Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN OSTEOARTHRITIS

KEPERAWATAN GERONTIK

Disusun Oleh:
AYU WINDASARI (20200305006)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ESA UNGGUL
JAKARTA
2021
A. Konsep Lansia
Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas dan mengalami penuaan,
memasuki usia tua seseorang akan mengalami kemunduran seperti salah satunya kemunduran
fisik yang ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut yang memutih, gigi yang ompong,
pengelihatan dan pendengaran yang kurang jelas.
1. Lansia sebagai kelompok resiko
a. Pengertian
Lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang telah memasuki tahapan akhir dari fase
kehidupan. Kelompok yang dikategorikan lansia ini akan mengalami suatu proses
yang disebut Aging Process atau proses penuaaan.(Wahyudi, 2015). Menua adalah
suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan
proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai
sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti
seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan yaitu anak, dewasa dan tua (Kholifah,
2016).
b. Proses menua
Proses penuaan adalah proses dimana umur seseorang bertambah dan mengalami
perubahan. Semakin bertambahnya umur maka fungsi organ juga mengalami
penurunan. Banyak factor yang dapat mempengaruhi terjadinya penuaan yang dapat
dibagi menjadi dua bagian, yaitu faktor genetik yang melibatkan perbaikan DNA,
respon terhadap stres dan pertahanan terhadap antioksidan. Selanjutnya faktor
lingkungan meliputi pemasukan kalori, berbagai macam penyakit dan stres dari luar,
misalnya radiasi atau bahan-bahan kimiawi. Kedua faktor tersebut akan
mempengaruhi aktivitas metabolism sel yang menyebabkan stres oksidasi sehingga
terjadinya kerusakan sel dan terjadinya proses penuaan (Sunaryo, et.al, 2016).
Menurut Sunaryo, et.al (2016) terdapat beberapa teori penuaan (aging process) yaitu:
1) Teori Biologis
Teori biologis berfokus pada proses fisiologi dalam kehidupan seseorang dari
lahir sampai meninggal dunia, perubahan yang terjadi pada tubuh dapat
dipengaruhi oleh faktor luar yang bersifat patologi. Proses menua merupakan
terjadinya perubahan struktur dan fungsi tubuh selama fase kehidupan. Teori
biologis lebih menekan pada perubahan struktural sel atau organ tubuh termasuk
pengaruh agen patologis.
2) Teori Psikologi (Psycologic Theories Aging)
Teori psikologi menjelaskan bagaimana seorang merespon perkembangannya.
Perkembangan seseorang akan terus berjalan walaupun seseorang tersebut telah
menua. Teori psikologi terdiri dari teori hierarki kebutuhan manusia maslow
(maslow’s hierarchy of human needs), yaitu tentang kebutuhan dasar manusia dari
tingkat yang paling rendah (kebutuhan biologis/fisiologis/sex, rasa aman, kasih
saying dan harga diri) sampai tingkat paling tinggi (aktualisasi diri). Teori
individualisme jung (jung’s theory of individualisme), yaitu sifat manusia terbagi
menjadi dua, yaitu ekstrover dan introver. Pada lansia akan cenderung introver,
lebih suka menyendiri. Teori delapan tingkat perkembangan erikson (erikson’s
eight stages of life), yaitu tugas perkembangan terakhir yang harus dicapai
seseorang adalah ego integrity vs disappear. Apabila seseorang mampu mencapai
tugas ini maka dia akan berkembang menjadi orang yang bijaksana (menerima
dirinya apa adanya, merasa hidup penuh arti, menjadi lansia yang bertanggung
jawab dan kehidupannya berhasil).
3) Teori Kultural
Budaya merupakan sikap, perasaan, nilai dan kepercayaan yang terdapat pada
suatu daerah dan dianut oleh kaum orang tua.Budaya yang dimiliki sejak ia lahir
akan selalu dipertahankan sampai tua.
4) Teori Sosial
Teori sosial yang meliputi teori aktivitas (lansia yang aktif dan memiliki banyak
kegiatan sosial), teori pembebasan (perubahan usia seseorang mengakibatkan
seseorang menarik diri dari kehidupan sosialnya) dan teori kesinambungan
(adanya kesinambungan pada siklus kehidupan lansia, lansia tidak diperbolehkan
meninggalkan peran dalam proses penuaan).
5) Teori Genetika
proses penuaan memiliki komponen genetilk. Dilihat dari pengamatan bahwa
anggota keluarga yang cenderung hidup pada umur yang sama dan mereka
mempunyai umur yang rata-rata sama, tanpa mengikutsertakan meninggal akibat
kecelakaan atau penyakit.
6) Teori Rusaknya Sistem Imun Tubuh
Mutasi yang berulang-ulang mengakibatkan sistem imun untuk mengenali dirinya
berkurang sehinggal terjadinya kelainan pada sel, perubahan ini disebut peristiwa
autoimun
7) Teori Menua Akibat Metabolisme
Pada jaman dahulu disebut lansia adalah seseorang yang botak, kebingungan,
pendengaran yang menurun atau disebut dengan “ budeg” bungkuk, dan
beser atau inkontinensia urin.
8) Teori Kejiwaan Sosial
Teori kejiwaan sosial meliputi activity theory yang menyatakan bahwa lansia
adalah orang yang aktif dan memiliki banyak kegitan social. Continuity theory
adalah perubahan yang terjadi pada lansia dipengaruhi oleh tipe personality yang
dimilikinya, dan disengagement theory adalah akibat bertambahnya usia
seseorang mereka mulai menarik diri dari pergaulan.

c. Batasan umur Lanjut usia


Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), lanjut usia meliputi:
1) Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
2) Lanjut usia (elderly) antara 60 – 74 tahun
3) Lanjut usia tua (old) antara 75 – 90 tahun
4) Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun Depkes, membagi lansia sebagai berikut :
a) Kelompok menjelang usia lanjut (45-54 th) sebagai masa vibrilitas
b)Kelompok usia lanjut (55-64 th) sebagai presenium
c) Kelompok usia lanjut (65 th>) sebagai senium
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses penuaan
1) Hereditas atau ketuaan genetic
2) Nutrisi atau makanan
3) Status kesehatan
4) Pengalamn hidup
5) Lingkungan
6) Stress

e. Perubahan-perubahan yang terjadi pada Lansia


1. Perubahan Fisik
a) Sistem Indra
Sistem penengaran prebiakusis (gangguan pada pendengaran) disebabkan karena
hilangnya kemampuan (daya) pendegaran pada telinga dalam, terutama terhadap
bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit dimengerti
kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas 60 tahuhn.

b) Sistem Intergumen
Kulit pada lansia mengalami atropi, kendur, tidak elastis kering dan berkerut.
Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan bercerak. Kekeringan
kulit disebabkan atropi glandula sebasea dan glandula sudoritera, timbul pigmen
berwarna coklat pada kulit dikenal dengan liver spot.

c) Sistem Muskuloskeletal
Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia: jaringan penghubung (kolagen dan
elastin), kartilago, tulang, otot dan sendi. Kolagen sebagai pendukung utama kulit,
tendon, tulang, kartilago dan jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi
bentangan yang tidak teratur. Kartilago: jaringan kartilago pada kartilago dan
jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi bentangan yang tidak teratur.
Kartilago: jaringan kartilago pada pesendian menjadi lunak dan mengalami
granulasi, sehingga permukaan sendi menjadi rata.

Kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dan degenerasi yang terjadi


cenderung kearah progresif, konsekuensinya kartilago pada persendian menjadi
rentan terhadap gesekan. Tulang: berkurangnya kepadatan tulang setelah
diamati adalah bagian dari penuaan fisiologi, sehingga akan mengakibatkan
osteoporosis dan lebih lanut akan mengakibatkan nyeri, deformitas dan fraktur.
Otot: perubahan struktur otot pada penuaan sangat bervariasi, penurunan jumlah
dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan penghubung dan jaringan lemak
pada otot mengakibatkan efek negatif. Sendi; pada lansia, jaringan ikat sekitar
sendi seperti tondon, ligament dan fasia mengalami penuaan elastisitas.

d) Sistem Kardiovaskuler
Perubahan pada sistem kardiovaskuler pada lansia adalah masa jantung
bertambah, venrikel kiri mengalami hipertropi sehingga perenggangan jantung
berkurang, kondisi ini terjadi karena perubahan jaringan ikat. Perubahan ini
disebabkan oleh penumpukan llipofusin, klasifikasi SA Node dan jaringan
konduksi berubah menjadi jaringan ikat.

e) Sistem Respirasi
Pada proses penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas total paru
tetap tetapi volume cadangan paru bertambah untuk mengkonvensasi kenaikan
ruang paru, udara yang mengalir ke paru berkurang. Perubahan pada otot,
kartilago dan sendi torak mengakibatkan gerakan pernapasan terganggu dan
kemampuan perenggangan torak berkurang

f) Sistem Pencernaan dan Metabolisme


Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti penurunan produksi
sebagai kemunduran fungsi yang nyata karena kehilangan gigi, indra pengecap
menurun, rasa lapar menurun (kepekaan rasa lapar menurun), liver (hati) makin
mengecil dan menurunnya tmpat penyimpanan, dan berkurangnya aliran darah.

g) Sistem Perkemihan
Pada sistem perkemihgan terjadi perubahan yang signifikan. Banyak fungsi yang
mengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi, ekskresi, dan reabsorpsi oleh
ginjal.
h) Sistem Saraf
Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatonim dan atropi yang progresif
pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan koordinasi dan
kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari.
i) Sistem Reproduksi
Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan menciutnya ovary dan uterus.
Terjadi atropi payudara. Pada laki-laki masih dapat memproduksi spermatozoa,
meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur

2. Perubahan Kognitif
a) Memory (daya ingat, Ingatan).
b) IQ (Intellegent Quotient).
c) Kemampuan Belajar (Learning).
d) Kemampuan Pemahaman (Comprehension).
e) Pemecahan Masalah (Problem Solving).
f) Pengambilan Keputusan (Decision Making).
g) Kebijaksanaan (Wisdom).
h) Kinerja (Performance).
i) Motivasi.

3. Perubahan Mental
Faktor-faktor yang menpengaruhi perubahan mental:
a) Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa.
b) Kesehatan umum.
c) Tingkat pendidikan.
d) Keturunan (hereditas).
e) Lingkungan.
f) Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.
g) Gangguan konsep diri akibat kehilangan jabatan.
h) Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan family.
i) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri,
perubahan kensep diri.

4. Perubahan Spiritual
Agamam atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya. Lansia semakin
matang (mature) dalam kehidupan keagamaan, hal ini terlihat dalam berfikir dan
bertindak sehari-hari

5. Perubahan Psikososial
Pada umumnya setelah seorang lansia mengalami penurunan fungsi kognitif dan
psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman,
pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia
menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal
yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi,
yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan. Penurunan kedua fungsi
tersebut, lansia juga mengalami perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan
keadaan kepribadian lansia. Beberapa perubahan tersebut dapat dibedakan
berdasarkan 5 tipe kepribadian lansia sebagai berikut:

1) Tipe Kepribadian Konstruktif (Constuction personality), biasanya tipe ini tidak


banyak mengalami gejolak, ten)ang dan mantap sampai sangat tua.
2) Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality), pada tipe ini ada kecenderungan
mengalami post powe sindrome, apalagi jika pasa masa lansia tidak diisi dengan
kegiatan yang dapat memberikan otonomi pada dirinya.
3) Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personality), pada tipe ini biasanya sangat
dipengaruhi oleh kehidupan keluarga, apabila kehidupan keluarga selalu harmonis
maka pada masa lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal maka
pasangan yang ditinggalkan akan merana,apalagi jika tidak segera bangkit dari
kedukaanya.
4) Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality), pada tipe ini setelah memasuki
lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak keinginan yang kadang-
kadang tidak diperhitungkan secara seksama sehinggal menyebabkan kondisi
ekonominya menjadi morat-marit.
5) Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self hate personalitiy), pada lansia tipe ini umumnya
terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung
membuat susah dirinya.

2. Lansia sebagai kelompok Rentan


Kelompok rentan menurut Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia 2015 adalah
semua orang yang menghadapi hambatan atau keterbatasan dalam menikmati standar
kehidupan yang layak. Kelompok rentan berhak mendapatkan perlakuan yang khusus
untuk dapat memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Manusia menyatakan bahwa setiap
orang termasuk kelompok masyarakat yang rentan berhak untuk memperoleh perlakuan
dan perlindungan yang lebih. Kelompok rentan tersebut antara lain yaitu orang lanjut usia
(Lansia).

Banyak faktor yang mengakibatkan terjadinya kerentanan dalam suatu kelompok. Faktor-
faktor tersebut seperti faktor ekonomi, budaya, biologis dan psikologis. Hal tersebut
dapat mengakibatkan adanya kelompok rentan yang menimbulkan dampak-dampak
negatif di wilayah tertentu seperti dalam tingkat perilaku hidup sehat yang kurang baik,
lingkungan yang tidak dijaga kebersihan dan sebagainya.
B. Konsep Penyakit
1. Definisi Osteoarthritis
Osteoarthritis adalah penyakit sendi yang terjadi pada cartilago (tulang rawan) yang
ditandai dengan timbulnya nyeri saat terjadi penekanan sendi yang terkena. Kelainan
pada kartilago akan berakibat tulang bergesekan satu sama lain, sehingga timbul gejala
kekakuan, nyeri pembatasan gerak pada sendi. (Helmi, 2016)

Osteoarthritis berasal dari bahasa yunani yaitu osteo yang berarti tulang, arthro yang
berarti sendi, dan itis yang berarti inflamasi meskipun sebenarnya penderita osteoarthritis
tidak mengalami inflamasi atau hanya mengalami inflamasi ringan. Osteoarthritis ialah
suatu penyakit sendi menahun yang ditandai oleh adanya kelainan pada tulang rawan
(kartilago) sendi dan tulang di dekatnya. Tulang rawan (kartilago) adalah bagian dari
sendi yang melapisi ujung dari tulang, untuk memudahkan pergerakan dari sendi.
Kelainan pada kartilago akan berakibat tulang bergesekan satu sama lain, sehingga timbul
gejala kekakuan, nyeri dan pembatasan gerakan pada sendi (Lestari, 2016).

C. Klasifikasi Osteoarthritis
Berdasarkan patogenesisnya, osteoartritis dibedakan menjadi dua yaitu osteoartritis primer
dan osteoartritis sekunder.
1. Osteoartritis primer
Osteoartritis primer disebut juga dengan osteoartritis idiopatik dimana kausanya tidak
diketahui dan tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses
perubahan lokal pada sendi.
2. Osteoartritis sekunder
Osteoartritis sekunder adalah osteoartritis yang didasari oleh kelainan endokrin,
inflamasi, metabolik, pertumbuhan, herediter, jejas makro dan mikro serta imobilisasi
yang terlalu lama
D. Etiologi Osteoarthritis
Menurut Lestari (2016), terdapat beberapa faktor yang menyebabkan osteoarthritis beberapa
diantaranya adalah:
1. Riwayat cedera sendi.
Pada cedera sendi perat dari beban benturan yang berulang dapat menjadi faktor penentu
lokasi pada orang-orang yang mempunyai predisposisi osteoarthritis dan berkaitan pula
dengan perkembangan dan beratnya osteoarthritis.
2. Riwayat trauma.
Cedera sendi, terutama pada sendi – sendi penumpu berat tubuh seperti sendi pada lutut
berkaitan dengan risiko osteoartritis yang lebih tinggi. Trauma lutut yang akut termasuk
robekan terhadap ligamentum krusiatum dan meniskus merupakan faktor timbulnya
osteoartritis lutut .
3. Faktor genetik.
Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis. Adanya mutasi dalam gen
prokolagen atau gen-gen struktural lain untuk unsur-unsur tulang rawan sendi seperti
kolagen dan proteoglikan berperan dalam timbulnya kecenderungan familial pada
osteoarthritis.
4. Jenis kelamin
Angka kejadian osteoartritis berdasarkan jenis kelamin didapatkan lebih tinggi pada
perempuan dengan nilai persentase 68,67% yaitu sebanyak 149 pasien dibandingkan
dengan laki-laki yang memiliki nilai persentase sebesar 31,33% yaitu sebanyak 68
pasien.
5. Peningkatan usia.
Osteoarthritis biasanya terjadi pada usia lanjut, jarang dijumpai penderita osteoarthritis
yang berusia di bawah 40 tahun. Usia rata−rata laki yang mendapat osteoartritis sendi
lutut yaitu pada umur 59 tahun dengan puncaknya pada usia 55 - 64 tahun, sedang wanita
65,3 tahun dengan puncaknya pada usia 65 – 74 tahun. Presentase pasien dengan
osteoarthritis berdasarkan usia di RSU dr. Soedarso menunjukan bahwa pada usia 43-48
tahun (13,30%), usia 49- 54 tahun (16,06%), dan usia 55- 60 tahun meningkat (27,98%).
6. Tingginya kepadatan tulang.
Tingginya kepadatan tulang merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan resiko
terjadinya osteoarthritis, hal ini mungkin terjadi akibat tulang yang lebih padat atau keras
tak membantu mengurangi benturan beban yang diterima oleh tulang rawan sendi.
7. Gangguan metabolik menyebabkan kegemukan.
Berat badan yang berlebih ternyata dapat meningkatkan tekanan mekanik pada sendi
penahan beban tubuh, dan lebih sering menyebabkan osteoartritis lutut. Kegemukan
ternyata tidak hanya berkaitan dengan osteoartritis pada sendi yang menanggung beban,
tetapi juga dengan osteoartritis sendi lain, diduga terdapat faktor lain (metabolik) yang
berperan pada timbulnya kaitan tersebut antara lain penyakit jantung koroner, diabetes
melitus dan hipertensi.
8. Obesitas.
Membawa beban lebih berat akan membuat sendi sambungan tulang bekerja dengan lebih
berat, diduga memberi andil pada terjadinya osteoarthritis. Setiap kilogram penambahan
berat badan atau masa tubuh dapat meningkatkan beban tekan lutut sekitar 4 kilogram.
Dan terbukti bahwa penurunan berat badan dapat mengurangi resiko terjadinya
osteoarthritis atau memperparah keadaan steoarthritis lutut.
9. Pekerjaan dengan beban berat.
Bekerja dengan beban rata-rata 24,2 kg, lama kerja lebih dari 10 tahun dan kondisi
geografis berbukit-bukit merupakan faktor resiko dari osteoarthritis lutut Dan orang yang
mengangkat berat beban 25 kg pada usia 43 tahun, mempunyai resiko lebih tinggi untuk
terjadinya osteoarthritis dan akan meningkat tajam pada usia setelah 50 tahun.

