Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

M DENGAN TUBERCULOSIS PARU

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan medikal bedah


Dosen pengampu: Kharisma Pratama, S.Kep.,Ners.,MSN

Disusun Oleh

Kelompok 6 :

Agus Noviana (SRP19316116)

Anggriana Ayu Marissa (SRP19316115)

Agung Widodo (SRP19316118)

Fadli Maulidin (SRP19316117)

Tia Arliani (SRP19316119)

Program studi Ners

Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan Muhammadiyah Pontianak

2020
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat serta
petunjuk-Nya sehingga tersusunlah makalah ini dalam mata pelajaran
Keperawatan Medikal Bedah Dengan segala kerendahan hati kami menyadari
dan mengakui, bahwa isi dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
karena masih dalam proses pembelajaran. Tidaklah akan terwujud dalam
penyusunan makalah ini tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak
yang membantu kami. Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami
mengucapkan terima kasih kepada Bapak Kharisma selaku pembimbing mata
kuliah Keperawatan Medikal Bedah Atas Saran yang telah diberikan kepada
kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. semoga Allah SWT.
membalas kebaikan-kebaikan semua pihak yang telah memberikan bimbingan
serta bantuan dalam pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat
bagi rekan-rekan kami khususnya mahasiswa STIK Muhammadiyah
pontianak

Pontianak ,27-01-2020

Kelompok 6
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang
disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini merupakan
bakteri basil yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk
mengobatinya. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-paru
dibandingkan bagian lain tubuh manusia. Tuberkulosis merupakan salah satu
penyakit paling mematikan di dunia. Organisasi Kesehatan Dunia/World
Health Organization (WHO) memperkirakan sepertiga dari populasi dunia
telah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis masih merupakan
salah satu masalah kesehatan yang utama di dunia. Setiap tahun terdapat 9 juta
kasus baru dan kasus kematian hampir mencapai 2 juta manusia. Di semua
negara telah terdapat penyakit ini, tetapi yang terbanyak di Afrika sebesar 30%,
Asia sebesar 55%, dan untuk China dan India secara tersendiri sebesar 35%
dari semua kasus tuberkulosis.(Universitas Sumatera Utara)
Laporan WHO (global reports 2010), menyatakan bahwa pada tahun 2009
angka kejadian TB di seluruh dunia sebesar 9,4 juta (antara 8,9 juta hingga 9,9
juta jiwa) dan meningkat terus secara perlahan pada setiap tahunnya dan
menurun lambat seiring didapati peningkatan per kapita. Prevalensi kasus TB
di seluruh dunia sebesar 14 juta (berkisar 12 juta sampai 16 juta). Jumlah
penderita TB di Indonesia mengalami penurunan, dari peringkat ke tiga
menjadi peringkat ke lima di dunia, namun hal ini dikarenakan jumlah
penderita TB di Afrika Selatan dan Nigeria melebihi dari jumlah penderita TB
di Indonesia. Estimasi prevalensi TB di Indonesia pada semua kasus adalah
sebesar 660.000 dan estimasi insidensi berjumlah 430.000 kasus baru per
tahun. Jumlah kematian akibat TB diperkirakan 61.000 kematian per tahun.
Selain itu, kasus resistensi merupakan tantangan baru dalam program
penanggulangan TB. Pencegahan meningkatnya kasus TB yang resistensi obat
menjadi prioritas penting.
Laporan WHO tahun 2007 menyatakan persentase resistensi primer di
seluruh dunia telah terjadi poliresistensi 17,0%, monoresistensi terdapat 10,3%,
dan Tuberculosis - Multidrug Resistant (TB-MDR) sebesar 2,9 %. Sedangkan
di Indonesia resistensi primer jenis MDR terjadi sebesar 2%. Kontak penularan
M. tuberculosis yang telah mengalami resistensi obat akan menciptakan kasus
baru penderita TB yang resistensi primer, pada akhirnya mengarah pada kasus
multi-drug resistance (MDR). Ketika dilaporkan adanya beberapa kasus
resistensi obat TB di beberapa wilayah di dunia hingga tahun 1990-an, masalah
resistensi ini belum dipandang sebagai masalah yang utama. Penyebaran TB-
MDR telah meningkat oleh karena lemahnya program pengendalian TB,
kurangnya sumber dana dan isolasi yang tidak adekuat, tindakan pemakaian
ventilasi dan keterlambatan dalam menegakkan diagnosis suatu TB-MDR.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Tuberkulosis Paru ?
2. Bagaimana Etiologi Tuberculosis Paru ?
3. Apa saja Gejala-gejala Tuberculosis Paru ?
4. Bagaimana Patofisiologi Tuberculosis Paru ?
5. Bagaimana Pathway Tuberculosis Paru ?
6. Apa saja jenis-jenis Tuberculosis Paru ?
7. Apa saja Pemeriksaan Penunjang Tuberculosis Pru ?
8. Bagaimana cara pengobatan Tuberculosis Paru ?

C. Tujuan
1. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Tuberculosis Paru.
2. Tujuan Umum
a. Untuk mengetahui Definisi Tuberculosis Paru
b. Untuk mengetahui Etiologi Tuberculosis Paru
c. Untuk mengetahui Manifestasi Klinis Tuberculosis Paru
d. Untuk mengetahui Patofisiologi Tuberculosis Paru
e. Untuk mengetahui Pathway Tuberculosis Paru
f. Untuk mengetahui Jenis-jenis Tuberculosis Paru
g. Untuk mengetahui Pemeriksaan Penunjang Tuberculosis Paru
h. Untuk mengetahui Penatalaksanaan Tuberculosis Paru
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang tanhan asam ini dapat
merupakan organisme patogen maupun saprofit. Ada beberapa mikrobakteria
patogen , tettapi hanya strain bovin dan human yang patogenik terhadap
manusia. Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4 μm, ukuran ini lebih
kecil dari satu sel darah merah ( Maryunani anik. 2010)
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang tanhan asam ini dapat
merupakan organisme patogen maupun saprofit. Ada beberapa mikrobakteria
patogen , tettapi hanya strain bovin dan human yang patogenik terhadap
manusia. Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4 μm, ukuran ini lebih
kecil dari satu sel darah merah (Sylvia A. Price & Wilson,2006)
Tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit infeksi yang menyerang parenkim
paru yangdisebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis (Somantri, 2008)

B. Etiologi
Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
basil Mycobacterium tuberculosis tipe humanus, sejenis kuman berbentuk
batang dengan panjang 1-4 mm dan tebal 0,3-0,6 mm. Struktur kuman ini
terjadi atas lipid (lemak) yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam,
serta dari gangguan berbagai kimia dan fisik. Kuman ini juga tahan berada di
udara kering dan keadaan dingin (misalnya di dalam lemari es) karena sifatnya
yang dormant, yaitu dapat bangkit kembali dan menjadi lebih aktif. Selain itu,
kuman ini juga bersifat aerob.
Tuberkulosis paru merupakan infeksi pada saluran pernapasan yang vital.
Basil Mycobacterium masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas
(dreplet infection) sampai alveoli dan terjadilah onfeksi primer (Gbon).
Kemudian, dikelenjar getah bening terjadilah primer kompleks yang disebut
tuberculosis primer. Dalam sebagian besar kasus, Bagian yang terinfeksi ini
dapat mengalami penyembuhan. Peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai
kekebalan spesifik terhadap basil Mycobacterium pada usia 1-3 tahun.
Sedangkan, post primer tuberculosis (reinfection) adalah peradangan yang
terjadi pada jaringan paru yang disebabkan oleh penularan ulang.
Agen infeksius utama, mikrobakterium tuberkulosis adalah batang aerolik
tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar
ultraviolet. Mikrobakterium bovis dan mikrobakterium avium pernah, pada
kejadian yang jarang, berkaitan dengan terjadinya infeksi tuberkulosis.

C. Manifestasi Klinis
1. Sistemik : malaise. Anoreksia, berat badan menurun, dan keluar keringat
malam.
2. Akut : demam tinggi, seperti flu dan menggigil.
3. Milier : demam akut, sesak napas, dan sianosis (kulit kuning).
4. Respiratorik : batuk lama lebih dari dua minggu, sputum yang mukoid atau
mukopurulen, nyeri dada, batuk darah dan gejala lain. Bila ada tanda-tanda
penyebaran ke organ lain, seperti pleura, akan terjadi nyeri pleura, sesak
napas ataupun gejala meningeal (nyeri kepala, kaku duduk dan lain
sebagainya).

D. Patofisiologi
Tempat masuknya kuman tuberkulosis adalah saluran pernapasan,
pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Namun kebanyakan infeksi terjadi
melalui udara yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman
basil tuberkel dari orang terinfeksi. Basil tuberkel yang mencapai permukaan
alveolus biasanya berada di bagian bawah lobus atas paru-paru atau di bagian
atas lobus bawah dan membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit
polimorfonuklear (PMN) memfagosit bakteri namun tidak membunuhnya.
Selanjutnya leukosit diganti oleh makrofag, alveoli yang terserang mengalami
konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Gejala ini dapat sembuh dengan
sendirinya. Proses dapat terus berlanjut dan bakteri terus difagosit dan
berkembangbiak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui kelenjar limfe
regional. Lesi berkembang dan terbentuk jaringan parut yang mengelilingi
tuberkel yang disebut fokus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar limfe
regional dengan fokus ghon disebut kompleks ghon. Fokus ghon dapat menjadi
nekrotik dan membentuk masa seperti keju, dapat mengalami kalsifiksi
membentuk lapisan protektif sehingga kuman menjadi dorman. Setelah
pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit aktif karena
gangguan atau respons inadekuat dari sistem imun. Penyakit aktif dapat juga
terjadi akibat infeksi ulang atau aktivasi bakteri dorman. Hanya sekitar 10%
yang awalnya terinfeksi yang mengalami penyakit aktif. Penyakit dapat juga
menyebar melalui kelenjar limfe dan pembuluh darah yang dikenal dengan
penyebaran limfohematogen ke berbagai organ lain seperti usus, ginjal, selaput
otak, kulit dan lain-lain.
E. Pathway

Mycobacterium Mycobacterium
Tuberculosis Bovis

Melalui inhalasi ludah

Membentuk kolonisasi di bronkioulus/


alveolus

Menembus mekanisme
pertahanan

Menempati saluran napas


bawah

Poliferasi sel epitel disekelilingi basil dan


membentuk dinding basil dan organ yang
terinfeksi (tuberkel)

Basil menyebar melalui kelenjar getah


bening menuju kelenjar regional

Inflamasi / infeksi menyebabkan kerusakan jaringan


paru-paru

Demam, Anoreksia, Berat Nyeri dada


badan turun

Perubahan
nutrisi

Pembentukan jaringan parut dan tuberkel di permukaan paru-paru

Gangguan Erosi
pertukaran pembuluh
gas

Pucat, anemia, lemah


F. Jenis-jenis Tuberkulosis
1. Tuberkulosis Primer
Tuberkulosis primer adalah infeksi bakteri TB dari penderita yang
berlum mempunyai reaksi spesifik terhadap bakteri TB. Bila bakteri TB
terhirup dari udara melalui saluran pernapasan dan mencapai alveoli atau
bagian terminal saluran pernapasan, maka bakteri akan ditangkap dan
dihancurkan oleh makrofag yang berada di alveoli. Jika pada proses ini ,
bakteri ditangkap oleh makrofag yang lemah, maka bakteri akan
berkembang biak dalam tubuh makrofag yang lemah itu dan
menghancurkan makrofag itu. Dari proses ini, dihasilkan bahan
kemotaksik yang menarik monosit atau makrofag dari aliran darah
membentuk tuberkel. Sebelum menghancurkan bakteri, makrofag harus
diaktifkan terlebih dahulu oleh limfokin yang dihasilkan limfosit T.
Tidak semua makrofag pada granula TB mempunyai fungsi yang
sama. Ada makrofag yang berfungsi sebagai pembunuh, pencerna bakteri,
dan perangsang limfosit. Beberapa makrofag menghasilkan protease,
elastase, koleganase, setra coloni stimulating factor untuk merangsang
produksi monosit dan granulosit pada sumsum tulang. Bakteri TB
menyebar melalui saluran pernapasan ke kelenjar getah bening regional
(hilus) membentuk epiteloid granuloma. Granuloma mengalami nekrosis
sentral sebagai akibat timbulnya hipersensitivitas seluler (delayed
hipersensitivity) terhadap bakteri TB. Hal ini terjadi sekitar 2 sampai 4
minggu dan akan terlihat pada tes tuberkulin. Hipersensitivitas seluler
terlihat sebagai akumulasi lokal dari limfosit dan makrofag.
Bakteri TB yang berada di alveoli akan membentuk lokus lokal (fokus
ghon), sedangkan fokus inisial bersama-sama dengan limfadenopati
bertempat di hilus dan disebut juga dengan TB primer. Fokus primer paru
biasanya bersifat unilateral dengan subpleura terletak diatas atau di bawah
fisura interlobaris, tau dibagian basal dari lobus inferior. Bakteri menyebar
lebih lanjut melalui saluran limfe atau aliran darah dan akan tersangkut
pada berbagai organ. Jadi, TB primer merupakan infeksi yang bersifat
sistematis.
Jika pertahanan tubuh (inang) kuat, maka infeksi primer tidak
berkembang lebih jauh dan bakteri tuberkulosis tak dapat berkembang
biak lebih lanjut dan menjadi dorman atau tidur. Ketika suatu saat kondisi
inang melemah akibat sakit lama/keras atau memakai obat yang
melemahkan daya tahan tubuh terlalu lama, maka bakteri tuberkulosis
yang dorman dapat aktif kembali. Inilah yang disebut reaktivasi infeksi
primer atau infeksi pasca primer. Infeksi ini dapat terjadi bertahun-tahun
setelah infeksi primer terjadi.
2. Tuberkulosis Sekunder
Setelah terjadi resolusi dari infeksi primer, sejumlah kecil bakteri TB
masih hidup dalam keadaan dorman di jaringan parut. Sebanyak 90%
diantaranya tidak mengalami kekambuhan. Reaktivasi penyakit TB terjadi
apabila daya tahan tubuh menurun, alkoholisme, keganasan, silikosis,
diabetes melitus, AIDS.
Berbeda dengan TB primer, pada TB sekunder kelenjar limfe regional
dan organ lainnya jarang terkena, lesi lebih terbatas dan terlokalisasi.
Reaksi imunologis terjadi dengan adanya pembentukan granuloma, mirip
dengan yang terjadi pada TB primer. Tetapi, nekrosis jaringan lebih
mencolok dan menghasilkan lesi kaseosa (perkijuan) yang luas dan disebut
tuberkuloma. Protease yang dikeluarkan oleh makrofag aktif akan
menyebabkan pelunakan bahan kaseosa. Secara umum, dapat dikatakan
bahwa terbentuknya kavitas dan manifestasi lainnya dari TB sekunder
adalah akibat dari reaksi nekrotik yang dikenal sebagai hipersensitivitas
seluler.
TB paru pascaprimer dapat disebabkan oleh infeksi lanjutan dari
seumber eksogen, terutama pada usia tua dengan riwayat semasa muda
pernah terinfeksi bakteri TB. Biasanya hal ini terjadi pada daerah apikal
atau segmen posterior lobus superior (fokus simon), 10-20 mm dari pleura
dan segmen apikal lobus inferior. Hal ini mungkin disebabkan oleh kadar
oksigen yang tinggi di daerah ini sehingga menguntungkan untuk
pertumbuhan bakteri TB.
Lesi sekunder berkaitan dengan kerusakan paru,. Kerusakan paru
diakibatkan oleh produksi sitokin yang berlebihan. Kavitas yang terjadi
diliputi oleh produksi yang tebal berisi pembuluh darah pulmonal. Kavita
yang kronis diliputi oleh jaringan fibrotik yang tebal. Masalah lainnya
pada kavitas yang kronis adalah kolonisasi jamur seperti aspergillus yang
menumbuhkan mycetoma.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Ziehl Neelsen
(Pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah) positif
untuk basil asam cepat.
2. Kultur sputum
Positif untuk mycobakterium pada tahap aktif penyakit.
3. Tes Kulit Mantoux (PPD, OT)
Reaksi yang signifikan pada individu yang sehat biasanya menunjukan TB
Dorman atau infeksi yang disebabkan oleh mikrobakterium yang berbeda.
4. Rontgen Dada
Menunjukan infiltrasi kecil lesi dini pada bidang atas paru, deposit
kalsium dari lesi primer yang telah menyembuh, atau cairan dari suatu
efusi. Perubahan yang menandakan TB lebih lanjut mencakup kavitasi,
area fibrosa.
5. Biopsi Jarum Jaringan Paru
Positif untuk granuloma TB. Adanya sel – sel raksasa menunjukan
nekrosis.
6. AGD
Mungkin abnormal bergantung pada letak, keparahan, dan kerusakan paru
residual.
7. Pemeriksaan Fungsi Pulmonal
Penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang rugi, peningkatan rasio udara
residual terhadap kapasitas paru total, dan penurunan saturasi oksigen
sekunder akibat infiltrasi atau fibrosis parenkim.

H. Penatalaksanaan
Pengobatan untuk individu dengan tuberkulosis aktif memerlukan waktu
lama karena basil resisten terhadap sebagian besar antibiotik dan cepat
bermutasi apabila terpajan antibiotik yang masih sensitif. Saat ini, terapi untuk
individu pengidap infeksi aktif adalah kombinasi empat obat dan setidaknya
selama sembilan bulan atau lebih lama. Apabila pasien tidak berespon terhadap
obat – obatan tersebut, obat dan protokol pengobatan lain akan diupayakan.
Individu yang memperlihatkan uji kulit tuberkulin positif setelah
sebelumnya negatif, bahkan jika individu tidak memperlihatkan adanya gejala
aktif, biasanya mendapat antibiotik selama 6-9 bulan untuk membantu respons
imunnya dan meningkatkan kemungkinan eradikasi basis total.
Jika tuberkulosis resisten obat muncul, obat yang lebih toksik akan
diprogramkan. Pasien mungkin tetap menginap di rumah sakit atau di bawah
pengawasan sejenis karantina jika tingkat kepatuhan terhadap terapi medis
cenderung rendah.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas Klien
a. Inisial klien : Tn. M
b. Tempat & tanggal lahir : Melawi, 25 mei 1977
c. Jenis kelamin : Laki-laki
d. Status perkawinan : Menikah
e. Agama : Kristen Protestan
f. Pendidikan : SMP
g. Pekerjaan : Karyawan swasta
h. Alamat : Melawi
2. Riwayat Penyakit Sekarang
a. Sejak kapan serangan datang
Klien mengatakan sesak nafas dan batuk <1 minggu.
b. Lamanya
Klien mengatakan <1 minggu.
c. Gejala
Klien mengatakan gejala yang dialami sesak nafas, nyeri pada dada,
batuk berlendir kehijauan.
d. Faktor prediposisi
Klien mengatakan karna faktor tempat kerja, klien bekerja sebagai
buruh di minyak kelapa sawit dan perokok aktif.
e. Tindakan pengobatan
klien sebeumnya berobat dimelawi 6 hari dan diberikan obat ranitidin ,
1mp ondancentron, ketorolac.
f. Harapan klien terhadap pemberi perawat
Klien mengatakan berharap cepat sembuh agar dapat kembali bekerja.
3. Riwayat Kesehatan Lalu
a. Penyakit
1). Kecelakaan
Klien mengatakan tidak pernah mengalami kecelakaan.
2). Operasi
Klien mengatakan sebelumnya tidak pernah operasi
3). Penyakit yang paling sering diderita
Klien mengatakan klien memiliki riwayat DM sudah 13 tahun.
b. Alergi
Klien mengatakan tidak mempunyai riwayat alergi.
b. Imunisasi
Klien mengatakan lupa terhadap imunisasinya.
d. Kebiasaan
1). Alkohol
Klien mengatakan sudah 13 tahun berhenti minum alkohol.
2). Merokok
Klien mengatakan sudah hampir 1 bulan berhenti merokok.
e. Pola Tidur
Sebelum sakit: klien mengatakan sebelum sakit, klien tidur <5 jam/hari.
Saat sakit: klien mengatakan saat sakit, klien tidur <2 jam sehari.
f. Pola Nutrisi
Sebelum sakit: klien mengatakan sebelum sakit, klien makan dengan
prosi lengkap : nasi, sayur, daging, lauk pauk.
Saat sakit: klien mengatakan saat sakit nafsu makan klien berkurang, <5
sendok saat makan.
g. Pola Kerja
Sebelum sakit: klien mengatakan sebelum sakit, klien bekerja sebagai
buruh di minyak kelapa sawit.
Saat sakit: klien mengatakan saat sakit, klien hanya mampu terbaring
dan dirawat di rumah sakit.
h. Pola Eliminasi Urin
Sebelum sakit: klien mengatakan BAK normal, dengan warna urin
kuning jernih.
Saat sakit: klien tidak terpasang kateter, BAK normal, dengan warna
urin kuning jernih.
i. Pola BAB
Sebelum sakit: klien mengatakan sebelum sakit klien BAB normal, 1x
sehari dengan konsistensi lunak.
Setelah sakit: klien mengatakan saat sakit klien BAB normal, 1x sehari
dengan konsistensi lunak.
4. Riwayat Keluarga
Keterangan:
Laki-laki
Perempuan
Klien
Meninggal
Tinggal serumah

5. Riwayat Lingkungan
a. Kebersihan
Klien mengatakan klien kurang memperhatikan kebersihan rumah
karna sibuknya bekerja
b. Bahaya kesehatan
Klien mengatakan tidak ada bahaya kesehatan yang mengancam
c. Polutan
Klien mengatakan lokasi rumah jauh dari jalan raya, dan sekitar rumah
ditumbuhi pepohonan.
6. Riwayat Psikososial
a. Bahasa yang digunakan
Klien mengatakan menggunakan bahasa Indonesia dan dayak.
b. Organisasi dimasyarakat
Klien mengatakan jarang mengikuti organisasi dimasyarakat.
c. Sumber dukungan dimasyarakat
Klien mengatakan mendapat dukungan dari masyarakat.
d. Suasana hati
Klien mengatakan suasana hati klien saat ini tidak baik, klien sedih
karna sakit dan tidak bisa bekerja
7. Pemeriksaan fisik
a. Kepala
Inspeksi: folikel rambut merata, simetris
Palpasi: Tidak ada nyeri tekan, tidak ada lesi
b. Mata
Inspeksi: simetris, konjungtiva anemis, penglihatan normal
Palpasi: Tidak ada nyeri tekan
c. Hidung
Inspeksi: simetris, penciuman normal
Palpasi: tidak ada luka dan bersih, tidak ada nyeri tekan
d. Telinga
Inspeksi: simetris, tidak terdapat lesi
Palpasi: tidak ada nyeri tekan, luka dan bersih
e. Mulut
Inspeksi: simetris, mukosa bibir lembab
Palpasi: tidak ada nyeri tekan
f. Leher
Inspeksi: tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
Palpasi: tidak ada nyeri tekan
g. Paru-paru
Inspeksi: simetris, tidak ada lesi, pengembangan dada kanan dan kiri
sama
Auskultasi: terdapat suara ronchi diparu kiri
Palpasi: vocal premitus teraba kanan dan kiri sama
Perkusi: sonor
h. Jantung
Inspeksi: Ictus cordis tidak nampak
Auskultasi: Bunyi jantung 1x1 teratur tidak ada bising usus
Palpasi: ictus cordis tidak teraba
Perkusi: pekak, batas jantung tidak ada pembesaran
i. Abdomen
Inspeksi: bersih, tidak ada bekas luka, dinding perut sejajar dada
Auskultasi: bising usus 18x/m
Palpasi: tidak ada nyeri tekan
Perkusi: timpani
j. Ekstremitas Atas
Inspeksi: terpasang infus Nacl 0,9% 20 tpm.
Palpasi: tidak ada nyeri tekan
k. Ekstremitas bawah
Inspeksi: tidak ada lesi, tidak ada pembengkakan
Palpasi: tidak ada nyeri tekan
l. Integumen
Inspeksi: Kulit sawo matang, tidak ada lesi
Palpasi: tidak ada nyeri tekan
m. Genitalia
Inspeksi: Tidak terpasang kateter
Palpasi: tidak ada masalah, tidak ada nyeri tekan
8. Data Penunjang
Parameter Hasil Satuan Nilai Normal
Leukosit 21.66+ [10^3/uL] 4.5 – 11
Eritrosit 3.13- [10^/uL] M:4.6-6.0 F:4.6-6.0
Hemoglobin 9.3- [g/dL] M:14-18 F:12-16
Hematokrit 28.3 [%] M: 36-54 F:36-54
MCV 90.4 [fL] 82-92
MCH 29.7 [pg] 27.0-31.0
MCHC 32.9 [g/dL] 32.0-37.0
Trombosit 645+ [10^3/uL] 150-440
RDW-CV 14.5 [%] 11.5-14.5
RDW-SD 45.6 [fL] 35-47
PDW 8.4- [flL 9.0-13.0
MPV 8.2- [fL] 7.2-11.1
P-LCR 11.8- [%] 15.0-25.0

B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan sekresi
mukus yang kental, hemoptisis, kelemahan, upaya batuk buruk, dan
edema trakheal/faringeal.
2. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan menurunya
ekspansi paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga
pleura.
3. Kurangnya pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan
penatalaksanaan perwatan dirumah
C. Rencana asuhan keperawatan ( Nursing care plan)

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan


sekresi mukus yang kental, hemoptisis, kelemahan, upaya batuk
buruk, dan edema trakheal/faringeal.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi kebersihan
jalan napas kembali efektif.

Kriteria Evaluasi :
 Klien mampu melakukan batuk efektif
 Pernapasan klien normal (16-20x/menit) tanpa da penggunaan otot bantu
napas. Bunyi napas normal, Rh -/- dan pergerakan pernapasan normal
Rencana Intervensi Rasional
Penurunan bunyi napas
menunjukan atelektasis, ronkhi
Mandiri
menunjukan akumulasi sekret
Kaji fungsi pernapasan ( bunyi
dan ketidakefektifan pengeluaran
napas, kecepatan, irama,
sekresi yang selanjutnya
kedalaman, dan penggunaan otot
menimbulkan penggunaan otot
bantu napas)
bantu napas dan peningkatan
kerja pernapasan.
Pengeluaran akan sulit bila sekret
sangat kental ( efek infeksi dan
Kaji kemampuan mengeluarkan hidrasi yang tida adekuat).
sekresi, catat karakter, volume Sputum berdarah apabila ada
sputum, dan adanya hemoptisis. kerusakan (kavitas) paru atau
luka bronkhial dan memerlukan
intervensi lebih lanjut.
Posisi fowler memaksimalkan
ekspansi paru dan menurunkan
Berikan posisi fowler/semi
upaya napas. Ventilasi maksimal
fowler tinggi dan bantu klien
membuka area atelektasis dan
berlatih napas dalam dan batuk
meningkatan gerakan sekret ke
efektif.
jalan napas besar untuk
dikeluarkan.
Hidrasi yang adekuat membantu
Pertahankan intake cairan
mengencerkan sekret dan
sedikitnya 2500ml/hari kecuali
mengefektifkan pembersihan
tidak diindikasikan.
jalan napas.
Mencegah obstruksi dan aspirasi.
Bersihkan sekret dari mulut dan
Pengisapan diperlukan bila klien
trekhea bila perlu melakukan
tidak mampu mengeluarkan
pengisapan (suction).
sekret.
Pengobatan tuberkulosis terbagi
menjadi 2 yaitu, fase intensif (2-
3 bulan) dan fase lanjutan (4-7
bulan). Paduan obat yang
digunakan terdiri atas obat utama
Kolaborasi pemberian obat
dan obat tambahan. Jenis obat
sesuai dengan indikasi OAT
utama yang digunakan sesuai
dengan rekomendasi WHO
adalah Rifampsin, INH,
Pirazinamid, Streptomisin, dan
Etambutol.
Agen mukolitik menurunkan
kekentalan dan perlengketan
Agen mukolitik
sekret paru untuk memudahkan
pembersihan.
Bronkodilator meningkatkan
diameter lumen percabangan
Bronkodilator trakeobronkhial sehingga
menurunkan tahanan terhadap
aliran udara.
Kortikosteroid berguna dengan
keterlibatan luas pada
Kortikosteroid hipoksemia dan bila reaksi
inflamasi mengancam
kehidupan.
2. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan
menurunya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukkan
cairan dalam rongga pleura.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi pola napas
kembali efektif

Kriteria Evaluasi :
 Klien mampu melakukan batuk efektif
 Irama, frekuensi, dan kedalaman pernapasan berada pada batas normal,
pada pemeriksaan rontgen dada tidak ditemukan adanya akumulasi
cairan, dan bunyi napas terdengar jelas
Rencana Intervensi Rasional
Dengan mengidentifikasi penyebab,
kita dapat menentukan jenis efusi
Identifikasi faktor penyebab
pleura sehingga dapat mengambil
tindakan yang tepat.
Distres pernapasan dan perubahan tanda
Kaji fungsi pernapasan, catat vital dapat terjadi sebagai akibat stress
pernapasan, dispnea, sianosis, dan fisiologi dan nyeri atau dapat
perubahan tanda vital menunjukan terjadinya syok akibat
hipoksia.
Posisi fowler memaksimalkan ekspansi
Berikan posisi fowler/semi fowler paru dan menurunkan upaya napas.
tinggi dan miring pada sisi yang Ventilasi maksimal membuka area
sakit, bantu klien latihan napas atelektasis dan meningkatkan gerakan
dalam dan batuk efektif sekret ke jalan napas besar untuk
dikeluarkan.
Bunyi napas dapat menurun/tak ada
pada area kolaps yang meliputi satu
Auskultasi bunyi napas
lobus, segmen paru, atau seluruh area
paru (unilateral).
Ekspansi paru menurun pada area
Kaji pengembangan dada dan posisi kolaps. Deviasi trakhea ke arah sisi
trakhea yang sehat pada tension
pneumothoraks.
Kolaborasi untuk tindakan Bertujuan sebagai evakuasi cairan atau
thorakosentesis atau kalau perlu udara dan memudahkan ekspansi paru
WSD secara maksimal.
Bila dipasang WSD : periksa Memperthankan tekanan negatif
pengontrol pengisap dan jumlah intrapleural yang meningkatkan
isapan yang benar ekspansi paru optimum.
Periksa batas cairan pada botol Air dalam botol penampung berfungsi
pengisap dan pertahankan pada sebagai sekat yang mencegah udara
batas yang ditentukan atmosfer masuk ke dalam pleura.
Gelembung udara selama ekspirasi
menunjukan keluarnya udara dari
pleura sesuai dengan yang diharapkan.
Gelembung biasanya menurun seiring
Observasi gelembung udara dalam
dengan bertambahnya ekspansi paru.
botol penampung
Tidak danya gelembung udara dapat
menujukan bahwa ekspansi paru sudah
optimal atau tersumbatnya selang
drainase.

Setelah WSD dilepas, tutup sisi


Deteksi dini terjadinya komplikasi
lubang masuk dengan kassa steril
penting seperti berulangnya
dan observasi tanda yang dapat
pneumothoraks.
menunjukan berulangnya
pneumothoraks seperti napas
pendek, keluhan nyeri

3. Kurangnya pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan y


berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses
penyakit dan penatalaksanaan perwatan dirumah.

Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam klien mampu melaksanakan apa yang telah
diinformasikan

Kriteria Evaluasi :

 Klien terlihat mengalami penurunan potensi menularkan penyakit


yang ditunjukan oleh kegagalan kontak klien

Rencana Intervensi Rasional

Kaji kemampuan klien untuk


Keberhasilan proses pembelajaran
mengikuti pembelajaran (tingkat
dipengaruhi oleh kesiapan fisik,
kecemasan, kelelahan umum,
emosional, dan lingkungan yang
pengetahuan klien sebelumnya, dan
kondusif.
suasana yang tepat)

Jelaskan tentang dosis obat, Meningkatkan partisipasi klien dalam


frekuensi pemberian, kerja yang program pengobatan dan mencegah
diharapkan, dan alasan mengapa putus obat karena membaiknya kondisi
pengobatan TB berlangsung pada fisik klien sebelum jadwal terapi
waktu lama selesai.

Ajarkan dan nilai kemampuan klien


untuk mengidentifikasi gejala/tanda
Dapat menunjukan pengaktifan ulang
reaktivasi penyakit (hemoptisis,
proses penyakit dan efek obat yang
demam, nyeri dada, kesulitan
memerlukan evaluasi lanjut.
bernapas, kehilangan pendengaran,
dan vertigo)

Diet TKTP dan cairan yang adekuat


Tekankan pentingnya
memenuhi peningkatan kebutuhan
mempertahankan intake nutrisi
metabolik tubuh. Pendidikan kesehatan
yang mengandung protein dan
tentang hal itu akan meningkatkan
kalori yang tinggi serta intake
kemansirian klien dalam perawatan
cairan yang cukup setiap hari
penyakitnya.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang umum, dan dalam banyak
kasus bersifat mematikan. Penyakit ini disebabkan oleh berbagai strain
mikobakteria, umumnya Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis biasanya
menyerang paru-paru, namun juga bisa berdampak pada bagian tubuh lainnya.
Tuberkulosis menyebar melalui udara ketika seseorang dengan infeksi
Tuberkulosis aktif batuk, bersin, atau menyebarkan butiran ludah mereka
melalui udara.
B. Saran
Saran yang paling tepat untuk mencegah penyakit tuberkulosis adalah
Meningkatkan daya tahan tubuh dengan makanan bergizi TBC adalah
penyakit yang dapat disembuhkan, untuk mencapai hal tersebut penderita
dituntut untuk minum obat secara benar sesuai yang dianjurkan oleh dokter
serta teratur untuk memeriksakan diri ke klinik/puskesmas.
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J.2009.Buku Saku Patofisiologi.Jakarta:Buku Kedokteran EGC

Doenges, Marilynn E.Mary Frances Moorhouse,Alice C. Geissler.2000.Rencana


Asuhan Keperawatan.Jakarta:Buku Kedokteran EGC

Asih, Niluh Gede Yasmin, S.Kep dan Christantie Effendy,


S.Kep.2004.Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta:Buku Kedokteran EGC

Muttaqin, Arif.2008.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan


Sistem Pernapasan.Jakarta:Salemba Medika

Wijaya, Andra Saferi, Skep dan Yessie Mariza Putri, Skep.2013.Keperawatan


Medikal Bedah Jilid I.Yogyakarta:Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai