PENDAHULUAN
Lesi CTO adalah lesi yang paling sering ditinggalkan dan tidak banyak
disentuh pada bidang kardiologi intervensi. Hingga kini, pasien dengan CTO
banyak yang ditatalaksana dengan bedah dan farmakologi karena sulitnya
revaskularisasi CTO. Namun dengan berkembangnya teknologi kawat penuntun
(guidewire), kateter mikro, dengan teknik-teknik yang baru dikembangkan,
membuat semakin banyaknya lesi CTO yang dapat direvaskularisasi dengan
intervensi koroner perkutan (IKP).3
1
Pada pemeriksaan EKG (Gambar 1) didapatkan irama sinus, laju detak
jantung 93 kali per menit, normoaksis, gelombang P normal, lebar gelombang
QRS 0,08 detik dengan progresi gelombang R yang masih normal, segmen ST
tampak elevasi di sadapan V1-V3 dan depresi di II, III, avF, gelombang T inversi
di sadapan V4-V6, I dan avL, interval QT 0,4 detik dengan koreksi menurut
Bazett. Didapatkan kesan infark miokard dengan segmen ST elevasi anteroseptal
dengan resoprokal di sadapan inferior.
2
ke arteri left anterior descending (LAD). Dari hasil angiografi, disimpulkan
STEMI dengan multivessel disease (MVD).
Gambar 2: Hasil angiografi koroner kiri (kiri) dan koroner kanan (kanan). Tampak
trombus di RCA (dilingkar).
3
Oleh sebab STEMI anteroseptal, kemudian diputuskan untuk dilakukan
intervensi koroner perkutan di koroner kiri, dimasukkan kateter penuntun ke
koroner kiri, dengan kawat penuntun Fielder XT-R® (Asahi), namun kawat
penuntun tidak bisa melewati lesi. Dengan ini, disadari bahwa oklusi di kiri
merupakan total oklusi kronik (chronic total occlusion, CTO) pada arteri LM.
Maka kami kemudian memutuskan RCA sebagai lesi kulpritnya, dan kemudian
melakukan pemasangan stent dengan 3.00 x 29 mm. Setelah melakukan
pemasangan stent di RCA (Gambar 4), direncanakan dan dicoba untuk
merevaskularisasi LM dengan pertimbangan menghindari double jeopardy pada
CTO dan SKA. Kami mencoba untuk melewati lesi CTO secara antegrade dengan
kawat penuntun Gaia Second® (Asahi) namun masih tidak dapat melewati lesi.
Kemudian kawat penuntun Conquest Pro® (Asahi) akhirnya dapat melewati
hingga LAD, dan kemudian menggunakan kawat penuntun Gaia Second® (Asahi)
pada arteri left circumflex (LCx). Kemudian dilakukan dilatasi LAD dengan balon
Mini Trek® (Abbott) 2.00 x 15 mm. Setelah itu dilakukan teknik kissing balloon
dengan Mini Trek® (Abbott) 2.00 x 15 mm pada LAD dan Sapphire® (Alex)
2.75 x 15 mm pada LCx. Angiografi terakhir menunjukkan stenosis 70-90% di
LM, stenosis 90-95% diffuse pada LAD, dan stenosis 90-95% diffuse pada LCx.
Revaskularisasi lanjut koroner kiri direncanakan pada staging PCI berikutnya.
4
Gambar 5: Hasil Revaskularisasi LCA
5
mg/dL, kreatinin 0,9 mg/dL, natrium 137 mEq/L, kalium 3,85 mEq/L, klorida
95,6 mEq/L. Dislipidemia kemudian ditambahkan dalam diagnosis kerja.
6
Gambar 6: Hasil Revaskularisasi Staging PCI pada LCA
III. DISKUSI
Tindakan IKPP untuk merekanalisasi pembuluh darah koroner yang oklusi
pada keadaan STEMI akan menurunkan angka mortalitas. Namun secara
kebetulan pula, saat angiografi koroner, pada pasien STEMI akan ditemukan
penyumbatan di koroner lainnya selain lesi kulprit atau arteri yang terkait infark
(infarct related artery, IRA). Oklusi atau stenosis ini disebut juga multivessel
disease (MVD) dan arteri yang bukan terkait infark (non infarct related artery,
non-IRA). Non-IRA berupa MVD dan CTO dapat ditemukan pada 40%-60% dari
pasien STEMI.4, 5
MVD merupakan faktor risiko tersendiri terhadap morbiditas dan
mortalitas pada pasien STEMI. Peningkatan risiko ini disebabkan oleh beban
aterosklerotik yang lebih besar dan jumlah infark miokard rekuren yang lebih
tinggi.6 Oleh karena itu dimungkinkan adanya potensi manfaat dari revaskularisasi
7
MVD pada STEMI yang dapat menurunkan mortalitas jangka panjang dan
pendek, revaskularisasi ulang, dan menurunkan biaya. Sebuah studi retrospektif
yang melibatkan 28.282 pasien dari Park et al menyimpulkan bahwa pasien
dengan non-IRA memiliki angka mortalitas 30 hari lebih tinggi daripada yang
tidak memiliki non-IRA (4,3% berbanding 1,7%).5 Wilar et al melaporkan
pengamatan 6 bulan terhadap kejadian kardiovaskular pada pasien STEMI di
RSUP Kandou Manado pada tahun 2017, didapatkan pasien dengan MVD
memiliki angka kematian dan revaskularisasi ulang yang lebih tinggi
dibandingkan pada single vascular disease (SVD).7
Gambar 6: Grafis Kaplan Meier pada kesintasan pasien dengan non-IRA dan
tanpa non-IRA. Sumber: Park et al.5
8
revaskularisasi MVD. Namun Bangalore et al berhipotesis bahwa revaskularisasi
MVD saat IKPP lebih baik karena mencegah kejadian rekuren, IKPP lebih awal
mungkin dapat menyebabkan pemuluhan fungsi ventrikel kiri yang lebih cepat
dan mencegah instabilitas hemodinamik dan kejadian aritmia yang lebih rendah.6
9
1. IKPP dengan hanya IRA, dengan IKP pada non-IRA hanya pada
penemuan risiko tinggi dan menengah terhadap iskemik spontan;
10
tindakan, waktu tindakan yang panjang, nefropati akibat kontras, dan trombosis
stent pada keadaan protrombotik dan proinflamasi saat STEMI. Namun beberapa
studi, seperti PRAMI (Preventive Angioplasty in Acute Myocardial Infarction),
CvLPRIT (Complete Versus Culprit-Lesion Only Primary PCI), DANAMI 3
PRIMULTI (Third Danish Study of Optimal Acute Treatment of Patients with ST-
segment Elevation Myocardial Infarction), dan PRAGUE-13 (Primary
Angioplasty in Patients Transferred From General Community Hospitals to
Specialized PTCA Units With or Without Emergency Thrombolysis).
Pada studi PRAMI didapatkan keluaran primer terhadap kematian karena
jantung, infark miokard tak fatal, angina refrakter timbul pada 21 pasien (9%)
yang dilakukan revaskularisasi MVD pada IKPP, dibandingkan 53 pasien (22%)
yang hanya IRA.13 Studi CvLPRIT menghasilkan keluaran primer kematian,
reinfark, gagal jantung, dan revaskularisasi karena iskemik pada 12 bulan
ditemukan pada 15 pasien (10%) yang menjalani IKP MVD, dan 31 pasien (21%)
pada IKP hanya IRA. Begitu pula pada studi DANAMI 3 PRIMULTI yang
menemukan keluaran primer dengan kematian karena semua sebab, infark tak
fatal, revakularisasi karena iskemik terjadi pada 40 pasien (13%) dengan IKP
staging, dan 68 pasien (22%) pada IKP hanya IRA. Hasil ketiga studi ini memiliki
nilai signifikansi yang tinggi. Namun pada PRAGUE-13 menemukan tidak
adanya perbedaaan diantara kedua kelompok ini pada tindak lanjut pada bulan ke-
38.14 Penemuan ini yang menjadi dasar dari perubahan rekomendasi pada
ACC/AHA/SCAI. Mereka juga menegaskan bahwa tindakan revaskularisasi
MVD pada IKPP sebaiknya tidak dilakukan rutin, namun perlu melihat dan
mempertimbangkan kasus per kasus sesuai data klinis dan risiko tindakan.
