Anda di halaman 1dari 29

dr Abdul Lian SpAn KNA

Bagian Anestesiologi Faked Undip Semarang.


Pendahuluan:
Masalah gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
merupakan masalah rutin yang menyertai kasus bedah,
apakah akibat perdarahan, pergeseran cairan akibat
stress pembedahan atau anestesi, kenaikan suhu,
akibat infeksi dan lain-lain. Biasanya masalah ini
disertai gangguan keseimbangan asam basa yang
memerlukan penanganan intensif. Problema tersebut
akan lebih sering dijumpai pada kasus-kasus pediatri
terutama neonatus dan prematur oleh sebab faal tubuh
belum sempurna. Keterbatasan sarana dan keilmuan
untuk menetapkan diagnostik dan keterbatasan cairan
yang tersedia akan menambah peliknya masalah yang
dihadapi. Begitupun dengan pengertian dan
pengetahuan mengenai dasar keseimbangan cairan dan
elektrolit akan membantu mencapai hasil yang optimal
walaupun dengan sarana yang minimal.
Perlu diingat bahwa pengelolaan cairan merupakan
salah satu faktor yang menentukan keberhasilan
pembedahan terutama kasus bedah anak.
II. Latar belakang
Mengingat kasus pediatri mudah terjadi dehidrasi dan
overhidrasi oleh sebab :
1. Metabolic rate infant 3x dewasa sehingga deplesi
cairan
3x lebih besar.
2. Insensible loss /kgBB lebih besar terutama pada
neonatus
/prematur, karena :

a.Permukaan tubuh relatif lebih luas.


b.Kulit lebih tipis, lebih permeabel, lebih banyak
vasculous.
c.Jumlah air tubuh relatif lebih banyak.
3.Faal tubuh yang belum sempurna :
a. Ginjal belum mampu mengeluarkan banyak
cairan
dan elektrolit, dan daya konsentrasi urine
rendah.
b. Tekanan arteriel mendadak turun waktu lahir.
c. Hemokonsentrasi terjadi sesudah beberapa hari
pertama.
d. Regulasi cairan tubuh neurosekretorik belum
sempurna.
e. Cadangan glikogen sedikit & glukoneogenesis
pathway belum berkembang, cenderung
hipoglikemia.
Perlu diingat sangat sering dilupakan padahal sangat
menentukan dimana kehilangan air tubuh tak
diperhitungkan :
1. Melalui kulit bila demam atau berkeringat banyak.
2. Melalui paru ketika frekuensi nafas meningkat
3. Penguapan cairan dari daerah operasi(evaporasi) .
4. Translokasi cairan ke rongga III (squesterisasi) akibat
trauma bedah/anestesi.
5. Retensi cairan dan natrium akibat stress
pembedahan
/anestesi selama post operasi.
III. Sasaran terapi cairan :
Mempertahankan/memulihkan keseimbangan :
- Volume cairan tubuh

- Konsentrasi cairan tubuh


- Komposisi cairan tubuh
Dengan cara :
- Mengatasi dehidrasi
- Mencegah overhidrasi
- Mengoreksi elekrolit dan asam basa
IV.PENGELOLAAN :
A. Meliputi penggantian(replacement) cairan &
elekrolit
selama periode :
a. Pre operatif
b. Peroperatif (durante operationem)
c. Post operatif
B. Prinsip :
1. Bila ada shock tanpa memandang jenis dehidrasi
atasi
segera shocknya dengan mengkoreksi volume
cairan
secara cepat dengan whole blood, plasma (cairan
koloid), bila tak ada beri cairan kristaloid.
2.Volume intra vascular segera dikoreksi untuk
mencegah
terganggunya perfusi jaringan yang
mengakibatkan
metabolik asidosis.
3.Volume interstitial dipulihkan secara bertahap
untuk
mencegah overload.
C. Kebijaksanaan pemilihan cairan :

1.Bila sasarannya ingin memperbaiki volume intra


vascular beri darah, plasma atau koloid yang
berat
molekulnya (BM) besar > 8000 Dalton sebagian
besar
bertahan dalam pembuluh darah.
2 Bila ingin memperbaiki cairan ECF(extra cellular
fluid)
(vascular dan interstitial) berikan cairan yang bisa
masuk ke interstial tetapi sedikit masuk
intracellular
(kurang permeabel) yaitu kristaloid yang BM nya
<
8000 Dalton, terutama yang mirip pH dan
komposisinya
dengan ECF seperti Ringers Laktat atau NaCl 0,9%.
3.Bila ingin memperbaiki total cairan tubuh(ECF +
ICF)
berikan Dextrose/glukose 5% dimana gukose cepat
dimetabolisir dan air akan mengisi seluruh rongga
tubuh.
D. Kalkulasi volume cairan yang diperlukan harus
dipertimbangkan :
1. Dehidrasi yang ada sebelum nuchter pre operatif.
2. Defisit cairan selama nucter pre operatif.
3. Maintainance(pemeliharaan ) cairan selama
operasi.
4. ECF yang hilang akibat trauma operasi.
5. Perubahan suhu tubuh.
Dehidrasi dinilai dengan penurunan berat badan 1
kg sebanding dengan defisit cairan 1 liter. Besarnya
penurunan bisa disesuaikan dengan gejala klinisnya.

1. Turgor jelek berarti BB turun 5%


2. Turgor jelek dan fontanella cekung, BB turun 10%
3. Bila mata juga cekung berarti BB turun antara 1020%.
Lengkapnya bisa dilihat pada tabel Dell :
BB turun
I
ringan(5)% I
sedang (10)%
I
berat (15)%
I
-------------------------------------------------------------------------------------------------turgor
agak kurang
kurang
jelek
mukosa
kering
sangat kering
keriput
warna kulit
pucat
kelabu
gelap
urine
oliguri
oliguri
sangat oliguri
Tensi
normal
normaL
turun
Nadi
naik
naik
sangat naik
--------------------------------------------------------------------------------------------------

Contoh :
Anak 10 tahun BB 25 kg mengalami dehidrasi sedang.
Diperkirakan defisit cairan 10% dari BB= 10% x 25.000
cc = 2500 cc atau replacement: 10 cc/ kgBB /%
dehidrasi = 10x25x10 cc = 2500 cc.
ad.2 Defisit cairan selama nuchter pre operatif :
Ini harus dikoreksi untuk mencegah dehidrasi
dan
membantu lancarnya anestesi.
Program pre operatif feeding sebaiknya menurut tabel
dibawah ini :
Umur
prematur/neonatus
1 - 6 bulan
6 - 36 bulan
> 3 tahun

Lama nuchter
2 jam pre induksi
4 jam pre induksi
6 jam pre induksi
8 jam pre induksi

Keterangan
Bangunkan beri air gula
Bangunkan beri air gula
Bangunkan beri air jernih
Bangunkan beri air jernih

Untuk menentukan defisit cairan karena nuchter harus


diketahui kebutuhan maintainance cairan atau

Estimate Fluid Requirement (EFR) dan berapa lama


nuchter(puasa)
Berat badan (kg).
Jumlah/kecepatan pemberian
0 - 10
4 cc / kg / jam
10 - 20
40 cc + 2 cc / kg / jam diatas 10 kg
>20
60 cc + 1 cc / kg / jam diatas 20 kg

Contoh :
1. Anak 25 kg akan dioperasi jam 8 pagi.
2. Puasa sejak jam 0.00 malam, berapa besar defisit
cairan?
Estimate Fluid Deficit (EFD)= EFR x lama nuchter
= (60 + 5cc) x 8 = 520 cc
Cara lain menentukan kebutuhan cairan per 24
jam BB(kg)
cc/kg/24 jam.
=====================================================
0 - 10
100 (75 untuk umur< 24 jam)
10 - 20
1000 + 50/kg diatas 10 kg
> 20
1500 + 20/kg diatas 20 kg
prematur /neonatus < 5 hari
> 5 hari

50 - 75/kgBB
150 kgBB

=====================================================

Contoh :
Bayi prematur 3 hari dengan atresia ani, BB 1,5 kg,
akan dilakukan perbaikan anus jam 8 pagi. Dipuasakan
sejak jam 5.00 pagi. Berapa EFD ?
Lamanya nuchter(puasa) = 3 jam.
Maka EFD = 3/24 x 75 x 1,5 cc = 15 cc
ad3.Maintenance cairan selama operasi :
1. Kebutuhan maintainance (EFR) x lamanya
operasi

2. Selama operasi berlangsung diberi cairan


maintain
nance seperti tabel sebelumnya.
3 Bila BB 10 kg diberi sebesar = 4x 10 cc/jam =
40cc/jam = 2/3 cc/menit.
Tergantung infus set yang digunakan apakah
mikrodrip atau yang biasa, bila mikrodrip berarti
drop
factornya 1 maksudnya 1 cc = 60 tetes.
Menentukan drop faktor = 60 : jumlah tetes/cc.
Bila drop faktornya 3 berarti 1 cc = 60 : 3 tetes
= 20
tetes.
ad.4. ECF yang hilang selama operasi :
a. Perdarahan : Yang terkumpul dalam suction
apparat,yang melekat pada selimut dan
gaas/sponge
(berat sponge basah dikurangi berat spong
kering)
dalam gram sesuai dengan jumlah cc darah.
b. Squesterisasi
Translokasi cairan akibat trauma
operasi/anestesi
bisa diberikan 3-8 cc/kgBB/jam.
Besar volume yang diberikan tergantung pada
sifat/type pembedahan.
Jika superficial tak banyak merusak jaringan
seperti
hernioraphy atau ortopedik ,volume yang
diberikan
cukup hanya 3-4 cc/kgBB/jam, bila operasi
abdomen

