DISUSUN OLEH :
Kelompok 7
Kelompok 7
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................i
KATA PENGANTAR..................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1
3.1 Pengkajian.......................................................................................13
3.2 Analisa Data....................................................................................16
3.3 Diagnosa Keperawatan..................................................................16
3.4 Perencanaan....................................................................................17
3.5 Implementasi...................................................................................21
3.6 Evaluasi............................................................................................22
iii
BAB IV PENUTUP.....................................................................................24
4.1 Kesimpulan......................................................................................24
4.2 Saran ...............................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................25
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Gangguan pernafasan merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas. Infeksi saluran pernafasan jauh lebih sering terjadi dibandingkan
dengan infeksi sistem organ tubuh lain dan berkisar dari flu biasa dengan
gejala serta gangguan yang relative ringan sampai pneumonia berat
(Andriansyah, 2014).
Pneumonia merupakan penyakit yang banyak terjadi yang menginfeksi
kira-kira 450 jiwa orang pertahun dan terjadi di seluruh pejuru dunia.
Penyakit ini merupakan penyebab utama kematian pada emua kelompok yang
menyebabkan jutaan kematian (7% dari kematian total dunia). Setiap tahun
angka ini terjadi paling besar pada anak-anak yang berusia kurang dari lima
tahun,dan dewasa yang berusia lebih dari75 tahun. Anak membutuhkan
lingkungan yang dapat memfasilitasi dalam memenuhi kebutuhan dasarnya
untuk belajar (Supartini, 2004). Lingkungan yang aman adalah salah satu
kebutuhan dasar yang harus terpenuhi. Jika lingkungan sudah mendukung,
maka bahaya fisik akan berkurang, penyebaran organisme patogen akan
berkurang, sanitasi dapat dipertahankan, dan polusi dapat dikontrol dan
diharapkan anak terlindung dari berbagai macam penyakit, salah satunya
adalah pneumonia (Potter & Perry, 2005). Pneumonia adalah radang
parenkim paru. Kuman patogen mencapai bronkoli terminalis, cairan edema
masuk kedalam alveoli, diikuti oleh leukosit dalam jumlah banyak, kemudian
makrofag akan membersihkan debris sel dan bakteri. Karena jaringan paru
mengalami konsolidasi, maka kapasitas vital dan complience paru menurun,
serta aliran darah yang mengalami konsolidasi menimbulkan pirau/ shunt
kanan ke kiri dengan ventilasi perfusi yang mengalami ketidakcocokan,
sehingga berakibat pada hipoksia. Kerja jantung kemudian meningkat oleh
karena 2 saturasi oksigen yang menurun dan hiperkapneu. Pada keadaan yang
berat dapat terjadi gagal napas (Nursalam, Susilaningrum, & Utami, 2008).
1
Gejala Penyakit pneumonia biasanya didahului infeksi saluran pernapasan
atas akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil, suhu
tubuh meningkat dapat mencapai 400 C, sesak napas, nyeri dada dan batuk
dengan dahak kental, terkadang dapat berwarna kuning hingga hijau. Pada
sebagian penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu
makan, dan sakit kepala. Faktor risiko terkena pneumonia yaitu ISPA, gizi
kurang, berat badan lahir rendah, tidak mendapat ASI memadai, kepadatan
tempat tinggal, perilaku merokok orang tua, imunisasi yang memadai, dan
sebagainya (Wahid & Suprapto, 2013). Setiap tahun lebih dari 2 juta anak
balita meninggal karena pneumonia di negara berkembang, dibandingkan
dengan sekitar 800 ribu anak – anak yang meninggal karena pneumonia
(Unicef & WHO, 2006).
2
BAB II
3
2.2 KLASIFIKASI
Menurut Nurarif (2015), klasifikasi pneumonia terbagi berdasarkan
anatomi dan etiologis berdasarkan usaha terhadap pemberantasan pneumonia
melalui usia.
1. Berdasarkan anatomi :
a. Pneumonia Lobularis, melibatkan seluruh atau suatu bagian besar
dari satu atau lebih lobus paru. Bila kedua paru terkena maka dikenal
sebagai pneumonial bilateral atau ganda.
b. Pneumonia Lobularis (Bronkopneumonia), terjadi pada ujung akhir
bronkiolus yang tersumbat oleh eksudat mukopurulen untuk
membentuk dercak konsulidasi dalam lobus yang berbeda
didekatnya, disebut juga pneumonia lobularis.
c. Pneumonia Interstitisl (Bronkiolitis), proses inflamsi yang terjadi di
dalam dinding alveolar (interstinium) dan jaringan peribronkial serta
interlobular.
2. Berdasarkan inang dan lingkungan
a. Pneumonia Komunitas, terjadi pada pasien perokok, dan mempunyai
penyakit penyerta kardiopulonal.
b. Pneumonia aspirasi, disebabkan oleh bahan kimia yaitu aspirasi
bahan toksik, dan akibat aspirasi cairan dari cairan makanan atau
lambung.
c. Pneumonia pada gangguan imun, terjadi akibat proses penyakit dan
terapi. Disebabkan oleh kuman patogen atau mikroorganisme seperti
bakteri, protozoa, parasite, virus, jamur, dan cacing.
3. Pembagian etiologis
a. Bakteri : Diploccocus pneumonia, Pneumococcus, Streptococcus
hemolytikus, Streptococcus aureus, Hemophilus influenza, Bacilus
frienlander, Mycobacterium tuberculosis.
b. Virus : Respiratory syncytial virus, Virus influenza, Adenovirus.
4
c. Jamur : Hitoplasma capsulatum, Cyptococus neuroformans,
Blastornyces dermatitides
d. Aspirasi : Makanan, Kerosene (bensin, minyak tanah), Cairan
amnion, benda asing
e. Pneumonia Hipostatik
f. Sindrom Loeffler
2.3 ETIOLOGI
Penyebab awal pneumonia adalah bakteri, virus atau mycoplasma (fungi).
Organisme yang paling umum RSV, virus para influenza, adenovirus,
enterovirus dan pneumococcus. Pada anak – anak dengan gangguan imun
maka akan mudah terserang baktei, parasite, dan fungi. Berikut ini adalah
etiologi pneumonia pada anak berdasarkan kelompok umur, jenis
mikroorganisme, dan penyebab tersering :
5
1. Usia 0 – 20 hari
Bakteri : E. Coli streptococcus group B dan Listeria monocytogenes
2. Usia 3 minggu – 3 bulan
Bakteri : Chlamydia trachomatis, Streptococcus pneumonia
Virus : Virus influenza, Virus adeno, Respiratory syncytial virus
3. Usia 4 bulan – 5 tahun
Bakteri : Mycoplasma pneumoniae, Streptococcus pneumoniae,
Chlamydia pneumoniae
Virus : Virus influenza, Virus adeno, Virus Rino, RSV
4. Usia 5 tahun – 18 tahun
Bakteri : Chlamydia pneumoniae, Mycoplasma pneumoniae,
Streptococcus pneumoniae
2.4 PATOFISIOLOGI
Menurut pendapat Sujini & Sukarmin (2009), kuman masuk kedalam
jaringan paru – paru melalui saluran nafas bagian atas menuju ke bronkhiolus
dan alveolus. Setelah bakteri masuk dapat menimbulkan reaksi peradangan
dan menghasilkan cairan edema yang kaya protein.
Kuman pneumokokus dapat meluas dari alveoli ke seluruh segmen
atau lobus. Eritrosit dan leukosit mengalami peningkatan, sehingga alveoli
penuh dengan cairan edema yang berisi eritrosit, fibrin dan leukosit sehingga
kapiler alveoli menjadi melebar, paru menjadi tidak berisi udara. Pada tingkat
lebih lanjut, aliran darah menurun sehingga alveoli penuh dengan leukosit dan
eritrosit menjadi sedikit.
Selain itu paru tampak berwarna abu – abu kekuningan. Perlahan sel darah
merah yang akan masuk ke alveoli menjadi mati dan terdapat eksudat pada
alveolus sehingga membran dari alveolus akan mengalami kerusakan yang
dapat mengakibatkan gangguan proses difusi osmosis oksigen dan berdampak
pada penurunan jumlah oksigen yang dibawa oleh darah.
Secara klinis penderita mengalami pucat sampai sianosis. Terdapatnya
cairan purulent pada alveolus menyebabkan peningkatan pada paru, dan dapat
6
menurunkan kemampuan mengambil oksigen dari luar serta mengakibatkan
berkurangnya kapasitas paru. Sehingga penderita akan menggunakan otot
bantu pernafasan yang menimbulkan retraksi dada.
Secara hematogen maupun lewat penyebaran sel, mikroorganisme
yang ada diparu akan menyebar ke bronkus sehingga terjadi fase peradangan
lumen bronkus. Hal ini mengakibatkan terjadinya peningkatan produksi
mukosa dan peningkatan gerakan sillia sehingga timbul reflek batuk.
2. Pneumonia berat
Pada diagnosis pneumonia berat apabila ditemukan batuk dan atau
kesulitan bernafas ditambah minimal salah satu manifestasi klinis
dibawah ini :
7
a. Kepala terangguk – angguk
b. Pernafasan cupang hidung
c. Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
d. Foto dada menunjukkan gambaran pneumonia
2.6 KOMPLIKASI
Komplikasi pada anak yang sering meliputi :
- Empiema (tersering pada tipe bakteri)
- Pneumothorax
- Perikarditis purulenta
- Infeksi ekstra paru bisa ke meningen
8
2.7 PENCEGAHAN
Pencegahan pneumonia yaitu menghindari dan mengurangi faktor resiko,
meningkatkan pendidikan kesehatan, perbaikan gizi, pelatihan petugas
kesehatan dalam diagnosis dan penatalaksanaan pneumonia yang benar dan
efektif (Said, 2010).
2.8 PENATALAKSANAAN
1. Pneumonia ringan
a. Anak dirawat jalan
b. Beri antibiotik seperti kotrimoksasol (4 mg/kg BB/kali) 2 kali sehari
selama 3 hari atau amoksilain (25mg/kg BB/kali) 2 kali sehari
selama 3 hari
c. Tindak lanjut :
Anjurkan ibu untuk memberikan makan anak, nasehati ibu untuk
membawa kembali anaknya setelah 2 hari, atau lebih cepat jika
keadaan anak memburuk atau bila anak tidak bisa minum atau
menyusu. Ketika anak kembali, jika pernafasannya membaik
(melambat), demam berkurang, nafsu makan membaik maka
lanjutkan pengobatan sampai seluruhnya 3 hari.
2. Pneumonia berat
a. Anak harus dirawat dirumah sakit
b. Pemberian terapi antibiotik
- Beri ampisilin/amoksilin (25-50 ml/kgBB IV atau IM setiap 8
jam), dan harus dipantau dalam 24 jam selama 72 jam pertama.
Bila anak memberi respons yang baik maka diberikan 5 hari.
Selanjutnya terapi dilanjutkan dirumah atau dirumah sakit
dengan amoksilin oral (15 mg/kg BB/kali tiga kali sehari)
- Bila kondisi klinis anak memburuk sebelum 48 jam atau
terdapat kondisi yang berat (tidak dapat menyusu atau minum /
makan atau memuntahkan semuanya, kejang, letargi atau tidak
9
sadar, sianosis, distress pernafasan berat), maka ditambahkan
kloramfenikol (25 mg/kg BB/kali IM atau IV setiap 8 jam)
- Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat, segera berikan
oksigen dan pengobatan kombinasi ampisilin – kloramfenikol
atau ampisilin – gentamisin
- Bila anak tidak membaik dalam 48 jam, maka bila
memungkinkan buat foto dada.
c. Pemberian terapi oksigen
- Bila oksigen pada semua anak dengan pneumonia berat
- Bila tersedia pulse oxymetri, gunakan panduan sebagai panduan
untuk terapi oksigen (berikan pada anak dengan saturasi oksigen
<90%, bila tersedia oksigen yang cukup). Lakukan uji coba
oksigen setiap harinya pada anak yang stabil. Hentikan
pemberian oksigen bila saturasi tetap stabil >90%. Pemberian
oksigen setelah saat ini tidak berguna.
- Gunakan nasal prongs, kateter nasal, atau kateter nasofaringeal.
Penggunaan nasal prongs adalah metode untuk menghantarkan
oksigen pada bayi muda. Masker wajah atau masker kepala
tidak direkomendasikan. Oksigen harus tersedia secara terus –
menerus setiap waktu.
Sedangkan penyebab pneumonia bervariasi sehingga penanganannya pun
akan disesuaikan dengan penyebab tersebut.
10
d. Pemeriksaan sel darah putih biasanya meningkat pada pneumonia yang
disebabkan bakteri
2.10 PATHWAY
11
12
BAB III
3.1 PENGKAJIAN
Menurut Hidayat (2012), pengkajian adalah langkah awal dari tahapan
proses keperawatan, yang harus memperhatikan data dasar dari pasien untuk
mendapatkan informasi yang diharapkan. Pengkajian dilakukan pada
(individu, keluarga, komunitas) terdiri dari data objektif dari pemeriksaan
diagnostic serta sumber lain. Pengkajian individu terdiri dari riwayat
kesehatan (data subjektif) dan pemeriksaan fisik (data objektif). Terdapat dua
jenis pengkajian yang dilakukan untuk menghasilkan diagnosis keperawatan
yang akurat : komprehensif dan fokus. Pengkajian komprehensif mencakup
seluruh aspek kerangka pengkajian seperti 11 pola kesehatan fungsional
Gordon dan pengkajian fokus mencakup pemeriksaan fisik.
Menurut Muttaqin (2008), pengkajian pasien dengan pneumonia yaitu :
a. Keluhan utama klien dengan pneumonia adalah sesak nafas, batuk, dan
peningkatan suhu tubuh atau demam
13
Penyakit diarahkan pada waktu sebelumnya, apakah klien pernah
mengalami infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) dengan gejala seperti
luka tenggorokan, kongesti nasal, bersin, dan demam ringan.
14
Aktivitas yang sering tampak saat menghadapi stress adalah pasien
selalu diam dan mudah marah
10. Pola nilai – kepercayaan
Nilai keyakinan mungkin meningkatkan seiring dengan kebutuhan
untuk mendapat sumber kesehatan dari Allah SWT..
e. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
Klien dengan pneumonia dapat dilakukan dengan menilai keadaan
fisik bagian tubuh. Hasil pemeriksaan tanda – tanda vital pada klien
dengan pneumonia biasanya mengalami peningkatan suhu tubuh yaitu
lebih dari 40°C, frekuensi napas meningkat.
2. Pola pernafasan
- Inspeksi
Bentuk dada dan gerak pernafasan. Pada klien dengan
pneumonia sering ditemukan peningkatan frekuensi napas cepat
dan dangkal. Napas cuping hidung dan sesak berat. Batuk
produktif disertai dengan peningkatan produksi sekret yang
berlebih.
- Perkusi
Klien dengan pneumonia tanpa disertai komplikasi,
didapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru.
- Auskultasi
Didapatkan bunyi napas melemah dan adanya suara napas
tambahan ronkhi basah pada isis yang sakit. Penting bagi perawat
untuk mendokumentasikan hasil auskultasi di daerah mana
didapatkan adanya ronkhi.
15
3. Sistem neurologi
Klien dengan pneumonia yang berat sering terjadi penurunan
kesadaran. Pada pengkajian objektif wajah klien tampak meringis,
menangis, dan merintih (Muttaqin, 2008)
4. Sirkulasi
Takikardia, penampilan pucat.
5. Psikologi dan faktor perkembangan
Usia, tingkat intervensi, pengalaman berpisah dengan orang tua,
mekanisme koping yang dipakai sebelumnya, kebiasaan (pengalaman
yang tidak menyenangkan, waktu tidur/rutinitas pemberian pola
makan).
6. Pengetahuan orang dan keluarga
Pengalaman dengan penyakit pernafasan, pemahaman akan
kebutuhan interventi pada distress pernafasan, dan tingkat
pengetahuan.
3.2 ANALISA DATA
Menurut (Setiadi, 2012) analisa diperoleh dari :
a. Data subjektif
Pengumpulan data yang diperoleh dari deskripsi verbal pasien
mengenai masalah kesehatannya seperti riwayat keperawatan persepsi
pasien. Perasaan dan ide tentang status kesehatannya. Sumber data lain
dapat diperoleh dari keluarga, konsultan, dan tenaga kesehatan lainnya.
b. Data objektif
Pengumpulan data melalui pengamatan sesuai dengan
menggunakan panca indra. Mencatat hasil observasi secara khusus
tentang apa yang dilihat dirasa didengar.
3.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinnis mengenai seseorang,
keluarga, atau masyarakat sebegai akibat dari masalah kesehatan atau proses
kehidupan yang aktual atau potensial (Hidayat, 2008)
16
Komponen – komponen dalam pernyataan diagnosa keperawatan meliputi
masalah (problem), penyebab (etiologi), dan data (sign and symptom).
Menurut Nanda (2015), diagnosa keperawatan yang sering terjadi pada
pasien dengan pneumonia ada lima, yaitu sebagai berikut :
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d inflamasi dan obstruksi jalan
nafas
b. Ketidakefektifas pola nafas b/d hiperventilasi
c. Kekurangan volume cairan b/d intake oral tidak adekuat, takipneu,
demam
d. Intoleransi aktivitas b/d isolasi respiratory
e. Defisiensi pengetahuan b/d perawataan anak pulang
3.4 PERENCANAAN
Perencanaan adalah suatu proses penulisan sebagai intervensi keperawatan
yang dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan, atau mengurangi masalah –
masalah pasien (Hidayat, 2008)
Adaapun perencanaan berdasarkan diagnosa menurut Nanda (2015) yang
mungkin timbul pada pasien pneumonia yaitu :
17
sekresi atau dan dyspnea jika perlu
obstruksi dari (mampu 4. Keluarkan sekret
saluran mengeluarkan dengan batuk
pernafasan untuk sputum, mampu efektif atau
mempertahankan bernafas dengan suction
kebersihan jalan mudah, tidak ada 5. Auskultasi suara
nafas pursed ups) nafas, catat
2. Menunjukkan jalan adanya suara
nafas yang paten tambahan
klien tidak ada 6. Berikan
merasa tercekik, bronkodilator
irama nafas, jika perlu
frekuensi nafas 7. Atur intake
normal, tidak ada untuk cairan
suara nafas mengoptimalkan
tambahan keseimbangan
3. Mampu
mengidentifikasi
dan mencegah
faktor yang
menghambat jalan
nafas
2. Ketidakefektifan NOC : NIC :
pola nafas b/d 1. Respiratory status : Airway management
hiperventilasi ventilation 1. Posisikan pasien
Definisi : 2. Respiratory status : untuk
Inspirasi dan/atau airway patency memaksimalkan
ekspirasi yang 3. Vital sign status ventilasi
tidak memberikan Kriteria hasil : 2. Monitor respirasi
ventilasi adekuat 1. Mendemonstrasikan dan status
batuk effektif dan oksigen
18
suara nafas yang 3. Pertahankan
bersih, tidak ada jalan nafas paten
sianosis dan 4. Monitor TTV
dyspneu (mampu 5. Atur peralatan
mengeluarkan oksigenasi
sputum, mampu 6. Monitor aliran
bernafas dengan okseigen
mudah, tidak ada 7. Monitor adanya
pursed lips) tanda – tanda
2. Menunjukkan jalan hipoventilasi
nafas yang paten
(klien tidak merasa
tercekik, irama
nafas, frekuensi
pernafasan dalam
rentan normal, tidak
ada suara nafas
abnormal)
3. Tanda – tanda vital
dalam rentang
normal (tekanan
darah, nadi,
pernafasan)
3. Kekurangan NOC : NIC :
volume cairan b/d 1. Fluid balance Fluid management
intake oral tidak 2. Hydration 1. Pertahankan
adekuat, takipnea, 3. Nutritonal status : catat intake dan
demam food and fluid output yang
Definisi : intake akurat
Penurunan cairan Kriteria hasil : 2. Monitor status
intravaskular, 1. Mempertahankan hidrasi
19
interstisial, dan/ urine output sesuai (kelembaban
atau intraselular. dengan usia dan membran
Ini mengacu pada BB, BJ urine mukosa, nadi
dehidrasi, normal, HT normal adekuat, tekanan
kehilangan cairan 2. Tekanan darah, darah ortostatik),
saja tanpa nadi, suhu tubuh jika diperlukan
perubahan kadar dalam batas normal 3. Monitor vital
natrium 3. Tidak ada tanda – sign
tanda dehidrasi 4. Dorong masukan
4. Elastisitas turgor oral
kulit baik, membran 5. Dorong keluarga
mukosa lembab, untuk membantu
tidak ada rasa haus pasien makan
yang berlebihan
4. Intoleransi NOC : NIC :
aktivitas b/d 1. Energy conservation Activity therapy
isolasi respiratory 2. Activity tolerance 1. Bantu klien
Definisi : 3. Self care : ADLs untuk
Ketidakcukupan Kriteria hasil : mengidentifikasi
energi psikologis 1. Berpartisipasi dalam aktivitas yang
atau fisiologis aktivitas fisik tanpa mampu
untuk disertai peningkatan dilakukan
mempertahankan tekanan darah, nadi 2. Bantu untuk
atau dan RR memilih aktifitas
menyelesaikan 2. Mampu melakukan konsisten yang
aktivitas aktivitas sehari – sesuai dengan
kehidupan sehari hari (ADLs) secara kemampuan
– hari yang harus mandiri fisik, psikologi
atau yang ingin 3. Tanda – tanda vital dan sosial
dilakukan normal 3. Bantu untuk
4. Mampu berpindah : mendapatkan
20
dengan atau tanpa alat bantu
bantuan alat aktivitas seperti
5. Sirkulasi status baik kursi roda atau
krek
5. Defisiensi NOC : NIC :
pengetahuan b/d 1. Know ledge : Teaching : disease
perawatan anak disease process process
pulang 2. Know ledge : health 1. Berikan
Definisi : behavior penilaian tentang
Ketiadaan atau Kriteria hasil : tingkat
defisien informasi 1. Pasien dan keluarga pengetahuan
kognitif yang menyatakan pasien tentang
berkaitan dengan pemahaman tentang prose penyakit
topik tertentu atau penyakit, kondisi, yang spesifik
kemahiran prognosis, dan 2. Gambarkan
program pengobata tanda dan gejala
2. Pasien dan keluarga yang biasa
mampu muncul pada
melaksanakan penyakit, dengan
prosedur yang cara yang tepat
dijelaskan secara 3. Gambarkan
benar proses penyakit
3. Pasien dan keluarga dengan tepat
mampu menjelaskan 4. Sediakan
kemali apa yang informasi pada
dijelaskan pasien tentang
perawat/tim kondisi, dengan
kesehatan lainnya cara yang tepat
21
3.5 IMPLEMENTASI
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah tindakan disusun dan
ditujukan pada nursing orders untuk membantu pasien mencapai tujuan yang
diharapkan (Nursalam, 2008).
Menurut Muscari (2007) menyebutkan bahwa implementasi yang harus
dilakukan oleh perawat kepada pasien gangguan nafas adalah meningkatkan
oksigenasi yang adekuat dan pola nafas normal, mencegah infeksi sekunder,
meningkatkan asupan nutrisi dan cairan yang diinginkan, meminimalkan rasa
takut dan ansietas dan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan.
Komponen tahap implementasi diantaranya sebagai berikut :
a. Tindakan keperawatan mandiri
Tindakan keperawatan mandiri dilakukan tanpa pesanan dokter, tindakan
keperawatan mandiri ini ditetapkan dengan Standart Practice American
Nurses Association (1973), undang – undang praktek perawatan negara
bagian dan kebijakan institusi perawatan kesehatan.
b. Tindakan keperawatan kolaboratif
Tindakan yang dilakukan oleh perawat bila perawat bekerja dengan
anggota kesehatan yang lain dalam membuat keputusan bersama yang
bertahap untuk mengatasi masalah pasien.
3.6 EVALUASI
Evaluasi adalah hasil yang didapatkan dengan menyebutkan item – item
atau perilaku yang dapat diamati dan dipantau untuk menentukan apakah
hasilnya sudah tercapai atau belum dalam jangka waktu yang telah ditentukan
(Doengoes, 2010)
Menurut Muscari (2006), evaluasi yang harus dilihat setelah melakukan
implementasi pada pasien gangguan napas adalah dengan melihat
kemampuan untuk mempertahankan oksigenasi yang adekuat dan melakukan
22
pernafasan normal, pada anak tidak terjadi infeksi sekunder, selain itu dilihat
dari status nutrisi dan cairan yang optimal, anak mampu mengungkapkan rasa
takut dan ansietas serta menghadpai dengan cara yang sehat.
Evaluasi adalah penilaian akhir dari proses keperawatan berdasarkan
tujuan keperawatan yang ditetapkan. Evaluasi merupakan indikator
keberhasilan dalam proses keperawatan.
Menurut asmadi (2008), evaluasi terdiri dari dua jenis, yaitu :
a. Evaluasi proses (formatif)
Evaluasi proses ini merupakan kegiatan yang dilakukan dengan
mengevaluasi selama proses perawatan berlangsung atau menilai respon
pasien. Evaluasi formatif terus – menerus dilaksanakan sampai tujuan
yang direncanakan tercapai.
b. Evaluasi hasil (sumatif)
Evaluasi hasil merupakan kegiatan melakukan evaluasi dengan
target tujuan yang diharapkan. Fokus evaluasi hasil adalah perubahan
perilaku atau status kesehatan pasien pada akhir tindakan keperawatan
pasien.
23
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa gangguan pernafas
merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas. Gangguan pernafasan
menimbulkan berbagai macam infeksi, salah satunya adalah pneumonia.
Pneumonia dapat menyerang siapa saja, bahkan anak – anak juga dapat
terjangkit infeksi ini. Tanda dan gejala yang ditimbulkan pada anak –
anakpun berbeda sesuai dengan usia, agen infeksi, dan klasifikasi pneumonia
ringan ataukah pneumonia berat. Sehingga tindakan atau penatalaksaan yang
diberikan juga berbeda – beda.
4.2 SARAN
Penulis menyadari bahwa Makalah Asuhan Keperawatan ini jauh dari kata
sempurna. Maka dari itu penulis mengharapkan adanya saran dan kritik dari
para pembaca. Agar dapat memperbaiki Makalah Asuhan Keperawatan ini
dengan lebih baik lagi.
24
DAFTAR PUSTAKA
Diana, Akrima Ulfa. 2019. “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dewasa Penderita
Pneumonia Dengan Masalah Keperawatan Ketidakefektifan Bersihan Jalan
Napas Di Ruang Asoka RSUD Dr. Harjono Ponorogo.” 9–22.
Dimu Ludji, Yuyun Aprilya. 2019. “Asuhan Keperawatan Pada An. R. F Dengan
Pneumonia Di Ruang Kenanga RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang.” 5–
7.
Nining, Yuliastati and Amelia Arnis. 2016. Keperawatan Anak. 1st ed. Jakarta
Selatan.
Republik Indonesia, Departemen Kesehatan. 2008. Buku Bagan Manajemen
Terpadu Balita Sakit (MTBS). Jakarta.
Rhamadhani, Puspa. 2018. “Asuhan Keperawatan Pada Klien Tn. B Dengan
Pneumonia Di Ruang Rawat Inap Paru RSUD Dr. Achmad Mochtar
Bukittinggi Tahun 2018.”
Udin, Muchammad Fahrul. 2019. Penyakit Respirasi Pada Anak. 1st ed. Malang.
Yanti, Irma. 2016. “Asuhan Keperawatan Pada Bayi A Yang Mengalami Aspirasi
Pneumonia Di Ruang Melati Rumah Sakit Umum Daerah
Abdulwahabsjahranie Samarinda.”
25