Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN KASUS

Disusun oleh:
Naura Zhafira (1102015164)

SPINAL ANESTESI Pembimbing :


dr. Andri Julianto, Sp. An-KIC
IDENTITAS PASIEN
• Nama : Tn. Sanusi
• Jenis kelamin : Laki-laki
• Usia : 62 tahun
• Agama : Islam
• Pekerjaan : Tidak bekerja
• Status perkawinan : Menikah
• Alamat : Jl. Tanah Rendah RT 12/07
• Tanggal masuk RS : 16 Mei 2021
ANAMNESIS
Keluhan utama :
Pasien datang ke IGD dengan keluhan benjolan pada kantung zakar sebelah kiri dan
tidak dapat di masukkan kembali.

Keluhan tambahan :
Tidak ada
Riwayat Penyakit Dahulu : Tidak ada
Riwayat Pengobatan : Tidak ada
Riwayat Operasi : Operasi hernia 4 tahun yang lalu.
Riwayat Alergi : Tidak ada

Riwayat Diabetes Melitus : Tidak ada


Riwayat Hipertensi : Tidak ada
Riwayat Jantung : Tidak ada
Riwayat Keganasan : Tidak ada
EVALUASI PRE ANESTESI
B1 (Breath) B2 (Blood)
• Airway paten, nafas • TD : 130/85 mmHg
spontan • N : 85 x/menit, teraba
Berat Badan :
• RR : 18 kali/menit penuh, kuat, regular
50 kg
• Inspeksi : Pergerakan • Auskultasi S1&S2
Tinggi Badan :
170 kg dada simetris regular, murmur (-),
• Auskultasi : Vesikuler gallop (-)
ASA : II
(+/+), wheezing (-/-), • Akral : hangat, CRT
rhonki (-/-), stridor (-/-) <2s, edema (-/-/-/-)
• SpO2 : 98%
• Mallampati : I
B3 (Brain) B4 (Bladder) B5 (Bowel) B6 (Bone)
• Kesadaran : composmentis • Tidak terpasang kateter • Jejas/hematoma(-), • Alignment tulang punggung
• GCS : E4M6V5 abdomen supel, BU (+) baik
• Pupil isokor 3mm/3mm, 6x/menit • Kekuatan motoric (5/5/5/5),
Refleks cahaya +/+ • Mual (-) ROM tidak terbatas
• Kekuatan motorik 5/5/5/5 • Muntah (-) • Tidak terdapat
fraktur/dislokasi/malformasi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hemoglobin : 11,2 g/dL
Hematokrit : 35 %
Trombosit : 197.000/uL
Leukosit : 5.650/uL
BT : 1’
CT : 11’
GDS : 92 mg/dl
DIAGNOSIS : Hernia scrotalis sinistra rekuren

PLANNING : Hernioraphy
PRE-OPERASI ( MEI 2021)
• Pasien digolongkan dalam ASA II
• Diagnosis Pra Bedah : Hernia scrotalis sinistra rekuren
• Jenis Pembedahan : Hernioraphy
• Jenis Anestesi : Anestesi regional - Spinal
• Posisi Pasien : Supine
• Anestesi : 19 mei 2021 pukul 08.00 WIB
• Lama Operasi : 90 menit
TINDAKAN ANESTESI
REGIONAL
Pasien diposisikan duduk dan memastikan pasien dalam keadaan stabil serta
vital sign dalam batas normal

Pasien diminta menundukan kepala menempel ke dagu dan melemaskan


bagian punggung agar ruang intervetebra terbuka

Identifikasi titik penusukan (Tuffier line), kemudian cari L3-L4, lalu Llkukan
prosedur septik aseptic menggunakan povidone iodine

Melakukan penusukan pada level L3-L4 menggunakan jarum quincke 25G


hingga ruang subaraknoid (CSF) kemudian suntikan Bupivacaine 0,5% 15 mg
TINDAKAN ANESTESI
REGIONAL
Keluarkan jarum, bersihkan luka menggunakan kassa

Segera posisikan pasien pada posisi supine, kemudian memastikan pasien


dalam keadaan stabil

Periksa pencapaian blok dengan pin prick test, menanyakan baal/kesemutan,


dan juga meminta pasien untuk mengangkat kaki secara bergantian

Informasikan dan edukasi pasien bahwa anestesi ini bersifat reversible, dan
pasien dapat menggerakan kakinya kembali dalam waktu 3-4 jam

