Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak I

Dosen Pengampu :

Disusun oleh :

Kelompok B1

Moch. Hisyam F. 211FK03012

Shafira Rizky A. 211FK03013

Silfina Rahmah 211FK03014

Leni Wulandari 211FK03015

Wine Salaisa 211FK03016

Shinta Fitriana Hanifah 211FK03018

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA BANDUNG


KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim Alhamdulillah rabbil‟alamin, segala puji dan syukur
kehadirat Allah SWT atas izin segala nikmat dan karunia – Nya, karena telah memberikan
kesempatan pada penyusun untuk menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Makalah
ini dibuat bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak I dengan judul “
Pneumonia Pada Anak”.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan Terima Kasih kepada Dosen pengampu kami
atas tugas mata kuliah ini, dan kami juga ingin ber-Terima Kasih kepada pihak-pihak yang
turut membantu dalam mengerjakan tugas makalah ini. Demikian sedikit pengantar dari
penyusun. Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.

Maka dari itu, besar harapan penyusun agar pembaca berkenan memberikan umpan
balik berupa kritik dan saran, supaya dimasa yang akan datang penyusun dapat memperbaiki
kekurangan dan kesalahan guna membangun makalah yang lebih baik lagi. Semoga makalah
ini bisa memberikan manfaat bagi berbagai pihak. Aamiin. Akhirul kalam,
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Bandung, Desember 2022

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pneumonia merupakan penyakit karena adanya inflamasi maupun pembengkakan di
sebabkan bakteri, virus, jamur yang mengakibatkan infeksi pada saluran pernapasan dan
jaringan paru (Agustyana dkk, 2019). Secara umum pneumonia adalah pembunuh
tunggal terbesar anak – anak di bawah 5 tahun serta penyebab infeksi utama kematian
anak merupakan radang paru yang disebabkan oleh bakteri dengan gejala panas tinggi
disertai batuk berdahak, napas cepat (frekuensi nafas > 50 kali/menit), sesak, dan gejala
lainnya (sakit kepala, gelisah, dan nafsu makan berkurang) (Riskesdas, 2013).
Berdasarkan perkiraan World Health Organization (WHO), 15% dari kematian anak
dibawah umur 5 tahun disebabkan oleh pneumonia ditahun 2017 lebih dari 800.000 anak.
Lebih dari 2 juta anak meninggal tiap tahun karenapn WHO, 2019).B hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, pneumonia masih menjadi penyebab tertinggi keatian
pada bayi di bawah usia lima tahun (balita) maupun bayi baru lahir. Pada tahun 2018
menunjukan prevalensi pneumonia naik dari 1,6% pada 2013 menjadi 2% dari populasi
balita yang ada di Indonesia pada 2018.
Menurut data Lakip Dinas Kesehatan (Dinkes) tahun 2018 cakupan penemuan
Pneumonia pada balita di Provinsi Riau sebesar 31,41%. Di Kota Dumai pada tahun
2019 jumlah penemuan penderita Pneumonia sebanyak 439 kasus dari jumlah perkiraan
penderita pneumonia (Profil Dinkes Kota Dumai, 2019).
Kondisi lingkungan fisik rumah yang baik memenuhi syarat kesehatan danpe
enggunaan bahan bakar dapat mengurangi resiko terjadinya berbagai penyakit seperti
TB, katarak, dan pneumonia. Rumah yang padat penghuni, pencemaran udara dalam
ruangan akibat penggunaan bahan bakar padat (kayu bakar/arang), dan perilaku merokok
dari orang tua merupakan faktor lingkungan yang dapat meningkatkan kerentanan balita
terhadap pneumonia. Anak dengan pneumonia akan mengalami gangguan pernapasan
yangdi arena adanya inflamasi di alveoli paru-paru. Infeksi ini akan menimbulkan
peningkatan produksi sputum yang akan menyebabkan gangguan bersihan jalan napas,
pernapasan cuping hidung, dyspneu dan suara krekels saat diauskultasi. Apabila
keberhasilan jalan napas ini terganggu maka menghambat pemenuhan suplai oksigen ke
otak dan sel-sel di seluruh tubuh, jika dibiarkan dalam waktu yang lama keadaan ini akan
menyebabkan hiposekmia kemudian terus berkembang menjadi hipoksia berat, dan
penurunan kesadaran serta kematian dari tanda klinis yang muncul pada pasien dengan
pneumonia (Maidarti,2014).
Faktor resiko lain penyebab pneumonia pada balita adalah riwayat pemberian ASI
ekslusif. ASI ekslusif berguna untuk mengurangi alergi dan menjamin kesehatan bayi
secara optimal sehingga rantai perlindungan terhadap bayi itu dapat terus berlanjut.
Dengan demikian peran ASI sangat penting, baik saat masih dalam bentuk kolostrum di
hari-hari pertama kemunculan maupun dimasa selanjutnya ASI terus mensuplay zat-zat
kekebalan tubuh yang diperlukan bayi agar tetap sehat (Irsal, dkk, 2017).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Pneumonia pada anak ?
2. Apa penyebab/etiologi pada Pneumonia pada anak ?
3. Bagaimana manifestasi klinis pada Pneumonia pada anak ?
4. Bagaimana patofisiologi pada Pneumonia pada anak ?
5. Bagaimana pathway pada Pneumonia pada anak ?
6. Bagaimana komplikasi pada Pneumonia pada anak ?
7. Bagaimana pemeriksaan penunjang pada Pneumonia pada anak ?
8. Bagaimana penatalaksanaan pada Pneumonia pada anak ?
9. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada Pneumonia pada anak ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Pneumonia pada anak.
2. Untuk mengetahui penyebab/etiologi pada Pneumonia pada anak.
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis pada Pneumonia pada anak.
4. Untuk mengetahui patofisiologi pada Pneumonia pada anak.
5. Untuk mengetahui pathway pada Pneumonia pada anak.
6. Untuk mengetahui komplikasi pada Pneumonia pada anak.
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang pada Pneumonia pada anak.
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada Pneumonia pada anak.
9. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada Pneumonia pada anak.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Pneumonia


Pneumonia adalah suatu proses peradangan dimana terdapat konsolidasi yang
disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat. Pertukaran gas tidak dapat berlangsung
pada daerah yang mengalami konsolidasi, begitupun dengan aliran darah disekitar alveoli,
menjadi terhambat dan tidak berfungsi maksimal. Hipoksemia dapat terjadi, bergantung
pada banyaknya jaringan paru-paru yang sakit (Somantri, 2012).
Menurut WHO (2015), Pneumonia adalah bentuk infeksi pernapasan akut yang
mempengaruhi paru-paru. Paru-paru terdiri dari kantung kecil yang disebut Alveoli, yang
mengisi dengan udara ketika orang yang sehat bernafas. Ketika seorang individu memiliki
pneumonia, alveoli dipenuhi nanah dan cairan, yangmembuat berbafas asupan oksigen
yang menyakitkan dan terbatas.
2.2 Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan
A. Anatomi Sistem Pernafasan

Gambar 1.1 Anatomi Sistem Pernafasan


Berdasarkan gambar sistem pernapasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa sistem
pernapasan pada manusia terdiri dari: 1. Hidung, 2. Rongga hidung, 3. Concha, 4. Langit-
langit lunak, 5. Pharink, 6. Larink, 7. Trakea, 8. Rongga, pleura, 9. Paru – paru kanan, 10.
Paru – paru kiri, 11. Tulang rusuk, 12. Ototintercosta, dan 13. Diafragma.
Bagian-bagian sistem pernafasan yaitu Cavum nasi, faring, laring, trakea, karina,
bronchus principalis, bronchus lobaris, bronchus segmentalis, bronchiolus terminalis,
bronchiolus respiratoryus, saccus alveolus, ductus alveolus dan alveoli. Terdapat Lobus,
dextra ada 3 lobus yaitu lobus superior, lobus media dan lobus inferior. Sinistra ada 2
lobus yaitu lobus superior dan lobus inferior. Pulmo dextra terdapat fissura horizontal
yang membagi lobus superior dan lobus media, sedangkan fissura oblique membagi lobus
media dengan lobus inferior. Pulmo sinistra terdapat fissura oblique yang membagi lobus
superior dan lobus inferior.
Pembungkus paru (pleura) terbagi menjadi 2 yaitu parietalis (luar) dan Visceralis
(dalam), diantara 2 lapisan tersebut terdapat rongga pleura (cavum pleura).
a. Hidung
Tersusun atas tulang dan tulang rawan hialin, kecuali naris anterior yang dindingnya
tersusun atas jaringan ikat fibrosa dan tulang rawan. Permukaan luarnya dilapisi kulit
dengan kelenjar sebasea besar dan rambut. Terdapat epitel respirasi: epitel berlapis
silindris bersilia bersel goblet dan mengandung sel basal. Didalamnya ada konka
nasalis superior, medius dan inferior. Lamina propria pada mukosa hidung umumnya
mengandung banyak pleksus pembuluh darah.
b. Alat penghidung
Mengandung epitel olfaktoria: bertingkat silindris tanpa sel goblet, dengan lamina
basal yang tidak jelas. Epitelnya disusun atas 3 jenis sel: sel penyokong, sel basal dan
sel olfaktoris.
c. Sinus paranasal
Merupakan rongga-rongga berisi udara yang terdapat dalam tulang tengkorak yang
berhubungan dengan rongga hidung. Ada 4 sinus: maksilaris, frontalis, etmoidalis dan
sphenoidalis.
d. Faring
Lanjutan posterior dari rongga mulut. Saluran napas dan makanan menyatu dan
menyilang. Pada saat makan makanan dihantarkan ke oesophagus. Pada saat bernapas
udara dihantarkan ke laring. Ada 3 rongga : nasofaring, orofaring, dan
laringofaring.Mukosa pada nasofaring sama dengan organ respirasi, sedangkan
orofaring dan laringofaring sama dengan saluran cerna. Mukosa faring tidak memilki
muskularis mukosa. Lamina propria tebal, mengandung serat elastin. Lapisan
fibroelastis menyatu dengan jaringan ikat interstisiel. Orofaring dan laringofaring
dilapisi epitel berlapis gepeng, mengandung kelenjar mukosa murni.
e. Laring
Organ berongga dengan panjang 42 mm dan diameter 40 mm. Terletak antara faring
dan trakea. Dinding dibentuk oleh tulang rawan tiroid dan krikoid. Muskulus
ekstrinsik mengikat laring pada tulang hyoid. Muskulus intrinsik mengikat laring pada
tulang tiroid dan krikoid berhubungan dengan fonasi. Lapisan laring merupakan epitel
bertingkat silia. Epiglotis memiliki epitel selapis gepeng, tidak ada kelenjar. Fungsi
laring untuk membentuk suara, dan menutup trakea pada saat menelan (epiglotis).
Ada 2 lipatan mukosa yaitu pita suara palsu (lipat vestibular) dan pita suara (lipat
suara). Celah diantara pita suara disebut rima glotis. Pita suara palsu terdapat mukosa
dan lamina propria. Pita suara terdapat jaringan elastis padat, otot suara ( otot rangka).
Vaskularisasi: A.V Laringeal media dan Inferior. Inervasi: N Laringealis superior.
f. Trakea
Tersusun atas 16 – 20 cincin tulang rawan. Celah diantaranya dilapisi oleh jaringan
ikat fibro elastik. Struktur trakea terdiri dari: tulang rawan, mukosa, epitel bersilia,
jaringan limfoid dan kelenjar.
g. Bronchus
Cabang utama trakea disebut bronki primer atau bronki utama. Bronki primer
bercabang menjadi bronki lobar, bronki segmental, bronki subsegmental. Struktur
bronkus primer mirip dengan trakea hanya cincin berupa lempeng tulang rawan tidak
teratur. Makin ke distal makin berkurang, dan pada bronkus subsegmental hilang
sama sekali. Otot polos tersusun atas anyaman dan spiral. Mukosa tersusun atas
lipatan memanjang. Epitel bronkus : kolumnar bersilia dengan banyak sel goblet dan
kelenjar submukosa. Lamina propria : serat retikular, elastin, limfosit, sel mast,
eosinofil.
h. Bronchiolus
Cabang ke 12 – 15 bronkus. Tidak mengandung lempeng tulang rawan, tidak
mengandung kelenjar submukosa. Otot polos bercampur dengan jaringan ikat longgar.
Epitel kuboid bersilia dan sel bronkiolar tanpa silia (sel Clara). Lamina propria tidak
mengandung sel goblet.
i. Bronchiolus respiratorius
Merupakan peralihan bagian konduksi ke bagian respirasi paru. Lapisan : epitel
kuboid, kuboid rendah, tanpa silia. Mengandung kantong tipis (alveoli).
j. Duktus alveolaris
Lanjutan dari bronkiolus. Banyak mengandung alveoli. Tempat alveoli bermuara.
k. Alveolus
Kantong berdinding sangat tipis pada bronkioli terminalis. Tempat terjadinya