ACC/AHA/SCAI juga tidak memberikan rekomendasi yang jelas mengenai waktu
untuk IKP staging pada MVD.
Studi HORIZONS-AMI (Harmonizing Outcomes With Revascularization
and Stents in Acute Myocardial Infarction) pada 2011 memberikan hasil yang
berbeda. Studi ini menemukan pasien merekomendasikan staging IKP pada
MVD, daripada dilakukan pada IKPP. Saat itu mereka belum begitu jelas apa
yang menyebabkan intervensi pada IKPP memberikan hasil yang lebih buruk,
11
diduga dengan adanya protrombotik dan proinflamasi seperti rekomendasi
ACC/AHA/SCAI tahun 2013 di atas.15
Dari beberapa studi dan panduan di atas dapat disimpulkan bahwa
revaskularisasi MVD masih kontroversial, dan masih mempertimbangkan
keuntungan dan kerugian yang dapat ditimbulkan. Beberapa panduan juga begitu
dinamis, bahkan dalam waktu yang sangat berdekatan seperti ESC. Oleh karena
itu, revaskularisasi MVD pada IKP dapat ditarik sebuah hipotesis sementara
bahwa tindakan ini dapat dilakukan jika dipikirkan manfaatnya pada keluaran
utama pasien.
Pada pasien ini terjadi MVD pada STEMI, dan lesi oklusinya berbada
bagian-bagian yang dianggap penting yaitu proksimal RCA sebagai IRA, dan
LCA sebagai non-IRA. Pada kasus ini pasien dalam keadaan iskemik berat karena
proses akut di RCA dan rentan mengalami iskemik ulang yang berat akibat oklusi
di LCA. Walaupun pasien dalam keadaan hemodinamik stabil, rekomendasi
panduan yang ada masih sangat dinamis untuk rekomendasi pada pasien-pasien
syok kardiogenik. Oleh karena itu, diputuskan dalam pasien ini untuk dilakukan
revaskularisasi MVD pada IKPP setelah dilakukannya revaskularisasi IRA.
12
Pada pasien ini, berbeda dengan yang kriteria dari Saad et al. Pada pasien
ini ditemukan lesi dengan klasifikasi tipe C menurut ACC/AHA yaitu lesi
kompleks, dan adanya oklusi total kronik dengan kolateral.17 Oleh karena itu
revaskularisasi CTO pada STEMI memerlukan pertimbangan tersendiri.
13
perbedaan fraksi ejeksi ventrikel kiri dan volume diastolik akhir ventrikel kiri.
Namun ketika dilakukan analisis sub-group, ditemukan kelompok dengan CTO
pada LAD ternyata memiliki peningkatan fraksi ejeksi ventrikel kiri yang
bermakna setelah dilakukan IKP pada CTO-nya yang diukur dengan pencitraan
resonansi magnetik.22 Hasil ini dapat disebabkan karena kompleksitas kasus, tidak
adanya keseragaman protokol dan teknik revaskularisasi CTO, dan jumlah sampel
yang kecil. Beberapa studi lainnya yang mendukung revaskularisasi MVD pada
IKPP, seperti PRAMI dan CvLPRIT, dan mengeksklusikan pasien dengan CTO
pada studi mereka.13, 23
Perihal revaskularisasi CTO pada STEMI kemudian diolah dalam meta
analisis oleh Tong et al, melibatkan empat studi observasional dan satu studi
kontrol acak dengan 1.038 pasien. Revaskularisasi CTO pada STEMI
berhubungan dengan penurunan angka kematian karena semua sebab. 24
Manfaat revaskularisasi CTO terjadi melalui mekanisme proses pemulihan
dari area pinggir infark yang mengalami stunning. Dengan pemulihan aliran darah
ke miokardium yang stunning akan menjadi viabel. Peningkatan fraksi ejeksi
ventrikel kiri mungkin dapat disebabkan oleh perlambatan proses remodeling
ventrikel, penurunan ketidakstabilan listrik jantung, dan meningkatnya toleransi
jika terjadi kejadian oklusi koroner mendatang.21
Belum ada kesepakatan yang jelas mengenai waktu yang tepat untuk
dilakukan revaskularisasi CTO pada pasien STEMI. Beberapa klinisi melakukan
saat di prosedur IKPP seperti yang dilaporkan oleh Leone et al, dan beberapa
kasus yang disertai syok kardiogenik yang dilaporkan oleh Watanabe et al. 2, 25
Studi EXPLORE melakukan dengan jarak 1 minggu setelah IKPP. Namun dalam
paparan studi EXPLORE tidak dijelaskan mengapa diambil titik potong di waktu
1 minggu.22 Collin Berry dari Universitas Glasgow dalam presentasinya di
Kongres ESC 2018 di Muenchen, menyebutkan revaskularisais lengkap pada
IKPP dapat dilakukan, dengan strategi yang disesuaikan dengan pertimbangan
klinis masinhg-masing operator. Namun dalam pendapatnya ia merujuk pada studi
PRAMI dan CvLPRIT.26 Dalam kongres yang sama, Ciro Indolfi daru Universitas
14
Magna Graceia berpendapat revaskularisasi CTO dilakukan secara staging setelah
pasien pulang dari rawat inap karena STEMI.27
Pada pasien ini dilakukan revaskularisasi CTO pada IKPP atas dasar
pertimbangan klinisnya, dan kemudian dilakukan tindak lanjut 1 tahun, tidak ada
masalah yang fatal, tidak ada kejadian infark miokardium ulang, dan belum ada
revaskularisasi ulang setelah staging terakhir. Walaupun demikian, fraksi ejeksi
ventrikel kiri masih relatif sama seperti pada saat setelah infark. Hal ini sesuai
dengan hasil beberapa studi revaskularisasi CTO pada STEMI.
15
kateter penuntun CLS karena kurve kateter yang lebih memberikan sokongan
yang lebih baik untuk koroner kiri.
Penggunaan kawat penuntun merupakan bagian paling penting dalam
revaskularisasi CTO, dan sangat menentukan sukses dan gagalnya tindakan.
Komponen yang penting dari sebuah kawat penuntun adalah pelapis (coating),
besar beban ujung (tip load), kekakuan ujung (tip stiffness), dan fleksibilitas
kawat penuntun (guidewire flexibility).
Pelapis kawat penuntun yang digunakan dapat menggunakan jenis non-
hidrofilik (konvensional) dan hidrofilik (dengan polimer atau lubrikan). Kawat
penuntun non-hidrofilik ditandai dengan rasa taktil dan kontrol torsi yang lebih
baik. Jenis lainnya, kawat penuntun hidrofilik memberikan kemampuan manuver
yang baik pada lesi berkelok (tortous), memiliki resistensi yang minimal dapat
dapat dikendalikan dengan lebih mudah. Kelemahan kawat penuntun hidrofilik
adalah berkurangnya rasa taktil dan kontrol ujung yang berkurang, Jenis kawat ini
cenderung dapat menyebabkan masuknya ke lumen palsu (false lumen).3, 28, 29
Pemilihan kawat penuntun juga tergantung dari pendekatan strategi dalam
revaskularisasi CTO, yaitu dari antegrade (termasuk antegrade wire excalation,
AWE) atau retrograde. Jika dipilih pendekatan antegrade, maka biasanya dipilih
kawat penuntun dengan beban ujung rendah dan tidak kaku. Untuk mendapatkan
daya torsi dan kekuatan yang baik dalam melewati lesi, maka dilakukan
peningkatan karakteristik kawat penuntun, atau yang disebut sebagai ekskalasi.
Selain itu teknik memanipulasi kawat penuntun juga perlu diperhatikan, baik
sliding and drilling, controlled drilling, penetration, dan push and torque.29
Pada pasien ini pada revaskularisasi dilakukan dengan pendekatan AWE
digunakan kawat penuntun (Gambar 8) dengan ekskalasi dari Fielder XT-R®,
Gaia Second®, hingga Conquest Pro®. Dasar dari penggunaan jenis Fielder pada
usaha awal, adalah ujung yang lebih lembut dan runcing (0.010”) dengan teknik
sliding and drilling. Karena kateter penuntun Fielder hanya dapat melewati
tudung ujung dan tidak mampu melewati lesi yang lebih distal, kawat penuntun
kemudian diekskalasi ke jenis Gaia. Gaia memiliki struktur koil ganda yang dapat
memberi tekanan torsi pada distal. Jenis Gaia memiliki ujung lebih runcing dan
16
beban ujung daripada Fielder. Pada kasus ini kateter penuntun Gaia Second®
dimasukkan dengan tekanan dan torsi tinggi, namun belum dapat melewati lesi,
dan diganti Conquest Pro® dengan beban ujung 8.0 g dan pada ujung kateternya
tidak memiliki pelapis sehingga resistensi pada titik masuk lesinya lebih rendah.
Conquest Pro® dapat masuk dengan controlled drilling. Setelah kawat penuntun
melewati lesi kemudian dilakukan dilatasi lumen dengan balon.
CTO pada LM
Stenosis pada LM ditemukan pada 5-6% dari semua pasien yang
menjalani angiografi koroner, dan seringkali menjadi faktor risiko pemicu
17
sindrom koroner akut. LM memberikan sirkulasi darah ventrikel kiri pada 75%
pasien dengan koroner dominan kanan dan 100% pada koroner dominan kiri. Jika
terjadi ada sindrom koroner akut, stenosis LM seringkali mengakibatkan syok
kardiogenik, infark sangat luas, dan angka mortalitas yang tinggi.30, 31
Kasus CTO pada LM sendiri lebih jarang ditemukan dan ditemukan pada
pasien dengan koroner dominan kanan dengan kolateral yang cukup baik.
Kolateral dapat mempertahankan fungsi sistolik ventrikel kiri, namun tidak cukup
untuk mengurangi gejala. Lokasi yang sering terjadi lesi pada LM adalah bagian
distal di dekat bifurkasio, ostium, dan bagian tengah.30
Revaskularisasi CTO pada LM dengan IKP semakin memiliki kemajuan
akhir-akhir ini dengan peningkatan teknologi kawat penuntun. Beberapa kasus
juga melaporkan keberhasilan yang baik pada IKP pada CTO LM, bahkan
Watanabe et al melaporkan 4 kasus revaskularisasi CTO LM saat IKPP dengan
syok kardiogenik.25, 30, 32, 33 Pada registri RECHARGE dari 1253 kasus IKP CTO,
hanya terdapat 4 kasus CTO pada arteri LM, dan semuanya dilakukan dengan
pendekatan AWE dan berhasil.34
Pada pasien ini dilakukan revaskularisasi CTO pada LM dengan kondisi
STEMI dalam IKPP. Kondisi ini merupakan keadaan yang sangat jarang terjadi
dan tidak ada ketentuan baku mengenai apa yang harus dilakukan. Terdapat
beberapa pengalaman klinisi yang berhasil melakukan tindakan ini, walau
demikian sebaiknya tidak dilakukan secara rutin dan benar-benar dipertimbangkan
dengan matang, mengingat keadaan klinis dan tindakan revaskualrisasi sendiri
memiliki risiko yang sangat tinggi. Namun, kondisi double jeopardy pada pasien
CTO, terutama LM, dengan STEMI juga perlu dipertimbangkan.
IV. RINGKASAN
Telah dilaporkan laporan kasus tentang pasien dengan STEMI anteroseptal
yang dilakukan revaskularisasi lesi IRA dan CTO pada arteri koroner left main
pada prosedur IKPP. Keadaan ini merupakan keadaan “bahaya berganda” bagi
pasien dimana perlu dipertimbangkan matang-matang mengenai manfaat tindakan
ini. Hingga kini belum ada panduan khusus yang menyatakan boleh tidaknya
18
tindakan revaskularisasi CTO LM dilakukan pada keadaan sindrom koroner akut
dan IKPP. Sejauh ini studi besar mengenai revaskularisasi MVD pada STEMI
yang ada hanya mencapai keadaan MVD yang kurang kompleks. Bukti
revaskularisasi CTO pada STEMI hanya sebatas pengalaman klinis. Namun
beberapa pendapat memperbolehkan tindakan ini, tidak mustahil untuk dilakukan
selama terdapat penilaian klinis yang kuat dan pengalaman operator.
V. SUMMARY
We reported a case report of anteroseptal STEMI who underwent IRA
lesion revascularization and CTO in the left main coronary artery in the primary
PCI. This situation was called a "double jeopardy" situation for the patient, that it
had to be considered carefully regarding the benefits of the procedure. For our
knowledge, there had been no specific guideline that states whether LM CTO
revascularization, especially in primary PCI setting, is appropriate or not. So far,
a large study of MVD revascularization in primary PCI had only studied until less
complex MVD. Evidence of CTO revascularization in STEMI was limited to
clinical experiences. However, some opinions might allow this procedure, and it
was not impossible to do, as long as there was strong clinical judgement and good
enough operator experience.
19
Daftar Pustaka
20
for the management of acute myocardial infarction in patients presenting
with ST-segment elevation of the European Society of Cardiology (ESC).
European heart journal. 2017;39(2):119-77.
10. Neumann F-J, Sousa-Uva M, Ahlsson A, Alfonso F, Banning AP,
Benedetto U, et al. 2018 ESC/EACTS guidelines on myocardial
revascularization. European Heart Journal. 2018;40(2):87-165.
11. Thiele H, Akin I, Sandri M, Fuernau G, De Waha S, Meyer-Saraei R, et al.
PCI strategies in patients with acute myocardial infarction and cardiogenic
shock. New England Journal of Medicine. 2017;377(25):2419-32.
12. Ozaki Y, Katagiri Y, Onuma Y, Amano T, Muramatsu T, Kozuma K, et al.
CVIT expert consensus document on primary percutaneous coronary
intervention (PCI) for acute myocardial infarction (AMI) in 2018.
Cardiovascular intervention and therapeutics. 2018:1-26.
13. Wald DS, Morris JK, Wald NJ, Chase AJ, Edwards RJ, Hughes LO, et al.
Randomized trial of preventive angioplasty in myocardial infarction. New
England Journal of Medicine. 2013;369(12):1115-23.
14. Hlinomaz O, Groch L, Polokova L, Lehar F, Vekov T, Griva M, et al.,
editors. Multivessel disease diagnosed at the time of primary PCI for
STEMI: complete revascularization versus conservative strategy. European
Heart Journal; 2015: Oxford University Press.
15. Kornowski R, Mehran R, Dangas G, Nikolsky E, Assali A, Claessen BE, et
al. Prognostic impact of staged versus “one-time” multivessel percutaneous
intervention in acute myocardial infarction: analysis from the HORIZONS-
AMI (harmonizing outcomes with revascularization and stents in acute
myocardial infarction) trial. Journal of the American College of Cardiology.
2011;58(7):704-11.
16. Saad M, Rashed A, El-Haddad M, Elkilany W, Wadee B, Nassar A. Staged
versus Multi-vessel Revascularization in Primary Percutaneous Coronary
Intervention for Acute ST segment Elevation Myocardial Infarction based
on Peri-procedural Revascularization Success Rate: A Pilot Study. JACC:
Cardiovascular Interventions. 2015;8(2 Supplement).
21
17. Scanlon PJ, Faxon DP, Audet A-M, Carabello B, Dehmer GJ, Eagle KA, et
al. ACC/AHA guidelines for coronary angiography: a report of the
American College of Cardiology/American Heart Association Task Force
on Practice Guidelines (Committee on Coronary Angiography) developed in
collaboration with the Society for Cardiac Angiography and Interventions.
Journal of the American College of Cardiology. 1999;33(6):1756-824.
18. van der Schaaf RJ, Vis MM, Sjauw KD, Koch KT, Baan Jr J, Tijssen JG, et
al. Impact of multivessel coronary disease on long-term mortality in patients
with ST-elevation myocardial infarction is due to the presence of a chronic
total occlusion. The American journal of cardiology. 2006;98(9):1165-9.
19. Moreno R, Conde C, Perez-Vizcayno M-J, Villarreal S, Hernandez-Antolin
R, Alfonso F, et al. Prognostic impact of a chronic occlusion in a noninfarct
vessel in patients with acute myocardial infarction and multivessel disease
undergoing primary percutaneous coronary intervention. The Journal of
invasive cardiology. 2006;18(1):16-9.
20. Claessen BE, van der Schaaf RJ, Verouden NJ, Stegenga NK, Engstrom
AE, Sjauw KD, et al. Evaluation of the effect of a concurrent chronic total
occlusion on long-term mortality and left ventricular function in patients
after primary percutaneous coronary intervention. JACC: Cardiovascular
Interventions. 2009;2(11):1128-34.
21. Shi G, He P, Liu Y, Lin Y, Yang X, Chen J, et al. Evaluation of the effect of
concurrent chronic total occlusion and successful staged revascularization
on long-term mortality in patients with ST-elevation myocardial infarction.
The Scientific World Journal. 2014;2014.
22. Henriques JP, Hoebers LP, Råmunddal T, Laanmets P, Eriksen E, Bax M, et
al. Percutaneous intervention for concurrent chronic total occlusions in
patients with STEMI: the EXPLORE trial. Journal of the American College
of Cardiology. 2016;68(15):1622-32.
23. Gershlick AH, Khan JN, Kelly DJ, Greenwood JP, Sasikaran T, Curzen N,
et al. Randomized trial of complete versus lesion-only revascularization in
patients undergoing primary percutaneous coronary intervention for STEMI
22
and multivessel disease: the CvLPRIT trial. Journal of the American
College of Cardiology. 2015;65(10):963-72.
24. Tong J, Yu Q, Li C, Shao X, Xia Y. Successful revascularization of
noninfarct related artery with chronic total occlusion among acute
myocardial infarction patients: A systematic review and meta-analysis.
Medicine. 2018;97(3).
25. Watanabe H. Chronic total occlusion in non-infarct-related artery is closely
associated with increased five-year mortality in patients with ST-segment
elevation acute myocardial infarction undergoing primary percutaneous
coronary intervention (From the CREDO-Kyoto AMI registry). 2017.
26. Berry C. Complete revascularisation should be performed the index
procedure in STEMI = YES. ESC Congress 2018; Muenchen.
27. Indolfi C, editor Revascularization in STEMI: Culprit-only or Complete?
ESC Congress; 2018; Muenchen.
28. Ge J-b. Current status of percutaneous coronary intervention of chronic total
occlusion. Journal of Zhejiang University SCIENCE B. 2012;13(8):589-
602.
29. Rinfret S. Percutaneous intervention for coronary chronic total occlusion. 1
ed. Switzerland: Springer; 2016.
30. Kanabar K, Mehrotra S, Rajan P. Ostial left main coronary artery chronic
total occlusion presenting as chronic stable angina. Indian heart journal.
2018;70(5):745-9.
31. Burgazli KM, Bilgin M, Soydan N, Chasan R, Erdogan A. Acute left main
coronary artery occlusion. Pakistan journal of medical sciences.
2013;29(1):216.
32. Rahadiyan T, Oktaviono YH. TCTAP C-114 Chronic Total Occlusion of
Ostial Left Main Coronary Artery. Journal of the American College of
Cardiology. 2017;69(16 Supplement):S203-S4.
33. Sukardi ES, Firman D, Haryono N, Soerianata S. TCTAP C-070 Chronic
Total Occlusion (CTO) of Ostial Left Main Coronary Artery (LMCA).
Journal of the American College of Cardiology. 2018;71(16):S138-S9.
23
34. Maeremans J, Walsh S, Knaapen P, Spratt JC, Avran A, Hanratty CG, et al.
The hybrid algorithm for treating chronic total occlusions in Europe: the
RECHARGE registry. Journal of the American College of Cardiology.
2016;68(18):1958-70.
24