Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TINJAUAN TEORETIK

A. Deskripsi Konseptual

1. Lanjut usia

a. Definisi

Lanjut usia adalah kelompok manusia yang berusia 60 tahun

ke atas. Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya

kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan

mempertahankan fungsi normlanya secara perlahan-lahan sehingga

tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan

yang terjadi (Sunaryo dkk, 2016).

Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi

di dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses

sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu,

tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan

proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap

kehidupan, yaitu anak, dewasa dan tua. Menua bukanlah suatu

penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur

mengakibatkan perubahan kumulatif, merupakan proses menurunnya

daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar

tubuh (Siti Nur Kholifah, 2016).

7
8

b. Batasan-batasan Lanjut Usia

Menurut Sunaryo dkk (2016), batasan-batasan umur yang

mencangkup batasan umur lansia sebagai berikut :

1) Menurut Undang-Undang Nomor 13 dalam Bab 1 Pasal 1 ayat

2 yang berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai

usia 60 (enam puluh) tahun ke atas”.

2) Menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut

dibagi menjadi 4 kriteria yaitu usia pertengan (middle age)

ialah 45-59, lanjut usia (elderly) ialah 60-74 tahun, lanjut usia

tua ialah (old) ialah 79-90 tahun, usia sangat tua (very old)

ialah di atas 90 tahun.

3) Menurut Dra. Jos Masdani (psikolog IU) terdapat empat fase

yaitu pertama (fase inventus) ialah 25-40 tahun, kedua (fase

virilities) ialah 40-55 tahun, ketiga (fase presenium) ialah 55-

65 tahun, dan keempat (fase senium) ialah 65 hingga tutup

usia.

4) Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro masa lanjut usia

(geriatric age) ialah lebih 65 tahun atau 70 tahun. Masa lanjut

usia (geriatric age) itu sendiri dibagi menjadi tiga batasan

umur, yaitu young old (70-75), old (75-80), dan very old (>80

tahun).

c. Perubahan yang Terjadi Pada Lansia

Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses

penuaan secara degeneratif yang akan berdampak pada perubahan-


9

perubahan pada diri manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi

juga kognitif, perasaan, sosial dan seksual (Siti Nur Kholifah,

2016).

1) Perubahan Fisik

a) Sistem Indra

Sistem pendengaran, Prebiakusis (gangguan pada

pendengaran) oleh karena hilangnya kemampuan (daya)

pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi

suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas,

sulit dimengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas 60

tahun.

b) Sistem Integumen

Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak elastis

kering dan berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga

menjadi tipis dan berbercak. Kekeringan kulit disebabkan

atropi glandula sebasea dan glandula sudoritera, timbul

pigmen berwarna coklat pada kulit dikenal dengan liver

spot.

c) Sistem Musculoskeletal

Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia: Jaringan

penghubung (kolagen dan elastin), kartilago, tulang, otot

dan sendi. Kolagen sebagai pendukung utama kulit, tendon,

tulang, kartilago dan jaringan pengikat mengalami

perubahan menjadi bentangan yang tidak teratur. Kartilago,


10

jaringan kartilago pada persendian menjadi lunak dan

mengalami granulasi, sehingga permukaan sendi menjadi

rata. Kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dan

degenerasi yang terjadi cenderung kearah progresif,

konsekuensinya kartilago pada persendiaan menjadi rentan

terhadap gesekan. Tulang, berkurangnya kepadatan tulang

setelah diamati adalah bagian dari penuaan fisiologi,

sehingga akan mengakibatkan osteoporosis dan lebih lanjut

akan mengakibatkan nyeri, deformitas dan fraktur. Otot,

perubahan struktur otot pada penuaan sangat bervariasi,

penurunan jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan

jaringan penghubung dan jaringan lemak pada otot

mengakibatkan efek negatif. Sendi, pada lansia, jaringan

ikat sekitar sendi seperti tendon, ligament dan fasia

mengalami penuaan elastisitas.

d) Sistem Kardiovaskuler

Perubahan pada sistem kardiovaskuler pada lansia adalah

massa jantung bertambah, ventrikel kiri mengalami

hipertropi sehingga peregangan jantung berkurang, kondisi

ini terjadi karena perubahan jaringan ikat. Perubahan ini

disebabkan oleh penumpukan lipofusin, klasifikasi SA

Node dan jaringan konduksi berubah menjadi jaringan ikat.


11

e) Sistem Respirasi

Pada proses penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru,

kapasitas total paru tetap tetapi volume cadangan paru

bertambah untuk mengkompensasi kenaikan ruang paru,

udara yang mengalir ke paru berkurang. Perubahan pada

otot, kartilago dan sendi torak mengakibatkan gerakan

pernapasan terganggu dan kemampuan peregangan toraks

berkurang.

f) Pencernaan dan Metabolisme

Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti

penurunan produksi sebagai kemunduran fungsi yang nyata

karena kehilangan gigi, indra pengecap menurun, rasa lapar

menurun (kepekaan rasa lapar menurun), liver (hati) makin

mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan, dan

berkurangnya aliran darah.

g) Sistem Perkemihan

Pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang signifikan.

Banyak fungsi yang mengalami kemunduran, contohnya

laju filtrasi, ekskresi, dan reabsorpsi oleh ginjal

h) Sistem Saraf

Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan

atropi yang progresif pada serabut saraf lansia. Lansia

mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan dalam

melakukan aktifitas sehari-hari.


12

i) Sistem Reproduksi

Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan

menciutnya ovary dan uterus. Terjadi atropi payudara. Pada

laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa,

meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur.

2) Perubahan Kognitif

a) Memory (Daya ingat, Ingatan)

b) IQ (Intellegent Quotient)

c) Kemampuan Belajar (Learning)

d) Kemampuan Pemahaman (Comprehension)

e) Pemecahan Masalah (Problem Solving)

f) Pengambilan Keputusan (Decision Making)

g) Kebijaksanaan (Wisdom)

h) Kinerja (Performance)

i) Motivasi

3) Perubahan Mental

Faktor-faktor yang mempengaruhi :

a) Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa

b) Kesehatan umum

c) Tingkat pendidikan

d) Keturunan (hereditas)

e) Lingkungan

f) Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan

ketulian
13

g) Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan

h) Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan

dengan teman dan famili

i) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan

terhadap gambaran diri, perubahan konsep diri

4) Perubahan Spiritual

Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam

kehidupannya. Lansia semakin matang (mature) dalam

kehidupan keagamaan, hal ini terlihat dalam berfikir dan

bertindak sehari-hari.

5) Perubahan Psikososial

a) Kesepian

Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat

meninggal terutama jika lansia mengalami penurunan

kesehatan, seperti menderita penyakit fisik berat, gangguan

mobilitas atau gangguan sensorik terutama pendengaran.

b) Duka Cita (Bereavement)

Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau bahkan

hewan kesayangan dapat meruntuhkan pertahanan jiwa

yang telah rapuh pada lansia. Hal tersebut dapat memicu

terjadinya gangguan fisik dan kesehatan.

c) Depresi

Duka cita yang berlanjut akan menimbulkan perasaan

kosong, lalu diikuti dengan keinginan untuk menangis yang


14

berlanjut menjadi suatu episode depresi. Depresi juga dapat

disebabkan karena stres lingkungan dan menurunnya

kemampuan adaptasi.

d) Gangguan Cemas

Dibagi dalam beberapa golongan: fobia, panik, gangguan

cemas umum, gangguan stress setelah trauma dan gangguan

obsesif kompulsif, gangguangangguan tersebut merupakan

kelanjutan dari dewasa muda dan berhubungan dengan

sekunder akibat penyakit medis, depresi, efek samping

obat, atau gejala penghentian mendadak dari suatu obat.

e) Parafrenia

Suatu bentuk skizofrenia pada lansia, ditandai dengan

waham (curiga), lansia sering merasa tetangganya mencuri

barang-barangnya atau berniat membunuhnya. Biasanya

terjadi pada lansia yang terisolasi/diisolasi atau menarik diri

dari kegiatan sosial.

f) Sindrom Diogenes

Suatu kelainan dimana lansia menunjukkan penampilan

perilaku sangat mengganggu. Rumah atau kamar kotor dan

bau karena lansia bermain-main dengan feses dan urin nya,

sering menumpuk barang dengan tidak teratur. Walaupun

telah dibersihkan, keadaan tersebut dapat terulang kembali.


15

2. Hipertensi

a. Definsi

Hipertensi merupakan keadaan ketika tekanan darah sistolik

lebih dari 120 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 80 mmHg.

Hipertensi sering menyebabkan perubahan pada pembuluh darah

yang dapat mengakibatkan semakin tingginya tekanan darah (Arif

Muttaqin, 2014).

Hipertensi adalah sebagai peningkatan tekanan darah sistolik

sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastolic sedikitnya 90 mmHg.

Hipertensi tidak hanya berisko tinggi menderita penyakit jantung,

tetapi juga menderita penyakit lain seperti saraf, ginjal, dan

pembuluh darah dan makin tinggi tekanan darah maka semakin besar

resikonya (Amin Huda dan Hardhi Kusuma, 2015).

b. Etiologi

Menurut Amin Huda dan Hardhi Kusuma (2015) penyebab

hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu, :

1) Hipertensi Primer (esensial)

Disebut juga hipertensi idiopatik karena tidak diketahui

penyebabnya. Faktor yang mempengaruhinya yaitu genetik,

lingkungan, hiperaktifitas saraf simpatis sistem renin,

angiotensin dan peningkatan Na + Ca intraseluler. Faktor-faktor

yang meningkatkan resiko yaitu obesitas, merokok, alkohol dan

polisitemia.
16

2) Hipertensi Sekunder

Penyebabnya yaitu penggunaan esterogen, penyakit ginjal,

sindrom cushing dan hipertensi yang berhubungan dengan

kehamilan.

Penyebab hipertensi pada orang usia lanjut adalah terjadinya

perubahan-perubahan pada :

1) Elastisitas dinding aorta menurun

2) Katub jantung menebal dan menjadi kaku

3) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun

sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa darah

menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya

4) Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena

kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi

5) Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer

c. Faktor Resiko

Menurut Kemenkes (2013) faktor resiko hipertensi dibagi

menjadi 2 kelompok, yaitu :

1) Faktor resiko yang tidak dapat diubah

a) Umur

Umur mempengaruhi kejadian hipertensi. Dengan

bertambahnya umur, resiko terkena hipertensi menjadi lebih

besar. Pada usia lanjut, hipertensi terutama ditemukan

hanya berupa kenaikan tekanan darah sistolik. Kejain ini


17

disebabkan oleh perubahan struktur pada pembuluh darah

besar.

b) Jenis Kelamin

Jenis kelamin berpengaruh pada terjadinya hipertensi. Pria

mempunyai resiko sekitar 2,3 kali lebih banyak mengalami

peningkatan tekanan darah sistolik dibandingkan demgan

perempuan, karena pria diduga memiliki gaya hidup yang

cenderung meningkatkan tekanan darah. Namun, setelah

memasuki menopause, prevalensi hipertensi pada

perempuan meningkat. Bahkan setelah usia 65 tahun,

hipertensi pada perempuan lebih tinggi dibandingkan

dengan pria, akibat faktor hormonal.

c) Genetik

Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor

keturunan) jugameningkatkan risiko hipertensi, terutama

hipertensi primer (esensial). Tentunya faktor lingkungan

lain ikut berperan. Fakrtor genetik juga berkaitan dengan

metabolisme pengaturan garam dan renin membrane sel.

Jika salah satu orang tua yang menderita hipertensi maka

sekitr 30% akan turun ke anak-anaknya

2) Faktor resiko yang dapat diubah

a) Obesitas

Kegemukan (obesitas) adalah persentase abnormalitas

lemak yang dinyatakan dalam indeks Masa Tubuh (Body


18

Mass Index) yaitu perbandingan antara berat badan dengan

tinggi badan kuadratt dalam meter. Berat badan dan indeks

masa tubuh (IMT) berkorelasi langsung dengan dekanan

darah, terutama tekanan darah sistolik. Obesitas bukanlah

penyebab hipertensi. Akan tetapi prevalensi hipertensi pada

orang-orang dengan obesitas jauh lebih besar. Risiko relatif

untuk menderita hipertensi pada obesitas jauh lebih besar

dibanddingkan dengan seorang yang badanya normal.

Sedangkan, pada penderita hipertensi ditemukan 20-30%

memiliki berat badan lebih (overweight).

b) Merokok

Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida

yang dihisap melalui rokok akan memasuki sirkulasi darah

dan merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri, zat

tersebut mengakibatkan proses artereosklerosis dan tekanan

darah darah tinggi. Pada studi autopsi, dibuktikan adanya

kaitan erat antara kebiasaan merokok dengan proses

artereosklerosis pada seluruh pembuluh darah, merokok

juga meningkatkan denyut jantung, sehingga kebutuhan

oksigen otot-otot jantung bertambah. Merokok pada

penderita tekanan darah tinggi akan semakin meningkatkan

risiko kerusakan pembuluh darah arteri.


19

c) Kurang aktivitas fisik

Olahraga yang teratur dapat membantu menurunkan

tekanan darah dan bermanfaat bagi penderita hipertensi

ringan. Dengan melakukan olahraga yang teratur tekanan

darah dapat menurun, meskipun berat badan belum turun.

d) Konsumsi garam berlebih

Garam meneyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh

karena menarik cairan di luar sel agar tidak dikeluarkan,

sehingga akan meningkatkan volume dan tekanan darah.

Pada sekitar 60% kasus hipertensi primer (esensial) terjadi

respons penurunan tekanan darah dengan mengurangi

asupan garam. Pada masyarakat asupan garam sekitar 7-8

gram tekanan darah rerata lebih tinggi.

e) Dislipidemia

Kelainan metabolism lipid (lemak) ditandai dengan

peningkatan kadar kolesterol total, kolesterol LDL dan atau

penurunan kadar kolesterol HDL dalam darah. Kolesterol

merupakan faktor penting dalam terjadinya aterosklerosis,

yang kemudian mengakibatkan peningkatan tahanan darah

perifer pembulug darah sehingga tekanan darah mneingkat.

f) Konsumsi alkohol berlebih

Pengaruh alkohol terhadap kenaikan tekanan darah telah

dibuktikan, namun mekanismenya masih belum jelas.

Diduga peningkatan kadar kortisol, peningkatan volume sel


20

darah merah dan peningkatan kekentalan darah berperaran

dalam menaikkan tekanan darah. Dikatan bahwa, efek

terhadap tekanan darah baru nampak apabila mengkonsumsi

alkohol sekitar2-3 gelas ukuran standar setiap harinya.

g) Psiokososial dan stress

Stress atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, marah,

dendam, rasa takut, rasa bersalah ) dapat merangsang

kelenjar anak ginjal melepaskan hormone adrenalin dan

memacu jantung berdenyut lebih cepat dan lebih kuat,

sehingga tekanan darah meningkat, jika stress berlangsung

lama, tubuh akan berusaha mengadakan penyesuaian

sehingga timbul kelainan organis atau perubahan patologis.

Gejalan yang muncul dapat berupa hipertensi atau penyakit

maag.

d. Patofisiologi

Reseptor yang menerima perubahan tekanan darah yaitu

refleks baroreseptor yang terdapat pada sinus karotis dan arkus aorta.

Pada hipertensi, karena adanya berbagai gangguan genetik dan risiko

lingkungan, maka terjadi gangguan neuro hormonal yaitu sistem

saraf pusat dan sistem renin-angiotensin-aldosterone serta terjadinya

inflamasi dan resistensi insulin. Resistensi insulin dan gangguan

hormonal menyebabkan vasokonstriksi sistemik dan peningkatan

resistensi perifer. Inflamasi menyebabkan gangguan ginjal yang

disertai gangguan sistem renin-angiotensin-aldosterone (RAA) yang


21

menyebabkan retensi garam dan air di ginjal, sehingga terjadi

peningkatan volume darah. Peningkatan resistensi perifer dan

volume darah merupakan dua penyebab utama terjadinya hipertensi.

Pusat yang menerima impuls yang dapat mengenali keadaan tekanan

darah terletak pada medula di Batang otak. (M. Asikin dkk, 2016).

Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh

darah perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang

terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis,

hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi

otot polos pembuluh darah, yang pada akhirnya akan menurunkan

kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah.

Konsekuensinya yaitu kemampuan aorta dan arteri besar menjadi

berkurang dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh

jantung (volume sekuncup) sehingga mengakibatkan penurunan

curah jantung dan peningkatan resistensi perifer (M. Asikin dkk,

2016).

e. Klasifikasi

Tabel 2.1
Klasifikasi Hipertensi
(JNC 7, 2003)
Tekanan Darah Tekanan Darah
Kategori
Sistolik Diastolik
Normal <120 mmHg <80 mmHg

Pra-hipertensi 120-139 mmHg 80-89 mmHg

Hipertensi Tingkat 1 140-159 mmHg 90-99 mmHg

Hipertensi Tingkat 2 >160 mmHg >100 mmHg


22

f. Manifestasi Klinis

Menutur Wahyu Rahayu (2015) pada sebaigian penderita

hipertensi tidak menimbulkan gejala, meskipun secara tidak sengaja

beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan

dengan tekanan darah tinggi (padahal sessunguhnya tidak). Gejala

yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing,

wajah kemerahan, dan kelelahan yang biasa terjadi baik pada

penderita hipertensi maupun pada seseorang dengan tekanan darah

normal.

Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati,

maka bisa timbul gejala berikit ini :

1) Sakit kepala

2) Kelelahan

3) Mual

4) Muntah

5) Sesak nafas

6) Gelisah

7) Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan

pada otak, mata, jantung dan ginjal

Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan

kesadaran dan bahkan koma karena pembengkakan pada otak.

Keadaan ini disebut dengan enselfalopati hipertensif, yang

memerlukan penanganan segera.


23

g. Penatalaksanaan

Menurut Kemenkes (2013) berikut ini merupakan

penatalaksanaan hipertensi :

1) Farmakologi

a) Diuretic Thiazide

Jenis obat ini adalah obat yang mempengaruhi ginjal.

Diuretik membantu ginjal membuang garam dan air, yang

akan mengutrangi volume cairan di seluruh tubuh sehingga

menurunkan tekanan darah. Diuretik juga menyebabkan

pelebaran pembuluh darah. Biasanya tidak ada efek

samping yang menggangu, tetapi efek tambahan yang

ditimbulkan oleh diuretik adalah tidak hanya garam saja

yang di keluarkan tetapi zat penting seperti kalium juga bisa

ikut keluar.

b) Penghambat Adrenergik

Merupakan sekelompok obat yang terdiri dari alfa-blocker,

beta-blocker dan alfa-beta-blockerlabetalol, obat-obat ini

bekerja menghalangi pengaruh bahan-bahan kimia tertentu

dalam tubuh, dan juga dapat membuat jantuk berdetak lebih

lambat dan tidak begitu keras dalam memompa.

c) Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE-inhibitor)

ACE–inhibitor menyebabkan penurunan tekanan darah

dengan cara melebarkan arteri dan menghalangi


24

pembentukan bahan kimia alamiah di dalam tubuh yang

disebut angiotensin II.

d) Calcium Chanel Blocker

Obat ini membantu mengendurkan pembuluh darah dan

mengurangi aliran darah. Pengaruh penurunan tekanan

darah dari obat ini bisa singkat, bisa juga lama.

2) Non Farmakologi

Selain dilakukan pengobatan farmakologi, hipertensi juga dapat

disembuhkan dengan cara non farmakalogi, yaitu dengan cara :

a) Mengurangi Berat Badan

Kelebihan berat badan berhubungan dengan peningkatan

tekanan darah, tingkat lipid (lemak darah) tinggi yang

abnormal, diabetes, dan penyakit jantung coroner.

Penurunan berat badan mempercepat turunnya tekanan

darah dalam pengobatan.

b) Mambatasi Asupan Alkohol

c) Olahraga teratur

Jika tekanan darah kita tinggi, aktifitas fisik yang teratur

dapat mengurangi tekanan darah. Tetapi sebaiknya hindari

olahraga yang kompetitif.

d) Mambatasi asupan natrium

Menghindari atau mengurangi konsumsi garam dapur

adalah salah satu contoh cara mengurangi natrium,


25

meskipun tidak menjamin seseorang tidak terkena

hipertensi.

e) Berhenti merokok

Merokok memang tidak menyebabkan hipertensi, tetapi

merupakan salah satu factor resiko utama penyakit

kardiovaskuler. Merokok juga menghambat efek obat

antihipertensi.

f) Mengurangi lemak

Seorang penderita hipertensi dengan kadar lemak yang

tinggi memerlukan modifikasi diet atau terapi obat untuk

menormalkannya. Batasan utama asupan lemak adalah

kurang dari 30% total kalori.

g) Peranan Kalium

Dalam diet, kalium bisa membantu mengurangi tekanan

darah. Mengonsumsi buah dan sayuran yang kaya kalium

bisa memperbaiki control tekanan darah. Cara

mengonsumsi untuk pengobatan hipertensi yaitu bisa

dikonsumsi secara langsung atau bisa di jus.


26

3. Pisang Ambon

a. Definsi

Pisang ambon merupakan jenis pisang yang banyak

dikonsumsi oleh masyarakat indonesia. Pisang ini banyak dijual di

pasar tradisional dan modern, dan tersebar hampir di seluruh pulau

Indonesia. Pisang ambon memiliki bentuk batang yang cenderung

umum. Batang menjulang hingga 2-2,5 M, memiliki buah dengan

warna hijau (belum matang) dan warna cenderung kekuningan

apabila sudah cukup matang. Bentuk daunnya tegak , dan memiliki

panjang buah 16-20 cm dan memiliki warna daging buah cenderung

putih kekuningan (Ambarita, 2015).

b. Klasifikasi

Klasifikasi pisang ambon menurut ITIS 2020 :

Nama : Pisang Ambon (Musa paradisiaca L)

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Divisi : Tracheophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Zingibiralles

Family : Musaceae

Genus : Musa L. (Pisang)

Species : Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt

c. Kandungan Gizi

Dari kandungan gizinya, buah pisang juga dapat

dikategorikan sumber karbohidrat, yang sering dijadikan sebagai


27

pengganti makanan pokok. Pisang sangat bermanfaat dalam

menurunkan tekanan darah, karena memiliki kandungan potassium

(kalium) yang banyak dari zat gizi lainnya termasuk karbohidrat.

Pisang dapat dikonsumsi secara langsung maupun dalam bentuk

olahan, seperti Pisang goreng, pisang rebus, aneka olahan pisang,

cake pisang, maupun jus pisang dan sebagainya (Khairani, 2019)

Tabel 2.2
Kandungan Gizi Pisang Setiap 100 gr
No Konsumsi Pisang Ambon Jumlah
1 Energy (kkal) 88
2 Protein (g) 1,1
3 Karbohidrat (g) 23
4 Lemak (g) 0,3
5 Kalium (mg) 358
6 Kalsium (mg) 5
7 Natrium (mg) 1
8 Vitamin A (IU) 64
9 Vitamin C (mg) 8,7
10 Zat besi (mg) 0,3
11 Vitamin B6 (mg) 0,4
12 Magnesium ( mg) 27
13 Fosfor (mg) 28

d. Kadar Kalium Normal

Tabel 2.3
Kadar Kalium Berdasaran Usia
Kelompok Umur Kalium (mg)
Bayi/Anak
0-5 Bulan 400
6-11 bulan 700
1-3 tahun 2600
4-6 tahun 2700
7-9 tahun 3200
Laki-laki
10-12 tahun 3900
13-15 tahun 4800
16-18 tahun 5300
19-80+ tahun 4700
Perempuan
10-12 tahun 4400
13-15 tahun 4800
16-18 tahun 5000
19-80+ tahun 4700
28

e. Kontraindikasi Pemberian Pisang

1) Diabetes Mellitus

Penderita DM tidak disarankan mengkosumsi pisang, karena

mengandung gula alami yang disebut glukosa. Jika

mengkonsumsi pisang dalam jumlah banyak, tentunya dapat

memicu naiknya kandungan gula dalam darah.

2) Hiperkalemia

Pisang memiliki kandungan kalium dan potasium yang cukup

tinggi. Jika mengkonsumsi pisang secara banyak dalam waktu

yang berdekatan, maka akan memicu timbulnya hyperkalemia.

Jika hyperkalemia tidak diatai dengan baik, dikhawatirkan akan

memicu gagalnya jantung.

f. Mekanisme Kerja

Pisang sangat bermanfaat dalam menurunkan tekanan darah,

karena memiliki kandungan potassium (kalium) yang banyak dari zat

gizi lainnya termasuk kharbohidrat. Kandungan kalium pada buah

pisang sangatlah tinggi. Dan dapat diberikan kepada penderita

tekanan darah tinggi. Pisang mengandung Angiotensin Converting

Enzyme alami atau ACE inhibitor alami. ACE menghasilkan zat

yang disebut angiotensin-2 yang berakibat pada penyempitan

pembuluh darah dan meningkatkan tekanan didalamnya.

Konsumsi pisang telah terbukti untuk menghentikan

terjadinya penyempitan pembuluh darah. ACE inhibitor menurunkan


29

tekanan darah dengan memblokade produksi hormon angiotensin II

yang menyebabkan kontriksi pembuluh darah. Dengan demikian

ACE inhibitor dapat memperlebar pembuluh darah sehingga akan

mengurangi tekanan darah (Khairani, 2019).

g. Pemberian Pisang

Menurut Siti Fatmawati, dkk (2017) dengan pemberian

pisang ambon sebanyak 3 buah (303 gr) per hari setiap pagi, siang

dan sore selama 1 minggu dapat menurunkan tekanan darah sistolik

sebesar 25 mmHg dan diastolic sebesar 13,34 mmHg.


30

B. Hasil Penelitian Relavan

Beberapa hasil penelitian yang relavan :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Nurul Hidayah dan Marsaid, 2019.

Penelitian ini berjudul Pisang Ambon Terhadap Lansia Hipertensi di

Panti Wredha Pangesti Lawang. Kesimpulan penelitian ini menunjukkan

ada pengaruh pemberian pisang ambon terhadap penurunan tekanan

darah sistolik sebelum dan sesudah diberikan.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Indra Yulianti dkk, 2019. Penelitian ini

berjudul Pengaruh Pemberian Pisang Ambon Terhadap Tekanan Darah

pada Lansia Penderita Hipertensi. Kesimpulan penelitian ini pisang

ambon dapat menurunkan tekanan darah pada lansia penderita hipertensi.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Siti Fatmawati dkk, 2017. Penelitian ini

berjudul Pengaruh Pemberian Pisang Ambon (Musa Paradisiaca S)

Terhadap Penurunan Tekanan Darah pada Lansia Penderita Hipertensi.

Kesimpulan penelitian ini pemberian pisang ambon berpengaruh

terhadap penurunan tekanan darah untuk lansia di Indonesia Hipertensi di

Rumah Sosial Tresna Werda Al Kautsar Yayasan, Palu.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Eny Sutria dan Aulia Insani, 2016.

Penelitian ini berjudul Pengaruh Konsumsi Pisang Ambon Terhadap

Penurunan Tekanan Darah Pra Lansia Hipertensi. Kesimpulan penelitian

ini secara signifikan komsumsi pisang ambon menurunkan tekanan darah

sistolik dan diastolic pada pra lansia hipertensi.

5. Penelitian yang dilakukan oleh Lizel Rachel Tangkilisan dkk, 2013.

Penelitian ini berjudul Pengaruh Terapi Diet Pisang Ambon Terhadap


31

Penurunan Tekanan Darah pada Klien Hipertensi di Kota Bitung.

Kesimpulan penelitian ini menunjukkan secara signifikan terapi diet

pisang ambon menurunkan tekanan darah karena mengandungg kalium

tinggi.

6. Penelitian yang dilakukan oleh Erika Ayu Kristuti dkk, 2016. Penelitian

ini berjudul Pengaruh Pemberian Pisang Ambon Terhadap Hipertensi

pada Lansia. Kesimpulan penelitian ini pemberian pisang ambon

berpengaruh terhadap tekanan darah pada penderita hipertensi.


32

C. Kerangka Teoritik

1. Kerangka Teoritis

Faktor Resiko Hipertensi :

1. Umur
2. Jenis Kelamin
3. Genetik
4. Obesitas
5. Merokok
6. Kurang aktivitas
7. Konsumsi garam berlebih
8. Dislpidemia
9. Konsumsi alkohol berlebih
10. Stress
(Kemenkes, 2013)

Penatalaksanaan Penatalaksanaan Non


Farmakologi Hipertensi : Farmakologi Hipertensi :
Hipertensi
1. Diuretic Thiazide 1. Mengurangi berat badan
2. Pengahambat 2. Mambatasi asupan alkohol
adrenergik 3. Olahraga teratur
3. Angiotensin 4. Membatasi asupan natrium
Converting Enzyme Tindakan : 5. Berhenti merokok
Inhibitor 6. Mengurangi lemak
4. Calcium Chanel Pemberian pisang
Blocker ambon 7. Peranan Kalium
(Kemenkes 2013)
(Kemenkes, 2013)

Penurunan
Tekanan darah

Keterangan :

= diteliti

= tidak diteliti
33

2. Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan suatu abstraksi yang dibentuk dengan

menggeneralisasikan suatu pengertian. Oleh sebab itu, konsep tidak dapat

diukur dan diamatai secara langsung. Agar dapat diamati dan diukur

maka konsep tersebut harus dijabarkan ke dalam variable-variabel

(Notoatmojo, 2018).

Pre Tindakan Post

Sistolik Pre Sistolik Post

Pemberian
Pisang Ambon

3.
Diastolik
Pre
Diastolik
Post
34

3. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan variabel yang diteliti yang perlu

diberikan batasan. Manfaat definisi operasional untuk mengarahkan

kepada pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-variabel yang

bersangkutan serta pengembangan alat ukur (Notoatmojo, 2018).

Tabel 2.4
Definsi Operasional
Definisi Alat Skala
Variabel Cara Ukur Hasil Ukur
Operasional Ukur Ukur
Variabel Pemberian Lembar Pemberian - -
Independen : pisang Observas pisang ambon
Konsumsi ambon i sebanyak 1 buah
Pisang kepada lansia (100 gr)
Ambon sebanyak 3 sebanyak 3 kali
buah (300 gr) yaitu makan
1 hari selama pagi, makan
1 minggu siang dan makan
malam selama 1
minggu
Variabel Tekanan Lembar Dengan Sistolik Ordinal
Dependen : darah Observas menggunakan 1. Normal
Tekanan mengalami i alat pengukur <120 mmHg
Darah penurunan tekanan darah 2. Prahipertensi
atau (Spigmanometer) 120-139
peningkatan dan dilakukan mmHg
baik kembali sebanyak 1 kali 3. Hipertensi
normal sehari selama 1 Tingkat 1
maupun minggu 140-159
kederajat mmHg
lebih rendah 4. Hipertensi
maupun Tingkat 2
tinggi >160 mmHg
Diastolik
1. Normal
<80 mmHg
2. Prahipertensi
80-89 mmHg
3. Hipertensi
Tingkat 1
90-99 mmHg
4. Hipertensi
Tingkat 2
>100 mmhg
35

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah

dalam penelitan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru

berdasarkan teori yang relevan dan belum berdasarkan fakta-fakta empiris

yang diperoleh melalui pengumpulan data (Sugiyono, 2019).

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh konsumsi pisang

ambon terhadap tekanan darah pada lansia hipertensi di Panti Werdha Rumah

Bahagia Kabupaten Bintan.

Anda mungkin juga menyukai