pertukaran oksigen dan karbondioksida antara darah dan udara yang dihirup.
Jumlahnya 200 - 500 juta. Bentuknya bulat poligonal, septa antar alveoli disokong
oleh serat kolagen, dan elastis halus. Sel epitel terdiri sel alveolar gepeng ( sel
alveolar tipe I ), sel alveolar besar ( sel alveolar tipe II). Sel alveolar gepeng ( tipe I)
jumlahnya hanya 10% , menempati 95 % alveolar paru. Sel alveolar besar (tipe II)
jumlahnya 12 %, menempati 5 % alveolar.
Sel alveolar gepeng terletak di dekat septa alveolar, bentuknya lebih tebal, apikal
bulat, ditutupi mikrovili pendek, permukaan licin, memilki badan berlamel. Sel
alveolar besar menghasilkan surfaktan pulmonar. Surfaktan ini fungsinya untuk
mengurangi kolaps alveoli pada akhir ekspirasi. Jaringan diantara 2 lapis epitel
disebut interstisial. Mengandung serat, sel septa (fibroblas), sel mast, sedikit limfosit.
Septa tipis diantara alveoli disebut pori Kohn. Sel fagosit utama dari alveolar disebut
makrofag alveolar. Pada perokok sitoplasma sel ini terisi badan besar bermembran.
Jumlah sel makrofag melebihi jumlah sel lainnya.
l. Pleura
Membran serosa pembungkus paru. Jaringan tipis ini mengandung serat elastin,
fibroblas, kolagen. Yang melekat pada paru disebut pleura viseral, yang melekat pada
dinding toraks disebut pleura parietal. Ciri khas mengandung banyak kapiler dan
pembuluh limfe. Saraf adalah cabang n. frenikus dan n. interkostal.
B. Fisiologi Sistem Pernafasan
a. Sistem Respirasi
1) Fisiologi ventilasi paru
Masuk dan keluarnya udara antara atmosfer dan alveoli paru. Pergerakan
udara ke dalam dan keluar paru disebabkan oleh:
a) Tekanan pleura : tekanan cairan dalam ruang sempit antara pleura paru
dan pleura dinding dada. Tekanan pleura normal sekitar -5 cm H2O, yang
merupakan nilai isap yang dibutuhkan untuk mempertahankan paru agar
tetap terbuka sampai nilai istirahatnya. Kemudian selama inspirasi normal,
pengembangan rangka dada akanmenarik paru ke arah luar dengan
kekuatan yang lebih besar dan menyebabkan tekanan menjadi lebih
negatif (sekitar -7,5 cm H2O).
b) Tekanan alveolus : tekanan udara di bagian dalam alveoli paru. Ketika
glotis terbuka dan tidak ada udara yang mengalir ke dalam atau keluar
paru, makatekanan pada semua jalan nafas sampai alveoli, semuanya sama
dengan tekanan atmosfer (tekanan acuan 0 dalam jalan nafas) yaitu
tekanan 0 cm H2O. Agar udaramasuk, tekanan alveoli harus sedikit di
bawah tekanan atmosfer. Tekanan sedikit ini (-1 cm H2O) dapat menarik
sekitar 0,5 liter udara ke dalam paru selama 2 detik. Selama ekspirasi,
terjadi tekanan yang berlawanan.
c) Tekanan transpulmonal : perbedaan antara tekanan alveoli dan tekanan
pada permukaan luar paru, dan ini adalah nilai daya elastis dalam paru
yang cenderung mengempiskan paru pada setiap pernafasan, yang disebut
tekanan daya lenting paru.
2) Fisiologi kendali persarafan pada pernafasan Terdapat dua mekanisme neural
terpisah bagi pengaturan pernafasan.
a) Mekanisme yang berperan pada kendali pernafasan volunter. Pusat
volunter terletak di cortex cerebri dan impuls dikirimkan ke neuron
motorik otot pernafasan melalui jaras kortikospinal.
b) Mekanisme yang mengendalikan pernafasan otomatis. Pusat pernafasan
otomatis terletak di pons dan medulla oblongata, dan keluaran eferen dari
sistem ini terletak di rami alba medulla spinalis di antara bagian lateral dan
ventral jaras kortikospinal.
Serat saraf yang meneruskan impuls inspirasi, berkumpul pada neuron motorik
N.Phrenicus pada kornu ventral C3-C5 serta neuron motorik intercostales externa
pada kornu ventral sepanjang segmen toracal medulla. Serat saraf yang membawa
impuls ekspirasi, bersatu terutama pada neuron motorik intercostales interna
sepanjang segmen toracal medulla.
Neuron motorik untuk otot ekspirasi akan dihambat apabila neuron motorik
untuk otot inspirasi diaktifkan, dan sebaliknya. Meskipun refleks spinal ikut
berperan pada persarafan timbal-balik (reciprocal innervation), aktivitas pada jaras
descendens-lah yang berperan utama. Impuls melalui jaras descendens akan
merangsang otot agonis dan menghambat yang antagonis. Satu pengecualian kecil
pada inhibisi timbal balik ini aadalah terdapatnya sejumlah kecil aktifitas pada
akson N.Phrenicus untuk jangka waktu singkat, setelah proses inspirasi. Fungsi
keluaran pasca inspirasi ini nampaknya adalah untuk meredam daya rekoil elastik
jaringan paru dan menghasilkan pernafasan yang halus (smooth).
b. Pengaturan aktivitas pernafasan
Baik peningkatan PCO2 atau konsentrasi H+ darah arteri maupun penurunan
PO2 akan memperbesar derajat aktivitas neuron pernafasan di medulla oblongata,
sedangkan perubahan ke arah yang berlawanan mengakibatkan efek inhibisi
ringan. Pengaruh perubahan kimia darah terhadap pernafasan berlangsung melalui
kemoreseptor pernafasan di glomus karotikum dan aortikum serta sekumpulan sel
di medulla oblongata maupun di lokasi lain yang peka terhadap perubahan
kimiawi dalam darah. Reseptor tersebut membangkitkan impuls yang merangsang
pusat pernafasan. Bersamaan dengan dasar pengendalian pernafasan kimiawi,
berbagai aferen lain menimbulkan pengaturan non-kimiawi yang memengaruhi
pernafasan pada keadaan tertentu. Untuk berbagai rangsang yang memengaruhi
pusat pernafasan.
c. Pengendalian kimiawi pernafasan
Mekanisme pengaturan kimiawi akan menyesuaikan ventilasi sedemikian rupa
sehingga PCO2 alveoli pada keadaan normal dipertahankan tetap. Dampak
kelebihan H+ di dalam darah akan dilawan, dan PO2 akan ditingkatkan apabila
terjadi penurunan mencapai tingkat yang membayakan. Volume pernafasan
semenit berbanding lurus dengan laju metabolisme, tetapi penghubung antara
metabolisme dan ventilasi adalah CO2, bukan O2. Reseptor di glomus karotikum
dan aortikum terangsang oleh peningkatan PCO2 ataupun konsentrasi H+ darah
arteri atau oleh penurunan PO2. Setelah denervasi kemoreseptor karotikum,
respons terhadap penurunan PO2 akan hilang, efek utama hipoksia setelah
denervasi glomus karotikum adalah penekanan langsung pada pusat pernafasan.
Respon terhadap perubahan konsentrasi H+ darah arteri pada pH 7,3-7,5 juga
dihilangkan, meskipun perubahan yang lebih besar masih dapat menimbulkan
efek. Sebaliknya, respons terhadap perubahan PCO2 darah arteri hanya sedikit
dipengaruhi, dengan penurunan tidak lebih dari 30-35%.
1) Kemoreseptor dalam batang otak
Kemoreseptor yang menjadi perantara terjadinya hiperventilasi pada
peningkatan PCO2 darah arteri setelah glomus karotikum dan aortikum
didenervasi terletak di medulla oblongata dan disebut kemoreseptor medulla
oblongata. Reseptor ini terpisah dari neuron respirasi baik dorsal maupun
ventral, dan terletak pada permukaan ventral medulla oblongata. Reseptor
kimia tersebut memantau konsentrasi H+ dalam LCS, dan juga cairan
interstisiel otak. CO2 dengan mudah dapat menembus membran, termasuk
sawar darah otak, sedangkan H+ dan HCO3 - lebih lambat menembusnya.
CO2 yang memasuki otak dan LCS segera dihidrasi. H2CO3 berdisosiasi,
sehingga konsentrasi H+ lokal meningkat. Konsentrasi H+ pada cairan
interstitiel otak setara dengan PCO2 darah arteri.
2) Respons pernafasan terhadap kekurangan oksigen
Penurunan kandungan O2 udara inspirasi akan meningkatkan volume
pernafasan semenit. Selama PO2 masih diatas 60 mmHg, perangsangan pada
pernafasan hanya ringan saja,dan perangsangan ventilasi yang kuat hanya
terjadi bila PO2 turun lebih rendah. Nsmun setiap penurunan PO2 arteri
dibawah 100 mmHg menghasilkan peningkatan lepas muatan dari
kemoreseptor karotikum danaortikum. Pada individu normal, peningkatan
pelepasan impuls tersebut tidak menimbulkan kenaikan ventilasi sebelum PO2
turun lebih rendah dari 60 mmHg karena Hb adalah asam yang lebih lemah
bila dibandingkan dengan HbO2, sehingga PO2 darah arteri berkurang dan
hemoglobin kurang tersaturasi dengan O2, terjadi sedikit penurunan
konsentrasi H+ dalam darah arteri. Penurunan konsentrasi H+ cenderung
menghambat pernafasan. Di samping itu, setiap peningkatan ventilasi yang
terjadi, akan menurunkan PCO2 alveoli, dan hal inipun cenderung
menghambat pernafasan. Dengan demikian, manifestasi efek perangsangan
hipoksia pada pernafasan tidaklah nyata sebelum rangsang hipoksia cukup
kuat untuk melawan efek inhibisi yang disebabkan penurunan konsentrasi H+
dan PCO2 darah arteri.
3) Pengaruh H+ pada respons CO2
Pengaruh perangsangan H+ dan CO2 pada pernafasan tampaknya
bersifat aditif dan saling berkaitan dengan kompleks, serta berceda halnya dari
CO2 dan O2. Sekitar 40% respons ventilasi terhadap CO2 dihilangkan apabila
peningkatan H + darah arteri yang dihasilkan oleh CO2 dicegah. 60% sisa
respons kemungkinan terjadi oleh pengaruh CO2 pada konsentrasi H+ cairan
spinal atau cairan interstitial otak.
d. Pengangkutan oksigen ke jaringan
Sistem pengangkut oksigen di dalam tubuh terdiri atas paru dan sistem
kardiovaskuler. Pengangkutan oksigen menuju jaringan tertentu bergantung pada:
jumlah oksigen yang masuk ke dalam paru, adanya pertukaran gas dalam paru
yang adekuat, aliran darah menuju jaringan dan kapasitas darah untuk
mengangkut oksigen. Aliran darah bergantung pada derajat konstriksi jalinan
vaskular di dalam jaringan serta curah jantung. Jumlah oksigen di dalam darah
ditentukan oleh jumlah oksigen yang larut, jumlah hemoglobin dalam darah dan
afinitas hemoglobin terhadap oksigen.
e. Mekanisme Pernafasan
Mekanisme pernapasan terdiri dari proses inspirasi dan ekspirasi. Pada saat
proses inspirasi (ketika udara masuk keparu-paru), otot antar tulang rusuk
berkontraksi dan terangkat sehingga volume rongga dada bertambah besar,
sedangkan tekanan rongga dada menjadi lebih kecil dari tekanan udara luar.
Sehingga udara mengalir dari luar kedalam paru-paru. Sedangkan pada saat proses
ekspirasi (ketika udara keluar dari paru-paru), otot antar tulang rusuk akan
kembali keposisi semula (relaksasi), sehingga volume rongga dada akan mengecil
sedangkan tekanannya membesar. Tekanan ini akan mendesak dinding paru-paru,
sehingga rongga paru-paru membesar. Keadaan inilah yang menyebabkan udara
dalam rongga paru-paru terdorong keluar. Aksi dari otot respirasi ditunjukkan
pada gambar.

Gambar 2. Aksi dari otot respirasi


a) Inhalasi: diafragma berkontraksi, otot interkostal eksternal menarik tulang
rusuk keatas, paru-paru mengembang.
b) Ekshalasi: diafragma relaksasi, tulang rusuk turun kebawah dan otot
interkostal eksternal relaksasi, paru-paru menyusut.
Pernafasan pada manusia dapat digolongkan menjadi 2, yaitu:

1) Pernafasan dada
Pada pernafasan dada otot yang erperan penting adalah otot antar tulang rusuk.
Otot tulang rusuk dapat dibedakan menjadi dua, yaitu otot tulang rusuk luar
yang berperan dalam mengangkat tulang-tulang rusuk dan tulang rusuk dalam
yang berfungsi menurunkan atau mengembalikan tulang rusuk ke posisi
semula. Bila otot antar tulang rusuk luar berkontraksi, maka tulang rusuk akan
terangkat sehingga volume dada bertanbah besar. Bertambah besarnya akan
menybabkan tekanan dalam rongga dada lebih kecil dari pada tekanan rongga
dada luar. Karena tekanan uada kecil pada rongga dada menyebabkan aliran
udara mengalir dari luar tubuh dan masuk ke dalam tubuh, proses ini disebut
proses ‟inspirasi‟. Sedangkan pada proses espirasi terjadi apabila kontraksi
dari otot dalam, tulang rusuk kembali ke posisi semuladan menyebabkan
tekanan udara didalam tubuh meningkat. Sehingga udara dalam paru-paru
tertekan dalam rongga dada, dan aliran udara terdorong ke luar tubuh, proses
ini disebut ‟espirasi.
2) Pernafasan perut
Pada pernafasan ini otot yang berperan aktif adalah otot diafragma dan otot
dinding rongga perut. Bila otot diafragma berkontraksi, posisi diafragma akan
mendatar. Hal itu menyebabkan volume rongga dada bertambah besar
sehingga tekanan udaranya semakin kecil. Penurunan tekanan udara
menyebabkan mengembangnya paru-paru, sehingga udara mengalir masuk ke
paru- paru (inspirasi). Pernapasan adalah suatu proses yang terjadi secara
otomatis walau dalam keadaan tertidur sekalipun karma sistem pernapasan
dipengaruhi oleh susunan saraf otonom. Menurut tempat terjadinya pertukaran
gas maka pernapasan dapat dibedakan atas 2 jenis, yaitu pernapasan luar dan
pernapasan dalam. Pernapasan luar adalah pertukaran udara yang terjadi antara
udara dalam alveolus dengan darah dalam kapiler, sedangkan pernapasan
dalam adalah pernapasan yang terjadi antara darah dalam kapiler dengan sel-
sel tubuh. Masuk keluarnya udara dalam paru-paru dipengaruhi oleh
perbedaan tekanan udara dalam rongga dada dengan tekanan udara di luar
tubuh. Jika tekanan di luar rongga dada lebih besar maka udara akan masuk.
Sebaliknya, apabila tekanan dalam rongga dada lebih besar maka udara akan
keluar. Sehubungan dengan organ yang terlibat dalam pemasukkan udara
(inspirasi) dan pengeluaran udara (ekspirasi) maka mekanisme pernapasan
dibedakan atas dua macam, yaitu pernapasan dada dan pernapasan perut.
Pernapasan dada dan perut terjadi secara bersamaan.

2.3 Etiologi Pneumonia


Menurut Amin dan Hardhi (2015), penyebaran infeksi terjadime roplet dan sering
disebabkan oleh streptoccuspneumonia, melaluise nfus oleh staphylococcus aureus
sedangkan pada pemakaianve leh peruginosa dan enterobacter, dan masa kini terjadi
karena perubahan keadaan pasien seperti kekebalan tubuh dan penyakit kronis,
polusi lingkungan dan penggunaan antibiotik yang tidak tepat. Setelah masuk keparu-paru
organisme bermultiplikasi dan jika telah berhasil mengalahkan mekanisme pertahan paru,
terjadi pneumonia.Selain diatas penyebab terjadinya pneumonia sesuai penggolongannya
(Asih & Effendy, 2014) yaitu:
1. Bakteri
Diplococcus pneumonia, pneumococcus, streptokokus hemolyticus,St Hemaphilus
Influenza, Mycobacterum Tuberkolosis, Bacillus Fre
2. Virus
Respiratory Syncytial virus, Adeno virus, V.Sitomegalitik, V. Influenza.
3. Mycoplasma Pneumonia
4. Jamur
HistoplasmaCapsulatum, Cryptococcus Neuroformans, Blastomyces Dermatitisdes,
Coccidosdies Immitis, Aspergilus Species, Candida Albicans.
5. Aspirasi
Makanan, Kerosene (bensin, minyak tanah), Cairan Amnion, Benda Asing.
6. Pneumonia Hipostatik
7. Sindrom Loeffer

2.4 Manifestasi Klinis Pneumonia


Menurut Amin dan Hardhi (2015), tanda dan gejala pneumonia adalah sebagai berikut:
1. Demam, sering tampak sebagai tanda infeksi yang pertama. Paling sering terjadi
pada usia 6 bulan – 3 tahun dengan suhu mencapai 39,5°C – 40,5°C bahkan dengan
infeksi ringan. Mungkin malas dan peka rangsang atau terkadang euforia dan lebih
aktif dari normal, beberapa anak bicara dengan kecepatan tidak biasa.
2. Meningitis, yaitu tanda – tanda meningeal tanpa infeksi meninges.Terjadi dengan
awaitan demam tiba- tiba dengan disertai sakit kepala, nyeri dan kekakuan pada
punggung dan leher, adanya tanda kernig dan brudzinski, dan akan berkurang saat
suhu turun.
3. Anoreksia merupakan hal yang umum yang disertai dengan penyakit masa kanak-
kanak. Sering kali merupakan bukti awal dari penyakit. Menetap sampai derajat
yang lebih besar atau lebih sedikit melalui tahap demam dari penyakit, seringkali
memanjang sampai ke tahap pemulihan.
4. Muntah, anak kecil mudah muntah bersamaan dengan penyakit yang merupakan
petunjuk untuk awitan infeksi. Biasanya berlangsung singkat, tetapi dapat menetap
selama sakit.
5. Diare, biasanya ringan, diare sementara tetapi dapat menjadi berat. Sering menyetai
infeksi pernafasan, khususnya karena virus
6. Nyeri abdomen, merupakan keluhan umum. Kadang tidak bisa dibedakan dari nyeri
apendiksitis.
7. Sumbatan nasal, lubang hidung dari bayi mudah tersumbat oleh pembengkakan
mukosa dan eksudasi, dapat mempengaruhi pernafasan dan menyusui pada bayi.
8. Keluaran nasal, sering menyertai infeksi pernafasan. Mungkin encer dan sedikit
lendir kental dan purulen, bergantung pada tipe dan tahap infeksi.
9. Batuk, merupakan gambaran umum dari penyakit pernafasan.
10. Bunyi pernafasan, seperti mengi, mengorok, dan krekels.
11. Sakit tenggorokan, merupakan keluhan yang sering terjadi pada anak yang lebih
besar. Ditandai dengan anak akan menolak untuk minum dan makan peroral.
12. Keadaan berat pada bayi tidak dapat menyusui atau makan/minum, atau
memuntahkan semuanya, kejang, letargis atau tidak sadar, sianosis, distress
pernapasan berat.
13. Disamping batuk atau kesulitan bernapas, terdapat napas cepat
a. Pada anak umur 2 bulan – 11 bulan > 50kali/menit
b. Pada anak umur 1 tahun – 5 tahun > 40kali/menit
2.5 Patofisiologi Pneumonia

Mikroorganisme mencapai paru melalui beberapa jalur, yaitu:

1. Ketika individu yang terinfeksi batuk, bersin, atau berbicara, mikroorganisme


dilepaskan ke dalam udara dan terhirup oleh orang lain.
2. Mikroorganisme dapat juga terinspirasi denganaerosol dari peralatan terapi
pernapasan yang terkontaminasi.
3. Pada individu yang sakit atau hygiene giginya buruk, flora normal orofaring dapat
menjadi patogenik.
4. Staphilococccus dan bakteri garam negatif dapat menyebar melalui sirkulasi dari
infeksi sistemik, sepsis, atau jarum obat IV yang terkontaminasi.
Pada individu yang sehat, pathogen yang mencapai paru
dikeluarkan atau tertahan dalam pipi melalui mekanisme pertahanan diri seperti
reflek batuk, klirens mukosiliaris, dan fagositosis oleh makrofag alveolar. Pada
individu yang rentan, pathogen yang masuk kedalam tubuh memperbanyak diri,
melepaskan toksin yang bersifat merusak dan menstimulasi respon inflamasi dan
respon imun, yang keduanya mempunyai efek samping merusak. Reaksi antigen-
antibodi dan endotoksin yang melepaskan oleh beberapa mikroorganisme merusak
membrane mukosa bronchial dan membrane alveolokapilar inflamasi dan edema
menyebabkan sel-sel acini dan brokhioventilasi perfusi (Asih & Effendy, 2014).

2.6 Pathway
2.7 Komplikasi Pneumonia
Menurut Suzanne dan Brenda (2013), komplikasi pneumonia menyebabkan hipotensi
dan syok, gagal pernapasan, atelektasis, efusi pleura, delirium, superinfeksi dan adhesi.
Beberapa kelompok orang yang lebih beresiko mengalami komplikasi, seperti lansia dan
balita. Sejumlah komplikasi pneumonia yang dapat terjadi adalah:
1. Infeksi aliran darah.
Infeksi aliran darah atau bakterimia terjadi akibat adanya bakteri yang masuk ke
dalam aliran darah dan menyebarkan infesi ke organ-organ lain.
2. Abses paru atau paru bernanah.
Abses paru dapat ditangani dengan antibiotik, namun terkadang juga membutuhkan
tindakan medis untuk membuang nanahnya.
3. Efusi Pleura.
Kondisi di mana cairan memenuhi ruang yang menyelimuti paru-paru.

2.8 Pemeriksaaan Penunjang Pneumonia


Menurut Amin dan Hardhi (2015), pemeriksaan penunjang pneumonia adalah:

1. Sinar X mengidentifikasikan distribusi structural (missal: lobar, bronchial dapa juga


menyatakan abses)
2. Biopsi paru : untuk menetapkan diagnose
3. Pemeriksaan kultur, sputum, dan darah : untuk dapat mengindentifikasi semua
organisme yang ada
4. Pemeriksaan serologi : membantu dalam membedakan diagnose organisme khusus
5. Pemeriksaan fungsi paru : untuk mengetahui paruparu, menetapkan luas berat penyakit
dan membantu diagnosis keadaan
6. Spiometrik static : untuk mengkaji jumlah udara yang aaspiras
7. Bronkoskop : untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda asing

2.9 Penatalaksanaan Pneumonia


Kepada penderita yang penyakitnya tidak terlalu berat, bisa diberikan antibiotik per
oral dan tetap tinggal dirumah. Penderita yang lebih tua dan penderita dengan sesak nafas
atau dengan penyakit jantung atau penyakit paru lainnya, harus dirawat antibiotik
diberikan melalui infus. Mungkin perlu diberikan oksigen tambahan, cairan intravena dan
alat bantu nafas mekanik.
Selanjutnya menurut Amin dan Hardhi (2015), kebanyakan penderimekanik memberikan
respon terhadap pengobatan dan keadaannya membaik dalam waktu 2 minggu.
Penatalaksanaan umum yang dapat diberikan antara lain:
1. Oksigen 1-2 L/menit.
2. IVFD dekstosen 10%: NaCI 0,9%=3:1, + KCI 10 mEq/500 mI cairan. Jumlah cairan
sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi.
3. Jika sesak tidak terlalu berat, dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui selang
nasogastric dengan feeding drip.
4. Jika sekresi lender berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan beta
agonis untuk memperbaiki transport mukosilier.
Penetalaksanaan untuk pneumonia bergantung pada penyebab, antibiotic diberikan
sesuai hasil kultur.
Untuk kasus pneumonia community based:
1. Ampisilin 100 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian
2. Kloramfenikol 75 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian
Untuk kasus pneumonia hospital based:
1. Sefatoksim 100 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian
2. Amikasin 10-15 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian

2.10 Konsep asuhan keperawatan

A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Nama/ Nama panggilan, tempat tanggal lahir, usia, jenis kelamin, agama, pendidikan,
alamat, tanggal masuk, tanggal pengkajian, diagnosa medis, rencana terapi.

2. Identitas Orang Tua/Penanggung Jawab Nama ayah dan ibu atau penanggung jawab,
usia, pendidikan, pekerjaan, sumber penghasilan, agama, alamat.

3. Identitas Saudara Kandung


No Nama Usia Hubungan Status Kesehatan

4. Keluhan Utama
Alasan utama mengapa klien mencari pertolongan pada tenaga professional.

5. Riwayat Keluhan Utama


Hal yang berhubungan dengan keluhan utama:
a. Munculnya keluhan Tanggal munculnya keluhan, waktu munculnya keluhan
(gradual/tiba-tiba), presipitasi/predisposisi (perubahan emosional, kelelahan,
kehamilan, lingkungan, toksin/allergen, infeksi).
b. Karakteristik Karakter (kualitas, kuantitas, konsistensi), loksai dan radiasi, timing
(terus menerus/intermiten, durasi setiap kalinya), hal-hal yang
meningkatkan/menghilangkan/mengurangi keluhan, gejalagejala lain yang
berhubungan.
c. Masalah sejak muncul keluhan Perkembangannya membaik, memburuk, atau
tidak berubah.
d. Keluhan pada saat pengkajian

6. Riwayat Masa Lampau (khusus untuk anak usia 0-5 tahun)


a. Prenatal Care
Tempat pemeriksaan kehamilan tiap minggu, keluhan saat hamil,riwayat terkena
radiasi, riwayat berat badan selama hamil, riwayatimunisasi TT, golongan darah
ayah dan ibu.
b. Natal
Tempat melahirkan, jenis persalinan, penolong persalinan, komplikasi yang
dialami saat melahirkan dan setelah melahirkan.
c. Post Natal
Kondisi bayi, APGAR, Berat badan lahir, Panjang badan lahir,anomaly
kongenital, penyakit yang pernah dialami, riwayat kecelakaan, riwayat konsumsi
obat dan menggunakan zat kimia yang berbahaya, perkembangan anak dibanding
saudara saudaranya.
7. Riwayat Keluarga
Penyakit yang pernah atau sedang diderita oleh keluarga (baik berhubungan/tidak
berhubungan dengan penyakit yang diderita klien), gambar genogram dengan
ketentuan yang berlaku (symbol dan 3 generasi).

8. Riwayat Imunisasi
Riwayat imunisasi (imunisasi yang pernah didapat, usia dan reaksi waktu imunisasi).
No Jenis Imunisasi Usia Pemberian Frekuensi Selang Waktu Reaksi Pemberian
1 BCG
2 DPT (I,II,III)
3 Polio (I,II,III,IV)
4 Campak
5 Hepatitis
9. Riwayat Tumbuh Kembang
1) Pertumbuhan Fisik : Berat badan, tinggi badan, waktu tumbuh gigi, jumlah gigi,
pengukuran lingkar lengan atas, pengukuran lingkar kepala.
2) Perkembangan Tiap Tahap : Usia anak saat berguling, duduk, merangkak, berdiri,
berjalan, senyum kepada orang lain pertama kali, bicara pertama kali, kalimat
pertama yang disebutkan dan umur mulai berpakaian tanpa bantuan.

10. Riwayat Nutrisi


1) Pemberian ASI
2) Pemberian Susu Formula : Alasan pemberian, jumlah pemberian dan cara
pemberian.
3) Pola Perubahan Nutrisi

11. Riwayat Psikososial


1) Yang mengasuh anak dan alasannya
2) Pembawaan anak secara umum (periang, pemalu, pendiam, dan kebiasaan
menghisap jari, membawa gombal, ngompol)
3) Lingkungan rumah (kebersihan, keamanan, ancaman, keselamatan anak, ventilasi,
letak barang-barang)

12. Riwayat Spiritual


1) Support sistem dalam keluarga
2) Kegiatan keagamaan
13. Reaksi Hospitalisasi
1) Pengalaman keluarga tentang sakit dan rawat inap : Alasan ibu membawa klien ke
RS, apakah dokter menceritakan tentang kondisi anak, perasaan orang tua saat ini,
orang tua selalu berkunjung ke RS, yang akan tinggal di RS dengan anak.
2) Pemahaman anak tentang sakit dan rawat inap

14. Aktivitas Sehari-hari


1) Nutrisi : Selera makan anak sebelum sakit dan saat sakit.
2) Cairan : Jenis minuman sebelum sakit dan saat sakit, frekuensi minum, kebutuhan
cairan dan cara pemenuhan sebelum sakit serta saat sakit.
3) Pola eliminasi : Tempat pembuangan sebelum sakit dan saat sakit, frekuensi,
konsistensi, kesulitan dan obat pencahar yang diberikan sebelum sakit serta saat
sakit.
4) Pola istirahat tidur : Jam tidur anak saat siang dan malam, pola tidur, kebiasaan
sebelum tidur, kesulitan tidur sebelum sakit dan saat sakit.
5) Olahraga : Program olahraga, jenis dan frekuensi, kondisi setelah keluarga
sebelum sakit dan saat sakit.
6) Personal hygiene : Mandi (meliputi cara, frekuensi, dan alat mandi), cuci rambut
(Frekuensi dan cara), gunting kuku (Frekuensi dan cara), gosok gigi (frekuensi
dan cara).
7) Aktifitas mobilitas fisik : Kegiatan sehari-hari, pengaturan jadwal harian,
penggunaan alat bantu aktivitas, serta kesulitan pergerakan tubuh ssebelum sakit
dan saat sakit.
8) Rekreasi : Perasaan saat sekolah, waktu luang, perasaan setelah rekreasi, waktu
senggang keluarga dan kegiatan hari libur sebelum sakit dan saat sakit.

15. Pemeriksaan Fisik


1) Keadaan umum : Kesadaran, postur tubuh
2) Tanda – tanda vital : Tekanan darah, nadi, suhu, pernapasan
3) Ukuran anthropometric : Berat badan, tinggi badan, lingkar kepala
4) Kepala : Kebersihan, warna rambut, benjolan dan tekstur rambut
5) Muka : Bentuk muka, ekspresi wajah dan kelainan
6) Mata : Penglihatan, konjungtiva, sclera, kelainan mata
7) Hidung : Kebersihan, kelainan
8) Telinga : Fungsi pendengaran, kelainan, kebersihan
9) Mulut : Gigi, gusi, lidah dan bibir
10) Tenggorokan : Warna mukosa, nyeri tekan dan nyeri menelan
11) Leher : Inspeksi dan palpasi kelenjar thyroid
12) Thorax dan pernapasan : Inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi (dada)
13) Jantung : Palpasi, perkusi, dan auskultasi (jantung)
14) Abdomen : Inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi
15) Punggung : Ada/tidak kelainan
16) Genetalia dan anus : Kebersihan, terpasang kateter/tidak, kelainan
17) Ekstremitas : Ekstremitas atas dan ekstremitas bawah
18) Kulit : Kebersihan kulit, turgor kulit, lesi, kelainan
19) Status neurologi : Saraf-saraf kranial dan tanda perangsangan selaput otak
16. Pemeriksaan Tingkat Perkembangan (0 – 6 tahun)
Berdasarkan hasil pengkajian melalui DDST (Denver Development Screening Test)
untuk umur 0 – 6 tahun perkembangan anak diatur dalam 4 kelompok besar yang
disebut sektor perkembangan yang meliputi:
a. Motorik kasar : Kemampuan anak untuk menggunakan dan melibatkan sebagian
besar bagian tubuh dan biasanya memerlukan tenaga.
b. Motorik halus : Kemampuan anak untuk menggunakan bagian tubuh tertentu dan
dilakukan oleh otot halus sehingga tidak perlu tenaga, namun perlu koordinasi
yang lebih kompleks.
c. Kognitif dan bahasa : Kemampuan mengungkapkan perasaan, keinginan, dan
pendapat melalui pengucapan kata-kata, kemampuan mengerti dan memahami
perkataan orang lain serta berfikir.
d. Kemandirian dan bergaul : Kemampuan anak untuk menyesuaikan diri dengan
orang lain.

17. Tes Diagnostik


a. Laboratorium
b. Foto Rontgen

18. Terapi Saat Ini (ditulis dengan rinci)

B. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan pada klien dengan Pneumonia adalah :
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan secret
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
c. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebihan 4.
Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi alveoli
d. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan kapasitas pembawa oksigen
darah 6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen
e. Kecemasan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan orang tua tentang perawatan
anak 8. Resiko tumbuh kembang berhubungan dengan hospitalisasi

C. Intervensi Keperawatan
Rencana tindakan keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dapat mencapai
tiap tujuan khusus. Perencanaan keperawatan meliputi perumusan tujuan tindakan, dan
penilaian rangkaian asuhan keperawatan pada klien berdasarkan analisis pengkajian agar
masalah kesehatan dan keperawatan dapat diatasi. Rencana tindakan keperawatan dapat
dilihat pada uraian berikut ini:
No Dignosa Tujuan Keperawatan dan Intervensi Keperawatan
Keperawatan Kriteria Hasil
Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau tanda-tanda vital
bersihan jalan keperawatan …… jam, (suhu, RR, HR)
nafas berhubungan permbersihan jalan nafas 2. Pantau status pernafasan:
dengan efektif. Kriteria hasil: irama, frekuensi, suara,
penumpukan  RR 30-50 x/menit dan retraksi dada
secret  Bunyi nafas vasikuler 3. Atur posisi yang
 Tidak ada sputum nyaman, posisi pronasi
 Irama nafas teratur - Jalan untuk bayi dan
nafas paten semifowler untuk anak
 Sekresi yang efektif 4. Lakukan suction sesuai
indikasi
5. Kolaborasi dengan
dokter pemberian
inhalasi ventolin + NaCl
0.9% per 6 jam
6. Kolaborasi dengan
dokter pemberian
oksigen nasal kanul
sesuai indikasi dokter
Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau tanda-tanda vital
pola nafas keperawatan ........ jam, pola (suhu,RR,HR)
berhubungan nafas efektif Kriteria hasil: 2. Pantau status
dengan pernafasan: irama,
 RR 30-50 x/menit
hiperventilasi frekuensi, suara, dan
 Bunyi nafas vasikuler
retraksi dada (otot bantu
 Irama nafas teratur
pernafasan)
 Tidak ada penggunaan
3. Atur posisi yang
otot bantu nafas
nyaman: posisi pronasi
 Ekspansi dada simetris
untuk bayi dan semi
fowler untuk anak
4. Kolaborasi dengan
dokter pemberian
oksigen nasal kanul
sesuai indikasi
Kekurangan Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau status hidrasi
volume cairan keperawatan ……. jam, (membrane mukosa,
berhubungan pasien memperlihatkan tanda turgor kulit, frekuensi
dengan kehilangan rehidrasi dan nadi, dan tekanan darah)
cairan yang mempertahankan hidrasi yang 2. Pantau intake dan output
berlebihan adekuat Kriteria hasil: pasien (balance cairan)
3. Pantau hasil
 Membrane mukosa bibir
laboratorium seperti
lembab
natrium, kalium, klorida
 Turgor kulit baik
4. Motivasi anak dan
 Urine jernih dan tidak
keluarga untuk
pekat
meningkatkan asupan
cairan per oral
4. Pantau kebutuhan cairan
kolaborasi
Hipertermi Setelah dilakukan tindakan 1. Ukur suhu tubuh 1 jam
berhubungan keperawatan ……. jam, tidak 2. Motivasi anak dan
dengan proses terjadi demam Kriteria hasil: keluarga untuk
inflamasi alveoli meningkatkan asupan
 Tidak demam
cairan per oral
 Suhu 36,5-37,5 derajat
3. Anjurkan orang tua
celcius
melakukan kompres
 - Tidak teraba panas pada
hangat
tubuh
4. Anjurkan ibu untuk
menggantikan pakaian
yang mudah menyerap
keringat dari bahan
katun
5. Kolaborasi pemberian
paracetamol sesuai
indikasi
6. 6. Kolaborasi pemberian
cairan infus
Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji Frekuensi atau
pertukaran gas keperawatan ……. jam, kedalaman dan
berhubungan gangguan gas teratasi Kriteria kemudahan bernafas.
dengan gangguan hasil: 2. Observasi warna kulit,
kapasitas membran mukosa dan
 Sianosis tidak ada
pembawa oksigen kuku. Catat adanya
 Nafas normal
darah sianosis perifer (kuku)
 Sesak tidak ada
3. Kaji status mental
 Gelisah tidak ada
4. Tinggikan kepala dan
 Hipoksia tidak ada
dorong untuk sering
mengubah posisi, nafas
dalam dan batuk efektif
5. Kolaborasi dengan tim
dokter dalam
pemberian terapi
oksigen dengan benar
Intoleransi Setelah dilakukan tindakan 1. Evaluasi respon pasien
aktivitas keperawatan ……. jam, terhadap aktivitas
berhubungan intoleransi aktivitasi teratasi 2. Berikan lingkungan
dengan Kriteria hasil: tenang dan batasi
ketidakseimbangan pengunjung
 Nafas normal
antara suplai dan 3. Jelaskan kepada orang
 Sianosis tidak ada
kebutuhan oksigen tua perlunya istirahat
 Irama jantung normal
dalam rencana
pengobatan dan
perlunya keseimbangan
bermain dengan
istirahat
4. Bantu aktivitas
perawatan diri yang di
perlukan
Kecemasan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tingkat kecemasan
berhubungan keperawatan ……. jam, 2. Lakukan pendekatan
dengan kurangnya kecemasan berkurang sampai dengan tenang dan
pengetahuan orang dengan hilang Kriteria hasil: meyakinkan
tua tentang 3. Gunakan media untuk
 Orang tua tenang
perawatan anak menjelaskan mengenai
 Gelisah tidak ada
penyakit klien
 Tidak cemas
4. Jelaskan tentang
perawatan yang
diberikan kepada klien
dan prosedur
pengobatan

Resiko tumbuh Setelah dilakukan tindakan 1. Berikan stimulasi atau


kembang keperawatan ……. jam, klien rangsangan kepada
berhubungan tidak mengalami gangguan klien
dengan tumbuh kembang Kriteria 2. Berikan kasih sayang
hospitalisasi hasil: kepada klien
3. Kolaborasi dengan tim
- Keterlambatan tidak terjadi
gizi dalam pemberian
- Tumbuh kembang sesuai diet nutrisi untuk
tahapan usia tumbuh kembangnya

D. Implementasi

Implementasi adalah pelaksanaan dari intervensi untuk mencapai tujuan yang spesifik.
Tahap implementasi dimulai setelah intervensi disusun dan ditujukan pada nursing orders
untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan (Nursalam, 2013).

E. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan keberhasilan dari diagnosa keperawatan, intervensi dan implementasi.
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan
(Nursalam, 2013)
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai