Anda di halaman 1dari 87

CASE REPORT STUDY

PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. MUHAMMAD ZEIN PAINAN

“TUBERCULOSIS PARU“

Preseptor :

dr. Ricky Awal, Sp.P, FISR

apt. Oktania Nofety, S.Farm

Disusun oleh :
Ni Wayan Sri Tanjung, S.Farm (2130122221)
Noni Afriva Sari, S.Farm (2130122222)
Nur Aulia Batasunah, S.Farm (2130122223)

PROGRAM PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA
PADANG
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Case Study Report Praktek Kerja
Profesi Apoteker (PKPA) di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Muhammad Zein Painan.
Dalam proses penyelesaian laporan kasus ini penulis banyak mendapatkan
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini
penulis menyampaikan ucapan banyak terima kasih kepada :
1. dr. Ricky Awal, Sp.P, FISR selaku preseptor yang telah meluangkan waktu untuk
memberikan bimbingan, petunjuk, dan arahan sehingga laporan case study ini dapat
diselesaikan.
2. apt. Oktania Nofety, S.Farm selaku preseptor yang telah meluangkan waktu untuk
memberikan bimbingan, petunjuk, dan arahan sehingga laporan Case Study ini dapat
diselesaikan.
3. Ibu apt. Sanubari Rela Tobat, M.Farm, selaku pembimbing yang telah meluangkan
waktu untuk memberikan bimbingan, petunjuk, dan arahan sehingga laporan Case
Study ini dapat diselesaikan.
4. Ibu apt. Lola Azyenela, M.Farm selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu
untuk memberikan bimbingan, petunjuk, dan arahan sehingga laporan Case Study ini
dapat diselesaikan.
5. Staff Bangsal Paru Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Muhammad Zein Painan yang
telah memberikan bantuan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Case Study
ini.
Terimakasih atas semua bimbingan, bantuan dan dukungan yang telah
diberikan kepada penulis. Semoga dapat bermanfaat bagi kita semua untuk
perkembangan ilmu pengetahuan pada masa mendatang khususnya tentang
pengobatan penyakit “Tuberculosis Paru ”
Penulis menyadari laporan kasus ini masih memiliki kekurangan dan jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari semua pihak.
Painan, 12 Agustus 2022

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman

Mycobacterium Tuberculosis. Terdapat beberapa spesies Mycobacterium, antara lain:

M. tuberculosis, M. africanum, M. bovis, M. Leprae, yang juga dikenal sebagai Bakteri

Tahan Asam (BTA). Kuman TBC paru menyebar kepada orang lain melalui transmisi

atau aliran udara (droplet dahak pasien TBC paru BTA positif) ketika penderita batuk

atatu bersin. TBC paru dapat menyebabkan kematian apabila tidak mengkonsumsi

obat secara teratur hingga 6 bulan.

Penularan bakteri Mycobacterium Tuberculosis terjadi ketika pasien TB paru

mengalami batuk atau bersin sehingga bakteri Mycobacterium Tuberculosis juga

tersebar ke udara dalam bentuk percikan dahak atau droplet yang dikeluarkan

penderita TB paru. Jika penderita TB paru sekali mengeluarkan batuk maka akan

menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak dan percikan dahak tersebut telah

mengandung bakteri Mycobacterium tuberculosis. Pasien suspek TB paru yang

mengalami gejala batuk lebih dari 48 kali/malam akan menginfeksi 48% dari orang

yang kontak dengan pasien suspek TB paru, sedangkan pasien suspek TB paru yang

mengalami batuk kurang dari 12 kali/malam maka akan dapat menginfeksi 28% dari

orang yang kontak dengan pasien yang suspek TB paru (Kemenkes RI, 2016).

Tuberkulosis merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat utama di

banyak negara di dunia. Secara global pada tahun 2019, diperkirakan 3,3% dari pasien

TB baru dan 17,7% dari pasien TB yang pernah diobati merupakan pasien TB resistan

obat. Pada tahun 2019, diperkirakan terdapat 9,96 juta insidens TB di seluruh dunia,

dimana 465.000 diantaranya merupakan TB MDR/TB RR. Dari perkiraan 465.000


pasien TB RO tersebut, hanya 206.030 yang berhasil ditemukan dan 177.099 (86%)

diobati, dengan angka keberhasilan pengobatan global 57%.Di Indonesia, estimasi TB

RO adalah 2,4% dari seluruh pasien TB baru dan 13% dari pasien TB yang pernah

diobati dengan total perkiraan insiden kasus TB RO sebesar 24.000 atau 8,8/100.000

penduduk. Pada tahun 2019, sekitar 11.500 pasien TB RR ditemukan dan dilaporkan,

sekitar 48% pasien yang memulai pengobatan TB lini kedua, dengan angka

keberhasilan pengobatan 45% (WHO Global TB Report 2020). TBC paru termasuk

penyakit yang paling banyak menyerang usia produktif (15-49 tahun). Penderita TBC

BTA positif dapat menularkan TBC pada segala kelompok usia. Presentase TBC paru

semua tipe pada orang berjenis kelamin laki-laki lebih besar daripada orang berjenis

kelamin perempuan dikarenakan laki-laki kurang memperhatikan pemeliharaan

kesehatan diri sendiri serta laki-laki sering kontak dengan faktor risiko dibandingkan

dengan perempuan.

Faktor risiko terduga TBC paru adalah orang yang menetap satu atap rumah

dengan penderita TBC paru BTA positif, pendidikan, merokok, lingkungan fisik

rumah, daya tahan tubuh, perilaku penderita TBC paru BTA positif yaitu kebiasaan

membuang dahak sembarangan dan tidak menutup mulut ketika batuk atau bersin,

kepadatan hunian yaitu perbandingan antara luas rumah dengan jumlah anggota

keluarga. Lamanya waktu kontak atau intensitas kontak dengan penderita TBC paru

dapat menyebabkan seseorang terpapar Mycobacterium Tuberculosis sehingga harus

dapat mengendalikan penularan Mycobacterium Tuberculosis. Melalui deteksi kasus

dan pengobatan pasien TBC paru, dengan memutus rantai infeksi. Penularan

Mycobacterium Tuberculosis harus dihentikan untuk mencegah adanya terduga TBC

paru dan kasus baru TBC.


Berdasarkan paparan diatas laporan ini akan membahas tentang penyakit pasien

yang didiagnosa mengidap penyakit TB paru dan terapi yang diberikan kepada pasien

selama mengalami perawatan dirumah sakit.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apakah ada kemungkinan terjadi Drug Related Problem (DRP) dari obat- obatan

yang diberikan kepada pasien?

2. Bagaimana solusi jika terjadi Drug Related Problem (DRP) dari obat- obatan

yang diberikan kepada pasien?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui kemungkinan terjadinya Drug Related Problem (DRP) obat-

obatan yang diberikan kepada pasien

2. Untuk mengetahui solusi jika terjadi Drug Realted Problem (DRP) obat-obatan

yang diberikan kepada pasien


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definsi Tuberculosis (TB)

Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium TB

paru. Mycobacterium TB paru ditularkan melalui percikan dahak (droplet) dari

penderita tuberkulosis kepada individu yang rentan. Sebagian besar kuman

Mycobacterium TB paru menyerang paru, namun dapat juga menyerang organ lain

seperti pleura, selaput otak, kulit, ‘kelenjar limfe, tulang, sendi, usus, sistem urogenital

dan lain-lain (Kemenkes RI, 2013). Tuberkulosis adalah penyakit menular yang

disebabkan oleh TB paru bacillus Mycobacterium. Penyakit ini menyebar di udara

ketika orang-orang menderita TB paru misalnya melalui batuk (WHO, 2015).

Penularan bakteri Mycobacterium Tuberculosis terjadi ketika pasien TB paru

mengalami batuk atau bersin sehingga bakteri Mycobacterium Tuberculosis juga

tersebar ke udara dalam bentuk percikan dahak atau droplet yang dikeluarkan

penderita TB paru. Jika penderita TB paru sekali mengeluarkan batuk maka akan

menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak dan percikan dahak tersebut telah

mengandung bakteri Mycobacterium tuberculosis. Pasien suspek TB paru yang

mengalami gejala batuk lebih dari 48 kali/malam akan menginfeksi 48% dari orang

yang kontak dengan pasien suspek TB paru, sedangkan pasien suspek TB paru yang

mengalami batuk kurang dari 12 kali/malam maka akan dapat menginfeksi 28% dari

orang yang kontak dengan pasien yang suspek TB paru (Kemenkes RI, 2016)

2.2 Epidemiologi Tuberculosis (TB)

Semua manusia di dunia ini dapat terinfeksi kuman tuberkulosis paru, orang

muda dan tua, laki-laki dan perempuan, kaya dan miskin dapat menderita penyakit

tuberkulosis paru. Kuman tuberkulosis tidak pernah memilih induk dan siapa saja,
kapan saja, dan dimana saja. Daya tahan tubuh yang rendah tidak dapat melawan

kuman sehingga kuman akan berkembang (Arif, 2000).

Lebih tinggi dari kematian wanita akibat proses kehamilan dan persalinan

tuberkulosis paru membunuh 100.000 anak setiap tahunnya khusus untuk Indonesia.

Tuberkulosis paru menyerang sebagian besar penderita termasuk dalam kelompok usia

produktif, yaitu antara 20-49 tahun (Aditama, 2002).

Menurut Prihatni (2015), ternyata TB tidak hanya menyerang paru, tetapi juga

dapat menyerang oran tubuh yang lain seperti kulit (TB kulit), tulang (TB tulang), otak

dan syaraf (TB otak dan syaraf), mata (TB mata).

2.3 Etiologi Tuberculosis (TB)

Etiologi Widoyono (2008) menyatakan bahwa penyebab TB paru adalah kuman

Mycobacteria Tuberkulosis, yang berbentuk batang berukuran panjang 1-4 mikron dan

tebal 0,3-0,6 mikron dan mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada

pewarnaan. Kuman Mycobacteria Tuberkulosis disebut pula sebagai Basil Tahan

Asam (BTA). Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat

bertahan hidup beberapa jam di tempat gelap dan lembab, sehingga dalam jaringan

tubuh kuman ini dapat dorman (tidur), tertidur lama selama beberapa tahun (Depkes,

2002)

2.4 Klasifikasi Tuberculosis

Ada beberapa klasifikasi Tb paru yaitu menurut Depkes (2011) yaitu :

1. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena :

 Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan

(parenkim) paru tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
 Tuberkulosis Ekstra Paru

Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya

pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar Lymfe, tulang,

persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain

2. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB paru:

 Tuberkulosis paru BTA Positif

- Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.

- 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada

menunjukan gambaran tuberkulosis

- 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman Tb positif.

- 1 atau lebih specimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS

pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negative dan tidak ada

perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT

 Tuberkulosis paru BTA Negatif

Criteria diagnostic TB paru BTA negatif harus meliputi :

- Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif

- Foto toraks abnormal menunjukan gambaran tuberkulosis

- Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT

- Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan

3. Klasifikasi berdasarkan tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan

sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu :

- Kasus Baru adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau

sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian)
- Kambuh (Relaps) adalah penderita Tuberculosis yang sebelumnya pernah

mendapat pengobatan Tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh, kemudian

kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA (+)

- Pindahan (Transfer In) adalah penderita yang sedang mendapat pengobatan

di suatu kabupaten lain dan kemudian pindah berobat ke kabupaten ini.

Penderita pindahan tersebut harus membawa surat rujukan/pindah (Form

TB.09)

- Setelah Lalai (Pengobatan setelah default/drop out) adalah penderita yang

sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 bulan atau lebih,

kemudian datang kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA (+)


2.5 Patofisiologi Tuberculosis

Mycobacterium Tuberculosis masuk ke saluran pernapasan melalui udara

(droplet) yang mengandung basil tuberkel dari penderita TB Paru yang tidak

menutup mulut saat bersin atau batuk. Basil yang dapat masuk ke dalam alveolus

dan menimbulkan infeksi. Pada tahap awal sistem imunitas tubuh akan melalui

proses pengenalan mikrobakterium ini melalui APC (Antigen Presenting Cell).

Setelah itu, terjadilah reaksi antigen dan antibodi, dimana sistem imun non-spesifik

akan mengeluarkan polimorfonuklear untuk fagositosis bakteri ini. Antibodi non-

spesifik juga mengeluarkan makrofag untuk membantu proses fagositosis bakteri


ini, dan Mycobacterium tuberculosis masuk ke endosom makrofag di alveolus.

Bakteri yang masuk ini menghambat pematangan endosom sehingga terjadi

gangguan pembentukan fagolisosom untuk proses fagositosis yang lebih lanjut.

Bakteri ini berkembang tanpa hambatan oleh karena dinding sel yang tahan asam

dan peptidoglikan pada dinding sel tersebut dapat menghambat reaksi fagositosis.

Setelah 3 minggu terjadinya proses peradangan, maka terbentuklah suatu sistem

imun yang spesifik yaitu sel-T/limfosit T. Limfosit T ini akan berdiferensiasi

menjadi sel T CD 4+ ( sel T-helper) dan membantu proses pembentukan sel T CD

8+ (sel T sitotoksik). Sel T sitotoksik akan memfagosit makrofag dan sel yang

terinfeksi bakteri ini, sehingga timbul gambaran infiltrat pada paru. Saat sel T

sitotoksik terbentuk, terbentuk pula Th1 yang akan menghasilkan Interferon/IFN

gamma dan TNF-beta. Interferon gamma akan merekrut monosit yang

berdiferensiasi menjadi histiosit dan epiteloid dan terjadilah respon granulomatosa

dimana jaringan granulasi ini menjadi lebih fibrotik, membentuk jaringan parut

yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul mengelilingi tuberkel agar tidak

menyebar, walaupun bakteri ini tetap dapat bereplikasi. Ketika terjadi suatu proses

peradangan, maka tubuh mengeluarkan suatu mediator inflamasi salah satunya

ialah histamin, sehingga terjadi rangsang kerja pada doblet sel dan terjadi

hipersekresi mukus yang menyebabkan batuk pada penderita. Tumor Necrosis

Factor (TNF-alfa) yang juga dihasilkan merupakan suatu pirogen endogen yang

akan merangsang prostaglandin dan menaikkan termostat regulator di hipotalamus

sehingga suhu tubuh naik ke patokan yang baru. Untuk reaksi menghasilkan panas

tubuh, maka penderita akan menggigil. Sedangkan untuk reaksi kompensasi

pelepasan panas tubuh maka penderita akan berkeringat.


2.6 Diagnosa Tuberculosis

Menurut Depkes RI (2006), diagnosis TB Paru pada orang dewasa dapat

dilakukan dengan ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis.

Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga spesimen SPS

(SewaktuPagi-Sewaktu) BTA hasilnya positif. Bila hanya satu spesimen yang positif

perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan

dahak SPS (Sewaktu-Pagi-Sewaktu) diulang.

 Kalau hasil rontgen mendukung TB paru, maka penderita didiagnosis sebagai

penderita TB positif

 Kalau hasil foto rontgen tidak mendukung TB paru, maka pemeriksaan dahak SPS

(Sewaktu-Pagi-Sewaktu) diulangi

Bila ketiga spesimen dahak hasilnya negatif, diberikan antibiotik spektum

luas selama 1-2 minggu. Bila tidak ada perubahan namun gejala klinis tetap

mencurigakan TB, ulangi pemeriksaan dahak SPS (Sewaktu-Pagi-Sewaktu).

 Kalau hasil positif, didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif.

 Kalau hasil SPS tetap negatif, dilakukan pemeriksaan foto rontgen dada, untuk

mendukung diagnosis TB.

 Bila hasil rontgen mendukung TB, didagnosis sebagai penderita TB BTA negatif

rontgen positif.

 Bila hasil rontgen tidak mendukung TB, penderita tersebut bukan TB

 Uji tuberculin (Mantoux)

Bila uji tuberculin positif, menunjukkan adanya infeksi TB dan kemungkinan

ada TB aktif pada anak. Namun, uji tuberculin dapat negatif pada anak TB berat

dengan alergi (malnutrisi, penyakit sangat berat, dll). Jika uji tuberculin meragukan

dilakukan uji silang


 Reaksi cepat BCG Bila dalam penyuntikan BCG terjadi reaksi cepat (dalam 3-7

hari) berupa kemerahan dan indurasi > 5 mm, maka anak tersebut dicurigai telah

terinfeksi kuman TB

 Foto rontgen dada Gambaran rontgen TB paru pada anak tidak khas dan interpretasi

foto biasanya sulit, harus hati-hati, kemungkinan bias overdiagnosis atau

underdiagnosis

 Pemeriksaan mikrobiologi dan serologi Pemeriksaan BTA secara mikroskopis

langsung pada anak biasanya dilakukan dengan bilasan lambung karena dahak

biasanya sulit didapat pada anak. Demikian juga pemeriksaan serologis seperti

ELISA, PAP, dll, masih memerlukan penelitian yang lebih lanjut.

2.7 Manifestasi Klinis Tuberculosis (TB)

Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2 sampai dengan

3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak

bercampur darah, batuk darah, sesak napas, rasa nyeri dada, badan lemah, nafsu makan

menurun, berat badan menurun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam

hari tanpa kegiatan fisik dan demam meriang lebih dari satu bulan (Kemenkes RI,

2011)

Gejala respiratorik yang dirasakan penderita TB paru dapat bermacam-

macam, seperti batuk yang berlangsung 2-3 minggu atau lebih karena adanya iritasi

pada bronkus dengan sifat batuk dimulai dari batuk kering (non produktif) kemudia

setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Hal ini

menyebabkan adanya dahak bercampur darah bahkan sampai batuk darah (haemaptoe)

karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Ketika batuk bercampur darah telah

terjadi, keadaan yang lebih lanjut akan terjadi sesak napas, dimana infiltrasi kumannya

sudah setengah bagian paru-paru (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi, dkk, 2009)


Gejala sistemik akan dirasakan demam yang dipengaruhi oleh daya tahan

tubuh penderita dan berat ringannya infeksi kuman yang masuk, lalu rasa kurang enak

badan (malaise) yang sering ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit

kepala, meriang, dan berkeringat di malam hari tanpa melakukan aktifitas (Sudoyo,

Setiyohadi, Alwi, dkk, 2009).

2.8 Pengobatan Tuberculosis (TB)

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,

mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya

resistensi kuman terhadap OAT (Depkes RI, 2011). Pengobatan TB menggunakan

obat antituberkulosis (OAT) dengan metode direcly observed treatment shortcourse

(DOTS).

1. Kategori I (2 HRZE/4 H3R3) untuk pasien TBC baru

2. Kategori II (2 HRZES/HRZE/5 H3R3E3) untuk pasien ulangan (pasien yang

pengobatan kategori I-nya gagal atau pasien yang kambuh)

3. Kategori III (2 HRZ/4 H3R3) untuk pasien baru dengan BTA (-), Ro (+)

Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu:


1. Tahap awal (intensif) Pada tahap intensif, pasien mendapat obat setiap hari dan

perlu pengawasan secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila

pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular

menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB

BTA positif menjadi BTA negative dalam 2 bulan (Departemen Kesehatan RI

2007:21). Fase ini bertujuan untuk membunuh kuman sebanyakbanyaknya dan

secepat-cepatnya, karenanya digunakan 4-5 obat sekaligus (Tjandra Yoga, 2008:

66). Tahap permulaan diberikan setiap hari selama 2 bulan (2 HRZE):

a. INH (H) : 300 mg – 1 tablet

b. Rifampisin (R) : 450 mg – 1 kaplet

c. Pirazinamid (Z) : 1500 mg – 3 kaplet @500 mg

d. Etambutol 750mg – 3 kaplet @ 250 mg

Obat tersebut diminum setiap hari secara intensif sebanyak 60 kali (Widoyono, 2008).

2. Tahap lanjutan

Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam

jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman

persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan (Departemen Kesehatan RI

2007:21). Pada fase ini bertujuan menghilangkan sisa-sisa kuman yang ada, untuk

mencegah kekambuhan Tahap lanjutan diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4

bulan (4 H3R3):

a. INH (H) : 600 mg – 2 tablet @ 300mg

b. Rifampisin (R) : 450 mg – 1 kaplet

Obat tersebut diminum 3 kali dalam seminggu sebanyak 54 kali (Widoyono,

2008). Obat TB diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam jumlah

cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan, supaya semua kuman dapat dibunuh. Dosis
tahap intensif dan dosis tahap lanjutan ditelan sebagai dosis tunggal pada saat perut

kosong. Apabila paduan obat yang digunakan tidak adekuat (jenis, dosis dan jangka

waktu pengobatan), kuman TB akan berkembang menjadi kuman kebal obat (resisten).

Pengobatan dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed

Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO), untuk menjamin kepatuhan

penderita menelan obat (Depkes RI, 2011)

OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)


Obat yang dipakai:

1Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:


 INH
 Rifampisin
 Pirazinamid
 Streptomisin
 Etambutol

2Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)


 Kanamisin
 Amikasin
 Kuinolon
 Obat lain masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin + asam
klavulanat.
 Beberapa obat berikut ini belum tersedia di Indonesia antara lain
o Kapreomisin
o Sikloserino
o PAS (dulu tersedia)
o Derivat rifampisin dan INH
o Thioamides (ethionamide dan prothionamide
Jenis dan dosis OAT
Obat Dosis Dosis yg dianjurkan Dosis Dosis (mg) / berat badan
(Mg/Kg Maks (mg) (kg)
BB/Hari) Harian (mg/ Intermitten < 40 40-60 >60
kgBB/hari) (mg/Kg/BB/
kali)
R 8-12 10 10 600 300 450 600
H 4-6 5 10 300 150 300 450
Z 20-30 25 35 750 1000 1500
E 15-20 15 30 750 1000 1500
Sesuai
S 15-18 15 15 1000 750 1000
BB
2.9 Tinjauan Obat

Nama Obat 1. CEFRIAXONE

Komposisi Ceftriaxone 1 g

Kelas Terapi Cephalosporin Generasi III

Dosis Dosis umum dewasa dan anak > 12 tahun:1-2 gram/hari


Pada infeksi berat dosis dapat ditingkatkan hingga 4
gram/hari. Cefriaxone dapat diberikan secara injeksi IV
dan IM (Basic Pharmacology and Drug, 2019)

`Indikasi Infeksi yang disebabkan oleh patogen yang sensitif


terhadap ceftriaxone dalam kondisi sepsis, meningitis,
infeksi abdomen peritonitis, infeksi kandung empedu dan
saluran cerna, infeksi tulang, persendiaan dan jaringan
lunak, pencegahan infeksi prabedah, infeksi ginjal, dan
saluran kemih, infeksi saluran pernafasan, terutama
pneumonia, infeksi THT, infeksi kelamin (termasuk
gonorea) (Basic Pharmacology and Drug, 2019)

Kontra Indikasi Hipersensitif terhadap antibiotik cephalosporin (Basic


Pharmacology and Drug, 2019)

Bentuk sediaan Vial 1 g

Eek samping Reaksi hematologi; gangguan saluran cerna (mual,


muntah, tinja lunak, stomatitis, glositis), reaksi kulit
(urtikaria, edema, dermatitis alergi, eritema multiforme,
pruritus, eksantema)
Efek samping lainnya (jarang): sakit kepala, pusing,
demam, gejala pengendapan garam kalsium cefriaxone
pada kandung empedu meningkatkan enzim hati,
oligouria, peningkatan kreatinin serum, dapat
menimbulkan reaksi flebitis setelah pemberian IV
sehingga harus disuntikkan perlahan selama 2-4 menit
(Basic Pharmacology and Drug, 2019)
Peringatan  Pada penderitayang hipersensitifitas terhadap penicilin
kemungkinan dapat terjadi reaksi alergi silang
 Hati-hati penggunaan pada wanita hamil dan menyusui
 Hati-hati pemberian pada penderita yang pernah
mengalami syok anafilaktik
 Sebaiknya jangan diberikan pada neonatus karena dapat
menimbulkan resiko terbentuknya bilirubin
ensefalopati
 Dapat menimbulkan pseudomembran kolitis pada
penderita yang mengalami diare setelah pemberian
obat-obat antibakteri
 Dapat menimbulkan superinfeksi pada mikroorganisme
yang tidak peka

Farmakologi Farmakologi ceftriaxone adalah sebagai antibiotik


dengan mekanisme aksi menghambat dinding sel bakteri.
Ceftriaxone berperan dalam melawan berbagai
mikroorganisme, terutama bakteri gram negatif.
Ceftriaxone didistribusikan dengan baik ke dalam cairan
dan jaringan tubuh, dan sebagian besar diekskresikan
melalui urin

Farmakodinamik Ceftriaxone bekerja membunuh bakteri dengan


menginhibisi sintesis dinding sel bakteri. Ceftriaxone
memiliki cincin beta laktam yang menyerupai struktur
asam amino D-alanyl-D-alanine yang digunakan untuk
membuat peptidoglikan. Tautan silang peptidoglikan
dikatalisasi oleh enzim transpeptidase yang
merupakan Penicillin-Binding Proteins (PBP).

Gambar Sediaan

Nama Obat 2. DEXAMETHASONE

Komposisi Dexamethasone 0.5 mg

Kelas Terapi Kortikosteroid


Dosis Dosis dewasa: 0,5 – 24 mg/hari dalam dosis terbagi.
Dosis disesuaikan dengan beratnya penyakit (Basic
Pharmacology and Drug, 2019).
`Indikasi Inflamasi dan alergi, syok, diagnosis sindroma Cushing,
hiperplasia adrenal kongenital, edema serebral.
Intranasal: alergi atau inflamasi nasal dan polip
Inhalasi oral : pengontrol asma bronkial persisten
Dapat digunakan untuk menangani edema serebral &
syok septik (Basic Pharmacology and Drug,2019)
Kontra Indikasi Diabetes mellitus, tukak peptik/duodenum, injeksi berat,
hipertensi, atau gangguan sistem kardiovaskular lainnya
(Basic Pharmacology and Drug, 2019)
Bentuk sediaan Ampul 4 mg/ml, ampul 5 mg/ml (Basic Pharmacology
and Drug,2019)
Eek samping Penghentian obat secara tiba-tiba setalah penggunaan
yang lama dapat menyebabkan insufisiensi adrenal akut
dengan gejala demam, mialgia, atralgia, dan malaise
Komplikasi yang timbul akibat penggunaan lama adalah:
gangguan cairan dan elektrolit, hiperglikemia, glikosuria,
mudah mendapatkan infeksi, pasien tukak peptik
mungkin dapat mengalami pendarahan atau peforasi,
osteoporosis, miopati, psikosis, hiperkoagulabilitas
darah (memudahkan terjadinya trombosis intravaskular),
habitus pasien cushing (moon face, buffalo hump,
timbunan lemak supraklavikular, obesitas sentral,
ekstremitas kurus, striae, ekimosis, akne dan hirsutisme)
(Basic Pharmacology and Drug,2019)
Farmakologi Dexamethasone merupakan kortikosteroid adrenal
sintetis. Dexamethasone memiliki efek glukokortikoid
yang poten, dan efek mineralokortikoid minimal.
Dexamethasone berikatan dengan reseptor
glukokortikoid, menghasilkan efek antiinflamasi
Farmakodinamik Dexamethasone dapat melewati membran sel dan
berikatan dengan reseptor glukokortikoid di sitoplasma.
Kompleks antara dexamethasone dan reseptor
glukokortikoid ini dapat berikatan dengan DNA sehingga
terjadi modifikasi transkripsi dan sintesis protein.
Akibatnya, infiltrasi leukosit terhambat, mediator
inflamasi menurun, dan edema jaringan berkurang.
Mekanisme kerja Dexamethasone merupakan obat kortikosteroid yang
bekerja dengan menghambat pengeluaran zat kimia
tertentu di dalam tubuh yang bisa memicu peradangan.
Obat ini juga memiliki efek imunosupresan atau penekan
sistem kekebalan tubuh
Gambar Sediaan

Nama Obat 3. METHYL PREDNISOLONE

Komposisi Metyl prednisolon 4 mg

Kelas Terapi Kortikosteroid

Dosis Dosis dewasa : 10–500 mg per hari

Indikasi Sebagai anti inflamasi atau imunosupresi pada beberapa


penyakit hematologi, alergi, inflamasi, neoplasma
maupun autoimun (Basic Pharmacology and Drug, 2019)

Kontra Indikasi Diabetes mellitus, tukak peptik/duodenum, injeksi berat,


hipertensi, atau gangguan sistem kardiovaskular lainnya
(Basic Pharmacology and Drug, 2019)

Bentuk sediaan Vial 125 mg


Eek samping Penghentian obat secara tiba-tiba setalah penggunaan
yang lama dapat menyebabkan insufisiensi adrenal akut
dengan gejala demam, mialgia, atralgia, dan malaise
Komplikasi yang timbul akibat penggunaan lama adalah:
gangguan cairan dan elektrolit, hiperglikemia, glikosuria,
mudah mendapatkan infeksi, pasien tukak peptik
mungkin dapat mengalami pendarahan atau peforasi,
osteoporosis, miopati, psikosis, hiperkoagulabilitas darah
(memudahkan terjadinya trombosis intravaskular),
habitus pasien cushing (moon face, buffalo hump,
timbunan lemak supraklavikular, obesitas sentral,
ekstremitas kurus, striae, ekimosis, akne dan hirsutisme)
(Basic Pharmacology and Drug,2019)

Peringatan Penggunaan methylprednisolone kontraindikasi pada


pasien hipersensitivitas dan penggunaan pada pasien yang
akan melakukan vaksinasi virus hidup
Mekanisme kerja Methylprednisolone bekerja dengan menghambat sintesis
beberapa protein inflamasi melalui penekanan gen yang
mengkode protein tersebut

Gambar Sediaan

Nama Obat 4. FARMAVON

Komposisi Bromheksin HCl 2 mg/ml (PIO NAS)

Kelas Terapi Mukolitik

Dosis Dewasa : 4 mg/2 mL: 1 ampul (waktu pemberian 2-3


menit) sebanyak 2-3 kali sehari

Indikasi Kondisi saluran napas atas dan bawah yang mengalami


hambatan sekresi/pengeluaran dahak/lendir yang kental
Kontra Indikasi Hipersensistivitas
Bentuk sediaan Cairan Injeksi

Eek samping  Reaksi alergi, termasuk ruam kulit dan urtikaria,


bronkospasme, angioedema
 Mual dan muntah, diare, nyeri perut bagian atas,
nafilaksis (suatu reaksi alergi berat yang dapat
menyebabkan kematian).

Farmakologi Bromhexine mencapai efek mukolitiknya dengan beraksi


pada sel yang memproduksi mukus. Obat ini dapat
merusak struktur asam polisakarida mukus dan
mengurangi viskositas mukus, sehingga dapat membantu
pembersihan mukus dari saluran napas. Selain itu, obat
ini juga membantu kinerja sel epitel bersilia

Farmakodinamik Manifestasi klinis pada sebagian besar penyakit saluran


pernapasan disebabkan oleh inflamasi yang kemudian
meningkatkan sekresi mukus dan mengganggu
pembersihan mukus. Hal ini menyebabkan gangguan
aliran udara dalam saluran napas dan batuk

Mekanisme kerja Farmavon menghambat kerja sel yang menghasilkan


dahak atau mukus. Dengan begitu, dahak menjadi tidak
kental sehingga mudah untuk dikeluarkan

Gambar Sediaan

Nama Obat 5. LANSOPRAZOLE

Komposisi Lansoprazole 30 mg

Kelas Terapi Proton pump inhibitor (Basic Pharmacology and Drug,


2019).
Dosis Tukak lambung dan duodenum: 1x15-30 mg/hari selama
4-8 minggu. Dosis pemeliharaan 1x15 mg/hari
GERD: 1x30 mg/hari selama 4-8 minggu (Basic
Pharmacology and Drug, 2019).
`Indikasi Tukak lambung, tukak duodenum, GERD, hipersekresi
patologis (Basic Pharmacology and Drug,2019)
Kontra Indikasi Penderita yang hipersensitif terhadap lansoprazole (Basic
Pharmacology and Drug,2019)
Bentuk sediaan  Serbuk 30 mg
Tablet/ kapsul 15 mg, tablet/ kapsul 30 mg (Basic
Pharmacology and Drug,2019)
Eek samping Urtikaria, mual dan muntah, konstipasi, kembung, nyeri
abdomen, lesu, paraestesia, nyeri otot dan sendi,
pandangan kabur, edema perifer, perubahan hematologik
(termasuk eosinofilia, trombositopenia, leukopenia),
perubahan enzim hati dan gangguan fungsi hati, depresi,
mulut kering (Basic Pharmacology and Drug, 2019)
Peringatan Pasien dengan penyakit hati, kehamilan, menyusui.
Singkirkan terlebih dahulu kemungkinan kanker
lambung sebelum pemberian lansoprazole (Basic
Pharmacology and Drug,2019)
Farmakodinamik Farmakodinamik lansoprazole adalah dengan mengurangi
sekresi asam lambung melalui mekanisme menghambat
kerja enzim H+,K+-ATPase pada jalur sekresi asam
lambung, sehingga proses katalisasi sekresi asam
lambung di sel parietal tidak terjadi. Selain itu
lansoprazole juga berperan dalam menurunkan sekresi
enzim pepsin.

Inhibisi pompa proton yang menyalurkan H+ ke dalam


lumen gaster oleh lansoprazole menyebabkan langkah
tersebut terhenti dan bersifat ireversibel selama 24–48 jam
hingga molekul pompa proton baru disintesis dan
ditransportasikan ke membran sel parietal. Proses
farmakodinamik ini dapat bertahan dalam waktu sehari
penuh, sehingga satu dosis yang diminum dalam sehari
dalam waktu kapanpun tetap dapat menghambat sekresi
asam lambung saat siang dan malam hari secara konstan
Mekanisme kerja Lansoprazole adalah penghambat sekresi asam lambung
yang efektif. Lansoprazole secara spesifik menghambat
(H+/K+) ATPase (pompa proton) dari sel parietal di
mukosa lambung.
Gambar Sediaan

Nama Obat 6. ACETYLCYSTEINE

Komposisi Acetylcysteine 200 mg

Kelas Terapi Mukolitik (Basic Pharmacology and Drug, 2019).

Dosis Dewasa: 3x1 kapsul sehari (Basic Pharmacology and


Drug, 2019).

`Indikasi Terapi hipersekresi mukus kental dan tebal pada saluran


pernapasan (Basic Pharmacology and Drug,2019)

Kontra Indikasi Hipersensitif terhadap acetylcysteine (Basic


Pharmacology and Drug,2019)

Bentuk sediaan Kapsul 200 mg (Basic Pharmacology and Drug,2019)

Eek samping Pada penggunaan sistemik: menimbulkan reaksi


hipersensitivitas seperti urtikaria dan bronkospasme
(jarangn terjadi). Psoriasis, mual, muntah, diare,
stomatitis, pusing, tinitus (Basic Pharmacology and
Drug, 2019)
Peringatan Hati-hati pada pasien yang sulit mengeluarkan sekret,
penderita asma bronkial, berbahaya untuk pasien asma
bronkial akut (Basic Pharmacology and Drug, 2019)
Farmakologi Acetylcystein sebagai antidot paracetamol adalah dengan
bertindak sebagai hepatoprotektor. Farmakodinamik dan
farmakokinetik akan dibahas di bawah
Farmakodinamik Acetylcysteine antidot bekerja sebagai hepatoprotektor
dengan cara memperbanyak glutation pada hati, bekerja
sebagai pengganti glutation dan meningkatkan konjugasi
sulfat non toksik dari paracetamol. L-sistein merupakan
prekursor antioksidan enzim glutation. Sekitar 4% fraksi
metabolit dari Paracetamol dimetabolisme di hati oleh
isoenzim CYP2E1 dan sitokrom P450 (CYP) menjadi N-
asetil-p-benozoquinoneimin (NAPQI) yang merupakan
zat yang toksik untuk hepar
Mekanisme kerja Acetylcysteine bekerja dengan cara melalui gugus
sulfhidril bebasnya yang membuka ikatan disulfida dalam
mukoprotein, sehingga menurunkan viskositas lendir/
mukus (dahak) yang membuat mukus tersebut encer
sehingga mukus lebih mudah dikeluarkan
Gambar Sediaan

Nama Obat 7. DOMPERIDONE

Komposisi Domperidone 10 mg

Kelas Terapi Anti Emetik (Basic Pharmacology and Drug, 2019)

Dosis Dispepsia fungsional : dewasa 3x10 mg sehari


Mual dan muntah akut: dewasa 3-4x 10-20 mg sehari
(Basic Pharmacology and Drug, 2019)
`Indikasi Terapi ual dan muntah (akibat terapi levodopa atau
bromokriptin, kemoterapi atau radioterapi kanker),
dispepsia fungsional (Basic Pharmacology and Drug,
2019)
Kontra Indikasi Jika stimulasi terhadap motilitas lambung dianggap
membahayakan, tumor hipofisis, prolaktinoma (Basic
Pharmacology and Drug, 2019)
Bentuk sediaan Tablet / kaplet 10 mg

Efek samping  Kadar prolaktin naik (kemungkinan galaktorea dan


ginekomasti), penurunan libido, ruam dan reaksi alergi
lain, reaksi distonia akut (Basic Pharmacology and Drug,
2019)
Peringatan Gangguan ginjal, hamil dan menyusui. Tidak
dianjurkan untuk profilaksis rutin pada muntah pasca
bedah atau untuk pemberian kronik, bayi < 1 tahun
(Basic Pharmacology and Drug, 2019)
Farmakologi Domperidone dapat memberikan efek gastrokinetik di
perifer dan efek antagonis dopamin pada reseptor
dopamin sentral di chemoreceptor trigger zone.
Domperidone sangat sedikit melewati sawar darah otak,
sehingga efek ekstrapiramidal yang ditimbulkannya lebih
rendah daripada metoklopramid
Farmakodinamik Domperidone adalah antagonis dopamin dengan efek
antiemetik yang serupa dengan metokloperamid.
Namun, domperidone tidak menimbulkan efek
ekstrapiramidal yang signifikan. Domperidone
bisa meningkatkan kadar prolaktin serum, sehingga
beberapa studi menyatakan bahwa domperidone bisa
digunakan sebagai galactogogue. Namun, hingga saat ini
penggunaan sebagai galactogogue belum disetujui
secara resmi
Mekanisme kerja Domperidone bekerja dengan mempercepat gerakan
saluran pencernaan, sehingga makanan di dalam
lambung lebih cepat menuju usus. Akibatnya, rasa mual
dapat berkurang. Selain mual dan muntah, domperidone
dapat digunakan untuk mengatasi gangguan gerakan
saluran cerna, seperti gastroparesis. Domperidone juga
bisa dimanfaatkan untuk merangsang atau
memperbanyak produksi ASI
Gambar Sediaan

Nama Obat 8. PARACETAMOL

Komposisi Paracetamol 650 mg

Kelas terapi Analgetik – Antipiretik (Basic Pharmacology and


Drug, 2019).
Dosis Dewasa: 500 mg – 1000 mg per kali, diberikan tiap 4-6
jam. Maksimum 4 g per hari (Basic Pharmacology and
Drug, 2019).
Indikasi Nyeri ringan sampai sedang, Demam (Basic
Pharmacology and Drug, 2019).
Kontraindikasi Hipersensitif, gangguan hati (Basic Pharmacology
and Drug, 2019).
Bentuk sediaan Tablet / kaplet 500 mg, tablet 600 mg, tablet 1000 mg

Efek samping Reaksi alergi, ruam kulit berupa eritema atau urtikaria,
Stevens Johnson Syndrom, nekrolisis epidermal toksik,
perdarahan gastrointestinal, kerusakan hati (Medscape).
Peringatan Gangguan fungsi hati, ginjal, ketergantungan alkohol
(Basic Pharmacology and Drug, 2019).
Farmakokinetik Absorpsi

Paracetamol diabsorbsi dengan baik di usus halus melalui


transport pasif pada pemberian oral. Pemberian dengan
makanan akan sedikit memperlambat absorpsi
paracetamol.
Pada pemberian melalui rektum, terdapat variasi
konsentrasi puncak di plasma dan waktu yang dibutuhkan
untuk mencapai konsentrasi puncak di plasma lebih lama.

Distribusi

Setelah pemberian oral, konsentrasi puncak pada plasma


akan dicapai dalam waktu 10 – 60 menit pada tablet biasa
dan 60 – 120 menit untuk tablet lepas-lambat.
Konsentrasi rata-rata di plasma adalah 2,1 μg/mL dalam
6 jam dan kadarnya hanya dideteksi dalam jumlah kecil
setelah 8 jam. Paracetamol memiliki waktu paruh 1 – 3
jam.
Paracetamol memiliki bioavailabilitas yang tinggi.
Sekitar 25% paracetamol dalam darah diikat oleh protein.

Metabolisme

Metabolisme paracetamol terutama berada di hati melalui


proses glukoronidasi dan sulfasi menjadi konjugat non
toksik. Sebagian kecil paracetamol juga dioksidasi
melalui enzim sitokrom P450 menjadi metabolit toksik
berupa N-acetyl-p-benzo-quinone imine (NAPQI).
Pada kondisi normal, NAPQI akan dikonjugasi oleh
glutation menjadi sistein dan konjugat asam merkapturat.
Ketika diberikan dosis dalam jumlah yang besar atau
terdapat defisiensi glutation, maka NAPQI tidak dapat
terdetoksifikasi dan menyebabkan nekrosis hepar akut.

Eliminasi

Sekitar 85% paracetamol diekskresi dalam bentuk


terkonjugasi dan bebas melalui urin dalam waktu 24 jam.
Pada paracetamol oral, ekskresi melalui renal
berlangsung dalam laju 0,16 – 0,2 mL/menit/kg.
Eliminasi ini akan berkurang pada individu berusia > 65
tahun atau dengan gangguan ginjal.
Selain ginjal, sekitar 2,6% akan diekskresikan melalui
bilier. Paracetamol juga dapat diekskresikan dengan
hemodialisa.
Farmakodinamik Enzim siklooksigenase (COX) memiliki beberapa
isoform. Yang paling dikenal adalah COX-1 dan COX-2.
Walaupun keduanya memiliki kesamaan karakteristik
dan mengkatalisis reaksi yang sama, terdapat perbedaan
efek di antara keduanya.

Enzim COX-1 merupakan enzim yang diekspresikan


oleh hampir semua jaringan di tubuh, termasuk platelet,
dan memiliki peran dalam produksi prostaglandin yang
terlibat dalam proteksi lambung, agregasi platelet,
autoregulasi aliran darah renal, dan inisiasi parturisi.
Sementara itu, COX-2 berperan penting dalam proses
inflamasi dengan mengaktivasi sitokin inflamasi. COX-2
juga banyak diekspresikan di ginjal dan memproduksi
prostasiklin yang berperan dalam homeostasis ginjal.

Aktivasi COX-1 dan COX-2 dipengaruhi oleh kadar


asam arakidonat. Ketika kadar asam arakidonat rendah,
maka prostaglandin akan dibentuk dari terutama dari
COX-2, sementara saat kadar asam arakidonat tinggi,
prostaglandin akan dibentuk terutama dari COX-1. Kadar
asam arakidonat ini juga mempengaruhi kerja
paracetamol. Kadar yang rendah memiliki efek poten
terhadap paracetamol dan kadar yang tinggi akan
menghambat kerja paracetamol.

Paracetamol memiliki efek analgesik dan antipiretik yang


setara dengan OAINS. Sebagai analgesik, paracetamol
menghambat prostaglandin dengan cara berperan sebagai
substrat dalam siklus peroksidase enzim COX-1 dan
COX-2 dan menghambat peroksinitrit yang merupakan
aktivator enzim COX. Sebagai antipiretik, paracetamol
menghambat peningkatan konsentrasi prostaglandin di
sistem saraf pusat dan cairan serebrospinal yang
disebabkan oleh pirogen.

Efek klinis paracetamol dapat terlihat dalam satu jam


setelah pemberian. Dalam beberapa studi ditemukan
bahwa paracetamol dapat menurunkan suhu sebesar 1oC
setelah satu jam pemberian.

Paracetamol tidak seefektif OAINS dalam meredakan


nyeri pada arthritis akut karena tidak dapat menurunkan
kadar prostaglandin di cairan sinovial. Dibandingkan
dengan OAINS, paracetamol memiliki efek samping ke
sistem gastrointestinal yang lebih rendah. Oleh karena itu
paracetamol dapat digunakan untuk mengurangi nyeri
pada pasien dengan riwayat ulkus peptikum.
Gambar sediaan
Nama Obat 9. VITAMIN B COMPLEX

Komposisi B1 (Tiamin), B2 (Riboflavin), B3 (Niacin), B5 (Asam


pantotenat), B6 (Piridoksin), B9 (Asam folat), dan B12
(Kobalamin)
Kelas terapi Vitamin (Basic Pharmacology and Drug, 2019)

Dosis Anak <12 tahun: 10 mg/kgBB/kali (bila ikterik : 5


mg/kgBB/kali) diberikan tiap 4-6 jam. Maksimum 4
dosis sehari (Basic Pharmacology and Drug, 2019).
Indikasi Membantu memenuhi kebutuhan vitamin B kompleks

Kontraindikasi Vitamin B kompleks dianggap cukup aman dikonsumsi.


Kontraindikasi penggunaan vitamin B kompleks adalah
apabila pasien memiliki riwayat alergi dengan obat ini
atau komponennya (Basic Pharmacology and Drug,
2019)
Bentuk sediaan Tablet 650 mg

Efek samping  Pusing, sering buang air kecil, perubahan warna urin,
tinja berwarna hitam, sembelit, diare, sakit perut dan
mual (Basic Pharmacology and Drug, 2019)
Farmakodinamik Kekurangan salah satu dari delapan jenis vitamin B, akan
mengganggu proses metabolisme. Karenanya, untuk
mencapai hasil terbaik, semua jenis vitamin B semestinya
dikonsumsi secara cukup. Hal inilah yang menjadikan
suplemen vitamin B kompleks diproduksi, dan
direkomendasikan sebagai pelengkap nutrisi, bagi
seseorang yang tidak dapat memenuhi kebutuhan vitamin
B melalui diet harian
Mekanisme kerja Vitamin B kompleks memiliki peran penting sebagai
enzim dalam mengatur berbagai proses metabolisme
tubuh untuk menghasilkan energy
Gambar Sediaan

Nama Obat 10. ALPRAZOLAM

Komposisi Alprazolam 0.25 mg

Kelas Terapi Hipnotik, Sedatif

Dosis Dosis anjuran alprazolam untuk gangguan cemas:


3x0,25 – 0,5 mg/hari
Dosis anjuran alprazolam untuk gangguan panik: 2-4
mg/hari (Basic Pharmacology and Drug, 2019)
Indikasi Ansietas, campuran ansietas-depresi, & gangguan panik
(pemakaian jangka pendek) (Basic Pharmacology and
Drug, 2019)
Kontra Indikasi Hipersensitif terhadap benzodiazepine, glaukoma,
miasthenia gravis, insufisiensi pulmonal kronik, penyakit
hati atau ginjal kronik, depresi pernapasan, serangan
asma akut, trimester pertama kehamilan, persalinan, tidak
boleh digunakan sendirian pada depresi atau ansietas
dengan depresi (Basic Pharmacology and Drug, 2019)
Bentuk Sediaan Tablet 0,25 mg, tablet 0,5 mg

Efek Samping Mengantuk, kelemahan otot, ataksia, reaksi paradoksikal


dengan agresi, gangguan mental, amnesia,
ketergantungan, depresi pernapasan, kepala terasa
ringan hari berikutnya, binggung (Basic Pharmacology
and Drug, 2019)
Peringatan Pada penderita usia lanjut dan anak dapat terjadi reaksi
yang berlawanan (paradoxical reaction) berupa
kegelisahan irirtabilitas, disinhibisi, spastisitas oto
meningkat, dan gangguan tidur (Basic Pharmacology
and Drug, 2019)
Farmakodinamik Alprazolam berinteraksi dengan reseptor BNZ-1, BNZ-
2, dan GABA-A. Ikatan alprazolam dengan BNZ-1
diketahui menyebabkan efek sedasi dan antiansietas.
Ikatan alprazolam dengan BNZ-2 mempengaruhi
memori, koordinasi, relaksasi otot, dan memiliki
aktivitas antikonvulsif
Mekanisme kerja Alprazolam bekerja dengan cara meningkatkan aktivitas
zat kimia alami GABAA (gamma-aminobutyric acid-A)
di sistem saraf pusat. Dengan begitu, akan dihasilkan
efek tenang dan gejala gangguan kecemasan dan
gangguan panik dapat mereda

Gambar Sediaan

Nama Obat 11. PYRAZINAMID

Komposisi Pyrazinamid 500 mg

Kelas Terapi Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

Dosis Dewasa: Bagi yang memiliki berat badan <50 kg, dosis
yang digunakan adalah 2 gram 3 kali seminggu. Bagi
yang memiliki berat badan ≥50 kg, dosis yang digunakan
adalah 2,5 gram 3 kali seminggu (Basic Pharmacology
and Drug, 2019)
Indikasi Pasien yang telah terdiagnosis tuberkulosis melalui
pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan radiologi
atau pemeriksaan dahak (pemeriksaan BTA)
Kontra Indikasi Pasien dengan hipersensitivitas terhadap obat ini, pasien
hiperurisemia dengan atau tanpa gout arthritis, pasien
dengan porfiria akut, dan gangguan fungsi hati berat
Bentuk Sediaan Tablet 150 mg, ablet 400 mg, tablet 500 mg

Efek Samping Gangguan gastrointestinal, gangguan fungsi hati, gout


arthritis
Peringatan Hipersensitivitas pyrazinamid

Farmakodinamik Farmakodinamik pasti dari pyrazinamide belum


diketahui. Diduga pyrazinamide akan berdifusi ke
dalam M. tuberculosis, dan dikonversikan menjadi
bentuk aktifnya yaitu pyrazinoic acid (POA) oleh enzim
pyrazinamidase. Pyrazinoic acid akan mengganggu
transpor membran, menurunkan pH intraseluler,
sehingga menyebabkan inaktivasi enzim yang diperlukan
untuk sintesis asam lemak, yaitu fatty acid synthase
I (FAS I). Hal ini menyebabkan kematian sel bakteri
Mekanisme kerja Obat ini bekerja dengan cara membunuh dan
menghentikan perkembangan bakteri penyebab TBC.
Dalam pengobatan TBC, pyrazinamide akan
dikombinasikan dengan obat TBC lainnya.
Gambar Sediaan

Nama Obat 12. ETHAMBUTOL

Komposisi Ethambutol 500 mg

Kelas Terapi Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

Dosis Dosis harian : 15 (15-20) mg/kgBB


Dosis 3x/minggu : 30 (25-35) mg/kgBB (Basic
Pharmacology and Drug, 2019)
Indikasi Ethambutol diindikasikan dalam terapi tuberkulosis paru
dan ekstraparu maupun infeksi non tuberculous lainnya.
Pemberian ethambutol tidak dapat diberikan secara
tunggal, tetapi di kombinasikan dengan obat
antituberkulosis lain seperti isoniazid
Kontra Indikasi Ethambutol dikontraindikasikan pada pasien yang
memiliki hipersensitivitas terhadap ethambutol dan
pasien dengan neuritis optic
Bentuk Sediaan Tablet

Efek Samping Gangguan penglihatan, buta warna, neuritis perifer

Peringatan Hipersensitivitas ethambutol

Farmakologi Ethambutol bekerja sebagai antibiotik dan


antituberkulosis dengan cara menghambat enzim
arabinosyl transferase mycobacteria yang terlibat dalam
pembentukan dinding sel bakteri. Hal ini menyebabkan
terhentinya metabolisme sel yang berujung pada
kematian bakteri mycobacterium
Farmakodinamik Mekanisme kerja ethambutol bekerja dengan cara
menghambat arabinosyl transferase yang memiliki
peranan penting dalam pembentukan dinding sel
mycobacterium. Arabinosyl transferase merupakan
enzim yang diperlukan dalam reaksi polimerisasi
arabinoglycn pada dinding sel dari arabinogalactan dan
lipoarabinomannan dan dikode oleh operon embCAB
Gambar Sediaan

Nama Obat 12. RIFAMPICIN

Komposisi Rifampicin 450 mg

Kelas Terapi Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

Dosis Dosisi harian


DL : 10 (8-12) mg/kgBB
DM : 600 mg
Dosis 3x/minggu
DL : 10 (8-12) mg/kgBB
DM : 600 mg (Basic Pharmacology and Drug, 2019)
Indikasi Pengobatan tuberkulosis paru yang diberikan bersama
dengan obat antituberkulosis lainnya. Rifampicin juga
diindikasikan untuk penanganan lepra dan sebagai
profilaksis terhadap meningitis bakterial.
Kontra Indikasi Hipersensitivitas rifampicin
Bentuk Sediaan Tablet

Efek samping Flu syndrome, gangguan gastrointestinal, urine berwarna


merah, gangguan fungsi hati, trombositopenia, demam,
ruam kulit, sesak napas, anemia hemolitik (Basic
Pharmacology and Drug, 2019)
Peringatan Hati-hati penggunaan obat ini pada seseorang dengan
gangguan fungsi hati

Farmakokinetik Tingkat serum dan plasma puncak rifampisin pada 5-10


μg/mL dalam 2-4 jam setelah konsumsi oral dosis 600
mg obat. Sekitar 85% obat dimetabolisme di hati melalui
enzim mikrosomal sistem CYP450. Rifampisin
diekskresikan melalui saluran empedu (60-65%),
sebagian kecil obat diekskresikan dalam urin (Arbex et
al., 2010).
Farmakodinamik Mekanisme kerja rifampicin adalah menginhibisi enzim
RNA polimerase DNA-dependent, dengan cara
mengikatkan diri kepada subunit beta, yang kemudian
akan menghalangi transkripsi RNA, dan mencegah
sintesis protein bakteri sehingga mengakibatkan
kematian sel bakteri. Hal inilah yang menjadikan obat
rifampicin memiliki sifat bakterisidal, dan
sebagai inducer enzim yang poten
Gambar Sediaan

Nama Obat 13. ISONIAZID

Komposisi Isoniazid

Kelas Terapi Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

Dosis Dosis harian


DL : 5 (4-6) mg/kgBB
DM : 300 mg
Dosis 3x/minggu
DL : 10 (8-12) mg/kgBB
DM : 900 mg (Basic Pharmacology and Drug, 2019)

Indikasi Menghambat sintesis mycolic acid, yang merupakan


komponen esensial dinding sel mikobakterium. Obat ini
bersifat bakterisidal terhadap Mycobacterium
tuberculosis. Indikasi isoniazid (INH) adalah untuk
penatalaksanaan penyakit tuberkulosis, baik sebagai
pencegahan pada kasus infeksi laten maupun terapi
tuberkulosis aktif. Dosis INH tergantung pada berat
badan dan usia pasien
Kontra Indikasi INH dikontraindikasikan pada pasien dengan reaksi
hipersensitivitas terhadap obat ini, termasuk drug-
induced hepatitis, isoniazid-associated hepatic injury,
dan reaksi efek samping berat lain. Isoniazid juga
dikontraindikasikan untuk pasien yang alergi terhadap
eksipien yang terkandung dalam obat ini
Bentuk Sediaan Tablet

Efek samping Neuropati perifer, psikosis toksik, gangguan fungsi hati,


kejang
Farmakokinetika Isoniazid dimetabolisme di hati melalui asetilasi oleh N-
acetyltransferase, yang menghasilkan asam
asetilisoniazid dan isonikotinat. Isoniazid diekskresikan
oleh ginjal (70-96%), sebagian besar menghasilkan
metabolit tidak aktif. Pasien dengan fenotipe asetilator
yang cepat, 7% isoniazid diekskresikan dalam urin
sebagai isoniazid bebas, sedangkan pada pasien dengan
fenotip asetilator lambat 37% diekskresikan sebagai
isoniazid terkonjugasi dan sebagian kecil diekskresikan
dalam feses.( Arbex et al., 2010)
Farmakodinamik Mycolic acid merupakan komponen esensial pada
dinding sel mikobakterium. Penggunaan INH akan
menghambat enzim yang berperan dalam
sintesis mycolic acid ini. Mekanisme inilah yang
menimbulkan efek terapi bakterisidal terhadap
organisme Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini aktif
berkembang biak secara intraseluler dan ekstraseluler,
yang dapat menginfeksi tubuh manusia secara sistemik.
Sehingga INH dapat digunakan untuk terapi berbagai
penyakit tuberkulosis, seperti TB paru, TB
osteomyelitis, dan TB spondylitis
Mekanisme Kerja Berpengaruh terhadap proses biosintesis lipid, protein,
asam nukleat dan glikolisis. Aksi
utama isoniazid menghambat biosintesis asam mikolat
yang mempunyai konstituen penting dalam dinding sel
mikrobakteri
Gambar Sediaan

Nama Obat 14. CANDESARTAN

Komposisi Candesartan 8 mg

Kelas Terapi Angiotensin Reseptor Blocker (ARB)

Dosis Hipertensi: dosis awal 1x8 mg/hari (gangguan fungsi hati


1x2 mg/hari, gangguan fungsi ginjal atau volume deplesi
intravaskular 1x4 mg hari), tingkatkan jika perlu pada
interval 4 minggu hingga maksimal 1x 32 mg/hari; dosis
penunjang lazim 1x 8 mg/hari (Basic Pharmacology and
Drug, 2019)
Indikasi Indikasi ARB kurang lebih sama dngan ACE inhibitor.
ARB merupakan alternatif yang berguna untuk pasien
yang harus menghentikan ACE inhibitor akibat batuk
yang persisten atau intoleransi terhadap ACE inhibitor,
ARB digunakan sebagai alternatif dari ACE inhibitor
dalam tatalaksana gagal jantung atau nefropati akibat
diabetes

Kontra Indikasi Kehamilan (obat harus dihentikan bila pemakai ternyata


hamil), menyusui, stenosis arteri renalis bilateral atau
stenosis pada satu-satunya ginjal yang masih berfungsi
(Basic Pharmacology and Drug, 2019)
Bentuk Sediaan Tablet 8 mg

Efek samping Hipotensi dapat terjadi pada pasien dengan kadar renin
ringgi seperti hipovolemia, gagal jantung, hipertensi
renovaskular dan sirosis hepatis. Hiperkalemia daoat
terjadi pada keadaan tertentu misal insufisiensi ginjal.
Efek samping lainnya: pusing, sakit kepala, diare,
penurunan Hb, ruam, abnormal taste sensation (metallic
taste) (Basic Pharmacology and Drug, 2019)
Perhatian Hati-hati penggunaan obat ini pada seseorang dengan
gangguan fungsi hati (Basic Pharmacology and Drug,
2019)
Farmakologi Candesartan bekerja sebagai agen antihipertensi dengan
mengikat reseptor angiotensin II tipe 1 (AT1) di berbagai
jaringan, sehingga angiotensin II tidak dapat mengikat
AT1. Hal ini dapat mengurangi vasokonstriksi dan
reabsorbsi air/garam akibat aktivitas angiotensin II,
sehingga dapat menurunkan tekanan darah
Farmakodinamik Angiotensin II merupakan hormon vasoaktif utama
dalam renin-angiotensin-aldosterone system (RAAS)
yang memegang peran penting dalam
patofisiologi hipertensi, gagal jantung, dan gangguan
kardiovaskular lainnya. Angiotensin II dapat
menyebabkan vasokonstriksi dan menstimulasi
aldosteron yang dimediasi oleh reseptor AT1, di mana
vasokonstriksi bersama sekresi aldosteron yang
meningkatkan reabsorbsi air/garam ini dapat
meningkatkan tekanan darah
Gambar Sediaan

Nama Obat 15. LEVOFLOXACIN

Komposisi Levofloxacin 500 mg

Kelas Terapi Fluoroquinolone

Dosis Dosis dewasa


Dosis lazim : 250-500 mg/hari. Diberikan 1x sehari
secara oral atau IV
Pneumonia yang didapat dari lingkungan (CAP) : 500
mg/hari selama 7-14 hari (per oral) (Basic Pharmacology
and Drug, 2019)
Indikasi Infeksi sinusitis maksilaris akut, eksaserbasi bakterial
akut pada bronkitis kronik, community acquired
pneumonis, infeksi kulit dan struktur kulit tak
terkomplikasi, ISK terkomplikasi, dan pielonefritis akut
karena mikroorganisme yang sensitif (Basic
Pharmacology and Drug, 2019)
Kontra Indikasi Hipersensitivitas terhadap levofloxacin dan golongan
quinolone, epilepsi, riwayat gangguan tendon terkait
pemberian fluoroquinolone, anak atau remaja,
kehamilan, menyusui (Basic Pharmacology and Drug,
2019)
Bentuk Sediaan Tablet /kaplet 500 mg, vial 500 mg/ 100 ml

Efek samping Diare, mual, vaginitis, flatulens, pruritus, ruam, nyeri


abdomen, genital moniliasis, pusing, dispepsia, insomia,
gangguan pengecapan, muntah, anoreksia, ansietas,
konstipasi, edema, lelah, sakit kepala, palpitasi,
parestesia, sindrom steven johnson (Basic Pharmacology
and Drug, 2019)

Perhatian Gangguan ginjal, gangguan SSP yang dapat


menimbulkan kejang atau memiliki ambang kejang
rendah, diabetes mellitus. Hindari paparan berlebihan
terhadap sinar matahari (Basic Pharmacology and Drug,
2019)
Farmakologi Levofloxacin menyebabkan kematian sel bakteri akibat
inhibisi dan peningkatan konsentrasi dari enzim gyrase
dan topoisomerase
Farmakodinamik Farmakodinamik levofloxacin bekerja dengan berdifusi
masuk melalui dinding sel bakteri dan menginhibisi
DNA gyrase (topoisomerase II bakterial). DNA gyrase
merupakan enzim yang dibutuhkan untuk replikasi DNA,
transkripsi RNA, dan perbaikan kesalahan pada DNA
bakteri. Dengan menginhibisi DNA gyrase akan
menghentikan pertumbuhan bakteri.
Gambar Sediaan

Nama Obat 16. VENTOLINE

Komposisi Salbutamol 2,5 mg


Kelas Terapi Antiasmatik

Dosis 2,5 mg

Indikasi Meredakan bronkospasme pada asma dan obstruksi


saluran napas reversibel lainnya (Basic Pharmacology
and Drug, 2019)
Kontra Indikasi  Hipersensitif terhadap salbutamol (Basic Pharmacology
and Drug, 2019)

Bentuk Sediaan Nebules 2,5 mg

Efek samping Palpitasi (denyut jantung tidak teratur), nyeri dada, denyut
jantung cepat, tremor terutama pada tangan, kram otot,
sakit kepala, dan gugup, urtikaria atau biduran,
angiodema (pembengkakan di bawah kulit), hipotensi,
hipokalemia dalam dosis tinggi (Basic Pharmacology and
Drug, 2019)
Peringatan Hati-hati pada penyakit hipertiroid, penyakit
kardiovaskular, aritmia, peka terhadap perpanjangan
interval QT, hipertensi, DM (Basic Pharmacology and
Drug, 2019)
Farmakodinamik Salbutamol bekerja pada reseptor beta2-adrenergik
dalam menstimulasi enzim adenil siklase intraseluler.
Reseptor beta 2-adrenergik adalah reseptor predominan
pada otot polos bronkial, sedangkan enzim adenil siklase
intraseluler bekerja mengkatalisasi konversi ATP
menjadi AMP siklik. Meningkatnya kadar AMP siklik
diasosiasikan dengan relaksasi otot polos bronkial, dan
inhibisi terhadap dilepaskannya mediator”immediate
hypersensitivity” dari sel-sel, terutama dari sel mast
Gambar Sediaan
Nama Obat 17. RINGER LAKTAT

Komposisi Osmolaritas 273 mOsm/L, Natrium 130 mmol/L, Klorida


109 mmol/L, Kalium 4 mmol/L, Kalsium 1.5 mmol/L,
Laktat 28 mmol/L

Kelas Terapi Elektrolit

Dosis Dosis Umum pemberian secara intravena:

1000 mg/hari, dengan laju tetesan 120 - 180


tetesan/menit
Indikasi Sebagai pengganti cairan ekstrasel yang hilang atau
mengatasi dehidrasi isotonik. Mengatasi kekurangan
garam. Mengatasi ketidakseimbangan antara asam dan
basa (asidosis metabolik) (asidosis metabolik ringan).
Penggantian elektrolit pada luka bakar
Kontra Indikasi Tidak terdapat kontraindikasi absolut terhadap
penggunaan ringer laktat. Namun, penggunaannya
bersamaan dengan ceftriaxone dilaporkan dapat
menimbulkan presipitasi pada aliran darah, sehingga
tidak disarankan
Bentuk Sediaan Botol infus: 250 mL, 500 mL dan 1.000 mL.

Efek samping Infeksi di daerah injeksi, nyeri dada, detak jantung


abnormal, penurunan tekanan darah, kesulitan bernapas,
batuk, bersin-bersin, ruam, gatal-gatal dan sakit kepala,
Peningkatan volume cairan (hipervolemia)
Farmakologi Ringer laktat sama dengan cairan isotonik lainnya, yaitu
dengan mengganti cairan pada kompartemen
ekstraseluler. Kompartemen ekstraseluler mencakup
33% dari total cairan tubuh, sedangkan kompartemen
intraseluler mencakup sekitar 67%. Tonisitas cairan dan
gradien osmotik akan menentukan pergerakan cairan di
dalam kompartemen tubuh
Farmakodinamik Ringer laktat adalah cairan isotonik yang mengandung
air dan elektrolit, biasanya digunakan untuk
menggantikan cairan ekstraseluler yang hilang
Gambar Sediaan

Nama Obat 18. NaCl 3%

Komposisi Sodium Chloride 3%

Kelas Terapi Elektrolit

Dosis Dosis Umum pemberian secara intravena:

1000 mg/hari, dengan laju tetesan 120 - 180 tetesan/menit


Indikasi mengatasi atau mencegah kehilangan sodium yang
disebabkan dehidrasi, keringat berlebih, atau penyebab
lainnya
Kontra Indikasi Jangan gunakan NaCl pada kondisi hiperhidrasi,
hipernatremia, hipokalemia, kondisi asidosis,
dan hipertensi
Bentuk Sediaan Botol infus 500ml

Efek samping Mual, muntah, diare, berdekut otot, radang saluran


pencernaan, iritasi mata

Perhatian Pasien dengan riwayat gagal jantung kongestif, hipertensi


atau penyakit ginjal, pasien geriatric, bayi, kehamilan
terkait hipertensi

Gambar Sediaan
Nama Obat 19. NaCl 0,9 %

Komposisi NaCI 0.9%. Setiap 500 mL mengandung : 4,5 Natrium


Klorida (NaCl) Air untuk injeksi ad 500 mL
Kelas Terapi Elektrolit

Dosis Dosis Umum pemberian secara intravena:1000 mg/hari,


dengan laju tetesan 120 - 180 tetesan/menit

Indikasi NaCl 0,9 persen digunakan pada kondisi kekurangan


natrium dan klorida, pengganti cairan isotonik plasma,
juga digunakan sebagai pelarut sediaan injeksi.
Kontra Indikasi Jangan gunakan NaCl pada kondisi hiperhidrasi,
hipernatremia, hipokalemia, kondisi asidosis,
dan hipertensi
Bentuk Sediaan Botol imfus 500 ml

Efek samping Penggunaan NaCl yang berlebihan dan tidak tepat dapat
menyebabkan hypernatremia

Peringatan Hati-hati saat memberikan cairan ini dalam volume besar


karena dapat menimbulkan kelebihan natrium dan
klorida. Kondisi ini bisa berujung pada acute kidney
injury dan kematian
Farmakologi cairan salin normal atau NaCl 0,9% memiliki komposisi
yang mirip dengan cairan ekstraseluler tubuh. Cairan ini
bersifat isotonik dan memiliki tekanan osmotik yang
sama dengan cairan tubuh. Cairan salin normal tersedia
dalam bentuk parenteral dengan konsentrasi natrium dan
klorida sebesar 154 mEq/L, osmolaritas 308 mOsm/L,
dan pH sekitar 4,7
Farmakodinamik Cairan salin normal terdiri dari sodium dan klorida yang
terdisosiasi dalam air. Sodium merupakan kation utama
pada cairan ekstraseluler yang berperan dalam
keseimbangan cairan, pengontrolan distribusi cairan, dan
kestabilan tekanan osmotik cairan tubuh
Gambar Sediaan
BAB III

TINJAUAN UMUM KASUS

3.1 Identitas Pasien

Data Umum

No. MR XXX946

Nama Pasien Tn. R

Agama Islam

Jenis Kelamin Laki-laki

Umur 77 tahun

Ruangan Rawatan Paru

Diagnosa Tuberculosis Paru

Mulai Perawatan 31-07-2022

Dokter Yang Merawat dr. Ricky Awal, SpP, FISR

3.2 Riwayat Penyakit


3.1.1 Keluhan Utama
- Demam sejak seminggu yang lalu
- BAB hitam kecoklatan
- Batuk kering sejak 2 hari yang lalu
3.1.2 Riwayat Penyakit Sekarang
- Demam (+)
- BAB hitam (+)
- Batuk kering (+)
- BAK nyeri (+)
3.1.3 Riwayat Penyakit Terdahulu
- Riwayat hipertensi (-)
- Riwayat DM (-)
3.3 Pemeriksaan Fisik

Tanggal Pemeriksaan Hasil Keterangan


Tanda Vital
31-07-2022 Nadi 73x/menit Normal
Pernapasan 28x/menit Tinggi
T (Suhu ᵒC) 37oC Normal
TD (mmHg) 120/76 Normal

3.4 Data Laboratorium


3.4.1 Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Nilai Rujukan Tanggal


31-07-22 01-07-22 02-07-22 03-07-22
Haematokrit 40 - 48 % 36
Haemoglobin dengan 10-16 g/Dl 12.4
Spektrofoto
Trombosit 150000 - 400000 mm3 483000
Leukosit 9000 - 10000 mm3 12000
Gula Darah Puasa 80-110 mg/dl
Gula Darah 2 Jam Setelah 0-140 mg/dl
Puasa
Gula Darah Sewaktu < 200 mg/dl 102
Ureum 10 – 50 mg/dl 10
Kreatinin 0,6 -1,1 mg/dl 0.5
Natrium 139 – 145 mmol/l 119 126 139
Kalium 3,5 – 5,1 mmol/l 4.0 3.9 4.1
Khlorida 97 – 111 mmol/l 83 93 95
Widal Test Negatif
HIV Reagen I (Sd Biolien) Negatif
Bilirubin Indirek < 0,2 mg/dl 0,23
Bilirubin Direk < 0,8 mg/dl 0,35
SGOT 0 – 38 U/l 21
SGPT < 40 U/l 18
Total Bilirubin 0,3 – 1,0 mg/dl 0,58
Globulin 1,2 – 2,7 g/l 0,4 1,7
Albumin 3,8 – 5,0 g/l 2,8 2,8
Total Protein 6,6 – 8,7 g/l 3,2 4,5
3.5 Diagnosa Kerja
 Diagnosa Utama : Tuberculosis Paru
 Diagnosa sekunder : Pneumonia
3.6 Penatalaksanaan
1. Terapi di IGD
- IVFD NaCl 3%
- Injeksi ceftriaxone 2x1gr IV
- Injeksi dexamethasone 2x5 mg IV
- Injeksi lansoprazole 1x 30 mg IV
2. Terapi di Bangsal Paru
- IVFD NaCl 3% 12j/k
- IVFD NaCl 0,9% 12j/k
- IVFD Ringer Laktat 12j/k
- IVFD albumin 4j/k
- IVFD amiparen 12j/k
- IVFD paracetamol 12j/k
- Injeksi ceftriaxone 2x1 gr IV
- Injeksi dexamethasone 2x 5 mg IV
- Injeksi lansoprazole 1x 30 mg IV
- Nebules ventolin 6x 2,5 mg IV
- Acetylcysteine 3x 200 mg PO
- Domperidone 3x10 mg PO
- Paracetamol 3x650 mg PO
- Vitamin B complex 1x1 PO
- Alprazolam 1x0,5 mg PO
- Lansoprazole 1x 30 mg PO
- Candesartan 1x 8mg PO
- Rimfampisin 1x450 mg PO
- Isoniazid 1x300 mg PO
- Pyrazinamid 1x500 mg PO
- Etambutol 1x500 mg PO

3. Terapi Pulang
- Rimfampisin 1x450 mg PO
- Isoniazid 1x300 mg PO
- Pyrazinamid 1x500 mg PO
- Etambutol 1x500 mg PO
- Levofloxacin 1x 500 mg PO
- Domperidone 3x 10 mg PO
- Vitamin B complex 2x1 PO
- Lansoprazole 1x 30 mg PO
- Candesartan 1x8 mg PO
3.7 Follow up

Nama: Tn. R Diagnosa: Tuberculosis paru Dokter : dr. Ricky Awal, Sp.P, FISR
Umur : 77 tahun Ruangan: Bangsal Paru Apoteker: apt. Oktania Nofety, S.Farm

Tanggal S O A P A P
Dokter Dokter Apoteker Apoteker
31-07-2022 Pasien - KU : sedang Pola nafas Terapi - Pemberian infus Nacl - Cek kondisi
mengatakan - Kes : CMC tidak efektif - IVFD Nacl 3% 3% untuk mengganti pasien
sesak dan batuk - TD: 130/80 dan 12 j/k kehilangan cairan - Monitoring
mmHg hiponatrium - Inj Ceftriaxon dan elektrolit dengan efek samping
- Nafas: 27 2x1gr IV kandungan Natrium obat
- Nadi: 91 - Inj Dexametason klorida karena pasien - Monitoring
- Suhu: 36,9ᵒC 2x5 mg IV hiponatrium efek terapi
- SPO2 : 98% - Inj Lansoprazol - Injeksi Ceftriaxon obat
- Leukosit : 1x 30 mg IV sebagai Antibiotik
12000/mm3 - Asetilsistein 3x untuk mengatasi
- Trombosit : 200mg PO infeksi yang ditandai
483000/mm3 - Domperidone 3x dengan BAB
- Natrium : 119 10mg PO kehitaman dan BAK
mmol/l yang nyeri.
- Paracetamol 3x - Injeksi dexametason
650 mg PO sebagai antiinflamasi
untuk nyeri pada saat
BAK
- Injeksi lansoprazole
sebagai PPI untuk
mengatasi asam
lambung
- Asetilsistein untuk
pengencer dahak
pada kondisi TB paru
dan PPOK
- Domperidone untuk
meredakan mual dan
muntah
- Paracetamol sebagai
Antipiretik/antihiper
preksia dan analgetik
01-08-2022 - Nafas sesak - KU : sedang Tuberculosis Terapi - Pemberian infus Nacl - Monitoring efek
berkurang - Kes : CMC paru dan - IVFD Nacl 3% 3% dan 0,9% untuk samping dan
- TD : 130/92 hiponatrium dan 0,9% 12j/k mengganti
- Batuk - Nafas: 24 - Inj Ceftriaxon kehilangan cairan efek terapi dari
berkurang - Nadi: 94 2x1gr IV dan elektrolit dengan obat
- Suhu: 36,5ᵒC - Inj Dexametason kandungan Natrium - Edukasi
- Sat : 98% 2x5 mg IV klorida karena pasien penggunaan
- Natrium : 126 - Inj Lansoprazol 1x mengalami obat dan
mmol/l 30mg IV hiponatrium jelaskan efek
- Klorida : 93 - Asetilsitein 3x 200 - Injeksi Ceftriaxon samping
mmol/l mg PO sebagai Antibiotik penggunaan
- Domperidone 3x untuk mengatasi rimfampisin
10 mg PO infeksi yang ditandai
- Paracetamol 3x dengan BAB
650 mg PO kehitaman dan BAK
- RHZE yang nyeri.
450/300/500/500 - Injeksi dexametason
mg 1x1 PO sebagai antiinflamasi
untuk nyeri pada saat
BAK
- Injeksi lansoprazole
sebagai PPI untuk
mengatasi asam
lambung
- Asetilsistein untuk
pengencer dahak
pada kondisi TB paru
dan PPOK
- Domperidone untuk
meredakan mual dan
muntah
- Paracetamol sebagai
Antipiretik/antihiper
preksia dan analgetik
- RHZE sebagai terapi
TB paru
02-08-2022 - Sesak nafas - KU : sedang - TB paru Terapi - Pemberian infus Nacl - Monitoring
berkurang - Kes : cm - Pneumonia - IVFD Nacl 0,9% 0,9% untuk efek samping
- TD : 100/60 - Hiponatrium 12j/k mengganti dan efek terapi
mmHg - Hipoalbumin - IVFD albumin kehilangan cairan obat
- Suhu : 36,4 C 4j/k dan elektrolit dengan - Edukasi pasien
- Nafas : 22 - IVFD amiparen kandungan Natrium terkait
- Nadi : 79 (asam amino) klorida penggunaan
- Sat : 98% 12j/k - Infus albumin obat
diindikasikan untuk
- Natrium : 126 - Inj Ceftriaxon mengatasi
mmol/l 2x1gr IV hipoalbumin
- Albumin : 2,8 - Inj Dexametason - Infus amiparen untuk
g/l 2x5 mg IV nutrisi parenteral
- Globulin : 0,4 - Inj Lansoprazol 1x untuk mensuplai
g/l 30 mg IV asam amino pada
- Asetilsistein 3x pasien malnutrisi
200 mg PO (kekurangan gizi)
- Domperidone 3x - Injeksi Ceftriaxon
10 mg PO sebagai Antibiotik
- Paracetamol 3x untuk mengatasi
650 mg PO infeksi yang ditandai
- RHZE dengan BAB
450/300/500/500 kehitaman dan BAK
mg 1x1 PO yang nyeri.
- Alprazolam 1x 0,5 - Injeksi dexametason
mg PO sebagai antiinflamasi
- Vit B comp 1x1 untuk nyeri pada saat
PO BAK
- Injeksi lansoprazole
sebagai PPI untuk
mengatasi asam
lambung
- Asetilsistein untuk
pengencer dahak
pada kondisi TB paru
dan PPOK
- Domperidone untuk
meredakan mual dan
muntah
- Paracetamol sebagai
Antipiretik/antihiper
preksia dan analgetik
- RHZE sebagai terapi
TB paru
- Alprazolam untuk
mengatasi gangguan
tidur karena batuk
kering yang terjadi
juga pada malam hari
- Vit B Comp
digunakan sebagai
vitamin dan
memperbaiki stamina
tubuh
03-08-2022 - Sesak nafas - KU : sedang - TB paru Terapi - Pemberian infus RL - Monitoring
berkurang - TD : 121/71 - Pneumonia - IVFD RL 12j/k untuk mengganti efek samping
- Batuk mmHg - GK - Inj Ceftriaxon kehilangan cairan dan efek terapi
berkurang - Suhu : 36,5 C - Hipoalbumin 2x1gr IV ekstrasel yang hilang obat
- Nafas : 22 - Inj Dexametason dan mengatasi - Edukasi dan
- Nadi : 80 1x5 mg IV dehidrasi isotonik berikan PIO
- Sat : 98% - Asetilsistein 3x - Injeksi Ceftriaxon terkait
- Albumin : 2,8 200mg PO sebagai Antibiotik penggunaan
g/l - Domperidone 3x untuk mengatasi obat dan obat
10mg PO infeksi yang ditandai
- Paracetamol 3x dengan BAB
650 mg PO kehitaman dan BAK
- RHZE yang nyeri.
450/300/500/500 - Injeksi dexametason
mg 1x1 PO sebagai antiinflamasi
- Alprazolam 1x 0,5 untuk nyeri pada saat
mg PO BAK
- Vit B comp 1x1 - Lansoprazole sebagai
PO PPI untuk mengatasi
- Lansoprazol 1x asam lambung
30mg PO - Asetilsistein untuk
pengencer dahak
pada kondisi TB paru
dan PPOK
- Domperidone untuk
meredakan mual dan
muntah
- Paracetamol sebagai
Antipiretik/antihiper
preksia dan analgetik
- RHZE sebagai terapi
TB paru
- Alprazolam untuk
mengatasi gangguan
tidur karena batuk
kering yang terjadi
juga pada malam hari
- Vit B Comp
digunakan sebagai
vitamin dan
memperbaiki stamina
tubuh
04-08-2022 Sesak nafas - KU : sedang - Tuberculosis Terapi - Pemberian infus RL - Monitering ESO
berkurang - TD : 142/80 paru - IVFD RL 12j/k untuk mengganti dan efek terapi
mmHg - Pneumonia - Inj Ceftriaxon kehilangan cairan obat
- Suhu : 37,5 0C - GK 2x1gr IV ekstrasel yang hilang - Edukasi pasien
- Nafas : 22x - Hipoalbumin - Inj Dexametason dan mengatasi terkait
- Nadi : 95 x 3x5 mg IV dehidrasi isotonik penggunaan
- Sat : 99% - Nebules ventolin - Injeksi Ceftriaxon obat
6x2,5 mg sebagai Antibiotik
- Asetilsistein 3x untuk mengatasi
200mg PO infeksi yang ditandai
- Domperidone 3x dengan BAB
10mg PO kehitaman dan BAK
- Paracetamol 3x yang nyeri.
650 mg PO - Injeksi dexametason
sebagai antiinflamasi
- RHZE untuk nyeri pada saat
450/300/500/500 BAK
mg 1x1 PO - Nebules ventolin
- Alprazolam 1x 0,5 untuk mengobati
mg PO penyakit pada
- Vit B comp 1x1 saluran pernafasan
PO dan penyakit paru
- Lansoprazol 1x30 - Lansoprazole sebagai
mg PO PPI untuk mengatasi
asam lambung
- Asetilsistein untuk
pengencer dahak
pada kondisi TB paru
- Domperidone untuk
meredakan mual dan
muntah
- Paracetamol sebagai
Antipiretik/antihiper
preksia dan analgetik
- RHZE sebagai terapi
TB Paru
- Alprazolam untuk
mengatasi gangguan
tidur karena batuk
kering yang terjadi
juga pada malam hari
- Vit B Comp
digunakan sebagai
vitamin dan
memperbaiki stamina
tubuh
05-08-2022 Pasien - KU : sedang - TB paru Terapi - Pemberian infus RL - Monitering ESO
mengatakan - TD : 143/87 - Pneumonia - IVFD RL 12j/k untuk mengganti dan efek terapi
sesak nafas dan mmHg - Hipoalbumin - Inj Ceftriaxon kehilangan cairan obat
batuk - Suhu : 36,8 0C - Hipertensi 2x1gr IV ekstrasel yang hilang - Edukasi pasien
- Nafas : 22x - Inj Dexametason dan mengatasi terkait
- Nadi : 87 x 2x 5 mg IV dehidrasi isotonik penggunaan
- Sat : 98% - Nebu ventolin - Injeksi Ceftriaxon obat
3x2,5 mg sebagai Antibiotik
- Inj levofloxacin 1 untuk mengatasi
x500 mg IV infeksi yang ditandai
dengan BAB
- Asetilsistein 3x kehitaman dan BAK
200 mg PO yang nyeri.
- Domperidone 3x - Injeksi dexametason
10 mg PO sebagai antiinflamasi
- Paracetamol 3x untuk nyeri pada saat
650 mg PO BAK
- RHZE - Nebules ventolin
450/300/500/500 untuk mengobati
mg 1x1 PO penyakit pada
- Alprazolam 1x 0,5 saluran pernafasan
mg PO dan penyakit paru
- Vit B comp 1x1 - Injeksi levofloxacin
PO sebagai antibiotik
- Lansoprazol 1x 30 untuk mengobati
mg PO infeksi akibat bakteri
- Candesartan pada BAB kehitaman
1x8mg PO - Lansoprazole sebagai
PPI untuk mengatasi
asam lambung
- Asetilsistein untuk
pengencer dahak
pada kondisi TB paru
- Domperidone untuk
meredakan mual dan
muntah
- Paracetamol sebagai
Antipiretik/antihiper
preksia dan analgetik
- RHZE sebagai terapi
TB Paru
- Alprazolam untuk
mengatasi gangguan
tidur karena batuk
kering yang terjadi
pada malam hari
- Vit B Comp
digunakan sebagai
vitamin dan
memperbaiki stamina
tubuh
- Candesartan untuk
menangani hipertensi
06-08-2022 Pasien - KU : sedang - TB paru Terapi - Pemberian infus RL - Monitering ESO
mengatakan - TD : 140/80 - Pneumonia - IVFD RL 12j/k untuk mengganti dan efek terapi
sesak nafas dan mmHg - GK - Inj Ceftriaxon 2x1 kehilangan cairan obat
batuk - Suhu : 36,5 0C - Hipoalbumin IV ekstrasel yang hilang - Edukasi pasien
- Nafas : 22x - Hipertensi - Inj Dexametason dan mengatasi terkait
- Nadi : 85 x 1x 5 mg IV dehidrasi isotonik penggunaan
- Sat : 99% - Nebules ventolin - Injeksi Ceftriaxon obat
2x 2,5 mg sebagai Antibiotik
- Asetilsistein 3x untuk mengatasi
200mg PO infeksi yang ditandai
- Domperidone 3x dengan BAB
10 mg PO kehitaman dan BAK
- Paracetamol 3x yang nyeri.
650 mg PO - Injeksi dexametason
- RHZE sebagai antiinflamasi
450/300/500/500 untuk nyeri pada saat
mg 1x1 PO BAK
- Alprazolam 1x 0,5 - Nebules ventolin
mg PO untuk mengobati
- Vit B comp 1x1 penyakit pada
PO saluran pernafasan
- Lansoprazol 1x 30 dan penyakit paru
mg PO - Levofloxacin sebagai
- Candesartan antibiotik untuk
1x8mg PO mengobati infeksi
- Levofloxacin akibat bakteri pada
1x500mg PO BAB hitam
- Lansoprazole sebagai
PPI untuk mengatasi
asam lambung
- Asetilsistein untuk
pengencer dahak
pada kondisi TB paru
- Domperidone untuk
meredakan mual dan
muntah
- Paracetamol sebagai
Antipiretik/antihiper
preksia dan analgetik
- RHZE sebagai terapi
TB Paru
- Alprazolam untuk
mengatasi gangguan
tidur karena batuk
kering pada malam
hari
- Vit B Comp
digunakan sebagai
vitamin dan
memperbaiki stamina
tubuh
- Candesartan untuk
menangani hipertensi
07-08-2022 Sesak nafas - KU : sedang - TB paru Terapi - Pemberian infus - Monitering ESO
berkurang - TD : 128/84 - Pneumonia - IVFD Ringer Ringer Laktat untuk dan efek terapi
mmHg - GK Laktat 12j/k mengganti obat
- Suhu : 36,5 0C - Hipoalbumin - IVFD paracetamol kehilangan cairan - Edukasi pasien
- Nafas : 24x - Hipertensi 12j/k ekstrasel yang hilang terkait
- Nadi : 74x - Inj Levofloxacin dan mengatasi penggunaan
- Sat : 98% 1x500mg IV dehidrasi isotonik obat
- Inj Dexametason - Injeksi Ceftriaxon
1x 5 mg IV sebagai Antibiotik
- Nebules ventolin untuk mengatasi
2x 2,5 mg infeksi yang ditandai
- Asetilsistein 3x dengan BAB
200mg PO kehitaman dan BAK
- Domperidone 3x yang nyeri.
10 mg PO - Injeksi dexametason
- Paracetamol 3x sebagai antiinflamasi
650 mg PO untuk nyeri pada saat
- RHZE BAK
450/300/500/500 - Nebules ventolin
mg 1x1 PO untuk mengobati
- Alprazolam 1x 0,5 penyakit pada
mg PO saluran pernafasan
- Vit B comp 1x1 dan penyakit paru
PO - Levofloxacin sebagai
- Lansoprazol 1x 30 antibiotik untuk
mg PO mengobati infeksi
- Candesartan akibat bakteri pada
1x8mg PO BAB hitam
- Lansoprazole sebagai
PPI untuk mengatasi
asam lambung
- Asetilsistein untuk
pengencer dahak
pada kondisi TB paru
- Domperidone untuk
meredakan mual dan
muntah
- Paracetamol PO dan
pct infus sebagai
Antipiretik/antihiper
preksia dan analgetik
- RHZE sebagai terapi
TB Paru
- Alprazolam untuk
mengatasi gangguan
tidur karena batuk
kering yang terjadi
pada malam hari
- Vit B Comp
digunakan sebagai
vitamin dan
memperbaiki stamina
tubuh
- Candesartan untuk
menangani hipertensi
08-08-2022 Sesak nafas - KU : sedang - TB paru Terapi pulang - RHZE sebagai terapi - Monitering ESO
berkurang - TD : 130/70 - Pneumonia - RHZE TB Paru dan efek terapi
mmHg - GK 450/300/500/500 - Levofloxacin sebagai obat
- Suhu : 36,4 0C - Hipoalbumin mg 1x1 PO antibiotik untuk - Edukasi pasien
- Nafas : 22x - Hipertensi - Levofloxacin 1 x mengobati infeksi terkait
- Nadi : 98x 500 mg PO akibat bakteri pada penggunaan
- Sat : 98% - Asetilsistein 3x BAB kehitaman obat
200mg PO - Asetilsistein untuk
- Domperidone 3x pengencer dahak
10 mg PO pada kondisi TB paru
- Vit B comp 1x1 - Domperidone untuk
PO meredakan mual dan
- Lansoprazol 1x 30 muntah
mg PO
- Candesartan - Vit B Comp
1x8mg PO digunakan sebagai
vitamin dan
memperbaiki stamina
tubuh
- Lansoprazole sebagai
PPI untuk mengatasi
asam lambung
- Candesartan untuk
menangani hipertensi
3.8 Analisa Terapi
3.8.1 Lembar Pengobatan Pasien di Bangsal Paru
Nama Obat Dosis Waktu Rute Tanggal Pemberian
Pemberian 31/07 01/08 02/08 03/08 04/08 05/08 06/08 07/08 08/08
Nacl 3% 12j/k Per 12 jam IVFD √ √ - - - - - - -
Nacl 0,9% 12j/k Per 12 jam IVFD - √ √ - - - - - -
Ringer laktat 12j/k Per 12 jam IVFD - - - √ √ √ √ √ -
Albumin 4j/k 4 jam IVFD - - √ - - - - - -
Amiparen 12j/k 12 jam IVFD - - √ - - - - - -
Pct infus 500 mg 1x1 IVFD - - - - - - - √ -
Inj ceftriaxon 1 gr 2x1 IV √ √ √ √ √ √ √ - -
Inj dexametason 5 mg 2x1 IV √ √ √ 1x1 √ 3x1 √ 2x1 √ 1x1√ √ -
Inj Lansoprazole 30 mg 1x1 IV √ √ √ - - - - - -
Inj ventolin 2,5 mg 6x1 Nebu - - - - √ 3x1 √ 2x1√ √ -
Inj levofloxacin 500 mg 1x1 IV - - - - - √ √ √ -
Asetilsistein 200 mg 3x1 PO √ √ √ √ √ √ √ √ √
Domperidone 10 mg 3x1 PO √ √ √ √ √ √ √ √ √
RHZE 450/300/ 1x1 PO - √ √ √ √ √ √ √ √
(Rimfampisin, 500/500mg
Isoniazid,
Pirazinamid,
Etambutol)
Vit B Comp 1 tablet 1x1 PO - - √ √ √ √ √ √ √
Alprazolam 0,5mg 1x1 PO - - √ √ √ √ √ √ -
Lansoprazole 30 mg 1x 1 PO - - - √ √ √ √ √ √
Candesartan 8mg 1x1 PO - - - - - √ √ √ √
Levofloxacin 500mg 1x1 PO - - - - - - - - √
3.9 Analisa Drug Related Problem (DRP)

Check
No Drug Therapy Problem Rekomendasi
List
1. Terapi obat yang tidak diperlukan
Terdapat terapi tanpa indikasi medis Pasien telah mendapat terapi sesuai dengan indikasi medis :

- Pemberian infus Nacl 3% dan 0,9% untuk mengganti kehilangan


cairan dan elektrolit dengan kandungan Natrium klorida sebagai terapi
kekurangan natrium (hiponatrium)
- Pemberian infus Ringer Laktat untuk mengganti kehilangan cairan
ekstrasel yang hilang dan mengatasi dehidrasi isotonik
- Pemberian infus albumin untuk mengatasi kondisi hipoalbumin
-
- Pemberian infus amiparen untuk nutrisi parenteral digunakan sebagai
supplei asam amino untuk mengatasi kekurangan gizi atau malnutrisi
- Injeksi Ceftriaxon sebagai Antibiotik untuk mengatasi infeksi yang
ditandai dengan BAB kehitaman dan BAK yang nyeri.
- Injeksi dexametason sebagai antiinflamasi untuk nyeri pada saat BAK
- Injeksi Ventolin untuk mengobati penyakit pada saluran pernafasan
dan penyakit paru
- Lansoprazole sebagai PPI untuk mengatasi asam lambung
- Asetilsistein untuk pengencer dahak pada kondisi TB paru
- Domperidone untuk meredakan mual dan muntah
- Paracetamol dan Infus paracetamol sebagai Antipiretik/antihiper
preksia dan analgetik
- RHZE sebagai terapi TB Paru
- Alprazolam untuk mengatasi gangguan tidur karena batuk kering yang
terjadi pada malam hari
- Vit B Comp digunakan sebagai vitamin dan memperbaiki stamina
tubuh
- Candesartan untuk menangani hipertensi
- Levofloxacin sebagai antibiotik untuk mengobati infeksi akibat
bakteri yang terjadi pada BAB kehitaman
Pasien mendapatkan terapi tambahan yang tidak Pasien tidak memerlukan atau mendapatkan terapi tambahan, pasien telah
-
diperlukan mendapatkan terapi sesuai dengan kondisi medis yang di alami pasien.

Pasien masih memungkinkan menjalani terapi non Pasien diobati dengan terapi farmakologi karena kondisi pasien harus
farmakologi - mendapat perawatan farmakologi untuk tuberculosis paru, pneumonia,
hipertensi, GK, hiponatrium dan hipoalbumin.
Terdapat duplikasi terapi - Tidak terdapat duplikasi terapi
Pasien mendapat penanganan terhadap efek samping Pasien tidak mendapatkan penanganan terhadap efek samping yang
yang seharusnya dapat dicegah. - seharusnya dapat dicegah, karena pasien tidak mengalami efek samping
yang signifikan.

2. Kesalahan obat

Bentuk sediaan tidak tepat Bentuk sediaan yang diberikan pada saat rawatan sudah tepat dan sesuai
dengan kondisi pasien :

- IVFD Nacl 0,9 dan 3% 12j/k


- IVFD Ringer Laktat 12j/k
- IVFD Albumin 4j/k
- IVFD Amiparen 12j/k
- IVFD paracetamol 12j/k
- - Injeksi Ceftriaxon 2x 1 gr IV
- Injeksi Dexametason 2x 5mg IV
- Injeksi Lansoprazol 1x 30 mg IV
- Nebules ventolin 3x2,5 mg
- Injeksi Levofloxacin 1x500 mg IV
- Tablet Asetilsistein 3x 200mg PO
- Tablet Domperidone 3x 10 mg PO
- Tablet Paracetamol 3x 650 mg PO
- Tablet RHZE 450/300/500/500 mg 1x1 PO
- Tablet Alprazolam 1x 0,5 mg PO
- Tablet Vit B comp 1x1 PO
- Tablet Lansoprazol 1x 30 mg PO
- Tablet Candesartan 1x8 mg PO
- Tablet Levofloxacin 1x 500 mg PO
Terdapat kontra indikasi - Tidak ditemukan adanya kontra indikasi pada terapi pengobatan.

Kondisi pasien tidak dapat disembuhkan oleh obat Kondisi pasien masih bisa disembuhkan dengan obat dengan syarat pasien
rajin untuk kontrol kondisinya secara berkala, teratur dan disiplin
-
mengkonsumsi obat, dan menghindari faktor-faktor resiko yang dapat
mempengaruhi kondisi kesehatan pasien.

Obat tidak diindikasikan untuk kondisi pasien Setiap obat yang diberikan sudah sesuai dengan indikasi suatu penyakit
-
yang diderita pasien dan tidak kontraindikasi dengan kondisi pasien

Terdapat obat lain yang lebih efektif Terapi obat yang diberikan telah efektif dalam proses penyembuhan
- dimana terapi obat yang diberikan telah sesuai dengan literatur pada terapi
sesuai dengan kondisi medis pasien

3. Dosis tidak tepat

Dosis terlalu rendah Dosis yang diberikan sudah tepat sesuai dengan kondisi medis pasien :
-
- IVFD Nacl 0,9 dan 3% 12j/k
Dosis terapi : 1000ml/hari (sesuai)
Dosis literatur : 120-180 tetes/menit (1000 ml/hari)
- IVFD Ringer Laktat 12j/k
Dosis terapi : 1000ml/hari (sesuai)
Dosis literatur : 1000 ml/hari
- IVFD albumin 4j/k (1x pemberian)
Dosis terapi : 500ml (sesuai)
Dosis literatur : 5 ml/menit = 5 ml x 60mnt = 300 ml/jam
- IVFD amiparen 12j/k (1x pemberian)
Dosis terapi : 500ml
Dosis literatur : 1000ml/hari
- IVFD paracetamol 12j/k (1x pemberian)
Dosis terapi : 500ml
Dosis literatur : DM 60 ml/kgBB
Kesesuaian : 60ml x 50 kg = 3000ml/hari.
- Injeksi Ceftriaxon 2x1 gram IV
Dosis terapi : 1gram/hari (sesuai)
Dosis literatur : 1-2gr/hari
- Injeksi Dexametason 2x 5 mg IV
Dosis terapi : 10 mg/hari (sesuai)
Dosis literatur : 0,5-24mg/hari
- Injeksi Lansoprazol 1x 30mg IV
Dosis terapi : 1x 30mg
Dosis literatur : 15-30 mg/ hari
Keseuaian : 1x 30 mg = 30 mg/ hari (sesuai)
- Nebu Ventolin 6x 2,5 mg IV
Dosis terapi : 6x 2,5 mg = 15mg/hari (sesuai)
Dosis literatur : 10-20mg/hari
- Asetilsistein 3x 200mg PO
Dosis terapi : 3x200mg = 600mg/hari (sesuai)
Dosis literatur : 200 mg 3 kali pemberian
- Domperidone 3x 10 mg PO
Dosis terapi : 3x10mg = 30 mg/hari (sesuai)
Dosis literatur : 10-20mg 3x pemberian
Kesesuaian : 30-60mg/hari
- Paracetamol 3x 650 mg PO
Dosis terapi : 3x 650 mg = 1.950 mg/hari (sesuai)
Dosis literatur : 500-1000mg tiap 4-6 jam
Kesesuaian dosis : 2000-4000mg/hari
- RHZE 450/300/500/500 mg 1x1 PO
Dosis literatur :
R : 8-12 mg/kgBB, DM 600mg (sesuai)
H : 4-6mg/kgBB, DM 300mg (sesuai)
Z : 2,5 gram 3x seminggu (sesuai)
E : 15-20 mg/kgBB (sesuai)
- Alprazolam 1x 0,5 mg PO
Dosis terapi : 0,5 mg (sesuai)
Dosis literatur : 3x0,25-0,5 mg/hari : 0,75-1,5mg/hari
- Vit B comp 1x1 PO
- Lansoprazol 1x 30mg PO
Dosis terapi : 30mg (sesuai)
Dosis literatur : 15-30mg/hari
- Candesartan 1x8 mg PO
Dosis terapi : 8 mg (sesuai)
Dosis literatur : 1x8mg/hari
- Levofloxacin 1x500mg PO
Dosis terapi : 500 mg (sesuai)
Dosis literatur : 250-500mg / hari
Dosis terlalu tinggi Dosis yang diberikan sudah tepat :
-
Lihat pada tabel dosis terlalu rendah
Frekuensi penggunaan tidak tepat Frekuensi penggunaan sudah tepat sesuai dengan kondisi medis pasien :
-
- IVFD Nacl 0,9 dan 3% selama 12 jam/ kolf
- IVFD Ringer Laktat 12j/k
- IVFD albumin 4 jam/ kolf
- IVFD amiparen 12j/ kolf
- IVFD paracetamol 12j/k
- Inj Ceftriaxon 2x1 IV
- Inj Dexametason 2x1 IV
- Inj Lansoprazol 1x1 IV
- Nebu Ventolin 3x1 IV
- Asetilsistein 3x1 PO
- Domperidone 3x 10 mg PO
- Paracetamol 3x 650 mg PO
- RHZE 450/300/500/500 mg 1x1 PO
- Alprazolam 1x 0,5 mg PO
- Vit B comp 1x1 PO
- Lansoprazol 1x1 PO
- Candesartan 1x8 mg PO
- Levofloxacin 1x500 mg PO
Penyimpanan tidak tepat Penyimpanan obat sudah tepat karena telah disimpan pada suhu ruangan,
- kering dan terhindar dari matahari. Obat yang diserahkan disertai dengan
informasi penggunaan obat.

Administrasi obat tidak tepat - Administrasi sudah tepat.


Terdapat interaksi obat - Isoniazid dengan paracetamol, dexametason, alprazolam dan
lansoprazole = isoniazid akan meningkatkan kadar atau efek
paracetamol, dexametason dan lansoprazol dengan mempengaruhi
metabolisme enzim CYP2EI, CYP3A4, CYP2C19 di hati (Interaki
Ada Minor) › monitoring
- Dexametason dengan alprazolam dan lansoprazole = dexametason
akan menurunkan kadar atau efek alprazolan dan lansoprazole
dengan mempengaruhi metabolisme enzim CYP3A4 di hati dan usus
(Interaksi Minor) › monitoring
4. Reaksi yang tidak diinginkan

Obat tidak aman untuk pasien Pemberian terapi pada pasien telah disesuaikan dengan dosis yang tepat
untuk pasien. Obat yang diberikan telah aman digunakan pada pasien.
-
Pemberian terapi pada pasien telah disesuaikan dengan dosis yang tepat
untuk pasien.

Terjadi reaksi alergi - Pasien tidak mengalami alergi selama pengobatan.

5. Ketidak sesuaian kepatuhan pasien

Obat tidak tersedia Tidak ada masalah untuk penyediaan obat pasien. Semua obat yang
-
dibutuhkan pasien telah tersedia di apotek rumah sakit.
Pasien tidak mampu menyediakan Obat Pasien tidak mampu menyediakan obat. Karena itu dibantu dengan
-
apoteker dan perawat.

Pasien tidak bisa menelan atau menggunakan obat - Pasien bisa meminum obat

Pasien tidak mengerti intruksi penggunaan obat - Keluarga pasien mengerti instruksi penggunaan obat.

Pasein tidak patuh atau memilih untuk tidak


- Pasien patuh menggunakan obat.
menggunakan obat

6. Pasien membutuhkan terapi tambahan

Terdapat kondisi yang tidak diterapi Pasien telah mendapatkan terapi sesuai indikasi, karena obat yang
-
digunakan telah tepat untuk terapi penyakit
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada tanggal 31 Juli 2022 Pukul 15.00 WIB, pasien baru masuk via IGD di

RSUD Dr. M Zein Painan dengan keluhan pasien mengatakan demam sejak 1

minggu yang lalu, BAB hitam kecoklatan, sesak nafas, batuk kering sejak 2 hari

dan BAK nyeri dengan riwayat penyakit terdahulu adalah hipertensi. Dilakukan

pemeriksaan lalu diberikan terapi IGD yaitu IVFD Nacl 3% 12 jam/ kolf , injeksi

ceftriakson 2 x 1gr secara IV, metilprednisolon 2x 1gr jika sudah habis digantikan

dengan dexamethason 2x5mg IV, farmavon injeksi 3x1 ampul jika habis diganti

dengan asetilsistein 3x 200mg PO, lansoprazol 1x 30 mg IV, domperidone 3x10 mg

PO dan paracetamol 3x 650 mg PO.

Pada hari senin , tanggal 1 Agustus pasien tetap diberikan infus Nacl 0,9 %

pada pagi sampai sore dan Nacl 3% pada malam hari untuk mengatasi hiponatrium,

terapi yang diberikan di bangsal paru tetap sama yaitu injeksi ceftriakson sebagai

antibiotik untuk mengatasi infeksi bakteri yang ditandai dengan ada nya BAB

kehitaman dan nyeri pada saat BAK, injeksi dexametason sebagai antiinflamasi

pada nyeri yang di alami pasien saat BAK, injeksi lansoprazol sebagai PPI untuk

mengatasi asam lambung, asetilsistein sebagai pengencer dahak pada kondisi TB

paru, domperidone sebagai obat untuk meredakan mual, paracetamol sebagai

analgesik atau antipiretik, dan mendapat tambahan terapi RHZE 450/300/500/500

mg sebagai terapi untuk Tuberculosis.

Pada tanggal 2 Agustus 22 pasien kembali mendapat tambahan terapi yaitu

infus albumin pada sore hari untuk mengatasi hipoalbumin dan infus amiparen pada
malam hari untuk mensuplai asam amino sebagai terapi kekurangan gisi (GK) atau

malnutrisi. Tambahan lain seperti vitamin B complek sebagai vitamin dan untuk

memperbaiki/menjaga stamina tubuh dan alprazolam 1x 0,5% untuk mengatasi

gangguan tidur karena pasien sulit tidur pada malam hari akibat dari batuk kering

yang di alami pasien. Lalu pada tanggal 3 Agustus 22, terapi injeksi Lansoprazol

diganti ke Lansoprazol per oral, dosis untuk dexamethason injeksi di turunkan

menjadi 1x 5 mg. Dan pada tanggal 4 Agustus 22 dosis dexamethason kembali di

naikkan menjadi 3x5 mg dan juga mendapat terapi tambahan yaitu injeksi ventolin

6x1 untuk mengatasi penyakit pada saluran pernafasan seperti asma dan penyakit

paru obstriktif (PPOK) karena pasien mengalami wheezing.

Terapi dilanjutkan, dan pada tanggal 5 Agustus 22 pasien belum di izinkan

pulang karena mengalami wheezing dan juga pada hasil labor pasien masih

hiponatrium dan juga tekanan darah yang tinggi sehingga perawatan dilanjutkan

dan pasien mendapat terapi tambahan yaitu Injeksi levofloxacin 1x 500 mg IV

sebagai antibiotik untuk mengobati infeksi akibat bakteri dan candesartan 1x 8 mg

PO untuk mengatasi hipertensi. Untuk dexametason injeksi sudah di turunkan

menjadi 2x1 dan juga injeksi ventolin diturunkan dari 6x1 menjadi 3x 1 lalu pada

tanggal 6 terapi injeksi levofloxacin lalu pada tanggal 7, terapi dexamethason

injeksi di turunkan menjadi 1x1 dan ventolin menjadi 2x1 sedangkan terapi injeksi

ceftriakson dihentikan, lalu pasien menadapat terapi paracetamol infus pada pagi

hari nya untuk analgesik. Untuk terapi pulang yang diberikan pada tanggal 8 adalah

RHZE dilanjutkan, levofloxacin 1x 500 mg, acetilsistein 3x 200 mg, domperidone

3x 10mg, vitamin B complex 2 x1, lansoprazol 1x 30 mg, dan candesartan 1x 8 mg.


Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,

mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya

resistensi kuman terhadap OAT (Depkes RI, 2011). Pengobatan TB menggunakan

obat antituberkulosis (OAT) dengan metode direcly observed treatment shortcourse

(DOTS). Kategori I (2 HRZE/4 H3R3) untuk pasien TBC baru. Kategori II (2

HRZES/HRZE/5 H3R3E3) untuk pasien ulangan (pasien yang pengobatan kategori

I-nya gagal atau pasien yang kambuh). Kategori III (2 HRZ/4 H3R3) untuk pasien

baru dengan BTA (-), Ro (+). Sisipan (HRZE) digunakan sebagai tambahan bila

pada pemeriksaan akhir tahap intensif dari pengobatan dengan kategori I atau

kategori II ditemukan BTA (+). Penatalaksanaan ini sesuai dengan terapi yang

diberikan pada pasien sesuai dengan kondisi medis pasien, dan beberapa obat

tambahan lainnya untuk mengatasi kondisi lain pasien seperti keadaan GK,

hipertensi, hiponatrium dan hipoalbumin. Untuk kondisi hipoalbumin setelah

diterapi, dalam hasil pemeriksaan laboratorium tidak terjadi kenaikan albumin,

namun tidak dilakukan pemeriksaan lagi pada hari selanjut nya. Sehingga dalam

kasus ini disarankan seharus nya dilakukan test lagi untuk mengetahui kondisi nilai

albumin pasien.
BAB V

KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Tuberkulosis (TBC) paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan

oleh kuman Mycrobacterium tuberculosis yang menyerang paru-paru dan

bronkus. TBC paru tergolong penyakit air borne infection, yang masuk ke

dalam tubuh manusia melalui udara pernapasan ke dalam paru-paru. Dari

laporan kasus pasien bangsal paru ini dapat disimpulkan bahwa:

1. Hasil dari diagnosa dokter, pasien mengalami Tuberculosis Paru

2. Dari pengobatan yang diterima pasien sesuai dengan semua kondisi

medis pasien dan terdapat beberapa interaksi obat minor yaitu

Isoniazid dengan paracetamol, lansoprazol dan dexametason di

monitoring.

5.2 Saran

1. Kondisi Pasien harus terus dimonitoring secara rutin

2. Kepada pasien di edukasi untuk minum obat secara rutin terutama obat

Tuberculosis paru tidak boleh terputus

3. Dilakukan pemantauan efek samping dari pengobatan yang diterima.


DAFTAR PUSTAKA

Aditama TY. 2002. Tuberculosis, Diagnosa, Terapi dan Masalahnya.


Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia, Edisi IV. Jakarta.

Arif, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Medica Aesculpalus, FKUI,


Jakarta.

Departemen Kesehatan R.I. 2005. Rencana Strategi Departemen Kesehatan.


Jakarta: Depkes RI

Depkes RI. 2002. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosi 2002.

Depkes RI. 2006. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosi 2006.

Depkes RI. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosi 2007.

Depkes RI. 2008. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosi 2008.

Depkes RI. 2011. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosi 2011.

DiPiro, Joseph T., Hamilton, Cindy W., Schwinghammer, Terry L., Wells,
Barbara G., 2005. Pharmacotheraphy Handbook. 6th ed. Singapore : The McGraw-
Hill Companies, Inc. P.425-430.

Djojodibroto D.2016. Penyakit parenkim paru. In Perdan TI, Sujanto D (Eds).


Respirologi. Jakarta: EGC

Kemenkes RI.2020. Penatalaksanaan tuberculosis resistan obat indonesia


Jakarta: Kementerian Kesehatan RI

Kemenkes RI.2011. Petunjuk teknis manajemen dan tatalaksana TB anak.


Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Kemenkes RI.2013. Petunjuk teknis manajemen dan tatalaksana TB anak.


Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Kemenkes RI.2016. Petunjuk teknis manajemen dan tatalaksana TB anak.


Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Puspita, E. Christianto, E., & Indra, Y. (2013). Gambaran Status Gizi Pada
Pasien. Tuberkulosis Paru (Tb Paru) Yang Menjalani Rawat Jalan Di Rsud Arifin
Achmad Pekanbaru. Journal of Chemical Information and Modeling, 1689–1699.

Tjandra Yoga. 2008. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta


:Keputusan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 364/Menkes/Sk/V/2008.

Widoyono. 2008. Penyakit Tropis, Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan


Pemberantasannya. Jakarta : Erlangga

WHO. 2015. Global Tuberculosis Report 2017. Geneva: World Health


Organization

WHO. 2017. Global Tuberculosis Report 2017. Geneva: World Health


Organization

Zul, Dahlan. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II. Ed ke-VI. Jakarta:
EGC

Anda mungkin juga menyukai