E. Manifestasi Klinik Osteoartritis


Berkurangnya cairan sinovial sebagai peredam kejut (shock absorber) dan pelumas yang
berfungsi untuk mempermudah sendi dalam bergerak secara bebas akibat dari berkurangnya
cairan tersebut timbul gejala sebagai berikut:
1. Pembengkakan sendi (swelling in a joint).
Sendi membengkak / membesar bisa disebabkan oleh radang sendi dan bertambahnya
cairan sendi atau keduanya.
2. Hambatan gerakan sendi (inability to move a joint).
Kelainan ini biasanya ditemukan pada osteoarthritis sedang sampai berat. Hambatan
gerak ini disebabkan oleh nyeri, inflamasi, sendi membengkok, perubahan bentuk.
Hambatan gerak sendi biasanya dirasakan pada saat berdiri dari kursi, bangun dari tempat
berbaring, menulis atau berjalan. Semua gangguan aktivitas tergantung pada lokasi dan
beratnya kelainan sendi yang terkena.
3. Nyeri sendi.
Keluhan nyeri merupakan keluhan utama yang sering-kali membawa penderita ke dokter,
walaupun mungkin sebelumnya sendi sudahs kaku dan berubah bentuknya. Biasanya
nyeri sendi bertambah dikarenakan gerakan dan sedikit berkurang bila istirahat. Pada
gerakan tertentu (misal lutut digerakkan ke tengah) menimbulkan rasa nyeri. Nyeri pada
osteoarthritis dapat menjalar kebagian lain, misal osteoarthritis pinggang menimbulkan
nyeri betis yang disebut sebagai “claudicatio intermitten”. Korelasi antara nyeri dan
tingkat perubahan struktur pada osteoarthritis sering ditemukan pada panggul, lutut dan
jarang pada tangan dan sendi apofise spinalis (Lestari, 2016).
4. Kemerahan pada daerah sendi (obvious redness or heat in a joint).
Kemerahan pada sendi merupakan salah satu tanda peradangan sendi. Hal ini mungkin
dijumpai pada osteoarthritis karena adanya sinovitis, dan biasanya tanda kemerahan ini
tidak menonjol dan timbul belakangan.
5. Perubahan cara berjalan atau hambatan gerak.
Hambatan gerak atau perubahan cara berjalan akan berkembang sesuai dengan beratnya
penyakit. Perubahan yang terjadi dapat konsentris atau seluruh arah gerakan maupun
eksentris atau salah satu gerakan saja.
6. Kekakuan (stiffness).
Pada beberapa penderita, kaku sendi dapat timbul setelah duduk lama di kursi, di mobil,
bahkan setelah bangun tidur. Kebanyakan penderita mengeluh kaku setelah berdiam pada
posisi tertentu. Kaku biasanya kurang dari 30 menit.
7. Bunyi gemeretak (krepitasi).
Sendinya terdengar berbunyi saat bergerak. Suaranya lebih kasar dibandingkan dengan
artritis reumatoid dimana gemeretaknya lebih halus. Gemeretak yang jelas terdengar dan
kasar merupakan tanda yang signifikan.
F. Faktor Resiko Terjadi Osteoarthritis
Berbagai faktor dapat menjadi penyebab terjadinya osteoarthritis. Faktorfaktor resiko
tersebut dapat dibagi menjadi dua yaitu faktor-faktor resiko mekanik yang meliputi usia,
jenis kelamin, genetik sedangkan faktor-faktor resiko biomekanik meliputi cidera, trauma
dan pekerjaan. Usia merupakan faktor yang besar untuk terjadinya osteoarthritis. Insidensi
osteoarthritis meningkat pada usia 40 tahun untuk perempuan dan usia 50 tahun pada laki-
laki. (Helmi, 2016)

G. Patofisiologi Osteoarthritis
Perkembangan perjalanan penyakit osteoarthritis dibagi menjadi 4 mekanisme yaitu sebagai
berikut : (Helmi, 2016)
1. Peningkatan Matrix Metalloproteases (MMP)
Collagenase, sebuah enzim MMP bertanggung jawab atas degradasi proteoglikan. Begitu
juga stromelysin bertanggung jawab atas proteoglikan. Sebuah enzim yang disebut
Agrecanase juga bertanggung jawab atas degradasi proteoglikan. Kondisi ini
menyebabkan penipisan kartilago.
2. Inflamasi Membran Sinovial
Sintesis mediator-mediator seperti interlukin-1 beta (IL-1) dan TNF- alfa (Tumor
Necrosis Factor) pada membran sinovial menyebabkan degradasi tulang rawan. Pada fase
ini terjadi fibrasi dan erosi dari permukaan kartilago desertai dengan adanya pelepasan
proteoglikan dan fragmen kolagen ke dalam cairan sinovial.
3. Stimulasi Produksi Nixtric Oxide
Produksi mikrofag synovial seperti interlukin-1 beta (IL-1) dan TNF- alfa (Tumor
Necrosis Factor) dan metalloproteases menjadi meningkat. Kondisi ini secara langsung
memberikan dekstruksi pada kartilago. Molekul-molekul pro-infalamsi juga ikut terlibat
seperti Nixtric Oxide. Kondisi ini memberikan manefestasi perubahan bentuk sendi dan
memberikan dampak terhadap pertumbuhan tulang akibat stabilitas sendi. Perubahan
bentuk sendi dan stress infalamsi ini memberikan pengaruh pada permukaan articular
menjadi gangguan yang progresif.
4. Fase nyeri
Pada fase ini terjadi proses peningkatan aktivitas fibriogenik dan penurunan aktivitas
fibrinoiliyik. Proses ini menyebabkan penumpukan trombus dan komplek lipid pada
pembuluh darah subkondral seingga menyebabkan terjadinya iskemik dan nekrosis
jaringan. Hal ini mengakibatkan lepasnya mediator kimia seperti prostaglandin dan
interlukin yang dapat menghantarkan rasa nyeri
H. Penatalaksanaan Osteoartritis
1 Terapi Farmakologi
Sampai sekarang belum ada obat yang spesifik yang khas untuk osteoartritis, oleh karena patogenesisnya
yang belum jelas, obat yang diberikan bertujuan untuk mengurangi rasa sakit, meningkatkan mobilitas
dan mengurangi ketidak mampuan. Obat-obat anti inflamasinon steroid bekerja sebagai analgetik dan
sekaligus mengurangi sinovitis, meskipun tak dapat memperbaiki atau menghentikan proses patologis
osteoartritis.
a. Acetaminophen
Merupakan obat pertama yang direkomendasikan oleh dokter karena relatif aman dan efektif untuk
mengurangi rasa sakit.
b. NSAIDs (NonSteroid Anti Inflammatory Drugs)
Dapat mengatasi rasa sakit dan peradangan pada sendi. Efek samping yaitu menyebabkan sakit perut
dan gangguan fungsi ginjal.
c. Topical Pain
Dalam bentuk cream atau spray yang bisa digunakanlangsung pada kulit yang terasa sakit.
d. Tramadol
Tidak mempunyai efek samping seperti yang ada pada acetaminophen dan NSAIDs.
e. Mild Narcotic Painkillers
Mengandung analgesik seperti codein atau hydrocodone yang efektif mengurangi rasa sakitpada
penderita osteoarthritis.
f. Glukosamine dan Chondroitin Sulfate
Mengurangi pengobatan untuk pasien osteoarthritis pada lutut

2. Terapi Konservatif
Kompres hangat, mengistirahatkan sendi, pemakaian alat-alat orthotic untuk menyangga sendi yang
mengalami inflamasi. Message sebaiknya dilakukan oleh orang yang ahli dibidangnya. Tujuan message
tersebut adalah untuk membuat rileks otot-otot yang spasme dan membantu melancarkan sirkulasi darah.

3. Terapi Non Farmakologi


a. Olahraga
Olahraga yang dianjurkan adalah olahragayangtidak telalu berat dan tidak menyebabkan
bertambahnya kompresi atau tekanan atau trauma pada sendi, yaitu misalnya berenang dan
menggunakan sepeda statis. Olahraga selain berfungsi untuk mengurangi rasa sakit dan kaku juga
bermanfaat untuk mengontrol berat badan.
b. Proteksi/Perlindungan Sendi
Sendi dijaga dari berbagai aktivitas sehari-hari dan pekerjaan yang dapat menambah stress/tekanan
pada sendi. Osteoarthritis mungkin timbul atau diperkuat karena mekanisme tubuh yang kurang baik.
Perlu dihindari aktivitas yang berlebihan pada sendi yang sakit.
c. Diet
Diet untuk menurunkan berat badan pasien osteoarthritis yang gemuk menjadi program utama
pengobatan osteoarthritis. Penurunan berat badan seringkali dapat
mengurangi timbulnya keluhandan peradangan. Pemberian Vitamin C,D,E dan beta karoten,
vitaminvitamin tersebut bermanfaat untuk mengurangi laju
perkembangan osteoarthritis.
g. Terapi Panas atau Dingin
- Terapi panas
Digunakan untuk mengurangi rasa sakit, membuat otot-otot sekitar sendi menjadi rileks dan
melancarkan peredaran darah. Terapi panas dapat diperoleh dari kompres dengan air hangat/panas,
sinar IR (Infra red/infra merah) dan alat-alat terapi lainnya seperti swd/mwd.
- Terapi dingin
Digunakan untuk mengurangi bengkak pada sendi dan mengurangi rasa sakit. Terapi dingin biasanya
dipakai saat kondisi masih akut. Dapat diperoleh dengan kompres air dingin.
h. Fisioterapi
Fisioterapi berperan penting pada penatalaksanaan osteoarthritis, meliputi terapi panas dan dingin
dan program latihan yang tepat. Pemakaian panas yang sedang diberikan sebelum latihan untuk
mengurangi rasa nyeri dan kekakuan. Pada sendi yang masih aktif sebaiknya diberi dingin dan
obatobat gosok jangan dipakai sebelum pemanasan. Berbagai sumber panas dapat dipakai seperti
hidrokolator, bantalan elektrik, ultrasonik, inframerah, mandi paraffin dan mandi dari pancuran
panas.
Program latihan bertujuan untuk memperbaiki gerak sendi dan memperkuat otot yang biasanya
atropik pada sekitar sendi osteoarthritis. Latihan isometrik lebih baik dari pada isotonic karena
mengurangi tegangan pada sendi. Atropi rawan sendi daan tulang yang timbul pada tungkai yang
lumpuh timbul karena berkurangnya beban ke sendi oleh karena kontraksi otot.

I. Komplikasi Osteoarthritis
Komplikasi yang bisa terjadi pada osteoarthritis yaitu nyeri dan kekauan sendi yang dapat menjadi sangat
berat sehingga penderita tidak bisa beraktivitas.

J. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Purwanto (2016), pemeriksaan penunjang pada osteoarthritis adalah:
1. Laboratorium
- Led meningkat
- Protein c reaktif : positif pada masa inkubasi.
- Asam urat guna mengetahui apakah penyebab osteoarthritis pada klien disebabkan karena jumlah
asam urat yang berlebih.
2. Foto Rontgen
Menunjukkan penurunan progresif masa kartilago sendi sebagai penyempitan rongga sendi.
3. Serologi
Untuk mengetahui cairan synovial apakah dalam batas normal atau tidak.
4. Tes Khusus
a) Tes Fluktasi
Caranya : ibu jari dan jari telunjuk dari satu tangan diletakkan disebelah kiri dan kanan patella. Bila
kemudian suprapatellaris itu dikosongkan menggunakan tangan lainnya, terdorong oleh perpindahan
cairan dalam sendi lutut.
b) Tes Lekuk
Caranya : dengan memakai punggung tangan, kita mengusapi “lekuk kecil” disebelah medial patella
kearah proximal, sehingga dikosongkan dari cairannya. Kemudian kita melaksanakan gerakkan
mengusap yang sama pada patella bagian lateral, maka lekuk kecil yang medial itu akan kelihatan terisi
cairan.maka ibu jari dari jari telunjuk tadi seolah-olah

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi : nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan, tanggal
masuk rumah sakit, diagnosa medis, nomor registrasi.
2. Keluhan utama
Keluhan utama klien osteoarthritis adalah nyeri pada sendi
1) Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya pasien osteoarthritis mengeluhkan nyeri pada saat bergerak dan merasa kaku pada persendian
2) Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya ada riwayat penyakit akromegali dan inflamasi pada sendi seperti artopati
3) Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya ditemukan ada anggota keluarga yang mempunyai riwayat osteoarthritis, jika keluarga
memiliki riwayat osteoarthritis maka akan menurun pada keluarga selanjutnya.

3. Pemeriksaan fisik
a. Gambaran umum
Biasanya kesadaran pasien composmentis
b. Secara sistemik dari kepala sampai ujung kaki
1) Kepala
Biasanya rambut tidak bersih karena pasien dengan PPOK mengalami penurunan toleransi terhadap
aktifitas termasukperawatan diri.
2) Mata
Biasanya mata simetris, sklera tidak ikterik
3) Telinga
Biasanya telinga cukup bersih,bentuk simetris dan fungsi pendengaran normal
4) Hidung
Biasanya hidung simetris, hidung bersih
5) Leher
Biasanya tidak ditemukan benjolan.
6) Paru
- Inspeksi

Biasanya normal

- Palpasi
Biasanya normal
- Perkusi
Bisanya normal
- Auskultasi
Biasanya normal tidak ada bunyi nafas tambahan
7) Jantung
- Inspeksi
Bisanya ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi
Biasanya ictus cordis teraba
- Auskultasi
Biasanya irama jantung teratur
8) Abdomen
- Inspeksi
Biasanya tidak ada asites
- Palpasi
Biasanya hepar tidak teraba
- Perkusi
Biasanya timphany
- Auskultasi
Biasanya bising usus normal

4. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data pengkajian, diagnosis keperawatan untuk klien osteoartritis sebagai berikut :
a) Nyeri Kronis
b) Risiko Cidera
c) Hambatan Mobilitas Fisik
d) Gangguan Citra Tubuh
e) Defisien Pengetahuan

5. Intervensi
a. Nyeri kronis
NOC: Kontrol nyeri Kode:1605
-penurunan tingkat nyeri klien
-pasien memahami tentang penyakitnya
-berikan obat yang tepat sesuai instuksi dokter
-nyeri dapat terkontrol
NIC: Manajemen nyeri Kode:1400
-monitor nyeri klien
-berikan informasi yang tepat terkait penyakit klien
-kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat Pereda nyeri

b. Risiko cidera
NOC: Kontrol risiko Kode 1920
-kecilnya risiko cidera bagi klien
-terciptanya lingkungan yang nyaman bagi klien
-adanya perasaan aman pada klien
-peningkatan rentang gerak klien
-peningktan kemandiiran klien saat beraktifitas
NIC: Manajemen lingkungan Kode 6480
-ciptakan lingkungan yang aman bagi klien
-identifikasi kebutuhan keselamatan klien
-modifikasi gaya hidup
-minimalkan risiko cidera
-letakan benda yang sering digunakan dalam jangkauan

c. Hambatan mobilitas fisik Kode: 00085


NOC: Posisi tubuh berisiniatif sendiri Kode : 0103
-peningkatan rentang gerak pada bagian tubuh yang sulit digerakan
-berkurangnya nyeri pada ekstremitas bawah kanan pasien
-peningkatan aktifitas pasien
NIC: Pengaturan posisi Kode : 0840
-atur posisi pasien
-Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat nyeri
-ajarkan latihan ROM aktif

d. Gangguan citra tubuh


NOC: Harga diri rendah situasional.
-kepercayaan diri pasien meningkat
-peningkatan harapan dalam menjalankan kehidupan
-keluarga memberikan support yang baik terhadap kesembuhan pasien
-pasien dan keluarga memahami tentang penyakit
NIC: Peningkatan citra tubuh Kode : 5220
-berikan penjelasan yang tepat kepada pasien terkait penyakitnya
-bantu pasien dalam meningkatkan harapan hidupnya
-bantu pasien dalam meningkatkan kepercayaan diri
-edukasi keluarga dalam pemberian dukungan terhadap pasien

e. Defisien pengetahuan
NOC: Partisipasi dalam keputusan perawatan kesehatan Kode: 1606
-peningkatan pengetahuan pasien
-pasien mendapatkan informasi yang tepat dan terpercaya
-pasien dan keluarga memahami tentang penyakit
NIC: Pendidikan kesehatan Kode: 5510
-kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga terkait penyakit
-berikan informasi terkait kondisi pasien
-berikan edukasi yang tepat pada klien dan keluarga terkait penyakit
-dukung pasien dalam mendapatkan eksplorasi atau informasi yang tepat
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G. M, et al. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC). Indonesia: CV. Mocomedia

Butcher. Howard K. 2013. Nursing Invertventions Classification (NIC). Singapura: Elsevier

Lestari, R. I. (2016). Perbandingan Rentang Gerak Sendi Pasien Osteoarthritis Lutut Sebelum Dan Sesudah
Terapi Micro Wave Diathermy Dan Latihan Rentang Gerak Sendi. 10–33.

Masriadi. (2016). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta : Cv. Trans Info Media.
Moorhead, Sue. et al. (2018). Nursing Outcomes Classification (NOC). Fifth Edition. United States of America:
Elsevier
Nanda International. (2018). Diagnosis keperawatan definisi dan klasifikasi 2018-2020. Jakarta : EGC
Nuraruf, Amin H,. Kusuma H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda
Nic-Noc, Jilid 3. Yogjakarta: Medication
Purwanto, H. (2018). Karya Tulis Ilmiah Sosial Asuhan Keperawatan Pada Ny. E Dengan Osteoartritis Di
Ruang Kirana Rs Tk.Iii Dr.Soetarto Yogyakarta. 153. https://books.google.co.id/books?id=Hr8waKol42IC

Anda mungkin juga menyukai