DISUSUN OLEH
Penulis
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2. Tujuan........................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................3
2.1. Pneumonia.....................................................................................................3
2.1.1. Definisi...............................................................................................3
2.1.2. Etiologi...............................................................................................3
2.1.3. Epidemiologi......................................................................................5
2.1.4. Klasifikasi..........................................................................................6
2.1.5. Patofisiologi.......................................................................................6
2.1.6. Manifestasi klinis...............................................................................8
2.1.7. Diagnosis............................................................................................9
2.1.8. Penatalaksanaan...............................................................................11
2.1.9. Komplikasi.......................................................................................14
2.2 Tuberkulosis Paru....................................................................................14
2.2.1 Definisi.............................................................................................14
2.2.2 Etiologi.............................................................................................14
2.2.3 Epidemiologi....................................................................................15
2.2.4 Patogenesis Tuberkulosis Paru.........................................................15
2.2.5. Manifestasi Klinis TB Anak.............................................................16
2.2.6. Diagnosis TB pada anak dengan Sistem Skoring............................18
2.2.7. Penatalaksanaan TB Anak................................................................21
2.2.8. Pencegahan Tuberkulosis.................................................................25
BAB III LAPORAN KASUS................................................................................28
BAB IV DISKUSI DAN KESIMPULAN.............................................................42
4.1. Diskusi.....................................................................................................42
4.2. Kesimpulan..............................................................................................43
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................44
2
BAB 1
PENDAHULUAN
1
lelah). Sedangkan yang dimaksud dengan kasus TB pasti adalah pasien TB dengan
ditemukan Mycobacterium tuberculosis yang diidentifikasi dari spesimen klinik
(jaringan, cairan tubuh, usap tenggorok, dll) dan kultur.9
Diperkirakan sekitar dua miliar orang terinfeksi secara laten oleh
Mycobacterium tuberculosis, dan menyebabkan kasus baru TB aktif pada 9.2 juta
orang dan kematian pada 1.7 juta orang di dunia. Pada daerah dengan sarana
terbatas dengan prevalensi TB yang tinggi, anak-anak mengambil proporsi besar
dari keseluruhan beban kasus TB. Hampir satu juta kasus TB anak diperkirakan
terjadi setiap tahun dan 10% sampai 20% diantaranya bersifat fatal.2
Ada beberapa faktor risiko yang mempermudah terjadinya TB laten pada
anak. Faktor risiko terjadinya TB laten pada anak tersebut adalah anak yang
terpajan dengan orang dewasa dengan TB aktif (kontak Bakteri TahanAsam/BTA
positif) terutama close contact atau tinggal serumah, tinggal di daerah endemis,
tempat penampungan umum (panti asuhan, penjara, ataupanti perawatan lain),
lingkungan dengan kebersihan dan sanitasi yang tidakbaik, faktor kemiskinan
(status ekonomi), kondisi rumah tempat tinggal yaitu ukuran rumah, kepadatan
penghuni dan ventilasi rumah.10
1.2. Tujuan
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pneumonia
2.1.1 Definisi
2.1.2 Etiologi
3
pada pneumonia bakterial. Mycoplasma pneumoniae dan Chlamydia pneumoniae
merupakan penyebab tersering pada anak diatas 5 tahun.3
4
5 tahun remaja Bakteria Bakteria
- Clamydia - Haemophillus influenza
pneumoniae tipe B
- Mycoplasma - Legionella species
pneumoniae - Staphylococcus aureus
- Streptococcus Virus
pneumoniae - Adenovirus
- Epstein barr virus
- Influenza virus
- Parainfluenza virus
- Rhinovirus
- Varicella zoster virus
2.1.3 Epidemiologi
5
Gambar 2.1. Cakupan Penemuan Pneumonia Pada Balita Di Indonesia Tahun
2007 - 2012
Tahun 2012
2.1.4 Klasifikasi 5
1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis:
a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
6
b. Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia / nosocomial
pneumonia)
c. Pneumonia aspirasi
d. Pneumonia pada penderita immunocompromised
2. Berdasarkan bakteri penyebab
a. Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa
bakteri mempunyaitendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya
Klebsiella pada penderita alkoholik,Staphyllococcus pada penderita
pasca infeksi influenza.
b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia
c. Pneumonia virus
d. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama
pada penderitadengan daya tahan lemah (immunocompromised)
3. Berdasarkan predileksi infeksi
a. Pneumonia lobaris. Sering pada pneumania bakterial, jarang pada bayi
dan orang tua.Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen
kemungkinan sekunder disebabkan olehobstruksi bronkus misalnya: pada
aspirasi benda asing atau proses keganasan
b. Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada
lapangan paru. Dapatdisebabkan oleh bakteria maupun virus. Sering pada
bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus
c. Pneumonia interstisial.
2.1.5 Patofisiologi
7
dimana substansi ini merupakan vasodilator kapiler sehingga akan meningkatkan
permeabilitas kapiler. Peningkatan permeabilitas kapiler ini akan menyebabkan
perpindahan eksudat plasma ke ruang interstisial. Hal ini yang akan menyebabkan
penumpukan molekul seperti fibrin,eksudat,eritrosit dan leukosit serta terjadinya
oedema ruang kapiler alveoli.
8
Gambar 2.3. Patofisiologi Pneumonia
Gejala dan tanda pneumonia dapat dibedakan menjadi gejala umum infeksi (non
spesifik), gejala pulmonal, pleural dan ekstrapulmonal. Gejala non spesifik
meliputi demam, menggigil, sefalgia dan gelisah. Beberapa pasien mungkin
9
mengalami gangguan gastrointestinal seperti muntah, kembung, diare atau sakit
perut.
Gejala pleura seperti adanya peradangan pada pleura biasa ditemukan pada
pneumonia yang disebabkan oleh streptococcus pneumoniae dan staphylococcus
aureus, yang ditandai dengan nyeri dada pada daerah yang terkena. Nyeri dapat
berat sehingga akan membatasi gerak dinding thorax selama inspirasi dan
terkadang menyebar ke leher dan perut.
10
berupa adanya respiratory distress seperti merintih, nafas cuping hidung, retraksi
dan sianosis. Sepsis akan terjadi dalam hitungan jam. Hampir semua bayi akan
mengarah ke sepsis dalam 48 jam pertama.5
2.1.7 Diagnosis
a. Anamnesis
Sesak Napas
Demam
Kesulitan makan/minum
Tampak lemah
b. Pemeriksaan Fisik
11
Penilaian keadaan umum antara lain meliputi kesadaran dan
kemampuan makan/minum.
c. Pemeriksaan Penunjang
Radiologi
12
- Pemeriksaan foto dada tidak dapat mengidentifikasi agen penyebab.
Laboratorium
- Jika ada efusi pleura, dilakukan pungsi cairan pleura dan dilakukan
pemeriksaan mikroskopis, kultur serta deteksi antigen bakteri (jika
fasilitas tersedia) untuk penegakkan diagnosis dan menentukan
mulainya pemberian antibiotik.
13
- Pemeriksaan uji tuberkulin selalu dipertimbangkan pada anak
dengan riwayat kontak dengan penderita TBC dewasa.
Pemeriksaan Lain
Pada setiap anak yang dirawat inap karena pneumonia, seharusnya
dilakukan pemeriksaan pulse oxymetry.6
2.1.8 Penatalaksanaan
Bayi
Anak
14
- Saturasi oksigen <92%, sianosis.
- Distres pernapasan
- Grunting
15
- Pasien yang mendapatkan terapi oksigen harus diobservasi
setidaknya setiap 4 jam sekali, termasuk pemeriksaan saturasi
oksigen.
c. Pemberian Antibiotik
- M. pneumonia lebih sering terjadi pada anak yang lebih tua maka
antibiotik golongan makrolid diberikan sebagai pilihan pertama
secara empiris pada anak 5 tahun.
16
- Antibiotik intravena yang dianjurkan adalah ampisilin dan
kloramfenikol, co-amoxiclav, ceftriaxone, cefuraxime dan
cefotaxime.
> 2 bulan:
- Lini pertama ampisilin bila dalam 3 hari tidak ada perbaikan dapat
ditambahkan kloramfenikol
e. Nutrisi
17
Pada anak dengan distres pernapasan berat, pemberian makanan per
oral harus dihindari. Makanan dapat diberikan lewat nasogastric tube
(NGT) atau intravena. Tetapi harus diingat bahwa pemasangan NGT
dapat menekan pernapasan, khususnya pada bayi/anak dengan ukuran
lubang hidung kecil. Jika memang dibutuhkan, sebaiknya menggunakan
ukuran yang terkecil.
2.2.2 Etiologi
18
nekrosis jaringan, sedangkan lemaknya menyebabkan sifat tahan asam dan
merupakan faktor penyebab terjadinya fibrosis dan terbentuknya sel epiteloid dan
tuberkel.11
2.2.3 Epidemiologi
Menurut laporan World Health Organization (WHO) tahun 2015, menyatakan
bahwa dari 9,6 juta kasus baru TB pada tahun 2014 jumlah terbesar kasus TB
terjadi di Asia Tenggara dan Pasifik Barat. Diperkirakan terdapat 1,5 juta
kematian akibat TB, 0,4 juta diantaranya adalah orang dengan HIV.15
Penularan tuberkulosis paru terjadi karena droplet yang terdapat di udara akibat
dibatukkan atau dibersinkan oleh penderita. Pada penderita tuberkulosis paru
aktif, 3000 partikel droplet, dengan paling sedikit 10 basil yang dapat memulai
infeksi. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam,
tergantung pada ada atau tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan
kelembaban. Bakteri ini dapat bertahan selama berhari-hari sampai berbulan-bulan
pada suasana lembab.
Bila partikel ini terhirup, maka partikel ini akan menempel pada saluran
napas dan jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukurannya < 5
mikrometer. Organisme ini akan tumbuh dalam 2-12 minggu hingga mencapai
jumlah 1000-10.000 basil. Jumlah ini akan cukup untuk memunculkan respon
imun selular yang bisa terdeteksi dengan tuberculin skin test. Bakteri ini pertama
kali akan dihadapi oleh netrofil, kemudian oleh makrofag. Kebanyakan partikel
ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari percabangan
trakeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya.
Bakteri yang bertahan hidup dalam jaringan paru akan membentuk suatu
sarang tuberkulosis yang disebut sarang primer atau sarang (fokus) Ghon. Sarang
19
primer ini dapat muncul di setiap bagian paru, namun paling sering pada bagian
basal.
Dari sarang primer akan muncul peradangan saluran getah bening menuju
hilus dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus. Semua proses ini
memakan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi:
Bentuk ini dimulai dengan sarang dini yang biasanya terletak pada bagian
atas lobus superior maupun lobus inferior. Sarang dini awalnya berbentuk sarang
pneumonik kecil, dan kemudian dapat mengalami :
20
2.2.5 Manifestasi Klinis TB Anak
Yang dimaksud dengan kontak erat adalah anak yang tinggal serumah atau
sering bertemu dengan pasien TB menular. Pasien TB menular adalah terutama
pasien TB yang hasil pemeriksaan sputumnya BTA positif dan umumnya
terjadi pada pasien TB dewasa. Pemeriksaan kontak erat ini akan diuraikan
secara lebih rinci dalam pembahasan pada bab profilaksis TB pada anak.
2. Anak yang mempunyai tanda dan gejala klinis yang sesuai dengan TB anak.
1. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan tidak naik dengan
adekuat atau tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan upaya perbaikan gizi
yang baik.
2. Demam lama (2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan
demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain). Demam umumnya
tidak tinggi. Keringat malam saja bukan merupakan gejala spesifik TB pada
anak apabila tidak disertai dengan gejala-gejala sistemik/umum lain.
21
3. Batuk lama 3 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak pernah reda atau
intensitas semakin lama semakin parah) dan sebab lain batuk telah dapat
disingkirkan.
4. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal tumbuh
(failure to thrive).
22
5. Tuberkulosis mata:
Konjungtivitis fliktenularis (conjunctivitis phlyctenularis).
Tuberkel koroid (hanya terlihat dengan funduskopi).
23
tidak baik maka sebaiknya pasien segera dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan
rujukan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Parameter 0 1 2 3 Skor
Pembengkakan - Ada - -
tulang/ sendi pembengkakan
panggul, lutut,
falang
24
Foto toraks Normal/ Gambaran - -
kelainan sugestif
tidak (mendukung)
jelas TB
Skor total
Tabel 2.2. Skor TB pada anak
Kontak dengan pasien pasien TB BTA positif diberi skor 3 bila ada bukti
tertulis hasil laboratorium BTA dari sumber penularan yang bisa diperoleh
dari TB 01 atau dari hasil laboratorium.
o Berat badan dan panjang/ tinggi badan dinilai saat pasien datang
(moment opname).
25
atelektasis, konsolidasi segmental/lobar, milier, kalsifikasi dengan infiltrat,
tuberkuloma.
Penegakan Diagnosis
Anak dengan skor 6 yang diperoleh dari kontak dengan pasien BTA positif
dan hasil uji tuberkulin positif, tetapi tanpa gejala klinis, maka dilakukan
observasi atau diberi INH profilaksis tergantung dari umur anak tersebut.
Foto toraks bukan merupakan alat diagnostik utama pada TB anak.
Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dengan gejala klinis yang
meragukan, maka pasien tersebut dirujuk ke RS untuk evaluasi lebih lanjut
Anak dengan skor 5 yang terdiri dari kontak BTA positif dan 2 gejala
klinis lain, pada fasyankes yang tidak tersedia uji tuberkulin, maka dapat
didiagnosis, diterapi dan dipantau sebagai TB anak. Pemantauan dilakukan
selama 2 bulan terapi awal, apabila terdapat perbaikan klinis, maka terapi
OAT dilanjutkan sampai selesai.
26
Semua bayi dengan reaksi cepat (<2 minggu) saat imunisasi BCG
dicurigai telah terinfeksi TB dan harus dievaluasi dengan sistem skoring
TB anak.
Untuk daerah dengan fasilitas pelayanan kesehatan dasar yang terbatas (uji
tuberkulin dan atau foto toraks belum tersedia) maka evaluasi dengan
sistem skoring tetap dilakukan, dan dapat didiagnosis TB dengan syarat
skor 6 dari total skor 13.
Pada anak yang pada evaluasi bulan ke-2 tidak menunjukkan perbaikan
klinis sebaiknya diperiksa lebih lanjut adanya kemungkinan faktor
penyebab lain misalnya kesalahan diagnosis, adanya penyakit penyerta,
gizi buruk, TB MDR maupun masalah dengan kepatuhan berobat dari
pasien. Apabila fasilitas tidak memungkinkan, pasien dirujuk ke RS. Yang
dimaksud dengan perbaikan klinis adalah perbaikan gejala awal yang
ditemukan pada anak tersebut pada saat diagnosis.13
27
b. Waktu pengobatan TB pada anak 6-12 bulan. pemberian obat jangka
panjang selain untuk membunuh kuman juga untuk mengurangi
kemungkinan terjadinya kekambuhan
Selama tahap intensif dan lanjutan, OAT pada anak diberikan setiap hari
untuk mengurangi ketidakteraturan minum obat yang lebih sering terjadi
jika obat tidak diminum setiap hari.
d. Pada kasus TB tertentu yaitu TB milier, efusi pleura TB, perikarditis TB,
TB endobronkial, meningitis TB, dan peritonitis TB, diberikan
kortikosteroid (prednison) dengan dosis 1-2 mg/kg BB/hari, dibagi dalam
3 dosis. Dosis maksimal prednisone adalah 60mg/hari. Lama pemberian
kortikosteroid adalah 2-4 minggu dengan dosis penuh dilanjutkan
tappering off dalam jangka waktu yang sama. Tujuan pemberian steroid ini
untuk mengurangi proses inflamasi dan mencegah terjadi perlekatan
jaringan.
28
Kategori Anak dengan 4 macam obat: 2HRZE(S)/4-10HR
Nama Obat Dosis Harian Dosis Maksimal Efek Samping
(mg/kgBB/hari)
Tabel 2.3. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang biasa dipakai dan dosisnya
29
Tabel 2.4. Paduan OAT Kategori Anak dan peruntukannya secara lebih lengkap
30
Keterangan:
R: Rifampisin; H: Isoniasid; Z: Pirazinamid
Bayi di bawah 5 kg pemberian OAT secara terpisah, tidak dalam bentuk
kombinasi dosis tetap, dan sebaiknya dirujuk ke RS rujukan
Apabila ada kenaikan BB maka dosis/jumlah tablet yang diberikan,
menyesuaikan berat badan saat itu
Untuk anak obesitas, dosis KDT menggunakan Berat Badan ideal (sesuai
umur).
OAT KDT harus diberikan secara utuh (tidak boleh dibelah, dan tidak boleh
digerus)
Obat dapat diberikan dengan cara ditelan utuh, dikunyah/dikulum (chewable),
atau dimasukkan air dalam sendok (dispersable).
Obat diberikan pada saat perut kosong, atau paling cepat 1 jam setelah makan
Apabila OAT lepas diberikan dalam bentuk puyer, maka semua obat tidak
boleh digerus bersama dan dicampur dalam satu puyer.
Pada fase intensif pasien TB anak kontrol tiap minggu, untuk melihat
kepatuhan, toleransi dan kemungkinan adanya efek samping obat. Pada fase
lanjutan pasien kontrol tiap bulan. Setelah diberi OAT selama 2 bulan, respon
pengobatan pasien harus dievaluasi. Respon pengobatan dikatakan baik apabila
gejala klinis berkurang, nafsu makan meningkat, berat badan meningkat, demam
menghilang, dan batuk berkurang. Apabila respon pengobatan baik maka
pemberian OAT dilanjutkan sampai dengan 6 bulan. Sedangkan apabila respon
pengobatan kurang atau tidak baik maka pengobatan TB tetap dilanjutkan tetapi
pasien harus dirujuk ke sarana yang lebih lengkap. Sistem skoring hanya
digunakan untuk diagnosis, bukan untuk menilai hasil pengobatan.
Setelah pemberian obat selama 6 bulan, OAT dapat dihentikan dengan
melakukan evaluasi baik klinis maupun pemeriksaan penunjang lain seperti foto
toraks. Pemeriksaan tuberkulin tidak dapat digunakan sebagai pemeriksaan untuk
pemantauan pengobatan, karena uji tuberkulin yang positif masih akan
memberikan hasil yang positif. Meskipun gambaran radiologis tidak menunjukkan
31
perubahan yang berarti, tetapi apabila dijumpai perbaikan klinis yang nyata, maka
pengobatan dapat dihentikan dan pasien dinyatakan selesai.
Pada pasien TB anak yang pada awal pengobatan hasil pemeriksaan
dahaknya BTA positif, pemantauan pengobatan dilakukan dengan melakukan
pemeriksaan dahak ulang sesuai dengan alur pemantauan pengobatan pasien TB
BTA pos.
Vaksin BCG adalah vaksin hidup yang dilemahkan yang berasal dari
Mycobacterium bovis. Pemberian vaksinasi BCG berdasarkan Program
Pengembangan Imunisasi diberikan pada bayi 0-2 bulan. Pemberian vaksin BCG
pada bayi > 2 bulan harus didahului dengan uji tuberkulin. Secara umum
perlindungan vaksin BCG efektif untuk mencegah terjadinya TB berat seperti TB
milier dan TB meningitis yang sering didapatkan pada usia muda. Saat ini
vaksinasi BCG ulang tidak direkomendasikan karena tidak terbukti memberi
perlindungan tambahan.
32
Bayi yang terlahir dari ibu yang terdiagnosis TB BTA positif pada
trimester 3 kehamilan berisiko tertular ibunya melalui plasenta, cairan amnion
maupun hematogen. Sedangkan bayi yang terlahir dari ibu pasien TB BTA positif
selama masa neonatal berisiko tertular ibunya melalui percik renik. Pada kedua
kondisi tersebut bayi sebaiknya dilakukan rujukan
Bayi yang dilahirkan dari ibu yang terbukti infeksi HIV/AIDS tidak
dianjurkan diberikan imunisasi BCG, bayi sebaiknya dilakukan rujukan untuk
pembuktian apakah bayi sudah terinfeksi HIV atau tidak.
Sejumlah kecil anak-anak (1-2%) mengalami komplikasi setelah vaksinasi
BCG. Komplikasi paling sering termasuk abses lokal, infeksi bakteri sekunder,
adenitis supuratif dan pembentukan keloid lokal. Kebanyakan reaksi akan sembuh
selama beberapa bulan. Pada beberapa kasus dengan reaksi lokal persisten
dipertimbangkan untuk dilakukan rujukan. Begitu juga pada kasus dengan
imunodefisiensi mungkin memerlukan rujukan.
33
2. Identifikasi kontak pada semua kelompok umur yang asimtomatik TB, yang
berisiko untuk berkembang jadi sakit TB
3. Memberikan terapi pencegahan untuk anak yang terinfeksi TB, meliputi anak
usia < 5 tahun dan infeksi HIV pada semua umur.
Kasus TB yang memerlukan skrining kontak adalah semua kasus TB
dengan BTA positif dan semua kasus anak yang didiagnosis TB. Skrining kontak
ini dilaksanakan secara sentripetal dan sentrifugal.
Sekitar 50-60% anak yang tinggal dengan pasien TB paru dewasa dengan
BTA sputum positif, akan terinfeksi TB juga. Kira-kira 10% dari jumlah tersebut
akan mengalami sakit TB. Infeksi TB pada anak kecil berisiko tinggi menjadi TB
berat (misalnya TB meningitis atau TB milier) sehingga diperlukan pemberian
kemoprofilaksis untuk mencegah terjadinya sakit TB.
34
Keterangan :
Obat yang diberikan adalah INH (Isoniazid) dengan dosis 10 mg/ kgBB
(7-15 mg/kg) setiap hari selama 6 bulan.
Setiap bulan (saat pengambilan obat Isoniazid) dilakukan pemantauan
terhadap adanya gejala TB. Jika terdapat gejala TB pada bulan ke 2, ke 3,
ke 4, ke 5 atau ke 6, maka harus segera dievaluasi terhadap sakit TB dan
jika terbukti sakit TB, pengobatan harus segera ditukar ke regimen terapi
TB anak dimulai dari awal
Jika regimen Isoniazid profilaksis selesai diberikan (tidak ada gejala TB
selama 6 bulan pemberian), maka rejimen isoniazid profilaksis dapat
dihentikan.
Bila anak tersebut belum pernah mendapat imunisasi BCG, perlu diberikan
BCG setelah pengobatan profilaksis dengan INH selesai.13
35
BAB III
LAPORAN KASUS
Nama : NL
Usia : 1 tahun 6 bulan
Jenis kelamin : perempuan
Tanggal masuk RS : 21/05/2016
Keluhan utama: Demam
Telaah
Pasien mengalami demam sejak empat hari yang lalu sebelum masuk ke rumah
sakit. Sifat demam naik turun, Demam tinggi pada malam hari dan turun dengan
pemberian paracetamol.
Selain itu pada OS dijumpai muntah sejak satu sebelum masuk rumah sakit, isi
muntahan apa yang dimakan dan diminum, frekuensi muntah dua kali dalam 1
hari.
Batuk berdahak (+)
Sesak napas (+)
BAB (+) normal dan BAK (+) normal.
Riwayat ibu OS mengkonsumsi OAT selesai pada bulan maret 2016.
Sebelumnya, dilakukan pemeriksaan mantoux test dua hari yang lalu dengan hasil
indurasi 6 mm (kesan intermediate).
Riwayat Pemakaian Obat : paracetamol.
Riwayat Penyakit Terdahulu : Kejang Demam.
Status present
- Berat badan : 9000 gram
- Berat badan lahir : 3600 gram
- Panjang badan : 77 cm
- Sensorium : compos mentis
- Temperatur : 39oc
- Heart rate : 110 x/menit
- Respiratory rate : 22 x/menit
- Anemia (-), ikterik (-), edema (-), dispnea (-), sianosis (-)
Status Generalisata
36
- Kepala :
o mata
Conjungtiva palpebra inferior anemis (-/-)
Sklera ikterik (-/-)
o Telinga : dalam batas normal
o Hidung : dalam batas normal
o Mulut : karies (+)
- Leher :
o Pembesaran kelenjar getah bening (-)
- Thorax
o Simetris fusiformis, retraksi epigastrium (-)
o HR : 110 x/menit, reguler, desah (-)
o RR : 22 x/menit, regular, ronkhi (-/-)
- Abdomen
o Soepel, peristaltik (+)
o turgor (+)
o hepar/lien/ginjal : tidak teraba
- Ekstremitas
o Tekanan nadi : 110 x/menit, regular, t/v cukup, akral hangat,
Capillary Refill Time < 2 detik, edema (-)
- Urogenital
o Perempuan, dalam batas normal
Anjuran Pemeriksaan Penunjang
- Darah Rutin, LED
- Tubex Test, IgG & IgM Anti Dengue
- Sudah dilakukan pemeriksaan Mantoux test
Diagnosa Banding
- Suspect demam dengue + suspect TB paru + anemia
- Suspect demam dengue + suspect pneumonia + anemia
- Suspect Gastroenteritis akut + suspect TB paru + anemia
- Suspect Gastroenteritis Akut + suspect pneumonia + anemia
Diagnosa Sementara
Suspect demam dengue + suspect TB Paru + anemia
Tatalaksana
- IVFD D5% + NaCL 0,45% 37 gtt/menit
- Injeksi paracetamol 135 mg/8 jam
- Injeksi Ondansentron 1 mg/8 jam (kalau perlu) jika muntah (+)
37
FOLLOW UP
21 Mei 2016
S : Demam (+) , rewel (+)
O : Sensorium : Compos Mentis,
Temp : 38,3oc,
BB : 9 kg
SG :
Kepala : Ubun-ubun cekung (-), gigi karies (+)
Telinga/hidung/mulut : dalam batas normal/PCH (-)/ karies (+)
Thorax : simetris fusiformis, retraksi (+) epigastrium, pectus carinatum (+)
RR : 26x/menit
Abdomen : Soepel, Peristaltik (+) meningkat
Anogenitalia : Perempuan, anus (+)
Ekstremitas : pulse : 98x/i, CRT < 3 detik, akral hangat
A : Suspect demam dengue + Suspect TB paru + Anemia
P:
- IVFD Dextrose 5% NaCl 0,45% sebanyak 40 gtt/i mikro
- Injeksi Cefotaxime 250 mg/12 jam/intravena skin test
- Injeksi Ampicillin 250 mg/6jam/intravena skin test
- Injeksi Paracetamol 120 mg/6 jam/intravena
- Injeksi Ranitidin 10 mg/12 jam/intravena
- Diet makanan berat lunak 900 kkal dengan 20 gram protein + ekstra susu 2 x/hari pagi
dan sore
Anjuran: Darah Rutin, LED, KGD,IgG dan IgM Anti dengue, Widal test, Foto Thorax AP
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
- Hemoglobin : 8,5 gr/dl (N : 12-16 gr/dl )
- Leukosit : 12.330 mm3 (N: 5000 10.000 mm3)
- Trombosit : 84.000 mm3 (N: 150.000 450.000 mm3)
- Eritrosit : 335.000 (N: 360.000 500.000 mm3)
- Hematokrit : 26,3% (N: 36-48 %)
- KGD ad random : 44 mg/dl (N: < 200 mg/dl)
- IgG anti Dengue: Non Reaktif
- IgM anti Dengue: Non Reaktif
- Widal Test: a. S. Paratyphi BH:1/80, CH:1/80, AO:1/40, BO:1/80,
CO:1/40
b. S. Typhphi H:1/80, O:1/40
38
39
22 Mei 2016
S : Demam (+), rewel (+), selera makan menurun, mencret (+) 3 kali
O : Sensorium : Compos Mentis, Temp : 40,7oc, BB : 9 kg
Kepala : Ubun-ubun cekung (-), gigi karies (+)
Telinga/hidung/mulut : dalam batas normal/PCH (-)/ karies (+)
Thorax : Simetris Fusiformis, Retraksi (-) epigastrium, Pectus Carinatum (+)
Abdomen : Soepel, peristaltik (+) meningkat
Anogenitalia : Perempuan, anus (+)
Ekstremitas : Pulse : 95x/i, CRT < 3 detik, akral hangat
A : Suspect TB Paru + Gastroenteritis Akut + Anemia + Hipoglikemia
P:
- IVFD D10% sebanyak 100 gtt/i mikro
- Injeksi Cefotaxime 250 mg/12 jam/intravena hari ke-2
- Injeksi Ampicillin 250 mg/6jam/intravena hari ke-2
- Injeksi Paracetamol 120 mg/6 jam/intravena
- Injeksi Ranitidin 10 mg/12 jam/intravena
- L-bio 2 x 1 sachet
- Diet makanan berat lunak 900 kkal dengan 20 gram protein + ekstra susu 2
x/hari pagi dan sore
Hasil pemeriksaan laboratorium :
- KGD ad random : 103 mg/dl
40
23 Mei 2016
S : Demam (-), rewel (+) menurun, mencret (-)
O : Sensorium : Compos Mentis, Temp : 37oc, BB : 9 kg
Kepala : Ubun-ubun cekung (-), gigi karies (+)
Telinga/hidung/mulut : dalam batas normal/PCH (-)/ karies (+)
Thorax : Simetris Fusiformis, retraksi (-) epigastrium, pectus carinatum (+)
Abdomen : Soepel, peristaltik (+) meningkat
Anogenitalia : Perempuan, anus (+)
Ekstremitas : Pulse : 97x/i, CRT < 3 detik, akral hangat
41
Kesan : Pneumoniae
Anjuran pemeriksaan penunjang : Urin Output
24 Mei 2016
42
S : Demam (-), rewel (-), mencret (-), selera makan (+) meningkat
O : Sensorium : Compos Mentis, Temp : 36,8oc, BB : 9 kg
Kepala : Ubun-ubun cekung (-)
Telinga/hidung/mulut : dalam batas normal/PCH (-)/ karies (-)
Thorax : Simetris Fusiformis, retraksi (-) epigastrium.
Abdomen : Soepel, peristaltik (+) meningkat
Anogenitalia : Perempuan, anus (+)
Ekstremitas : Pulse : 94x/i, CRT < 3 detik, akral hangat
A : Pneumonia + TB latent
P:
- Diet makanan biasa 900 kkal dengan 25 gram protein
- IVFD D5% NaCL 0,45% 30 gtt/i mikro
- Injeksi Cefotaxime 250 mg/12 jam/intravena hari ke-4
- Injeksi Ampicillin 250 mg/6 jam/intravena hari ke-4
- Injeksi Paracetamol 135 mg/6 jam/intravena
- Injeksi Ranitidin 10 mg/12 jam/intravena
- L-bio 2 x 1 sachet
- INH 1 x 100 mg (pulvis) hari ke-2
- Vitamin B6 1 x 1 tablet
Hasil urin : dalam batas normal
25 Mei 2016
S : Demam (-), rewel (+), mencret (-), selera makan (+) meningkat
O : Sensorium : Compos Mentis, Temp : 36,4oc, BB : 9 kg
Kepala : Ubun-ubun cekung (-)
Telinga/hidung/mulut : dalam batas normal/PCH (-)/ karies (-)
43
Thorax : Simetris Fusiformis, HR : 92x/menit, RR: 22 x/menit, retraksi (-)
epigastrium, ronkhi (+/+) pada lapangan paru tengah
Abdomen : Soepel, peristaltik (+) normal
Anogenitalia : Perempuan, anus (+)
Ekstremitas : Pulse : 92x/i, CRT < 3 detik, akral hangat
A : Pneumonia + TB latent
P:
- IVFD D5% NaCL 0,45% 30 gtt/i mikro
- Injeksi Cefotaxime 250 mg/12 jam/intravena hari ke-5
- Injeksi Ampicillin 250 mg/6 jam/intravena hari ke-5
- Injeksi Paracetamol 135 mg/6 jam/intravena
- Injeksi Ranitidin 10 mg/12 jam/intravena
- L-bio 2 x 1 sachet
- INH 1 x 100 mg (pulvis) hari ke-3
- Vitamin B6 1 x 1 tablet
26 Mei 2016
S : Demam (-), rewel (-), mencret (-), selera makan (+) meningkat
O : Sensorium : Compos Mentis, Temp : 36,5oc, BB : 9 kg
Kepala : Ubun-ubun cekung (-)
Telinga/hidung/mulut : dalam batas normal/PCH (-)/ karies (-)
Thorax: Simetris Fusiformis, retraksi (-) epigastrium, ronkhi (+/+) pada lapangan
paru tengah
Abdomen : Soepel, peristaltik (+)
Anogenitalia : Perempuan, anus (+)
44
Ekstremitas : Pulse : 94x/i, CRT < 3 detik, akral hangat
A : Pneumonia + TB latent
P:
- IVFD D5% NaCL 0,45% 30 gtt/i mikro
- Injeksi Cefotaxime 250 mg/12 jam/intravena hari ke-6
- Injeksi Ampicillin 250 mg/6 jam/intravena hari ke-6
- Injeksi Paracetamol 135 mg/6 jam/intravena
- Injeksi Ranitidin 10 mg/12 jam/intravena
- L-bio 2 x 1 sachet
- INH 1 x 100 mg (pulvis) hari ke-4
- Vitamin B6 1 x 1 tablet
- Diet makanan berat 900 kkal dengan 25 gram protein
27 Mei 2016
S : Demam (-), rewel (-), mencret (-), selera makan (+) meningkat
O : Sensorium : Compos Mentis, Temp : 36,8oc, BB : 9 kg
Kepala : Ubun-ubun cekung (-)
Telinga/hidung/mulut : dalam batas normal/PCH (-)/ karies (-)
Thorax: Simetris Fusiformis, retraksi (-) epigastrium, HR : 84x/menit, desah (-),
RR : 22x/menit, ronkhi (+/+) pada lapangan paru kanan tengah
Abdomen : Soepel, peristaltik (+)normal
Anogenitalia : Perempuan, anus (+)
Ekstremitas : Pulse : 94x/i, CRT < 3 detik, akral hangat
A : Pneumonia + TB latent
P:
- IVFD D5% NaCL 0,45% 30 gtt/i mikro
- Injeksi Cefotaxime 250 mg/12 jam/intravena hari ke-7
45
- Injeksi Ampicillin 250 mg/6 jam/intravena hari ke-7
- Injeksi Paracetamol 135 mg/6 jam/intravena
- Injeksi Ranitidin 10 mg/12 jam/intravena
- L-bio 2 x 1 sachet
- INH 1 x 100 mg (pulvis) hari ke-5
- Vitamin B6 1 x 1 tablet
28 Mei 2016
S : Demam (-), rewel (-), mencret (-), selera makan (+) meningkat
O : Sensorium : Compos Mentis, Temp : 36,7oc, BB : 9 kg
Kepala : Ubun-ubun cekung (-)
Telinga/hidung/mulut : dalam batas normal/PCH (-)/ karies (-)
Thorax: Simetris Fusiformis, retraksi (-) epigastrium, HR : 84x/menit, desah (-),
RR : 22x/menit, ronkhi (+/+) menurun pada lapangan paru kanan tengah
Abdomen : Soepel, peristaltik (+)normal
Anogenitalia : Perempuan, anus (+)
Ekstremitas : Pulse : 94x/i, CRT < 3 detik, akral hangat
A : Pneumonia + TB latent
P:
- IVFD D5% NaCL 0,45% 30 gtt/i mikro
- Injeksi Cefotaxime 250 mg/12 jam/intravena hari ke-8
- Injeksi Ampicillin 250 mg/6 jam/intravena hari ke-8
- Injeksi Paracetamol 135 mg/6 jam/intravena
- Injeksi Ranitidin 10 mg/12 jam/intravena
- L-bio 2 x 1 sachet
- INH 1 x 100 mg (pulvis) hari ke-6
- Vitamin B6 1 x 1 tablet
46
- Diet makanan berat 900 kkal dengan 25 gram protein
29 Mei 2016
S : Demam (-), rewel (-), mencret (-), selera makan (+) meningkat
O : Sensorium : Compos Mentis, Temp : 36,5oc, BB : 9 kg
Kepala : Ubun-ubun cekung (-)
Telinga/hidung/mulut : dalam batas normal/PCH (-)/ karies (-)
Thorax : Simetris Fusiformis, retraksi (-) epigastrium, HR : 80x/menit, desah (-),
RR : 22x/menit, ronkhi (+/+) menurun
Abdomen : Soepel, peristaltik (+)normal
Anogenitalia : Perempuan, anus (+)
Ekstremitas : Pulse : 94x/i, CRT < 3 detik, akral hangat
A : Pneumonia + TB latent
P:
- IVFD D5% NaCL 0,45% 30 gtt/i mikro
- Injeksi Cefotaxime 250 mg/12 jam/intravena hari ke-9
- Injeksi Ampicillin 250 mg/6 jam/intravena hari ke-9
- Injeksi Paracetamol 135 mg/6 jam/intravena
- Injeksi Ranitidin 10 mg/12 jam/intravena
- L-bio 2 x 1 sachet
47
- INH 1 x 100 mg (pulvis) hari ke-7
- Vitamin B6 1 x 1 tablet
- Diet makanan berat 900 kkal dengan 25 gram protein
BAB IV
DISKUSI DAN KESIMPULAN
4.1. Diskusi
Kasus Teori
Anamnesis : Demam, sesak Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa bayi
napas dan batuk dengan pneumonia datang dengan gejala demam, sesak dan
batuk.
Demam terjadi karena reaksi antigen dan antibodi yang
mengakibatkan terangsangnya hipotalamus untuk
meningkatkan set point sehingga menyebabkan demam.
Sesak napas dan batuk terjadi karena sekret menumpuk pada
bronkus.
Pemeriksaan Fisik : Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan pada pemeriksaan
Frekuensi napas fisik akan dijumpai peningkatan frekuensi napas dan retraksi.
meningkat, ronki (+) pada Hal ini terjadi karena penurunan difusi oksigen yang
lapangan paru kanan menyebabkan gangguan pertukaran gas sehingga terjadi
bagian tengah, retraksi hipoksia jaringan mengakibatkan frekuensi napas meningkat
epigastrium (+), mual dan serta retraksi.
48
muntah (+). Ronki (+) terjadi akibat dari penumpukan sekret pada bronkus.
Mual dan muntah terjadi karena gejala nyeri yang
diproyeksikan ke abdomen.
Pemeriksaan penunjang : Pada pemeriksaan foto thorax didapati nfiltrat pada lobus paru
didapat infiltrat pada lobus hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa akan
paru (foto thorax), dijumpai infiltrat pada gambaran foto thorax, dan leukositosis
leukositosis. menunjukkan terjadinya infeksi.
Tatalaksana Pneumonia Hal ini sesuai dengan teori bahwa pasien pneumonia
diberikan Cefotaxime dan dianjurkan mengggunakan antibiotik secara intravena seperti
Ampicilin secara iv. ampicilin, kloramfenikol, ceftriaxone, cefuroxime dan
cefotaxime.
Os kontak dengan Hal ini sesuai dengan teori bahwa pasien yang kontak dengan
penderita TB penderita TB mendapat skoring 4 pada skoring TB paru pada
anak
Tatalaksana penderita TB Hal ini sesuai dengan teori bahwa pasien yang menderita TB
laten pada OS diberikan laten dengan usia balita diberikan Isoniazid (INH Profilaksis).
Isoniazid.
4.2. Kesimpulan
Pasien NL, usia 1 tahun 6 bulan dengan BB 9 kg, setelah dilakukan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang didapatkan bahwa
pasien tersebut menderita Pneumonia + TB Laten dan diberikan pengobatan
antibiotik Cefotaxime dan Ampicilin untuk pengobatan pneumonia. Sedangkan
pengobatan TB laten diberikan terapi profilaksis yaitu Isoniazid (INH).
49
50
DAFTAR PUSTAKA
51