Anda di halaman 1dari 60

KEPERAWATAN ANAK

“Asuhan Keperawatan Pneumonia BP, Diare, DHF pada Anak”

Dosen Pembimbing:
Ns. Hj. Tisnawati, SSt,S.Kep, M.Kes

Oleh :

Kelompok 7
1. ARSYTUL MUNAWWARAH (193110127)
2. GUSTIA ANGGUN RIZOVI (193110134)
3. MUTIARA PUTRI SARI (193110141)
4. RAYHAN ADRA GUTAMA (193110148)
5. SUCI ANGELINA MIRZA (193110155)

Kelas : 2A

POLTEKKES KEMENKES PADANG


D3 KEPERAWATAN PADANG
2021/2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan karunianya, kelompok 7 diberikan kemudahan sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Pneumonia, Bronkopneumonia, Diare,
dan DHF pada Anak”. Meskipun dalam pembuatannya banyak hambatan yang
penulis alami, akhirnya makalah ini dapat terselesaikan tepat waktu.
Tak lupa penulis ucapkan terimakasih kepada ibu/bapak dosen Ns. Hj.
Tisnawati, SSt,S.Kep, M.Kes, selaku dosen mata kuliah keperawatan anak kelas II
A yang telah memberikan arahan serta motivasi dalam proses pembuatan makalah
ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada kedua orangtua yang
senantiasa mengucap do’a, keluarga yang telah memberikan kontribusi ide yang
baik, dan teman-teman yang telah memberikan dukungannya kepada penulis
dalam menyelesaikan tugas pembuatan makalah ini.
Tentunya ada hal-hal yang menunjang penulis untuk membuat makalah ini
dengan tujuan untuk memberikan informasi dan pengetahuan yang lebih luas
mengenai Pneumonia, Bronkopneumonia, Diare, dan DHF pada Anak.
Oleh karena itu penulis berharap makalah ini dapat berguna dan bermanfaat
bagi semua pembaca. Penulis memohon maaf apabila makalah ini memiliki
kekurangan dan penulisannya masih perlu perbaikan dan ditingkatkan lagi
mutunya. Karena itu, penulis sangat mengharapkan akan pemberian saran dan
kritik yang membangun.

Padang, 30 Januari 2021

(KELOMPOK 7)

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................................ii
BAB I.................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang........................................................................................................................1
1.2. Tujuan Penulisan.....................................................................................................................2
BAB II................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN................................................................................................................................3
2.1. PNEUMONIA...........................................................................................................................3
2.2. Bronkopneumoni..................................................................................................................17
2.3. DIARE..................................................................................................................................29
2.4. DHF........................................................................................................................................38
BAB III............................................................................................................................................55
PENUTUP.......................................................................................................................................55
3.1. Kesimpulan...........................................................................................................................55
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................57

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pneumonia adalah penyakit infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru
(alveoli) dengan gejala batuk pilek disertai sesak nafas atau nafas cepat. Penyakit
ini sering menyerang anak balita, namun juga dapat ditemukan pada orang
dewasa, dan pada orang usia lanjut. Terjadinya Pneumonia sering kali bersamaan
dengan proses infeksi akut pada bronkus (biasa disebut broncho Pneumonia)
(Dinkes RI, 2009). Kejadian pneumonia cukup tinggi di dunia, yaitu sekitar 15%-
20%. Pada usia lanjut angka kejadian penumonia mencapai 25-44 kasus per 1000
penduduk setiap tahun. Insiden pneumonia akan meningkat seiring dengan
bertambahnya usia, dengan 81,2% kasus terjadi pada usia lanjut. Penderita
pneumonia usia lanjut memiliki kemungkinan lima kali lebuh banyak untuk rawat
inap dibandingkan dengan penderita usia dewasa. Pneumonia merupakan
penyebab kematian nomor lima pada usia lanjut (Dahlan, 2014). Setiap tahun
lebih dari 95% kasus baru Pneumonia terjadi di negara berkembang, lebih dari
50% kasus Pneumonia berada di Asia Tenggara dan Sub Sahara Afrika.
Dilaporkan pula bahwa ¾ kasus Pneumonia pada balita di seluruh dunia berada di
15 negara. Berdasarkan data WHO, pada tahun 2008 terdapat 8,8 juta kematian
anak di dunia, dari jumlah kematian anak tersebut 1,6 juta kematian anak
disebabkan oleh Pneumonia. Kasus pneumonia di Indonesia mencapai 6 juta jiwa
sehingga Indonesia berada di peringkat ke-6 dunia untuk kasus pneumonia
(WHO, 2009).
Menurut WHO (World Health Organozation) angka kematian akibat
pneumonia pada tahun 2013 masih tinggi mencapai 6,3 juta jiwa. Kematian
tertinggi terjadi di negara berkembang sebanyak 92% (Rahman dkk, 2014).
Kematian sebagian besar disebabkan oleh penyakit menular seperti pneumonia
(15%), diare (9%), dan malaria (7%) (WHO, 2013). WHO memperkirakan pada
tahun 2013, ada 935.000 orang meninggal karena pneumonia. Kematian karena
pneumonia sebagian besar diakibatkan oleh pneumonia berat berkisar antara 7%-!

1
3%. Kematian pneumonia di Indonesia pada tahun 2013 berada pada urutan ke-8
setelah India (174.000), Nigeria (121.000), Pakistan (71.000), DRC (48.000),
Ethiopia (35.000), China (33.000), Angola (26.000), dan Indonesia (22.000)
(WHO, 2014).

1.2. Tujuan Penulisan


1. Mengetahui asuhan keperawatan pneumonia dan bronkopneumonia pada
anak
2. Mengetahui asuhan keperawatan diare pada anak
3. Mengetahui asuhan keperawatan DBD/DHF pada anak

2
BAB II

PEMBAHASAN
2.1. PNEUMONIA
1. Definisi
Istilah pneumonia menggambarkan keadaan paru apapun, tempat alveolus
biasanya terisi dengan cairan dan sel darah (Gyuton, 1996). Pneumonia adalah
penyakit infeksi akut yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus
terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas
setempat (Dahlan, 2014).
Pneumonia adalah keradangan pada parenkim paru yang terjadi pada masa
anak-anak dan sering terjadi pada masa bayi (Hidayat, 2006). Pneumonia pada
anak merupakan masalah yang umum dan menjadi penyebab utama
morbiditas dan mortalitas di dunia (Gessman, 2009).
Pneumonia adalah peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh
mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, parasite. pneumonia juga
disebabkan oleh bahan kimia dan paparan fisik seperti suhu atau radiasi.
(Djojodibroto, 2014).
Pneumonia merupakan infeksi pada paru yang bersifat akut. Penyebabnya
adalah bakteri, virus, jamur, bahan kimia atau kerusakan fisik dari paru-paru,
dan bisa juga disebabkan pengaruh dari penyakit lainnya. Pneumonia
disebabkan oleh Bakteri Streptococcus dan Mycoplasma pneumonia,
sedangkan virus yang menyebabkan pneumonia yaitu Adenoviruses,
Rhinovirus, Influenza virus, Respiratory syncytial virus (RSV) dan para
influenza (Athena & Ika, 2014).
2. Klasifikasi
Hariadi (2010) membuat klasifikasi pneumonia berdasarkan klinis dan
epidemilogi serta letak anatomi.
a. Klasifikasi pneumonia berdasarkan klinis dan epidemiologi

3
1) Pneumonia Komunitas (PK) adalah pneumonia infeksius pada
seseorang yang tidak menjalani rawat inap di rumah sakit.
2) Pneumonia Nosokomial (PN) adalah pneumonia yang diperoleh
selama perawatan di rumah sakit atau sesudahnya karena penyakit lain
atau prosedur.
3) Pneumonia aspirasi disebabkan oleh aspirasi oral atau bahan dari
lambung, baik ketika makan atau setelah muntah. Hasil inflamasi pada
paru bukan merupakan infeksi tetapi dapat menjadi infeksi karena
bahan teraspirasi mungkin mengandung bakteri aerobic atau penyebab
lain dari pneumonia.
4) Pneumonia pada penderita immunocompromised adalah pneumonia
yang terjadi pada penderita yang mempunyai daya tahan tubuh lemah.
b. Klasifikasi pneumonia berdasarkan letak anatomi
1) Pneumonia lobaris
Pneumonia lobaris melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari satu
atau lebih lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka dikenal sebagai
pneumonia bilateral atau “ganda”.
2) Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)
Bronkopneumonia terjadi pada ujung akhir bronkiolus, yang tersumbat
oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam
lobus yang berada didekatnya.
3) Pneumonia interstisial
Proses implamasi yang terjadi di dalam dinding alveolar (interstisium)
dan jaringan peribronkial serta interlobular (Wong, 2004).

Menurut pendapat Amin & Hardi (2015)


1. Berdasarkan anatomi:
a. Pneumonia lobaris yaitu terjadi pada seluruh atau sebagian besar dari
lobus paru. Di sebut pneumonia bilateral atau ganda apabila kedua
paru terkena.

4
b. Pneumonia lobularis, terjadi pada ujung bronkhiolus, yang tersumbat
oleh eksudat mukopurulen dan membentuk bercak konsolidasi dalam
lobus yang berada didekatnya.
c. Pneumonia interstitial, proses inflamasi yang terjadi didalam dinding
alveolar dan interlobular.
2. Berdasarkan inang dan lingkungan
a. Pneumonia komunitas
Terjadi pada pasien perokok, dan mempunyai penyakit penyerta
kardiopulmonal.
b. Pneumonia aspirasi
Disebabkan oleh bahan kimia yaitu aspirasi bahan toksik, dan akibat
aspirasi cairan dari cairan makanan atau lambung.
c. Pneumonia pada gangguan imun
Terjadi akibat proses penyakit dan terapi. Disebabkan oleh kuman
pathogen atau mikroorganisme seperti bakteri, protozoa, parasite,
virus, jamur dan cacing.
3. Etiologi
Faktor yang memegang peranan penting pada perbedaan dan kekhasan
pneumonia anak, terutama dalam spectrum etiologi, gambaran klinis dan
strategi pengobatan yaitu usia pasien. Pada anak balita (4 bulan – 5 tahun),
pneumonia sering disebabkan oleh infeksi Strepcoccus pneumonia,
Haemophillus influenza tipe B dan Staphylococcus aureus, sedangkan pada
anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut juga ditemukan
infeksi Mycoplasma pneumonia (Said, 2008).
Menurut Hariadi (2010) dan Bradley dkk (2011) pneumonia dibagi
berdasarkan kuman penyebab yaitu :
a. Pneumonia bacterial/tipikal adalah pneumonia yang dapat terjadi
pada semua usia. Bakteri yang biasanya menyerang pada balita dan
anakanak yaitu Streptococcus pneumonia, Haemofilus influenza,
Mycobacterium tuberculosa dan Pneumococcus.
b. Pneumonia atipikal adalah pneumonia yang disebabkan oleh
Mycoplasma. Organisme atipikal yang biasanya menyerang pada

5
balita dan anak-anak yaitu Chlamidia trachomatis, Mycoplasma
pneumonia, C. pneumonia dan Pneumocytis.
c. Pneumonia virus. Virus yang biasanya menyerang pada balita dan
anak-anak yaitu Virus parainfluenza, Virus influenza, Adenovirus,
Respiratory Syncytial Virus (RSV) dan Cytomegalovirus.
d. Pneumonia jamur adalah pneumonia yang sering, merupakan infeksi
sekunder, terutama pada penderita dengan daya tahan tubuh lemah
(Immunocompromised).

Menutut Padila (2013) etiologi pneumonia:


1. Bakteri
Pneumonia bakteri didapatkan pada usia lanjut. Organisme gram
positif seperti: Streptococcus pneumonia, S. aerous, dan streptococcus
pyogenesis. Bakteri gram negative seperti Haemophilus influenza,
klebsiella pneumonia dan P. Aeruginosa
2. Virus
Disebabkan virus influenza yang menyebar melalui droplet.
Penyebab utama pneumonia virus ini yaitu Cytomegalovirus.
3. Jamur
Disebabkan oleh jamur hitoplasma yang menyebar melalui udara
yang mengandung spora dan ditemukan pada kotoran burung, tanah serta
kompos.
4. Protozoa
Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia (CPC).
Biasanya pada pasien yang mengalami immunosupresi. (Reeves, 2013).
Penyebaran infeksi melalui droplet dan disebabkan oleh streptococcus
pneumonia, melalui selang infus yaitu stapilococcus aureus dan
pemakaian ventilator oleh P. Aeruginosa dan enterobacter. Dan bisa
terjadi karena kekebalan tubuh dan juga mempunyai riwayat penyakit
kronis.

6
Selain diatas penyebab terjadinya pneumonia yaitu dari Non
mikroorganisme:
1. Bahan kimia.
2. Paparan fisik seperti suhu dan radiasi (Djojodibroto, 2014).
3. Merokok.
4. Debu, bau-bauan, dan polusi lingkungan (Ikawati, 2016).
4. Manifestasi klinis
Manifestasi klinik pneumonia berdasarkan World Health Organization
(WHO) (2005) yaitu batuk dan/atau kesulitan bernapas ditambah minimal
salah satu hal berikut ini yaitu :
a. Kepala terangguk-angguk
b. Pernapasan cuping hidung
c. Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
d. Foto dada menunjukkan gambaran pneumonia
Selain itu terdapat juga tanda berikut ini :
a. Nafas cepat
1) Anak umur < 2 bulan : ≥ 60 kali/menit
2) Anak umur 2 – 11 bulan : ≥ 50 kali/menit
3) Anak umur 1 – 5 tahun : ≥ 40 kali/menit
4) Anak umur ≥ 5 tahun : ≥ 30 kali/menit
b. Suara merintih pada bayi
c. Pada auskultasi terdengar :
1) Crackles (ronki)
2) Suara pernapasan menurun
3) Suara pernapasan bronkial

Dalam keadaan yang sangat berat dapat dijumpai :


a. Tidak dapat minum/makan atau memuntahkan semuanya
b. Kejang, letargis atau tidak sadar
c. Sianosis
d. Distress pernapasan berat

7
Gambaran klinis beragam, tergantung pada organisme penebab dan
penyakit pasien Brunner & Suddarth (2011).
1. Menggigil mendadak dan dengan cepat berlanjut menjadi demam
(38,5 o C sampai 40,5 o C).
2. Nyeri dada pleuritik yang semakin berat ketika bernapas dan batuk.
3. Pasien yang sakit parah mengalami takipnea berat (25 sampai 45 kali
pernapasan/menit) dan dyspnea, prtopnea ketika disangga.
4. Nadi cepat dan memantul, dapat meningkat 10 kali/menit per satu
derajat peningkatan suhu tubuh (Celcius).
5. Bradikardi relativ untuk tingginya demam menunjukkan infeksi
virus, infeksi mikroplasma, atau infeksi organisme Legionella.
6. Tanda lain : infeksi saluran napas atas, sakit kepala, demam derajat
rendah, nyeri pleuritik, myalgia, ruam faringitis, setelah beberapa
hari, sputum mucoid atau mukopurulen dikeluarkan.
7. Pneumonia berat : pipi memerah, bibi dan bantalan kuku
menunjukkan sianosis sentral.
8. Sputum purulent, bewarna seperti katar, bercampur darah, kental,
atau hijau, bergantung pada agen penyebab.
9. Nafsu makan buruk, dan pasien mengalami diaphoresis dan mudah
lelah.
10. Tanda dan gejala pneumonia dapat juga bergantung pada kondisi
utama pasien (misal, yang menjalani terapi imunosupresan, yang
menurunkan resistensi terhadap infeksi.
5. Patofisiologi
Menurut pendapat Sujono & Sukarmin (2009), kuman masuk kedalam
jaringan paru-paru melalui saluran nafas bagian atas menuju ke bronkhiolus
dan alveolus. Setelah Bakteri masuk dapat menimbulkan reaksi peradangan
dan menghasilkan cairan edema yang kaya protein.
Kuman pneumokokusus dapat meluas dari alveoli ke seluruh segmen
atau lobus. Eritrosit dan leukosit mengalami peningkatan, sehingga Alveoli
penuh dengan cairan edema yang berisi eritrosit, fibrin dan leukosit
sehingga kapiler alveoli menjadi melebar, paru menjadi tidak berisi udara.

8
Pada tingkat lebih lanjut, aliran darah menurun sehingga alveoli penuh
dengan leukosit dan eritrosit menjadi sedikit.
Setelah itu paru tampak berwarna abu-abu kekuningan. Perlahan sel
darah merah yang akan masuk ke alveoli menjadi mati dan terdapat eksudat
pada alveolus Sehingga membran dari alveolus akan mengalami kerusakan
yang dapat mengakibatkan gangguan proses difusi osmosis oksigen dan
berdampak pada penurunan jumlah oksigen yang dibawa oleh darah.
Secara klinis penderita mengalami pucat sampai sianosis. Terdapatnya
cairan purulent pada alveolus menyebabkan peningkatan tekanan pada
paru, dan dapat menurunan kemampuan mengambil oksigen dari luar serta
mengakibatkan berkurangnya kapasitas paru. Sehingga penderita akan
menggunakan otot bantu pernafasan yang dapat menimbulkan retraksi
dada.
Secara hematogen maupun lewat penyebaran sel, mikroorganisme yang
ada di paru akan menyebar ke bronkus sehingga terjadi fase peradangan
lumen bronkus. Hal ini mengakibatkan terjadinya peningkan produksi
mukosa dan peningkatan gerakan silia sehingga timbul reflek batuk.
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis secara umum untuk pneumonia menurut
Manurung dkk (2009) adalah :
1. Pemberian antibiotik seperti : penicillin, cephalosporin pneumonia
2. Pemberian antipiretik, analgetik, bronkodilator
3. Pemberian oksigen
4. Pemberian cairan parenteral sesuai indikasi.
Sedangkan untuk penyebab pneumonia bervariasi sehingga
penanganannya pun akan disesuaikan dengan penyebab tersebut.
Selain itu, pengobatan pneumonia tergantung dari tingkat keparahan
gejala yang timbul. (Shaleh, 2013)
1. Bagi pneumonia yang disebabkan oleh bakteri
Dengan pemberian antibiotik yang tepat. Pengobatan harus komplit
sampai benar-benar tidak lagi muncul gejala pada penderita. Selain itu,

9
hasil pemeriksaan X-Ray dan sputum tidak tampak adanya bakteri
pneumonia (Shaleh, 2013).
a. Untuk bakteri Streptococcus pneumonia
Dengan pemberian vaksin dan antibotik. Ada dua vaksin
yaitu pneumococcal conjugate vaccine yaitu vaksin imunisasi
bayi dan untuk anak dibawah usia 2 tahun dan pneumococcal
polysaccharide vaccine direkomendasikan bagi orang dewasa.
Antibiotik yang digunakan dalam perawatan tipe pneumonia ini
yaitu penicillin, amoxicillin, dan clavulanic acid, serta macrolide
antibiotics (Shaleh, 2013).
b. Untuk bakteri Hemophilus influenzae
Antibiotik cephalosporius kedua dan ketiga, amoxillin dan
clavulanic acid, fluoroquinolones, maxifloxacin oral,
gatifloxacin oral, serta sulfamethoxazole dan trimethoprim.
(Shaleh, 2013).
c. Untuk bakteri Mycoplasma
Dengan antibiotik macrolides, antibiotic ini diresepkan
untuk mycoplasma pneumonia, (Shaleh, 2013).
2. Bagi pneumonia yang disebabkan oleh virus
Pengobatannya sama dengan pengobatan pada penderita flu. Yaitu
banyak beristirahat dan pemberian nutrisi yang baik untuk membantu
daya tahan tubuh. Sebab bagaimana pun juga virus akan dikalahkan juka
daya tahan yubuh sangat baik, (Shaleh, 2013).
3. Bagi pneumonia yang disebabkan oleh jamur
Cara pengobatannya akan sama dengan cara mengobati penyakit
jamur lainnya. Hal yang paling penting adalah pemberian obat anti jamur
agar bisa mengatasi pneumonia (Shaleh, 2013).
7. Pemeriksaan penunjang
Menurut Misnadiarly (2008) pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan
adalah:
1. Sinar X

10
Mengidentifikasi distribusi (missal: lobar, bronchial), luas abses
atau infiltrate, empyema (stapilococcus), dan penyebaran infiltrate.
2. GDA
Jika terdapat penyakit paru biasanya GDA Tidak normal
tergantung pada luas paru yang sakit.
3. JDL leukositosis
Sel darah putih rendah karena terjadi infeksi virus, dan kondisi
imun.
4. LED meningkat
Terjadi karena hipoksia, volume menurun, tekanan jalan napas
meningkat.
8. Pengkajian
Menurut Hidayat (2012), pengkajian adalah langkah awal dari
tahapan proses keperawatan, yang harus memperhatikan data dasar dari
pasien untuk mendapatkan informasi yang diharapkan. Pengkajian
dilakukan pada (individu, keluarga, komunitas) terdiri dari data objektif
dari pemeriksaan diagnostic serta sumber lain. Pengkajian individu terdiri
dari riwayat kesehatan (data subyektif) dan pemeriksaan fisik (data
objektif). Terdapat dua jenis pengkajian yang dilakukan untuk
menghasilkan diagnosis keperawatan yang akurat: komprehensif dan
fokus. Pengkajian komprehensif mencangkup seluruh aspek kerangka
pengkajian keperawatan seperti 11 pola kesehatan fungsional Gordon dan
pengkajian fokus mencangkup pemeriksaan fisik.
Menurut Muttaqin (2008), pengkajian pasien dengan pneumonia yaitu
a. Keluhan utama klien dengan pneumonia adalah sesak napas, batuk,
dan peningkatan suhu tubuh atau demam.
b. Riwayat penyakit saat ini
Pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama.
Apabila klien mengatakan batuk, maka perawat harus menanyakan
sudah berapa lama, dan lama keluhan batuk muncul. Keluhan batuk
biasanya timbul mendadak dan tidak berkurang setelah minum obat.
Pada awalnya keluhan batuk nonproduktif, lama kelamaan menjadi

11
batuk produktif dengan mukus purulent kekuningan, kehijauan,
kecoklatan, atau kemerahan dan sering kali berbau busuk. Klien
biasanya mengeluh mengalami demam tinggi dan menggigl serta
sesak napas, peningkatan frekuensi pernapasan, dan lemas.
c. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit diarahkn pada waktu sebelumnya, apakah klien pernah
mengalami infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dengan gejala
seperti luka tenggorokan, kongesti nasal, bersin, dan demam ringan.
d. Riwayat keperawatan berdasarkan pola kesehatan fungsional
1. Pola persepsi sehat-penatalaksanaan sehat
Keluarga sering menganggap seperti batuk biasa, dan
menganggap benar-benar sakit apabila sudah mengalami sesak
napas.
2. Pola metabolik nutrisi
Sering muncul anoreksia (akibat respon sistematik melalui
control saraf pusat), mual muntah karena terjadi peningkatan
rangsangan gaster dari dampak peningkatan toksik
mikroorganisme.
3. Pola eliminasi
Penderita mengalami penurunan produksi urin akibat
perpindahan cairan karena demam.
4. Pola tidur-istirahat
Data yang muncul adalah pasien kesulitan tidur karena
sesak napas. Penampilan lemah, sering menguap, dan tidak bisa
tidur di malam hari karena tidak kenyamanan tersebut.
5. Pola aktivitas-latihan
Aktivitas menurun dan terjadi kelemahan fisik.
6. Pola kognitif-persepsi
Penurunan kognitif untuk mengingat apa yang pernsh
disampaikan biasanya sesaat akibat penurunan asupan nutrisi
dan oksigenasi pada otak.
7. Pola persepsi diri-konsep diri

12
Tampak gambaran keluarga terhadap pasien, karena pasien
diam.
8. Pola peran hubungan
Pasien terlihat malas jika diajak bicara dengan keluarga,
pasien lebih banyak diam.
9. Pola toleransi stress-koping
Aktivitas yang sering tampak saat menghadapi stress adalah
pasien selalu diam dan mudah marah.
10. Pola nilai-kepercayaan
Nilai keyakinan mungkin meningkat seiring dengan
kebutuhan untuk mendapat sumber kesembuhan dari Allah
SWT.
Sedangkan pengkajian fokus nya yaitu:
e. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum umum klien dengan pneumonia dapat dilakukan
dengan menilai keadaan fisik bagian tubuh. Hasil pemeriksaan
tanda-tanda vital pada klien dengan pneumonia biasanya
mengalami peningkatan suhu tubuh yaitu lebih dari 40 C,
frekuensi napas meningkat.
2. Pola pernafasan
Inspeksi: bentuk dada dan gerak pernapasan. Pada klien
dengan pneumonia sering ditemukan peningkatan frekuensi
napas cepat dan dangkal. Napas cuping hidung dan sesak berat.
Batuk produktif disertai dengan peningkatan produksi sekret
yang berlebih.
Perkusi: klien dengan pneumonia tanpa disertai komplikasi,
didapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru.
Auskultasi: didapatkan bunyi napas melemah dan adanya
suara napas tambahan ronkhi basah pada sisi yang sakit. Peting
bagi perawat untuk mendokumentasi hasil auskultasi di daerah
mana didapatkan adanya ronkhi.

13
3. Sistem neurologi: klien dengan pneumonia yang berat sering
terjadi penurunan kesadaran, Pada pengkajian objektif wajah
klien tampak meringis, menangis, merintih (Muttaqin, 2008).
9. Analisis data
Menurut (Setiadi, 2012) analisa data diperoleh dari:
a. Data subyektif
Pengumpulan data yang diperoleh dari deskripsi verbal pasien
mengenai masalah kesehatannya seperti riwayat keperawatan
persepsi pasien. Perasaan dan ide tentang status kesehatannya.
Sumber data lain dapat diperoleh dari keluarga, konsultan dan
tenaga kesehatan lainnya.
b. Pengumpulan data melalui pengamatan sesuai dengan menggunakan
panca indra.
Mencatat hasil observasi secara khusus tentang apa yang dilihat
dirasa didengar.
10. Diagnosis
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon manusia
terhadap gangguan kesehatan atau proses kehidupan, atau kerentangan
respon dari seorang individu, keluarga, kelompok, atau komunitas.
Diagnosa keperawatan biasanya berisi dua bagian yaitu deskription atau
pengubah, fokus diagnosis, atau konsep kunci dari diagnosis (Hermand
dkk, 2015). Masalah keperawatan pada pasien Pneumonia yaitu
a. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d inflamasi dan obstruksi jalan
nafas.
b. Pola napas tidak efektif.
c. Hipovolemia b.d intake oral tidak adekuat takipneu, demam.
d. Intoleransi aktivitas b.d isolasi respiratory.
e. Defisit pengetahuan b.d perawatan anak pulang.
Masalah keperawatan yang utama pada pasien dengan pneumonia
adalah bersihan jalan napas tidak efektif b.d inflamasi dan obstruksi jalan
nafas.
11. Intervensi

14
Perencanaan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi


( SLKI ) ( SIKI )
Bersihan jalan napas tidak Setelah dilakukan Manajemen Jalan Napas
efektif b.d inflamasi dan tindakan keperawatan TINDAKAN
obstruksi jalan nafas selama ...x24jam, Observasi
diharapkan jalan napas - monitor pola napas
efektif dengan kriteria (frekuensi, kedalaman,
hasil : usaha napas)
- batuk efektif - monitor bunyi napas
meningkat tambahan
- produksi sputum - monitor sputum
menurun (jumlah, warna, aroma)
- wheezing menurun Terapeutik
- dispnea menurun - pertahankan kepatenan
- sulit bicara menurun jalan napas dengan chin-
- frekuensi napas lift
membaik - posisikan semi-fowler
atau fowler
- lakukan fisioterapi
dada, jika perlu
- lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15
detik
Edukasi
- ajarkan teknik batuk
efektif

12. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dari
rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan
(Nursalam, 2013). Tahapannya yaitu

15
a. Mengkaji kembali klien
b. Menelaah dan memodifikasi rencana perawatan yang sudah ada
c. Melakukan tindakan keperawatan.
Prinsip implementasi:
a. Berdasarkan respons pasien
b. Berdasarkan hasil penelitian keperawatan
c. Berdasarkan penggunaan sumber-sumber yang tersedia
d. Mengerti dengan jelas apa yang ada dalam rencana intervensi
keperawatan
e. Harus dapat menciptakan adaptasi dengan pasien untuk meningkatkan
peran serta untuk merawat diri sendiri (self care)
f. Menjaga rasa aman dan melindungi pasien
g. Kerjasama dengan profesi lain Melakukan dokumentasi
13. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan
dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana
keperawatan tercapai atau tidak (Nursalam, 2013). Adapun evaluasi yang
berorientasi dari hasil intervensi untuk ketidakefektifan bersihan jalan
napas yaitu:
a. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak
ada sianosis dan dyspnea (mampu mengeluarkan sputum, mampu
bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
b. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik,
irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada
suara nafas abnormal.
c. Mampu mengidentifikasikan dan mencegah factor yang dapat
menghambat jalan nafas
14. WOC

16
2.2. Bronkopneumoni

1. Definisi

17
Bronkopneumia disebut juga pneumonia loburalis yaitu suatu peradangan
pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan
juga mengenai alveolus disekitarnya, yang disebabkan oleh bermacam-macam
etiologi sperti bakteri, virus, jamur, dan benda-benda asing (Bennete, 2013).
Bronchopneumonia adalah penyebaran daerah nfeksi yang berbercak
dengan diameter sekitar 3 sampai 4 cm mengelilingi dan juga melibatkan
bronchi ( Sylvia A. Price & Lorraine M. W., 2007).
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu
peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai
bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang sering menimpa
anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh bermacammacam etiologi seperti
bakteri, virus, jamur dan benda asing. Kebanyakan kasus pneumonia
disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah penyebab non
infeksi yang perlu dipertimbangkan. Bronkopneumonia lebih sering
merupakan infeksi sekunder terhadap berbagai keadaan yang melemahkan
daya tahan tubuh tetapi bisa juga sebagai infeksi primer yang biasanya kita
jumpai pada anak-anak dan orang dewasa (Bradley et.al., 2011).
Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang
melibatkan bronkus atau bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-
bercak (patchy distribution). Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut
pada paru yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil
disebabkan oleh penyebab non-infeksi yang akan menimbulkan konsolidasi
jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat (Bradley et.al., 2011).
Pneumonia merupakan penyakit infeksi saluran napas bawah akut pada
parenkim paru. Pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri,
virus, jamur, dan parasit (PDPI, 2014; Djojodibroto, 2009). Peradangan pada
paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak dikategorikan ke
dalam pneumonia (Dahlana, 2014).
2. Etiologi
Sebagian besar penyebab bronkopneumonia adalah mikroorganisme
(virus, bekteri, jamur), dan sebagian kecil oleh penyebab lain seperti
hidrokarbon (minyak tanah, bensin, atau sejenisnya) dan masuknya makanan,

18
minuman, susu, isi lambung kedalam saluran pernafasan (aspirasi). Berbagai
penyebab bronkopneumonia tersebut dikelompokan berdasarkan golongan
umur, berat ringannya penyakit dan penyulit yang menyertainya (komplikasi).
Mkroorganisme tersering sebagai penyebab bronkopneumonia adalah virus
dan bakteri yaitu Diplococcus pneumonia, Streptococcus pneumonia, Virus
Influenza. Awalnya, mikroorganisme masuk melalui percikan ludah (droplet),
kemudian terjadi penyebaran mikroorganisme dari saluran nafas bagian atas
ke jaringan (parenkim) paru dan sebagian kecil karena penyebaran melalui
aliran darah (Misnadiarly, 2008).
Menurut Mansjoer (2008), etiologi terjadinya pneumonia diantaranya:
1. Bakteri
a. Pneumotorakokus, merupakan penyebab utama pneumonia. Pada
orang dewasa umumnya disebabkan oleh pneumokokus serotype 1
sampai dengan 8. Sedangkan pada anak-anak serotype 14, 1, 6, dan
9. Insiden meningkat pada usia lebih kecil 4 tahun dan menurun
dengan meningkatnya umur.
b. Steptokokus, sering merupakan komlikasi dari penyakit virus lain,
seperti mobildan varisela atau komlikasi penyakit kuman lainnya
seperti pertusis, pneumonia oleh pnemokokus.
c. Himiphilus influenza, pneumokokus aureginosa, tuberculosa.
d. Streptokokus, lebih banyak pada anak-anak dan bersifat progresif,
resisten terhadap pengobatan dan sering menimbulkan komplikasi
seperti : abses paru, empiema, tension pneumotoraks.
2. Virus
Virus respiratory syncytial, virus influenza, virus adeno, virus
sistomegalik.
3. Aspirasi
Makanan, pada tetanus neonatorum, benda asing, koreson.
4. Pneumonia hipostatik
Penyakit ini disebabkan tidur terlentang terlalu lama, missal pada anak
sakit dengan kesadaran menurun.
5. Jamur

19
Histoplasmamosis capsultatum candi dan abicans, biastomokasis,
kalsedis mikosis, aspergilosis dan aktino mikosis.
3. Manifestasi klinis
Menurut Arief Mansjoer (2008), manisfestasi klinis secara umum
dapat dibagi menjadi :
1. Manifestasi nonspesifik infeksi dan toksisitas berupa demam, sakit
kepala, iritabel, gelisah, malaise, nafsu makan kurang, keluhan
gastrointestinal.
2. Gejala umum pernafasan bahwa berupa batuk buruk, ekspektorasi
sputum, cuping hidung, sesak, sianosis.
3. Tanda pneumonia berupa peningkatan frekuensi nafas, suara nafas
melemah, ronchi, wheezing.
4. Tanda empiema berupa perkusi pekak, nyeri dada, kaku kuduk, nyeri
abdomen.
5. Infeksi ekstrapulmonal.
4. Patofisiologi
Sebagian besar penyebab dari brnkopneumonia ialah
mikroorganisme (jamur, bakteri, virus) dan sebagian kecil oleh penyebab
lain seperti hidrokarbon (bensin, minyak tanah, dan sejenisnya). Awalnya
mikroorganisme masuk melalui percikan ludah (droplet) infasi ini dapat
masuk ke saluran pernafasan atas dan menimbulkan reaksi imonologis
dari tubuh. Reaksi ini menyebabkan peredangan, dimana ketika terjadi
peradangan ini tubuh dapat menyesuaikan diri maka timbulah gejala
demam pada penderita.
Reaksi peradangan ini dapat menimbulkan secret. Semakin lama
secret semakin menumpuk di bronkus maka aliran bronkus menjadi
semakain sempit dan pasien dapat merasa sesak. Tidak hanya terkumpul
di bronkus, lama kelamaan secret dapat sampai ke alveolus paru dan
mengganggu sistem pertukaran gas di paru.
Tidak hanya menginfeksi saluran nafas, bakteri ini juga dapat
menginfeksi saluran cerna ketika ia terbawa oleh darah. Bakteri ini dapat

20
membuat flora normal dalam usus menjadi agen pathogen sehingga
timbul masalah GI tract.
Dalam keadaan sehat, pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan
mikroorganisme. Keadaan ini disebabkan adanya mekanisme pertahanan
paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru menunjukkan adanya gangguan
daya tahan tubuh, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan
mengakibatkan timbulnya infeksi penyakit. Masuknya mikroorganisme
ke dalam saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai cara, antara lain
inhalasi langsung dari udara, aspirasi dari bahanbahan yang ada di
nasofaring dan orofaring serta perluasan langsung dari tempattempat lain,
penyebaran secara hematogen. Mekanisme daya tahan traktus
respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk mencegah infeksi yang
terdiri dari susunan anatomis rongga hidung, jaringan limfoid di
nasofaring, bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus
respiratorius dan sekret lain yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut.
Reflek batuk, refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret
yang terinfeksi. Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar
limfe regional. Fagositosis, aksi limfosit dan respon imunohumoral
terutama dari IgA. Sekresi enzim – enzim dari sel-sel yang melapisi
trakeo-bronkial yang bekerja sebagai anti mikroba yang non spesifik.
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui
jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding
alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di
alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat
stadium, yaitu :
1. Stadium (4–12 jam pertama/ kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan
yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai
dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat
infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator
peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera
jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan

21
prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur
komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan
prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan
peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan
perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga
terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.
Penimbunan cairan diantara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak
yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida, sehingga
mempengaruhi perpindahan gas dalam darah dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel
darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host)
sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi
padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan,
sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar,
pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal
sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat
singkat, yaitu selama 48 jam.
3. Stadium III (3–8hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah
putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini
endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan
terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli
mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan
leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak
lagi mengalami kongesti.
4. Stadium IV (7–11hari)

Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun


dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan

22
diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya
semula.
5. Penatalaksanaan
Ada dua jenis penatalaksanaan pada pasien bronkopneumonia yaitu
secara asuhan keperawatan dan medis
1) Asuhan keperawatan
a. Melakukan fisioterapi dada atau mengajarkan batuk efektif pada
anak yang mengalami gangguan bersihan jalan nafas
b. Mengatur posisi semi fowler untuk memaksimalkan ventilasi
c. Memberikan kompres untuk menurunkan demam
d. Pantau input dan output untuk memonitor balance cairan
e. Bantu pasien memenuhi kebutuhan ADLs
f. Monitor tanda-tanda vital
g. Kolaborasi pemberian O2
h. Memonitor status nutrisi dan berkolaborasi dengan ahli gizi
2) Medis
a. Farmakologi
Pemberian antibiotik misalnya penisilin G, streptomisin,
ampicillin, dan gentamicin. Pemberian antibiotik ini berdasarkan
usia, keaadan penderita, dan kuman penyebab.
b. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan radiologi yaitu foto thoraks, terdapat
konsolidasi satu atau beberapa lobus yang bebercak-bercak.
2) Pemeriksaan laboratorium biasanya terjadi peningkatan
leukosit.
3) Pemeriksaan AGD untuk mengetahui status
kaardiopulmuner yang berhubungan dengan oksigen.
4) Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah : untuk
mengetahui mikroorganisme penyebab dan obat yang cocok
diberikan.
6. Pengkajian

23
Menurut Dermawan (2012) pengkajian adalah pemikiran dasar yang
bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar
dapat mengidentifikasi, mengenal masalah-masalah kebutuhan kesehatan
dan keperawatan klien, baik fisik, mental, sosial, dan lingkungan.
Pengkajian pada anak menurut Nursalam (2008) antara lain :
1) Usia :
Pneumonia sering terjadi pada bayi dan anak. Kasus terbanyak
terjadi pada anak berusia di bawah 3 tahun.
2) Keluhan utama :
Saat dikaji biasanya penderita bronkopneumonia mengeluh sesak
nafas.
3) Riwayat penyakit sekarang :
Pada penderita bronkopneumonia biasanya merasakan sulit untuk
bernafas, dan disertai dengan batuk berdahak, terlihat otot bantu
pernafasan, adanya suara nafas tambahan, penderita biasanya juga lemah
dan tidak nafsu makan, kadang disertai diare.
4) Riwayat penyakit dahulu :
Anak sering menderita penyakit saluran pernafasan bagian atas,
memiliki riwayat penyakit campak atau pertussis serta memiliki faktor
pemicu bronkopneumonia misalnya riwayat terpapar asap rokok, debu
atau polusi dalam jangka panjang.
5) Pemeriksaan fisik :
a. Inspeksi.
Perlu diperhatikannya adanya sianosis, dispneu, pernafasan
cuping hidung, distensi abdomen, batuk semula non produktif
menjadi produktif, serta nyeri dada pada saat menarik nafas. Batasan
takipnea pada anak 2 bulan – 12 bulan adalah 50 kali/menit atau
lebih, sementara untuk anak berusia 12 bulan – 5 tahun adalah 40
kali/menit atau lebih. Perlu diperhatikan adanya tarikan dinding dada
ke dalam pada fase inspirasi. Pada pneumonia berat, tarikan dinding
dada ke dalam akan tampak jelas.
b. Palpasi

24
Fremitus biasanya terdengar lemah pada bagian yang terdapat
cairan atau secret, getaran hanya teraba pada sisi yang tidak terdapat
secret.
c. Perkusi
Normalnya perkusi ppada paru adalah sonor, namun untuk kasus
bronkopneumonia biasanya saat diperkusi terdengar bunyi redup.
d. Auskultasi
Auskultasi sederhana dapat dilakukan dengan cara mendekatkan
telinga ke hidung atau mulut bayi. Pada anak pneumonia akan
terdengar stridor, ronkhi atau wheezing. Sementara dengan
stetoskop, akan terdengar suara nafas akan berkurang, ronkhi halus
pada posisi yang sakit, dan ronkhi basah pada masa resolusi.
Pernafasan bronkial, egotomi, bronkoponi, kadang-kadang terdengar
bising gesek pleura.
6) Penegakan diagnosis :
Pemeriksaan laboratorium : Leukosit meningkat dan LED
meningkat, X-foto dada : Terdapat bercak-bercak infiltrate yang tersebar
(bronkopneumonia) atau yang meliputi satu atau sebagian besar lobus.
7. Diagnosis keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah proses menganalisa data subjektif dan
objektif yang telah diperoleh pada tahap pengkajian untuk menegakkan
diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan melibatkan proses berfikir
kompleks tentang data yang dikumpulkaan dari klien, keluarga,
rekammedis, dan pemberi pelayanan kesehatan lain (suara, dkk, 2013).
Masalah keperawatan yang muncul menurut Nurarif dan Kusuma
(2015) :
1) (D.0001) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
spasme jalan nafas.
2) (D.0003) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
ketidakseimbangan ventilasi-perfusi,perubahan membrane alveolus-
kapiler.

25
3) (D.0019) Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan
makanan, ketidakmampuan mencerna makanan, faktor psikologis
(mis. Stress, keengganan untuk makan)
4) (D.0056) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan oksigen,
kelemahan.
5) Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua,
lingkungan yang asing, ketidaknyamanan.
6) (D.0106) Gangguan tumbuh kembang b.d terpisah dari orang tua,
keterbatasan lingkungan
7) (D.0037) Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan
ketidakseimbangan cairan (mis. Dehidrasi intoksikasi air), diare.
8. Intervensi
Perencanaan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi


( SLKI ) ( SIKI )
Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan Pemantauan Respirasi
berhubungan tindakan keperawatan TINDAKAN
denganketidakseimbangan selama ...x24jam, Observasi
ventilasi-perfusi, diharapkan pertukaran - monitor frekuensi,
perubahan membrane gas efektif dengan irama, kedalaman, dan
alveolus-kapiler kriteria hasil : upaya napas
- dispnea menurun - monitor pola napas
- pusing menurun - monitor kemampuan
- gelisah menurun batuk efektif
- napas cuping hidung - monitor adanya
menurun sumbatan jalan napas
- takikardia membaik Terapeutik
- pH arteri membaik - atur interval
- sianosis membaik pemantauan respirasi
- pola napas membaik sesuai kondisi pasien
- dokumentasikan hasil

26
pemantauan
Edukasi
- jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
- informasikan hasil
pemantauan, jika perlu

9. Implementasi
Implementasi / pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan
untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah
rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing order untuk
membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan (Nursalam, 2008).
Ada 3 tahap implementasi :
1. Fase orentasi : Fase orientasi terapeutik dimulai dari perkenalan
klien pertama kalinya bertemu dengan perawat untuk melakukan validasi
data diri.
2. Fase kerja : Fase kerja merupakan inti dari fase komunikasi terapeutik,
dimana perawat mampu memberikan pelayanan dan asuhan keperawatan,
maka dari itu perawat diharapakan mempunyai pengetahuan yang lebih
mendalam tentang klien dan masalah kesehatanya.
3. Fase terminasi : Pada fase terminasi adalah fase yang terakhir, dimana
perawat meninggalkan pesan yang dapat diterima oleh klien dengan
tujuan, ketika dievaluasi nantinya klien sudah mampu mengikuti saran
perawat yang diberikan, maka dikatakan berhasil dengan baik
komunikasi terapeutik perawat-klien apabila ada umpan balik dari
seorang klien yang telah diberikan tindakan atau asuhan keperawatan
yang sudah direncanakan.
10. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan,
rencana tindakan, dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Meskipun
tahap evaluasi diletakkan pada akhir proses keperawatan, evaluasi
merupakan bagian integral pada setiap tahap proses keperawatan.

27
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai
tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan mengadakan hubungan dengan
klien. Jenis-jenis evaluasi menurut (suara, dkk, 2013) :
1. Evaluasi Formatif
Evaluasi ini menggambarkan hasil observasi dan analisa perawat
terhadap respon klien segera setelah tindakan. Biasanya digunakan
dalam catatan keperawatan.
2. Evaluasi Sumatif
Menggambarkan rekapitulasi dari observasi dan analisa status
kesehatan klien dalam satu periode. Evaluasi sumatif menjelaskan
perkembangan kondisi dengan menilai apakah hasil yang telah
diterapkan tercapai.
11. WOC

2.3. DIARE
1. Defenisi
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk

28
cairan atau setengah cairan, dengan demikian kandungan air pada tinja
lebih banyak dari keadaan normal yakni 100-200 ml sekali defekasi
(Hendarwanto, 1999).
Menurut WHO (1992) diare adalah buang air besar encer atau cair
lebih dari tiga kali sehari.
Diare ialah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada
bayi dan lebih dari 3 kali pada anak dengan konsistensi feses encer, dapat
berwarna hijau atau dapat bercampur lendir dan darah (Ngastiyah, 2002).
2. Etiologi
1. Faktor infeksi
a. Infeksi enteral; infeksi saluran pencernaan yang merupakan
penyebab utama diare pada anak, meliputi infeksi bakteri (Vibrio,
E. coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia,
Aeromonas, dsb), infeksi virus (Enterovirus, Adenovirus,
Rotavirus, Astrovirus, dll), infeksi parasit (E. hystolytica,
G.lamblia, T. hominis) dan jamur (C. albicans).
b. Infeksi parenteral; merupakan infeksi di luar sistem pencernaan
yang dapat menimbulkan diare seperti: otitis media akut, tonsilitis,
bronkopneumonia, ensefalitis dan sebagainya.
2. Faktor Malabsorbsi
a. Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa
dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan
galaktosa). Intoleransi laktosa merupakan penyebab diare yang
terpenting pada bayi dan anak. Di samping itu bisa terjadi
malabsorbsi lemak dan protein.
3. Faktor Makanan
a. Diare dapat terjadi karena mengkonsumsi makanan basi, beracun
dan alergi terhadap jenis makanan tertentu.
4. Faktor Psikologis
a. Diare dapat terjadi karena faktor psikologis (rasa takut dan cemas),
jarang terjadi tetapi dapat ditemukan pada anak yang lebih besar.
3. Tanda dan Gejala

29
a. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer.
b. Pada anak cengeng, gelisah, suhu tubuh mungkin meningkat, nafsu
makan berkurang.
c. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur
empedu.
d. Daerah sekitar anus kemerahan dan lecet karena seringnya difekasi
dan tinja menjadi lebih asam akibat banyaknya asam laktat.
e. Ada tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelek (elistitas kulit
menurun), ubun-ubun dan mata cekung membran mukosa kering dan
disertai penurunan berat badan.
f. Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat tekan darah
turun, denyut jantung cepat, pasien sangat lemas hingga menyebabkan
kesadaran menurun.
g. Diuresis berkurang (oliguria sampai anuria).
4. Patofisiologi
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah:
1. Gangguan osmotic
Adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotik dalam lumen usus meningkat sehingga
terjadi pergeseran air dan elektroloit ke dalam lumen usus. Isi rongga
usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya
sehingga timbul diare.
2. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus
akan terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam lumen
usus dan selanjutnya timbul diare kerena peningkatan isi lumen usus.
3. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya kesempatan
usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila
peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh
berlebihan, selanjutnya dapat timbul diare pula.
5. WOC

30
Faktor infeksi F malabsorbsi F makanan F. Psikologi
KH,Lemak,Protein

Masuk dan ber meningk. Tek osmo toksin tak dapat cemas
kembang dlm tik diserap
usus

Hipersekresi air pergeseran air dan hiperperistaltik


dan elektrolit elektrolit ke rongga
( isi rongga usus) usus menurunya kesempatan usus
menyerap makanan

DIARE

Frek. BAB meningkat distensi abdomen

Kehilangan cairan & elekt integritas kulit


berlebihan perianal

gg. kes. cairan & elekt As. Metabl mual, muntah

Resiko hipovolemi syok sesak nafsu makan

Gang. Oksigenasi BB menurun

Gangg. Tumbang

31
6. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan tinja
a. Makroskopis dan mikroskopis
b. PH dan kadar gula dalam tinja
c. Bila perlu diadakan uji bakteri
2. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan menentukan
PH dan cadangan alkali dan analisa gas darah.
3. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
4. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na, K, Kalsium dan Posfat.
7. Komplikasi
a. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik).
b. Renjatan hipovolemik.
c. Hipokalemia (dengan gejala mekorismus, hiptoni otot, lemah, bradikardi, perubahan
pada elektro kardiagram).
d. Hipoglikemia.
e. Introleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena
kerusakan vili mukosa, usus halus.
f. Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik.
g. Malnutrisi energi, protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga mengalami
kelaparan.
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan diare akut adalah sebagai berikut :
1. Rehidrasi sebagai prioritas utama terapi.
Ada 4 hal yang penting diperhatikan agar dapat memberikan rehidrasi yang
cepat dan akurat, yaitu:
1) Jenis cairan yang hendak digunakan.
Pada saat ini cairan Ringer Laktat merupakan cairan pilihan karena tersedia
cukup banyak di pasaran meskipun jumlah kaliumnya rendah bila dibandingkan
dengan kadar kalium tinja. Bila RL tidak tersedia dapat diberiakn NaCl isotonik
(0,9%) yang sebaiknya ditambahkan dengan 1 ampul Nabik 7,5% 50 ml pada

32
setiap satu liter NaCl isotonik. Pada keadaan diare akut awal yang ringan dapat
diberikan cairan oralit untuk mencegah dehidrasi dengan segala akibatnya.
2) Jumlah cairan yang hendak diberikan.
Pada prinsipnya jumlah cairan pengganti yang hendak diberikan harus sesuai
dengan jumlah cairan yang keluar dari badan. Derajat dehidrasi ringan, sedang,
berat dapat dinilai dengan Skor Mourice King.

Menilai tingkat dehidrasi ringan sedang berat dengan menggunakan Skor


Maurice King, sebagai berikut :

Keterangan:
 Nilai 0-2 : dehidrasi ringan
 Nilai 3-6 : dehidrasi sedang
 Nilai 7-12: dehidrasi berat
2. Dietetik
Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat badan kurang
dari 7 kg, jenis makanan :
a. Susu (ASI, susu formula yang mengandung laktosa rendah dan lemak tak jenuh.
b. Makanan setengah padat (bubur atau makanan padat (nasi tim).

33
c. Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya susu
yang tidak mengandung laktosa dan asam lemak yang berantai sedang atau tak
jenuh.
3. Obat-obatan yang diberikan pada anak diare adalah:
a. Obat anti sekresi (asetosal, klorpromazin)
b. Obat spasmolitik (papaverin, ekstrakbelladone)
c. Antibiotik (diberikan bila penyebab infeksi telah diidentifikasi)
9. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah pertama dari prioritas keperawatan dengan
pengumpulan data-data yang akurat dari klien sehingga akan diketahui berbagai
permasalahan yang ada. (Hidayat, 2004 : 98)
Adapun hal-hal yang dikaji meliputi :
a. Identitas Klien
1) Data umum meliputi : ruang rawat, kamar, tanggal masuk, tanggal pengkajian,
nomor medical record.
2) Identitas klien
Biodata klien yang penting meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku dan
gaya hidup.
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Bab cair lebih dari 3x.
2. Riwayat Keperawatan Sekarang
Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan BAB cair berkali-
kali baik desertai atau tanpa dengan muntah, tinja dapat bercampur lendir dan atau
darah. Keluhan lain yang mungkin didapatkan adalah napsu makan menurun,
suhu badan meningkat, volume diuresis menurun dan gejala penurunan kesadaran.
3. Riwayat Keperawatan Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau
kortikosteroid jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi
parasit), alergi makanan, dll.

34
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan
komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan
angota keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi
kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit klien dan lain-lain.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum : klien lemah, lesu, gelisah, kesadaran turun
2) Pengukuran tanda vital meliputi : Tekanan Darah, Nadi, Respirasi dan suhu
tubuh.
3) Keadaan sistem tubuh
a. Mata : cekung, kering, sangat cekung
b. Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic
meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum normal
atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan haus, minum sedikit atau
kelihatan tidak bisa minum
c. Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis
metabolic (kontraksi otot pernafasan)
d. Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun
pada diare sedang .
e. Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 detik, suhu
meningkat > 375 0 c, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill
time memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah perianal.
f. Sistem perkemihan : oliguria sampai anuria (200-400 ml/24 jam).
d. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium :
 Feses kultur : Bakteri, virus, parasit, candida
 Serum elektrolit : Hiponatremi, Hipernatremi, hipokalemi
 AGD : asidosis metabolic ( Ph menurun, pO2 meningkat, pcO2
meningkat, HCO3 menurun )
 Faal ginjal : UC meningkat (GGA)
2) Radiologi : mungkin ditemukan bronchopemoni

35
2. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan eliminasi diare berhubungan dengan perubahan air dan makanan
2) Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan
3) Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan ketidakseimbangan
cairan
4) Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
5) Resiko gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan
kekurangan/kelebihan volume cairan
6) Hipertermi berhubungan dengan dehidrasi,proses penyakit
3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan
No Diagnosa Keperawatan
Tujuan Intervensi
( SLKI ) ( SIKI )
1. Defisit nutrisi Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
berhubungan dengan tindakan keperawatan Observasi
kurangnya asupan selama 3x24 jam, - identifikasi status
makanan diharapkan status nutrisi nutrisi
membaik dengan kriteria - monitor asupan
hasil : makanan
- porsi makanan yang -monitor berat badan
dihabiskan menigkat - monitor hasil
- perasaan cepat kenyang pemeriksaan
menururn laboratorium
- diare menurun Terapeutik
- berat badan membaik - lakukan oral hygiene
- IMT membaik sebelum makan,jika perlu
- nafsu makan membaik - sajikan makanan secara
- frekuensi makan menarik dan suhu yang
membaik sesuai
- berikan makanan tinggi
serat untuk mencegah

36
konstipasi
- berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
Kolaborasi
- kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan

4. Implementasi
Tahap proses keperawatan dengan melakukan berbagai strategi tindakan keperawatan
yang telah ditetapkan. Dalam masalah keperawatan gastroenteritis akan dilakukan
implementasi:
1) Melakukan pengkajian terhadap asupan nutrisi.
2) Melakukan pengkajian terhadap asupan yang dikonsumsi.
3) Menjelaskan pentingnya pemberian asupan nutrisi yang sesuai pada anak 0-5 tahun.
4) Menciptakan lingkungan yang nyaman.
5. Evaluasi
Suatu tindakan yang mengacu kepada penilaian, tahapan dan perbaikan,
bagaimana reaksi pasien dan keluarga terhadap perencanaan yang telah diberikan dan
menetapkan apa yang menjadi sasaran dari perencanaan keperawatan.
1. Evaluasi Formatif
Hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon pasien dan keluarga segera pada
saat setelah dilakukan tindakan keperawatan. Ditulis pada catatan perawat, dilakukan
setiap selesai melakukan tindakan keperawatan.
2. Evaluasi Sumatif SOAP
Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status kesehatan sesuai waktu
pada tujuan. Ditulis pada catatan perkembangan yang merupakan rekapan akhir secara
paripurna, catatan naratif, penderita pulang atau pindah. Hasil yang diharapkan pada
anak setelah dilakukan tindakan keperawatan adalah kebutuhan nutrisinya sesuai
dengan usianya

37
2.4. DHF
A. Definisi DHF

Menurut World Health Organization (WHO), Dengue Hemmorhagic Fever (DHF) atau
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh gigitan nyamuk
Aedes yang terinfeksi salah satu dari empat tipe virus dengue dengan manifestasi klinis demam,
nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan
diathesis hemoragik (WHO, 2011). Terdapat tiga tahapan yang dialami penderita penyakit DBD,
yaitu fase demam, fase kritis, dan fase pemulihan (WHO,2009). Demam Berdarah Dengue
(DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod-Borne
Virus, genus Flavivirus, dan family Flaviviridae.DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk dari
genus Aedes, terutama Aedes aegypti atau Aedes albopictus.Penyakit DBD dapat muncul
sepanjang tahun dan dapat menyerang seluruh kelompok umur.Penyakit ini berkaitan dengan
kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat (Profil Kesehatan Kota Samarinda Tahun 2016).

B. Kasifikasi derajat DBD menurut WHO :

Tabel derajat DBD

Derajat 1 Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi


pendarahan uji tourniquet positif.

Derajat 2 Derajad 1 disertai pendarahan spontan dikulit dan/ atau pendarahan


lain.

Derajat 3 Ditemukan tanda kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lembut,
tekanan nadi menurun (< 20 mmhg) atau hipotensi disertai kulit
dingin, lembab, dan pasien menjadi gelisah.

Derajat 4 Syok berat, nadi tidak teraba, dan tekanan darah tidak dapat
diukur.

38
C. Etiologi

Menurut Soedarto (2012), demam haemorrhagic fever (DHF) disebabkan oleh :

1) Virus Dengue.
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam Arbvirus
(Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue tipe 1,2,3 dan
4, keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di Indonesia dan dapat dibedakan satu
dari yang lainnya .secara serologis virus dengue yang termasuk dalam genus flavirus ini
berdiameter 40 nonometer dapat berkembang biak dengan baaik pada berbagai macam
kultur jaringan baik yang berasal dari sel – sel mamalia misalnya sel BHK (Babby
Homster Kiney) maupun sel – sel Arthrpoda misalnya sel aedes Albopictuus.
2) Vektor.
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk aedes
aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain
merupakan vektor yang kurang berperan. Infeksi dengan salah satu serotipe akan
menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serootipe bersangkutan tetapi tidak ada
perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya.
D. Manifestasi Klinis
Menurut Susilaningrum (2013) manifestasi klinis dari DHF adalah :
1) Demam.
Demam tinggi sampai 40oC dan mendadak, Demam terjadi secara mendadak berlangsung
selama 2 – 7 hari kemudian turun menuju suhu normal atau lebih rendah.Bersamaan
dengan berlangsung demam, gejala – gejala klinik yang tidak spesifik misalnya
anoreksia. Nyeri punggung , nyeri tulang dan persediaan, nyeri kepala dan rasa lemah
dapat menyetainya.
2) Perdarahan.
Uji tourniquet positif h. Perdarahan, petekia, epitaksis, perdarahan massif. Perdarahan
biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan umumnya terjadi pada kulit dan
dapat berupa uji torniguet yang positif mudah terjadi perdarahan pada tempat fungsi
vena, petekia ( bintik-bintik merah akibat perdarahan intradermak / submukosa ) purpura
( perdarahan di kulit ), epistaksis ( mimisan ), perdarahan gusi, . Perdarahan ringan

39
hingga sedang dapat terlihat pada saluran cerna bagian atas hingga menyebabkan
haematemesis, dan melena ( tinja berwarna hitam karena adanya perdarahan. Perdarahan
gastrointestinal biasanya di dahului dengan nyeri perut yang hebat.
3) Anoreksia
4) Mual muntah
5) Nyeri perut kanan atas atau seluruh bagian perut
6) Nyeri kepala
7) Nyeri otot dan sendi
8) Trombositopenia (< 100.000/ mm3 )
9) Hepatomegali.
Pada permulaan dari demam biasaanya hati sudah teraba, meskipun pada anak yang
kurang gizi hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari hepatomgali dan hati teraba
kenyal harus di perhatikan kemuungkinan akan tejadi renjtan pada penderita.
10) Renjatan (Syok).
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita, dimulai dengan
tanda – tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada ujung hidung, jari
tangan, jari kaki serta sianosis disekitar mulut. Bila syok terjadi pada masa demam maka
biasanya menunjukan prognosis yg buruk.
E. Patofisiologi

Patofisiologi primer DBD dan dengue syock syndrome (DSS) adalah peningkatan akut
permeabilitas vaskuler yang mengarah ke kebocoran plasma kedalam ruang ekstravaskuler,
sehingga menimbulkan hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah.Pada kasus berat, volume
plasma menurun lebih dari 20%, hal ini didukung penemuan post mortem meliputi efusi pleura,
hemokonsentrasi dan hipoproteinemi.
Setelah masuk dalam tubuh manusia, virus dengue berkembang biak dalam sel
retikuloendotelial yang selanjutnya diikuti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari. Akibat
infeksi ini, muncul respon imun baik humoral maupun selular, antara lain anti netralisasi, anti-
hemaglutinin dan anti komplemen. Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan IgM,
pada infeksi dengue primer antibody mulai terbentuk, dan pada infeksi sekunder kadar antibodi
yang telah ada jadi meningkat.

40
Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah sekitar demam hari ke-5,
meningkat pada minggu pertama sampai dengan ketiga, dan menghilang setelah 60-90 hari.
Kinetik kadar IgG berbeda dengan kinetik kadar antibodi IgM, oleh karena itu kinetik antibodi
IgG harus dibedakan antara infeksi primer dan sekunder. Pada infeksi primer antibodi IgG
meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder antibodi IgG meningkat pada
hari kedua. Oleh karena itu diagnosa dini infeksi primer hanya dapat ditegakkan dengan
mendeteksi antibodi IgM setelah hari sakit kelima, diagnosis (Aspirator Vol. 2No. 2 Tahun
2010 : 110 –119).
Menurut Huda dan Kusuma 2015 Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia akan
menyebabkan klien mengalami viremia. Beberapa tanda dan gejala yang muncul seperti demam,
sakit kepala, mual nyeri otot, pegal seluruh tubuh, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin
terjadi pada sistem vaskuler.Pada penderita DBD, terdapat kerusakan yang umum pada sistem
vaskuler yang mengakibatkan terjadinya peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah.
Plasma dapat menembus dinding vaskuler selama proses perjalanan penyakit, dari mulai demam
hingga klien mengalami renjatan berat. Volume plasma dapat menurun hingga 30%.Hal ini lah
yang dapat mengakibatkan seseorang mengalami kegagalan sirkulasi.Adanya kebocoran plasma
ini jika tidak segera di tangani dapat menyebabkan hipoksia jaringan, asidosis metabolik yang
pada akhirnya dapat berakibat fatal yaitu kematian. Virmia juga menimbulkan agresi trombosit
dalam darah sehingga menyebabkan trombositopeni yang berpengaruh pada proses pembekuan
15 darah. Perubahan fungsioner pembuluh darah akibat kebocoran plasma yang berakhir pada
perdarahan, baik pada jaringan kulit maupun saluran cerna biasanya menimbulkan tanda seperti
munculnya purpura, petekie, hematemesis, ataupun melena.

F. Pemeriksan penunjang

Menurut susalaningrum,R (2013) pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai sebagai
berikut

1) Hb dan PCV meningkat (>20%).


2) Trombosite (<100.000).
3) IgD degue positif.
4) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukan hipoproteinemia, hipokloremia, hiponateremia.
5) Urin dan pH darah mungkin meningkat.

41
6) Asidosis metabolic: pCO2< 35-40 mmHg HCO3 rendah.
7) Ht Meningkat Lebih 20 %
8) Leukosit menurun pada hari ke – 2 dan ke – 3
9) Protein darah rendah
10) Ureum PH bias meningkat
11) Na dan Cl rendah
12) Rontgen thorax
13) Uji tourniket ( Positif )
G. Penatalaksanaan
1) Keperawatan
Masalah pasien yang perlu diperhatikan ialah bahaya kegagalan sirkulasi darah, resiko terjadi
pendarahan, gangguan suhu tubuh, akibat infeksi virus dengue, ganggan rasa aman dan
nyaman, kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit.
 Kegagalan sirkulasi darah
Dengan adanya kebocoran plasma dari pembuluh darah ke dalam jaringan ekstrovaskular,
yang puncaknya terjadi pada saat renjatan akan terlihat pada tubuh pasien menjadi
sembab (edema) dan darah menjadi kental. Pengawasan tanda vital (nadi, TD, suhu dan
pernafasan) perlu dilakakan secara kontinu, bila perlu setiap jam. Pemeriksan Ht, Hb dan
trombosit sesuai permintaan dokter setiap 4 jam. Perhatikan apakah pasien kencing /
tidak.
 Risiko terjadi pendarahan
Adanya thrombocytopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor
koagulasi merupakan faktor penyebab terjadinya pendarahan utama pada traktus
gastrointestinal.Pendarahan grastointestinal didahului oleh adanya rasa sakit perut yang
hebat atau daerah retrosternal.
Bila pasien muntah bercampur darah atau semua darah perlu diukur.Karena melihat
seberapa banyak darah yang keluar perlu tindakan secepatnya.Makan dan minum pasien
perlu dihentikan.Bila pasien sebelumnya tidak dipasang infus segera dipasang.Formulir
permintaan darah disediakan.Perawatan selanjutnya seperti pasien yang menderita
syok.Bila terjadi pendarahan (melena, hematesis) harus dicatat banyaknya / warnanya

42
serta waktu terjadinya pendarahan. Pasien yang mengalami pendarahan gastrointestinal
biasanya dipasang NGT untuk membantu mengeluarkan darah dari lambung
 Gangguan suhu tubuh
Gangguan suhu tubuh biasanya terjadi pada permulaan sakit atau hari ke-2 sampai ke-7
dan tidak jarang terjadi hyperpyrexia yang dapat menyebabkan pasien
kejang.Peningkatan suhu tubuh akibat infeksi virus dengue maka pengobatannya dengan
pemberian antipiretika dan anti konvulsan. Untuk membantu penurunan suhu dan
mencegah agar tidak meningkat dapat diberikan kompres dingin, yang perlu diperhatikan,
bila terjadi penurunan suhu yang mendadak disertai berkeringat banyak sehingga tubuh
teraba dingin dan lembab, nadi lembut halus waspada karena gejala renjatan. Kontrol TD
dan nadi harus lebih sering dan dicatat secara baik dan memberitahu dokter
 Gangguan rasa aman dan nyaman
Gangguan rasa aman dan nyaman dirasakan pasien karena penyakitnya dan akibat
tindakan selama dirawat.Hanya pada pasien DHF menderita lebih karena pemeriksaan
darah Ht, trombosit, Hb secara periodik (setiap 4 jam) dan mudah terjadi hematom, serta
ukurannya mencari vena jika sudah stadium II.Untuk megurangi penderitaan diusahakan
bekerja dengan tenang, yakinkan dahulu vena baru ditusukan jarumnya.Jika terjadi
hematom segera oleskan trombophub gel / kompres dengan alkohol.Bila pasien datang
sudah kolaps sebaiknya dipasang venaseksi agar tidak terjadi coba-coba mencari vena
dan meninggalkan bekas hematom di beberapa tempat. Jika sudah musim banyak pasien
DHF sebaiknya selalu tersedia set venaseksi yang telah seteril (Ngastiyah, 2005).
2) Medis
Pada dasarnya pengobatan pada DB bersifat simtomatis dan suportif
 DHF tanpa renjatan
Demam tinggi, anoreksia dan sering muntah menyebabkan pasien dehidrasi dan harus.
Pada pasien ini perlu diberi banyak minum, yaitu 1,5 sampai 2 liter dalam 24 jam. Dapat
diberikan teh manis, sirup, susu, dan bila mau lebih baik oralit. Cara memberikan minum
sedikit demi sedikit dan orang tua yang menunggu dilibatkan dalam kegiatan ini.Jika
anak tidak mau minum sesuai yang dianjurkan tidak dibenarkan pemasangan sonde
karena merangsang resiko terjadi perdarahan.Keadaan hiperpireksia diatasi dengan obat
anti piretik dan kompres dingin.Jika terjadi kejang diberi luminal atau anti konvulsan

43
lainnya. Luminal diberikan dengan dosis : anak umur kurang 1 tahun 50 mg IM, anak
lebih 1 tahun 75 mg. Jika 15 menit kejang belum berhenti luminal diberikan lagi dengan
dosis 3 mg/kg BB. Anak di atas 1 tahun diberi 50 mg, dan dibawah 1 tahun 30 mg,
dengan memperhatikan adanya depresi fungsi vital. Infus diberikan pada pasien DHF
tanpa renjatan apabila :
 Pasien terus-menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga mengancam
terjadinya dehidrasi.
 Hematokrit yang cenderung meningkat.
Hemtokrit mencerminkan kebocoran plasma dan biasanya mendahului munculnya
secara klinik perubahan fungsi vital (hipotensi, penurunan tekanan nadi), sedangkan
turunnya nilai trombosit biasanya mendahului naiknya hematokrit.Oleh karena itu,
pada pasien yang diduga menderita DHF harus diperiksa hemoglobin, hematokrit dan
trombosit setiap hari mlai hari ke-3 sakit sampai demam telah turun 1 sampai 2
hari.Nilai hematokrit itulah yang menentukan apabila pasien perlu dipasang infus atau
tidak.
 DHF disertai renjatan (DSS)
Pasien yang mengalami renjatan (syok) harus segera dipasang infus sebagai penganti
cairan yang hilang akibat kebocoran plasma.Cairan yang diberikan bisanya Ringer
Laktat.Jika pemberian cairan tidak ada respon diberikan plasma atau plasma ekspander,
banyaknya 20 sampai 30 ml/kgBB. Pada pasien dengan renjatan berat diberikan infus
harus diguyur dengan cara membuka klem infus. Apabila renjatan telah teratasi, nadi
sudah jelas teraba, amplitudo nadi besar, tekanan sistolik 80 mmHg / lebih, kecepatan
tetesan dikurangi 10 liter/kgBB/jam. Mengingat kebocoran plasma 24 sampai 48 jam,
maka pemberian infus dipertahankan sampai 1 sampai 2 hari lagi walaupun tanda-tanda
vital telah baik. Pada pasien renjtan berat atau renjaan berulang perlu dipasang Central
Venous Pressure (CVP) untuk mengukur tekanan vena sentral melalui vena magna atau
vena jugularis, dan biasanya pasien dirawat di ICU.Tranfusi darah diberikan pada pasien
dengan perdarahan gastrointestinal yang berat.Kadang-kadang perdarahan
gastrointestinal berat dapat diduga apabila nilai hemoglobin dan hematokrit menurun
sedangkan perdarahannya sedikit tidak kelihatan.Dengan memperhatikan evaluasi klinik
yang telah disebut, maka dengan keadaan ini dianjurkan pemberian darah.

44
H. Komplikasi

Menuruut Widagdo (2012) komplikasi DBD adalah sebagai berikut:

1) Gagal ginjal.
2) Efusi pleura.
3) Hepatomegali.
4) Gagal jantung
I. Asuhan Keperawatan Teoritis pada Pasien DHF
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang anak-anak dengan usia kurang dari 15
tahun), jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua, pendidikan orang tua, dan
pekerjaan orang tua.
b. Keluhan Utama
Alasan/keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang ke rumah sakit adalah
panas tinggi dan anak lemah.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil dan saat demam
kesadaran composmentis.Turunnya panas terjadi antara hari ke-3 sampai ke-7, dan anak
semakin lemah. Kadang-kadang disertai dengan keluhan batuk, pilek, nyeri telan, mual,
muntah, anoreksia, diare/konstipasi, sakit kepala, nyeri otot dan persendian, nyeri ulu hati
dan pergerakan bola mata terasa pegal, serta adanya manifestasi perdarahan pada kulit,
gusi (grade III, IV), melena atau hematesis.
d. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit apa saja yang pernah diderita pada DHF, anak bisa mengalami serangan ulangan
DHF dengan tipe virus yang lain.
e. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit apa saja yang pernah di derita sama keluarga klien
f. Riwayat imunisasi
Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan timbulnya
komplikasi dapat dihindari

45
g. Riwayat gizi Status gizi
Anak menderita DHF dapat bervariasi.Semua anak dengan status gizi baik maupun buruk
dapat beresiko, apabila terdapat faktor predisposisinya.Anak yang menderita DHF sering
mengalami keluhan mual, muntah, dan nafsu makan menurun. Apabila kondisi ini
berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka anak akan
mengalami penurunan berat badan sehingga status gizinya menjadi kurang.
h. Kondisi lingkungan
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang kurang bersih
(seperti air yang mengenang dan gantungan baju di kamar).
i. Pola kebiasaan
1) Nutrisi dan metabolisme : frekuensi, jenis, pentangan, nafsu makan berkurang, dan
nafsu makan menurun.
2) Eliminasi alvi (buang air besar). Kadang-kadang anak mengalami
diar/konstipasi.Sementara DHF pada Grade III-IV bisa terjadi melena.
3) Eliminasi urine (buang air kecil) perlu dikaji apakah sering kencing, sedikit/banyak,
sakit/tidak. Pada DHF grade IV sering terjadi hematuria.
4) Tidur dan istirahat. Anak sering mrngalami kurang tidur karena mengalami
sakit/nyeri otot dan persendian sehingga kualitas dan kuantitas tidur maupun istirahat
kurang.
5) Kebersihan upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan
cenderung terutama untuk membersihkan tempat sarang nyamuk aedes aegypti.
6) Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya untuk menjaga
kesehatan.
j. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik Meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi dari ujung rambut
sampai jung kaki. Pemeriksaan fisik secara umum:
1) Grade I : kesadaran composmentis, keadaan umum lemah, tanda-tanda
vital dan nadi lemah.
2) Grade II : kesadaran composmentis, keadaan umum lemah, ada
perdarahan spontan petekia, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah, kecil, dan
tidak teratur.

46
3) Grade III : Kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah, nadi
lemah, kecil dan tidak teratur, serta tensi menurun.
4) Grade IV : Kesadaran koma, tanda-tanda vital nadi tidak teraba, tensi
tidak terukur, pernapasan tidak teratur, ekstremitas dingin, berkeringat, dan kulit.
a) Tanda-tanda vital (TTV) Tekanan nadi lemah dan kecil (gradeIII), nadi tidak teraba
(grade IV), tekanan darah menurun ( sistolik menurun sampai 80mmHg atau kurang),
suhu tinggi (diatas 37,5oC)
1) Kepala : kepala bersih, ada pembengkakan atau tidak, Kepala terasa nyeri, muka
tampak kemerahan karena demam.
2) Mata Konjungtiva anemis
3) Hidung : Hidung kadang mengalami perdarahan (epistaksis) pada gradeII,III, IV.
4) Telinga tidak ada perdarahan pada telinga, simetris, bersih tidak ada serumen,
tidak ada gangguan pendengaran.
5) Mulut Pada mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering, terjadi perdarahan
gusi, dan nyeri telan. Sementara tenggorokkan hyperemia pharing.
6) Leher : Kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid tidak mengalami pembesaran
7) Dada / thorak
I : Bentuk simetris, kadang-kadang tampak sesak.
Pal : Biasanya fremitus kiri dan kanan tidak sama
Per : Bunyi redup karena terdapat adanya cairan yang tertimbun pada paru
A : Adanya bunyi ronchi yang biasanya terdapat pada grade III, dan IV.
8) Abdomen
I : Abdomen tampak simetris dan adanya asites.
Pal :Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegali)
Per : Terdengar redup
A : Adanya penurunan bising usus
9) Sistem integument
Adanya petekia pada kulit spontan dan dengan melakukan uji tourniquet.Turgor
kuit menurun, dan muncul keringat dingin, dan lembab.Pemeriksaan uji tourniket
dilakukan dengan terlebih dahulu menetapkan tekanan darah anak.Selanjutnya
diberikan 24 tekanan antara sistolik dan diastolic pada alat ukur yang dipasang

47
pada tangan. Setelah dilakukan tekanan selama 5 menit, perhatikan timbulnya
petekie di bagian volarlenga bawah (Soedarmo,2008).
10) Genitalia Biasanya tidak ada masalah
11) Ekstremitas
Akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi serta tulang. Pada kuku sianosis/tida
12) Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai :
 Hb dan PCV meningkat (> dari 20 %).
 Trobositopenia (< dari 100.000/ml).
 Leucopenia (mungkin normal atau lekositosis).
 Ig. D. dengue positif.
 Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan : hipoproteinemia,
hipokloremia, dan hiponatremia.
 Urium dan pH darah mungkin meningkat.
 Asidosis metabolik : pCO2< 35 – 40 mmHg dan HCO3 rendah.
 SGOT / SGPT mungkin meningkat.
A. Diagnosa Keperawatan
1) Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue ditandai dengan suhu
tubuh diatas nilai normal
2) Kekurangan volume cairan ( Hipovolemia ) berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas kapiler ditandai dengan mukosa bibir kering
3) Defisit Nutrisi berhubungan dengan psikologis (keengganan untuk makan) makanan
ditandai dengan berat badan menurun
4) Kurang Pengetahuan berhubungan dengan gangguan fungsi kognitif ditandai dengan
kurang informasi
5) Resiko Perdarahan berhubungan dengan gangguaan koagulasi (penurunan trombosit)
ditandai dengan trombositopenia
6) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik ditandai dengan mengeluh
lelah
B. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa SLKI SIKI

48
1. Hipertermi Setelah dilakukan Manajemen Hipertermia
berhubungan dengan tindakan keperawatan 1 x Observasi :
proses infeksi virus 24 jam diharapkan  Identifikasi penyebab
dengue hipertermi membaik. hipertemia ( mis. Dehidrasi,
Kriteria Hasil : terpapar
Termoregulasi  lingkungan panas,
 Menggigil menurun penggunaan incubator )
 Kulit merah menurun  Monitor suhu tubuh
 Kejang menurun  Monitor kadar elektrolit
 Pucat menurun  Monitor haluan urine
 Suhu tubuh membaik  Monitor komplikasi akibat
 Tekanan darah hipertermia
membaik Terapeutik :
 Sediakan lingkungan yang
dingin
 Longgarkan atau lepaskan
pakaian
 Basahi dan kipasi
permukaan tubuh
 Berikan cairan oral
 Ganti linen setiap hari atau
lebih sering jika mengalami
hyperhidrosis ( keringat
berlebihan )
 Lakukan pendinginan
eksternal ( mis. Seliput
hipotermia atau kompres
dingin di dahi, leher, dada,
abdomen, aksila )
 Hindari pemberian

49
antipiretik atau aspirin
 Berikan oksigen jika perlu
Edukasi :
 Anjurkan tiring baring
Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian
cairan elektrolit intravena,
jika perlu
2. Defisit Nutrisi Setelah dilakuan Manajemen nutrisi
berhubungan dengan tindakan keperawatan 1 x Observasi :
psikologis 24 jam diharapkan  Identifikasi status nutrisi
(keengganan untuk ketidakseimbangan  Identifikasi alergi dan
makan) makanan nutrisi kurang dari intoleransi makanan
ditandai dengan kebutuhan tubuh  Identifikasi makanan yang
berat badan menurun terpenuhi. disukai
Kriteria Hasil :  Identifikasi kebutuhan kalori
Status Nutrisi dan jenis nutrient
- Porsi makanan yang  Identifikasi perlunya
dihabiskan sedang penggunaan selang
- Frekuensi makan nasogastric
meningkat  Monitor asupan makanan
- Nafsu makan cukup
 Monitor berat badan
membaik
 Monitor hasil pemeriksaan
- Mermban mukosa
laboratorium
sedang
Terapeutik :
 Lakukan oral hygiene, jika
perlu
 Fasilitasi menentukan
pedoman dier ( mis.
Piramida makanan )
 Sajikan makanan secara

50
menarik dan suhu yang
sesuai
 Berikan makanan tinggi serat
untuk menjegah konstipasi
 Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
 Berikan suplemen makanan,
jika perlu
 Hentikan pemberian makan
melalui selang nasogatrik
jika asupan oral dapat
ditoleransi
 Berikan makanan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
Edukasi :
 Anjurkan posisi duduk jika
mampu
 Anjurkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
( mis. Pereda nyeri,
antiemetic ), jika perlu
 kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang
dibutuhkan
3. Defisit Pengetahuan Setelah dilakukan Edukasi Kesehatan
berhubungan dengan tindakan keperawatan 1 x Observasi :
gangguan fungsi 24 jam diharapkan deficit  Identifikasi kesiapan dan

51
kognitif ditandai pengetahuan meningkat. kemampuan menerima
dengan kurang Kriteria Hasil : informasi
informasi Tingkat Pengetahuan  Identifikasi faktor-faktor
 Kemampuan yang dapay meningkatkan
menjelaskan dan menurunkan motivasi
pengetahuan tentang perilaku hidup bersih dan
suatu topik meningkat sehat
 Pertanyaan tentang Terapeutik :
masal;ah yang  Sediakan materi dan media
dihadapi meningkat pendidikan kesehatan
 Jadwalkan pendidikan
kesehatan sesuai kesepakatan
 Berikan kesempatan untuk
bertanya
Edukasi :
 Jelaskan factor risiko yang
dapat mempengaruhi
kesehatan
 Ajarkan perilaku hidup
bersih dan sehat
 Ajarkan strategi yang dapat
digunakan untuk
meningkatkan perilaku hidup
bersih dan sehat
4. Hipovolemia Setelah dilakukan Manajemen hipovolemia
berhubungan dengan tindakan keperawatan 1 x Observasi :
kehilangan cairan 24 jam diharapkan  Periksa tanda dan gejala
aktif ditandai dengan hipovolemia terpenuhi. hipovolemik ( tekanan darah
mukosa bibir kering Kriteria Hasil : menurun, membrane mukosa
Status Cairan kering, hematocrit meningkat
- Turgor kulit )

52
meningkat  Monitor intake dan output
- Perasaan lemah cairan
menurun Terapeutik :
- Keluhan haus  Hitung kebutuhan cairan
menurun  Berikan posisi modified
- Tekanan darah trendelenburg
membaik  Berikan asupan cairan oral
- Intake cairan Edukasi :
membaik  Anjurkan memperbanyak
- Suhu tubuh asupan cairan oral
membaik
 Anjurkan menghindari
perubahan posisi mendadak
Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian cairan
IV isotonis ( misalnya :
NaCl, RL )
 Kolaborasi pemberian cairan
IV hipotonis ( missal :
glukosa 2,5%, NaCl 0,4% )
 Kolaborasi pemberian cairan
koloid ( miosal : albumin,
plasmanate )
 Kolaborasi pemberian
produk darah
C. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan oleh
perawat maupun tenaga medis lain untuk membantu pasien dalam proses penyembuhan
dan perawatan serta masalah kesehatan yang dihadapi pasien yang sebelumnya disusun
dalam rencana keperawatan (Nursallam, 2011).
D. Evaluasi
Menurut Nursalam, 2011 , evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis yaitu :

53
a. Evaluasi formatif. Evaluasi ini disebut juga evaluasi
berjalan dimana evaluasi dilakukan sampai dengan tujuan tercapai
b. Evaluasi somatif , merupakan evaluasi akhir dimana
dalam metode evaluasi ini menggunakan SOAP.

54
BAB III

PENUTUP
3.1. Kesimpulan

Pneumonia adalah keradangan pada parenkim paru yang terjadi pada masa anak-anak dan
sering terjadi pada masa bayi (Hidayat, 2006). Pneumonia adalah peradangan parenkim paru
yang disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, parasite. pneumonia juga
disebabkan oleh bahan kimia dan paparan fisik seperti suhu atau radiasi. (Djojodibroto, 2014).
Gambaran klinis beragam, tergantung pada organisme penyebab dan penyakit pasien Brunner &
Suddarth (2011): Menggigil mendadak dan dengan cepat berlanjut menjadi demam (38,5 o C
sampai 40,5 o C), Nyeri dada pleuritik yang semakin berat ketika bernapas dan batuk, Pasien
yang sakit parah mengalami takipnea berat (25 sampai 45 kali pernapasan/menit) dan dyspnea,
prtopnea ketika disangga, Nadi cepat dan memantul, dapat meningkat 10 kali/menit per satu
derajat peningkatan suhu tubuh (Celcius), Bradikardi relativ untuk tingginya demam
menunjukkan infeksi virus, infeksi mikroplasma, atau infeksi organisme Legionella, Tanda lain :
infeksi saluran napas atas, sakit kepala, demam derajat rendah, nyeri pleuritik, myalgia, ruam
faringitis, setelah beberapa hari, sputum mucoid atau mukopurulen dikeluarkan, Pneumonia berat
: pipi memerah, bibi dan bantalan kuku menunjukkan sianosis sentral, Sputum purulent, bewarna
seperti katar, bercampur darah, kental, atau hijau, bergantung pada agen penyebab, Nafsu makan
buruk, dan pasien mengalami diaphoresis dan mudah lelah, Tanda dan gejala pneumonia dapat
juga bergantung pada kondisi utama pasien (misal, yang menjalani terapi imunosupresan, yang
menurunkan resistensi terhadap infeksi.
Bronkopneumia disebut juga pneumonia loburalis yaitu suatu peradangan pada parenkim paru
yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya,
yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi sperti bakteri, virus, jamur, dan benda-benda
asing (Bennete, 2013). Menurut Arief Mansjoer (2008), manisfestasi klinis secara umum dapat
dibagi menjadi : Manifestasi nonspesifik infeksi dan toksisitas berupa demam, sakit kepala,
iritabel, gelisah, malaise, nafsu makan kurang, keluhan gastrointestinal, Gejala umum pernafasan
bahwa berupa batuk buruk, ekspektorasi sputum, cuping hidung, sesak, sianosis, Tanda
pneumonia berupa peningkatan frekuensi nafas, suara nafas melemah, ronchi, wheezing, Tanda
empiema berupa perkusi pekak, nyeri dada, kaku kuduk, nyeri abdomen, Infeksi ekstrapulmonal.

55
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cairan,
dengan demikian kandungan air pada tinja lebih banyak dari keadaan normal yakni 100-200 ml
sekali defekasi (Hendarwanto, 1999). Etiologi dari diare yaitu: Faktor infeksi, Faktor
Malabsorbsi, Faktor Makanan, Faktor Psikologis. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja
cair atau encer. Tanda dan gejalanya yaitu: Pada anak cengeng, gelisah, suhu tubuh mungkin
meningkat, nafsu makan berkurang, Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena
bercampur empedu, Daerah sekitar anus kemerahan dan lecet karena seringnya difekasi dan tinja
menjadi lebih asam akibat banyaknya asam laktat, Ada tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit
jelek (elistitas kulit menurun), ubun-ubun dan mata cekung membran mukosa kering dan disertai
penurunan berat badan, Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat tekan darah turun,
denyut jantung cepat, pasien sangat lemas hingga menyebabkan kesadaran menurun, Diuresis
berkurang (oliguria sampai anuria).
Menurut World Health Organization (WHO), Dengue Hemmorhagic Fever (DHF) atau
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh gigitan nyamuk
Aedes yang terinfeksi salah satu dari empat tipe virus dengue dengan manifestasi klinis demam,
nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan
diathesis hemoragik (WHO, 2011). Terdapat tiga tahapan yang dialami penderita penyakit DBD,
yaitu fase demam, fase kritis, dan fase pemulihan (WHO,2009). Tanda dan Gejalanya yaitu:
Demam, Perdarahan, Anoreksia, Mual muntah, Nyeri perut kanan atas atau seluruh bagian perut,
Nyeri kepala, Nyeri otot dan sendi, Trombositopenia (< 100.000/ mm3 ), Hepatomegali,
Renjatan (Syok).

56
DAFTAR PUSTAKA

Chairunisa. Yoanita. 2019. ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN BRONKO


PNEUMONIA DI RUMAH SAKIT SAMARINDA MEDIKA CITRA. Samarinda : Politeknik
Kesehatan Samarinda.
Pambudi, riana. 2017. ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAKDENGAN
BRONKOPNEUMONIA. Purwokerto : Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
R, MR Zayinur. 2013. ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK PNEUMONIA. Jawa
Tengah : Universitas Diponegoro.
Bates. B, 1995. Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatn. Ed 2. EGC. Jakarta.
Carpenitto. L. J. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis. Ed 6. EGC. Jakarta.
Lab/UPF IKA, 1994. Pedoman Diagnosa dan Terapi. RSUD Dr. Soetomo. Surabaya.
Markum.AH. 1999. Ilmu Kesehatan Anak. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC. Jakarta.
Suryanah, 2000. Keperawatan Anak. EGC. Jakarta.
Doengoes, 2000. Asuhan Keperawatan Maternal/Bayi. EGC. Jakarta.
Putri, Tika Ganesa. 2019.” Asuhan Keperawatan Pada An.D Dengan Deman Haemorhogic Fever
(DHF) di Ruang Rawat Inap Anak RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun
2019”.KTI. DIII Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Perintis Padang, Kota
Padang.
Vikri, Ahmad Nor. 2019. “Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Dengue Haemorhogic Fever
(DHF) di Rumah Sakit Samarinda Medika Citra”.KTI. DIII Keperawatan, Poltekkes
Kemenkes Kalimantan Timur, Kalimantan.

57

Anda mungkin juga menyukai