Anda di halaman 1dari 24

KARYA ILMIAH:

PERSALINAN PRETERM

Oleh:
dr. Mohammad Azmi
PPDS Tahap T1A

Pembimbing:
dr. Rima Irwinda, SpOG (K)

DEPARTEMEN OBSTRETRI & GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
JUNI 2015
Daftar Isi

1. Definisi..........................................................................................................................3

2. Epidemiologi................................................................................................................3

3. Efek pada bayi dengan usia kehamilan prematur...................................................4

4. Patofisiologi..................................................................................................................6

5. Faktor Risiko Persalinan Preterm.............................................................................8


5.1. Faktor Maternal......................................................................................................8
5.2. Infeksi atau inflamasi...........................................................................................10
5.3. Uterus...................................................................................................................11
5.4. Riwayat Reproduksi.............................................................................................12
5.5. Karakter Kehamilan Sekarang..............................................................................13
5.5.1. Perdarahan antepartum...................................................................................13
5.5.2. Penyakit dalam kehamilan.............................................................................15
5.5.3. Gemeli dan polihidramnion............................................................................17

6. Daftar Pustaka...........................................................................................................18

2
5.5.2.1. Definisi
Persalinan preterm merupakan suatu keadaan dimana persalinan yang terjadi pada usia
kehamilan dibawah 37 minggu lengkap.1 Berdasarkan WHO, preterm dibagi berdasarkan
usia kehamilannya, yaitu:
1) extreem preterm (<28 minggu),
2) very preterm ( 28-<32 minggu),
3) late preterm(32-36 minggu).2
Pengelompokan ini bertujuan untuk membedakan tingkat morbiditas, mortalitas, pilihan
terapi dan biaya yang akan dikeluarkan.3 Persalinan preterm perlu dibedakan dari ketuban
pecah dini yang didefinisikan sebagai pecahnya selaput ketuban (amnion) sebelum adanya
kontraksi uterus baik pada persalinan preterm maupun aterm.

5.5.2.2. Epidemiologi
Berdasarkan data WHO, terdapat 15 juta bayi lahir preterm pada tahun 2010 dan angka ini
terus meningkat setiap tahunnya. Dari hasil diatas dapat disimpulkan bahwa 1 dari 10 bayi
lahir preterm. Sebanyak 60 % kasus preterm terjadi di Afrika dan Asia selatan dan lebih
tinggi terjadi dinegara berkembang.2 Di USA sendiri dikatakan bahwa 13% dari seluruh
kehamilan yang ada akan berakhir dengan persalinan preterm. Dikatakan bahwa di USA
persalinan preterm merupakan penyebab 70-80% dari mortalitas dan morbiditas pada
neonatus.3 Hal ini menjadi beban dibidang ekonomi karena sekitar 6-10 milliar dolar
pertahun dikeluarkan negara sebagai biaya perawatan bayi walaupun total bayi preterm
hanya sekitar 12-13%.4 Indonesia sendiri merupakan salah satu 10 besar dari negara
berkembang yang memiliki nilai persalinan preterm yang cukup tinggi. Di RSCM yang
menjadi pusat rujukan nasional, jumlah persalinan bayi prematur mencapai 38,5 % dari
seluruh jumlah kelahiran pada tahun 2013. Hal ini dikarenakan fasilitas yang tidak
adekuat, kurangnya perawatan dasar infeksi dan pernafasan, dan besarnya biaya yang
harus dikeluarkan.6

Preterm menjadi faktor risiko sebesa 50% dari semua penyebab kematian neonatus.
Persalinan ini juga menjadi faktor risiko bagi terjadinya penyebab pneumonia. Jika bayi
dapat bertahan maka bayi tersebut rentan mendapatkan permasalahan kesehatan seperti

3
gangguan perkembangan fungsi saraf, pengelihatan, pendengaran dan gangguan belajar di
kemudian hari. Oleh karena itu, berdasarkan analisa beban penyakit oleh WHO, preterm
merupakan salah satu penyakit dengan tingkat mortalitas dan morbiditas yang tinggi. 6

Kejadian persalinan preterm dilaporkan terjadi pada 25-50% wanita dengan kelainan
organ rahim dimana sebanyak 8.5% terjadi pada trimester II, 25% pada trimester pertama.
Kejadian persalinan preterm tertinggi terdapat pada kelainan uterus berupa uterus bikornu,
didelfis, atau uterus arkuata dibandingkan dengan uterus bersepta atau subsepta.5

5.5.2.3. Efek pada bayi dengan usia kehamilan prematur


Persalinan preterm adalah penyebab hampir 75 % kasus mortalitas dan 50 % kasus
morbiditas pada bayi.6 Walaupun sebagian besar bayi lahir preterm dapat bertahan hidup
terlebih lagi late preterm, akan tetapi tetap saja angka mortalitasnya lebih tinggi dari pada
bayi yang lahir aterm.6

Beberapa penelitian menjelaskan juga bahwa kelahiran bayi pada usia preterm juga dapat
meningkatkan resiko beberapa penyakit degeneratif di masa dewasa mereka nantinya
yaitu seperti PJK (Penyakit jantung koroner, stroke, hipertensi, dan juga Diabetes melitus
type II,7 selain menghambat perkembangan saraf pada masa pertumbuhan gangguan
sensorineural ataupun bahkan kecacatan lainnya seperti cerebral palsy, visual atau
penglihatan terlebih lagi intelektual.6 Pada keadaan yang lebih berat dapat juga terjadi
komplikasi dari pernafasan, sistem pencernaan hingga ke ginjal.8

Pengaruh usia preterm pada janin dapat mengakibatkan belum sempurnanya organ vital
pada janin sehingga dapat membuat janin sulit beradaptasi dengan lingkungan setelah
dilahirkan. Adapun efek yang dapat terjadi dapat dibagi dalam 2 kelompok ,yaitu efek
jangka pendek dan jangka panjang (Tabel 1).9

4
Tabel 1 Efek persalinan preterm pada bayi

No Organ atau sistem Efek jangka pendek Efek jangka panjang

1 Paru- paru Respiratory distress syndrome, Displasia


displasia bronkopulmoner, bronkopulmoner,
apnea reactive airway disease,
asma

2 Sistem Pencernaan Hiperbilirubin, necrotizing Short-bowel syndrome,


enterocolitis, pertumbuhan kolestasis
terhambat

3 Sistem Imunitas Hospital-acquired infection, Respiratory syncytial


defisiensi imun, infeksi virus infection,
perinatal bronkiolitis

4 Sistem saraf pusat Perdarahan intraventrukular, Cerebral palsy, atrofi


paraventricular leukomalacia, serebri,
hidrocephalus neurodevelopmental
delay, gangguan
pendengaran

5 Mata Retinopathy of prematurIty Kebutaan, ablasi retina,


(ROP) miopia, strabismus

6 Kardiovaskular Hipotensi, hipertensi Hipertensi pulmonar,


pulmonar, hipertensi pada usia
lanjut

5
7 Ginjal Ketidakseimbangan air dan
elektrolit

8 Darah Anemia

9 Endokrin Hipoglikeia, defisiensi Gangguan regulasi


kortisol, defisiensi hormon glukosa, peningkatan
tiroksin resistensi insulin

5.5.2.4. Patofisiologi
Secara fisiologis, persalinan preterm, aterm, dan postterm adalah sama dimana pada
ketiganya terdiri dari peningkatan kontraksi rahim, pematangan serviks, dan pecahnya
selaput ketuban. Perbedaan pada ketiga proses tersebut adalah waktu persalinannya
dimana persalinan aterm terjadi pada waktu yang seharusnya atau aterm, terjadi sebelum
waktunya (preterm) atau melebihi waktu (postterm).

Persalinan preterm pada dasarnya dibagi berdasarkan usia persalinannya, yakni usia
kehamilan < 28 minggu (prematur ekstrim), usia 28-31 minggu (prematur berat), 32-33
(prematur sedang), 34-36 minggu (hampir term).9 Proses patologis pada persalinan
preterm dapat berupa kelainan di organ panggul, kelainan secara biokimia, hormonal,
maupun imunologis (Gambar 1).

Pada saat persalinan, produksi prostaglandin oleh miometrium dan desidua yang
meningkat menyebabkan kontraksi, sebagai contoh sintesis prostaglandin meningkat
selama fase 2 dan 3 persalinan.9 Reseptor PGF2 meningkat di desidua saat usia
kehamilan aterm, dan peningkatan regulasi ini menyebabkan kontraksi di rahim. 10
Miometrium mensintesis PGHS2 tetapi sebagian besar PGHS2 berasal dari desidua.
Amnion dan plasenta juga memproduksi prostaglandin, tidak hanya PGE tetapi PGF2
juga terdapat pada cairan amnion selama kehamilan. Seiring perkembangan janin
prostglandin meningkat secara bertahap. Peningkatan ini mengakibatkan dilatasi serviks
dan jaringan desidua. Peningkatan ini diyakini diikuti oleh proses inflamasi yang

6
mengakibatkan terjadi proses persalinan. Sitokin dan prostaglandin akan mendegradasi
matriks ekstraselular yang mengakibatkan penipisan selaput ketuban sehingga
merangsang proses persalinan.

Kontraksi sendiri merupakan proses dimana prostaglandin dan oksitosin (G-protein


coupled to membrane phospholipase C) akan meningkatkan kadar Ca2+ yang kemudian
meningkatkan myosin light chain kinase (MLCK). MLCK selanjutnya memfasilitasi
proses fosforilasi dari miosin untuk menyebabkan pemendekan filamen aktin dan miosin
dari otot rahim. 11 Selain dipengaruhi oleh prostaglandin, pecahnya selaput ketuban juga
dipengaruhi oleh penurunan kadar membrane tissue inhibitors of matrix metal-
loproteinases (MMP) (e.g., TIMP-1, TIMP-3), dan increased poly(ADP-ribose)
polymerase cleavage.24

Gambar 1 Patofisiologi persalinan preterm

Progesteron berperan penting dalam terminasi kehamilan. Progesteron yang berfugsi


untuk menjaga keadaan tenang miometrium ini diproduksi oleh korpus luteum pada masa

7
awal kehamilan dan dilanjuti oleh plasenta. PGE dan PGF2 meningkatkan ekspresi
isoform Progesteron receptor (PR-A dan PR-B) untuk menghambat fungsi progesteron.
Peningkatan ekspresi dari PR-B akan menyebabkan uterus menjadi tidak merespon efek
relaksasi dari progesteron. PR-A diduga bekerja menekan PR-B. Selain itu, NF-kB akan
menginduksi aktivasi peradangan yang akan menghambat fungsi progesteron.11

Persalinan merupakan suatu proses inflamasi, ini dapat dilihat dari peningkatan jumlah sel
darah putih, molekul sel adhesi dan interleukin (IL)-8, sitokin proinflamasi baik di serviks
maupun miometrium pada persalinan normal.12 IL-8 bertindak sebagai kemokine yang
akan menarik leukosit dan berhubungan dengan pematangan serviks. 15 Kadar IL-8
dipengaruhi oleh usia kehamilan. IL-8 diproduksi endometrium, koriodesidua ,plasenta
dan miometrium tetapi pada saat tidak hamil juga diproduksi di serviks. Pada persalinan
preterm proses inflamasi ini dapat terjadi secara patologik. 16 Kejadian peradangan ini
dapat terjadi secara patologik pada kehamilan preterm.

Interaksi biokimia dan neurohormon terjadi antara tiga komponen diantaranya adalah ibu,
janin dan plasenta. Pada proses ini, kematangan axis hipotalamus-pituitari-adrenal-
plasenta fetus menunjukkan hal yang normal.12 Proses ini dapat dipengaruhi oleh berbagai
hal seperti malnutrisi, infeksi, iskemia, gangguan pembuluh darah, dan faktor
psikososial.17, 18
Peran plasenta sendiri terjadi melalui aktifasi berbagai jalur enzimatik,
seperti 11β-hydroxysteroid dehydrogenase (11β-HSD) meregulasi pengiriman kortisol
oleh plasenta, yang merupakan glukokortikoid yang akan mengaktifasi axis hipotalamus-
pituitari-adrenal.12

5.5.2.5. Faktor Risiko Persalinan Preterm

5.5.2.6. Faktor Maternal


Faktor risiko maternal persalinan preterm mencakup beberapa aspek, yakni, faktor
keluarga, status nutrisi dan status sosio-ekonomi. Menurut Simvan dkk, wanita yang
memiliki saudara perempuan atau bahkan nenek yang pernah bersalin preterm akan
mempunyai resiko 1.8 x lipat lebih tinggi untuk mengalami preterm. 14 Lingkungan
genetika memiliki peran dalam kejadian preterm terlepas dari faktor risiko lain seperti

8
infeksi. Salah satu kelainan genetik tersebut adalah polimorfisme Interleukin (IL)-6 yang
telah terbukti meningkatkan risiko terjadinya persalinan preterm pada wanita Africa-
America.14 Selain itu, ras juga mempunyai pengaruh terhadap kejadian persalinan preterm
dimana ras negroid memiliki angka kejadian persalinan preterm paling tinggi
dibandingkan dengan ras kaukasian, asia, dan Hispanic.14,19

Keadaan nutrisi ibu juga menjadi faktor yang dapat mengakibatkan persalinan preterm
dimana indikator yang digunakan adalah IMT.14 Berat badan ibu sebelum kehamilan yang
terlalu rendah (IMT <17 kg/m2) ataupun terlalu tinggi (IMT >35 kg/m2) memiliki risiko
hingga 2x mengalami persalinan preterm daripad ibu dengan berat badan normal. 35-37
Terlebih lagi, nutrisi yang kurang sebelum dan selama kehamilan dapat meningkat risiko
hingga 6x sedangkan yang nutrisinya kurang selama kehamilan memiliki resiko 3x .14, 38.
Kadar mikronutrien seperti asam folat sebelum konsepsi menurunkan risiko kejadian
persalinan preterm. Konsumsi suplementasi asam folat sebelum kehamilan menurunkan
risiko persalinan prerterm. Perbedaan ini makin nyata untuk persalianan preterm pada
usia kehamilan 32-37 minggu.37

Keadaan sosio-ekonomi dan pendidikan yang rendah juga memiliki andil yang cukup
besar dalam meningkan kejadian persalinan preterm.20-24 Usia ibu menunjukkan hubungan
yang tidak konsisten dengan kejadian preterm17, 18, 20, 25
, namun beberapa penelitian
menunjukkan ibu dengan usia yang terlalu muda (<24 tahun) dan terlalu tua (>35 tahun)
memiliki kecenderungan mengalami persalinan preterm.23, 24, 26 Merokok berkaitan dengan
meningkatnya proses inflamasi dan kejadian vasokonstriksi pada aliran darah utero-
plasenta,14 dan kebiasaan ibu merokok memberikan dampak pada persalinan kurang
bulan, selain itu memberikan dampak pada rendahnya berat badan lahir bayi. 20, 27-29 Selain
itu, penyalahgunaan zat seperti, seperti kokain, heroin, methadone, dan alkohol,
mempengaruhi kejadian persalinan preterm.30-32 Kondisi kesehatan jiwa ibu juga
mempengaruhi kejadian persalinan preterm, dimana keadaan stress ibu meningkatkan
kejadian preterm sebanyak 1,3-1,4 kali, walaupun demikian hubungan antara keduanya
masih belum dapat dijelaskan.12, 33, 34

9
5.5.2.7. Infeksi atau inflamasi
Infeksi intrauterin memiliki korelasi yang kuat dengan kejadian persalinan preterm
maupun ketuban pecah dini. Infeksi tersebut dapat mengaktivasi semua jalur biokimia
yang mengakibatkan pematangan serviks dan kontraksi uterus. Sebesar 25-40% preterm
dikaitkan dengan infeksi dan angka ini bisa jauh lebih besar karena infeksi intrauterine
sulit untuk dideteksi dengan teknik kultur konvensional. 14, 40, 41
Hal ini terbukti dengan
temuan tingginya jumlah mikroorganisme dan sitokin pada pasien yang mengalami
persalinan preterm dibandingkan dengan yang tidak preterm.

Berdasarkan hasil kultur, bakteri yang paling sering mengakibatkan persalinan preterm
adalah Ureaplasma urealyticum, Mycoplasma hominis, Gardnerella vaginalis,
Streptococcus group B (GBS), Bacteroides species, and Escherichia coli, dan kebanyakan
tanpa menunjukkan gejala.12, 14, 40, 47
Ureaplasma urealyticum kerap memberikan hasil
negatif melalui pemeriksaan kultur, tapi positif melalui pemeriksaan polymerase chain
reaction (PCR).14

Infeksi pada jaringan gestasi ataupun dari organ lain akan menyebabkan proses
peradangan intrauterus. Inflamasi yang diakibatkan oleh infeksi mikroba pada rahim dapat
terjadi pada jaringan desidua, ruang korioamnion (koriomanionitis), dan ruang amnion.
Bakteri kemudian memproduksi produknya seperti endotoksin yang merangsang monosit
desidua untuk menghasilkan sitokin, termasuk IL-1, IL-6 IL-8, IL-1β dan TNF-α. Pada
gilirannya, produk monosit tersebut akan merangsang pembentukan prostaglandin,
mediator inflamasi lainnya serta enzim pendegradasi matriks. 14 Prostaglandin kemudian
merangsang terjadinya kontraksi miometrium dan degradasi selaput amnion yang pada
akhirnya menyebabkan kehamilan preterm.40, 41, 44

Infeksi ataupun peradangan mengaktivasi aksis hipotalamus-pituitari-adrenal fetus yang


pada akhirnya juga akan meningkatkan produksi prostaglandin pada plasenta dan jaringan
ibu.44, 48
Proses tersebut diakibatkan oleh peningkatan kadar Corticotropin Releasing
Hormone (CRH) di hipotalamus dan plasenta yang selanjutya meningkatkan kortikotropin
dan dehydroepiandrosterone (DHEA) pada adrenal fetus. Kemudian, DHEA diubah

10
menjadi estradiol plasenta, dan akhirnya meningkatkan produksi prostaglandin, oksitosin
dan reseptor oksitosin, dan gap junction (connexin-43). Selain itu, efek inhibisi
progesteron akan terhambat jika kadar kortisol tinggi. 49, 50
Selain itu, aktivasi aksis
hipotalamus-pituitari-adrenal juga diakibatkan oleh stres dan ansietas yang biasa terjadi
pada primipara muda dengan predisposisi genetik.

Bakteri dapat memiliki akses menuju rongga uterus karena lemahnya atau pendeknya
serviks. Mikroba dapat menuju koriodesidua dan ruang amnion karena infeksi vagina
ataupun lemahnya/pendeknya serviks yang dapat terjadi sebelum kehamilan. Tanpa
memperhatikan kapan terjadinya kolonisasi terjadi, peradangan intrauterine ditandai
dengan adanya gejala seperti keputihan, penipisan serviks, pecahnya selaput ketuban.
Selain itu, adanya peradangan juga terbukti melalui adanya fetal fibronectin, “lem”
koriodesidua”, yang terdeteksi di cairan vagina pada usia kehamilan 13-22 minggu,
dengan kejadian persalinan preterm spontan pada trimester kedua.14

Mekanisme lain terjadinya infeksi intrauterine adalah melalui transplasenta dari


penyebaran secara hematogen. Peneyebaran tersebut dapat berasal dari kolonisasi mikroba
pada bagian tubuh lain seperti mulut (Haemophilus influenza atau F.Nucleatum). Selain
itu, prosedur infasif seperti chorionic villous sampling, amniocentesis, dan cordocentesis
juga mengakibatkan infeksi intrauterine. 12

5.5.2.8. Uterus
Berdasarkan naskah dari American College of Obstetrician and Gynecologist, uterus yang
abnormal meningkatkan kejadian kegagalan kehamilan cukup bulan. Gambaran klinis
kelainan uterus bereda-beda, tergantung pada anatomi uterus, keterlibatan serviks, dan
lokasi penempelan plasenta.5, 14, 51, 52

Kejadian persalinan preterm terjadi pada 30-50% wanita dengan kelainan organ rahim,
dimana sebanyak 8.5% terjadi pada trimester II dan 25% pada trimester pertama. Kelainan

11
utama pada uterus yang menyebabkan persalinan preterm mecakup uterus bikornu,
didelfis, atau uterus arkuata dibandingkan dengan uterus bersepta atau subsepta.5

Selain itu, pada serviks inkompeten yakni keadaan dimana serviks tidak dapat menahan
kehamilan sehingga terjadi dilatasi serviks. Keadaan ini mengakibatkan selaput ketuban
menonjol keluar pada trimester kedua dan awal trimester ketiga dan kemudian pecah yang
biasanya diikuti persalinan. Terdapat studi yang melaporkan bahwa pemendekan serviks
juga memiliki korelasi dengan kejadian preterm.14, 53-58 Pemeriksaan panjang serviks tidak
signifikan secara klinis bila dilakukan pada usia gestasi >32 minggu karena penipisan
serviks pada kehamilan normal sudah terjadi sehingga enelitian tentang panjang serviks
banyak dilakukan pada trimester kedua. Serviks pendek didefinisikan bila panjang serviks
dibawah persentil 10 (25 mm pada usia kehamilan 22-24 minggu). Pada penelitian dalam
usia kehamilan tersebut, risiko untuk mengalami persalinan preterm pada usia kehamilan
<35 minggu meningkat panjang serviks <25 mm. Akan tetapi, panjang serviks <25mm
masih belum dapat dipakai sebagai prediktor persalinan berikutnya.54

5.5.2.9. Riwayat Reproduksi


Paritas adalah jumlah anak yang pernah dilahirkan hidup. Paritas diklasifikasikan sebagai
berikut:
1) Nulipara, adalah ibu yang belum pernah menyelesaikan kehamilan melewati usia
gestasi 20 minggu.
2) Primipara, adalah ibu yang pernah satu kali melahirkan bayi yang lahir hidup
ataupun meninggal dengan perkiraan usia gestasi 20 minggu atau lebih.
3) Multipara, adalah ibu yang pernah melahirkan 2 bayi ayau lebih dengan usia
kehamilan 20 minggu atau lebih.
Riwayat paritas menjadi salah satu faktor predisposisi terjadinya persalinan preterm
karena jumlah paritas memengaruhi kondisi ibu selama kehamilan. Penelitian di Jerman
pada tahun 2004 melaporkan bahwa angka kejadian persalinan preterm pada wanita
primipara pada adalah sebesar 9.5% sedangkan angka kejadian tersebut pada wanita
multipara lebih rendah yakni 7.5%.

12
Riwayat partus prematur sebelumnya adalah penanda risiko prematur paling penting dan
paling kuat. Kejadian ini akan meningkat dengan berulangnya persalinan preterm.
Berdasarkan data Health Technology Assessment Indonesia pada tahun 2010, inisiden
terjadinya persalinan preterm selanjutnya 1x persalinan preterm meningkat 14.3% dan
setelah 2x persalinan preterm meningkat sebesar 28%. Akan tetapi, hal ini bukan tidak
memungkinkan wanita dengan persalinan preterm tidak dapat mengandung hingga >37
minggu.14 Usia kehamilan msaat persalinan preterm terakhir juga memengaruhi risiko
terjadinya persalinan preterm berikutnya. Selain itu, risiko kejadian persalinan preterm
meningkat hingga 2x lipat jika jarak kehamilan berikutnya kurang dari 18 bulan. 61 Hal ini
diduga karena belum optimalnya kondisi rahim untuk persalinan berikutnya, waktu yang
tidak cukup untuk mengembalikan kadar nutrisi yang dibutuhkan dalam kehamilan, dan
belum adanya perbaikan kondisi peradangan yang berhubungan dengan kehamilan
sebelumnya.62

Selain itu, riwayat persalinan preterm pada kehamilan gemeli memberikan efek pada
peningkatan risiko kehamilan preterm tunggal berikutnya sebesar 7x lipat. 63 Kehamilan
dengan kematian bayi intrauterine pada kehamilan <24 minggu juga memberikan dampak
kejadian persalinan preterm.64 Riwayat induksi aborsi lebih dari 1 kali induksi aborsi,
meningkatkan risiko terjadinya persalinan preterm pada kehamilan berikutnya sesuai
dengan banyaknya induksi abortus yang dilakukan.65

5.5.2.10. Karakter Kehamilan Sekarang

5.5.2.11. Perdarahan antepartum

Tanda dan gejala yang dialami oleh ibu selama kehamilan dapat dijadikan prediktor
terjadinya persalinan preterm. Perdarahan antepartum (perdarahan dari jalan lahir setelah
kehamilan 24 minggu ingga sebelum kelahiran) menyebabkan 1/5 kejadian persalinan
preterm dan kerap menyebabkan bayi yang dilahirkan mengalami cerebral palsy.
Penyebab tersering perdarahan antepartum adalah plasenta previa dan solusio plasenta
pada trimester pertama dan kedua.57, 66, 67

13
Plasenta previa adalah plasenta yang terimplantasi pada segmen bawah rahim sehingga
menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum. Implantasi plasenta pada segmen
bawah rahim dapat disebabkan oleh endometrium di fundus uteri yang belum siap
menerima implantasi, lapisan endometrium yang tipis sehingga diperlukan perluasan
plasenta untuk mendapatkan nutrisi janin yang adekuat, dan vili khorialis pada chorion
leave yang persisten. Sedangkan solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau seluruh
permukaan plasenta dari lokasi implantasi sebelum waktu seharusnya. Pada kondisi ini,
perdarahan tidak dapat berhenti karena uterus pada kehamilan tidak mampu kontraksi
untuk menjepit arteri spiralis yang terputus. 68

Gambar 2 Patofiologi persalinan preterm pada perdarahan plasenta

Patoofisiologi terjadinya persalinan preterm karena perdarahan pervaginam masih belum


diketahui secara baik. Namun, perdarahan pervaginam diduga merangsang peradangan
dan merangsang pelepasan faktor pembekuan Xa/protrombinase (Gambar 2).
Selanjutnya, protrombinase mengubah protrombin menjadi trombin. Pada beberapa
penelitia, trombin diduga menstimulasi kontraksi myometrium dan merangsang
pembentukan enzim degradasi yang dapat menyebabkan terjadinya pecah ketuban.68

14
5.5.2.12. Penyakit dalam kehamilan

Penyakit dalam kehamilan seperti preeclampsia/eclampsia, diabestes melitus gestasional,


anemia dan penyakit kardiovaskular meningkatkan risiko terjadinya persalinan preterm.14

5.5.2.13. Preeklampsia/eklampsia

Preeklampsia adalah hipertensi yang timbil setelah usia gestasi 20 minggu ang disertai
proteinuria, sedangkan eklampsia adalah preeklamsia yang disertai kejang dan atau
demam. Kasus persalinan prematur mencapai 20% pada kasus preeklampsia. 83 Persalinan
pada preeklampsia berat dilakukan pada usia kehamilan ≥34 minggu. Jika ditemukan
kondisi-kondisi gawat janin dan gawat pada ibu maka persalinan juga dapat dilakukan
pada kehamilan <34 minggu.81, 82

Dasar terjadinya preeklampsia/eklamsia yang paling banyak adalah teori iskemia plasenta,
radikal bebas, dan disfungsi endotel.83-86 Terjadinya kegagalan remodelling arteri spiralis
menyebabkan plasenta mengalami iskemia dan disfungsi endotel. Terjadinya spasme
pembuluh darah arteriola yang menuju retroplasenta mengakibatkan janin menjadi
hipoksia dan malnutrisi. Hal ini menyebabkan plasenta meningkatkan kadar kortisol ke
dalam sirkulasi janin. Kadar kortisol yang tinggi kemudian akan mensintesis
prostaglandin, yakni prostasiklin (PGE-2) sehingga terjadi kontraksi dan pecahnya kulit
ketuban. 83

5.5.2.14. Diabetes Melitus Gestasional

Dua puluh dua persen neonatus yang lahir preterm berasal dari ibu yang menderita
diabetes pada masa kehamilan.90 Selain itu, DMG meningkatkan komplikasi pernafasan
pada neonatus dan risiko morbiditas neonatus.90, 91

5.5.2.15. Anemia

Anemia memiliki pengaruh pada terjadinya persalinan preterm.25, 92-94 Kejadian persalinan
preterm meningkat 2 kali pada wanita hamil dengan anemia terutama pada trimester
kedua dibandingkan yang tidak anemia.93 Berbeda dengan trimester kedua, wanita dengan

15
anemia pada trimester ketiga sebaliknya menunjukkan rendahnya mortalitas. Selama
kehamilan, perubahan fisiologis terjadi pada ibu salah satunya yaitu perubahan hubungan
antara suplai darah dengan respon tubuh. Total volume plasma dan SDM pada wanita
hamil meningkat, tetapi peningkatan volume plasma jaug lebih besar ketimbang
peningkatan massa SDM. Oleh karena itu, terjadi penurunan konsentrasi hemoglobin
yang memengaruhi kadar oksigen dalam jaringan. Hipoksia jaringan kemudian
meningkatkan kadar kortisol dan prostaglandin yang menetuskan terjadinya persalinan
prematur.95

5.5.2.16. Penyakit Kardiovaskular

Penyakit kardiovaskular terjadi pada 0.5-3% kehamilan yang dapat menyebabkan


mortalitas dan morbiditas ibu hamil di dunia. Seperti yang telah disebutkan diatas, selama
masa kehamilan, teradi perubahan fisiologis yang membentuhkan penyesuaian sistem
kardiovaskular. Fisiologi hemodinamik mencapai puncaknya pada trimester kedua dimana
perubahan ini akan menimbulkan manifestasi klinik pada jantung yang sebelumnya telah
sakit. Perubahan hormonal berupa aktivasi estrogen oleh sistem renin-aldosteron
menyebabkan retensi air dan elektrolit meningkatkan volume darah sebesar 1200-1600 ml
lebih banyak dibanding dalam keadaan tidak hamil. Hal ini menyebabkan peningkatan
preload sedangkan terjadi juga penurunan afterload akibat menurunnya resistensi vaskular
sistemik dan peningkatan denyut jantung ibu.

Kehamilan pada ibu yang mengalami penyakit jantung, peningkatan denyut jantung dan
volume sekuncup dapat menguras cadangan kekuatan jantung. Gagal jantung akan
menyebbkan stres maternal sehingga terjadi aktivasi aksis HPA yang pada akhirnya
meningkatkan konsentrasi kortisol dan prostaglandin. Oleh karena itu, wanita dengan
aktivitas fisik yang sangat terbatas (NYHA kelas III dan IV) tidak dianjurkan untuk
hamil. 95

5.5.2.17. Gemeli dan polihidramnion

Kehamilan gemeli adalah kehamilan dengan dua janin atau lebih intrauteri. Kehamilan ini
memiliki risiko terjadinya persalinan preterm 6x lipat daripada persalinan tunggal dan

16
merupakan 30% penyebab persalinan preterm di Indonesia pada tahun 2010. 73-76 Risiko
inipun meningkat dengan meningkatnya jumlah fetus dalam sekali kehamilan. Kehamilan
gemeli dianggap meningkat risiko preterm karena dapat menyebabkan komplikasi lebih
tinggi mengalami hipertensi dalam kehamilan atau restriksi pertumbuhan dimana terjadi
induksi jalur inisiasi persalinan lebih awal.14 Selain itu, risiko terjadinya preterm
dilaporkan meningkat sebanyak 6x lipat pada ibu hamil dengan peningkatan volume
rahim saat kehamilan yakni akibat polihidramnion atau multigestasional. 14 Polihidramnion
mengakibatkan regangan berlebih pada miometrium dan selaput ketuban yang akan
merangsang kontraksi myometrium, pematangan serviks, dan selaput ketuban pecah.78

Daftar Pustaka

17
1. Cuningham FG. William Obstetrics. 23 ed. New York: McGraw Hill Medical; 2010.
2. Organization WH. Born too soon: the global action report on preterm birth. 2012.
3. Chestnut DH, Wong CA, Tsen LC, Kee WDN, Beilin Y, Mhyre J. Chestnut's obstetric anesthesia:
principles and practice: Elsevier Health Sciences; 2014.
4. Goldenberg RL, Culhane JF, Iams JD, Romero R. Epidemiology and causes of preterm birth. The
lancet. 2008;371(9606):75-84.
5. Reichman DE, Laufer MR. Congenital uterine anomalies affecting reproduction. Best Practice &
Research Clinical Obstetrics & Gynaecology. 2010;24(2):193-208.
6. Berghella V. Preterm birth: prevention and management: John Wiley & Sons; 2010.
7. Bonamy A-KE, Bendito A, Martin H, Andolf E, Sedin G, Norman M. Preterm birth contributes to
increased vascular resistance and higher blood pressure in adolescent girls. Pediatric research.
2005;58(5):845-9.
8. Liu Z, Tang Z, Li J, Yang Y. Effects of placental inflammation on neonatal outcome in preterm infants.
Pediatrics & Neonatology. 2014;55(1):35-40.
9. Cunningham F, Leveno K, Bloom S, Spong CY, Dashe J. Williams Obstetrics 24/E. E: McGraw Hill
Professional. 2014.
10. Bernal AL. Prostaglandins, oxytocin, and antagonists. Preterm Birth: Mechanisms, Mediators,
Prediction, Prevention & Interventions. 2007:167.
11. Mitchell BF, Olson DM. Prostaglandin endoperoxide H synthase inhibitors and other tocolytics in
preterm labour. Prostaglandins, Leukotrienes and Essential Fatty Acids. 2004;70(2):167-87.
12. Buhimschi CS, Norman JE. Pathogenesis of spontaneous preterm birth. In: Creasy RK, Resnik R, Iams
JD, Lockwood CJ, Moore T, Greene MF, editors. Creasy and Resnik's Maternal-Fetal Medicine:
Principles and Practice: Expert Consult Premium Edition - Enhanced Online Features: Elsevier Health
Sciences; 2013. p. 599-623.e14.
13. Mercer BM. Premature Rupture of Membrane. In: Creasy RK, Resnik R, Iams JD, Lockwood CJ, Moore
T, Greene MF, editors. Creasy and Resnik's Maternal-Fetal Medicine: Principles and Practice: Expert
Consult Premium Edition - Enhanced Online Features: Elsevier Health Sciences; 2013. p. 663-72.e4.
14. Simhan HN, Berghella V, Iams JD. Preterm labor and birth. In: Creasy RK, Resnik R, Iams JD,
Lockwood CJ, Moore T, Greene MF, editors. Creasy and Resnik's Maternal-Fetal Medicine: Principles
and Practice: Expert Consult Premium Edition - Enhanced Online Features: Elsevier Health Sciences;
2013. p. 624-53.e9.
15. Baggiolini M, Clark-Lewis I. Interleukin-8, a chemotactic and inflammatory cytokine. FEBS
Letters.307(1):97-101.
16. Mohan AR, Loudon JA, Bennett PR. Molecular and biochemical mechanisms of preterm labour. Semin
Fetal Neonatal Med. 2004;9(6):437-44.

18
17. Trilla CC, Medina MC, Ginovart G, Betancourt J, Armengol JA, Calaf J. Maternal risk factors and
obstetric complications in late preterm prematurity. Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol.
2014;179(0):105-9.
18. Di Renzo GC, Giardina I, Rosati A, Clerici G, Torricelli M, Petraglia F, et al. Maternal risk factors for
preterm birth: a country-based population analysis. Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol. 2011;159(2):342-
6.
19. Simhan HN, Krohn MA. Paternal race and preterm birth. American Journal of Obstetrics and
Gynecology. 2008;198(6):644.e1-.e6.
20. Goldenberg R, Culhane J, Iams J, Romero R. Epidemiology and causes of preterm birth. Lancet.
2008;371(9606):75 - 84.
21. Messer LC, Vinikoor LC, Laraia BA, Kaufman JS, Eyster J, Holzman C, et al. Socioeconomic domains
and associations with preterm birth. Social Science & Medicine. 2008;67(8):1247-57.
22. Smith LK, Draper ES, Manktelow BN, Dorling JS, Field DJ. Socioeconomic inequalities in very preterm
birth rates. Arch Dis Child Fetal Neonatal Ed. 2007;92(1):F11-4.
23. Auger N, Abrahamowicz M, Wynant W, Lo E. Gestational age-dependent risk factors for preterm birth:
associations with maternal education and age early in gestation. Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol.
2014;176(0):132-6.
24. Chen CP, Wang KG, Yang YC, See LC. Risk factors for preterm birth in an upper middle class Chinese
population. Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol. 1996;70(1):53-9.
25. Levy A, Fraser D, Katz M, Mazor M, Sheiner E. Maternal anemia during pregnancy is an independent
risk factor for low birthweight and preterm delivery. Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol.
2005;122(2):182-6.
26. Shapiro-Mendoza CK, Lackritz EM. Epidemiology of late and moderate preterm birth. Seminars in Fetal
and Neonatal Medicine. 2012;17(3):120-5.
27. Ko T-J, Tsai L-Y, Chu L-C, Yeh S-J, Leung C, Chen C-Y, et al. Parental Smoking During Pregnancy
and Its Association with Low Birth Weight, Small for Gestational Age, and Preterm Birth Offspring:
A Birth Cohort Study. Pediatrics & Neonatology. 2014;55(1):20-7.
28. Shah NR, Bracken MB. A systematic review and meta-analysis of prospective studies on the association
between maternal cigarette smoking and preterm delivery. American Journal of Obstetrics and
Gynecology. 2000;182(2):465-72.
29. Kyrklund-Blomberg NB, Cnattingius S. Preterm birth and maternal smoking: Risks related to gestational
age and onset of delivery. American Journal of Obstetrics and Gynecology. 1998;179(4):1051-5.
30. Pinto SM, Dodd S, Walkinshaw SA, Siney C, Kakkar P, Mousa HA. Substance abuse during pregnancy:
effect on pregnancy outcomes. Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol. 2010;150(2):137-41.
31. Almario CV, Seligman NS, Dysart KC, Berghella V, Baxter JK. Risk factors for preterm birth among
opiate-addicted gravid women in a methadone treatment program. American Journal of Obstetrics and
Gynecology. 2009;201(3):326.e1-.e6.

19
32. Lundsberg LS, Bracken MB, Saftlas AF. Low-to-moderate gestational alcohol use and intrauterine
growth retardation, low birthweight, and preterm delivery. Annals of Epidemiology. 1997;7(7):498-508.
33. Rogers CE, Lenze SN, Luby JL. Late preterm birth, maternal depression, and risk of preschool
psychiatric disorders. J Am Acad Child Adolesc Psychiatry. 2013;52(3):309-18.
34. Leung BM, Kaplan BJ. Perinatal depression: prevalence, risks, and the nutrition link--a review of the l
iterature. J Am Diet Assoc. 2009;109(9):1566-75.
35. Salihu HM, Mbah AK, Alio AP, Clayton HB, Lynch O. Low pre-pregnancy body mass index and risk of
medically indicated versus spontaneous preterm singleton birth. Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol.
2009;144(2):119-23.
36. Lynch AM, Hart JE, Agwu OC, Fisher BM, West NA, Gibbs RS. Association of extremes of
prepregnancy BMI with the clinical presentations of preterm birth. American Journal of Obstetrics and
Gynecology. 2014;210(5):428.e1-.e9.
37. Bloomfield FH. How is maternal nutrition related to preterm birth? Annu Rev Nutr. 2011;31:235-61.
38. McDonald SD, Han Z, Mulla S, Beyene J. Overweight and obesity in mothers and risk of preterm birth
and low birth weight infants: systematic review and meta-analyses2010 2010-07-20 23:05:41.
39. Siega-Riz AM, Savitz DA, Zeisel SH, Thorp JM, Herring A. Second trimester folate status and preterm
birth. American Journal of Obstetrics and Gynecology. 2004;191(6):1851-7.
40. Combs CA, Gravett M, Garite TJ, Hickok DE, Lapidus J, Porreco R, et al. Amniotic fluid infection,
inflammation, and colonization in preterm labor with intact membranes. American Journal of Obstetrics
and Gynecology. 2014;210(2):125.e1-.e15.
41. Agrawal V, Hirsch E. Intrauterine infection and preterm labor. Semin Fetal Neonatal Med.
2012;17(1):12-9.
42. Ferrieri P, Wallen LD. Neonatal bacteria sepsis. In: Gleason CA, Devaskar S, editors. Avery's Diseases
of the Newborn: Expert Consult. London: Elsevier Health Sciences; 2011. p. 538-50.
43. Gonzalez JM, Romero R, Girardi G. Comparison of the mechanisms responsible for cervical remodeling
in preterm and term labor. J Reprod Immunol. 2013;97(1):112-9.
44. Gravett MG, Hitti J, Hess DL, Eschenbach DA. Intrauterine infection and preterm delivery: Evidence
for activation of the fetal hypothalamic-pituitary-adrenal axis. American Journal of Obstetrics and
Gynecology. 2000;182(6):1404-13.
45. Romero R, Espinoza J, Gonçalves LF, Kusanovic JP, Friel LA, Nien JK. Inflammation in preterm and
term labour and delivery. Seminars in Fetal and Neonatal Medicine. 2006;11(5):317-26.
46. Christiaens I, Zaragoza DB, Guilbert L, Robertson SA, Mitchell BF, Olson DM. Inflammatory processes
in preterm and term parturition. J Reprod Immunol. 2008;79(1):50-7.
47. Witt A, Berger A, Gruber CJ, Petricevic L, Apfalter P, Worda C, et al. Increased intrauterine frequency
of Ureaplasma urealyticum in women with preterm labor and preterm premature rupture of the
membranes and subsequent cesarean delivery. American Journal of Obstetrics and Gynecology.
2005;193(5):1663-9.

20
48. Blank V, Hirsch E, Challis JRG, Romero R, Lye SJ. Cytokine Signaling, Inflammation, Innate Immunity
and Preterm Labour – A Workshop Report. Placenta. 2008;29, Supplement(0):102-4.
49. Majzoub JA, McGregor JA, Lockwood CJ, Smith R, Taggart MS, Schulkin J. A central theory of
preterm and term labor: Putative role for corticotropin-releasing hormone. American Journal of
Obstetrics and Gynecology. 1999;180(1, Supplement 2):S232-S41.
50. Wadhwa PD, Garite TJ, Porto M, Glynn L, Chicz-DeMet A, Dunkel-Schetter C, et al. Placental
corticotropin-releasing hormone (CRH), spontaneous preterm birth, and fetal growth restriction: A
prospective investigation. American Journal of Obstetrics and Gynecology. 2004;191(4):1063-9.
51. Tomaževič T, Ban H, Premru-Sršen T, Ribič-Pucelj M, Verdenik I, Vogler A, et al. Small uterine septa
(AFS Class 6) represent an important risk variable for preterm birth and spontaneous abortion.
International Congress Series. 2004;1271(0):270-3.
52. Hua M, Odibo AO, Longman RE, Macones GA, Roehl KA, Cahill AG. Congenital uterine anomalies
and adverse pregnancy outcomes. American Journal of Obstetrics and Gynecology.
2011;205(6):558.e1-.e5.
53. Miller ES, Grobman WA. The association between cervical excisional procedures, midtrimester cervical
length, and preterm birth. American Journal of Obstetrics and Gynecology. 2014;211(3):242.e1-.e4.
54. Owen J, Szychowski JM, Hankins G, Iams JD, Sheffield JS, Perez-Delboy A, et al. Does midtrimester
cervical length ≥25 mm predict preterm birth in high-risk women? American Journal of Obstetrics and
Gynecology. 2010;203(4):393.e1-.e5.
55. DeFranco EA, Lewis DF, Odibo AO. Improving the screening accuracy for preterm labor: is the
combination of fetal fibronectin and cervical length in symptomatic patients a useful predictor of
preterm birth? A systematic review. American Journal of Obstetrics and Gynecology.
2013;208(3):233.e1-.e6.
56. Hiersch L, Yogev Y, Domniz N, Meizner I, Bardin R, Melamed N. The role of cervical length in women
with threatened preterm labor: is it a valid predictor at any gestational age? American Journal of
Obstetrics and Gynecology. (0).
57. Ramaeker DM, Simhan HN. Sonographic cervical length, vaginal bleeding, and the risk of preterm birth.
American Journal of Obstetrics and Gynecology. 2012;206(3):224.e1-.e4.
58. Khalil MI, Alzahrani MH, Ullah A. The use of cervical length and change in cervical length for
prediction of spontaneous preterm birth in asymptomatic twin pregnancies. Eur J Obstet Gynecol
Reprod Biol. 2013;169(2):193-6.
59. Lappas M, Rice GE. The Role and Regulation of the Nuclear Factor Kappa B Signalling Pathway in
Human Labour. Placenta. 2007;28(5–6):543-56.
60. Edlow AG, Srinivas SK, Elovitz MA. Second-trimester loss and subsequent pregnancy outcomes: What
is the real risk? American Journal of Obstetrics and Gynecology. 2007;197(6):581.e1-.e6.
61. Conde-Agudelo A, Rosas-Bermudez A, Kafury-Goeta AC. Birth spacing and risk of adverse perinatal
outcomes: a meta-analysis. JAMA. 2006;295(15):1809-23.

21
62. Smith GC, Pell JP, Dobbie R. Interpregnancy interval and risk of preterm birth and neonatal death:
retrospective cohort study. Bmj. 2003;327(7410):313.
63. Schaaf JM, Hof MHP, Mol BWJ, Abu-Hanna A, Ravelli ACJ. Recurrence risk of preterm birth in
subsequent singleton pregnancy after preterm twin delivery. American Journal of Obstetrics and
Gynecology. 2012;207(4):279.e1-.e7.
64. The Stillbirth Collaborative Research NetworkWriting Group. Causes of death among stillbirths. Jama.
2011;306(22):2459-68.
65. Klemetti R, Gissler M, Niinimäki M, Hemminki E. Birth outcomes after induced abortion: a nationwide
register-based study of first births in Finland. Human Reproduction. 2012;27(11):3315-20.
66. Saraswat L, Bhattacharya S, Maheshwari A, Bhattacharya S. Maternal and perinatal outcome in women
with threatened miscarriage in the first trimester: a systematic review. BJOG: An International Journal
of Obstetrics & Gynaecology. 2010;117(3):245-57.
67. Boggess KA, Moss K, Murtha A, Offenbacher S, Beck JD. Antepartum vaginal bleeding, fetal exposure
to oral pathogens, and risk for preterm birth at &lt;35 weeks of gestation. American Journal of
Obstetrics and Gynecology. 2006;194(4):954-60.
68. Hossain R, Harris T, Lohsoonthorn V, Williams MA. Risk of preterm delivery in relation to vaginal
bleeding in early pregnancy. Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol. 2007;135(2):158-63.
69. Ban Frangez H, Korosec S, Verdenik I, Kotar V, Kladnik U, Vrtacnik Bokal E. Preterm delivery risk
factors in singletons born after in vitro fertilization procedures. Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol.
2014;176(0):183-6.
70. Hansen M, Bower C. The impact of assisted reproductive technologies on intra-uterine growth and birth
defects in singletons. Semin Fetal Neonatal Med. 2014;19(4):228-33.
71. Tallandini MA, Morsan V, Macagno F. Preterm birth and Assisted Reproductive Technology/ART:
Maternal emotional wellbeing and quality of mother–newborn interaction during the first three months
of life. Early Human Development. 2012;88(6):397-402.
72. Morken NH. Preterm delivery in IVF versus ICSI singleton pregnancies: a national population-based
cohort. Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol. 2011;154(1):62-6.
73. Brubaker SG, Gyamfi C. Prediction and Prevention of Spontaneous Preterm Birth in Twin Gestations.
Seminars in Perinatology. 2012;36(3):190-4.
74. Makrydimas G, Sotiriadis A. Prediction of preterm birth in twins. Best Practice & Research Clinical
Obstetrics & Gynaecology. 2014;28(2):265-72.
75. Rode L, Tabor A. Prevention of preterm delivery in twin pregnancy. Best Practice & Research Clinical
Obstetrics & Gynaecology. 2014;28(2):273-83.
76. Beer C, Israel C, Johnson S, Marlow N, Whitelaw A, Glazebrook C. Twin birth: An additional risk
factor for poorer quality maternal interactions with very preterm infants? Early Human Development.
2013;89(8):555-9.

22
77. Many A, Hill LM, Lazebnik N, Martin JG. The association between polyhydramnios and preterm
delivery. Obstet Gynecol. 1995;86(3):389-91.
78. Pri-Paz S, Khalek N, Fuchs KM, Simpson LL. Maximal amniotic fluid index as a prognostic factor in
pregnancies complicated by polyhydramnios. Ultrasound in Obstetrics & Gynecology. 2012;39(6):648-
53.
79. Papatsonis DNM. Prepregnancy counseling: preterm birth. International Congress Series.
2005;1279(0):251-70.
80. Linhart Y, Bashiri A, Maymon E, Shoham-Vardi I, Furman B, Vardi H, et al. Congenital anomalies are
an independent risk factor for neonatal morbidity and perinatal mortality in preterm birth. Eur J Obstet
Gynecol Reprod Biol. 2000;90(1):43-9.
81. Sibai BM, Barton JR. Expectant management of severe preeclampsia remote from term: patient
selection, treatment, and delivery indications. American Journal of Obstetrics and Gynecology.
2007;196(6):514.e1-.e9.
82. Sibai BM. Diagnosis and management of gestational hypertension and preeclampsia. Obstet Gynecol.
2003;102(1):181-92.
83. Sibai BM. Preeclampsia As a Cause of Preterm and Late Preterm (Near-Term) Births. Seminars in
Perinatology. 2006;30(1):16-9.
84. Friedman SA, Schiff E, Kao L, Sibai BM. Neonatal outcome after preterm delivery for preeclampsia.
American Journal of Obstetrics and Gynecology. 1995;172(6):1785-92.
85. Witlin AG, Saade GR, Mattar F, Sibai BM. Predictors of neonatal outcome in women with severe
preeclampsia or eclampsia between 24 and 33 weeks' gestation. American Journal of Obstetrics and
Gynecology. 2000;182(3):607-11.
86. Habli M, Levine RJ, Qian C, Sibai B. Neonatal outcomes in pregnancies with preeclampsia or
gestational hypertension and in normotensive pregnancies that delivered at 35, 36, or 37 weeks of
gestation. American Journal of Obstetrics and Gynecology. 2007;197(4):406.e1-.e7.
87. Fortes Filho JB, Costa MC, Eckert GU, Santos PG, Silveira RC, Procianoy RS. Maternal preeclampsia
protects preterm infants against severe retinopathy of prematurity. J Pediatr. 2011;158(3):372-6.
88. Spinillo A, Capuzzo E, Cavallini A, Stronati M, De Santolo A, Fazzi E. Preeclampsia, preterm delivery
and infant cerebral palsy. Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol. 1998;77(2):151-5.
89. Hedderson MM, Ferrara A, Sacks DA. Gestational diabetes mellitus and lesser degrees of pregnancy
hyperglycemia: association with increased risk of spontaneous preterm birth. Obstet Gynecol.
2003;102(4):850-6.
90. Fung GPG, Chan LM, Ho YC, To WK, Chan HB, Lao TT. Does gestational diabetes mellitus affect
respiratory outcome in late-preterm infants? Early Human Development. 2014;90(9):527-30.
91. Wang P, Lu M-C, Yan Y-H. Abnormal glucose tolerance is associated with preterm labor and increased
neonatal complications in Taiwanese women. Taiwanese Journal of Obstetrics and Gynecology.
2013;52(4):479-84.

23
92. Ren A, Wang J, Ye RW, Li S, Liu JM, Li Z. Low first-trimester hemoglobin and low birth weight,
preterm birth and small for gestational age newborns. Int J Gynaecol Obstet. 2007;98(2):124-8.
93. Bánhidy F, Ács N, Puhó EH, Czeizel AE. Iron deficiency anemia: Pregnancy outcomes with or without
iron supplementation. Nutrition. 2011;27(1):65-72.
94. Al Kahtani MA, AlQahtani M, Alshebaily MM, Abd Elzaher M, Moawad A, Aljohani N. Morbidity and
pregnancy outcomes associated with sickle cell anemia among Saudi women. Int J Gynaecol Obstet.
2012;119(3):224-6.
95. Zhang Q, Ananth CV, Rhoads GG, Li Z. The Impact of Maternal Anemia on Perinatal Mortality: A
Population-based, Prospective Cohort Study in China. Annals of Epidemiology. 2009;19(11):793-9.

24

Anda mungkin juga menyukai