dimana usus diexpose/dimanipuler diberikan


4-8cc/kgBB/jam.
Pada bayi - operasi kecil:
2 cc/kgBB/jam
- operasi sedang : 4 cc/kgBB/jam
- operasi besar : 6 cc/kgBB/jam
c. Extra renal loses :
Via gastro intestinal (cairan yang keluar dari):
Nasogastric tube
Penyedotan langsung dari usus
Dekompressi isi usus
Semuanya harus dihitung.
ad.5 Perubahan suhu tubuh :
Setiap naik 1 derajat C diatas 37 derajat C
ditambah
kebutuhan maintainance 12 %.
Contoh :
Bayi BB 10 kg selama operasi suhu naik sampai
40
derajat C.Berapa cairan maintainance yang
diberikan?
Diberikan sebesar = 10x 4cc + (40-37) x12/100 x
40 cc
= 55 cc/jam.
Bila suhu turun disesuaikan kembali.
Untuk prosedur yang singkat < 1 jam asalkan anak
sehat cairan infus tak perlu diberikan bila defisit pre
operatif minimal, Darah yang hilang dan trauma
jaringan minimal serta intake peroral bisa sedini
mungkin pada periode post operatif.
Umpama operasi herniotomi, hidrocel ringan,
circumcisi, minor ortopedik atau tonsilectomi.

Namun untuk jalur obat emergensi dan resusitasi lebih


baik diinfus paling tidak jalur iv terbuka.
Tetapi bila prosedur lama dan pemberian cairan peroral
mungkin terlambat infus harus terpasang sebelum
induksi/ operasi.
Kecepatan infus berdasarkan dengan kebutuhan cairan
maintainance dan di sesuaikan dengan peningkatan
insensible loss, extra renal loss maupun squesterisasi.
Contoh :
Anak BB 10 kg puasa 4 jam, akan menjalani operasi 4
jam, maka penggantian cairan= 4x40 + 4x40 = 320 cc.
Ini diberikan 50% pada jam I, 25% pada jam ke 2, dan
25% pada jam ke 3.
Disesuaikan dengan insensible loss, extra renal looses
dan squesterisasi jaringan rusak.
Mayoritas squesterisasi terjadi pada satu atau 2 jam
operasi, maka kecepatan infus diperlukan selama jam
jam permulaan operasi.
Bila dijumpai cardiac/renal failure kecepatan harus
disesuaikan sebaiknya pasang monitor CVP awas pada
kasus decompensatio cordis sudah terjadi odema
pulmonum walaupun shock belum teratasi. bila infus
terlalu cepat.
Diperkirakan pemberian cairan intraoperatif minimal 810 cc/kgBB/jam untuk prosedur abdomen yang luas
dan 10-15 cc/kgBB/jam untuk kasus peritonitis.
Pemberian darah :
Putusan apakah pemberian darah perlu berdasarkan :
- Hb pre operatif
- Hilangnya darah durante operationem
- Response cardiovascular.

Bila anak sehat, Hb >12g%, Darah diberikan bila


Estimate Blood Volume (EBV) menurun lebih atau sama
dengan 15%.
EBV --------------------> 0 - 12 bulan
cc/kgBB
1 - 5 tahun
cc/kgBB
> 5 tahun
cc/kgBB

: 85
: 80
: 75

Pada neonatus darah diganti cc per cc darah bila EBV


turun >5% bila darah tidak ada bisa diberi Ringers
Lactat dalam D5% dengan perbandingan 3 : 1.( 1 cc
darah diganti 3 cc solution), Bila di samping solution
diberi juga darah maka jumlah darah dan solution
dalam perbandingan 1:1.
Dalam semua kondisi kalau EBV turun > 20% harus
diganti penuh dengan darah cc per cc.
Perkiraan hilangnya darah selama operasi haruslah
dihitung secara akurat.
1.Ukur darah yang hilang dari tempat operasi :
a.Semua sponge dalam keadaan kering ditimbang
pre
operatif dan sponge basah ditimbang selama
operasi,
selisih berat dalam gram sama dengan jumlah cc
darah
yang hilang.
b.Ukur darah dalam botol suction, dikurangi jumlah

cairan untuk membersihkan daerah operasi atau


cairan
yang disedot dari usus (decompressi).
c.Perkirakan darah pada selimut.
2. Awas kemungkinan darah bisa hilang berkumpul
dalam
rongga tubuh (rongga peritonium atau pleura)
3.Bila mungkin monitor cardiovascular terutama
tekanan
sistolik merupakan indikator terpercaya tentang
volume
darah pakai Doppler Shift Sphygnomanometer.
Bila fasilitas memungkinkan periksa hematokrit (Ht)
dimana Ht kita pertahankan 30% pada anak dan
sedangkan
pada
neonatus
sekitar
40%.
Contoh :
Anak BB 10 kg, Ht intra operatif 20%.
Berapa banyak darah yang dibutuhkan untuk menaikkan
Ht 30%?
EBV = 10 x 80 = 800 cc
ERCM(Estimated Red Cell Mass)( jumlah eritrosit yang
dipekirakan) = 20% x 800 cc= 160 cc.
Red cell mass yang diinginkan = 30% x 800 cc = 240
cc.
Deficit red cell mass
= 240 - 160 cc = 80 cc.
Jadi dibutuhkan darah (rata-rata Ht 40%) = 100/40 x 80
cc = 2oo cc.

Note:
Darah yang ditransfusikan Ht nya rata-rata 40%.
Contoh lengkap pemberian cairan :
a. EBV (Estimate Blood Volume) kira-kira 80 cc/kgBB
neonatus 90 cc/kgBB
dewasa 70 cc/kgBB
b. ERCM (Estimate Red Cell Mass) = EBV x Ht/100
c. Jika pada post operatif akhir Ht tak < 30%, maka
ERCM
untuk Ht30% = EBV x 30/100
d. Acceptable Red Cell Loss(ARCL) (hilangnya eritrosit
yang
bisa ditolerir /tak perlu diganti darah)
ERCM - ERCM30 = ARCL atau ( Ht-30) / Ht x EBV
e. Acceptable Blood Loss (ABL) ( jumlah hilangnya
darah
yang masih bisa ditolerir) = 3x ARCL.
f. Jumlah darah yang ditransfusikan bila fasilitas Hb
yang
ada : (HbX - Hb pasien)x BB x 6ml untuk whole blood
dan
(HbX - Hb pasien) x BB x3 untuk packed red cell.
Untuk menggunakan fasilitas perhitungan ini :
1. Bila darah hilang < 1/3 ABL diganti dengan volume
yang
sama cairan kristaloid.
2. Bila darah hilang > 1/3 AABL diganti volume yang
sama
cairan koloid.
3. Bila darah hilang > Total ABL haruslah diganti
dengan

darah, baik packed red cell dengan jumlah yang


sama
dengan koloid.
Contoh:
Anak 4 tahun, laki-laki, akan menjalani operasi
cystocopy dan reinplantasi urethra pada jam 8 pagi.
Makan minum terakhir jam 2.00 wib. BB 30 kg, Ht 40%.
Bagaimana pemberian cairannya?
EBV
= 80x30 cc = 2400 cc
ERCM
= 40%x 2400 = 960 cc
ERCM 30 = 30%x 2400 = 720 cc
ARCL
= 960-720 = 240 cc
ABL
= 3x 240 = 720 cc
EFR
= 60 + 10x1cc = 70 cc
EFD
= 6x70 cc = 420 cc
Bila jam pertama pembedahan hilang darah 200 cc
maka ganti:
0,5 EFD dengan 210 cc D 2,5% dalam RL
EFR dengan 70 cc D 2,5% dalam RL
Darah diganti 200 cc D2,5% dalam RL( < 1/3 ABL)
Total = 480 cc
Bila akhir jam ke 2 total hilang darah 400 cc maka
ganti :
0,5 EFD (sisa EFD) dengan 210 cc D2,5% dalam RL
EFR dengan 70 cc D2,5%dalam RL
Darah dengan 400 cc 5% Albumin ( koloid) >1/3
ABL.
Jika akhir jam ke 3 total hilang darah 800 cc maka

diganti
EFR dengan 70 cc D2,5% dalam RL
Darah dengan 400 cc packed red cell karena pada
akhir
jam ke-2 telah diberi koloid 400 cc.
Perlu diingat pemberian glukose/dextrose jangan diberi
konsentrasi 5% cukup (1-2,5%) ditakuti terjadi
hiperglikemia yang meningkatkan resiko ischemia otak
maupun medulla spinalis di samping meningkatkan
diuresis dengan resiko dehidrasi terutama bayi
prematur.
Untuk pemberian cairan intra operatif anak > 4 tahun
lebih baik larutan isotonik tanpa glukose. Dalam
beberapa penelitian pada bayi dan anak yang sehat
ternyata resiko hipoglikemi pre operatif rendah sekali
walau masa puasanya diperpanjang, dimana nilai kadar
gula darah 2,4 mmol/L merupakan batas minimal yang
dapat ditolerir oleh anak dan bayi.
Tetapi anak yang mendapat terapi beta blocker atau
menjalani bedah jantung terbuka lebih mudah
mengalami hipoglikemia.
Koloid yang terpilih untuk bayi baru lahir dan prematur
adalah albumin atau gelatin.
Periode post operatif :
Perhitungan berdasarkan :
- Sisa EFD yang belum diberikan durante operatif
- EFR selama post operatif

- Jumlah extra renal losses : via nasogastric tube dan


via drainage tube.
Diberikan secara bertahap : 50% diberikan dalam 8
jam
pertama dan 50% 16 jam berikutnya.
Perlu diingat ini hanya petunjuk perhitungan saja,
perhatian lebih difokuskan pada klinis pasien, tensi
dan
nadi, produksi urine, hematokrit, estimate blood
loss,
osmolality, CVP.
Penggantian(replacement) elektrolit:
Cara pemberian natrium:
Defisit Na= (Normal Na - Na yang diukur) xBB x 0,6.
BB x 0,6 dianggap total body water.
Contoh :
Bayi 10 kg BB turun 5%, Kadar Na = 130 meq/L
Defisit cairan = 10 x 0,05 L = 500 cc
Defisit Na
= (140-130) x 10x0,6 = 60 meq
Diberikan NaCl 0.9%= 60/ 154 x 1000 cc = 390cc
Sisanya di berikan D2,5% sebesar (500-390) cc = 110 cc
Note:
1 liter NaCl 0,9%,mengandung 154 meq Na.
Hati-hati bila hiponatrimia dengan
hypervolemia/normo
volemia seperti kasus nephrotik syndrome, congestive
heart failure, cirrhosis hepatis, pemberian natrium
malah mem
perburuk kondisi oleh karena memperbesar volume
ECF.

Dalam hal ini terapi dengan retriksi cairan 0,5 -0,75


maintainance ditambah diuretik.
Bila defisit Na terlalu besar <110 meq/L mungkin
timbul gejala cerebral. Boleh diberikan natrium
hipertonik secukupnya sampai dicapai kadar natrium
120-125 meq/L untuk mencegah perdarahan otak.
Bila telah ada gejala cerebral selama terjadi dehidrasi
(hipovolemia), kemungkinan diduga ada hiponatrimia
sedangkan fasilitas pemeriksaan elektrolit tidak ada
maka kadar Na penderita dinaikkan 10 meq/ L, dengan
cara sebagai berikut :
Berikan NaCl 5% (1 L = 855 meq) sebanyak 1,5 cc/kgBB
dalam 1 jam, bila gejala tersebut tetap ada maka 1,5
jam kemudian beri lagi sebanyak semula selama 1 jam.
Bila masih tetap ada berikan 3 cc/kgBB selama 2,5-3
jam.
Bila ternyata kejang tetapi kadar Na > 160
meq/L(hiper
natrimia) maka beri larutan hipotonis (D 2,5%) in
water sesuai defisit cairan menurut perhitungan setiap
naik kadar Na sebesar 6 meq/L sesuai defisit
(hilangnya) volume cairan sebesar 1 L per 100 lb body

weight atau rumus


Kadar Na diukur - kadar Na normal
BW (lb )
---------------------------------------- x
--------- = -L

6
160 - 140
------------------6
x
100

100
= 5/6 L = 800 cc

Bisa digunakan rumus : (X - 140 ) x BB x 0,6 : 140 =


cc
X ---kadar Na pasien.
Cara mengkoreksi hipokalimia :
Bila kadar K = 3,2 meq/L sudah boleh diberi kalium.
Bila > 3 meq/L berikan per oral atau via NGT 20-40
mmol.
Bila <3 meq/L berikan sebesar (4,5 - X ) x BB x 0,3 =
meq(infus).
Berikan bila produksi urine sudah baik 0,5-1
cc/kgBB/jam.
Kecepatan pemberian jangan lebih dari 0,2-0,3
meq/kg
/jam untuk dewasa maksimum 0,5 meq/kgBB/jam
kecuali mengancam nyawa.
Maksimum dosis per 24 jam 3meq /kgBB, konsentrasi K
dalam larutan infus jangan lebih dari 40 meq/L.untuk
mencegah phlebitis.
Pada kasus agak berat sebaiknya diberikan 10-20 meq
dalam 500 cc cairan infus selama 24 jam untuk
mencegah disritmia. Sebaiknya beri sediaan KCl bila
kondisi alkalosis sementara Kcitrat untuk acidosis

sekalian koreksi hipokali


mia dan acidosisnya.
Bila terjadi hiperkalimia : - Semua intake kalium
distop
- Bila ECG abnormal beri
CaCl 2
10% atau Calcium glukonas
10%
0,5 cc/kgBB/ dalam 0,5 1
jam, (antagonist K
action)
- 10 unit Regular Insulin (RI)
dalam 500 cc D5% dan
bikarbonas
- natricus 1meq/KgBB iv
pelan2
untuk menggeser K ke
intra cell.
- Loop diuretik(furesemide)
untuk
eskresi K via renal.
Kalau kadar K > 7 meq/L, oliguri indikasi dialise.
Hiperkalimia akan diperberat bila ada hipocalcemia
dan hiponatrimia dan akan diperbaiki dengan
konsentrasi tinggi Ca atau Na.
Kalau tak terjadi deficit Na maka pemberian Na untuk

maintainance hari pertama sedikit dibawah normal,


dimana kebutuhan Na perhari 2-3 meq/kgBB sementara
pemberian K maintainance mulai hari kedua 1-2
meq/KgBB/24 jam.
KASUS-KASUS EMERGENSI :
Pada umumnya kasus emergensi pada periode pre
operatif sering dalam keadaan dehiderasi sedang
sampai berat dan umumnya isotonik. Ileus obstruktif
/invaginasi merupakan kasus emergensi terbanyak
dimana dehidrasi terjadi karena muntah-muntah dan
squesterisasi.
Hal ini bisa dimengerti karena dalam keadaan normal
semua secresi usus diabsorbsi kembali diusus besar.
Pada obstruksi usus passage makanan terganggu
sehingga tekanan dalam lumen usus meningkat
meregang dinding usus mengganggu reabsorbsi cairan
yang disekresikan malah jumlah sekresi usus
meningkat, didukung pula cairan didorong keluar tubuh
dalam bentuk muntah. Bila hal ini berlangsung lama
maka permeabilitas dinding usus akan meningkat
sehingga toksin dalam usus bisa melewati dinding usus
disertai cairan usus masuk kerongga peritonium
menyebabkan peritonitis akhirnya sepsis.
Idealnya operasi dimulai bila tercapai rehidrasi sebab
bila koreksi terlalu lama lebih 6 jam mungkin terjadi
perforasi akan memperparah keadaan penderita.
Dengan demikian langkah kita pertama segera atasi

shock hipovolemi agar perfusi jaringan baik terutama


organ-organ vital sehingga acidosis tak
berkembang. Pada dehidrasi berat dengan shock bisa
diatasi dengan larutan cristaloid (Ringers Lactat atau
NaCl phys) sebanyak 20 cc/KgBB selama 15-20 menit
bila belum respons ulangi lagi atau beri cairan
koloid/plasma kalau ada, sampai shock teratasi,
diketahui dari tensi, nadi membaik, perfusi baik (acral
hangat, produksi urine 0,5-1cc/kgBB/jam). Dan bila
shock teratasi, operasi bisa segera mulai dengan
catatan defisit cairan yang ada diganti secara bertahap
yaitu 50% diberikan dalam 8 jam pertama dan 50%
diberikan dalam 16 jam berikut, biasanya selama post
operatif.
Selama operasi diganti cairan karena perdarahan
/sequesterisasi dimana bila ada manipulasi /reseksi
usus diberi 6cc/kgBB/jam.
Lantas cairan apa yang ideal diberikan tergantung pada
masalahnya, bila syok karena hipovolemia maka
volume intra vascular secepatnya diatasi dengan darah
lengkap lebih fisiologis dan mampu membawa O2,
tetapi persediaannya tak selalu ada, resiko
kontaminasi viral, allergi maka koloid lebih cocok
lebih cepat mengexpansi volume intravasculuar dengan
volume sedikit dan bertahan dalam vaskular ketimbang
larutan kristaloid akan memerlukan jumlah yang lebih
banyak hanya bertahan dalam vascular ( 10-25)%
sesudah infus berakhir, disamping mengencerkan
protein plasma sehingga tekanan onkotik turun

akibatnya cairan lebih mudah bergeser ke interstitial


menimbulkan edema interstitial.
Namun bila pemberian cairan untuk mengkoreksi cairan
interstitial maka kristaloid lebih cocok.
Bila hanya untuk mengkoreki cairan intra vasculer
koloid iso onkotik adalah pilihannya (gelafundin,
hemacell, albumin 5%) tapi bila ingin menarik cairan
interstitial kedalam vascular dengan harapan tekanan
darah cepat dinaikkan bisa dipakai koloid hiper onkotik
(dextran L,Haes streil 10%) namun ruangan interstitial
harus diisi dengan kristaloid.
Untuk mencegah kebocoran kapiler pada kasus syok
septik, anapilaktis maka Haes steril 6% lebih
bermanfaat karena punya efek menyumpal (sealing
effect).
Bila untuk mencegah thrombo embolism perioperatif
bisa dipakai Plasmafusin, Dextran L, Dextran 70 yang
mempunyai efek hemoreologi yang baik, namun kontra
indikasi pemberian koloid haruslah diperhatikan,seperti
gagal jantung, gagal ginjal, perdarahan cerebral atau
dehidrasi berat.
Pada kasus dehidrasi (muntah, diarhae) dengan shock
hipovolemik semula diatasi dengan koloid harus
diteruskan dengan larutan seimbang.

Kalau transfusi direncanakan 2-3 jam lagi beri koloid


dengan BM 40000 seperti seperti Glafundin, Hemacell,
Plasmafusin sehingga begitu darah datang bisa
langsung dimasukkan tanpa takut terjadi overload
cairan intravascular.
Koreksi kehilangan cairan sebesar 1% akibat dehidrasi
membutuhkan cairan sebanyak 10 cc/kgBB diganti
dengan larutan kristaloid yang mengandung garam
seimbang karena pemberian cairan kristaloid yang
mengandung banyak ion chlorida akan menyebabkan
acidosis metabolik.
Cairan yang mengandung glukose 5% tak dianjurkan
pada bayi dan anak yang lebih muda tetapi cairan
glukose 1-2% dalam Ringer Laktat(RL) bisa diberikan.
Alasannya bila diberikan dengan kecepatan 8
cc/kgbb/jam bisa terjadi hiperglikemia yang akan
menyebabkan ischemia hipoksik otak dan medulla
spinalis dan mencetuskan diuresis dengan resiko
dehidrasi dan hilangnya elektrolit, namun glukose 2,5%
bisa diberikan pada anak agak besar tak menyebabkan
hiperglikemia tetapi sebaliknya pada bayi bila diberi
dengan kecepatan 8cc/kgbb/jam malah terjadi
hiperglikemia.
Pemberian glukose 1% dalam RL direkomendasikan
secara rutin perioperatif pada anak-anak. Tampaknya
pemberian glukose dengan kecepatan 120-300
mg/kgbb/jam dapat mempertahankan kadar glukose
normal dan untuk mencegah mobilisasi lipid pada anak.

Perlu dipertimbangkan pada bayi prematur atau


neonatus < 24 jam, dimana mempunyai cadangan
glikogen yang rendah dan keterbatasan kemampuan
glukoneogenesis cenderung terjadi hipoglikemia
terutama bila pemberian glukose pre operatif atau
dalam terapi nutrisi parenteral sebelum
operasi,dihentikan selama operasi dan ini terjadi pada
jam pertama operasi tetapi sebaliknya bila tanpa
pemberian glukose pre operasi maupun intra operatif
kadar glukose bisa dipertahankan.
Anak dengan BB rendah atau penyakit khusus (lahir dari
ibu diabetes mellitus, Ca islet pancreas, insuffisiens
adrenal) selama operasi harus diberi cairan yang
mengandung glukose atau kadar gula harus dipantau.
Ringers laktat meerupakan larutan fisiologis dengan
komposisi garam seimbang pemberian dalam jumlah
besar tak akan menyebabkan acidosis metabolik tetapi
bila volume yang diberikan mencapai 30-50cc per kgBB
maka berikan cairan koloid untuk mempertahankan
tekanan onkotik intravascular.
Contoh kasus :
Anak laki-laki 5 tahun, BB 20 kg dengan diagnose bedah
ileus obstruktif, Dehidrasi berat akan dilakukan cito
laparatomi.

1. Atasi shocknya dengan pemberian RL 20cc/kgBB


selama
15-20 menit.
Diulangi bila belum ada respons seperti semula.
Ternyata setelah pemberian 500 cc keadaan
membaik.
2. Segera operasi, durante operasi ternyata dilakukan
reseksi usus, beri 6cc/kg/jam (akibat proses
squesteri
sasi) dan ditambah 6 cc/kgBB/ untuk replacement
maintenance(EFR) serta perkiraan extra renal loss.
3. Periode post operatif ternyata suhu tubuh naik jadi
39
derajat C.
Program cairan selama 24 jam :
1. 50% defisit cairan diberikan 8 jam pertama.
2. 50% lagi diberikan 16 jam berikutnya.
3. Kebutuhan maintainance durante post operatif
(EFR)
4. Defisit cairan post operatif (extra renal loss)
5. Kenaikan suhu 2 derajat C(39-37), penambahan
EFR
2x12%
6. Pemberian maintainance elektrolit terutama Na,
karena hiponatrimia pasca operasi adalah
gangguan
elektrolit tersering, dimana hiponatremia yang
berat
bisa menyebabkan kerusakan otak menetap.

Sering pada pasien anak ASA 1, akibat pemberian


cairan hipotonis dan meningginya sekresi ADH
akibat
stress operasi atau nyeri.
Defisit cairan karena dehidrasi = 10% x 20.000 cc =
2000cc.
Program cairan 8 jam pertama :
a. Mengganti defisit 50% x 2000 cc = 1000 cc
Perbaikan shock
= 500 cc
--------------Sisa defisit
=
500 cc
b. Kebutuhan EFR :40 cc+ 2x10 cc ) x8 =480 cc(Rumus
4:2:1)
Total cairan yang diberikan
=
980 cc
Total Na yang diberikan 8/24 x 3 x 20 meq = 20
meq.
Ingat kebutuhan Na per 24 jam = 3 meq/kgBB
Diperoleh dari =20/154 x1000cc NaCL o,9%= 140 cc
Ingat 1 L NaCl 0,9% berisi 154 meq Na.
Jadi defisit cairan 50% diganti 500 cc RL
Maintainance cairan diganti 140 cc saline.
Sisanya diganti dengan D2,5% =980- 640 cc = 340 cc.
Ditambah D2,5% sebanyak =24% x EFR(60cc/jam)
lebih kurang 15cc/jam.
Bila ada persediaan NaCl 30% --- 1cc = 5,1 meq
maka
cukup untuk 20 meq Na dengan menambah( 20: 5,1

cc=
4 cc) kedalam larutan Dextrose 2,5% yang
diinginkan.
Note :
1 cc NaCl 8,4% = 1 meq
1 cc NaCl 5%
= 0,855 meq
1 cc NaCl 3%
= 0,513 meq
1 cc NaCl 30% = 5,1
meq
Program cairan 16 jam berikutnya :
Defisit 50% sisa
= 1000 cc
EFR 16 jam
= 16x60 cc = 960 cc
-----------Total
= 1960 cc
Kebutuhan Na = 16/24 x 20x 3 = 40 meq = 280 cc
saline atau 8 cc NaCl 30%, Maka diberi RL 1000 cc
atau D2,5% ditambah 8 cc NaCl 30%
Note :
Bila terjadi kejang karena hiponatrimia tak respons
terhadap anticonvulant langkah awal dengan
memberikan NaCl 3% namun bila hiponatrimia
asimptomatik tak perlu koreksi cepat dengan NaCl 3%,
kecepatan pemberian NaCl 3% harus bisa menaikkan
kadar natrium serum sebesar 1 mmol/jam atau kadar
Na > 125 mmol.
Setiap pemberian 1 cc/kgBB cairan NaCl 3% akan

menaikkan kadar natrium serum sebanyak 1 mmol/L,


bila hiponatremia asimptomatik, euvolemia atau
hipervolemia pemberian cairan rumatan dibatasi
sebanyak 50% dari jumlah cairan rumatan.
Kesimpulan :
1. Problem cairan dan elektrolit merupakan kejadian
rutin
pada kasus pembedahan terutama bedah darurat.
2. Kasus pediatri memerlukan penanganan khusus
karena
mudahnya terjadi dehidrasi, overhidrasi, elektrolit
dan
asam basa.
3. Telah dikemukakan cara sederhana penanganan
problem
cairan/elektrolit pada kasus bedah peditari baik
bedah
elektif maupun darurat.
4. Cara-cara yang dikemukakan hanyalah berasarkan
perhitungan belaka namun yang sangat penting
adalah
pemantauan klinis pasien baik sebelum, selama dan
sesudah pembedahan.
Kepustakaan :
1. Smith K, Fluid and electrolyte, A Conceptual
Approach,

Churchill, Livingston Newyork, Edinburg London,


1980.
2. Smith MR, Anesthesia for Infant and Children,The
CV
Mosby Company Toronto, London, 1980.
3. Caroll JH, Water, Electrolyte, and Acid Base
Metabolism,
J.B.Lippincott Company, Philadelphia, Toronto,
1978.
4. Levin MR; Pediatric Anesthesia Handbook, Medical
ExaminationPublishing Company, Newyork, 1973.
5. Weldy JN; Body Fluids and Electrolyte,3 rd edit, The
DCV
Mosby Company, London,1980.
6. Steward JD; Manual Pediatric Anesthesia, 1st edit,
Churchill Livingstone, Newyork, London, 1979.
7. Wiraatmaja K; Beberapa masaalah dasar terapi
cairan
pada pembedahan darurat anak, Faked Unair.
8. Sunatrio K, Resusitasi Cairan, Media Euculapius,
Faked
UI, 2000.
9. Rehm Mc Cs; Rapid infusion produce hyperchloremic
metabolic acidosis in patients undergoing
gynaecological
surgery, Aneshesiology,1999.

10. Fosel TH; Comparison of with two solution with


different glucose consentration for infusion therapy
during laparatomies in infants, 1996.
11. Berleur MP et all Perioperatif infusions in
pediatrics
patients for using Ringer Lactate solution with low
dextrose concentration, 2003.
12. Murad I and M.C.Dubois; Perioperatif fluid therapy
in
pediatrics. Pediatrics anesthesia, 2008.
13. IDSAI, Panduan tatalaksana terapi cairan
perioperatif,
2009.

Anda mungkin juga menyukai