasi dan orang; benar dan
salah; bantu
memenuhi kebutuhan

4 Mengembangkan Kelompok Mengorientasikan diri


. sosialisasi remotivasi dan regresi pada
Kelompok klien menarik realitas
mengingatkan dalam
berinteraksi atau
sosialisasi
Fokus pada mengingat

Terapi aktivitas kelompok sering dipakai sebagai terapi tambahan. Sejalan


dengan hal tersebut, maka Lancester mengemukakan beberapa aktivitas yang
digunakan pada TAK, yaitu menggambar, membaca puisi, mendengarkan musik,
mempersiapkan meja makan, dan kegiatan sehari-hari yang lain. Wilson dan Kneisl
(1992) menyatakan bahwa TAK adalah manual, rekreasi dan teknik kreatif untuk
memfasilitasi pengalaman seseorang serta meningkatkan respon sosial dan harga
diri.Aktivitas yang digunakan sebagai terapi di dalam kelompok, yaitu membaca
puisi, seni, musik, menari dan literatur.Dari uraian tentang terapi aktivitas kelompok
yang dikemukakan oleh Wilson, Kneisl, dan Lancester ditemukan kesamaan dengan
terapi kelompok tambahan yang disampaikan oleh Rawlins, Williams, dan Beck.
Oleh karena itu, akan diuraikan kombinasi keduanya menjadi terapi aktivitas
kelompok. Terapi aktivitas kelompok dibagi empat, yaitu terapi aktivitas kelompok
stimulasi kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori, terapi
aktivitas stimulasi realita, dan terapi aktivitas kelompok sosialisasi.
1) Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Kognitif/Persepsi
Klien dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan atau stimulus yang
pernah dialami.Kemampuan persepsi klien dievaluasi dan ditingkatkan pada tiap
sesi. Dengan proses ini, diharapkan respon klien terhadap berbagai stimulus
dalam kehidupan menjadi adaptif. Aktivitas berupa stimulus dan persepsi.
Stimulus yang disediakan : baca artikel / majalah / buku / puisi, menonton acara
TV (ini merupakan stimulus yang disediakan); stimulus daripengalaman masa
lalu yang menghasilkan proses persepsi klien yang maladaptif atau destruktif,
misalnya kemarahan, kebencian, putus hubungan, pandangan negatif pada orang
lain, dan halusinasi. Kemudian dilatih persepsi klien terhadap stimulus (Stuart,
2007).
2) Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Sensoris
Aktivitas digunakan sebagai stimulus pada sensoris klien. Kemudian diobservasi
reaksi sensoris klien terhadap stimulus yang disediakan, berupa ekspresi
perasaan secara nonverbal (ekspresi wajah, gerakan tubuh). Biasanya klien yang
tidak mau mengungkapkan komunikasi verbal akan terstimulasi emosi dan
perasaannya, serta menampilkan respons. Aktivitas yang digunakan sebagai
stimulus adalah musik, seni, menyanyi, menari. Jika hobi klien diketahui
sebelumnya, dapat dipakai sebagai stimulus, misalnya lagu kesukaan klien, dapat
digunakan sebagai stimulus (Stuart, 2007).
3) Terapi Aktivitas Kelompok Orientasi Realitas
Klien diorientasikan pada kenyataan yang ada di sekitar klien, yaitu diri sendiri,
orang lain yang ada di sekeliling klien atau orang yang dekat dengan klien dan
lingkungan yang pernah mempunyai hubungan dengan klien. Demikian pula
dengan orientasi waktu saat ini, waktu yang lalu, dan rencana ke depan.
Aktivitas dapat berupa orientasi orang, waktu, tempat, benda yang ada di sekitar,
dan semua kondisi nyata (Stuart, 2007).

4) Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi


Klien dibantu untuk melakukan sosialisasi dengan individu yang ada di sekitar
klien. Sosialisasi dapat pula dilakukan secara bertahap dari interpersonal (satu
dan satu), kelompok, dan massa. Aktivitas dapat berupa latihan sosialisasi dalam
kelompok (Stuart, 2007).

B. Psikologi Lansia
1. Faktor Psikologi Lansia
Ada 5 faktor yang sangat berpengaruh terhadap psikologi lansia.
Kelima faktor tersebut adalah penurunan kondisi fisik, penurunan fungsi dan potensi
seksual, perubahan aspek psikososial, perubahanyang berkaitan dengan pekerjaan,
dan perubahan dalam peran sosial dimasyarakat (Stuart, 2007)
2. Keadaan Psikologi Lansia Terlantar
Lansia terlatar yang menempati panti werdha akan memasuki lingkungan baru yang
menuntut mereka untuk menyesuaikan diri. Selain itu, keberhasilan penyesuaian diri
ditandai dengan tidak adanya rasa benci, lari dari kenyataan, kecewa, sedih, dan
pasrah.Sedangkan kegagalan mereka untuk beradaptasi ditandai dengan guncangan
emosi, ketidakpuasan, dan keluhan terhadap lingkungan yang baru. TKGS
(organisasi untuk lansia terlantar di Singapura), lansia yang terlantar lebih sering
menghadapi masalah emosional seperti keras kepala dan sentimental(Santrock,2002).
3. Perubahan Psikologis Lansia Secara Umum
Perubahan psikologis pada lansia meliputi short term memory, rustasi, kesepian,
takut kehilangan kebebasan, takut menghadapi kematian, perubahan keinginan,
depresi, dan kecemasan. Dalam psikologi perkembangan, lansia dan perubahan yang
dialaminya akibat proses penuaan digambarkan oleh hal – hal berikut:
a. Keadaan fisik lemah dan tidak berdaya, sehingga harus bergantung pada orang
lain.
b. Status ekonomi sangat terancam sehingga cukup beralasan untuk melakukan
bebagai perubahan besar dalam pola hidupnya.
c. Menentukan kondisi hidup yang sesuai dengan perubahan status ekonomi dan
kondisi fisik.
d. Mencari teman baru untuk menggantikan suami atau istri yang telah meninggal,
pergi jauh atau cacat.Mulai terlibat dalam kegiatan masyarakat yang secara khusus
direncanakan untuk orang dewasa.
e. Mulai merasakan kebahagiaan dari kegiatan yang sesuai untuk lansia, dan
memiliki kemampuan untuk mengganti kegiatan lama dengan yang lebih cocok.
f. Mengembangkan kegiatan baru untuk mengisi waktu luang yang semakin
bertambah.
4. Emosi
Usia lanjut ditandai dengan perubahan fisik dan psikologis tertentu. Efek – efek
tersebut menentukan apakah lansia tersebut akan melakukan penyesuaian diri secara
baik atau buruk (Hurlock, 1991).
Perubahan – perubahan fisik yang terjadi pada pada usia lanjut dapat
menyebabkan perubahan pada kondisi jiwanya. Hal ini menyebabkan lansia menjadi
demotivasi dan menarik diri dari lingkungan sosial (Hurlock, 1991).
Masalah – masalah yang terkait dengan emosi lansia diantaranya: kesepian,
perasaan tidak berguna, keinginan untuk cepat mati atau bunuh diri, dan perasaan
untuk membutuhkan perhatian lebih (Hurlock, 1991).
5. Mental
Ada 3 faktor yang mempengaruhi perubahan mental lansia:
a. Kepribadian
Individu yang berambisi tinggi dan selalu dikejar – kejar waktu akan cenderung
mudah stres, frustasi, dan merasa diremehkan. Sedangkan, individu yang
berkepribadian tenang akan lebih mudah untuk menerima keadaan mereka dan
berpikir positif ketika memasuki masa usia lanjut.
b. Sosial
Sikap sosialisasi yang kurang baik akan berdampak negatif pada penyesuaian
diri lansia. Hal ini dapat menyebabkan lansia bersikap psikopat, depresi, dan
paranoid.
c. Budaya
Budaya barat sering menggangap lansia tidak berguna dan menjadi beban
keluarga atau masyrakat.Hal ini menyebabkan lansia memiliki mental
negatif.Sedangkan budaya timur lebih menghormati orang tua, dan
menganggap mereka sebagai orang yang bijaksana dan pantas dijadikan
panutan (Stuart, 2007).
6. Kebutuhan Psikologi Lansia
Berikut merupakan beberapa kebutuhan lansia secara psikologis menurut ahli
psikologi Tody Lalenoh.
a. Kasih sayang, termasuk tanggapan atau perhatian dari orang lain, agar para
lansia merasa tentram.
b. Jati diri dan status yang jelas.
Para lansia sebaiknya memiliki paling tidak satu area privasi, agar mereka dapat
tetap menjaga hal – hal yang ersifat pribadi, termasuk barang – barang pribadi.
c. Pengaturan pola hidup yang melibatkan rekreasi dan aktivitas – aktivitas yang
dapat menyenangkan para lansia dan membuat mereka merasa berguna.
d. Para lansia sebaiknya tinggal di lingkungan yang tenang namun tidak jauh dari
keramaian, agar para lansia tidak merasa terasingkan.
e. Para lansia sebaiknya berda di lingkungan yang ‘hangat’ dan penuh dengan
dukungan, agar semangat hidup mereka dapat meningkat (Stuart, 2007).
7. Sosiologis Lansia
Terdapat beberapa teori sosial yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu
teori interaksi sosial (socialexchanetheory), teori penarikan diri
(disengagementtheory), teori aktivitas (activitytheory), teori kesinambungan
(continuitytheory), teori perkembangan (developmenttheory), dan teori stratifikasi
usia (agestratification theory).

a. Teori Interaksi Sosial


Teori ini menjelaskan mengapa lansia bertindak pada suatu situasi tertentu,
yaitu atas dasar hal – hal yang dihargai masyarakat.Mauss (1954), Homans
(1961), dan Blau (1964) mengemukakan bahwa interaksi sosial terjadi
berdasarkan atas hukum pertukaran barang dan jasa. Sedangkan pakar lain
Simmons (1945), mengemukakan bahwa kemampuan lansia untuk terus
menjalin interaksi sosial merupakan kunci untuk mempertahankan status
sosialnya atas dasar kemampuannya untuk melakukan tukar menukar. Menurut
Dowd (1980), interaksi antara pribadi dan kelompok merupakan upaya untuk
meraih keuntungan sebesar – besarnya.
Kekuasaan akan timbul apabila seseorang atau kelompok mendapat
keuntungan lebih besar dibandingkan pribadi atau kelompok lainnya. Pada masa
usia lanjut, kekuasaan berkurang, sehingga menyebabkan interaksi sosial juga
berkurang. Sehingga mereka hanya dapat mengikuti perintah.
b. Teori Penarikan Diri
Kemiskinan yang diderita lansia dan menurunnya derajat kesehatan
mengakibatkan seorang lansia secara perlahan menarik diri dari pergaulan
sekitarnya.Selain hal tersebut, proses penuaan mengakibatkan interaksi sosial
lansia mulai menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas. Menurut teori ini,
Seorang lansia dinyatakan mengalami proses penuaan yang berhasil apabila ia
menarik diri dari kegiatan terdahulu dan dapat memusatkan diri pada keadaan
lingkungan yang baru.
c. Teori Aktivitas
Teori ini dikembangkan oleh Palmore (1965), yang menyatakan bahwa
penuaan yang sukses bergantung dari bagaimana seorang lansia merasakan
kepuasan dalam melakukan aktivitas serta mempertahankan aktivitas
tersebut.Pokok teori aktivitas adalah moral dan kepuasan berkaitan dengan
interaksi sosial dan keterlibatan sepenuhnya dari lansia di masyarakat, serta
peran yang mereka jalankan.
d. Teori Kesinambungan
Teori ini mengutamakan adanya kesinambungan selama siklus kehidupan
lansia. Gaya hidup, perilaku, dan harapan seseorang tidak akan berubah meskipun
telah menjadi lansia. Dalam teori ini.dikatakan bahwa peran lansia yang hilang tidak
perlu diganti, namun para lansia tersebut berkesempatan untuk memilih cara untuk
beradaptasi dengan lingkungan yang baru.
e. Teori Perkembangan.
Teori ini menekankan pentingnya mempelajari apa yang telah dialami oleh para
lansia pada saat muda hingga dewasa. Ada 8 fase dalam membagi kehidupan lansia;
lansia yang menerima apa adanya, lansia yang takut mati, lansia yang merasakan
hidup penuh arti, lansia yang menyesali diri, lansia yang bertanggung jawab dengan
merasakan kesetiaan, lansia yang merasa kehidupannya berhasil, lansia yang merasa
terlambat untuk memperbaiki diri, dan lansia yang selalu menemukan integritas diri
melawan kepuasan atau ego.
f. Teori Sratifikasi Usia
Menurut penelitian Haditono dkk.(1983), orang di masa lansia lebih senang
mempunyai aktivitas dan hubungan sosial.Para lansia juga menghendaki aktivitas,
pergaulan, dan kemandirian (Martaniah, 1988). Kebanyakan lansia juga lebih
menyukai kegiatan sosial atau kegiatan lain untuk mengisi waktu luang (Stuart, 2007).
A. PESERTA

Karakteristi klien yang akan mengikuti terapi aktivitas kelompok persepsi sensori
adalah lansia yang berusia 60 tahun ke atas, berjenis kelamin sama, dengan jumah 5
sampai 7 orang per-kelompok terapi.
1. Kriteria peserta dalam terapi aktivitas kelompok

a. Peserta yang bisa kooperatif dan tidak mengganggu berlangsungnya terapi aktifitas
kelompok
b. Kondisi fisik dalam keadaan baik
c. Mau mengikuti kegiatan terapi aktivitas
d. Peserta yang panca inderanya masih memungkinkan
1. Uraian Seleksi Kelompok
a. Hari/tanggal :
b. Tempat pertemuan :
c. Waktu :
d. Lamanya : 30 menit
e. Kegiatan : Mendengarkan musik dan menebak lagu

DAFTAR PESERTA TAK


No Nama Umur Tanggal Alamat
masuk panti
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

B. PERSIAPAN
1. Musik judul lagu
2. Hp
3. Spiker
C. PERAN DAN FUNGSI
1. Leader : Winda Sari
Tugas leader yaitu:
a. Memimpin jalannya terapi aktifitas kelompok.
b. Merencanakan, mengontrol, dan mengatur jalannya terapi.
c. Menyampaikan materi sesuai tujuan TAK.
d. Menyampaikan Tata tertib TAK
e. Menutup acara TAK
2. Co Leader : Fefi Dwi Anugrah
Tugas Co Leader :
a. Menyampaikan informasi dari fasilitator ke leader tentang aktifitas klien
b. Mengingatkan leader jika kegiatan menyimpang
3. Fasilitator : Wiwik Juni Astri, Hasna Dewi Syaputri, Lugia May Hudatama, Refki Busta
Febri, Rina Martuti, Bandi Saputra
Tugas Fasilitator yaitu :
a. Ikut serta dalam kegiatan kelompok
b. Memberikan stimulus dan motivator pada anggota kelompok untuk aktif mengikuti
jalannya terapi.
4. Observer : Andri Sulenthia, Engla Putri Amanda
Husni Maiyanuti, Dini Marsya Yuni, Aldona Septiani, Nadya qisti, Hafsatul Husni,
Siska Wulandari
Tugas observasi yaitu:
a. Mencatat serta mengamati respon klien (dicatat pada format yang tersedia)
b. Mengawasi jalannya aktivitas kelompok dari mulai persiapan, proses, hingga
penutupan.

D. SETTING TEMPAT
Peserta

Leader

d
Vasilitator

Observer

E. METODE
Kelompok terbimbing
F. MEDIA
Microphonedan soundsystem
G. ALAT
Alat yang digunakan antara lain:
- Spidol
- Laptop
- Lembar evaluasi dan dokumentasi

H. METODE
Adapun metode yang digunakan pada terapi aktivitas ini adalah diskusi dan sharing
presepsi.

I. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN
1. Fase Persiapan
a. Membuat kontrak dengan klien
b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan

2. Fase Orientasi
a. Salam terapeutik
Salam dan terapis pada klien
b. Evaluasi/ validasi
Menyakan perasaan klien saat ini
c. Kontrak
1) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan yaitu menebak lagu musik
2) Terapis menjelaskan aturan main berikut:
a) Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok harus minta izin kepada
terapis
b) Lama kegiatan 30 menit
c) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir
3. Fase Kerja
a. Terapis mengajak lansia untuk saling memperkenalkan diri (nama dan nama
panggilan) dimulai secara berurutan searah jarum jam.
b. Setiap lansia selesai memperkenalkan diri, terapis mengajak semua lansia untuk
bertepuk tangan.
c. Terapis menjelaskan bahwa akan diputar lagu selama 15 detik lalu lansia menebak
judul lagu tersebut, setelah judul lagu tersebut terjawab lansia boleh langsung
menyanyikan lagu tersebut dengan bertepuk tangan dan berjoget ( 3 menit). Musik
yang diputar bergantian sesuai giliran lansia dan terapis mengobservasi respons lansia
terhadap musik.
d. Secara bergiliran lansia akan menebak judul lagu dengan benar sesuai musik yang di
putar dan terapis mengajak semua lansia untuk bertepuk tangan ketika judul lagu
terjawab dengan benar.
e. Terapis meminta lansia untuk mengungkapkan perasaannya setelah menebak lagu dan
bernyanyi bersama-sama.
f. Terapis memberikan pujian, setiap lansia selesai mengungkapkan perasaanya dan
megajak lansia bertepuk tangan.
g. Terapis dan lansia bernyanyi bersama.

4. Fase Terminasi
a. Evaluasi
1) Terapis menanyakan perasaan lansia setelah mengikuti TAK
2) Terapis memberikan pujian atas keberhasilan lansia dan kelompok

b. Tindak lanjut
Terapis menganjurkan lansia untuk mendengarkan musik yang disukai dan bermakna
dalam kehidupannya.

TAK (TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK)


PERSEPSI SENSORI TEBAK LAGU MUSIK

Nama Klien
Aspek yang dinilai
Mengikuti kegiatan
dari awal samapi akhir
Memberi respon (ikut
bernyanyi/menari/berj
oget/menggerakkan
tangan-kaki-dagu
sesuai irama)
Memberi pendapat
tentang musik yang
didengar
Menjelaskan perasaan
setelah mendengar
lagu

DAFTAR PUSTAKA
Keliat, BA. 2004. Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai