Anda di halaman 1dari 18

TUBERKULOSIS

Diajukan untuk memenuhi salah satu

Tugas Keperawatan Medikal Bedah

Disusun oleh :

M. Alfi Anugrah A.M 191FK03034

Rijan Apriyana 191FK03145

Amelia Agustin 191FK03040

Dina Novita R 191FK03138

Erni Risnaeni 191FK03039

Silvi Yuliani 191FK03035

Sinta Nursari 191FK03038

Kamaliyah 191FK03136

Kelas 2A Keperawatan

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA BANDUNG

DESEMBER 2020
KATA PENGATAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, Sang pencipta alam
semesta beserta isinya, Yang Maha Perkasa dan Maha Bijaksana atas segala
limpahan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, sehingga dapat menyelesaikan
makalah ini dengan tepat waktu.

Adapun maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini adalah suatu
bentuk tanggung jawab penulis untuk memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah.

Penulis menyadari bahwa penulis hanyalah manusia biasa yang tidak


luput dari kesalahan dan kekurangan, sedangkan kesempurnaan hanyalah milik
Allah SWT. Sehingga sangat wajar jika dalam penulisan dan penyusunan
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis senantiasa
menanti kritik dan saran dalam upaya evaluasi diri.

Di samping masih banyaknya ketidak sempurnaan penulisan dan


penyusunan makalah. Penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat dan hikmah serta dapat menambah dan memperkaya wawasan ilmu
pengetahuan bagi penulis, dan pembaca.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................i

DAFTAR ISI.......................................................................................ii

BAB I..................................................................................................1

PENDAHULUAN...............................................................................1

1.1 Latar Belakang..............................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.........................................................................3

1.3 Tujuan...........................................................................................3

BAB II.................................................................................................5

PEMBAHASAN.................................................................................5

2.1 Definisi Tuberkulosis....................................................................6

2.2 Etiologi Tuberkulosis...................................................................7

2.3 Patofisiologi Tuberkulosis............................................................8

2.4 Klasifikasi Tuberkulosis.............................................................10

2.5 Manifestasi Klinis Tuberkulosis.................................................13

2.6 Komplikasi Tuberkulosis............................................................14

2.7 Pemeriksaan Diagnostik Tuberkulosis.......................................15

BAB III..............................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................16
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang
Tuberculosis paru (TB paru) merupakan salah satu penyakit infeksi yang
prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health
Organitation (WHO, 2012) sepertiga populasi dunia yaitu sekitar dua milyar
penduduk terinfeksi Mycobacterium Tuberculosis. Lebih dari 8 juta populasi
terkena TB aktif setiap tahunnya dan sekitar 2 juta meninggal. Lebih dari
90% kasus TB dan kematian berasal dari negara berkembang salah satunya
Indonesia (Depkes RI, 2012)
Menurut World Health Organization sejak tahun 2010 hingga Maret 2011, di
Indonesia tercatat 430.000 penderita TB paru dengan korban meninggal
sejumlah 61.000. Jumlah ini lebih kecil dibandingkan kejadian tahun 2009
yang mencapai 528.063 penderita TB paru dengan 91.369 orang meninggal.
Di Indonesia, tuberculosis merupakan masalah utama kesehatan masyarakat
dengan jumlah menempati urutan ke-3 terbanyak di dunia setelah Cina dan
India, dengan jumlah sekitar 10% dari total jumlah pasien tuberculosis di
dunia. Diperkirakan terdapat 539.000 kasus baru dan kematian 101.000
orang setiap tahunnya. Jumlah kejadian TB paru di Indonesia yang ditandai
dengan adanya Basil Tahan Asam (BTA) positif pada pasien adalah 110 per
100.000 penduduk.
Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan bakteri berbentuk
batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberculosis
(Hiswani, 2004). Penularan melalui perantara ludah atau dahak penderita
yang mengandung basil tuberculosis paru (Depkes RI, 2012). Pengobatan
TB paru dapat dilaksanakan secara tuntas dengan kerjasama yang baik antara
penderita TB Paru dan tenaga kesehatan atau lembaga kesehatan, sehingga
penyembuhan pasien dapat dilakukan secara maksimal.
Keberhasilan pengobatan tuberculosis tergantung pada pengetahuan pasien
dan dukungan dari keluarga. Tidak ada upaya dari diri sendiri atau motivasi
dari keluarga yang kurang memberikan dukungan untuk berobat secara
tuntas akan mempengaruhi kepatuhan pasien untuk mengkonsumsi obat.
Apabila ini dibiarkan, dampak yang akan muncul jika penderita berhenti
minum obat adalah munculnya kuman tuberculosis yang resisten terhadap
obat, jika ini terus terjadi dan kuman tersebut terus menyebar pengendalian
obat tuberculosis akan semakin sulit dilaksanakan dan meningkatnya angka
kematian terus bertambah akibat penyakit tuberculosis.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu Tuberkulosis?


