T DENGAN
NIM: PO.71.3.202.18.1.066
TINGKAT: II.B
A. PENGERTIAN
Post Partum adalah masa yang dimulai dari persalinan dan berakhir kirakira setelah 6
minggu, tetapi seluruh alat genital baru pulih kembali seperti sebelum ada kehamilan dalam
waktu tiga bulan (Wiknjosastro, 2002: 237).
Masa nifas ( puerperium ) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai
sampai alat – alat kandungan kembali seperti pra-hamil. Lama masa nifas ini yaitu 6 – 8
minggu.(Rustam Mochtar,1998). Masa nifas adalah periode sekitar 6 minggu sesudah
melahirkan anak, ketika alat – alat reproduksi tengah kembali kepada kondisi normal.
( Barbara F. weller 2005 )
Nifas dibagi menjadi 3 yaitu pertama puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah
diperbolehkan berdiri dan berjalan, kedua adalah puerperium Intermedial yaitu kepulihan
menyeluruh alat-alat genital yang lamanya 6-8 minggu, ketiga adalah remote puerperium
yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna (Mochtar,R .1998:115).
Episiotomi adalah insisi pada perineum untuk memperbesar mulut vagina (Bobak, 2004:
244). dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa postpartum dengan episiotomi adalah
suatu masa yang dimulai setelah partus selesai dan berakhir kira-kira 6 minggu dimana pada
waktu persalinan dilakukan tindakan insisi pada perineum yang bertujuan untuk melebarkan
jalan lahir dan memudahkan kelahiran.
a) Episiotomi mediana, merupakan insisi yang paling mudah diperbaiki, penyembuhan lebih
baik, dan jarang menimbulkan dispareuni. Episiotomi jenis ini dapat menyebabkan ruptur
perinei totalis. 6
b) Episiotomi mediolateral, merupakan jenis insisi yang banyak digunakan karena lebih
aman.
c) Episiotomi lateral, tidak dianjurkan karena hanya dapat menimbulkan sedikit relaksasi
introitus, pendarahan lebih banyak, dan sukar direparasi.
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI
1) Anatomi Organ Reproduksi Wanita
Gambar 1. Organ Reproduksi Interna Pada Wanita (Sumber: Wiknjo Sastro, 2002).
Keterangan:
1) Vagina
2) Uterus
Uterus adalah organ muskuler yang berongga dan berdinding tebal yang sebagian tertutup
oleh peritoneum atau serosa. Berfungsi untuk implantasi, memberi perlindungan dan nutrisi
pada janin, mendorong keluar janin dan plasenta pada persalinan serta mengendalikan
pendarahan dari tempat perlekatan plasenta.
Bentuk uterus menyerupai buah pir yang gepeng dan terdiri atas dua bagian yaitu bagian
atas berbentuk segitiga yang merupakan badan uterus yaitu korpus dan bagian bawah
berbentuk silindris yang merupakan bagian fusiformosis yaitu serviks. Saluran ovum atau
tuba falopi bermula dari kornus (tempat masuk tuba) uterus pada pertemuan batas superior
dan lateral. Bagian atas uterus yang berada diatas kornus disebut fundus. Bagian uterus
dibawah insersi tuba falopi tidak tertutup langsung oleh peritoneum, namun merupakan
tempat pelekatan dari ligamentum latum. Titik semu serviks dengan korpus uteri disebut
isthmus uteri.
Bentuk dan ukuran bervariasi serta dipengaruhi usia dan paritas seorang wanita. Sebelum
pubertas panjangnya bervariasi antara 2,5−3,5 cm. Uterus wanita nulipara dewasa panjangnya
antara 6−8 cm sedang pada wanita multipara 9-10 cm. Berat uterus wanita yang pernah
melahirkan antara 50-70 gram, sedangkan pada wanita yang belum pernah melahirkan 80
gram atau lebih. Pada wanita muda panjang korpus uteri kurang lebih setengah panjang
serviks, pada wanita nulipara panjang keduanya kira-kira sama. Sedangkan pada wanita
multipara, serviks hanya sedikit lebih panjang dari sepertiga panjang total organ ini.
Bagian serviks yang berongga dan merupakan celah sempit disebut dengan kanalis
servikalis yang berbentuk fusiformis dengan lubang kecil pada kedua ujungnya, yaitu ostium
interna dan ostium eksterna. Setelah menopouse uterus mengecil sebagai akibat atropi
miometrium dan endometrim. Istmus uteri pada saat kehamilan diperlukan untuk
pembentukan segmen bawah rahim. Pada bagian inilah dinding uterus dibuka jika
mengerjakan section caesaria trans peritonealis profunda.
Suplay vaskuler uterus terutama berasal dari uteri aterina dan arteri ovarika. Arteri uterina
yang merupakan cabang utama arteri hipogastrika menurun masuk dasar ligamentum latum
dan berjalan ke medial menuju sisi uterus. Arteri uterina terbagi menjadi dua cabang utama,
yaitu arteri serviko vaginalis yang lebih kecil memperdarahi bagian atas serviks dan bagian
atas vagina. Cabang utama memperdarahi bagian bawah serviks dan korpus uteri. Arteri
ovarika yang merupakan cabang aorta masuk dalam ligamentum latum melalui ligamentum
infundibulopelvikum. Sebagian darah dari bagian atas uterus, ovarium dan bagian atas
ligamentum latum.dikumpulkan melalui vena yang didalam ligamentum latum, membentuk
pleksus pampiniformis yang berukuran besar, pembuluh darah darinya bernuara di vena
ovarika. Vena ovarika kanan bermuara ke vena cava, sedangkan vena ovarika kiri bermuara
ke vena renalis kiri.
Persyarafan terutama berasal dari sitem saraf simpatis, tapi sebagian juga berasal dari
sistem serebrospinal dan parasimpatis. Cabang-cabang dari pleksus ini mensyarafi uterus,
vesika urinaria serta bagian atas vagina dan terdiri dari serabut dengan maupun tanpa myelin.
Uterus disangga oleh jaringan ikat pelvis 9 yang terdiri atas ligamentum latum, ligamentum
infundi bolupel vikum, ligamentum kardialis, ligamentum rotundum dan ligamentum
uterosarkum. Ligamentum latum meliputi tuba, berjalan dari uterus ke arah sisi, tidak banyak
mengandung jaringan ikat. Ligamentum infundibolupelvikum merupakan ligamentum yang
menahan tuba falopi yang berjalan dari arah infundibulum ke dinding pelvis. Di dalamnya
ditemukan urat-urat saraf, saluran limfe, arteria dan vena ovarika. Ligamentum kardinale
mencegah supaya uterus tidak turun, terdiri atas jaringan ikat yang tebal dan berjalan dari
serviks dan puncak vagina ke arah lateral dinding pelvis. Di dalamnya ditemukan banyak
pembuluh darah antara lain vena dan arteria uterine. Ligamentum uterosakrum menahan
uterus supaya tidak bergerak, berjalan dari serviks bagian belakang, kiri dan kanan ke arah os
sacrum kiri dan kanan, sedang ligamentum rotundum menahan uterus antefleksi dan berjalan
dari sudut fundus uteri kiri dan kanan ke daerah ingunal kiri dan kanan.
A. Serviks Uteri
Serviks merupakan bagian uterus yang terletak di bawah isthmus di anterior batas atas
serviks yaitu ostium interna, kurang lebih tingginya sesuai dengan batas peritoneum
pada kandung kemih. Ostium eksterna terletak pada ujung bawah segmen vagina
serviks yaitu portio vaginalis. Serviks yang mengalami robekan yang dalam pada
waktu persalinan setelah sembuh bisa menjadi berbentuk tak beraturan, noduler, atau
menyerupai bintang. Serviks memiliki serabut otot polos, namun terutama terdiri dari
jaringan kolagen, jaringan elastin serta pembuluh darah. Selama 10 kehamilan dan
persalinan, kemampuan serviks untuk meregang merupakan akibat pemecahan
kolagen.Mukosa kanalis servikalis merupakan kelanjutan endometrium. Mukosanya
terdiri dari satu lapisan epitel kolumner yang menempel pada membran basalis yang
tipis.
B. Korpus Uteri
Dinding korpus uteri terdiri dari 3 lapisan, yaitu endometrium, miometrium dan
peritoneum.
1. Endometrium
Endometrium merupakan bagian terdalam dari uterus, berupa lapisan mukosa yang
melapisi rongga uterus pada wanita yang tidak hamil. Endometrium berupa membran
tipis berwarna merah muda, menyerupai beludru, yang bila diamati dari dekat akan
terlihat ditembusi oleh banyak lubang-lubang kecil yaitu muara kelenjar uterine.
Tebal endometrium 0,5−5 mm. Endometrium terdiri dari epitel permukaan, kelenjar
dan jaringan mesenkim antar kelenjar yang didalamnya terdapat banyak pembuluh
darah. Kelenjar uterine berbentuk tubuler dalam keadaan istirahat menyerupai jari
jemari dari sebuah sarung tangan. Sekresi kelenjar berupa suatu cairan alkalis encer
yang berfungsi menjaga rongga uterus tetap lembab.
2. Miometrium
3. Peritonium
Gambar 2: Organ Reproduksi Eksterna Pada Wanita ( Sumber: Wiknjo Sastro, 2002).
Keterangan :
1) Mons Veneris
Mons veneris adalah bagian menonjol diatas simfisis.Pada wanita dewasa ditutupi oleh
rambut kemaluan.pada wanita umumnya batas atasnya melintang sampai pinggir atas
simfisis,sedangkan ke bawah sampai sekitar anus dan paha.
Terdiri atas bagian kanan dan kiri, lonjong mengecil ke bawah,terisi jaringan lemak serupa
dengan yang ada di mons veneris.Ke bawah dan belakang kedua labia mayora bertemu dan
membentuk kommisura posterior.
Labia Minora adalah suatu lipatan tipis dari kulit sebelah dalam bibir besar.Ke depan kedua
bibir kecil bertemu dan membentuk diatas klitoris preputium klitoridis dan dibawah klitoris
frenulum klitoridis.Ke belakang kedua bibir kecil bersatu dan membentuk fossa navikulare.
Kulit yang meliputi bibir kecil mengandung banyak glandula sebasea dan urat saraf yang
menyebabkan bibir kecil sangat sensitif dan dapat mengembang.
4) Klitoris
Kira-kira sebesar kacang ijo tertutup oleh preputium klitoridis, terdiri atas glans klitoridis
,korpus klitoridis, dan dua krura yang menggantungkan klitoris ke os pubis.Glans klitoridis
terdiri atas 13 jaringan yang dapat mengembang ,penuh urat saraf dan amat sensitif.
5) Vulva
Bentuk lonjong dengan ukuran panjang dari muka ke belakang dan dibatasi dimuka oleh
klitoris, kanan dan kiri oleh kedua bibir kecil dan dibelakang oleh perineum; embriologik
sesuai sinus urogenitalis.Di vulva 1-1,5 cm di bawah klitoris ditemukan orifisium uretra
eksternum (lubang kemih) berbentuk membujur 4-5 mm dan .tidak jauh dari lubang kemih di
kiri dan kanan bawahnya dapat dilihat dua ostia skene.Sedangkan di kiri dan bawah dekat
fossa navikular terdapat kelenjar bartholin, dengan ukuran diameter ± 1 cm terletak dibawah
otot konstriktor kunni dan mempunyai saluran kecil panjang 1,5-2 cm yang bermuara di
vulva.Pada koitus kelenjar bartolin mengeluarkan getah lender.
Terletak di bawah selaput lendir vulva dekat ramus os pubis, panjang 3-4 cm ,lebar 1-2 cm
dan tebal 0,51- 1cm; mengandung pembuluh darah, sebagian tertutup oleh muskulus iskio
kavernosus dan muskulus konstriktor vagina.Saat persalinan kedua bulbus tertarik ke atas ke
bawah arkus pubis, tetapi bagian bawahnya yang melingkari vagina sering mengalami cedera
dan timbul hamatoma vulva atau perdarahan.
7) Introitus Vagina
Mempunyai bentuk dan ukuran berbeda , ditutupi selaput dara (hymen). Himen mempunyai
bentuk berbeda – beda.dari yang semilunar (bulan sabit) sampai yang berlubang- lubang atau
yang ada pemisahnya(septum);konsistensinya dari yang kaku sampai yang lunak sekali.
Hiatus himenalis (lubang selaput dara) berukuran dari yang seujung jari sampai yang mudah
dilalui oleh 2 jari.Umumnya himen robek pada koitus.Robekan terjadi pada tempat jam 5 atau
jam 7 dan sampai dasar selaput dara.Sesudah persalinan himen robek pada beberapa tempat.
8) Perineum
2) Fisiologi
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan disebut involusi.
Proses dimulai setelah plasenta keluar akibat konstraksi otot-otot polos uterus. Pada akhir
persalinan tahap III, uterus berada digaris tengah, kira-kira 2 cm dibawah umbilikus dengan
fundus bersandar pada promontorium sakralis. Ukuran uterus saat kehamilan enam minggu
beratnya kira- 15 kira 1000 gr. Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus kurang lebih 1 cm diatas
umbilikus. Fundus turun kira-kira 1-2 cm setiap 24 jam. Pada hari keenam fundus normal
berada dipertengahan antara umbilikus dan simfisis fubis. Seminggu setelah melahirkan
uterus berada didalam panggul sejati lagi, beratnya kira-kira 500 gr, dua minggu beratnya
350 gr, enam minggu berikutnya mencapai 60 gr (Bobak, 2004: 493).
2) Konstraksi Uterus
Intensitas kontraksi uterus meningkat segera setelah bayi lahir, diduga adanya penurunan
volume intrauterin yang sangat besar. Hemostatis pascapartum dicapai akibat kompresi
pembuluh darah intramiometrium, bukan oleh agregasi trombosit dan pembentukan
pembekuan. Hormon desigen dilepas dari kelenjar hipofisis untuk memperkuat dan
mengatur konstraksi. Selama 1-2 jam I pascapartumintensitas konstraksi uterus bisa
berkurang dan menjadi tidak teratur, karena untuk mempertahankan kontraksi uterus
biasanya disuntikkan aksitosan secara intravena atau intramuscular diberikan setelah
plasenta lahir (Bobak, 2004: 493).
3) Tempat Plasenta
Setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan, kontriksi vaskuler dan trombosis menurunkan
tempat plasenta ke suatu area yang meninggi dan bernodul tidak teratur. Pertumbuhan
endometrium menyebabkan pelepasan jaringan nekrotik dan 16 mencegah pembentukan
jaringan parut yang menjadi karakteristik penyembuhan luka. Proses penyembuhan
memampukan endometrium menjalankan siklusnya seperti biasa dan memungkinkan
implantasi untuk kehamilan dimasa yang akan datang. Regenerasi endometrium selesai
pada akhir minggu ketiga pascapartum, kecuali bekas tempat plasenta (Bobak, 2004: 493).
4) Lochea
Lochea adalah rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir, mula-mula berwarna merah lalu
menjadi merah tua atau merah coklat. Rabas mengandung bekuan darah kecil. Selama 2 jam
pertama setelah lahir, jumlah cairan yang keluar dari uterus tidak boleh lebih dari jumlah
maksimal yang keluar selama menstruasi. Lochea rubra mengandung darah dan debris
desidua dan debris trofoblastik. Aliran menyembur menjadi merah muda dan coklat setelah
3-4 hari (lochea serosa). lochea serosa terdiri dari darah lama (old blood), serum, leukosit
dan debris jaringan. Sekitar 10 hari setelah bayi lahir, warna cairan ini menjadi kuning
sampai putih (lochea alba). Lochea alba mengandung leukosit, desidua, sel epitel, mucus,
serum dan bakteri. Lochea alba bertahan selama 2-6 minggu setelah bayi lahir (Bobak, 2004:
494).
5) Serviks
Serviks menjadi lunak setelah ibu malahirkan. 18 jam pascapartum, serviks memendek dan
konsistensinya lebih padat 17 kembali kebentuk semula. Muara serviks berdilatasi 10 cm,
sewaktu melahirkan, menutup bertahap 2 jari masih dapat dimasukkan Muara serviks hari
keempat dan keenam pascapartum (Bobak, 2004: 495).
Estrogen pascapartum yang menurun berperan dalam penipisan mucosa vagina dan
hilangnya rugae. Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara bertahap
keukuran sebelum hamil, 6-8 minggu setelah bayi lahir . Rugae akan kembali terlihat pada
sekitar minggu keempat (Bobak, 2004:495).
7) Payudara
9) Sistem Endokrin
Selama postpartum terjadi penurunan hormon human placenta latogen (HPL), estrogen dan
kortisol serta placental enzime insulinase membalik efek diabetogenik kehamilan, sehingga
kadar gula darah menurun pada masa puerperium. Pada wanita yang tidak menyusui, kadar
estrogen meningkat pada 19 minggu kedua setelah melahirkan dan lebih tinggi dari wanita
yang menyusui pascapartum hari ke-17 (Bobak, 2004: 496).
Perubahan hormonal pada masa hamil (kadar steroid yang tinggi) turut menyebabkan
peningkatan fungís ginjal, sedangkan penurunan kadar steroid setelah wanita melahirkan
akan mengalami penurunan fungsi ginjal selama masa pascapartum. Fungsi ginjal kembali
normal dalam waktu 1 bulan setelah wanita melahirkan. Trauma terjadi pada uretra dan
kandung kemih selama proses melahirkan, yakni sewaktu bayi melewati hiperemis dan
edema. Kontraksi kandung kemih biasanya akan pulih dalam 5-7 hari setelah bayi lahir
(Bobak, 2004:497-498).
Ibu biasanya lapar setelah melahirkan sehingga ia boleh mengkonsumsi makanan ringan.
Penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap selama waktu yang singkat
setelah bayi lahir. Buang air besar secara spontan bisa tertunda selama tiga hari setelah ibu
melahirkan yang disebabkan karena tonus otot usus menurun selama proses persalinan dan
pada awal masa pascapartum. Nyeri saat defekasi karena nyeri diperinium akibat
episiotomi, laserasi, atau hemoroid (Bobak, 2004: 498).
Pada minggu ke-3 dan 4 setelah bayi lahir, volume darah biasanya turun sampai mencapai
volume sebelum hamil.Denyut jantung, volume sekuncup dan curah jantung meningkat
sepanjang hamil. Setelah wanita melahirkan meningkat tinggi selama 30-60 menit, karena
darah melewati sirkuit uteroplasenta kembali ke sirkulasi umum. Nilai curah jantung normal
ditemukan pemeriksaan dari 8-10 minggu setelah wanita melahirkan (Bobak, 2004:499-
500).
Adaptasi sistem muskuloskeletal ibu terjadi selama hamil berlangsung terbalik pada masa
pascapartum. Adaptasi membantu relaksasi dan hipermeabilitas sendi dan perubahan pusat
berat ibu akibat pembesaran rahim. Stabilisasi sendi lengkap pada minggu ke 6-8 setelah
wanita melahirkan (Bobak, 2004: 500-501).
Kloasma muncul pada masa hamil biasanya menghilang saat kehamilan berakhir;
hiperpigmentasi di aerola dan linea tidak menghilang seluruhnya setelah bayi lahir. Kulit
meregang pada payudara, abdomen, paha, dan panggul mungkin memudar tapi tidak hilang
seluruhnya. Kelainan pembuluh darah seperti spider angioma (nevi), eritema palmar dan
epulis berkurang sebagai respon penurunan kadar estrogen.Pada beberapa wanita spider
nevi bersifat menetap (Bobak, 2004: 501-502).
b. Adaptasi Psikologis Post Partum
Menurut Hamilton, 1995 adaptasi psikologis post partum dibagi menjadi beberapa fase
yaitu :
1) Fase Taking In ( dependent) Fase ini dimulai pada hari kesatu dan kedua setelah
melahirkan, dimana ibu membutuhkan perlindungan dan pelayanan pada tahap ini
pasien sangat ketergantungan.
2) Fase Taking Hold (dependent- independent) Fase ini dimulai pada hari ketiga setelah
melahirkan dan berakhir pada minggu keempat sampai kelima. Sampai hari ketiga
ibu siap menerima pesan barunya dan belajar tentang hal-hal baru, pada fase ini ibu
membutuhkan banyak sumber informasi.
3) Fase Letting Go (independent) Fase dimulai minggu kelima sampai minggu keenam
setelah kelahiran, dimana ibu mampu menerima tanggung jawab normal.
Sedangkan menurut Rusda (2004), penyebab dilakukan episiotomi berasal dari faktor ibu
maupun faktor janin.
D. PATOFISIOLOGI
Ibu dengan persalinan episiotomi disebabkan adanya persalinan yang lama: gawat janin
(janin prematur, letak sungsang, janin besar), tindakan operatif dan gawat ibu (perineum
kaku, riwayat robekan perineum lalu, arkus pubis sempit). Persalinan dengan episiotomi
mengakibatkan terputusnya jaringan yang dapat menyebabkan menekan pembuluh syaraf
sehingga timbul rasa nyeri dimana ibu akan merasa cemas sehingga takut BAB dan ini
menyebabkan Resti konstipasi.Terputusnya jaringan juga merusak pembuluh darah dan
menyebabkan resiko defisit volume cairan.Terputusnya jaringan menyebabkan resti infeksi
apabila tidak dirawat dengan baik kuman mudah berkembang karena semakin besar
mikroorganisme masuk ke dalam tubuh semakin besar resiko terjadi infeksi.
Ibu dengan persalinan dengan episiotomi setelah 6 minggu persalinan ibu berada dalam
masa nifas.Pada saat masa nifas ibu mengalami perubahan fisiologis dan psikologis.
Perubahan fisiologis pada ibu akan terjadi uterus kontraksi.Dimana kontraksi uterus bisa
adekuat dan tidak adekuat. Dikatakan adekuat apabila kontraksi uterus kuat dimana terjadi
adanya perubahan involusi yaitu proses pengembalian uterus ke dalam bentuk normal yang
dapat menyebabkan nyeri/ mules, yang prosesnya mempengaruhi syaraf pada uterus.
Dimana setelah melahirkan ibu mengeluarkan lochea yaitu merupakan ruptur dari sisa
plasenta sehingga pada daerah vital kemungkinan terjadi resiko kuman mudah
berkembang.Dikatakan tidak adekuat dikarenakan kontraksi uterus lemah akibatnya terjadi
perdarahan dan atonia uteri.Perubahan fisiologis dapat mempengaruhi payudara dimana
setelah melahirkan terjadi penurunan hormon 24 progesteron dan estrogen sehingga terjadi
peningkatan hormon prolaktin yang menghasilkan pembentukan ASI dimana ASI keluar
untuk pemenuhan gizi pada bayi, apabila bayi mampu menerima asupan ASI dari ibu maka
reflek bayi baik berarti proses laktasi efektif.sedangkan jika ASI tidak keluar disebabkan
kelainan pada bayi dan ibu yaitu bayi menolak, bibir sumbing, puting lecet, suplai tidak
adekuat berarti proses laktasi tidak efektif.
Pada perubahan psikologos terjadi Taking In, Taking Hold, dan Letting Go.Pada fase
Taking In kondisi ibu lemah maka terfokus pada diri sendiri sehingga butuh pelayanan dan
perlindungan yang mengakibatkan defisit perawatan diri.Pada fase Taking Hold ibu belajar
tentang hal baru dan mengalami perubahan yang signifikan dimana ibu butuh informasi
lebih karena ibu kurang pengetahuan.Pada fase Letting Go ibu mampu memnyesuaikan diri
dengan keluarga sehingga di sebut ibu yang mandiri, menerima tanggung jawab dan peran
baru sebagai orang tua.
E. MANIFESTASI KLINIS
a. Laserasi Perineum
biasanya terjadi sewaktu kepala janin dilahirkan, luas robekan didefinisikan
berdasarkan kedalaman robekan :
» Derajat pertama (robekan mencapai kulit dan jaringan)
» Derajat kedua (robekan mencapai otot-otot perineum)
» Derajat tiga (robekan berlanjut ke otot sfinger ari)
» Derajat empat (robekan mencapai dinding rektum anterior) .
b. Laserasi Vagina
Sering menyertai robekan perineum, robekan vagina cenderung mencapai dinding
lateral (sulci) dan jika cukup dalam, dapat mencapai levator ani.
c. Cedera Serviks
Terjadi jika serviks beretraksi melalui kepala janin yang keluar. Laserasi serviks akibat
persalinan terjadi pada sudut lateral ostium eksterna, kebanyakan dangkal dan
pendarahan minimal (Bobak, 2004: 344-345).
F. PENATALAKSANAAN
Perbaikan Episiotomi
a. Jika terdapat hematoma, darah dikeluarkan, jika tidak ada tanda infeksi dan
pendarahan sudah berhenti, lakukan penjahitan
b. Jika infeksi, buka dan drain luka
c. Jika infeksi mencapai otot dan terdapat nekrosis, lakukan debridemen dan berikan
antibiotika secara kombinasi sampai pasien bebas demam dalam 48 jam
(Prawirohardjo, 2002).
G. KOMPLIKASI
H. PATHWAY
Persalinan dengan episiotomy
Kurang informasi
4. Abdomen : Ada striae sedikit, DRA tidak dikaji, tidak ada massa pada
abdomen, bisng usus 18x/ menit , TFU : ± 2cm dibawah umbilikus.
5. Perineum : Keluar darah sedikit ± 40 cc , luka episiotomi masih basah,
keerahan,tidak ada oedema, ada bintik kebiruan, tidak ada nanah dan tidak ada
perdarahan, jenis jahitan jelujur., jumlah jahitan dalam dan luar tidak dikaji.
6. Anus : Tidak ada hemoroid
7. Ekstremitas : Tidak ada varises, akral dingin, tidak ada oedem, Homan’s sign
tidak dikaji.
8. TTV :
TD : 120/ 80 mmHg
S : 36,5ºC
P : 24x / menit
N : 82x / menit
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan sekunder
terhadap luka episiotomy
b. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan/kerusakan kulit
c. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan minimnya informasi tentang Breast
care
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1) Dx I, Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan
sekunder.
Tujuan : Mencegah atau meminimalkan rasa nyeri.
Kriteria hasil :
a. Nyeri berkurang atau hilang.
b. Ekspresi wajah rileks.
c. Pasien mampu melakukan tindakan dan mengungkapkan intervensi
untuk mengatasi nyeri dengan cepat.
d. Tanda-tanda vital normal (tekanan darah 120/ 80 mm Hg. Nadi 80- 88
x/ menit)
Intervensi :
a. Tentukan lokasi dan sifat nyeri.
Rasional : mengidentifikasikan kebutuhan-kebutuhan khusus dan
intervensi yang tepat
b. Inspeksi perbaikan perineum dan episiotomi
Rasional : dapat menunjukkan trauma berlebihan pada jaringan
perineal dan atau terjadinya komplikasi yang memerlukan evaluasi
atau intervensi lebih lanjut.
c. Ajarkan klien untuk duduk dengan mengkonstraksikan otot gluteal. 50
Rasional : penggunaan pengencangan gluteal saat duduk menurunkan
strees dan tekanan langsung pada perineum.
d. Berikan informasi tentang berbagai startegi untuk menurunkan nyeri,
misalnya teknik relaksasi dan distraksi.
Rasional : membantu memberikan rasa nyaman.
e. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik
Rasional : memberikan kenyamanan sehingga klien dapat
memfokuskan pada perawatan sendiri dan bayinya.
D. IMPLEMENTSI
Implementasi disesuaikan dengan intervensi
E. EVALUASI
A. PENGKAJIAN
Identitas Klien dan Penanggung Jawab
a) Identitas klien
Nama : Ny. T
Umur : 33 tahun
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl. Menoreh Raya XII no. 21 Sampangan - Semarang.
Diagnosa Medik : Partus spontan dgn episiotomi hari ke II,PIII A0
No Rm : 1158993
Tanggal Masuk : 8 Mei 2007, Jam 13.30 WIB
Tanggal Pengkajian : 9 Mei 2007, jam : 14.30 WIB
a) Keluhan utama
klien mengeluh nyeri pada perineum akibat episiotomi. Seperti kesemutan, cekit-
cekit dan perih. Skala nyeri 8.
b) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien hamil 38 minggu, G III PII A0, mengeluh kenceng-kenceng, keluar darah
berwarna coklat, flek-flek, kemudian klien pergi ke rumah Bidan dan
memeriksakannya, lalu oleh Bidan klien di sarankan untuk ke Rumah Sakit Dr.
Karyadi. Jam 07.10 WIB klien ke Rumah Sakit Dr. Karyadi (RSDK) di bagian
UGD lalu dipindah ke ruang B3-OBS, tanggal 8 Mei 2007 jam 09.10 WIB di
ruang VK klien melahirkan anak laki-laki, Apgar score: 10, BB: 3,1 kg, PB: 50
cm, LK: 34 cm, LD:32 cm, LL : 12cm.. Lama persalinan 6 jam 25 menit, kala I :
03.00-09.00, kala II : 09.00-09.10, kala III : 09.10- 09.25.
c) Riwayat Kesehatan Dahulu
Riwayat asma(-), hipertensi (-), demam berdarah (-), penyakit jantung (-)
1 Klien tampak klien mengatakan nyeri pada klien tampak meringis kesakitan
perineum akibat episiotomi skala 8, ketika
bergerak nyerinya seperti cekit-cekit dan
perih.
2 Klien mengatakan masih keluar darah dari adanya kemerahan dan nyeri tekan pada
jalan lahir seperti menstruasi perineum
3 klien mengatakan tidak tahu bagaimana terdapat luka episiotomi, keadaan vulva
melakukan perawatan payudara kotor, keluar lochea rubra ± 40 cc,cairan
berwarna merah, Hb:11,80 gr%, suhu:
36,5ºC
4
Klien sering bertanya bagaimana
melakukan perawatan payudara
ANALISIS DATA
DO :
No Diagnosis Perencanaan
Keperawatan
Tujuan Intervensi Rasional
1. klien dapat
mengerti
tentang cara
perawatan
payudara.
2. Klien mampu
melakukan
cara
perawatan
payudara.
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Jumat, 11 Mei
2007
Dx I
Jam 07.30
1. mengkaji keluhan
pasien
11.30
2. Mengukur TTV
Dx II
Jam 09.00
1. Mengajarkan pada S : Klien mengatakan
sudah paham
klien tentang cara-cara bagaimana cara
perawatan perineum melakukan perawatan
payudara
09.30
2. Mengobservasi luka
O : Klien belajar
episiotomy mendemontrasikan
10.30 perawatan payudara
A : Masalah teratasi
3. Menganjurkan pasien
sebagian
untuk mencuci
perineum dengan P : Lanjutkan intervensi:
sabun dari depan ke - anjurkan klien
belakang dan untuk melakukan breast
mengganti pembalut care tiap pagi hari.
jika sudah basah atau
sedikitnya tiap 4 jam
Dx III
11.30
1. Mengukur TTV
08.00
2. Mengajarkan
perawatan payudara
pada pasien
08.30
3. Mengkaji pengetahuan
klien tentang
perawatan payudara
11.00
4. Mengkaji produksi
ASI pada klien
11.15
5. Menganjurkan ibu
untuk melakukan
perawatan payudara
tiap pagi hari
REFERENSI : http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/2/jtptunimus-gdl-s1-2007-rositakuma-77-
POST+PAR-A.pdf