Pengertian
Post partum dapat disebut juga sebagai masa nifas pada ibu pasca melahirkan,
pada periode ini terjadi beberapa perubahan baik psikologi mauapun fisiologi
ibu (Indrayani, Asmuji & Wahyuni, 2016).
Post partum adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat – alat
kandungan kembali pada keadaan sebelum hamil, masa post partum berlangsung
selama kira – kira 6 minggu menurut Saleha (2013) dalam Wahyuningsih
(2019).
Masa nifas adalah masa dimulai setelah partus selesai dan berakhir kira – kira 6
minggu. Akan tetapi, seluruh alat genitalia baru pulih kembali seperti sebelum
kehamilan dalam waktu 3 bulan (Indrayani, 2013).
Dapat disimpulkan postpartum dapat disebut sebagai masa nifas yang dimulai
dari plasenta lahir dan berlangsung kurang lebih 6 minggu dan kembalinya alat
genitalia seperti sebelumnya selama 3 bulan dan dalam masa ini ibu mengalami
beberapa perubahan psikologi maupun fisiologi.
b. Uterus
Uterus merupakan suatu organ muscular berbentuk pir, organ yang
tebal dan berotot yang terletak di rongga pelvis, diantara vesical
urinaria dan rectum. Uterus terletak menggantung didalam pelvis
dengan jaringan ikat dan ligament. Panjang uterus kurang lebih 7,5 cm,
lebar 5 cm dan tebal 2,5 cm dan berat 50 g. Ukuran uterus tersebut akan
berbeda tergantung dengn usia dan riwayat kehamilan dan persalinan
yang telah dilalui. Pada anak – anak panjangnya 2-3cm, pada wanita
yang belum pernah melahirkan (nulipara) ukurannya 6-8 cm. Bagi yang
pernah melahirkan lebih dari tiga kali (multipara) ukurannya akan
mencapai 8-9 cm. Fungsi uterus adalah sebagai tempat implantasi,
retensi, serta nutrisi bagi janin. Saat persalinan dengan adanya kontraksi
myometrium (otot uterus) diikuti pembekuan serviks sehingga janin
dapat dilahirkan. Terdapat 3 bagian utama dari uterus yaitu :
1) Fundus uteri (dasar rahim) yaitu bagian uterus yang terletak di
antara kedua pangkal tuba fallopi.
2) Korpus uteri yaitu bagian uterus yang paling besar saat kehamilan,
berfungsi sebagai tempat janin berkembang. Rongga didalam
korpus uteri disebut kavum uteri (rongga rahim).
3) Serviks uteri yaitu bagian ujung serviks yang menuju puncak
vagina disebut parsio. Hubungan antara kavum uteri dan kanalis
servikalis disebut ostium uteri internum
Uterus memiliki dinding yang terbagi menjadi tiga bagian yaitu sebagai
berikut :
1) Endometrium
Lapisan luar yang terdiri dari jaringa epitel, kelenjar jaringan, dan
pembuluh darah. Lapisan ini berperan penting dalam siklus haid,
yaitu pada peluruhan strartum fungsional dari endometrium. Pada
saat kehamilan terjadi endometrium akan menebal, kelenjar
melebar, dan pembuluh darah bertambah banyak untuk
memberikan tempat yang nyaman dan hangat bagi janin serta
tercukupinya kebutuhan nutrisi untuk perkembangannya.
2) Myometrium
Myometrium merupakan lapisan otot yang tersusun atas otot polos
memanjang (longitudinal) di bagian luar dan otot polos luar dan
otot polos melingkar (sirkulasi) pada bagian alamnya yang
mendukung rongga rahim dapat membesar sesuai perkembangan
janin serta mampu menghasilkan gerakan mendorong saat bersalin
(kontraksi his).
3) Perimetrium visceral
Perimetrium visceral merupakan lapisan serosa yang terdiri atas
ligamentum yang menguatkan uterus, yaitu ligamentum cardinal
kiri dan kanan untuk mencegah uterus agar tidak turun, ligamentum
sakra uterium kiri dan kanan untuk menahan uterus agar tidak
banyak bergerak, ligamentum rotundum kiri dan kanan untuk
menahan agar uterus tetap dalam keadaan antofleksi, ligamentum
latum kiri dan kanan yang melingkupi tuba fallopi dan yang
terakhir ligamentum infundibula palvikum, yaitu ligamentum yang
menahan tuba fallopi.
c. Ovarium
Ovarium merupakan kelenjar berbentuk bulat telur terletak di sisi kanan
dan kiri uterus di bawah tuba uterine dan terikat oleh ligamentum latum
dibagian belakang. Beratnya 5-6 g, bagian dalamnya disebut medulla
ovary yang tersusun atas jaringan ikat serta mengandung banyak kapiler
darah dan serabut kapiler saraf. Bagian luarnya disebut korteks ovary
yang terdiri atas folikel – folikel berdinding epitelium dan berisi ovum.
Setiap bulan ovarium mengalami siklus yang menghasilkan ovum. Saat
siklus ini, ovum dilepaskan bersamaan dengan fase ovulasi yang dipicu
oleh lonjakan Luteinizing Hormone (LH) dan Follicle Stimulating
Hormone (FSH) secara tiba – tiba dan diikuti penurunan drastic
hormone sehingga folikel pecah dan ovum yang matang akan
dikeluarkan. Fungsi ovarium adalah untuk memproduksi ovum,
menghasilkan hormone estrogen, dan menghasilkan hormone
progesterone.
d. Tuba fallopi
Tuba fallopi merupakan saluran ovum yang berjalan lateral kiri dan
kanan. Panjangnya kira – kira 12 cm dengan diameter 3-8 mm. Tuba
fallopi terdiri atas tiga bagian yaitu pars interstisial sebagai bagian yang
terdapat didinding uterus, pars isthmus bagian medial tibia fallopi yang
sempit, pars ampularis yaitu bagian berbentuk saluran leher agak
melebar dan merupakan tempat terjadinya fertilisasi atau konsepsi
ovum oleh sperma, infundibulum bagian ujung tuba fallopi yang
terbentuk kearah rongga peritoneum dan mempunyai rumbai yang
disebut fimbriae untuk menangkap ovum yang matang saat terjadi
ovulasi di ovarium untuk kemudian disalurkan ke tuba fallopi. Fungsi
tuba fallopi adalah mengantarkan ovum dari ovarium ke uterus,
menyediakan tempat pembuahan, dan sebagai saluran ovum yang telah
dibuahi (zigot) menuju ke rahim.
3. Payudara
Payudara (mammae) merupakan organ penunjang yang penting bagi
seorang wanita. Letaknya dalam fasia superfisialis di daerah antara sternum
dan aksila. Bentuknya melebar dari iga kedu hingga iga ketujuh ( dibawah
kulit dan diatas otot dada). Manusia memiliki sepasang kelenjar payudara
yang beratnya mencapai 200 g. pada saat hamil beratnya akan bertambah
mencapai 600 g dan akan bertambah lagi pada saat menyusui hingga 800 g.
Kelenjar payudara sangat sensitive terhadap hormone estrogen dan
progesterone. Pembengkakan payudara sering kali merupakan tanda
pubertas sebagi respon atas kenaikan estrogen. Estrogen dan progesterone
bekerja sevara sinergis terhadap payudara, selama siklus haid
pembengkakan payudara terjadi pada fase luteal saat kadar progesterone
tinggi. Terdapat tiga bagian kelenjar payudara yaitu :
a. Korpus
Korpus terdiri atas jaringan kelenjar payudra, saluran air susu (ductus
laktifenus), jaringan ikat, lemak, pembuluh darah, saraf, dan pembuluh
limfe. Alveolus merupakan unit terkecil yang memproduksi susu.
b. Areola
Areola merupakan bagian kecoklatan (lebih berpigmen) disekeliling
putting susu. Bagian ini terdiri atas kelenjar monthomery yang
menghasilkan cairan berminyak untuk menjaga kesehatan kulit
disekitarnya dan melemaskan serta melindungi areola ketika menyusui.
Pada areola terdapat otot polos dan ujung – ujung serabut saraf. Fungsi
otot polos pada putting dan areola adalah untuk mengurangi permukaan
areola, menonjolkan putting, dan mengosongkan sinus laktiferus saat
menyusui
c. Putting susu
Putting susu merupakan bagian dari kulit payudara. Bagian ini memiliki
lubang sebanyak 15-20 lubang, sebagai saluran kelenjar air susu.
Putting susu mengandung ujung – ujung serabut saraf sensitive dan otot
polos yang berkontraksi bila ada rangsangan
C. Adaptasi Fisiologi
1. Sistem musculoskeletal
Adaptasi sistem musculoskeletal pada ibu yang terjadi selama masa hamil
berlangsung secara terbalik pada masa post partum. Adaptasi ini mencakup
hal – hal yang membantu relaksasi dan perubahan ibu akibat pembesaran
rahim (indrayani, asmuji & wahyuni, 2016). Otot – otot uterus berkontraksi
segera setelah melahirkan yang mengakibatkan terhimpitnya pembuluh
darah yang berada di antara otot uterus yang dapat menghentikan
perdarahan setelah plasenta dilahirkan (Aritonang & Simanjuntak, 2021).
Ligament - ligament, fasia, diafragma pelvis yang merupakan jaringan
penunjang alat genitalia meregang saat kehamilan berangsur – angsur akan
mengecil seperti semula (wahyuningsing, 2019). Setelah melahirkan
terkadang wanita mengeluhkan kandungnnya turun, kondisi ini dikarenakan
jaringan penunjang alat genitalia menjadi kendur dan jatuh kebelakang.
Stabilitasi secara sempurna terjadi pada 6-8 minggu setelah persalinan
(Aritonang & Simanjuntak, 2021).
2. Sistem endokrin
Terjadi adaptasi terhadap hormone ibu pada saat setelah melahirkan dengan
saat kehamilan yaitu sebagai berikut (Zubaidah dkk, 2021):
a. Hormon plasenta
Selama masa postpartum terjadi perubahan hormone yang besar.
Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan signifikan hormone –
hormon yang di produksi oleh organ – oragan dalam tubuh seperti
penurunan human placental lactogen (HPL), estrogen dan kortisol, serta
placental enzyme insulinase membalik efek diabetogenik kehamilan,
sehingga kadar gula darah menurun secara yang bermakna pada masa
postpartum
b. Hormone hipofisis dan fungsi ovarium
Waktu di mulainya menstruasi pada wanita menyusui berbeda. Kadar
prolactin serum yang tinggi pada wanita menyusui tampaknya berperan
dalam menekan ovulasi, karena ovarium tidak berespon terhadap
stimulus FSH (Follicle-Stimulating Hormone) kadar prolactin
meningkat.
3. Sistem kardiovaskuler
Pada persalinan normal ibu melahirkan kehilangan darah sekitar 200-500
ml, sedangkan pada persalinan dengan secar kehilangan darah dua kali lebih
banyak. akibat kehilangan darah ini menyebabkan perubahan pada volume
darah dan kadar meatokrit. Setelah melahirkan volume darah ibu relatif
meningkat, dimana keadaan ini akan menyebabkan beban pada jantung ibu
dan akan mengakibatkan gagalnya jantung dalam mempertahankan
peredaran darah sesuai dengan kebutuhan tubuh. Keadaan tersebut dapat
diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan tumbuhnya hemokonsentrasi
sehingga volume darah kembali seperti sedia kala. Umumnya, ini akan
terjadi pada 3-5 hari postpartum (Aritonang & Simanjuntak, 2021).
Sedangkan menurut Zubaidah dkk (2021) dalam sistem kardiovaskuler
terjadi perubahan pada volume darah dan curah jantung pada ibu postpartum
yaitu :
a. Volume darah
Perubahan volume darah tergantung pada beberapa faktor, misalnya
kehilangan darah selama melahirkan dan mobilisasi serta pengeluaran
cairan ekstravaskuler (edema fisiologis).
b. Curah jantung
Denyut jantung volume sekuncup dan curah jantung meningkat
sepanjang masa kehamilan dan setelah melahirkan akan lebih tinggi
selama 30 sampai 60 menit karena darah yang biasanya melintas sirkuit
etroplasenta tiba – tiba kembali ke sirkulasi umum.
c. Tanda – tanda vital
Pada wanita postpartum suhu tubuh naik kurang lebih 0,5 ℃ dan
setelah 2 jam postpartum akan kembali normal, sedangkan pada
pengukuran nadi jika terdapat takikardi atau brakdikardi diresikokan
terjadinya perdarahan (Wahyuningsih, 2019). Sedangkan peningkatan
darah sistol maupun diastole dapat timbul dan berlangsung selama
sekitar empat hari setelah wanita melahirkan (Indriyanim, asmuji &
wahyuni, 2016).
4. Sistem hematologi
Pada periode postpartum jumlah hemoglobin, hematocrit dan eritrosit
bervariasi, hal ini disebabkan karena volume darah dan tingkat volume
darah yang berbeda – beda. Tingkat ini dipengaruhi oleh status gizi dan
hidrasi dari wanita tersebut. Penurunan volume dan peningkatan sel darah
pada kehamilan diasosiasikan dengan peningkatan hematocrit dan
hemoglobin pada hari ke 3-7 postpartum dan akan normal dalam 4-5
minggu post partum. Jumlah kehilangan darah selama masa persalinan
kurang lebih 200-500 ml, minggu pertama postpartum berkisar 500-800 ml
dan selama sisa masa nifas berkisar 500 ml (Aritonang & Simanjuntak,
2021).
5. Sistem pencernaan
Ibu akan merasa lapar setelah 2 jam postpartum, kecuali jika terdapat
komplikasi pada persalinan. Konstipasi terjadi karena psikis takut BAB
karena ada luka jahit perineum (wahyuningsing, 2019).
Sedangkan menurut Zubaidah dkk (2021) pada sistem pencernaan dengan
post partum mengalami perubahan sebagai berikut :
a. Nafsu makan
Ibu biasanya setelah melahirkan di perbolehkan untuk mengkonsumsi
makanan ringan dan setelah benar – benar pulih dari efek analgesia,
anesthesia, dan keletihan, kebanyakan ibu merasa lapar. Permintaan
untuk memperoleh makanan dua kali lebih besar dari jumlah yang biasa
dikonsumsi disertai konsumsi cemilan yang sering.
b. Motilitas
Secara khas penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap
selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan
anastesi bisa memperlambat pengembalian tonus dan motalitas ke
keadaan normal.
c. Defekasi
Buang air besar secara spontan bisa tertunda selama dua sampai tiga
hari setelah ibu melahirkan. Keadaan ini bisa disebabkan karena tonus
otot usus menurun selama proses persalinan dan pada awal masa
pascapartum. Ibu biasanya merasakan nyeri di perineum akibat
episiotomy, laserasi atau hemoroid. Kebiasaan buang air besar yang
teratur perlu di capai kembali setelah tonus usu kembali normal.
6. Sistem perkemihan
Pada masa hamil terjadi perubahan hormonal dimana kadar steroid yang
tinggi menyebabkan peningkatan fungsi ginjal, sedangkan setelah wanita
melahirkan kadar steroid mengalami penurunan yang disebabkan oleh
penurunan fungsi ginjal. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu
bulan setelah wanita melahirka. Diperkirakan 2 -8 minggu mengalami
dilatasi ureter serta pelvis ginjal kembali keadaan sebelum hamil (Zabaidah
dkk, 2021). Menurut wahyuningsih (2019) selama kehamilan pelvis ginjal
mengalami peregangan dan dilatasi dan kondisi ini akan kembali normal
pada minggu ke 4 postpartum. Kurang dari 40% wanita post partum
mengalami proteinuria non patologis, kecuali pada kasus preeklamsia
(wahyuningsing, 2019).
8. Abdomen
Abdomen akan terlihat menonjol ketika wanita berdiri di hari pertama
setelah melahirkan dan tampak seperti masih hamil. Diperkirakan sekitar 6
minggu untuk dinding abdomen kembali ke keadaan sebelum hamil
(indrayani, asmuji & wahyuni, 2016). Setelah melahirkan jika terdapat striae
pada dinding abdomen tidak dapat dihilangkan sempurna dan berubah jadih
putih (striae albicans). Evaluasi tonus otot abdomen untuk menentukan
diastasis (derajat pemisahan otot rektus abdominalis). Setiap wanita
mempunyai 3 set otot abdominalis yaitu rectus abdominalis otot paling luar,
oblique, transverse. Pada saat hamil otot dan persendian menjadi rileks
untuk persiapan melahirkan. Ketika otot rectus abdomen makin terpisah dan
linea alba makin mulur kesamping dan menjadi sangat tipis, pemisah otot
ini disebut dilatasis (Wahyuningsih, 2019).
D. Adaptasi Psikologi
Beberapa penulis mengatakan dalam minggu pertama setelah melahirkan,
banyak wanita menunjukan gejala – gejala psikiatrik, terutama gejala depresi
dari ringan sampai berat serta gejala nerosis traumatic. Biasanya ibu dapat
sembuh kembali tanpa atau dengan pengobatan. Jadi hal yang perlu
diperhatikan, yaitu adaptasi psikososial pada masa pascapersalinan (Indrayani,
2013). Dalam menjalani adaptasi tersebut ibu melalui fase – fase sebagai
berikut:
1. Fase taking in
Fase taking in merupakan periode tergantungan yang di alami oleh ibu
postpartum, fase ini berlangsung dari hari pertama sampai hari ke dua
setelah melahirkan. Ibu terfokus pada dinya sendiri, sehingga cenderung
pasif terhadap lingkungannya. Ketidaknyamanan yang dialami antara lain
rasa mules, nyeri pada luka jahitan, kurang tidur, kelelahan. Oleh karena itu
dalam kondiri tersebut ada hal yang harus diperhatikan yaitu istirahat yang
cukup bagi ibu, asupan nutrisi yang baik, dan komunikasi yang baik. Pada
fase ini ibu juga beresiko mengalami gangguan psikologi yaitu kekecewaan
pada bayinya, ketidaknyamanan sebagai akibat dari perubahan fisik yang
dialami, rasa bersalah karena belum bisa menyusui bayinya dan kritikan
suami atau keluarga tentang perawatan bayinya (Aritonang & Simanjuntak,
2021).
2. Fase taking hold
Fase taking hold berlangsung antara 3-10 hari melahirkan. Ibu merasa
khawatir akan ketidak mampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam
merawat bayi. Selain itu, perasaannya sangat sensitive sehingga mudah
tersinggung jika komunikasinya kurang tepat. Oleh karena itu, pada fase ini
merupakan kesempatan yang baik untuk menerima berbagai penyuluhan
dalam merawat diri dan bayinya sehingga tumbuh rasa percaya diri
(Indrayani, 2013).
3. Fase letting go
Fase letting go dimulai dari 10 hari setelah ibu melahirkan. Fase ini
merupakan fase dimana ibu mulai menerima tanggung jawabnya sebagai
seorang ibu dan dapat menyesuaikan diri dengan kebutuhan bayinya. fase
ini juga akan terjadi peningkatan akan perawatan diri dan bayinya, ibu mulai
percaya diri akan peran barunya, ibu lebih mandiri dalam memenuhi
kebutuhan dirinya serta bayinya. Dukungan suami dan keluarga dapat
membantu merawa bayi. Kebutuhan akan istirahat masih diperlukan ibu
untuk menjaga kondisi fisiknya. Hal – hal yang harus dipenuhi selama masa
nifas adalah sebagai berikut (Aritonang & Simanjuntak, 2021):
1) Fisik : istirahat, asupan gisi, lingkungan bersih
2) Psikologi : dukungan dari keluarga sangat diperlukan
3) Sosial : perhatian, rasa kasih sayang, menghibur ibu saat sedih dan
menemani saat ibu merasa kesepian
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada ibu post partim ialah :
1. Pemeriksaan darah lengkap dengan melihat hasil hemoglobin (Hb) atau
hematocrit (Ht) berfungsi untuk mengkaji perubahan dari kadar pra operasi
dan mengevaluasi efek dari kehilangan darah pada pembedahan.
2. Pemeriksaan urinalis untuk melihat kultur urine dan pemeriksaan tambahan
didasarkan pada kebutuhan individual (Wahyuningsih, 2019).
G. Pengkajian
Pengkajian postpartum normal pada ibu hamil yaitu (Wahyuningsih, 2019):
a. Pengkajian data dasar klien
Meninjau ulang catatan prenatal dan intraoperative dan adanya indikasi
untuk kelahiran abnormal. Adapun cara pengumpulan data meliputi
observasi, wawancara, pemeriksaan fisik yaitu mulai inspeksi, palpasi,
auskultasi dan perkusi.
b. Identitas klien
Identitas klien meliputi : nama, usia, status perkawinan, pekerjaan, agama,
pendidikan, suku, Bahasa, yang digunakan, sumber biaya, tanggal masuk
rumah sakit dan jam, tanggal pengkajian, alamat rumah. Identitas suami,
usia, pekerjaan, agama, pendidikan, suku.
c. Riwayat keperawtan
1) Riwayat kesehatan
Data yang perlu dikaji antara lain : keluhan utama saat masuk rumah
sakit, faktor – faktor yang mungkin mempengaruhi, adapun yang
berkaitan denngan diagnosa yang perlu dikaji adalah peningkatan
tekanan darah, eliminasi, mual atau muntah, penambahan berat badan,
edema, pusing, sakit kepala, diplopia, nyeri epigastric.
2) Riwayat kehamilan
Informasi yang dibutuhkan adalah para dan gravida kehamilan yang
direncanakan, masalah saat hamil atau ante natal care (ANC) dan
imunisasi yang diberikan pada ibu selama hamil
3) Riwayat melahirkan
Data yang harus dikaji adalah tanggal melahirkan, lamanya persalinan,
posisi fetus, tipe melahirkan, analgetik, masalah selama melahirkan
jahitan pada perineum dan perdarahan.
4) Data bayi
Data yang harus dikaji meliputi jenis kelamin, dan berat badan bayi.
Kesulitan dalam melahirkan, apgar score, untuk menyusun atau
pemberian susu formula dan kelainan kogenital yang tampak pada saat
dilakukan pengkajian
5) Pengkajian masa post partum dilakukan meliputi keadaan umum. Tingkat
aktivitas setelah melahirkan, gambaran lochea, keadaan perineum,
abdomen, payudara, episiotomy, kebersihan menyusui dan respon orang
terhadap bayi.
d. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada ibu masa post partum atau pasca
partum yaitu :
1) Rambut : mengkaji kekuatan rambut klien karena diet yang baik
selama masa hamil akan berpenaruh pada kekuatan dan kesehatan
rambut
2) Muka : mengkaji adanya edema pada muka yang dimenifestasikan
dengan kelopak mata yang bengkak atau lipatan kelopak mata bawah
menonjol
3) Mata : mengkaji warna konjungtiva bila berwarna merah dan basah
berarti normal, sedangkan berwarna pucat berarti ibu mengalami
anemia, dan jika konjungyiva kering maka ibu mengalami dehidrasi
4) Payudara : mengkaji perbesaran ukuran, bentuk, konsistensi, warna
payudara dan mengkaji kondisi putting, kebersihan putting, inspeksi
bentuk perut ibu memngetahui adanya distensi pada perut, palpasi
juga tinggi fundus uterus, konsistensi serta kontraksi uterus.
5) Lochea : mengkaji lochea yang meliputi karakter, jumlah warna,
bekuan darah yang keluar dan baunya
6) Sistem perkemihan : mengkaji kemih dengan palpasi dan perkusi
untuk menentukan adanya distensi pada kandung kemih yang
dilakukan pada abdomen bagian bawah
7) Perineum : pengkajian dilakukan dengan menempatkan ibu pada
posisi senyaman mungkin dan tetap menjaga privasi dengan inspeksi
adanya tanda - tanda “REEDA” ( rednes/kemerahan,
echimosis/perdarahan, edema/bengkak, discharge/perubahan lochea,
approximation/pertautan jaringa).
8) Ekstermitas bawah : ekstermitas bawah dapat bergerak bebas,
kadang ditemukan edema, varises pada tungkai kaki, ada atau
tidaknya tromboflebitis karena penurunan aktivitas dan reflek patella
baik
H. Diagnosa Keperawatan
Dalam zubaidah dkk (2021) diagnosa keperawatan yang dapat dingkat pada ibu
post partum ialah :
1. Nyeri berhubungan dengan kontraksi uterus, episiotomy, laserasi, hemoroid,
pembengkakan payudara, insisi bedah
2. Resiko infeksi berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang cara
perawatan vulva
3. Gangguan pola eliminasi bowel berhunbungan dengan adanya konstipasi
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan respons hormonal psikososial,
proses persalinan dan proses melahirkan
5. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
I. Intervensi Keperawatan
Menurut North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) dalam
zubaidah dkk (2021), perencanaan keperawatan pada ibu post partum normal
sebagai berikut:
1. Nyeri b/d kontraksi uterus, episiotomi, laserasi, hemaroid, pembengkakan
payudara, insisi bedah. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan
nyeri dapat berkurang dengan kriteria hasil : klien mengatakan nyeri
berkurang dengan skala nyeri 2-3, klien terlihat rileks, ekspresi wajah tidak
tegang, klien bisa tidur nyaman, tanda-tanda vital dalam batas normal : suhu
36-37oC, nadi 60-100x/m, RR 16-20x/m, TD 100/70 mmHg. Intervensi :
pengkajian komprehensif (lokasi, durasi, kualitas, karakteristik,berat nyeri
dan faktor pencetus) untuk mengurangi nyeri, pilih dan implementasikan
tindakan yang beragam (farmakologi dan nonfarmakologi) untuk penurunan
nyeri sesuai dengan kebutuhan, ajarkan teknik non farmakologis untuk
pengurangan nyeri, kolaborasi untuk memberikan obat sesuai dengan
kebutuhan pasien.
2. Risiko infeksi b/d kurang pengetahuan tentang cara perawatan vulva Tujuan
: seelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi infeksi, pengetahuan
bertambah dengan kriteria hasil : klien menyertakan perawatan bagi dirinya,
klien bisa membersihkan vagina dan pereniumnya secara mandiri.
Perawatan pervagina berkurang, vulva bersih dan tidak infeksi, tidak ada
perawatan, vital sign dalam batas normal. Intervensi : ajarkan cara cuci
tangan untuk mencegah terjadi infeksi, bersihkan daerah genetalia untuk
tidak terjadinya infeksi pada daerah genetalia, ganti pakaian dalam dan
pembalut jika sudah kotor dan penuh agar tidak ternyadinya penyakit kulit.
3. Gangguan pola eliminasi bowel b/d adanya konstipasi. Tujuan : kebutuhan
eliminasi pasien terpenuhi dengan kriteria hasil : pasien mengatakan sudah
buang air besar (BAB), pasien mengatakan tidak konstipasi, pasien
mengatakan perasaan nyaman. Intervensi :auskultasi bising usus untuk
penurunan peristaltik usus menyebabkan konstipasi, observasi adanya nyeri
abdomen karena nyeri abdomen menimbulkan rasa takut untuk BAB,
anjurkan pasien makan makanan tinggi serat karena makanan tinggi serat
melancarkan BAB, anjurkan pasien banyak minum terutama air putih
hangat karena mengkonsumsi air hangat melancarkan BAB, kolaborasi
pemberian laksatif (pelunak feses)untuk merangsang peristaltik usus dengan
perlahan atau evakuasi Feses.
4. Gangguan pola tidur b/d respon hormonal psikososial, proses persalinan dan
proses melahirkan. Tujuan : istirahat tidak terpenuhi dengan kriteria hasil :
mengidentifikasikan penilaian untuk mengakomodasi perubahan yang
diperlukan terhadap anggota keluarga baru. Intervensi :ciptakan lingkungan
yang tenang untuk mendorong istirahat dan tidur, dorong klien untuk
mengambil posisi yang nyaman, gunakan teknik relaksasi untuk bisa dapat
membantu mempermudah tidur.
5. Defisiensi Pengetahuan b/d kurang informasi. Tujuan : setelah dilakukan
tindakan keperawatan pasien dapat meningkatkan pemeliharaan kesehatan
dengan kriteria hasil : pasien dapat memahami dan mengerti tentang
pentingnya kesehatan dan perawatan. Intervensi : tumbuhkan sikap saling
percaya dan perhatian, pilih strategi pengajaran (diskusi,demonstrasi) yang
tepat untuk gaya pembelajaran secara individual, ajarkan ketrampilan yang
dipelajari pasien harus masukkan ke dalam gaya hidup seharihari.
J. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan dapat disesuaikan dengan intervensi yang telah
ditetapkan (zubaidah, 2021)
K. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan perkembangan kesehtan klien terhadap
tindakan dalam pencapaian tunjuan sesuai rencana yang telah ditetapkan dan
merevisi data dasar dan perencanaan (SLKI, 2019).
DAFTAR PUSTAKA