Tekanan darah, nadi dan saturasi oksigen di observasi setiap 15 menit


INTRAOPERATIF
Medikamentosa:
• Bupivacaine 15 mg Intratecal
• Fentanyl 25 mg IV
• Vomigo 4 mg IV
• Toramine 30 mg IV
PEMANTAUAN INTRA
ANESTESI
EVALUASI POST OPERATIF

B1 (Breath) B2 (Blood) B3 (Brain)


• Airway paten, nafas • TD : 125/83 mmHg • Kesadaran :
spontan • N : 86 x/menit, teraba composmentis
• RR : 20 kali/menit penuh, kuat, regular • GCS : E4M6V5
• Inspeksi : Pergerakan • Auskultasi S1&S2 • Pupil isokor
dada simetris regular, murmur (-), 3mm/3mm, Refleks
• Auskultasi : Vesikuler gallop (-) cahaya +/+
(+/+), Wheezing (-/-), • Akral : hangat, CRT • Kekuatan motorik
ronki (-/-), stridor (-/-) <2s, edema (-/-/-/-) 5/5/5/5
• SpO2 : 99%
B4 (Bladder) B5 (Bowel) B6 (Bone)
• Tidak terpasang • Jejas/hematoma(-), • Alignment tulang
kateter abdomen supel, BU punggung baik
(+) 6x/menit • Kekuatan motoric
• Mual (-) (5/5/5/5), ROM tidak
• Muntah (-) terbatas
• Tidak terdapat
fraktur/dislokasi/malf
ormasi
INSTRUKSI POST OPERASI
• Pasien dipindahkan ke ruang pemulihan pukul 09.30 WIB dengan posisi head up 45
derajat.
• Pantau tanda vital dan skoring bromage setiap 15 menit
TINJAUAN PUSTAKA
ANESTESI SPINAL
• Anestesi spinal atau yang sering disebut juga analgesi/blok spinal
intradural atau blok intratekal adalah anestesi regional dengan
tindakan penyuntikan obat anestetik lokal ke dalam ruang
subaraknoid (cairan serebrospinal).
• Fungsi motorik dan autonom dapat terpengaruh sebagian atau
seluruhnya.
• Pasien tetap sadar sehingga patensi jalan nafas dapat terjaga.
Anestesi spinal (blok
subarachnoid)  anestesi
regional dengan
Prinsip anestesi spinal penyuntikan obat anestesi
menggunakan obat local ke dalam ruang
analgetik local untuk subarachnoid.
menghambat hantaran
saraf sensorik dan motoric
yang bersifat reversible,
dimana pada saat tindakan
berlangsung, pasien akan
tetap sadar.
ANESTESI SPINAL
Injeksi anestesi lokal (di bawah conus medullaris) membantu untuk menghindari
trauma langsung ke sumsum tulang belakang
• Dibawah L1 pada orang dewasa
• Dibawah L3 pada anak-anak

Menembus
Menghambat Berinteraksi
Melalui ruang sumsum
konduksi akar dengan target
subarachnoid tulang
saraf organ
belakang
• Ujung medula spinalis pada dewasa
L1, anak-anak L3.
• Ruang subarachnoid berakhir pada
pinggir bawah corpus vertebra S2.
• Tempat anestesi spinal aman bila di
bawah L2.
Lapisan yang harus dilalui oleh jarum pada saat
tindakan anestesi spinal:
1. Kulit
2. Jaringan subkutan
3. Lig. Supraspinosum
4. Lig. Interspinosum
5. Lig. Flavum
6. Epidural space
7. Duramater
8. Subarachnoid
JENIS-JENIS JARUM PADA
ANESTESI SPINAL
• Jarum spinal tersedia berbagai ukuran, tip dan bevel.
Secara umum, dibagi menjadi jarum tajam (cutting) • Quincke needle : jarum pemotong
atau ujung tumpul.
• Secara umum, semakin kecil jarum, semakin rendah dengan injeksi ujung.
kejadian sakit kepala. (postdural puncture headache)
• Whitacre needle dan pencil-point
needles : memiliki titik bulat dan untuk
injeksi samping.
• Sprotte : jarum suntik samping dengan
bukaan yang panjang. Memiliki keunggulan
aliran CSF yang lebih kuat dibandingkan
dengan jarum pengukur yang serupa.
Namun, ini dapat menyebabkan blok yang
gagal jika bagian distal dari pembukaan
subarachnoid (dengan CSF aliran bebas),
bagian proksimal tidak melewati duramater,
dan dosis penuh obat tidak diberikan.
TEKNIK-TEKNIK ANESTESI
SPINAL
• Pasien diposisikan dalam dekubitus lateral, posisi duduk atau prone.
• Jarum dimajukan dari kulit melalui struktur yang lebih dalam sampai dua "pops" terasa.

o Penetrasi ligamentum flavum

o Penetrasi membran dura-arachnoid.

Konfirmasi tusukan pada dura dengan menarik stylet untuk memverifikasi adanya aliran CSF yang
bebas. Dengan jarum pengukur kecil (<25 g), aspirasi diperlukan untuk mendeteksi CSF.
TEKNIK “MIDLINE
APPROACH”
• Teknik yang paling sering
digunakan
• Jarum diposisikan di tengah
(midline), tegak lurus dengan
prosesus spinosus, mengarah
sedikit ke arah cephalad (10-15
derajat)
TEKNIK “PARAMEDIAN
APPROACH”
• Diindikasikan pada pasien yang tidak
dapat memfleksikan tubuhnya atau pada
pasien dengan kalsifikasi ligament.
• Jarum dimasukkan sekitar 1-2 cm ke
lateral dari lokasi yang ditentukan dan
diarahkan menuju bagian tengah dari sela
tulang dengan sudut 45 derajat ke arah
cephalad dan angulasi medial (sekitar 15
derajat) untuk mengompensasi insersi dari
sisi lateral.
TEKNIK “LUMBOSACRAL
APPROACH (TAYLOR)”
• Pendekatan paramedian yang
diarahkan pada celah antara L5 – S1
• Jarum diinsedikan pada 1 cm medial
dan 1 cm ke inferior dari spina iliaca
posterior, diarahkan ke cephalad
dengan sudut 45-55 derajat dan cukup
medial untuk mencapai processus
spinosus L5
SPINAL ANESTHETIC AGENTS
• Penambahan vasokonstriktor (agonis a-adrenergik, epinefrin (0,1-0,2 mg) dan opioid meningkatkan kualitas dan /
atau memperpanjang durasi anestesi spinal. Opioid dan clonidine juga dapat ditambahkan ke anestesi spinal untuk
meningkatkan kualitas dan durasi blok subarachnoid.
• Bupivacaine dan tetracaine hiperbarik adalah dua agen yang paling umum digunakan.
• Onset (5 – 10 menit)
• Durasi yang lama (90 – 120 menit)
• Penambahan epinefrin:
• Bupivacaine hanya memperpanjang durasi.
• Tetrakain dapat memperpanjang durasi 50%. Fenilefrin juga memperpanjang anestesi tetrakain, tetapi tidak
memiliki efek pada bupivacaine.
• Lidocaine dan prokain
• Onset yang relatif cepat (3-5 menit)
• Durasi aksi yang pendek (60-90 menit) diperpanjang dengan vasokonstriktor.
• Meskipun anestesi spinal lidokain telah digunakan di seluruh dunia, beberapa ahli tidak lagi menggunakan agen
ini karena fenomena gejala neurologis sementara dan sindrom cauda equina (CES).
PERSIAPAN ANESTESI
1. Informed consent dan persetujuan anestesi
2. Pemeriksaan fisik  kelainan jantung atau tulang punggung
3. Pemeriksaan lab anjuran  (Hb,Ht,pT,aPTT, trombosit,leukosit)
4. Persiapan anestesi umum dan persiapan anestesi spinal
5. Peralatan analgesia spinal (Monitor,resusitasi, jarum spinal 24-26 gauge,
jarum spinal standard gauge, syringe 5ml dan 1ml, bahan-bahan antiseptik,
anestetik lokal)
PERSIAPAN ALAT
• Umumnya menggunakan jarum panjang
9 cm (pada pasien obesitas dapat
digunakan 18cm)
• Tiga macam jarum spinal dan
pembagian menjadi 2 golongan  tajam
dan runcing (Quince-Babcock atau
Greene atau Cutting needle), tumpul
seperti ujung pensil (Whitacre/ Pencil
point needle) dan ujung tidak tajam
(Sprotte)
OBAT ANESTETIK LOKAL
Anestetik lokal yang paling sering digunakan:
1. Lidocaine (xylobain, lignocain) 2%: berat jenis 1.006, sifat isobarik, dosis
20-100mg (2-5ml)
2. Lidocaine (xylobain, lignocaine) 5% dalam dextrose 7.5%: berat jenis 1.033,
sifat hiperbarik, dosis 20-50 mg (1-2ml)
3. Bupivacaine (marcaine) 0.5% dalam air: berat jenis 1.005, sifat isobarik,
dosis 5- 20mg (1-4ml)
4. Bupivacaine (marcaine) 0.5% dalam dextrose 8.25%: berat jenis
1.027, sifat hiperbarik, dosis 5-15mg (1-3ml)
INDIKASI ANESTESI SPINAL
Tindakan Tindakan
pembedahan pembedahan di
Bedah panggul
pada ekstremitas daerah rektum
inferior dan perineum

Tindakan Tindakan
pembedahan pembedahan
Bedah urologi
obstetri dan abdomen bagian
ginekologi bawah
KONTRAINDIKASI ANESTESI
SPINAL
ABSOLUT RELATIF
• Pasien menolak • Infeksi sistemik (sepsis,
• Infeksi pada lokasi suntikan bakteremia)
• Hipovolemia berat (syok) • Infeksi di sekitar lokasi suntikan
• Koagulopati / mendapat terapi • Hipovolemia ringan
antikoagulan • Kelainan neurologis
• TIK meningkat • Kelainan psikologis
• Fasilitas resusitasi minim • Tindakan pembedahan yang lama
• Kurang pengalaman • Riwayat penyakit jantung
• Nyeri punggung kronis
OBAT-OBAT YANG DIGUNAKAN
UNTUK ANESTESI SPINAL
EFEK SAMPING
1. Hipotensi (8,2 - 33%), akibat blok simpatis terjadi venous pooling
2. Bradikardia (8,9 – 13%), terjadi akibat depresinya sistem simpatis
3. Sakit kepala post-spinal (Post dural puncture headache / PDPH)
4. Trauma pembuluh saraf / Transient Radicular Syndrome /
Transient Neurological Syndrome (TNS)
5. Mual-muntah / post operative nausea vomiting (PONV)
EFEK OBAT ANESTESI LOKAL
TERHADAP TUBUH
Sistem Kardiovaskular

• Penurunan denyut jantung


• Penurunan kontraktilitas jantung
• Penurunan curah jantung
• Disritmia (bila diberikan dosis besar)
• Reaksi kardiotoksik seperti AV-block, VT, VF
(bupivacaine IV)
EFEK FISIOLOGIS NEUROAXIAL-
BLOCK
Efek Kardiovaskuler:
• Akibat dari blok simpatis, akan terjadi penurunan tekanan darah (hipotensi).
• Efek simpatektomi tergantung dari tinggi blok.
• Hipotensi dapat dicegah dengan pemberian cairan (pre- loading) untuk
mengurangi hipovolemia relatif akibat vasodilatasi sebelum dilakukan
spinal/epidural anestesi,
• Apabila telah terjadi hipotensi, dapat diterapi dengan pemberian cairan
dan vasopressor seperti efedrin.
• Bila terjadi spinal tinggi atau high spinal (blok pada cardio-accelerator fiber di T1-
T4), dapat menyebabkan bradikardi sampai cardiac arrest.
EFEK FISIOLOGIS NEUROAXIAL-
BLOCK
Efek Respirasi :
• Bila terjadi spinal tinggi atau high spinal (blok lebih dari dermatomT5)
mengakibatkan hipoperfusi dari pusat nafas di batang otak dan menyebabkan
terjadinya respiratory arrest.
• Bisa juga terjadi blok pada nervus phrenikus sehingga  gangguan otot pernafasan

Efek Gastrointestinal:
• Hiperperistaltik gastrointestinal akibat aktivitas parasimpatis dikarenakan oleh
simpatis yg terblok.
• Hal ini menguntungkan pada operasi abdomen karena kontraksi usus dapat
menyebabkan kondisi operasi maksimal
Sistem Sistem
Ginjal dan Hepar
Pernapasan Pencernaan
• Relaksasi otot polos bronkus • Peningkatan kerja saraf • Penurunan aliran darah ke
• Penurunan aktivitas otot parasimpatis: ginjal
interkostalis • Sekresi >> • Hipotensi arterial
• Penurunan kapasitas vital paru • Relaksasi sfingter • Bila tidak terjadi hipotensi
• Konstriksi usus Peningkatan berat, maka aliran darah
aktivitas vagal: ginjal serta urine output akan
• Mual tetap berada dalam batas
• Muntah normal sampai tekanan arteri
rata-rata mencapai <
• 50mmHg
• Penurunan aliran darah ke
hepar
Sistem Sistem
Sistem Saraf Pusat Ginjal dan Hepar
Neuroendokrin Termoregulasi
• Produksi mediator • Kebas • Penurunan aliran darah • Menghambat sistem
inflamasi lokal sehingga • Parestesi lidah ke ginjal termoregulasi normal
meningkatkan aktivitas: • Pusing • Hipotensi arterial dengan vasodilatasi
• Adrenocortocotropic • Tinnitus • Bila tidak terjadi perifer sehingga
• Kortisol • Pandangan kabur hipotensi berat, maka menyebabkan
• Epinefrin aliran darah ginjal serta meningkatnya proses
• Tanda eksitasi (agitasi, kehilangan panas
• Norepinefrin gelisah, paranoid) urine output akan
• Vasopresin • Depresi sistem saraf tetap berada dalam
• Renin-angiotensin- batas normal sampai
pusat (bicara tidak jelas, tekanan arteri rata-rata
aldosteron mudah mengantuk, mencapai <
kejang, depresi • 50mmHg
pernapasan, hingga
koma) • Penurunan aliran darah
ke hepar
POSISI PASIEN
POSISI DUDUK POSISI LATERAL DEKUBITUS
Posisi duduk dilakukan dengan cara Pada posisi ini, pasien tidur miring, dengan
lutut fleksi, paha ditarik ke arah abdomen
memeluk bantal/ meletakkan siku tangan di
atau dada seperti posisi fetal.
paha, sambil fleksi tulang belakang
PERSIAPAN OPERASI

• Anamnesis lengkap (TTV, Airway Assesment, Riwayat penyakit sekarang,


Riwayat penyakit dahulu, Riwayat pengobatan alergi)
• Laboratorium (Hb, Ht, Leuko, Trombo, SGOT, SGPT, Ur, Cr)
• Pertimbangan jenis anestesi
PERTIMBANGAN PRE-
OPERATIF
• Edukasi pasien tentang Teknik anestesi dan resiko anestesi  informed consent
• Pemakain baju operasi, cap dan masker
• Akses IV line
• Pemasangan monitor, Manset dewasa, Pulse Oximetry
• Jenis jarum dan posisi pemberian obat
• Obat – obatan yang dgunakan
• Premedikasi : Ondansentron
• Pemasangan kateter
MONITORING INTRAOPERATIF
• Tanda tanda penting dari turunnya tekanan darah adalah pucat, berkeringat,
mual atau merasakan badan yang tidak enak secara keseluruhan
• Jika pasien merasa baik dan tekanan darah dapat dipertahankan,
maka tidak dibutuhkan pemberian atropine
• Jika denyut nadi turun dibawah 50 kali per menit atau ada hipotensi maka
atropine 300-600 mcg diberikan secara intravena
• Jika denyut nadi tidak juga meningkat maka dapat diberikan efedrin
PERTIMBANGAN POST-
OPERATIF
• Monitoring tekanan darah dan saturasi oksigen
• Pemberian antiemetic ondansentron apabila pasien merasa mual
• Pemberian analgesic ketorolac 30 mg bila pasien mengeluh nyeri post op
DAFTAR PUSTAKA
Hamid HMA. Combined low-dose clonidine with fentanyl as an adjuant to spinal bupivacaine 0,5% for anal surgery. Ain
Shams Journal of Anesthesiology 2009 [cited 2014 Jun 19];2;35-39. Available from: http://www.asja-
eg.com/articles/45.pdf
Thakur A, Bhardwaj M, Kaur K, Dureja J, Hooda S, Taxak S. Intrathecal clonidine as an adjuvant to hyperbaric
bupivacaine in patients undergoing inguinal herniorrhaphy: A randomized double-blinded study. J Anaesthesiol Clin
Pharmacol [serial online] 2013 [cited 2014 Jun 19];29:66-70. Available from: http://www.joacp.org/text.asp?
2013/29/1/66/105804
Bab 4 & 5 Anestetik Lokal dan Analgesia Regional. Dalam: Latief Said A., Kartini A. Suryadi, M. Ruswan Dachlan.
Petunjuk Praktis Anestesiologi edisi kedua. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2010. Hal 119- 97.
Baldini G, Butterworth JF, Carli F, et al. Spinal, Epidural, and Caudal Block. Dalam: Morgan GE, Mikhail MS, Murray
MJ. Clinical Anesthesiology 5th Edition. United States of America: Lange Medical Books/McGraw-Hill. 2013. Hal.
937-74.
Sukmono RB. Anestesia Regional. Dalam: Soenarto RF, Chandra S. Buku Ajar Anestesiologi. Jakarta: Departemen
Anestesiologi dan Intensive Care Fakultas Kedokteran Universitas Kedokteran. 2012. Hal 451-67.
Chapter 16 : Local Anesthetics. Dalam: Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Clinical Anesthesiology 5th Edition.
United States of America: Lange Medical Books/McGraw-Hill. 2013. Hal. 276 – 263.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai