MIOMA UTERI
Disusun oleh:
Pembimbing:
PENDAHULUAN
Mioma uteri atau sering disebut fibroid merupakan tumor jinak yang berasal dari otot
polos rahim. Sel tumor terbentuk karena mutasi genetik, kemudian berkembang akibat
induksi hormon estrogen dan progesteron. Mengingat sifat pertumbuhannya dipengaruhi
hormonal, tumor ini jarang mengenai usia prapubertas serta progresivitasnya akan menurun
pada masa menopause. Leiomioma uteri merupakan jenis tumor jinak yang dapat menyerang
segala usia. Sebagian kasus asimptomatis sehingga sering didapati secara tidak sengaja saat
ke dokter karena keluhan lain. Gejala paling sering adalah perdarahan vagina. Tumor ini
sering menjadi penyebab subfertilitas wanita dan pada kehamilan dapat menyebabkan
abortus dan prematuritas.1
2
BAB II
1. Fundus uteri, adalah bagain uterus proksimal di ats muara tuba uterina yang mirip
dengan kubah , di bagian ini tuba Falloppii masuk ke uterus. Fundus uteri ini biasanya
diperlukan untuk mengetahui usia/ lamanya kehamilan7
2. Korpus uteri, adalah bagian uterus yang utama dan terbesar. Korpus uteri menyempit di
bgaian inferior dekat ostium internum dan berlanjut sebagai serviks. Pada kehamilan,
bagian ini mempunyai fungsi utama sebagai tempat janain berkembang. Rongga yang
terdapat di korpus uteri disebut kavum uteri ( rongga rahim ). 7
3. Serviks uteri, serviks menonjol ke dalam vagina melalui dinding anteriornya,dan
bermuara ke dalamnya berupa ostium eksternum.
3
Secara histologis, dinding uterus terdiri atas :
Endometrium terdiri atas epitel pubik, kelenjar-kelenjar dan jaringan dengan banyak
pembuluh darah. Endometrium terdiri atas epitel selapis silindris, banyak kelenjar tubuler
bersekresi lendir. Dua pertiga bagian atas kanal servikal dilapisi selaput lendir dan sepertiga
bawah dilapisi epitel berlapis gepeng, menyatu dengan epitel vagina.Endometrium melapisi
seluruh kavum uteri dan mempunyai arti penting dalam siklus haid. Endometrium merupakan
bagian dalam dari korpus uteri yang membatasi cavum uteri. Pada endometrium terdapat lubang-
lubang kecil yang merupakan muara-muara dari saluran-saluran kelenjar uterus yang dapat
menghasilkan secret alkalis yang membasahi cavum uteri. Epitel endometrium berbentuk seperti
silindris. 7
Lapisan otot polos di sebelah dalam berbentuk sirkuler dan di sebelah luar berbentuk
longitudinal. Di antara kedua lapisan itu terdapat lapisan otot oblik, berbentuk anyaman, lapisan
ini paling kuat dan menjepit pembuluh-pembuluh darah yang berada di sana. Myometrium
merupakan bagian yang paling tebal. Terdiri dari otot polos yang disusun sedemikian rupa
hingga dapat mnedorong isinya keleuar saat persalinan. Di antara serabut-serabut otot terdapat
pembuluh-pembuluh darah, pembuluh lympa dan urat saraf. Otot uterus terdiri dari 3 bagain : 7
Lapisan luar, yaitu lapisan seperti kap melengkung melalui fundus menuju kea
rah ligamenta
Lapisan dalam, merupakan serabut-serabut otot yang berfungsi sebagai sfingter
dan terletak pada ostium internum tubae dan orificium uteri internum
Lapisan tengah, terletak antara ke dua lapisan di atas, merupakan anyaman
serabut otot yang tebal ditembus oleh pembuluh-pembuluh darah. Jadi, dinding
uterus terutama dibentuk oleh lapisan tengah ini.
3. Perimetrium , yakni lapisan serosa / terdiri atas peritoneum viserale yang meliputi
dinding uterus bagian luar. Ke anterior peritoneum menutupi fundus dan korpus,
kemudian membalik ke atas permukaan kandung kemih. Lipatan peritoneum ini
4
membentuk kantung vesikouterina. Ke posterior, peritoneum menutupi menutupi fundus,
korpus dan serviks, kemudian melipat pada rektum dan membentuk kantung rekto-
uterina. Ke lateral, hanya fundus yang ditutupi karena peritoneum membentuk lipatan
ganda dengan tuba uterina pada batas atas yang bebas. Lipatan ganda ini adalah
ligamentum latum yang melekatkan uterus pada sisi pelvis. 7
Uterus sebenarnya terapung dialam rongga pelvis dengan jaringan ikat dan ligamenta
yang menyokongnya, sehingga terfiksasi dengan baik. Ligamenta yang memfiksasi uterus adalah
( Ilmu Kebidanan ): 7
5
pada waktu berdiri cepat karena uterus berkontraksi kuat dan ligamentum rotundum
menjadi kencang serta mengadakan tarikan pada daerah inguinal. Pada persalinan ia pun
terba kencang dan terasa sakit bila dipegang.
4. Ligamentum latum sinistrum et dekstrum, yakni ligamentum yang meliputi tuba,
berjalan dari uterus kea rah sisi, tidak banyak mengandung jaringan ikat. Sebenarnya
ligamentum ini adalah bagian dari peritoneum viserale yang meliputi uterus dan kedua
tuba dan berbentuk sebagai lipatan. Di bagian dorsal, ligamentum ini ditemukan indung
telur (ovarium sinistrum et dekstrum ). Untuk memfiksasi uterus, ligamentum latum ini
tidak banyak artinya.
5. Ligamentum infundibulo-pelvikum, yakni ligamentum yang menahan tuba Falloppii
berjalan dari arah infundibulum ke dinding pelvis. Di dalamnya ditemukan urat-urat
saraf, saluran-saluran limfe, arteria dan vena ovarica.
Uterus diberi darah oleh arteri uterine kiri dan kanan yang terdiri atas ramus asenden dan
ramus desenden. Pembuluh darah ini berasal dari arteri iliaka interna ( disebut juga dengan arteri
hipogastrika ) yang melalui dasar ligamentum latum masuk ke dalam uterus didaerah cervics kira
– kira 1,5 cmdiatas forniks lateralis vagina. Pembuluh darah lain yang memperdarai adalah arteri
ovarika kiri dan kanan. Arteri ini berjalan dari dinding lateral pelvis, melalui dinding ligamentum
6
infundibulo-pelvicum mengikuti tuba falopi, beranastomosis dengan ramus asenden arteri uterine
disebelah lateral, kanan dan kiri uterus. Bersama – sama dengan arteri tersebut diatas terdapat
vena-vena yang kembali melalui pleksus vena ke vena hipogastrika.7
2.2. FISIOLOGI
Sekarang diketahui bahwa dalam proses ovulasi harus ada kerjasama antara korteks
serebri, hipotalamus, hipofisis, ovarium, glandula tiroidea, glandula suprarenalis dan kelenjar
endokrin lainnya. Yang memegang peranan penting dalam proses tersebut adalah hubungan
hipotalamus, hipofisis dan ovarium. 7
Hipotalamus menghasilkan factor yang telah dapat diisolasi dan disebut Gonadotropin Relaksing
Hormon ( GnRH) karena dapat merangsang pelepasan Lutenizing Hormon (LH ) dan Follicle
Strimulating Hormon (FSH) dari hipofisis. 7
7
Gambar 4. Proses menstruasi
Siklus haid normal dapat dipahami dengan baik dengan membaginya atas dua fase dan 1
saat, yaitu fase folikular, saat ovulasi dan fase luteal. Perubahan perubahan kadar hormone
sepanjang siklus haid disebabkan oleh mekanisme umpan balik (feedback) antara hormone
steroid dan horman gonatropin. Estrogen menyebabkan umpan balik negative terhadap FSH,
sedangkan terhadap LH estrogen menyebabkan umpan balik negative jika kadarnya rendah dan
umpan balik positif jika kadarnya tinggi. 7
Tidak lama setelah haid mulai, pada fase folikular ini, beberapa folikel berkembang oleh
pengaruh FSH yang meningkat. Peningkatan FSH ini disebabkan oleh agregasi korpus luteum,
sehingga hormone steroid berkuran. Dengan berkembangnya folikel, produksi estrogen
meningkat, dan inilah menekan produksi FSH; folikel yang akan berovulasi melindungi dirinya
sendiri terhadap atresia, sedangkan folikel lain mengalami atresia. Pada waktu ini LH meningkat,
namun penurunan pada tingkat ini hanya membantu pembuatan estrogendalam folikel.
Perkembangan folikel berakhir setelah kadar estrogen dalam plasma meninggi. Estrogen pada
mulanya meninggi secara berangsur – angsur, kemudian dengan cepat mencapai puncaknya. Ini
memberikan umpan balik positif terhadap pusat siklik dan dengan lonjakan LH pada pertengan
siklus, mengakibatkan terjadinya ovulasi. LH meninggi itu menetap kira-kira 24jam dan
menurun pada fase luteal. Dalam beberapa jam setelah LH meningkat, estrogen menurun dan
mungkin inilah yang menyebabkan LH menuru. 7
8
Pada fase luteal, setelah ovulasi, sel – sel granulusa membesar, membentuk vakuola
danbertumpuk pigmen kuning (lutein); menjadi korpus luteum. Luteinzed theca cell membuat
pula estrogen yang banyak, sehingga kedua hormone itu meningkat pada fase luteal. Mulai 10-12
hari setelah ovulasi korpus luteum mengalami regresi berangsur-angsur disertai dengan
berkurangnya kapiler-kapiler dan diikuti oleh penurunan sekresi progesterone dan estrogen. 7
Siklus uterus8
Endometrium
Fase proliferai
Selama fase folikular di ovarium, endometrium dibawah pengaruh estrogen. Pada akhir
haid proses regenerasi berjalan dengan cepat, disebut juga dengan fase proliferasi.
Kelenjar tubular yang tersusun rapi sejajar dengan sedikit sektresi.
Fase sekretoris
Setelah fase ovulasi, produksi progesterone menginduksi perubahan sekresi
endometrium. Tampak sekretori darivakuole dalam epitel kelenjar dibawah nucleus,
sekres maternal ke dalam lumen kelenjar dan menjadi berkelok- kelok.
Fase haid
Normal fase luteal berlangsung selama 14 hari. Pada akhir fase ini terjadi regresi korpus
luteum yang ada hubungannya dengan menurunnya preoduksi estrogen dan progesterone
ovarium. Penurunan ini diikuti oleh kontraksi spasmodic yang intensdari bagian arteri
spiralis kemudian endometrium menjadi iskemik dan nekrosis, terjadi pengelupasan
lapisan superficial endometrium dan terjadilah perdarahan.
Mucus servics
9
Setelah ovulasi progesterone diproduksi oleh korpus luteumyang efeknya berlawanan
dengan estrogen dan mucus serviks menjadi impermeable lagi, orifisium uteri eksternum
kontraksi.
10
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA MIOMA UTERI
3.1 DEFINISI
Mioma uteri merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat
yang menumpanginya, dikenal juga dengan sebutan fibroid ataupun leiomyoma.2
Mioma uteri dikenal juga dengan sebutan fibromioma, fibroid ataupun leiomioma
merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang
menumpanginya.3
Mioma uteri adalah tumor jinak otot polos uterus yang dilipat oleh pseudo kapsul, yang
berasal dari sel otot polos yang imatur. Dengan nama lain leiomioma, fibroid dan
fibromioma.3
Kejadian mioma uteri dilatarbelakangi oleh sejumlah faktor risiko, antara lain: faktor
endogen tubuh, misalnya ras, usia, pola hidup sedentair, faktor diet dan obesitas, pengaruh siklus
haid, dan status paritas serta penyakit komorbid.1
Risiko kejadian tumor akan meningkat 2,5 kali lipat pada keturunan pertama pasien mioma
uteri. Ras Afrika cenderung lebih sering mengalami mioma uteri dengan prevalensi terbanyak
kasus mioma multipel; gejala umumnya lebih berat serta lebih progresif. 1
Usia
Usia di atas 30 tahun meningkatkan risiko mioma uteri. Gaya Hidup Gaya hidup sedentary
menjadi faktor risiko karena peningkatan risiko obesitas dan pengaruhnya terhadap disregulasi
hormonal. 1
Diet
11
Makanan indeks glikemik tinggi dan tinggi asam lemak omega-3 terutama marine fatty acid
(MFA) akan meningkatkan kejadian tumor melalui jalur induksi hormonal akibat penumpukan
lemak. Studi klinis mengaitkan pertumbuhan sel tumor dengan konsumsi kafein dan alkohol,
karena kedua zat akan mempengaruhi kadar hormon namun perlu pembuktian lebih lanjut
dengan variasi demografi. 1
Overweight /Obesitas
Setiap pertambahan berat badan sebesar 10 kg, akan meningkatkan risiko mioma uteri
sebesar 21%. Penumpukan jaringan lemak >30% juga menjadi pemicu karena peningkatan
konversi androgen menjadi estrogen dan penurunan sex hormone binding globulin (SHBG). 7
Menarche Prematur dan Menopause Terlambat Menarche dini pada usia kurang dari 10 tahun
dan menopause terlambat akan meningkatkan risiko mioma uteri akibat sel rahim terus terpapar
estrogen. 1
Nulipara
Wanita yang belum pernah hamil berisiko terkena mioma uteri; dikaitkan dengan pengaruh
paparan hormon seks, estrogen, dan progesteron. 1
Kontrasepsi Hormonal
Penyakit Komorbid
Hipertensi, polycystic ovary syndrome (PCOS), dan diabetes merupakan tiga penyakit yang
umumnya berasosiasi dengan kejadian mioma.Peningkatan insulin dan IGF-I serta hiperandrogen
menjadi faktor pemicu PCOS dan diabetes, pada hipertensi terjadi pelepasan sitokin yang
merangsang proliferasi jaringan tumor. 1
Infeksi/Iritasi
Infeksi, iritasi, atau cedera rahim akan meningkatkan risiko mioma uteri melalui induksi
growth factor. 1
Stres
12
Pada stres terjadi pelepasan kortisol dan perangsangan hypothalamo-pituitaryadrenal gland
axis yang akan menyebabkan peningkatan estrogen dan progesteron.1
3.3 EPIDEMIOLOGI
Data epidemiologi menunjukkan bahwa 70% kasus terjadi pada usia 50 tahun, di mana
30- 40% kasus pada masa perimenopause dan 20- 25% kasus pada wanita usia reproduksi. 1
Global
Mioma uteri dapat mengenai semua ras, paling banyak pada ras kulit hitam (18%), 10% pada
wanita Hispanik, 8% menyerang wanita kulit putih, dan paling jarang mengenai wanita Asia.5
Sebagian besar kasus tidak bergejala sama sekali, hanya 30% kasus yang simptomatis.1
Sejumlah 80% mioma uteri multipel dan sekitar 10,7% terjadi pada wanita hamil. 1
Indonesia
Sampai saat ini data statistik nasional mioma uteri belum tersedia. Penelitian retrospektif di
Manado mendapatkan bahwa persentase terbanyak pada rentang usia 36-45 tahun dengan status
dominan nulipara. 1
Mortalitas
Mortalitas umumnya karena anemia berat akibat perdarahan hebat. Mortalitas akibat
komplikasi pembedahan 0,4-1,1 per 1000 operasi. 1
13
3.4 KLASIFIKASI
Sarang mioma di uterus dapat berasal dari serviks uteri (1-3%) dan selebihnya adalah dari
korpus uteri. Menurut tempatnya di uterus dan menurut arah pertumbuhannya, maka mioma
uteri dibagi 4 jenis antara lain:
1. Mioma submukosa
2. Mioma intramural
3. Mioma subserosa
4. Mioma intraligamenter
Jenis mioma uteri yang paling sering adalah jenis intramural (54%), subserosa (48%),
gangguan perdarahan. 4
14
Mioma submukosa umumnya dapat diketahui dari tindakan kuretase, dengan
adanya benjolan waktu kuret, dikenal sebagai currete bump dan dengan pemeriksaan
histeroskopi dapat diketahui posisi tangkai tumor.
Tumor jenis ini sering mengalami infeksi, terutama pada mioma submukosa pedinkulata.
Mioma submukosa pedinkulata adalah jenis mioma submukosa yang mempunyai tangkai.
Tumor ini dapat keluar dari rongga rahim ke vagina, dikenal dengan nama mioma geburt
atau mioma yang dilahirkan, yang mudah mengalami infeksi, ulserasi dan infark. Pada
beberapa kasus, penderita akan mengalami anemia dan sepsis karena proses di atas. 4
2. Mioma intramural
Terdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium. Karena pertumbuhan
tumor, jaringan otot sekitarnya akan terdesak dan terbentuk simpai yang mengelilingi
tumor. Bila di dalam dinding rahim dijumpai banyak mioma, maka uterus akan
mempunyai bentuk yang berbenjol-benjol dengan konsistensi yang padat. Mioma yang
terletak pada dinding depan uterus, dalam pertumbuhannya akan menekan dan
3. Mioma subserosa
Apabila mioma tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan
uterus diliputi oleh serosa. Mioma subserosa dapat tumbuh di antara kedua lapisan
15
Gambaran makroskopik mioma uteri:
Berkapsul
Berbatas tegas
Gambaran mikroskopik
Pada pembelahan jaringan mioma tampak lebih putih dari jaringan sekitarnya.
Pada pemeriksaan secara mikroskopik dijumpai se-sel otot polos panjang, yang
membentuk bangunan yang khas sebagai kumparan ( whorle like pattern). Inti sel
juga panjang dan bercampur dengan jaringan ikat. Pada pemotongan tranversal,
16
sel berbentuk polihedral dengan sitoplasma yang banyak mengelilinginya. Pada
pemotongan longitudinal inti sel memanjang, dan ditemukan adanya “mast cells”
diantara serabut miometrium sering diinterprestasi sebagai sel tumor atau sel
raksasa ( giant cells ).4,5,6
Perubahan sekunder
a. Atrofi sesudah menopause ataupun sesudah kehamilan berakhir mioma uteri menjadi
kecil.
b. Degenerasi hialin, perubahan ini sering terjadi terutama pada penderita usia lanjut.
Tumor kehilangan struktur aslinya menjadi homogen.Dapat meliputi sebagian besar
atau hanya sebagian kecil dari padanya seolah-olah memisahkan satu kelompok
serabut otot dari kelompok lainnya.
c. Degenerasi kistik, dapat meliputi daerah kecil maupun luas, sebagian dari mioma
menjadi cair, sehingga terbentuk ruangan-ruangan yang tidak teratur berisi seperti
agar-agar, dapat juga terjadi pembengkakan yang luas dan bendungan limfe sehingga
menyerupai limfangioma. Dengan konsistansi yang lunak tumor ini sukar dibedakan
dari kista ovarium atau suatu kehamilan.
d. Degenerasi membatu ( calcireous degeneration ), terutama terjadi pada wanita berusia
lanjut oleh karena adanya gangguan dalam sirkulasi. Dengan adanya pengendapan
garam kapur pada sarang mioma maka mioma menjadi keras dan memberikan
bayangan pada foto rontgen.
17
e. Degenerasi merah ( carneous degeneration ), perubahan ini biasanya terjadi pada
kehamilan dan nifas. Patogenesis diperkirakan karena suatu nekrosis subakut akibat
gangguan vaskularisasi. Pada pembelahan dapat terlihat sarang mioma seperti daging
mentah berwarna merah disebabkan oleh pigmen hemosiderin dan hemofusin.
Degenerasi merah tampak khas apabila terjadi pada kehamilan muda yang disertai
emesis dan haus, sedikit demam dan kesakitan, tumor dan uterus membesar dan nyeri
pada perabaan.Penampilan klinik seperti ini menyerupai tumor ovarium terpuntir atau
mioma bertangkai.
f. Degenerasi lemak, keadaan ini jarang dijumpai, tetapi dapat terjadi pada
degenerasi hialin yang lanjut, dikenal dengan sebutan fibrolipoma.
3.5 PATOFISIOLOGI
Sejumlah faktor dihubungkan dengan kejadian mioma uteri yang dikenal dengan nama lain
leiomioma uteri, yakni: hormonal, proses inflamasi, dan growth factor.1
Hormonal
Mutasi genetik menyebabkan produksi reseptor estrogen di bagian dalam
miometrium bertambah signifikan. Sebagai kompensasi, kadar estrogen menjadi
meningkat akibat aktivitas aromatase yang tinggi. Enzim ini membantu proses
aromatisasi androgen menjadi estrogen. Estrogen akan meningkatkan proliferasi sel
dengan cara menghambat jalur apoptosis, serta merangsang produksi sitokin dan platelet
derived growth factor (PDGF) dan epidermal growth factor (EGF). Estrogen juga akan
merangsang terbentuknya reseptor progesteron terutama di bagian luar miometrium.1
Progesteron mendasari terbentuknya tumor melalui perangsangan insulin like
growth factor (IGF-1), transforming growth factor (TGF), dan EGF. Maruo, dkk.
meneliti peranan progesteron yang merangsang proto-onkogen, Bcl-2 (beta cell
lymphoma-2), suatu inhibitor apoptosis dan menemukan bukti bahwa gen ini lebih
banyak diproduksi saat fase sekretori siklus menstruasi. Siklus hormonal inilah yang
melatarbelakangi berkurangnya volume tumor pada saat menopause.1
18
Teori lain yang kurang berkembang menjabarkan pengaruh hormon lain seperti
paratiroid, prolaktin, dan human chorionic gonadotropin (HCG) dalam pertumbuhan
mioma.1
Proses Inflamasi
Masa menstruasi merupakan proses inflamasi ringan yang ditandai dengan
hipoksia dan kerusakan pembuluh darah yang dikompensasi tubuh berupa pelepasan zat
vasokonstriksi. Proses peradangan yang berulang kali setiap siklus haid akan memicu
percepatan terbentuknya matriks ekstraseluler yang merangsang proliferasi sel. Obesitas
yang merupakan faktor risiko mioma ternyata juga merupakan proses inflamasi kronis;
pada penelitian in vitro, pada obesitas terjadi peningkatan TNF-α. Selain TNF-α,
sejumlah sitokin lain juga memiliki peranan dalam terjadinya tumor antara lain IL1, IL-6,
dan eritropoietin.1
Growth Factor
Beberapa growth factor yang melandasi tumorigenesis adalah epidermal growth
factor (EGF), insulin like growth factor (IGF I-II), transforming growth factor-B, platelet
derived growth factor, acidic fibroblast growth factor (aFGF), basic fibroblast growth
factor (bFGF), heparin-binding epidermal growth factor (HBGF), dan vascular
endothelial growth factor (VEG-F). Mekanisme kerjanya adalah dengan mencetak DNA-
DNA baru, induksi proses mitosis sel dan berperan dalam angiogenesis tumor. Matriks
ekstraseluler sebagai tempat penyimpanan growth factor juga menjadi faktor pemicu
mioma uteri karena dapat mempengaruhi proliferasi sel.1
Gejala klinik hanya rerjadi pada 35% - 50% penderita mioma. Hampir sebagian besar
penderita tidak mengetahui bahwa rerdapat kelainan di dalam uterusnya, terutama pada penderita
dengan obesitas. Keluhan penderita sangat tergantung pula dari lokasi atau jenis mioma yang
diderita. Berbagai keluhan penderita dapat berupa 9
Perdarahan abnormal uterus
19
Perdarahan menjadi manifestasi klinis utama yang terjadi pada 30% penderita.
Apabila dialami secara kronis dapat terjadi anemia defisiensi zat besi dan jika
berlangsung lama dan dalam jumlah yang besar sulit untuk dikoreksi dengan
suplementasi zat besi. Perdarahan pada mioma submukosa seringkali diakibatkan oleh
hambatan pasokan darah endometrium, tekanan dan bendungan pembuluh darah di area
tumor (terutama vena) atau ulsersi endometrium di atas tumor. Tumor bertangkai
seringkali menyebabkan trombosis vena dan nekrosis endometrium akibat tarikan dan
infeksi (vagina dan kavum uteri terhubung oleh tangkai yang keluar dari ostium serviks).
Dismenorea dapat disebabkan oleh efek tekanan, kompresi, termasuk hipoksia lokal
miometrium. 9
Nyeri
Nyeri lebih banyak terkait dengan proses degenerasi akibat oklusi pembuluh
darah, infeksi, torsi tangkai mioma atau kontraksi uterus sebagai upaya untuk
mengeluarkan mioma subserosa dari kavum uteri. Gejala abdomen akut dapat terjadi bila
torsi berlanjut dengan terjadinya infark atau degenerasi merah yang mengiritasi selaput
peritoneum (seperti peritonitis). 9
Gejala nyeri juga dikaitkan dengan ukuran mioma yang besar. Mioma yang besar
dapat menekan rektum sehingga menimbulkan sensasi untuk mengedan. Nyeri pinggang
dapat terjadi pada penderita mioma yang menekan persyarafan yang berjalan di atas
permukaan tulang pelvis.2,9
Efek penekanan
Mioma intramural sering dikaitkan dengan penekanan terhadap organ sekitar.
Parasitik mioma dapat menyebabkan obstruksi saluran cerna perlekatannya dengan
omentum menyebabkan strangulasi usus. Mioma serviks dapat menyebabkan sekret
serosanguinca vaginal, perdarahan, dispareunia, dan infenilitas. Bila ukuran tumor lebih
besar lagi, akan terjadi penekanan ureter, kandung kemih dan rektum.9
3.7 DIAGNOSIS
Diagnosis mioma uteri ditegakkan melalui anamnesis gangguan siklus haid dan
pemeriksaan fisik pembesaran perut. Ultrasonografi merupakan pemeriksaan penunjang rutin
untuk konfirmasi diagnosis.1
20
Anamnesis
Keluhan berupa lama haid memanjang dan perdarahan vagina di luar siklus haid;
biasanya lebih berat terutama pada mioma tipe submukosa. Gejala lain adalah nyeri perut
dan pinggang bawah saat menstruasi, sensasi kenyang, sering berkemih, sembelit, dan
nyeri saat berhubungan seksual. Keluhan penting adalah seringnya abortus spontan atau
sulit hamil terutama pada mioma submukosa. Mioma intramural dengan ukuran >2,5 cm
dapat mengganggu proses persalinan normal.1
Pemeriksaan fisik
Dijumpai kondisi anemis yang ditandai konjungtiva, tangan dan kaki pucat.
Volume tumor akan menyebabkan keluhan pembesaran perut.1
Pemeriksaan penunjang
Ultrasonografi merupakan pemeriksaan penunjang yang paling direkomendasikan
untuk diagnosis mioma uteri. Saat kondisi hamil, mioma sulit dibedakan dengan massa
adneksa yang lain sehingga pemeriksaan USG diperlukan. Jika sudah terdiagnosis mioma
tidak diperlukan pemeriksaan sonografi serial kecuali jika dicurigai adanya komplikasi.1,2
Gambar 8. USG pada uterus wanita hamil dengan leimioma yang besar. 9
21
pemeriksaan laboratorium darah untuk menentukan status anemia. Untuk menyingkirkan
potensi maligna, dianjurkan biopsi endometrium dan MRI.1
3.8 TATALAKSANA
Observasi
Observasi dilakukan jika pasien tidak mengeluh gejala apapun karena diharapkan
saat menopause, volume tumor akan mengecil.1
Medikamentosa
Diberikan untuk mengurangi perdarahan, mengecilkan volume tumor, dan sebagai
prosedur pre-operatif.1
22
keluhan akibat efek samping obat. Analog GnRH juga dapat digunakan pre-operatif
selama 3-4 bulan sebelum pembedahan.1
Preparat Progesteron
Preparat progesteron antara lain antagonis progesteron atau selective
progesterone receptor modulator (SPRM). Suatu studi prospektif acak menyimpulkan
bahwa pemberian mifepristone 25 mg sehari selama 3 bulan akan menurunkan ukuran
tumor sebesar 40%. Ukuran tumor menurun jauh lebih besar, sebesar 50%, pada
pemberian ulipristal 10 mg dengan durasi pengobatan yang sama. Berdasarkan
farmakodinamikanya, golongan obat ini juga digunakan pre-operatif. Kemudian, setelah
2-4 siklus pengobatan dianjurkan menggunakan levonorgestrelintrauterine devices (LNG
IUS) untuk mencegah relaps. IUD jenis ini juga direkomendasikan sebagai terapi mioma
intramural.1
Aromatase Inhibitor
Aromatase inhibitor terbagi dua jenis, yaitu aromatase inhibitor kompetitif yakni
anastrazole dan letrozole, dan senyawa inaktivator yakni exemestane. Kerja keduanya
hampir sama yakni menghambat proses aromatisasi yang merupakan dasar patogenesis
mioma.1
Asam Traneksamat
Asam traneksamat berfungsi membantu mengatasi perdarahan.4 Durasi
pemberian adalah selama 3-4 hari dalam sebulan.1
NSAID
Golongan NSAID digunakan untuk mengurangi nyeri dan perdarahan.1
Pembedahan
Histerektomi
Direkomendasikan untuk pasien berusia di atas 40 tahun dan tidak berencana
memiliki anak lagi. Histerektomi dapat dilakukan dengan metode laparotomi, mini
laparotomi, dan laparoskopi. Histerektomi vagina lebih dipilih karena komplikasi lebih
rendah serta durasi hospitalisasi lebih singkat.1
Miomektomi
23
Miomektomi direkomendasikan pada pasien yang menginginkan fertility sparing.
Miomektomi dapat dengan teknik laparotomi, mini laparotomi, laparoskopi, dan
histeroskopi. Teknik laparotomi dan mini laparotomy adalah tindakan yang paling sering
dilakukan, sedangkan laparoskopi paling jarang dilakukan karena lebih sulit.
Histeroskopi direkomendasikan pada mioma submukosa dengan ukuran tumor <3 cm
yang 50%-nya berada dalam rongga rahim dan pada mioma multipel. Akan tetapi,
komplikasi perdarahan pada teknik ini lebih besar dibanding histerektomi.1
3.8 KOMPLIKASI
Infertilitas
Komplikasi mioma yang paling meresahkan adalah infertilitas, namun masih
belum jelas apakah yang dimaksud ini adalah menurunkan kesuburan atau
mengakibatkan keguguran. Berdasarkan data di Amerika Serikat, infertilitas dapat terjadi
pada 2-3% kasus mioma uteri. Berdasarkan review dari 11 studi, didaptkan mioma
submukosa dapat menyebabkan infertilitas secara signifikan.1,9
Pada kehamilan
Pada kehamilan, jika plasenta menempel atau berdekatan dengan tumor akan
memicu keguguran, gangguan plasenta dan presentasi janin, prematuritas serta
perdarahan pascapersalinan. Tumor pada serviks atau pada bagian bawah uterus dapat
menghambat persalinan. Komplikasi pembedahan meliputi perdarahan, infeksi, dan
trauma pada organ sekitar. Akibat embolisasi dapat terjadi sindrom pasca-embolisasi
yang ditandai dengan keluhan nyeri, demam, dan ekspulsi tumor dari vagina. Setelah
miolisis dapat terjadi nyeri dan perdarahan.1,9
3.9 PROGNOSIS
Potensi keganasan mioma uteri sangat rendah tetapi dapat kambuh walau telah dilakukan
miomektomi. Mioma dapat menyebabkan infertilitas dan jika terjadi bersamaan dengan
kehamilan umumnya meningkatkan risiko persalinan sectio casesaria.1
Prognosis mioma asimptomatis umumnya baik karena tumor akan mengecil dalam 6
bulan sampai 3 tahun, terutama saat menopause. Mioma simptomatis sebagian besar berhasil
ditangani dengan pembedahan tetapi rekurensi dapat terjadi pada 15-33% pasca-tindakan
24
miomektomi. Setelah 5-10 tahun, 10% pasien akhirnya menjalani histerektomi. Pasca-
embolisasi, tingkat kekambuhan mencapai 15-33% kasus dalam 18 bulan sampai 5 tahun setelah
tindakan. Konsepsi spontan dapat terjadi pascamiomektomi atau setelah radioterapi. Pada
penelitian retrospektif, kejadian sectio caesaria meningkat pada wanita hamil dengan mioma
uteri karena kejadian malpresentasi janin, ketuban pecah dini, prematuritas, dan kematian janin
dalam kandungan.1
Mioma uteri bersifat jinak, risiko menjadi keganasan sangat rendah, hanya sekitar 10-
20% mioma berkembang menjadi leiomyosarcoma. Suatu studi menyimpulkan bahwa
transformasi maligna hanya terjadi pada 0,25% (1 dari 400 kasus) wanita yang telah menjalani
pembedahan. Keganasan umumnya dipicu oleh riwayat radiasi pelvis, riwayat penggunaan
tamoksifen, usia lebih dari 45 tahun, perdarahan intratumor, penebalan endometrium, dan
gambaran heterogen pada gambaran radiologis MRI.1
DAFTAR PUSTAKA
1. Novriani, Pika. 2020. Diagnosis dan Tatalaksana Mioma Uteri. CDKJournal. Vol.47.
No.3. P 196-200
2. Cunningham. et al. 2018. Williams Obstetrics (Edisi 25). Texas. McGraw-Hill Education.
P.2905-2909
3. Thomas EJ. The aetiology and phatogenesis of fibroids. In : Shaw RW. eds. Advences in
reproduktive endocrinology uterine fibroids. England – New Jersey : The Phartenon
Publishing Group, 1992 ; 1 – 8
4. Sivecney G.Mc, Shaw RW. Attempts at medical treatment of uterine fibroids. In : R.W.
Shaw, eds. Advences in reproductive endocrinology uterine fibroids. England – New
Jersey : The Phartenon Publishing Group, 1992 ; 95 – 101
25
5. Crow J. Uterine febroids : Histological features. In : Shaw RW, eds. Advances in
reproductive endocrinology uterine febroids. England – New Jersey : The Parthenon
Publishing Group, 1992; 21 – 33
6. Schwartz MS. Epidermiology of uterine leiomyomata. In : Chesmy M, Heather, Whary
eds. Clinical Obstetric and Ginecology. Philadelphia : Lippincott Williams and Willkins,
2001 ; 316 – 318
7. Prawirohardjo S, Hanifa W. Ilmu kandungan, edisi II. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawiroharjo, 2008; 13:338-345
8. Prawirohardjo S, Hanifa W. Ilmu Kebidanan, edisi IV. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawiroharjo, 2010; 10:130-136
9. Prawirohardjo, Sarwono. 2011. Ilmu Kandungan Edisi Ketiga. Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. P.274-279
26