Anda di halaman 1dari 29

Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Gangguan Pernafasan (TBC)

Nama kelompok :

1. Adelia Rahmawati Maulida (201901002)


2. Azza Nita Rahayu (201901009)
3. Bella Agusti Maleva (201901010)
4. Lintang Dwina Arisanti (201901028)
5. Nabila Ayuningtias (201901029)

Jakarta

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan karunia-Nya penulis
dapat menyelesaikan ASKEP yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA
DENGAN GANGGUAN PERNAFASAN (TBC)”. Meskipun banyak hambatan yang penulis
alami berkat kerja sama dari teman-teman, ASKEP ini dapat selesai tepat pada waktunya. Tidak
lupa penulis sampaikan terimakasih kepada pihak yang sudah membantu dalam pembuatan
ASKEP ini. Penulis menyadari bahwa ASKEP ini masih jauh dari kata sempurna dan perlu
pendalaman lebih lanjut. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini.

Penulis
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada usia lanjut terjadi perubahan anatomi-fisiologi dan dapat timbul pula penyakit-
penyakit pada sistem pernafasan. Usia harapan hidup lansia di Indonesia semakin
meningkat karena pengaruh status kesehatan, status gizi, tingkat pendidikan, ilmu
pengetahuan dan sosial ekonomi yang semakin meningkat sehingga populasi lansia pun
meningkat. Pada tahun 2010 jumlah warga lanjut usia (lansia) di Indonesia akan
mencapai 19.079.800 jiwa ( BAPPENAS, BPS, UNFPA 2005 )pada tahun 2014 akan
berjumlah 22.232.200 jiwa atau 9,6 % dari total penduduk dan pada tahun 2025 akan
meningkat sampai 414 % dibandingkan tahun 2004.

Fungsi primer dari sistem pernafasan adalah menghantarkan udara masuk dan keluar dari
paru sehingga oksigen dapat dipertukarkan dengan karbondiaoksida. Sistem pernafasan
atas meliputi hidung, rongga hidung, sinus-sinus, dan faring. 
Sistem pernafasan bawah meliputi trakhea, bronkus-bronkus, dan paru.

Rongga thoraks tersusun atas susunan tulang iga yang membatasi (sebagai dinding) dan


diafragma (sebagai lantai). Mediastinum membagi dua rongga pleura. Tiap paru terletak
di dalam saturongga pleura, yang dilapisi dengan membran serosa disebut
pleura. Pleura parietal menutupi permukaan dalam dinding thoraks dan meluas hingga
diafragma dan mediastinum. Pleura viseralis menutupi permukaan
luar  paru dan meluas hingga fisura antara lobus. Membran pleura mensekresi cairan
pleura dalam jumlah sedikit, yang menciptakan kelembaban danmantel licin untuk
lubrikasi saat bernafas. Paru terbagi atas beberapa lobus yang terpisah dengan jelas. Paru
kanan terdiri dari tiga lobus = lobus superior, media dan inferior. Paru kiri hanya
memiliki dua lobus lobus superior, dan inferior. 
Menurut ilmu demografi Indonesia dalam masa transisi demografi yaitu perubahan pola
penduduk berusia muda ke usia tua. Infeksi saluran nafas bagian bawah akut dan
tuberculosis paru menduduki 5 penyakit terbanyak yang diderita oleh masyaratakat.
Gangguan system respirasi merupakan gangguan yang menjadi masalah besar di dunia
khususnya Indonesia diantaranya adalah penyakit pneumonia. TBC dan asma. Menurut
laporan WHO pada tahun 2006, Indonesia merupakan negara dengan tingkat kejadian
pneumonia tertinggi ke-6 di seluruh dunia. Berdasarkan survey kesehatan rumah tangga
(SKST) pada tahun 2001, pneumonia merupakan urutan terbesar penyebab kematian pada
balita.Pneumonia dapat mengenai anak di seluruh dunia, bila diumpamakan kematian
anak-anak di seluruh dunia akibat pneumonia, maka setiap jam,anak-anak sebanyak 1
pesawat jet penuh (230 anak) meninggal akibat pneumonia, yang mencapai hampir 1 dari
5 kematian balita di seluruh dunia. Insiden pneumonia di negara berkembang adalah 10-
20 kasus/ 100 anak/tahun (10-20 %). Sedangkan insiden TBC,WHO mencatat peringkat
indonesia menurun ke posisi lima dengan jumlah penderita TBC sebesar 429 ribu orang.
Lima negara dengan jumlah terbesar kasus insiden pada tahun 2009 adalah India, Cina,
Afrika selatan, Nigeria dan Indonesia.

Peningkatan insiden dan prevalensi pneumonia pada lansia jugadikaitkan dengan


penyakit komorbid yang diderita pasien, seperti diabetesmelitus, penyakit jantung,
malnutrisi, dan penyakit hati kronik. Sebagai contoh, diabetes melitus menyebabkan
penurunan fungsi sistim imuntubuh baik proses kemotaksis maupun fagositosis. Pada
gagal jantung kongestif yang disertai edema paru, fungsi clearance paru berkurang
sehingga kolonisasi kuman pernafasan mudah berkembang biak. Pasien yang sebelumnya
sering mengonsumsi obat-obatan yang bersifat sedatif atau hipnotik berisiko tinggi
mengalami aspirasi sehingga mempermudah terjadinya infeksi. hal itu disebabkan kedua
obat tersebut menekan rangsang batuk dan kerja clearance mukosilier.

Dampak yang diakibatkan meliputi masa rawat yang lebih panjang, biaya rawat yang
lebih besar serta sering timbulnya komplikasi berat sehingga menimbulkan penurunan
kualitas hidup. Infeksi saluran nafas atas dan influenza malah sering berlanjut menjadi
pneumonia yang gejala dan tanda pneumonia pada lansia sering tidak khas yang
menyebabkan keterlambatan diagnosis, belum lagi meningkatnya resistensi mikroba
terhadap antibiotika. Adapun peran kita sebagai seorang perawat dalam mencegah
ataupun menangani gangguan yangterjadi pada sistem pernapasan lansia adalah
memberikan pendidikan kesehatan pada lansia untuk mencegah terjadinya gangguan
yang lebih kronis dan memberikan tindakan keperawatan sesuai wewenang kita sebagai
seorang perawat sesuai indikasi yang diderita oleh lansia.

B. Tujuan Pembahasan
1. Mampu mengetahui penyebab gangguan pernafasan
2. Mampu mengetahui faktor terjadinya gangguan pernafasan
3. Mampu mengetahui penatalaksaan medis pada gangguan pernafasan
4. Mampu memahami Asuahan Keperawatan pada lansia gangguan pernafasan

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mengetahui bagaimana konsep teori serta Asuhan
Keperawatan yang tepat untuk lansia dengan gangguan sistem pernafasan
2. Tujuan khusus
a. Mampi mengetahui konsep lansia
b. Mampu mengetahui perubahan anatomi dan fisiologi system respirasi pada lansia
c. Mampu mengetahui asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan sistem
respirasi.

D. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan adalah metode studi kepustakaan dengan mempelajari
dan membaca buku-buku tentang Asuahan Keperawatan pada lansia.

E. Sistematika Penulisan
Dalam pembuatan makalah ini penulis membagi menjadi tiga bab, diamana setiap babnya
tersebut akan diabagi lagi menjadi sub-sub yang akan dibahas secara terperinci.
BAB 1 : PENDAHULUAN
A. Latar belakang
B. Tujuan pembahasan
C. Tujuan penulisan
1. Tujuan umum
2. Tujuan khsuus
D. Metode penulisan
E. Sistematika penulisan

BAB 11: TINJAUAN TEORI


BAB 111 : PENUTUP
BAB 11
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Sistem Pernafasan


1. Definisi Sistem Pernafasan
Sistem yang membawa oksigen melalui jalan napas kemudian ke alveoli, yang
kemudian akan mengalami difusi ke darah untuk ditransportasikan.

Adapun fungsi pernapasan, yaitu:


a. Mengambil oksigen yang kemudian dibawa oleh darah keseluruh tubuh (sel-
selnya) untuk mengadakan metabolisme.
b. Mengeluarkan karbon dioksida yang terjadi sebagai sisa dari metabolisme,
kemudian dibawa oleh darah ke paru-paru untuk dibuang.
c. Melembabkan udara.

2. Anatomi Saluran Pernapasan


a. Lubang hidung (cavum nasalis)
Hidung dibentuk oleh tulang sejati (os) dan tulang rawan (kartilago). Hidung
dibentuk oleh sebagian kecil tulang sejati, sisanya terdiri atas kartilago dan
jaringan ikat (connective tissue). Bagian dalam hidung merupakan suatu lubang
yang dipisahkan menjadi lubang kiri dan kanan oleh sekat (septum). Rongga
hidung mengandung rambut (fimbriae) yang berfungsi sebagai penyaring (filter)
kasar terhadap benda asing yang masuk. Pada permukaan (mukosa) hidung
terdapat epitel bersilia yang mengandung sel goblet. Sel tersebut mengeluarkan
lendir sehingga dapat menangkap benda asing yang masuk ke dalam saluran
pernapasan. Kita dapat mencium aroma karena di dalam lubang hidung terdapat
reseptor. Reseptor bau terletak pada cribriform plate, di dalamnya terdapat ujung
dari saraf kranial I (Nervous Olfactorius).
Hidung berfungsi sebagai jalan napas, pengatur udara, pengatur kelembapan
udara (humidifikasi), pengatur suhu, pelindung dan penyaring udara, indra
pencium, dan resonator suara. Fungsi hidung sebagai pelindung dan penyaring
dilakukan oleh vibrissa, lapisan lendir, dan enzim lisozim. Vibrissa adalah rambut
pada vestibulum nasi yang bertugas sebagai penyaring debu dan kotoran (partikel
berukuran besar). Debu-debu kecildan kotoran (partikel kecil) yang masih dapat
melewati vibrissa akan melekat pada lapisan lendir dan selanjutnya dikeluarkan
oleh refleks bersin. Jika dalam udara masih terdapat bakteri (partikel sangat
kecil), maka enzim lisozim yang menghancurkannya.

b. Sinus paranasalis
Sinus paranasalis merupakan daerah yang terbuka pada tulang kepala. Dinamakan
sesuai dengan tulang tempat dia berada yaitu sinus frontalis, sinus ethmoidalis,
sinus sphenoidalis, dan sinus maxilarris. Sinus berfungsi untuk:
1) Membantu menghangatkan dan humidifikasi.
2) Meringankan berat tulang tengkorak.
3) Mengatur bunyi suara manusia dengan ruang resonansi.

c. Faring

Faring merupakan pipa berotot berbentuk cerobong (±13 cm) yang letaknya
bermula dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan esofagus pada
ketinggian tulang rawan (kartilago) krikoid. Faring digunakan pada saat
'digestion' (menelan) seperti pada saat bernapas. Berdasarkan letaknya faring
dibagi menjadi tiga yaitu di belakang hidung (naso-faring), belakang mulut (oro-
faring), dan belakang laring (laringo-faring).

Naso-faring terdapat pada superior di area yang terdapat epitel bersilia (pseudo
stratified) dan tonsil (adenoid), serta merupakan muara tube eustachius. Adenoid
atau faringeal tonsil berada di langit-langit naso faring. Tenggorokan dikelilingi
oleh tonsil, adenoid, dan jaringan limfoid lainnya. Struktur tersebut penting
sebagai mata rantai nodus limfatikus untuk menjaga tubuh dari invasi organisme
yang masuk ke hidung dan tenggorokan.
Oro-faring berfungsi untuk menampung udara dari naso faring dan makanan dari
mulut. Pada bagian ini terdapat tonsili palatina (posterior) dan tonsili lingualis
(dasar lidah).

Laringo-faring merupakan bagian terbawah faring yang berhubungan dengan


esofagus dan pita suara (vocal cord) yang berada dalam trakhea. Laringo-faring
berfungsi pada saat proses menelan dan respirasi. Laringo faring terletak di bagian
depan pada laring, sedangkan trakhea terdapat di belakang.

d. Laring
Laring sering disebut dengan 'voice box' dibentuk oleh struktur epitelium lined
yang berhubungan dengan faring (di atas) dan trakhea (di bawah). Laring terletak
di anterior tulang belakang (vertebrae) ke-4 dan ke-6. Bagian atas dari esofagus
berada di posterior laring.

Fungsi utama laring adalah untuk pembentukan suara, sebagai proteksi jalan
napas bawah dari benda asing dan untuk memfasilitasi proses terjadinya batuk.
Laring terdiri atas:
1) Epiglotis: katup kartilago yang menutup dan membuka selama menelan.
2) Glotis: lubang antara pita suara dan laring.
3) Kartilago tiroid: kartilago yang terbesar pada trakhea, terdapat bagian yang
membentuk jakun ('Adam's apple').
4) Kartilago krikoid: cincin kartilago yang utuh di laring (terletak dibawah
kartilago tiroid).
5) Kartilago aritenoid: digunakan pada pergerakan pita suara bersama dengan
kartilago tiroid.
6) Pita suara: sebuah ligamen yang dikontrol oleh pergerakan otot yang
menghasilkan suara dan menempel pada lumen laring.
Saluran Udara Konduktif

a. Trakhea
Trakhea merupakan perpanjangan dari laring pada ketinggian tulang vertebrae
torakal ke-7 yang bercabang menjadi dua bronkhus. Ujung cabang trakhea disebut
carina. Trakhea bersifat sangat fleksibel, berotot, dan memiliki panjang 12 cm
dengan cincin kartilago berbentuk huruf C. Pada cincin tersebut terdapat epitel
bersilia tegak (pseudostratified ciliated columnar epithelium) yang mengandung
banyak sel goblet yang mensekresikan lendir (mucus).

b. Bronkhus dan Bronkhiolus


Cabang bronkhus kanan lebih pendek, lebih lebar, dan cenderung lebih vertikal
daripada cabang yang kiri. Hal tersebut menyebabkan benda asing lebih mudah
masuk ke dalam cabang sebelah kanan daripada cabang bronkhus sebelah kiri.
Segmen dan subsegmen bronkhus bercabang lagi dan berbentuk seperti ranting
masuk ke setiap paru-paru. Bronkhus disusun oleh jaringan kartilago sedangkan
bronkhiolus, yang berakhir di alveoli, tidak mengandung kartilago. Tidak adanya
kartilago menyebabkan bronkhiolus mampu menangkap udara, namun juga dapat
mengalami kolaps. Agar tidak kolaps, alveoli dilengkapi dengan porus/lubang
kecil yang terletak antar alveoli ("Kohn pores') yang berfungsi untuk mencegah
kolaps alveoli. Saluran pernapasan mulai dari trakhea sampai bronkhus terminalis
tidak mengalami pertukaran gas dan merupakan area yang dinamakan Anatomical
Dead Space. Banyaknya udara yang berada dalam area tersebut adalah sebesar
150 ml. Awal dari proses pertukaran gas terjadi di bronkhiolus respiratorius.

Saluran Respiratorius Terminal


a. Alveoli
Parenkim paru-paru merupakan area yang aktif bekerja dari jaringan paru paru.
Parenkim tersebut mengandung berjuta-juta unit alveolus. Alveoli merupakan
kantong udara yang berukuran sangat kecil, dan merupakan akhir dari bronkhiolus
respiratorius sehingga memungkinkan pertukaran O dan CO₂. Seluruh dari unit
alveoli (zona respirasi) terdiri atas bronkhiolus respiratorius, duktus alveolus, dan
alveolar sacs (kantong alveous). Fungsi utama dari unit alveolus adalah
pertukaran O, dan CO₂ di antara kapiler pulmoner dan alveoli.

Diperkirakan terdapat 24 juta alveoli pada bayi yang baru lahir. Seiring dengan
pertambahan usia, jumlah alveoli pun bertambah dan akan mencapai jumlah yang
sama dengan orang dewasa pada usia 8 tahun, yakni 300 juta alveoli. Setiap unit
alveoli menyuplai 9-11 prepulmonari dan pulmonari kapiler.

b. Paru-paru
Paru-paru terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut yang ujungnya berada di
atas tulang iga pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru paru kanan
mempunyai tiga lobus sedangkan paru-paru kiri mempunyai dua lobus. Kelima
lobus tersebut dapat terlihat dengan jelas. Setiap paru-paru terbagi lagi menjadi
beberapa subbagian menjadi sekitar sepuluh unit terkecil yang disebut
bronchopulmonary segments.

Paru-paru kanan dan kiri dipisahkan oleh ruang yang disebut mediastinum.
Jantung, aorta, vena cava, pembuluh paru-paru, esofagus, bagian dari trakhea dan
bronkhus, serta kelenjar timus terdapat pada mediastinm

3. Fisiologi Saluran Pernapasan

Proses respirasi dapat dibagi menjadi tiga proses utama, yaitu:

a. Ventilasi pulmonal adalah proses keluar masuknya udara antara atmosfer dan
alveoli paru-paru.
b. Difusi adalah proses pertukaran O, dan CO, antara alveoli dan darah.
c. Transportasi adalah proses beredarnya gas (O, dan CO₂) dalam darah dan cairan
tubuh ke dan dari sel-sel.
Proses fisiologis respirasi dibagi menjadi tiga stadium, yaitu:
a. Difusi gas-gas antara alveolus dengan kapiler paru-paru (respirasi eksterna) dan
darah sistemik dengan sel-sel jaringan.
b. Distribusi darah dalam sirkulasi pulmoner dan penyesuaiannya dengan distribusi
udara dalam alveolus-alveolus
c. Reaksi kimia dan fisik O, dan CO, dengan darah.

B. Konsep Dasar TBC


1. Definisi TBC
Tuberkulosis atau TB paru adalah suatu penyakit menular yang paling sering
mengenai parenkim paru, biasanya disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. TB
paru dapat menyebar ke setiap bagian tubuh, termasuk meningen, ginjal, tulang dan
nodus limfe (Smeltzer&Bare, 2015). Selain itu TB paru adalah penyakit yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yakni kuman aerob yang dapat hidup
terutama di paru atau di berbagai organ tubuh lainnya yang mempunyai tekanan
parsial oksigen yang tinggi (Tabrani Rab, 2010). Pada manusia TB paru ditemukan
dalam dua bentuk yaitu: (1) tuberkulosis primer: jika terjadi pada infeksi yang
pertama kali, (2) tuberkulosis sekunder: kuman yang dorman pada tuberkulosis
primer akan aktif setelah bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi
tuberkulosis dewasa (Somantri, 2009) Menurut Robinson, dkk (2014), TB Paru
merupakan infeksi akut atau kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis di tandai dengan adanya infiltrat paru, pembentukan granuloma dengan
perkejuan, fibrosis serta pembentukan kavitas.

2. Etiologi
TB paru disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang dapat ditularkan ketika
seseorang penderita penyakit paru aktif mengeluarkan organisme. Individu yang rentan
menghirup droplet dan menjadi terinfeksi. Bakteria ditransmisikan ke alveoli dan
memperbanyak diri. Reaksi inflamasi menghasilkan eksudat di alveoli dan bronkopneumonia,
granuloma, dan jaringan fibrosa (Smeltzer&Bare, 2015). Ketika seseorang penderita TB paru
batuk, bersin, atau berbicara, maka secara tak sengaja keluarlah droplet nuklei dan jatuh ke
tanah, lantai, atau tempat lainnya.
Akibat terkena sinar matahari atau suhu udara yang panas, droplet atau menguap.
Menguapnya droplet bakteri ke udara dibantu dengan pergerakan angin akan
membuat bakteri tuberkulosis yang terkandung dalam droplet nuklei terbang ke
udara. Apabila bakteri ini terhirup oleh orang sehat, maka orang itu berpotensi
terkena bakteri tuberkulosis (Muttaqin Arif, 2012). Menurut Smeltzer&Bare (2015),
Individu yang beresiko tinggi untuk tertular virus tuberculosis adalah:
a. Mereka yang kontak dekat dengan seseorang yang mempunyai TB aktif.
b. Individu imunnosupresif (termasuk lansia, pasien dengan kanker, mereka yang
dalam terapi kortikosteroid, atau mereka yang terinfeksi dengan HIV).
c. Pengguna obat-obat IV dan alkhoholik.
d. Individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat (tunawisma; tahanan; etnik dan
ras minoritas, terutama anak-anak di bawah usia 15 tahun dan dewasa muda
antara yang berusia 15 sampai 44 tahun).
e. Dengan gangguan medis yang sudah ada sebelumnya (misalkan diabetes, gagal
ginjal kronis, silikosis, penyimpangan gizi).
f. Individu yang tinggal didaerah yang perumahan sub standar kumuh.
g. Pekerjaan (misalkan tenaga kesehatan, terutama yang melakukan aktivitas yang
beresiko tinggi.

3. Klasifikasi TB Paru
TB paru diklasifikasikan menurut Wahid & Imam tahun 2013 halaman 161 yaitu:
a. Pembagian secara patologis
1) Tuberculosis primer (childhood tuberculosis)
2) Tuberculosis post primer (adult tuberculosis).
b. Pembagian secara aktivitas radiologis TB paru (koch pulmonum) aktif, non aktif
dan quiescent (bentuk aktif yang mulai menyembuh).
c. Pembagian secara radiologis (luas lesi)
1) Tuberkulosis minimal Terdapat sebagian kecil infiltrat nonkavitas pada satu
paru maupun kedua paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.
2) Moderately advanced tuberculosis
Ada kavitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm. Jumlah infiltrat bayangan
halus tidak lebih dari 1 bagian paru.Bila bayangan kasar tidak lebih dari
sepertiga bagian 1 paru. 3) Far advanced tuberculosis Terdapat infiltrat dan
kavitas yang melebihi keadaan pada moderately advanced tuberkulosis.

Sesuai dengan program Gerdunas-TB (Gerakan Terpadu Nasional Penanggulan


Tuberkulosis) klasifikasi TB paru dibagi sebagai berikut:
a. TB Paru BTA Positif dengan kriteria:
1) Dengan atau tanpa gejala klinik
2) BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali disokong
biakan positif satu kali atau disokong radiologik positif 1 kali.
3) Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.
b. TB Paru BTA Negatif dengan kriteria:
1) Gejala klinik dan gambaran radiologik sesuai dengan TB paru aktif.
2) BTA negatif, biakan negatif tapi radiologik positif.
c. Bekas TB Paru dengan kriteria:
1) Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negatif
2) Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.
3) Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan serial foto
yang tidak berubah.
4) Ada riwayat pengobatan OAT yang lebih adekuat (lebih mendukung).

4. Patofisiologi
Tempat masuk kuman M.tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan,
dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi TB terjadi melalui udara, yaitu
melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal
dari orang-orang yang terinfeksi. TB adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon
imunitas diperantarai sel. Sel efektor adalah makrofag, dan limfosit (biasanya sel T)
adalah sel imunresponsif. Tipe imunitas seperti ini biasanya lokal, melibatkan
makrofag yang diaktifkan ditempat infeksi oleh limfosit dan limfokinnya. Respons ini
disebut sebagai reaksi hipersensitivitas seluler (lambat).

Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi sebagai unit
yang terdiri dari satu sampai tiga basil. Gumpalan basil yang lebih besar cenderung
tertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan
penyakit.Setelah berada dalam ruangan alveolus, biasanya dibagian bawah kubus atau
paru atau dibagian atas lobus bawah, biasanya dibagian bawah kubus atau paru atau
dibagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan.
Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bakteri
namun tidak membunuh organisme tersebut.Sesudah hari- hari pertama, leukosit
diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi, dan
timbulkan pneumonia akut. Pneumonia selular ini dapat sembuh dengan sendirinya,
sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat berjalan terus difagosit atau
berkembang biak dalam di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening
menuju ke kelenjer getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi
menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk seltuberkel
epiteloid, yang dikelilingi oleh limfosit.Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10
sampai 20 hari.

5. Respon Tubuh Terhadap Perubahan Fisiologis


a. Manifestasi Klinis
Arif Mutaqqin (2012), menyatakan secara umum gejala klinik TB paru primer
dengan TB paru DO sama. Gejala klinik TB Paru dapat dibagi menjadi 2
golongan, yaitu gejala respiratorik (atau gejala organ yang terlibat ) dan gejala
sistematik.
1) Gejala respratorik
a. Batuk
Keluhan batuk, timbul paling awal dan merupakan gangguan yang paling
sering dikeluhkan.
b. Batuk darah
Keluhan batuk darah pada klien TB Paru selalu menjadi alasan utama
klien untuk meminta pertolongan kesehatan.
c. Sesak nafas
Keluhan ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau
karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothoraks,
anemia, dan lain-lain.
d. Nyeri dada
Nyeri dada pada TB Paru termasuk nyeri pleuritik ringan. Gejala ini
timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena TB.
2) Gejala sistematis
a. Demam
Keluhan yang sering dijumpai dan biasanya timbul pada sore atau malam
hari mirip demam atau influenza, hilang timbul, dan semakin lama
semakin panjang serangannya, sedangkan masa bebas serangan semakin
pendek.
b. Keluhan sistemis lain
Keluhan yang biasa timbul ialah keringat malam, anoreksia, penurunan
berat badan, dan malaise.Timbulnya keluhan biasanya bersifat gradual
muncul dalam beberapa minggusampai bulan.Akan tetapi penampilan akut
dengan batuk, panas, dan sesak nafas.

b. Penatalaksanaan
Menurut Zain (2001) membagi penatalaksanaan tuberkulosis paru menjadi tiga
bagian, pengobatan, dan penemuan penderita (active case finding).
1) pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat
dengan penderita TB paru BTA positif. Pemeriksaan meliputi tes tuberkulin,
klinis dan radiologis. Bila tes tuberkulin positif, maka pemeriksaan radiologis foto
thoraks diulang pada 6 dan 12 bulan mendatang. Bila masih negatif, diberikan
BCG vaksinasi. Bila positif, berarti terjadi konversi hasil tes tuberkulin dan
diberikan kemoprofilaksis.
2) Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompokkelompok
populasi tertentu misalnya: a) Karyawan rumah sakit/Puskesmas/balai
pengobatan. b) Penghuni rumah tahanan.
3) Vaksinasi BCG Tabrani Rab (2010), Vaksinasi BCG dapat melindungi anak
yang berumur kurang dari 15 tahun sampai 80%, akan tetapi dapat mengurangi
makna pada tes tuberculin.
4) Kemoprofilaksis dengan mengggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12 bulan dengan
tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih sedikit. Indikasi
kemoprofilaksis primer atau utama ialah bayi yang menyusu pada ibu dengan BTA
positif, sedangkan kemoprofilaksis sekunder diperlukan bagi kelompok berikut:
a. Bayi dibawah lima tahun dengan hasil tes tuberkulin positif karena resiko timbulnya
TB milier dan meningitis TB,
b. Anak dan remaja dibawah dibawah 20 tahun dengan hasil tuberkulin positif yang
bergaul erat dengan penderita TB yang menular,
c. Individu yang menunjukkan konversi hasil tes tuberkulin dari negatif menjadi positif
d. Penderita yang menerima pengobatan steroid atau obat immunosupresif jangka
panjang,
e. Penderita diabetes melitus.
5) Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberkulosis kepada
masyarakat di tingkat puskesmas maupun ditingkat rumah sakit oleh petugas
pemerintah maupun petugas LSM (misalnya Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis
Paru Indonesia-PPTI). (Mutaqqin Arif, 2012)
C. Konsep Asuhan Keperawatan TB Paru
1. Pengkajian
Data-data yang perlu dikaji pada asuhan keperawatan dengan TB paru (Irman
Somantri, p.68 2009).
a. Data Pasien
Penyakit TB paru dapat menyerang manusia mulai dari usia anak sampai
dewasa dengan perbandingan yang hampir sama antara laki-laki dan perempuan.
Penyakit ini biasanya banyak ditemukan pada pasien yang tinggal didaerah
dengan tingkat kepadatan tinggi sehingga masuknya cahaya matahari kedalam
rumah sangat minim. TB paru pada anak dapat terjadi pada usia berapapun,
namun usia paling umum adalah antara 1-4 tahun. Anak-anak lebih sering
mengalami TB diluar paru-paru (extrapulmonary) disbanding TB paru dengan
perbandingan 3:1. TB diluar paru-paru adalah TB berat yang terutama ditemukan
pada usia<3 tahun. Angka kejadia (pravelensi) TB paru pada usia 5-12 tahun
cukup rendah, kemudian meningkat setelah usia remaja dimana TB paru
menyerupai kasus pada pasien dewasa (sering disertai lubang/kavitas pada paru
paru).
b. Riwayat Kesehatan
Keluhan yang sering muncul antara lain:
1) Demam: subfebris, febris (40-41oC) hilang timbul.
2) Batuk: terjadi karena adanya iritasi pada bronkus batuk ini terjadi
untuk membuang/mengeluarkan produksi radang yang dimulai dari
batuk kering sampai dengan atuk purulent (menghasilkan sputum).
3) Sesak nafas: bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai setengah
paru-paru.
4) Keringat malam.
5) Nyeri dada: jarang ditemukan, nyeri akan timbul bila infiltrasi radang
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
6) Malaise: ditemukan berupa anoreksia, nafsu makan menurun, berat
badan menurun, sakit kepala, nyeri otot, keringat malam.
7) Sianosis, sesak nafas, kolaps: merupakan gejala atelektasis. Bagian
dada pasien tidak bergerak pada saat bernafas dan jantung terdorong ke
sisi yang sakit. Pada foto toraks, pada sisi yang sakit nampak bayangan
hitam dan diagfragma menonjol keatas.
8) Perlu ditanyakan dengan siapa pasien tinggal, karena biasanya penyakit ini
muncul bukan karena sebagai penyakit keturunan tetapi merupakan penyakit
infeksi menular.
c. Riwayat Kesehatan dahulu
1) Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh
2) Pernah berobat tetapi tidak sembuh
3) Pernah berobat tetapi tidak teratur
4) Riwayat kontak dengan penderita TB paru
5) Daya tahan tubuh yang menurun
6) Riwayat vaksinasi yang tidak teratur
7) Riwayat putus OAT.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya pada keluarga pasien ditemukan ada yang menderita TB paru. Biasanya
ada keluarga yang menderita penyakit keturunan seperti Hipertensi, Diabetes
Melitus, jantung dan lainnya.
e. Riwayat pengobatan sebelumnya
1) Kapan pasien mendapatkan pengobatan sehubungan dengan sakitnya
2) Jenis, warna, dan dosis obat yang diminum.
3) Berapa lama pasien menjalani pengobatan sehubungan dengan penyakitnya
4) Kapan pasien mendapatkan pengobatan terakhir
f. Riwayat social ekonomi
1) Riwayat pekerjaan. Jenis pekerjaan, waktu, dan tempat bekerja, jumlah
penghasilan.
2) Aspek psikososial. Merasa dikucilkan, tidak dapat berkomunikasi dengan
bebas, menarik diri, biasanya pada keluarga yang kurang mampu, masalah
berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang lama
dan biaya yang banyak, masalah tentang masa depan/pekerjaan pasien, tidak
bersemangat dan putus harapan.
g. Faktor pendukung
1) Riwayat lingkungan.
2) Pola hidup: nutrisi, kebiasaan merokok, minum alkohol, pola istirahat dan
tidur, kebersihan diri.
3) Tingkat pengetahuan/pendidikan pasien dan keluarga tentang penyakit,
pencegahan, pengobatan dan perawatannya.

h. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum: biasanya KU sedang atau buruk
TD : Normal ( kadang rendah karena kurang istirahat)
Nadi : Pada umumnya nadi pasien meningkat
Pernafasan : biasanya nafas pasien meningkat (normal : 16- 20x/i)
Suhu : Biasanya kenaikan suhu ringan pada malam hari. Suhumungkin tinggi atau
tidak teratur. Seiring kali tidak ada demam
1) Kepala
Inspeksi : Biasanya wajah tampak pucat, wajah tampak
meringis, konjungtiva anemis, skelra tidak ikterik, hidung tidak
sianosis, mukosa bibir kering, biasanya adanya pergeseran
trakea.
2) Thorak
Inpeksi : Kadang terlihat retraksi interkosta dan
tarikan dinding dada, biasanya pasien kesulitan saat inspirasi
Palpasi : Fremitus paru yang terinfeksi biasanya lemah
Perkusi : Biasanya saat diperkusi terdapat suara pekak
Auskultasi : Biasanya terdapat bronki
3) Abdomen
Inspeksi : biasanya tampak simetris
Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar
Perkusi : biasanya terdapat suara tympani
Auskultasi : biasanya bising usus pasien tidak terdengar
4) Ekremitas atas
Biasanya CRT>3 detik, akral teraba dingin, tampak pucat, tidak
ada edema
5) Ekremitas bawah
Biasanya CRT>3 detik, akral teraba dingin, tampak pucat, tidak
ada edema
i. Pemeriksaan diagnostic
1) Kultur sputum: Mikobakterium TB positif pada tahap akhir penyakit.
2) Tes Tuberkulin: Mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm
terjadi 48-72 jam).
3) Poto torak: Infiltnasi lesi awal pada area paru atas; pada tahap dini
tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas;
pada kavitas bayangan, berupa cincin; pada klasifikasi tampak
bayangan bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.
4) Bronchografi: untuk melihat kerusakan bronkus atatu kerusakan paru
karena TB paru.
5) Darah: peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED).
6) Spirometri: penurunan fungsi paru dengan kapasitas vital menurun.
j. Pola kebiasaan sehari-hari
1) Pola aktivitas dan istirahat
Subyektif: rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. Sesak (nafas
pendek), sulit tidur, demam, menggigil, berkeringat pada malam hari.
Obyektif: Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak
(tahap, lanjut; infiltrasi radang sampai setengah paru), demam
subfebris (40-41oC) hilang timbul.
2) Pola Nutrisi
Subyektif: anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan.
Obyektif: turgor kulit jelek, kulit kering/berisik, kehilangan lemak sub
kutan.
3) Respirasi
Subyektif: batuk produktif/non produktif sesak nafas, sakit dada.
Obyektif: mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum
hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan
kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar didaerah apeks
paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleural),
sesak nafas, pengembangan pernafasan tidak simetris (effusi pleura),
perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal
(penyebaran bronkogenik).
4) Rasa nyaman/nyeri
Subyektif: nyeri dada meningkat karena batuk berulang
Obyektif: berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah,
nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga
timbul pleuritis.
5) Integritas Ego
Subyektif: faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak
berdaya/tak ada harapan.
Obyektif: menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah
tersinggung.

2. Diagnosa keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan mokus dalam
jumlah berlebihan, eksudat dalam jalan alveoli, sekresi bertahan/sisa
sekresi
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi, keletihan,
keletihan otot pernapasan
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolar-kapiler
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan untuk mencerna makanan
e. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera
f. Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan penyakit
g. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan kegagalan mekanisme
regulasi
h. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme
i. Resiko perdarahan berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang
kewaspadaan perdarahan
j. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak
k. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum
l. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan, infeksi/
kontaminan interpersonal, ancaman pada konsep diri
3. Rencana keperawatan
Rencana keperawatan yang dapat diterapkan pada pasien dengan TB paru
adalah sebagai berikut:

No. Diagnose Keperawatan Tujuan Intervensi


1. bersihan nafas tidak efektif Setelah dilakukan Observasi :
tindakan keprawatan
diharapkan masalah 1. Monitor pola
pada jalan nafas nafas
dapat teratasi dengan ( frekuensi,
kriteria hasil: kedalaman,
usaha napas )
1. Jalan nafas
paten 2. Monitor bunyi
nafas tambahan
2. Sekret ( mis, gurgling,
berkurang mengi,wheezin
g, ronkhi kering
3. Frekuensi )
nafas dalam
batas normal 3. Monitor sputum
( jumlah,
4. Kilen mampu warna, aroma )
melakuan
Batuk efektif Teraupeutik :
dengan benar
4. Pertahankan
kapatenan jalan
napas dengan
head-tilt dan
chin- lift ( jaw-
thrust jika
curiga trauma
Servikal )
5.  Posisikan
semi-fowler
atau fowler

6. Berikan minum
hangat

7.  Lakukan
fisiotrapi dada,
jika perlu

8.  Lakukan
penghisapan
lendir kurang
dari 15 detik

9. Berikan
oksigen , jika
perlu

Edukasi

1. Jelaskan tujuan
dan prosedur
batuk efektif

2. Anjurkan tarik
nafas dalam
melalui hidung
selama 4
detik ,ditahan
selama 2 detik,
kemudian
keluarkan dari
mulut dengan
bibir mencucu (
dibulatkan) 8
detik.

3. Anjurkan
mengulangi
tarik napas
dalam hingga 3
kali

4. Anjurkan batuk
dengan kuat
langsung
setelah tarik
napas dalam
yang ke-3

2. Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan Observasi :


tindakan keperawatan
pola napas membaik 1. Monitor pola
dengan kriteria hasil: nafas
(frekuensi,
1. Dispnea kedalaman,
meningkat usaha nafas)

2. Penggunaan 2. Monitor bunyi


otot bantu nafas tambahan
pernapasan (mis, gurgling,
menurun mengi,
wheezing, ronki
3. Pernapasan kering)
pursed lips
menurun 3. Monitor sputum
(jumlah, aroma,
4. Diameter thorak warna)
anterior
posterior Terapeutik
meningkat
1. Pertahankan
kepatenan jalan
nafas dengan
Head tilt dan
chinlift (jaw
thrus jika curiga
trauma)

2. Posisikan semi
fowler

3. Berikan
minuman
hangat

4. Lakukan
fisioterapi dada
jika perlu

5. Lakukan
penghisapan
lendir kurang
dari 15 detik

6. Berikan
oksigen jika
perlu

Edukasi :

1. Anjurkan asupan
cairan 2000 ml/
hari, jika tidak
kontraindikasi

2. Ajarkan teknik
batuk efektif

Kolaborasi :

1. Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspetoran,
mukolitik, jika
perlu.

3. Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan Observasi


tindakan keperawatan
diharapkan gangguan 1. Monitor
pertukaran gas batas frekuensi,
normal dengan irama,
kriteria hasil : kedalaman dan
upaya napas.
1. Dipnea
menurun 2. Monitor pola
napas
2. Bunyi napas
menurun 3. Monitor
kemampuan
3. PCO2 batuk efektif
membaik
4. Monitor adanya
4. PO2 sumbatan jalan
membaik napas

5. Takikardi 5. Monitor
membaik saturasi oksigen

6. pH arteri
membaik Terapeutik

1. Atur intervensi
pemantauan
respirasi sesuai
kondisi pasien

2. Dokumentasikan
hasil pemantauan

Edukasi

Jelaskan tujuan
prosedur pemantauan

. Implementasi keperawatan
Implementasi merupakan pelaksanaan dari rancangan intervensi keperawatan agar bisa
menggapai maksud yang jelas. Fase pengimplementasian diawali sesudah rencana
intervensi telah tersusun dan ditujukan pada nursing orders sebagai alat bantu pasien
menggapai maksud yang diinginkan. Maka rencana intervensi spesifik tertera dijalankan
sebagai sarana pemodifikasi faktor-faktor penyebab masalah kesehatan pasien.
Tujuan mengimplementasi dapat mendukung klien dalam menggapai suatu maksud yang
sudah dituliskan sebagai pencakup ketingkatan kesehatan, penegasian penyakit,
pemulangan kesehatan, dan mengakomodasi koping. Rancangan asuhan keperawatan
dijalankan dengan baik, apabila pasien sudah punya ambisi sendiri ikut berperan dalam
rencana implementasi asuhan keperawatan. Selama tahap implementasi, perawat
melaksanakan penimbunan data dan memilah asuhan keperawatan yang lebih konstan
sesuai keperluan semua pasien. Dari semua intervensi keperawatan tersebut dituliskan
dalam bentuk tulisan paten yang kemudian konsistenkan oleh pihak dinas rumah sakit.
. Evaluasi keperawatan
Tindakan intelektual sebagai pelengkap prosess keperawatan yang menegaskan tingkat
berhasilnya diagnose keperawatan, rencana intervensi, dan implementasinya. Jenjang dari
penilaian untuk memungkinkan sejerawat dalam mengawasi "kealpaan" yang terjadi pada
saat fase penelitian, analisa data, rancangan,dan implementasi hingga intervensi.

Menurut Griffith & Christensen (dalam Nursalam, 2016), penilaian yang direncanakan dan
dibandingkan dengan sistematik yg terlampir pada status kesehatan pasien disebut
intervensi. Perkembangan pasien dapat diukur dalam menggapai suatu maksud, perawat
kemudian memutuskan efektivitas tindakan asuhan keperawatan. Walaupun pada tahap
penilaian telah ditempatkan pada akhir proses tindakan asuhan keperawatan namun pada
tahap ini adalah bagian integral disetiap tahap prosedur tindakan asuhan keperawatan.
Berdasarkan dari hasil pengumpulan data yang telah didapatkan kemudian data disesuaikan
dengan perilaku objek yang diobservasi.

DAFTAR PUSTAKA

Hedrman, T.Heather.2012.diagnosis keperawatan:definisi dan klasifikasi 2012-


2014.jakarta:EGC.
Somantri Irman. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem
Pernafasan.Jakarta: Salemba Medika.
Wahid & Imam, 2013.Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem Pernafasan.
Jakarta: CV Trans Info Media

Anda mungkin juga menyukai