Anda di halaman 1dari 29

Laporan Pendahuluan Keperawatan Gerontik

Konsep Dasar dan Asuhan Keperawatan Teoritis Pada Pasien Rematik

Oleh :

WIWIK JUNI ASTRI

1914901747

Preceptor Klinik Preceptor Akademik

( ) ( )

Program Studi Profesi Ners

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Perintis Padang

Tahun 2019
1. Konsep Dasar Lansia

1.1 Defenisi Lansia

Manusia lanjut usia (manua) merupakan populasi penduduk yang berumur tua
dengan kelompok usia 60 tahun atau lebih (Bustan, 2007). Menurut (Fatmah, 2010).
lansia merupakan proses alamiah yang terjadi secara berkesinambungan pada manusia
dimana ketika menua seseorang akan mengalami beberapa perubahan yang pada
akhirnya akan mempengaruhi keadaan fungsi dan kemampuan seluruh tubuh. Istilah
manusia usia lanjut belum ada yang mematenkan sebab setiap orang memiliki
penyebutannya masing-masing seperti manusia lanjut usia (manula), manusia usia
lanjut (lansia), usia lanjut (usila), serta ada yang menyebut golongan lanjut umur
(glamur) (Maryam, 2008: 32).

Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Lansia ialah
apabila berusia 60 tahun atau lebih, Lansia merupakan kelompok umur pada manusia
yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yang
dikategorikan Lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process atau
proses penuaan (Nugroho, 2008).

1.2 Batasan Usia Lansia

Menurut WHO (1999) menjelaskan batasan lansia adalah sebagai berikut :Usia
lanjut (elderly) antara usia 60-74 tahun, ) Usia tua (old) :75-90 tahun,), Usia sangat tua
(very old) adalah usia > 90 tahun.

Menurut Depkes RI (2005) menjelaskan bahwa batasan lansia dibagi menjadi


tiga katagori, yaitu: Usia lanjut presenilis yaitu antara usia 45-59 tahun,Usia lanjut yaitu
usia 60 tahun ke atas,Usia lanjut beresiko yaitu usia 70 tahun ke atas atau usia 60 tahun
ke atasdengan masalah kesehatan.

1.3 Ciri–Ciri Lansia


Ciri-ciri lansia adalah sebagai berikut :
a. Lansia merupakan periode kemunduran.
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor
psikologis.Motivasi memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada lansia.
Misalnya lansiayang memiliki motivasi yang rendah dalam melakukan kegiatan, maka
akanmempercepat proses kemunduran fisik, akan tetapi ada juga lansia yang
memilikimotivasi yang tinggi, maka kemunduran fisik pada lansia akan lebih lama
terjadi.
b. Lansia memiliki status kelompok minoritas.
Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap
lansiadan diperkuat oleh pendapat yang kurang baik, misalnya lansia yang lebih
senangmempertahankan pendapatnya maka sikap sosial di masyarakat menjadi negatif,
tetapiada juga lansia yang mempunyai tenggang rasa kepada orang lain sehingga sikap
sosialmasyarakat menjadi positif.
c. Menua membutuhkan perubahan peran.
Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami
kemundurandalam segala hal.Perubahan peran pada lansia sebaiknya dilakukan atas
dasar keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari lingkungan.Misalnya
lansiamenduduki jabatan sosial di masyarakat sebagai Ketua RW, sebaiknya
masyarakattidak memberhentikan lansia sebagai ketua RW karena usianya.
d. Penyesuaian yang buruk pada lansia.
Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka cenderung
mengembangkankonsep diri yang buruk sehingga dapat memperlihatkan bentuk
perilaku yang buruk.Akibat dari perlakuan yang buruk itu membuat penyesuaian diri
lansia menjadi buruk pula.Contoh :lansia yang tinggal bersama keluarga sering tidak
dilibatkan untukpengambilan keputusan karena dianggap pola pikirnya kuno, kondisi
inilah yang menyebabkan lansia menarik diri dari lingkungan, cepat tersinggung dan
bahkanmemiliki harga diri yang rendah.
1.4 Perkembagan Lansia
Usia lanjut merupakan usia yang mendekati akhir siklus kehidupan manusia di
dunia.Tahap ini dimulai dari 60 tahun sampai akhir kehidupan. Lansia merupakan
istilah tahapakhir dari proses penuaan. Semua orang akan mengalami proses menjadi
tua (tahap penuaan). Masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir, dimana
pada masa ini seseorang mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial sedikit demi
sedikit sehinggatidak dapat melakukan tugasnya sehari-hari lagi (tahap
penurunan).Penuaan merupakan perubahan kumulatif pada makhluk hidup, termasuk
tubuh, jaringan dan sel, yang mengalami penurunan kapasitas fungsional.Pada manusia,
penuaan dihubungkan denganperubahan degeneratif pada kulit, tulang, jantung,
pembuluh darah, paru-paru, saraf danjaringan tubuh lainnya.Dengan kemampuan
regeneratif yang terbatas, mereka lebih rentan terhadap berbagai penyakit, sindroma dan
kesakitan dibandingkan dengan orang dewasalain. Untuk menjelaskan penurunan pada
tahap ini, terdapat berbagai perbedaan teori,namun para ahli pada umumnya sepakat
bahwa proses ini lebih banyak ditemukan padafaktor genetik.
1.5 Perubahan Pada Lansia
Perubahan – perubahan Yang Terjadi Pada LansiaSemakin bertambahnya umur
manusia, terjadi proses penuaan secara degenerative yang akan berdampak pada
perubahan-perubahan pada diri manusia, tidak hanyaperubahan fisik, tetapi juga
kognitif, perasaan, sosial dan sexual (Azizah dan Lilik M, 2011)
a Perubahan Fisik
1) Sistem Indra
Sistem pendengaran; Prebiakusis (gangguan pada pendengaran) oleh
karenahilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam, terutamaterhadap
bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulitdimengerti kata-
kata, 50% terjadi pada usia diatas 60 tahun.
2) Sistem Intergumen
Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak elastic kering dan berkerut.
Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis danberbercak. Kekeringan kulit
disebabkan atropi glandula sebasea dan glandulasudoritera, timbul pigmen berwarna
coklat pada kulit dikenal dengan liver spot.
3) Sistem Muskuloskeletal
Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia: Jaaringan penghubung
(kolagendan elastin), kartilago, tulang, otot dan sendi..Kolagen sebagai
pendukungutama kulit, tendon, tulang, kartilago dan jaringan pengikat
mengalamiperubahan menjadi bentangan yang tidak teratur. Kartilago: jaringan
kartilagopada persendian menjadi lunak dan mengalami granulasi, sehingga
permukaansendi menjadi rata. Kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang
dandegenerasi yang terjadi cenderung kearah progresif, konsekuensinya kartilagopada
persendiaan menjadi rentan terhadap gesekan. Tulang: berkurangnyakepadatan tulang
setelah diamati adalah bagian dari penuaan fisiologi, sehinggaakan mengakibatkan
osteoporosis dan lebih lanjut akan mengakibatkan nyeri, deformitas dan fraktur. Otot:
perubahan struktur otot pada penuaan sangatbervariasi, penurunan jumlah dan ukuran
serabut otot, peningkatan jaringanpenghubung dan jaringan lemak pada otot
mengakibatkan efek negatif. Sendi;pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti
tendon, ligament dan fasiamengalami penuaan elastisitas.
4) Sistem kardiovaskuler
Perubahan pada sistem kardiovaskuler pada lansia adalah massa
jantungbertambah, ventrikel kiri mengalami hipertropi sehingga peregangan
jantungberkurang, kondisi ini terjadi karena perubahan jaringan ikat. Perubahan
inidisebabkan oleh penumpukan lipofusin, klasifikasi SA Node dan jaringankonduksi
berubah menjadi jaringan ikat.
5) Sistem respirasi
Pada proses penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas total
parutetap tetapi volume cadangan paru bertambah untuk mengkompensasi
kenaikanruang paru, udara yang mengalir ke paru berkurang. Perubahan pada
otot,kartilago dan sendi torak mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu
dankemampuan peregangan toraks berkurang.
6) Pencernaan dan Metabolisme
Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti penurunan
produksisebagai kemunduran fungsi yang nyata karena kehilangan gigi, indra
pengecapmenurun, rasa lapar menurun (kepekaan rasa lapar menurun), liver (hati)
makinmengecil dan menurunnya tempat penyimpanan, dan berkurangnya aliran darah.
7) Sistem perkemihan
Pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang signifikan.Banyak fungsi
yangmengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi, ekskresi, dan reabsorpsi
olehginjal.
8) Sistem saraf
Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atropi yang
progresifpada serabut saraf lansia.Lansia mengalami penurunan koordinasi dan
kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
9) Sistem reproduksi
Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan menciutnya ovary
danuterus.Terjadi atropi payudara.Pada laki-laki testis masih dapat
memproduksispermatozoa, meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur.
b. Perubahan Kognitif
1) Memory (Daya ingat, Ingatan)
2) IQ (Intellegent Quotient)
3) Kemampuan Belajar (Learning)
4) Kemampuan Pemahaman (Comprehension)
5) Pemecahan Masalah (Problem Solving)
6) Pengambilan Keputusan (Decision Making)
7) Kebijaksanaan (Wisdom)
8) Kinerja (Performance)
9) Motivasi
c. Perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi
1) Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa.
2) Kesehatan umum
3) Tingkat pendidikan
4) Keturunan (hereditas)
5) Lingkungan
6) Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
7) Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.
8) Rangkaian dari kehilangan , yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan famili.
9) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran
diri,perubahan konsep diri.
d. Perubahan Spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya. Lansia
semakinmatang (mature) dalam kehidupan keagamaan, hal ini terlihat dalam berfikir
danbertindak sehari-hari.
e. Perubahan Psikososial
1) Kesepian
Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat meninggal terutama
jikalansia mengalami penurunan kesehatan, seperti menderita penyakit fisik
berat,gangguan mobilitas atau gangguan sensorik terutama pendengaran.
2) Duka cita (Bereavement)
Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau bahkan hewan
kesayangandapat meruntuhkan pertahanan jiwa yang telah rapuh pada lansia.Hal
tersebutdapat memicu terjadinya gangguan fisik dan kesehatan.
3) Depresi
Duka cita yang berlanjut akan menimbulkan perasaan kosong, lalu diikuti
dengankeinginan untuk menangis yang berlanjut menjadi suatu episode depresi.
Depresijuga dapat disebabkan karena stres lingkungan dan menurunnya
kemampuanadaptasi.
4) Gangguan cemas
Dibagi dalam beberapa golongan: fobia, panik, gangguan cemas
umum,gangguan stress setelah trauma dan gangguan obsesif kompulsif,
gangguangangguantersebut merupakan kelanjutan dari dewasa muda dan berhubungan
dengan sekunder akibat penyakit medis, depresi, efek samping obat, atau
gejalapenghentian mendadak dari suatu obat.
5) Parafrenia
Suatu bentuk skizofrenia pada lansia, ditandai dengan waham (curiga), lansia
sering merasa tetangganya mencuri barang-barangnya atau
berniatmembunuhnya.Biasanya terjadi pada lansia yang terisolasi/diisolasi ataumenarik
diri dari kegiatan sosial.
6) Sindroma Diogenes
Suatu kelainan dimana lansia menunjukkan penampilan perilaku sangat
mengganggu.Rumah atau kamar kotor dan bau karena lansia bermain-main dengan
feses dan urin nya, sering menumpuk barang dengan tidak teratur.Walaupun telah
dibersihkan, keadaan tersebut dapat terulang kembali.
f. Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan
Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun.Meskipun tujuan
idealpensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua,
namundalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering diartikan
sebagaikehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan harga
diri.Reaksisetelah orang memasuki masa pensiun lebih tergantung dari model
kepribadiannya sepertiyang telah diuraikan pada point tiga di atas.Kenyataan ada
menerima, ada yang takut kehilangan, ada yang merasa senangmemiliki jaminan hari
tua dan ada juga yang seolah-olah acuh terhadap pensiun (pasrah).Masing-masing sikap
tersebut sebenarnya punya dampak bagi masing-masing individu, baikpositif maupun
negatif. Dampak positif lebih menenteramkan diri lansia dan dampak negative akan
mengganggu kesejahteraan hidup lansia. Agar pensiun lebih berdampak
positifsebaiknya ada masa persiapan pensiun yang benar-benar diisi dengan kegiatan-
kegiatanuntuk mempersiapkan diri, bukan hanya diberi waktu untuk masuk kerja atau
tidak denganmemperoleh gaji penuh..
g. Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat
Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik
dansebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia.
Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan
kabur dansebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya
dicegah denganselalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan
masih sanggup,agar tidak merasa terasing atau diasingkan. Karena jika keterasingan
terjadi akan semakinmenolak untuk berkomunikasi dengan orang lain dan kadang-
kadang terus muncul perilakuregresi seperti mudah menangis, mengurung diri,
mengumpulkan barang-barang takberguna serta merengek-rengek dan menangis bila
ketemu orang lain sehingga perilakunyaseperti anak kecil.Menghadapi berbagai
permasalahan di atas pada umumnya lansia yang memilikikeluarga masih sangat
beruntung karena anggota keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanaksaudara bahkan
kerabat umumnya ikut membantu memelihara (care) dengan penuh kesabaran dan
pengorbanan. Namun bagi lansia yang tidak punya keluarga atau sanaksaudara karena
hidup membujang, atau punya pasangan hidup namun tidak punya anak
danpasangannya sudah meninggal, apalagi hidup sendiri di perantauan, seringkali
menjaditerlantar.
1.5 Permasalahan kesehatan pada lansia
Permasalah kesehatan pada lansia di Indoensia yaitu jumlah lansia di Indonesia
tahun 2014 mencapai 18 juta jiwa dan diperkirakan akan meningkat menjadi 41 juta
jiwa di tahun 2035 serta lebih dari 80 juta jiwa di tahun 2050. Tahun 2050, satu dari
empat penduduk Indonesia adalah penduduk lansia dan lebih mudah menemukan
penduduk lansia dibandingkan bayi atau balita.
Lanjut usia mengalami masalah kesehatan. Masalah ini berawal dari
kemunduran selsel tubuh, sehingga fungsi dan daya tahan tubuh menurun serta faktor
resiko terhadap penyakit pun meningkat. Masalah kesehatan yang sering dialami lanjut
usia adalah malnutrisi, gangguan keseimbangan, kebingungan mendadak, dan lain-lain.
Selain itu, beberapa penyakit yang sering terjadi pada lanjut usia antara lain hipertensi,
gangguan pendengaran dan penglihatan, demensia, osteoporosis, dsb.
Masalah-masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia berbeda dari orang
dewasa, yang sering disebut dengan sindroma geriatri yaitu kumpulan gejala-gejala
mengenai kesehatan yang sering dikeluhkan oleh para lanjut usia dan atau keluarganya
(istilah 14 I), yaitu :
1) Immobility (kurang bergerak)
2) Instability (Instabilitas dan Jatuh)
3). Incontinence Urin dan Alvi (Beser BAB dan BAK)
4). Intelectual Impairement (Gangguan Intelektual Seperti Demensia dan Delirium)
5). Infection (infeksi)
6). Impairement of hearing, vision and smell (gangguan pendengaran,
penglihatandan penciuman)
7). Isolation (Depression)
8). Inanition (malnutrisi), 
9). Impecunity (Tidak punya penghasilan)
10). Iatrogenic(penyakit karena pemakaian obat-obatan)
11). Insomnia(Sulit tidur)
12). Immuno-defficiency (penurunan sistem kekebalan tubuh),
13). Impotence(Gangguan seksual), 
14). Impaction (sulit buang air besar)
Sedangkan menurut Riskesdas 2013, 10 Penyakit terbanyak pada lansia berdasrkan
kategori Usia yaitu :
1.6 Peran Perawat Lansia
a. Perawat sebagai Direct Care Giver
Peran perawat dalam hal ini memberikan perawatan langsung kepada lansia
diberbagai situasi kondisi. Umumnya, lansia sering menunjukkan gejala khas namun
terasa sulit dimengerti ucapannya yang menjadi tantangan bagi perawat dalam
menentukan diagnosis dan penangan yang tepat. Oleh karenanya, perawat sebagai
penyedia perawatan harus mengatahui segala proses penyakit dan gejala yang biasa
terlihat pada lansia mencakup pengetahuan tentang faktor risiko, tanda dan gejala,
penangan medis yang biasa dilakukan, rehabilitasi, serta perawatan yang dibutuhkan
pada akhir usia (Hindle & Coates, 2011)
b. Perawat sebagai Edukator
Perawat yang berperan sebagai edukator memiliki kewajiban untuk memberi
informasi mengenai status kesehatan klien kepada klien serta keluarga klien dan
membantu klien mencapai perawatan diri sesuai kemampuannya (Potter, Perry, Stockert
& Hall, 2013). Hal ini dapat dilakukan dengan cara menunjukkan prinsip,  prosedur,
dan teknik dalam pemeliharaan kesehatan kepada lansia. Menurut Tabloski (2014),
perawat dapat melakukan edukasi mengenai beberapa hal kepada lansia seperti deteksi
penyakit, memberikan edukasi tentang penuaan yang sehat,  pengobatan terhadap
penyakit, dan rehabilitasi kepada lansia serta keluarganya. Selain itu, perawat edukator
dapat juga berpartisipasi dalam ranah pendidikan hingga memberikan pelatihan untuk
perawat.Memberikan edukasi kepada lansia menjadi tantangan tersendiri bagi  perawat.
Hal ini dikarenakan lansia mengalami cognitive aging  yang mempengaruhi  proses
belajar (Miller, 2012). Sehingga, perawat perlu menyesuaikan metode dan  bahan
edukasi agar edukasi yang diberikan dapat dimengerti dengan baik oleh lansia.
Apabila lansia tidak dapat di berikan edukasi, maka edukasi diberikan kepada
keluarganya. Namun, jika lansia masih memiliki kognitif yang baik, terdapat lima hal
yang perlu dilakukan agar edukasi yang diberikan dapat dipahami dengan baik menurut
Miller (2012), antara lain:
(1) . Memberikan waktu yang cukup untuk lansia menyerap informasi, artinya
pemberian informasi dilakukan dengan tidak terburu-buru
(2) Memberikan sejumlah kecil informasi dalam beberapa sesi, artinya tidak
diberikan banyak informasi pada satu pertemuan
(3) Membuat rujukan kepada perawat untuk melakukan perawatan di rumah
dengan salah satunya  follow up  pengajaran yang diberikan
(4) Membuat lingkungan pembelajaran nyaman dengan menghilangkan berbagai
hal yang dapat menjadi distraksi.
(5) Mengaitkan informasi yang diberikan dengan pengalaman masa lalu klien
agar mudah diserap klien.
c. Perawat sebagai Manajer
Perawat sebagai manajer bertanggung jawab dalam memberikan lingkungan
yang positif serta profesional di rumah sakit atau komunitas agar terwujudnya
pelayanan yang berkualitas. Selain itu, perawat sebagai manajer juga harus mampu
memimpin dan mengelola tim klinis yang dibentuk.
Mauk (2014), mengemukakan  bahwa perawat manajer dalam keperawatan gerontik
perlu memiliki kemampuan dalam beberapa hal antara lain:
a) Membangun dan meningkatkan kemampuan serta keterampilan anggota tim
keperawatan gerontik. Dalam hal ini, seorang perawat gerontik harus memiliki
standar dalam memberikan asuhan keperawatan kepada lansia. Standar tersebut
antara lain, pengetahuan dan keterampilan untuk menjaga kesehatan lansia,
mencegah penyakit, mengelola penyakit kronis yang kompleks, penurunan
fungsi fisik dan mental, hingga perawatan paliatif (ANA, 2010 dalam Touhy &
Jett, 2014). Sehingga, manajer perlu memfasilitasi pelatihan atau
workshop agar kemamuan anggota tim dapat meningkat
b) Menentukan prioritas dan tujuan yang realistis, dapat terukur serta memiliki
batasan waktu.
c) Membuat keputusan dalam menyelesaikan masalah baik masalah internal antar
anggota tim dan masalah klien.
d) Mendelegasikan tugas kepada seseorang yang dianggap dapat menjalankan
tugas dengan baik.
e) Mampu memberikan dorongan, arahan yang jelas, dan harapan terhadap
stafnya.
d. Perawat sebagai Praktisi Independen
Praktisi independen artinya perawat melakukan praktik keperawatan secara
mandiri. Menurut Tabloski (2014), parameter praktik keperawatan dapat berbeda di
setiap negara namun perawat harus memiliki kode etik profesi dan standar praktik
keperawatan yang berlaku untuk menunjukkan kompetensi perawat.
Menurut Undang-Undang No. 38 tahun 2014, untuk membuka praktik keperawatan
mandiri,  perawat harus memiliki Surat Izin Praktik Perawat (SIPP) yang berlaku
selama STR masih berlaku. Contoh praktik mandiri dalam keperawatan gerontik ialah
membuka  praktik perawatan luka, menerima kontrol perawatan untuk lansia, dan lain-
lain.
e. Perawat sebagai Konselor
Perawat gerontik sebagai konselor bertugas membantu pasien mengidentifikasi
dan mengklarifikasi masalah kesehatan dan memilik tindakan-tindakan yang tepat
untuk menyelesaikan masalah tersebut (Potter, Perry, Stockert, & Hall, 2013).
Contoh peran ini, yaitu perawat membantu mengidentifikasi dan menyelesaikan
masalah kesehatan lansia melalui konsultasi kesehatan berkelanjutan, membantu
keluarga pasien memutuskan apakah perlu lansia dimasukkan ke panti, memberikan
arahan terkait biaya perawatan lansia yang sesuai dengan kebutuhan dan lain-lain.
Seperti halnya pada peran sebagai advokator, seorang perawat konselor tidak membuat
keputusan untuk klien namun membiarkan klien memilih keputusan terbaiknya.
f. Perawat sebagai Kolabolator
Kolaborasi atau bekerja dalam upaya gabungan dengan semua pihak yang
terlibat dalam perawatan perlu mengembangkan rencana yang dapat diterima  bersama
demi tercapainya tujuan bersama (Potter, Perry, Stockert, & Hall, 2013).
Contoh peran ini, seperti praktisi perawat berada pada tim perawatan berbasis rumah
yang berkolaborasi dengan dokter untuk memberikan layanan perawatan primer kepada
pasien lansia yang berisiko tinggi (Touhy & Jett, 2014).
g. Perawat sebagai Peneliti
Perawat peneliti adalah pemimpin dalam memperluas pengetahuan dalam
bidang keperawatan dan disiplin perawatan kesehatan lainnya. Tugas mereka adalah
memberikan bukti praktik untuk memastikan perawat memiliki bukti terbaik untuk
mendukung praktik mereka. Selain itu perawat peneliti juga menyelidiki masalah untuk
memperluas asuhan keperawatan, mengurangi atau memperluas cakupan  praktik
keperawatan (Potter, Perry, Stockert, & Hall, 2013).
Contoh peran ini, yaitu  perawat mengembangkan penelitian mengenai metode
perawatan yang cocok untuk  pasien lansia dengan penyakit kronik tertentu, membantu
mengembangkan teori keperawatan modern yang sesuai dengan kondisi saat ini, dan
lain-lain.
2. Konsep Dasar Penyakit Rematik

2.1 Pengertian
Kata arthritis berasal dari dua kata Yunani. Pertama, arthron, yang berarti sendi.
Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang sendi.
Sedangkan Reumatoid arthritis adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian
(biasanya sendi tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi
pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam
sendi (Gordon, 2002). Engram (1998) mengatakan bahwa, Reumatoid arthritis adalah
penyakit jaringan penyambung sistemik dan kronis dikarakteristikkan oleh inflamasi
dari membran sinovial dari sendi diartroidial.
Reumatoid Artritis merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik kronik yang
manifestasi utamanya adalah poliartritis yang progresif, akan tetapi penyakit ini juga
melibatkan seluruh organ tubuh.(Hidayat, 2006).
Reumatik dapat terjadi pada semua jenjang umur dari kanak-kanak sampai usia
lanjut. Namun resiko akan meningkat dengan meningkatnya umur (Felson dalam Budi
Darmojo, 1999).
Artritis Reumatoid (AR) adalah kelainan inflamasi yang terutama mengenai membran
sinovial dari persendian dan umumnya ditandai dengan dengan nyeri persendian, kaku
sendi, penurunan mobilitas, dan keletihan (Diane C. Baughman, 2000). Artritis
rematoid adalah suatu penyakit inflamasi kronik dengan manifestasi utama poliartritis
progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh (Arif Mansjour, 2001).

2.2 Etiologi
Etiologi penyakit ini tidak diketahui secara pasti. Namun ada beberapa faktor
resiko yang diketahui berhubungan dengan penyakit ini, antara lain;
1.  Usia lebih dari 40 tahun
Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis, faktor penuaan adalah
yang terkuat. Akan tetapi perlu diingat bahwa osteoartritis bukan akibat penuaan saja.
Perubahan tulang rawan sendi pada penuaan berbeda dengan eprubahan pada
osteoartritis.
2.  Jenis kelamin wanita lebih sering
Wanita lebih sering terkena osteosrtritis lutut dan sendi. Sedangkan laki-laki
lebih sering terkena osteoartritis paha, pergelangan tangan dan leher. Secara
keseluruhan, dibawah 45 tahun, frekuensi psteoartritis kurang lebih sama antara pada
laki-laki dan wanita, tetapi diatas usia 50 tahun (setelah menopause) frekuensi
osteoartritis lebih banyak pada wanita dari pada pria. Hal ini menunjukkan adanya
peran hormonal pada patogenesis osteoartritis.
3.  Suku bangsa
Nampak perbedaan prevalensi osteoartritis pada masingn-masing suku bangsa.
Hal ini mungkin berkaitan dnegan perbedaan pola hidup maupun perbedaan pada
frekuensi kelainan kongenital dan pertumbuhan tulang.
4. Genetik
Hal ini terbukti dari terdapatnya hubungan antara produk kompleks
histokompatibilitas utama kelas II, khususnya HLA-DR4 dengan AR seropositif.
Pengemban HLA-DR4 memiliki resiko relative 4 : 1 untuk menderita penyakit ini.
5. Kegemukan dan penyakit metabolik
Berat badan yang berlebih, nyata berkaitan dengan meningkatnya resiko untuk
timbulnya osteoartritis, baik pada wanita maupun pria. Kegemukan ternyata tidak hanya
berkaitan dengan oateoartritis pada sendi yang menanggung beban berlebihan, tapi juga
dnegan osteoartritis sendi lain (tangan atau sternoklavikula). Olehkarena itu disamping
faktor mekanis yang berperan (karena meningkatnya beban mekanis), diduga terdapat
faktor lain (metabolit) yang berpperan pada timbulnya kaitan tersebut.
6.  Cedera sendi, pekerjaan dan olahraga
Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian satu sendi yang terus menerus
berkaitan dengan peningkatan resiko osteoartritis tertentu. Olahraga yang sering
menimbulkan cedera sendi yang berkaitan dengan resiko osteoartritis yang lebih tinggi.
7.   Kelainan pertumbuhan
Kelainan kongenital dan pertumbuhan paha telah dikaitkan dengan timbulnya
oateoartritis paha pada usia muda.
8.    Kepadatan tulang
Tingginya kepadatan tulang dikatakan dapat meningkatkan resiko timbulnya
osteoartritis. Hal ini mungkin timbul karena tulang yang lebih padat (keras) tidak
membantu mengurangi benturan beban yang diterima oleh tulang rawan sendi.
Akibatnya tulang rawan sendi menjadi lebih mudah robek.
2.3 Jenis Reumatik
Menurut Adelia, (2011) ada beberapa jenis reumatik yaitu:
1. Reumatik Sendi (Artikuler)
Reumatik yang menyerang sendi dikenal dengan nama reumatik sendi (reumatik
artikuler). Penyakit ini ada beberapa macam yang paling sering ditemukan.
2. Artritis Reumatik
Merupakan penyakit autoimun dengan proses peradangan menahun yang tersebar
diseluruh tubuh, mencakup keterlibatan sendi dan berbagai organ di luar
persendian.Peradangan kronis dipersendian menyebabkan kerusakan struktur sendi
yang terkena. Peradangan sendi biasanya mengenai beberapa persendian
sekaligus.Peradangan terjadi akibat proses sinovitis (radang selaput sendi) serta
pembentukan pannus yang mengakibatkan kerusakan pada rawan sendi dan tulang di
sekitarnya, terutama di persendian tangan dan kaki yang sifatnya simetris (terjadi pada
kedua sisi).Penyebab Artritis Rematoid belum diketahui dengan pasti. Ada yang
mengatakan karena mikoplasma, virus, dan sebagainya. Namun semuanya belum
terbukti. Berbagai faktor termasuk kecenderungan genetik, bisa mempengaruhi reaksi
autoimun. Bahkan beberapa kasus Artritis Rematoid telah ditemukan berhubungan
dengan keadaan stres yang berat, seperti tiba-tiba kehilangan suami atau istri,
kehilangan satu¬-satunya anak yang disayangi, hancurnya perusahaan yang dimiliknya
dan sebagainya.
Peradangan kronis membran sinovial mengalami pembesaran (Hipertrofi) dan
menebal sehingga terjadi hambatan aliran darah yang menyebabkan kematian (nekrosis)
sel dan respon peradanganpun berlanjut. Sinovial yang menebal kemudian dilapisi oleh
jaringan granular yang disebut panus. Panus dapat menyebar keseluruh sendi sehingga
semakin merangsang peradangan dan pembentukan jaringan parut. Proses ini secara
perlahan akan merusak sendi dan menimbulkan nyeri hebat serta deformitas (kelainan
bentuk).
3.      Osteoatritis
Adalah sekelompok penyakit yang tumpang tindih dengan penyebab yang belum
diketahui, namun mengakibatkan kelainan biologis, morfologis, dan keluaran klinis
yang sama.Proses penyakitnya berawal dari masalah rawan sendi (kartilago), dan
akhirnya mengenai seluruh persendian termasuk tulang subkondrial, ligamentum,
kapsul dan jaringan sinovial, serta jaringan ikat sekitar persendian (periartikular). Pada
stadium lanjut, rawan sendi mengalami kerusakan yang ditandai dengan adanya
fibrilasi, fisur, dan ulserasi yang dalam pada permukaan sendi. Etiologi penyakit ini
tidak diketahui dengan pasti. Ada beberapa faktor risiko yang diketahui berhubungan
dengan penyakit ini, yaitu : Usia lebih dari 40 tahun, Jenis kelamin wanita lebih sering,
Suku bangsa, genetik, kegemukan dan penyakit metabolik, cedera sendi, pekerjaan, dan
olah raga, kelainan pertumbuhan, kepadatan tulang, dan lain-lain.
4.      Atritis Gout
Penyakit ini berhubungan dengan tingginya asam urat darah (hiperurisemia) .
Reumatik gout merupakan jenis penyakit yang pengobatannya mudah dan efektif.
Namun bila diabaikan, gout juga dapat menyebabkan kerusakan sendi. Penyakit ini
timbul akibat kristal monosodium urat di persendian meningkat. Timbunan kristal ini
menimbulkan peradangan jaringan yang memicu timbulnya reumatik gout akut. Pada
penyakit gout primer, 99% penyebabnya belum diketahui (idiopatik). Diduga berkaitan
dengan kombinasi faktor genetic dan faktor hormonal yang menyebabkan gangguan
metabolisme yang dapat mengakibatkan meningkatnya produksi asam urat atau bisa
juga diakibatkan karena berkurangnya pengeluaran asam urat dari tubuh. Penyakit gout
sekunder disebabkan antara lain karena meningkatnya produksi asam urat karena
nutrisi, yaitu mengkonsumsi makanan dengan kadar purin yang tinggi.
Purin adalah salah satu senyawa basa organic yang menyusun asam nukleat
(asam inti dari sel) dan termasuk dalam kelompok asam amino, unsur pembentuk
protein. Produksi asam urat meningkat juga bisa karena penyakit darah (penyakit
sumsum tulang, polisitemia), obat-obatan (alkohol, obatobat kanker, vitamin B12).
Penyebab lainnya adalah obesitas (kegemukan), penyakit kulit (psoriasis), kadar
trigliserida yang tinggi. Pada penderita diabetes yang tidak terkontrol dengan baik
biasanya terdapat kadar benda-benda keton (hasil buangan metabolisme lemak) yang
meninggi. Benda-benda keton yang meninggi akan menyebabkan asam urat juga ikut
meninggi.
5.      Reumatik Jaringan Lunak (Non-Artikuler)
Merupakan golongan penyakit reumatik yang mengenai jaringan lunak di luar
sendi (soft tissue rheumatism) sehingga disebut juga reumatik luar sendi (ekstra
artikuler rheumatism). Jenis – jenis reumatik yang sering ditemukan yaitu:
a.   Fibrosis
Merupakan peradangan di jaringan ikat terutama di batang tubuh dan anggota
gerak. Fibrosis lebih sering ditemukan oleh perempuan usia lanjut, penyebabnya adalah
faktor kejiwaan.
b.   Tendonitis dan tenosivitis
Tendonitis adalah peradangan pada tendon yang menimbulkan nyeri lokal di
tempat perlekatannya. Tenosivitis adalah peradangan pada sarung pembungkus tendon.
c.    Entesopati
Adalah tempat di mana tendon dan ligamen melekat pada tulang. Entesis ini dapat
mengalami peradangan yang disebut entesopati. Kejadian ini bisa timbul akibat
menggunakan lengannya secara berlebihan, degenerasi, atau radang sendi.
d.  Bursitis
Adalah peradangan bursa yang terjadi di tempat perlekatan tendon atau otot ke
tulang. Peradangan bursa juga bisa disebabkan oleh reumatik gout dan pseudogout.
e.    Back Pain
Penyebabnya belum diketahui, tetapi berhubungan dengan proses degenerarif
diskus intervertebralis, bertambahnya usia dan pekerjaan fisik yang berat, atau sikap
postur tubuh yang salah sewaktu berjalan, berdiri maupun duduk. Penyebab lainnya
bisa akibat proses peradangan sendi, tumor, kelainan metabolik dan fraktur.
f.    Nyeri pinggang
Kelainan ini merupakan keluhan umum karena semua orang pernah
mengalaminya. Nyeri terdapat kedaerah pinggang kebawah (lumbosakral dan
sakroiliaka) Yang dapat menjalar ke tungkai dan kaki.
g.   Frozen shoulder syndrome
Ditandai dengan nyeri dan ngilu pada daerah persendian di pangkal lengan atas
yang bisa menjalar ke lengan atas bagian depan, lengan bawah dan belikat, terutama
bila lengan diangkat keatas atau digerakkan kesamping. Akibat pergerakan sendi bahu
menjadi terbatas.
2.4 Manifestasi klinis
Gejala utama dari osteoartritis adalah adanya nyeri pada sendi yang terkena,
terutama waktu bergerak. Umumnya timbul secara perlahan-lahan. Mula-mula terasa
kaku, kemudian timbul rasa nyeri yang berkurang dnegan istirahat. Terdapat hambatan
pada pergerakan sendi, kaku pagi, krepitasi, pembesaran sendi dn perubahan gaya jalan.
Lebih lanjut lagi terdapat pembesaran sendi dan krepitasi.
Tanda-tanda peradangan pada sendi tidak menonjol dan timbul belakangan,
mungkin dijumpai karena adanya sinovitis, terdiri dari nyeri tekan, gangguan gerak,
rasa hangat yang merata dan warna kemerahan, antara lain;
1.    Nyeri sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama. Nyeri biasanya bertambah dengan gerakan
dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan tertentu kadang-kadang
menimbulkan rasa nyeri yang lebih dibandingkan gerakan yang lain.
2.    Hambatan gerakan sendi
Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat dengan pelan-pelan sejalan
dengan bertambahnya rasa nyeri.
3.    Kaku pagi
Pada beberapa pasien, nyeri sendi yang timbul setelah immobilisasi, seperti duduk
dari kursi, atau setelah bangun dari tidur.
4.    Krepitasi
Rasa gemeretak (kadang-kadang dapat terdengar) pada sendi yang sakit.
5.    Pembesaran sendi (deformitas)
Pasien mungkin menunjukkan bahwa salah satu sendinya (lutut atau tangan yang
paling sering) secara perlahan-lahan membesar.
6.     Perubahan gaya berjalan
Hampir semua pasien osteoartritis pergelangan kaki, tumit, lutut atau panggul
berkembang menjadi pincang. Gangguan berjalan dan gangguan fungsi sendi yang
lain merupakan ancaman yang besar untuk kemandirian pasien yang umumnya tua
(lansia).
2.5  Patofisiologi
Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi sinovial seperti edema, kongesti
vaskular, eksudat febrin dan infiltrasi selular.  Peradangan yang berkelanjutan, sinovial
menjadi menebal, terutama pada sendi artikular kartilago dari sendi.  Pada persendian
ini granulasi membentuk pannus, atau penutup yang menutupi kartilago.  Pannus masuk
ke tulang sub chondria. Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan
gangguan pada nutrisi kartilago artikuer. Kartilago menjadi nekrosis.
Tingkat erosi dari kartilago menentukan tingkat ketidakmampuan sendi.  Bila
kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara permukaan sendi, karena
jaringan fibrosa atau tulang bersatu (ankilosis).  Kerusakan kartilago dan tulang
menyebabkan tendon dan ligamen jadi lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau
dislokasi dari persendian.  Invasi dari tulang sub chondrial bisa menyebkan osteoporosis
setempat.
Lamanya arthritis rhematoid berbeda dari tiap orang. Ditandai dengan masa
adanya serangan dan tidak adanya serangan.  Sementara ada orang yang sembuh dari
serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi.  Yang lain. terutama yang
mempunyai faktor rhematoid (seropositif gangguan rhematoid) gangguan akan menjadi
kronis yang progresif.

2.6 Patoflow

2.7   Pemeriksaan penunjang


1.    Sinar X dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan pada jaringan lunak,
erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang berdekatan ( perubahan awal )
berkembang menjadi formasi kista tulang, memperkecil jarak sendi dan
subluksasio. Perubahan osteoartristik yang terjadi secara bersamaan.
2.    Scan radionuklida :mengidentifikasi peradangan sinovium
3.    Artroskopi Langsung : Visualisasi dari area yang menunjukkan irregularitas/
degenerasi tulang pada sendi
4.    Aspirasi cairan sinovial : mungkin menunjukkan volume yang lebih besar dari
normal: buram, berkabut, munculnya warna kuning (respon inflamasi, produk-
produk pembuangan degeneratif ); elevasi SDP dan lekosit, penurunan viskositas
dan komplemen (C3 dan C4).
5.     Biopsi membran sinovial : menunjukkan perubahan inflamasi dan perkembangan
panas.
6.     Pemeriksaan cairan sendi melalui biopsi, FNA (Fine Needle Aspiration) atau
atroskopi; cairan sendi terlihat keruh karena mengandung banyak leukosit dan
kurang kental dibanding cairan sendi yang normal.
7.    Kriteria diagnostik Artritis Reumatoid adalah terdapat poli- arthritis yang simetris
yang mengenai sendi-sendi proksimal jari tangan dan kaki serta menetap sekurang-
kurangnya 6 minggu atau lebih bila ditemukan nodul subkutan atau gambaran erosi
peri-artikuler pada foto rontgen
2.8   Penatalaksanaan
1.      Medikamentosa
Tidak ada pengobatan medikamentosa yang spesifik, hanya bersifat simtomatik.
Obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) bekerja hanya sebagai analgesik dan
mengurangi peradangan, tidak mampu menghentikan proses patologis
2.      Istirahatkan sendi yang sakit, dihindari aktivitas yang berlebihan pada sendi yang
sakit.
3.      Mandi dengan air hangat untuk mengurangi rasa nyeri
4.      Lingkungan yang aman untuk melindungi dari cedera
5.      Dukungan psikososial
6.      Fisioterapi dengan pemakaian panas dan dingin, serta program latihan yang tepat
7.      Diet untuk menurunkan berat badan dapat mengurangi timbulnya keluhan
8.      Kompres dengan es saat kaki bengkak dan kompres air hangat saat nyeri
9.      Konsumsi makanan yang mengandung protein dan Vitamin
10.  Diet rendah purin:
Tujuan pemberian diet ini adalah untuk mengurangi pembentukan asam urat dan
menurunkan berat badan, bila terlalu gemuk dan mempertahankannya dalam batas
normal. Bahan makanan yang boleh dan yang tidak boleh diberikan pada penderita
osteoartritis
Golongan Makanan yang boleh Makanan yang tidak
bahan makanan diberikan boleh diberikan
Karbohidrat Semua –
Protein hewani Daging atau ayam, ikan Sardin, kerang, jantung,
tongkol, bandeng 50 gr/hari, hati, usus, limpa, paru-paru,
telur, susu, keju otak, ekstrak daging/ kaldu,
bebek, angsa, burung.

Protein nabati Kacang-kacangan kering 25
gr atau tahu, tempe, oncom
Minyak dalam jumlah –
Lemak terbatas.
Semua sayuran sekehendak Asparagus, kacang polong,
Sayuran kecuali: asparagus, kacang kacang buncis, kembang
polong, kacang buncis, kol, bayam, jamur
kembang kol, bayam, jamur maksimum 50 gr sehari
maksimum 50 gr sehari
Semua macam buah
-
Teh, kopi, minuman yang
Buah-buahan mengandung soda Alkohol
Semua macam bumbu
Minuman Ragi

Bumbu, dll

2.2.9   Komplikasi
1.   Dapat menimbulkan perubahan pada jaringan lain seperti adanya prosesgranulasi di
bawah kulit yang disebut subcutan nodule.
2.    Pada otot dapat terjadi myosis, yaitu proses granulasi jaringan otot.
3.    Pada pembuluh darah terjadi tromboemboli.
Tromboemboli adalah adanya sumbatan pada pembuluh darah yang disebabkan
oleh adanya darah yang membeku.
4.    Terjadi splenomegali.
Slenomegali merupakan pembesaran limfa,jika limfa membesar kemampuannya
untuk  menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah putih dan trombosit dalam
sirkulasi menangkap dan menyimpan sel-sel darah akan meningkat.
3. Konsep Asuhan Keperawatan Teoritis Pasien dengan Stroke

3.1 Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses
pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi
status kesehatan klien. (Nursalam, 2011).
Pengkajian pada pasien rematik meliputi identitas klien, keluhan utama, riwayat
penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan pengkajian
psikososial.
1.    Biodata
Nama, umur, jenis kelamin, status, alamat, pekerjaan, penanggung jawab.Data
dasar pengkajian pasien tergantung padwa keparahan dan keterlibatan organ-organ
lainnya (misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal), tahapan misalnya eksaserbasi akut
atau remisi dan keberadaaan bersama bentuk-bentuk arthritis lainnya.
2.    Riwayat Kesehatan
a.  Adanya keluhan sakit dan kekakuan pada tangan, atau pada tungkai.
b.  Perasaan tidak nyaman dalam beberapa periode/waktu sebelum pasien mengetahui
dan merasakan adanya perubahan pada sendi.
3.    Pemeriksaan fisik
a.  Inspeksi dan palpasi persendian untuk masing-masing sisi (bilateral), amati warna
kulit, ukuran, lembut tidaknya kulit, dan pembengkakan.
b.  Lakukan pengukuran passive range of mation pada sendi-sendi sinovial
1. Catat bila ada deviasi (keterbatasan gerak sendi)
2. Catat bila ada krepitasi
3. Catat bila terjadi nyeri saat sendi digerakkan
4. Lakukan inspeksi dan palpasi otot-otot skelet secara bilateral
c.  Catat bia ada atrofi, tonus yang berkurang
d. Ukur kekuatan otot
e.  Kaji tingkat nyeri, derajat dan mulainya
f.   Kaji aktivitas/kegiatan sehari-hari
4.      Aktivitas/istirahat
Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stres pada sendi;
kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral dan simetris.
Limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan,
keletihan.
Tanda : Malaise
Keterbatasan rentang gerak; atrofi otot, kulit, kontraktor/ kelaianan pada sendi.
5.      Kardiovaskuler
Gejala : Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki (mis: pucat intermitten, sianosis,
kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal).
6.      Integritas ego
Gejala : Faktor-faktor stres akut/ kronis: mis; finansial, pekerjaan, ketidakmampuan,
faktor- faktor hubungan. Keputusan dan ketidakberdayaan (situasi ketidakmampuan)
Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi (misalnya ketergantungan
pada orang lain).
7.      Makanan/ cairan
Gejala ; Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi makanan/ cairan
adekuat: mual, anoreksia Kesulitan untuk mengunyah
Tanda : Penurunan berat badan\ Kekeringan pada membran mukosa.
8.      Hygiene
Gejala : Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi.
Ketergantungan
9.      Neurosensori
Gejala : Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan.
Gejala : Pembengkakan sendi simetris
10.  Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Fase akut dari nyeri (mungkin tidak disertai oleh pembengkakan jaringan lunak
pada sendi).
11.  Keamanan
Gejala : Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutan, Lesi kulit, ulkus kaki. Kesulitan
dalam ringan dalam menangani tugas/ pemeliharaan rumah tangga.Demam ringan
menetap Kekeringan pada mata dan membran mukosa.
12.  Interaksi social
Gejala : Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang lain; perubahan peran;
isolasi.

13.  Riwayat Psiko Sosial


Pasien dengan RA mungkin merasakan adanya kecemasan yang cukup tinggi
apalagi pada pasien yang mengalami deformitas pada sendi-sendi karena ia merasakan
adanya kelemahan-kelemahan pada dirinya dan merasakan kegiatan sehari-hari menjadi
berubah. Perawat dapat melakukan pengkajian terhadap konsep diri klien khususnya
aspek body image dan harga diri klien.
2.2 Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah sebuah label singkat yang menggambarkan kondisi
pasien. Berisi tentang pernyataan yang jelas mengenai status kesehatan, masalah aktual
atau resiko dalam rangka mengidentifikasi dan menentukan intervensi keperawatan
untuk mengurangi, menghilangkan, atau mencegah masalah kesehatan klien yang ada
pada tanggung jawabnya (Wilkinson, 2012).
Diagnosa keperawatan yang muncul menurut Mutaqqin (2008) yang sudah
disesuaikan dengan NANDA (2015) pada pasien rematik, yaitu :
1. Nyeri akut/kronis berhubungkan dengan : agen pencedera; distensi jaringan oleh
akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.
2.Kerusakan Mobilitas Fisik berhubungan dengan: Deformitas skeletal. Nyeri,
ketidaknyamanan, Intoleransi aktivitas, penurunan kekuatan otot.
3.  Gangguan citra tubuh./perubahan penampilan peran berhubungan dengan perubahan
kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan energi,
ketidakseimbangan mobilitas
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan musculoskeletal, penurunan
kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi.
2.3 Intervensi
DIAGNOSA
NOC NIC
KEPERAWATAN
Nyeri berhubungan Setelah dilakukan 1. Kaji keluhan nyeri, catat lokasi dan
dengan agen tindakan keperawatan intensitas (skala 0-10). Catat faktor-
pencedera, distensi selama 3x24 jam faktor yang mempercepat dan tanda-
jaringan oleh diharapkan tidak ada tanda rasa sakit non verbal
akumulasi cairan/ Keluhan nyeri, dengan 2. Berikan matras/ kasur keras, bantal
proses inflamasi, kriteria : kecil,. Tinggikan linen tempat tidur
destruksi sendi.   - Menunjukkan nyeri sesuai kebutuhan
hilang/ terkontrol 3. Tempatkan/ pantau penggunaan
  - Terlihat rileks, dapat bantl, karung pasir, gulungan
tidur/beristirahat dan trokhanter, bebat, brace.
berpartisipasi dalam 4. Dorong untuk sering mengubah
aktivitas sesuai posisi,. Bantu untuk bergerak di
kemampuan. tempat tidur, sokong sendi yang sakit
  - Mengikuti program di atas dan bawah, hindari gerakan
farmakologis yang yang menyentak.
diresepkan 5. Anjurkan pasien untuk mandi air
  - Menggabungkan hangat atau mandi pancuran pada
keterampilan relaksasi waktu bangun dan/atau pada waktu
dan aktivitas hiburan ke tidur. Sediakan waslap hangat untuk
dalam program kontrol mengompres sendi-sendi yang sakit
nyeri. beberapa kali sehari. Pantau suhu air
kompres, air mandi, dan sebagainya.
6. Berikan masase yang lembut
7. jarkan teknik non farmakologi
(relaksasi, distraksi, relaksasi
progresif)
8. Beri obat sebelum aktivitas/ latihan
yang direncanakan sesuai petunjuk.
9. Kolaborasi: Berikan obat-obatan
sesuai petunjuk (mis:asetil salisilat)
10. Berikan kompres dingin jika
dibutuhkan
Gangguan mobilitas Setelah dilakukan 1. Evaluasi/ lanjutkan pemantauan
fisik berhubungan tindakan keperawatan tingkat inflamasi/ rasa sakit pada sendi
dengan deformitas selama 3x24 jam 2. Pertahankan istirahat tirah baring/
skeletal, nyeri, diharapkan mobilitas duduk jika diperlukan jadwal aktivitas
penurunan, kekuatan fisik baik dengan untuk memberikan periode istirahat
otot. kriteria : yang terus menerus dan tidur malam
-- - Mempertahankan hari yang tidak terganggu.
fungsi posisi dengan 3. Bantu dengan rentang gerak
tidak hadirnya/ aktif/pasif, demikiqan juga latihan
pembatasan kontraktur. resistif dan isometris jika
  - Mempertahankan memungkinkan
ataupun meningkatkan 4. Ubah posisi dengan sering dengan
kekuatan dan fungsi jumlah personel cukup.
dari dan/ atau 5. Demonstrasikan/ bantu tehnik
kompensasi bagian pemindahan dan penggunaan bantuan
tubuh mobilitas, mis, trapeze
  - Mendemonstrasikan 6. Posisikan dengan bantal, kantung
tehnik/ perilaku yang pasir, gulungan trokanter, bebat, brace
memungkinkan 7. Gunakan bantal kecil/tipis di bawah
melakukan aktivitas leher.
8. Dorong pasien mempertahankan
postur tegak dan duduk tinggi, berdiri,
dan berjalan
9. Berikan lingkungan yang aman,
misalnya menaikkan kursi,
menggunakan pegangan tangga pada
toilet, penggunaan kursi roda.
10. Kolaborasi: konsul dengan
fisoterapi.
Gangguan Citra Setelah dilakukan 1. Dorong pengungkapan mengenai
Tubuh / Perubahan tindakan keperawatan masalah tentang proses penyakit,
Penampilan Peran selama 3x24 jam harapan masa depan.
berhubungan dengan diharapkan gangguan 2. Diskusikan arti dari kehilangan/
perubahan citra tubuh berkurang perubahan pada pasien/orang terdekat.
kemampuan untuk dengan criteria: 3. Memastikan bagaimana
melaksanakan tugas-   - Mengungkapkan pandangaqn pribadi pasien dalam
tugas umum, peningkatan rasa memfungsikan gaya hidup sehari-
peningkatan percaya diri dalam hari, termasuk aspek-aspek
penggunaan energi, kemampuan untuk seksual.
ketidakseimbangan menghadapi penyakit, 4. Diskusikan persepsi
mobilitas. perubahan pada gaya pasienmengenai bagaimana orang
hidup, dan terdekat menerima keterbatasan.
kemungkinan 5. Perhatikan perilaku menarik diri,
keterbatasan penggunaan menyangkal atau
  - Menyusun rencana terlalu memperhatikan perubahan
realistis untuk masa 6. Bantu pasien untuk
depan. mengidentifikasi perilaku positif
yang dapat membantu koping
Defisit perawatan diri Setelah dilakukan 1. Diskusikan tingkat fungsi umum
berhubungan dengan tindakan keperawatan (0-4) sebelum timbul awitan/
kerusakan selama 3x24 jam eksaserbasi penyakit dan potensial
musculoskeletal, diharapkan klien dapat perubahan yang sekarang
penurunan kekuatan, mengatur kegiatan diantisipasi.
daya tahan, nyeri pada sehari-hari, dengan 2. Pertahankan mobilitas, kontrol
waktu bergerak, criteria hasil: terhadap nyeri dan program latihan.
depresi.   - Melaksanakan 3. Kaji hambatan terhadap partisipasi
aktivitas perawatan diri dalam perawatan diri.
pada tingkat yang Identifikasi /rencana untuk
konsisten dengan modifikasi lingkungan
kemampuan individual 4. Kolaborasi: Konsul dengan ahli
  - Mendemonstrasikan terapi okupasi
perubahan teknik/ gaya 5. Kolaborasi : atur konsul dengan
hidup untuk memenuhi lembaga lainnya, mis: pelayanan
kebutuhan perawatan perawatan rumah, ahli nutrisi.
diri.
  - Mengidentifikasi
sumber-sumber pribadi/
komunitas yang dapat
memenuhi kebutuhan
perawatan diri.

3.4        Implementasi
Implementasi adalah fase ketikan perawata menerapkan/ melaksanakan rencana
tindakan yang telah ditentukan dengan tujuan kebutuhan pasien terpenuhi secara
optimal (Nursalam, 2008).
3.5        Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau
tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat seharusnya memiliki pengetahuan dan
kemampuan dalam memahami respon terhadap intervensi keperawatan, kemampuan
menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam
menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil.
Pada tahap evaluasi ini terdiri dari dua kegiatan yaitu kegiatan yang dilakukan
dengan mengevaluasi selama proses perawatan berlangsung atau menilai dari respon
klien disebut evaluasi proses, dan kegiatan melakukan evaluasi dengan target tujuan
yang diharapkan disebut sebagai evaluasi hasil (Hidayat, A.A.A, 2008).

DAFTAR PUSTAKA

Azizah,Lilik Ma’rifatul.  Keperawatan Lanjut Usia. Edisi 1. Garaha Ilmu. Yogyakarta.


2011

Doenges E Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta

Kushariyadi. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Salemba Medika. Jakarta.
2010
Mubaraq, Chayatin, Santoso. Ilmu Keperawatan Komunitas Konsep Dan Aplikasi.
Salemba Medika. Jakarta. 2011

Stanley, Mickey. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Alih Bahasa; Nety Juniarti, Sari
Kurnianingsih. Editor; Eny Meiliya, Monica Ester. Edisi 2. EGC. Jakarta. 2006

Tamher, S. Noorkasiani. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan


Keperawatan. Salemba Medika. Jakarta. 2011

Anda mungkin juga menyukai