2. Apa saja Etiologi Tuberkulosis?
3. Bagaimana Patofisiologi Tuberkulosis?
4. Apa saja Klasifikasi Tuberkulosis?
5. Apa saja Manifestasi Klinis Tuberkulosis?
6. Apa saja Komplikasi Tuberkulosis?
7. Apa saja Pemeriksaan Diagnostik Tuberkulosis?
1.2Tujuan
1. Untuk mengetahui Definisi Tuberkulosis
2. Untuk mengetahui Etiologi Tuberkulosis
3. Untuk mengetahui Patofisiologi Tuberkulosis
4. Untuk mengetahui Klasifikasi Tuberkulosis
5. Untuk mengetahui Manifestasi Klinis Tuberkulosis
6. Untuk mengetahui Komplikasi Tuberkulosis
7. Untuk mengetahui Pemeriksaan Diagnostik Tuberkulosis
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Tuberkulosis

 Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang


penyakit parenkim paru (Brunner & Suddarth, 2002).
 Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksius yang menyerang paru-paru
yang secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan
menimbulkan nekrosis jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat
menular dari penderita kepada orang lain (Santa, dkk, 2009).
 Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB (Myobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
(Depkes RI, 2007).
 Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tubercolosis. Bakteri ini lebih
sering menginfeksi organ paru-paru dibandingkan bagian lain dari tubuh
manusia, sehingga selama ini kasus tuberkulosis yang sering terjadi di
Indonesia adalah kasus tuberkulosis paru/TB Paru (Indriani et al., 2005).
Penyakit tuberculosis biasanya menular melalui udara yang tercemar
dengan bakteri Mycobacterium Tubercolosis yang dilepaskan pada saat
penderita batuk. Selain manusia, satwa juga dapat terinfeksi dan
menularkan penyakit tuberkulosis kepada manusia melalui kotorannya
(Wiwid, 2005).
 Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
parenkim paru Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh
lainnya, termasuk meningens, ginjal, tulang, dan nodus limfe. (Suzanne
C. Smeltzer & Brenda G. Bare, 2002 ).

2.2 Etiologi Tuberkulosis

Penyebab tuberkulosis adalah Myobacterium tuberculosae, sejenis kuman


berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/Um dan tebal 0,3-0,6/Um.
Tergolong dalam kuman Myobacterium tuberculosae complex adalah :

a. M. Tuberculosae
b. Varian Asian
c. Varian African I
d. Varian African II
e. M. bovis.

Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang
membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut
bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan
fisis. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan
dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena
kuman bersifat dormant, tertidur lama selama bertahun-tahun dan dapat bangkit
kembali menjadikan tuberkulosis aktif lagi. Di dalam jaringan, kuman hidup
sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma makrofag. Makrofag yang
semula memfagositasi malah kemudian disenanginya karena banyak
mengandung lipid (Asril Bahar,2001).

Cara penularan TB (Depkes, 2006) :


a. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
b. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara
dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat
menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.
c. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak
berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah
percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman.
Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap
dan lembab.
d. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil
pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.
e. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan
oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara
tersebut.

2.3 Patofisiologi Tuberkulosis

Tempat masuk kuman M.tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran


pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberkulosis
terjadi melalui udara (airborne), yaitu melalui inhalasi droplet yang
mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang
terinfeksi. Saluran pencernaan merupakan tempat masuk utama jenis bovin,
yang penyebarannya melalui susu yang terkontaminasi.

Tuberkulosis adalh penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas


perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit (biasanya sel
T) adalah sel imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini biasanya lokal,
melibatkan makrofag yang diaktifkan di tempat infeksi oleh limfosit dan
limfokinnya. Respon ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas (lambat)
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan
seperti keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami
nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel
epiteloid dan fibroblast, menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi
menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan
membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru-paru
dinamakan fokus Gohn dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening
regional dan lesi primer dinamakan kompleks Gohn respon lain yang dapat
terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam
bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang dilepaskan dari
dinding kavitas akan masuk ke dalam percabangan trakeobronkhial. Proses ini
dapat akan terulang kembali ke bagian lain dari paru-paru, atau basil dapat
terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus. Kavitas yang kecil dapat
menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan jaringan parut bila
peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan
parut yang terdapat dekat perbatasan rongga bronkus. Bahan perkejuan dapat
mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga
kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul
yang tidak terlepas keadaan ini dapat menimbulkan gejala dalam waktu lama
atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan
aktif. Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah.
Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah
dalam jumlah kecil dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis
penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran limfohematogen, yang biasanya
sembuh sendiri. Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang
biasanya menyebabkan tuberkulosis milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik
merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk kedalam sistem
vaskular dan tersebar ke organ-organ tubuh.
2.4 Klasifikasi Tuberkulosis

Menurut Depkes (2006), klasifikasi penyakit TB dan tipe pasien


digolongkan:

1. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:


 Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang
menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput
paru) dan kelenjar pada hilus.
 Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh
lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung
(pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal,
saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
2. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada
TB Paru:
a. Tuberkulosis paru BTA positif.
 Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya
BTA positif.
 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks
dada menunjukkan gambaran tuberkulosis.
 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman
TB positif.
 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3
spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya
BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian
antibiotika non OAT.
b. Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.
Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
 Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
 Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
 Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non
OAT.
 Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi
pengobatan.
c. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit
 TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan
tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan.
Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan
gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses “far
advanced”), dan atau keadaan umum pasien buruk.
 TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu:TB ekstra paru ringan, misalnya: TB
kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali
tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal. TB ekstra-paru
berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis,
pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB
saluran kemih dan alat kelamin.
d. Tipe Pasien
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan
sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu:
e. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
f. Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan
atau kultur).
g. Kasus setelah putus berobat (Default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau
lebih dengan BTA positif.
h. Kasus setelah gagal (failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama
pengobatan.
i. Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register
TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.
j. Kasus lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam
kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil
pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.

2.5 Manifestasi Klinis Tuberkulosis

Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu
atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur
darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat
badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam
meriang lebih dari satu bulan (Depkes, 2006).

Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau


malah banyak pasien ditemikan Tb paru tanpa keluhan sama sekali dalam
pemeriksaan kesehatan. Gejala tambahan yang sering dijumpai (Asril Bahar.
2001):

1. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-
kadang dapat mencapai 40-41°C. Serangan demam pertama dapat
sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah
seterusnya sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari demam
influenza ini.
2. Batuk/Batuk Darah
Terjadi karena iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk
membuang produk-produk radang keluar. Keterlibatan bronkus pada tiap
penyakit tidaklah sama, maka mungkin saja batuk baru ada setelah
penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-
minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula. Keadaan yang adalah
berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah.
Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi
dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
3. Sesak Napas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak
napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut,
yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.
4. Nyeri Dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi
radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi
gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.
5. Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala
malaise sering ditemukan berupa anoreksia (tidak ada nafsu makan),
badan makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot,
dan keringat pada malam hari tanpa aktivitas. Gejala malaise ini makin
lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.
2.6 Komplikasi Tuberkulosis

Komplikasi pada penderita tuberkulosis stadium lanjut (Depkes RI, 2005)

1. Hemoptosis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat


mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya
jalan nafas.
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
3. Bronkiektasis ( pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
4. Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps
spontan karena kerusakan jaringan paru.
5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, ginjal dan
sebagainya
6. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency)

2.7 Pemeriksaan Diagnostik

Diagnosis TB menurut Depkes (2006):

1. Diagnosis TB paru
 Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari,
yaitu sewaktu - pagi - sewaktu (SPS).
 Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan
ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional,
penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis
merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks,
biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang
diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.
 Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan
pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan
gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi
overdiagnosis.
 Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan
aktifitas penyakit.
 Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek
TB paru.
2. Diagnosis TB ekstra paru.
 Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku
kuduk pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis),
pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan
deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan
lainlainnya.
 Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja
dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat
(presumtif) dengan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain.
Ketepatan diagnosis tergantung pada metode pengambilan bahan
pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji
mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto toraks dan lain-lain.

Diagnosis TB menurut Asril Bahar (2001):

1. Pemeriksaan Radiologis
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang
praktis untuk menemukan lesi tuberkulosis. Lokasi lesi tuberkulosis
umumnya di daerah apeks paru (segmen apikal lobus atas atau segmen
apikal lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (bagian
inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor paru.
2. Pemeriksaan Laboratorium
 Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya
kadang-kadang meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak
spesifik. Pada saat tuberkulosis baru mulai sedikit meninggi
dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di
bawah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit
mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan jumlah
limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai turun ke arah
normal lagi.
 Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan
ditemukannya kuman BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat
dipastikan. Disamping itu pemeriksaan sputum juga dapat
memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan.
 Tes Tuberkulin
Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu
sedang atau pernah mengalami infeksi M. Tuberculosae, M.
Bovis, vaksinasi BCG dan Myobacteria patogen lainnya.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Penyakit Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi kronis menular yang


masih tetap merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk
Indonesia.

Gambaran klinis TBC pada anak: berat badan turun, nafsu makan turun,
demam tidak tinggi dapat disertai keringat malam, pembesaran kelenjar limfe
superfisialis yang tidak sakit, batuk lama lebih dari 30 hari.
Tata laksana TBC pada anak merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan antara pemberian medikamentosa, penataan gizi dan lingkungan
sekitarnya.

Usaha preventif dilakukan vaksin BCG dan kemoprofilakis. Keterlambatan


motorik kasar menunjukkan adanya kerusakan pada susunan saraf pusat seperti
serebral pakai (gangguan motorik yang disebabkan oleh kerusakan bagian otot
yang mengatur otot-otot tubuh)

3.2 Saran

Bagi perawat diharapkan dapat melaksanakan asuhan keperawatan sesuai


dengan prosedur yang ada.

Bagi para orang tua diharapkan memantau pertumbuhan dan perkembangan


anak sejak dini untuk dapat mengetahui adakah gejala-gejala penyakit pada
anak terutama pengetahuan tentang penyakit TBC.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8
vol 3. Jakarta: EGC

Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis,


edisi 6. Jakarta: EGC

Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Nasional


Penanggulangan Tuberkulosis. Depkes RI : Jakarta.

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta:


Media Aesculapius

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC)


Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2001. Buku Ajar


Ilmu Penyakit Dalam edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.


Jakarta: Prima Medika

Tambayong, J. 2003. Patofisiologi untuk Keperawatan. EGC : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai