KEPERAWATAN GERONTIK
Disusun Oleh:
AYU WINDASARI (20200305006)
b) Sistem Intergumen
Kulit pada lansia mengalami atropi, kendur, tidak elastis kering dan berkerut.
Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan bercerak. Kekeringan
kulit disebabkan atropi glandula sebasea dan glandula sudoritera, timbul pigmen
berwarna coklat pada kulit dikenal dengan liver spot.
c) Sistem Muskuloskeletal
Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia: jaringan penghubung (kolagen dan
elastin), kartilago, tulang, otot dan sendi. Kolagen sebagai pendukung utama kulit,
tendon, tulang, kartilago dan jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi
bentangan yang tidak teratur. Kartilago: jaringan kartilago pada kartilago dan
jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi bentangan yang tidak teratur.
Kartilago: jaringan kartilago pada pesendian menjadi lunak dan mengalami
granulasi, sehingga permukaan sendi menjadi rata.
d) Sistem Kardiovaskuler
Perubahan pada sistem kardiovaskuler pada lansia adalah masa jantung
bertambah, venrikel kiri mengalami hipertropi sehingga perenggangan jantung
berkurang, kondisi ini terjadi karena perubahan jaringan ikat. Perubahan ini
disebabkan oleh penumpukan llipofusin, klasifikasi SA Node dan jaringan
konduksi berubah menjadi jaringan ikat.
e) Sistem Respirasi
Pada proses penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas total paru
tetap tetapi volume cadangan paru bertambah untuk mengkonvensasi kenaikan
ruang paru, udara yang mengalir ke paru berkurang. Perubahan pada otot,
kartilago dan sendi torak mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu dan
kemampuan perenggangan torak berkurang
g) Sistem Perkemihan
Pada sistem perkemihgan terjadi perubahan yang signifikan. Banyak fungsi yang
mengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi, ekskresi, dan reabsorpsi oleh
ginjal.
h) Sistem Saraf
Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatonim dan atropi yang progresif
pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan koordinasi dan
kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
i) Sistem Reproduksi
Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan menciutnya ovary dan uterus.
Terjadi atropi payudara. Pada laki-laki masih dapat memproduksi spermatozoa,
meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur
2. Perubahan Kognitif
a) Memory (daya ingat, Ingatan).
b) IQ (Intellegent Quotient).
c) Kemampuan Belajar (Learning).
d) Kemampuan Pemahaman (Comprehension).
e) Pemecahan Masalah (Problem Solving).
f) Pengambilan Keputusan (Decision Making).
g) Kebijaksanaan (Wisdom).
h) Kinerja (Performance).
i) Motivasi.
3. Perubahan Mental
Faktor-faktor yang menpengaruhi perubahan mental:
a) Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa.
b) Kesehatan umum.
c) Tingkat pendidikan.
d) Keturunan (hereditas).
e) Lingkungan.
f) Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
g) Gangguan konsep diri akibat kehilangan jabatan.
h) Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan family.
i) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri,
perubahan kensep diri.
4. Perubahan Spiritual
Agamam atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya. Lansia semakin
matang (mature) dalam kehidupan keagamaan, hal ini terlihat dalam berfikir dan
bertindak sehari-hari
5. Perubahan Psikososial
Pada umumnya setelah seorang lansia mengalami penurunan fungsi kognitif dan
psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman,
pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia
menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal
yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi,
yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan. Penurunan kedua fungsi
tersebut, lansia juga mengalami perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan
keadaan kepribadian lansia. Beberapa perubahan tersebut dapat dibedakan
berdasarkan 5 tipe kepribadian lansia sebagai berikut:
Banyak faktor yang mengakibatkan terjadinya kerentanan dalam suatu kelompok. Faktor-
faktor tersebut seperti faktor ekonomi, budaya, biologis dan psikologis. Hal tersebut
dapat mengakibatkan adanya kelompok rentan yang menimbulkan dampak-dampak
negatif di wilayah tertentu seperti dalam tingkat perilaku hidup sehat yang kurang baik,
lingkungan yang tidak dijaga kebersihan dan sebagainya.
B. Konsep Penyakit
1. Definisi Osteoarthritis
Osteoarthritis adalah penyakit sendi yang terjadi pada cartilago (tulang rawan) yang
ditandai dengan timbulnya nyeri saat terjadi penekanan sendi yang terkena. Kelainan
pada kartilago akan berakibat tulang bergesekan satu sama lain, sehingga timbul gejala
kekakuan, nyeri pembatasan gerak pada sendi. (Helmi, 2016)
Osteoarthritis berasal dari bahasa yunani yaitu osteo yang berarti tulang, arthro yang
berarti sendi, dan itis yang berarti inflamasi meskipun sebenarnya penderita osteoarthritis
tidak mengalami inflamasi atau hanya mengalami inflamasi ringan. Osteoarthritis ialah
suatu penyakit sendi menahun yang ditandai oleh adanya kelainan pada tulang rawan
(kartilago) sendi dan tulang di dekatnya. Tulang rawan (kartilago) adalah bagian dari
sendi yang melapisi ujung dari tulang, untuk memudahkan pergerakan dari sendi.
Kelainan pada kartilago akan berakibat tulang bergesekan satu sama lain, sehingga timbul
gejala kekakuan, nyeri dan pembatasan gerakan pada sendi (Lestari, 2016).
C. Klasifikasi Osteoarthritis
Berdasarkan patogenesisnya, osteoartritis dibedakan menjadi dua yaitu osteoartritis primer
dan osteoartritis sekunder.
1. Osteoartritis primer
Osteoartritis primer disebut juga dengan osteoartritis idiopatik dimana kausanya tidak
diketahui dan tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses
perubahan lokal pada sendi.
2. Osteoartritis sekunder
Osteoartritis sekunder adalah osteoartritis yang didasari oleh kelainan endokrin,
inflamasi, metabolik, pertumbuhan, herediter, jejas makro dan mikro serta imobilisasi
yang terlalu lama
D. Etiologi Osteoarthritis
Menurut Lestari (2016), terdapat beberapa faktor yang menyebabkan osteoarthritis beberapa
diantaranya adalah:
1. Riwayat cedera sendi.
Pada cedera sendi perat dari beban benturan yang berulang dapat menjadi faktor penentu
lokasi pada orang-orang yang mempunyai predisposisi osteoarthritis dan berkaitan pula
dengan perkembangan dan beratnya osteoarthritis.
2. Riwayat trauma.
Cedera sendi, terutama pada sendi – sendi penumpu berat tubuh seperti sendi pada lutut
berkaitan dengan risiko osteoartritis yang lebih tinggi. Trauma lutut yang akut termasuk
robekan terhadap ligamentum krusiatum dan meniskus merupakan faktor timbulnya
osteoartritis lutut .
3. Faktor genetik.
Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis. Adanya mutasi dalam gen
prokolagen atau gen-gen struktural lain untuk unsur-unsur tulang rawan sendi seperti
kolagen dan proteoglikan berperan dalam timbulnya kecenderungan familial pada
osteoarthritis.
4. Jenis kelamin
Angka kejadian osteoartritis berdasarkan jenis kelamin didapatkan lebih tinggi pada
perempuan dengan nilai persentase 68,67% yaitu sebanyak 149 pasien dibandingkan
dengan laki-laki yang memiliki nilai persentase sebesar 31,33% yaitu sebanyak 68
pasien.
5. Peningkatan usia.
Osteoarthritis biasanya terjadi pada usia lanjut, jarang dijumpai penderita osteoarthritis
yang berusia di bawah 40 tahun. Usia rata−rata laki yang mendapat osteoartritis sendi
lutut yaitu pada umur 59 tahun dengan puncaknya pada usia 55 - 64 tahun, sedang wanita
65,3 tahun dengan puncaknya pada usia 65 – 74 tahun. Presentase pasien dengan
osteoarthritis berdasarkan usia di RSU dr. Soedarso menunjukan bahwa pada usia 43-48
tahun (13,30%), usia 49- 54 tahun (16,06%), dan usia 55- 60 tahun meningkat (27,98%).
6. Tingginya kepadatan tulang.
Tingginya kepadatan tulang merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan resiko
terjadinya osteoarthritis, hal ini mungkin terjadi akibat tulang yang lebih padat atau keras
tak membantu mengurangi benturan beban yang diterima oleh tulang rawan sendi.
7. Gangguan metabolik menyebabkan kegemukan.
Berat badan yang berlebih ternyata dapat meningkatkan tekanan mekanik pada sendi
penahan beban tubuh, dan lebih sering menyebabkan osteoartritis lutut. Kegemukan
ternyata tidak hanya berkaitan dengan osteoartritis pada sendi yang menanggung beban,
tetapi juga dengan osteoartritis sendi lain, diduga terdapat faktor lain (metabolik) yang
berperan pada timbulnya kaitan tersebut antara lain penyakit jantung koroner, diabetes
melitus dan hipertensi.
8. Obesitas.
Membawa beban lebih berat akan membuat sendi sambungan tulang bekerja dengan lebih
berat, diduga memberi andil pada terjadinya osteoarthritis. Setiap kilogram penambahan
berat badan atau masa tubuh dapat meningkatkan beban tekan lutut sekitar 4 kilogram.
Dan terbukti bahwa penurunan berat badan dapat mengurangi resiko terjadinya
osteoarthritis atau memperparah keadaan steoarthritis lutut.
9. Pekerjaan dengan beban berat.
Bekerja dengan beban rata-rata 24,2 kg, lama kerja lebih dari 10 tahun dan kondisi
geografis berbukit-bukit merupakan faktor resiko dari osteoarthritis lutut Dan orang yang
mengangkat berat beban 25 kg pada usia 43 tahun, mempunyai resiko lebih tinggi untuk
terjadinya osteoarthritis dan akan meningkat tajam pada usia setelah 50 tahun.
G. Patofisiologi Osteoarthritis
Perkembangan perjalanan penyakit osteoarthritis dibagi menjadi 4 mekanisme yaitu sebagai
berikut : (Helmi, 2016)
1. Peningkatan Matrix Metalloproteases (MMP)
Collagenase, sebuah enzim MMP bertanggung jawab atas degradasi proteoglikan. Begitu
juga stromelysin bertanggung jawab atas proteoglikan. Sebuah enzim yang disebut
Agrecanase juga bertanggung jawab atas degradasi proteoglikan. Kondisi ini
menyebabkan penipisan kartilago.
2. Inflamasi Membran Sinovial
Sintesis mediator-mediator seperti interlukin-1 beta (IL-1) dan TNF- alfa (Tumor
Necrosis Factor) pada membran sinovial menyebabkan degradasi tulang rawan. Pada fase
ini terjadi fibrasi dan erosi dari permukaan kartilago desertai dengan adanya pelepasan
proteoglikan dan fragmen kolagen ke dalam cairan sinovial.
3. Stimulasi Produksi Nixtric Oxide
Produksi mikrofag synovial seperti interlukin-1 beta (IL-1) dan TNF- alfa (Tumor
Necrosis Factor) dan metalloproteases menjadi meningkat. Kondisi ini secara langsung
memberikan dekstruksi pada kartilago. Molekul-molekul pro-infalamsi juga ikut terlibat
seperti Nixtric Oxide. Kondisi ini memberikan manefestasi perubahan bentuk sendi dan
memberikan dampak terhadap pertumbuhan tulang akibat stabilitas sendi. Perubahan
bentuk sendi dan stress infalamsi ini memberikan pengaruh pada permukaan articular
menjadi gangguan yang progresif.
4. Fase nyeri
Pada fase ini terjadi proses peningkatan aktivitas fibriogenik dan penurunan aktivitas
fibrinoiliyik. Proses ini menyebabkan penumpukan trombus dan komplek lipid pada
pembuluh darah subkondral seingga menyebabkan terjadinya iskemik dan nekrosis
jaringan. Hal ini mengakibatkan lepasnya mediator kimia seperti prostaglandin dan
interlukin yang dapat menghantarkan rasa nyeri
H. Penatalaksanaan Osteoartritis
1 Terapi Farmakologi
Sampai sekarang belum ada obat yang spesifik yang khas untuk osteoartritis, oleh karena patogenesisnya
yang belum jelas, obat yang diberikan bertujuan untuk mengurangi rasa sakit, meningkatkan mobilitas
dan mengurangi ketidak mampuan. Obat-obat anti inflamasinon steroid bekerja sebagai analgetik dan
sekaligus mengurangi sinovitis, meskipun tak dapat memperbaiki atau menghentikan proses patologis
osteoartritis.
a. Acetaminophen
Merupakan obat pertama yang direkomendasikan oleh dokter karena relatif aman dan efektif untuk
mengurangi rasa sakit.
b. NSAIDs (NonSteroid Anti Inflammatory Drugs)
Dapat mengatasi rasa sakit dan peradangan pada sendi. Efek samping yaitu menyebabkan sakit perut
dan gangguan fungsi ginjal.
c. Topical Pain
Dalam bentuk cream atau spray yang bisa digunakanlangsung pada kulit yang terasa sakit.
d. Tramadol
Tidak mempunyai efek samping seperti yang ada pada acetaminophen dan NSAIDs.
e. Mild Narcotic Painkillers
Mengandung analgesik seperti codein atau hydrocodone yang efektif mengurangi rasa sakitpada
penderita osteoarthritis.
f. Glukosamine dan Chondroitin Sulfate
Mengurangi pengobatan untuk pasien osteoarthritis pada lutut
2. Terapi Konservatif
Kompres hangat, mengistirahatkan sendi, pemakaian alat-alat orthotic untuk menyangga sendi yang
mengalami inflamasi. Message sebaiknya dilakukan oleh orang yang ahli dibidangnya. Tujuan message
tersebut adalah untuk membuat rileks otot-otot yang spasme dan membantu melancarkan sirkulasi darah.
I. Komplikasi Osteoarthritis
Komplikasi yang bisa terjadi pada osteoarthritis yaitu nyeri dan kekauan sendi yang dapat menjadi sangat
berat sehingga penderita tidak bisa beraktivitas.
J. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Purwanto (2016), pemeriksaan penunjang pada osteoarthritis adalah:
1. Laboratorium
- Led meningkat
- Protein c reaktif : positif pada masa inkubasi.
- Asam urat guna mengetahui apakah penyebab osteoarthritis pada klien disebabkan karena jumlah
asam urat yang berlebih.
2. Foto Rontgen
Menunjukkan penurunan progresif masa kartilago sendi sebagai penyempitan rongga sendi.
3. Serologi
Untuk mengetahui cairan synovial apakah dalam batas normal atau tidak.
4. Tes Khusus
a) Tes Fluktasi
Caranya : ibu jari dan jari telunjuk dari satu tangan diletakkan disebelah kiri dan kanan patella. Bila
kemudian suprapatellaris itu dikosongkan menggunakan tangan lainnya, terdorong oleh perpindahan
cairan dalam sendi lutut.
b) Tes Lekuk
Caranya : dengan memakai punggung tangan, kita mengusapi “lekuk kecil” disebelah medial patella
kearah proximal, sehingga dikosongkan dari cairannya. Kemudian kita melaksanakan gerakkan
mengusap yang sama pada patella bagian lateral, maka lekuk kecil yang medial itu akan kelihatan terisi
cairan.maka ibu jari dari jari telunjuk tadi seolah-olah
A. Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi : nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan, tanggal
masuk rumah sakit, diagnosa medis, nomor registrasi.
2. Keluhan utama
Keluhan utama klien osteoarthritis adalah nyeri pada sendi
1) Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya pasien osteoarthritis mengeluhkan nyeri pada saat bergerak dan merasa kaku pada persendian
2) Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya ada riwayat penyakit akromegali dan inflamasi pada sendi seperti artopati
3) Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya ditemukan ada anggota keluarga yang mempunyai riwayat osteoarthritis, jika keluarga
memiliki riwayat osteoarthritis maka akan menurun pada keluarga selanjutnya.
3. Pemeriksaan fisik
a. Gambaran umum
Biasanya kesadaran pasien composmentis
b. Secara sistemik dari kepala sampai ujung kaki
1) Kepala
Biasanya rambut tidak bersih karena pasien dengan PPOK mengalami penurunan toleransi terhadap
aktifitas termasukperawatan diri.
2) Mata
Biasanya mata simetris, sklera tidak ikterik
3) Telinga
Biasanya telinga cukup bersih,bentuk simetris dan fungsi pendengaran normal
4) Hidung
Biasanya hidung simetris, hidung bersih
5) Leher
Biasanya tidak ditemukan benjolan.
6) Paru
- Inspeksi
Biasanya normal
- Palpasi
Biasanya normal
- Perkusi
Bisanya normal
- Auskultasi
Biasanya normal tidak ada bunyi nafas tambahan
7) Jantung
- Inspeksi
Bisanya ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi
Biasanya ictus cordis teraba
- Auskultasi
Biasanya irama jantung teratur
8) Abdomen
- Inspeksi
Biasanya tidak ada asites
- Palpasi
Biasanya hepar tidak teraba
- Perkusi
Biasanya timphany
- Auskultasi
Biasanya bising usus normal
4. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data pengkajian, diagnosis keperawatan untuk klien osteoartritis sebagai berikut :
a) Nyeri Kronis
b) Risiko Cidera
c) Hambatan Mobilitas Fisik
d) Gangguan Citra Tubuh
e) Defisien Pengetahuan
5. Intervensi
a. Nyeri kronis
NOC: Kontrol nyeri Kode:1605
-penurunan tingkat nyeri klien
-pasien memahami tentang penyakitnya
-berikan obat yang tepat sesuai instuksi dokter
-nyeri dapat terkontrol
NIC: Manajemen nyeri Kode:1400
-monitor nyeri klien
-berikan informasi yang tepat terkait penyakit klien
-kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat Pereda nyeri
b. Risiko cidera
NOC: Kontrol risiko Kode 1920
-kecilnya risiko cidera bagi klien
-terciptanya lingkungan yang nyaman bagi klien
-adanya perasaan aman pada klien
-peningkatan rentang gerak klien
-peningktan kemandiiran klien saat beraktifitas
NIC: Manajemen lingkungan Kode 6480
-ciptakan lingkungan yang aman bagi klien
-identifikasi kebutuhan keselamatan klien
-modifikasi gaya hidup
-minimalkan risiko cidera
-letakan benda yang sering digunakan dalam jangkauan
e. Defisien pengetahuan
NOC: Partisipasi dalam keputusan perawatan kesehatan Kode: 1606
-peningkatan pengetahuan pasien
-pasien mendapatkan informasi yang tepat dan terpercaya
-pasien dan keluarga memahami tentang penyakit
NIC: Pendidikan kesehatan Kode: 5510
-kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga terkait penyakit
-berikan informasi terkait kondisi pasien
-berikan edukasi yang tepat pada klien dan keluarga terkait penyakit
-dukung pasien dalam mendapatkan eksplorasi atau informasi yang tepat
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, G. M, et al. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC). Indonesia: CV. Mocomedia
Lestari, R. I. (2016). Perbandingan Rentang Gerak Sendi Pasien Osteoarthritis Lutut Sebelum Dan Sesudah
Terapi Micro Wave Diathermy Dan Latihan Rentang Gerak Sendi. 10–33.
Masriadi. (2016). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta : Cv. Trans Info Media.
Moorhead, Sue. et al. (2018). Nursing Outcomes Classification (NOC). Fifth Edition. United States of America:
Elsevier
Nanda International. (2018). Diagnosis keperawatan definisi dan klasifikasi 2018-2020. Jakarta : EGC
Nuraruf, Amin H,. Kusuma H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda
Nic-Noc, Jilid 3. Yogjakarta: Medication
Purwanto, H. (2018). Karya Tulis Ilmiah Sosial Asuhan Keperawatan Pada Ny. E Dengan Osteoartritis Di
Ruang Kirana Rs Tk.Iii Dr.Soetarto Yogyakarta. 153. https://books.google.co.id/books?id=Hr8waKol42IC