Anda di halaman 1dari 34

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN MASALAH TUBERCULOSIS

(TBC)
Dosen Pembimbing : Tri Ratnaningsih.,S.Kep.Ns.,M.Kes

Kelompok 4:

1. Dewi Arifah (201701135)


2. Lailatul Dewi Masturoh (201701154)
3. Ahmad Aris Abdillah (201701152)

S1 KEPERAWATAN
STIKES BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO
TAHUN PELAJARAN 2019/2020
DAFTAR PUSTAKA
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang TUBERCULOSIS (TBC). Shalawat serta salam
senantiasa kami curahkan kepada panutan kita Nabi Muhammad SAW.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Khususnya ibu Tri
Rarnaningsih.,S.Kep.Ns.,M.Kes selaku dosen pembimbing kami.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan, kalimat, maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritikan dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang TUBERCULOSIS (TBC)


ini dapat memberikan manfaat terhadap pembaca.

Mojokerto, 23 September 2019

Penyusun

[ii]
DAFTAR ISI

BAB I.................................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.....................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah................................................................................1

1.3 Tujuan..................................................................................................2

BAB II...............................................................................................................3

2.1 Definisi.................................................................................................3

2.2 Etiologi.................................................................................................4

2.3 Patofisiologi.........................................................................................5

2.4 Pathway................................................................................................8

2.5 Manisfestasi Klinis.............................................................................10

2.6 Pemeriksaan Penunjang.....................................................................12

2.7 Penatalaksanaan.................................................................................13

2.8 Komplikasi.........................................................................................14

BAB III............................................................................................................17

3.1 Identitas..............................................................................................17

3.2 Riwayat Kesehatan.............................................................................17

3.3 Pemeriksaan Fisik..............................................................................18

3.4 Diagnosa Keperawatan......................................................................21

3.5 Intervensi Keperawatan.....................................................................21

BAB IV............................................................................................................28

[iii]
4.1 Kesimpulan........................................................................................28

4.2 Saran..................................................................................................28

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................29

[iv]
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Tuberkulosis atau TB adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang
parenkim paru. Tuberculosis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan
oleh basil mikrobacterium tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit saluran
pernafasan bagian bawah (Wijaya, 2013, Hal. 137)
Insidensi Tuberculosis (TB) dilaporkan meningkat secara drastis pada dekade
terakhir ini di seluruh dunia termasuk juga di Indonesia. Penyakit ini biasanya banyak
terjadi pada negara berkembang atau yang mempunyai tingkat sosial ekonomi
menengah ke bawah. Tuberculosis (TB) merupakan penyakit infeksi penyebab
kematian dengan urutan atas atau angka kematian (mortalitas) tinggi, angka kejadian
penyakit (morbiditas), diagnosis dan terapi yang cukup lama.
Di Indonesia untuk tingkat dunia penderita penyakit TBC urutan ke-3 setelah
Cina dan India. Dibandingkan dengan Provinsi lainnya di Indonesia, Jawa Barat
jumlah terbesar penderita penyakit TB (Tuberkulosis). Data di Dinas Kesehatan
(Dinkes) Jabar, tahun 2007 tercatat 30.000 orang penderita TBC, yang sudah datang
berobat ke rumah Sakit dan Puskesmas. Kecenderungan sekitar 16 persen penyakit
yang berasal dari kuman tersebut menyerang anak-anak, hingga tahun 2008 terus
meningkat yakni mencapai 35.000 orang. Tuberculosis paru merupakan suatu
gangguan pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh bakteri tahan
asam. Mycrobacterium yang menyerang paru-paru dan merupakan penyakit yang
menular melalui droplet nuclei atau infeksi air ludah sehingga mudah dalam proses
penularan dari orang yang satu ke yang lainnya.

I.2 Rumusan Masalah


1. Apa defnisi dari TB paru?

[1]
2. Apa penyebab penyakit TB paru?
3. Bagaimana perjalanan penyakit (patofisiologi) TB paru?
4. Apa saja klasifikasi penyakit TB paru?
5. Apa saja tanda dan gejala penyakit TB paru?
6. Apa saja akibat yang muncul pada penyakit TB paru?
7. Apa saja pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada penderita penyakit TB
paru?
8. Bagaimana cara penaganan/penatalaksaan penyakit TB paru?
9. Bagaimana cara membuat Asuhan Keperawatan pada masalah TB paru?

a. Tujuan
1. Agar kita dapat mengetahui defenisi dari TB paru
2. Agar kita dapat mengetahui penyebab penyakit TB paru
3. Agar kita dapat mengetahui bagaimana perjalanan penyakit (patofisiologi) TB
paru
4. Agar kita dapat mengetahui apa saja klasifikasi penyakit TB paru
5. Agar kita dapat mengetahui apa saja tanda dan gejala penyakit TB paru
6. Agar kita dapat mengetahui akibat yang muncul pada penyakit TB paru
7. Agar kita mengetahui bagaimana cara pemeriksaan diagnostik pada penderita
penyakit TB paru
8. Agar kita dapat mengetahui bagaimana cara penaganan/penatalaksaan penyakit
TB paru
9. Agar kita dapat mengetahui bagaimana cara membuat Asuhan Keperawatan
pada masalah TB paru

[2]
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN

II.1 Definisi
Tuberculosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan
oleh kuman TB ( Mycobacterium Tuberculosis) yang termasuk dalam family
Mycobacteriaceace dan termasuk dalam ordo Actinomycetales. Micobacteria
Tuberculosis masih keluarga besar genus Mycobacterium. Berdasarkan beberapa
kompleks tersebut, Mycobacteria tuberculosis merupakan jenis yang terpenting
dan paling sering dijumpai (Kemenkes, 2011)

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh


kuman TB (Mycobacterium tuberculosis).Sebagian besar kuman TB menyerang paru
tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. TB Anak adalah penyakit TB yang
terjadi pada anak usia 0-14 tahun. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang
menyerang jaringan (parenkim) paru, tidak termasuk pleura (selaput paru) dan
kelenjar pada hilus

Penyakit tuberculosis pada bayi dan anak disebut juga tuberculosis primer dan
merupakan suatu penyakit sistemik.Tuberculosis primer biasanya mulai secara
perlahan-lahan sehingga sukar ditentukan saat timbulnya gejala pertama.Kadang
terdapat keluhan demam yang tidak diketahui sebabnya dan sering disertai tanda-
tanda infeksi saluran napas bagian atas. Penyakit ini bila tidak diobati sedini mungkin
dan setepat-tepatnya dapat tmbul komplikasi yang berat dan reinfeksi pada usia
dewasa.
Tuberculosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
mycobacterium tuberculosis dan mycobacterium bovis (jaringan oleh mycobacterium
avium). Basil tuberculosis dapat hidup dan tetap virulen beberapa minggu dalam

[3]
keadaan kering, tetapi mati di dalam cairan yang bersuhu 60⁰ selama 15-20
menit.Fraksi protein basil tyberkulosis menyebabkan nekrosis jaringan, sendang
lemaknya menyebabkan sifat tahan asam dan merupakan factor penyebab untuk
terjadinya fibrosis serta terbentuknya sel epiteloid dan tuberkel.Basil tuberculosis
tidak membentuk toksin.
Penularan tuberkolosis umumnya melalui udara hingga sebagaian
besar fokus primer tuberculosis terdapat dalam paru. Selain melalui udara penularan
dapat peroral jika meminum susu yang mengandung basil tuberculosis bovis. Ada
mikrobakterium lain yakni mycobacterium atipic yang dapat menyebabkan penyakit
menyerupai tuberculosis.

II.2 Etiologi
1. Merokok pasif
Merokok pasif bisa berdampak pada sistem kekebalan anak, sehingga
meningkatkan risiko tertular. Pajanan pada asap rokok mengubah fungsi sel, misalnya
dengan menurunkan tingkat kejernihan zat yang dihirup dan kerusakan kemampuan
penyerapan sel dan pembuluh darah (Reuters Health, 2007).

2. Faktor Risiko TBC anak (admin., 2007)


a. Resiko infeksi TBC
Anak yang memiliki kontak dengan orang dewasa dengan TBC aktif, daerah
endemis, penggunaan obat-obat intravena, kemiskinan serta lingkungan yang tidak
sehat.Pajanan terhadap orang dewasa yang infeksius. Resiko timbulnya transmisi
kuman dari orang dewasa ke anak akan lebih tinggi jika pasien dewasa tersebut
mempunyai BTA sputum yang positif, terdapat infiltrat luas pada lobus atas atau
kavitas produksi sputum banyak dan encer, batuk produktif dan kuat serta terdapat
faktor lingkungan yang kurang sehat, terutama sirkulasi udara yang tidak baik. Pasien
TBC anak jarang menularkan kuman pada anak lain atau orang dewasa disekitarnya,
karena TBC pada anak jarang infeksius, hal ini disebabkan karena kuman TBC sangat
jarang ditemukan pada sekret endotracheal, dan jarang terdapat batuk5. Walaupun

[4]
terdapat batuk tetapi jarang menghasilkan sputum.Bahkan jika ada sputum pun,
kuman TBC jarang sebab hanya terdapat dalam konsentrasi yang rendah pada sektret
endobrokial anak.
b. Resiko Penyakit TBC
Anak ≤ 5 tahun mempunyai resiko lebih besar mengalami progresi infeksi
menjadi sakit TBC, mungkin karena imunitas selulernya belum berkembang
sempurna (imatur). Namun, resiko sakit TBC ini akan berkurang secara bertahap
seiring pertambahan usia. Pada bayi < 1 tahun yang terinfeksi TBC, 43% nya akan
menjadi sakit TBC, sedangkan pada anak usia 1-5 tahun, yang menjadi sakit hanya
24%, pada usia remaja 15% dan pada dewasa 5-10%. Anak < 5 tahun memiliki resiko
lebih tinggi mengalami TBC diseminata dengan angka kesakitan dan kematian yang
tinggi .Konversi tes tuberkulin dalam 1- 2 tahun terakhir, malnutrisi, keadaan
imunokompromis, diabetes melitus, gagal ginjal kronik dan silikosis.Status sosial
ekonomi yang rendah, penghasilan yang kurang, kepadatan hunian, pengangguran,
dan pendidikan yang rendah.

II.3 Patofisiologi
Masuknya bakteri tuberkulosis ke dalam tubuh tidak selalu menimbulkan
penyakit. Infeksi dipengaruhi oleh virulensi dan banyaknya basil tuberkulosis serta
daya tahan tubuh manusia. Segera setelah menghirup basil tuberkulosis hidup di
dalam paru-paru, maka terjadi eksudasi dan konsolidasi yang terbatas disebut fokus
primer. Basil tuberkulosis akan menyebar, histosit mulai mengangkut organisme
tersebut ke kelenjar limfe regional melalui saluran getah bening menuju kelenjar
regional sehingga terbentuk kompleks primer dan mengadakan reaksi eksudasi terjadi
sekitar 2 sampai 10 minggu (6-8 minggu) pasca infeksi.  
Pada anak yang mengalami lesi, dalam paru dapat terjadi dimanapun terutama
di perifer dekat pleura, tetapi lebih banyakk terjadi di Lapangan bawah paru
dibanding dengan lapangan atas. Juga terdapat pembesaran kelenjar regional serta
penyembuhannya mengarah ke klasifikasi dan penyebarannya lebih banyak terjadi

[5]
melalui hematogen. Pada reaksi radang dimana leukosit polimorfonukleat tampak
pada alveoli dan memfagosit bakteri namun tidak membunuhnya. Kemudian basil
menyebar ke limfe dan sirkulasi. Dalam beberapa minggu limfosit T menjadi sensitif
terhadap organisme TBC dan membebaskan limfokim yang merubah makrofag atau
mengaktifkan makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan
timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan
sendirinya, sehingga tidak ada sisa nekrosis yang tertinggal, atau proses dapat
berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak dalam sel. Makrofag
yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga
membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit. Nekrosis pada bagian
sentral memberikan gambaran yang relatif padat pada tubuh, yang disebut nekrosis
kasiosa. Terdapat tiga macam penyebaran secara patogen pada tuberkulosis anak :
penyebaran Hematogen tersembunyi yang kemudian mungkin menimbul gejala atau
tanpa gejala klinis, penyebaran milier, biasanya terjadi sekaligus dan menimbulkan
gejala akut, kadang-kadang kronis, penyeberan hematogen berulang.  
Menurut Admin (2007) patogenesis penyakit tuberkulosis pada anak terdiri
atas :
1. Infeksi Primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TBC.
Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem
pertahanan mukosilier bronkus, dan terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan
menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TBC berhasil berkembang biak dengan
cara pembelahan diri di paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru. Saluran
limfe akan membawa kuman TBC ke kelenjar limfe di sekitar hilus paru, dan ini
disebut sebagai kompleks primer predileksinya disemua lobus, 70% terletak
subpelura. Fokus primer dapat mengalami penyembuhan sempurna, kalsifikasi atau
penyebaran lebih lanjut.Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan
kompleks primer adalah sekitar 4-6 minggu.Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan
terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif.

[6]
Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang
masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler).Pada umumnya reaksi
daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TBC2.
Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persister atau
dormant (tidur). Kadang kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan
perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan
menjadi penderita TBC. Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi
sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.
2.      TBC Pasca Primer (Post Primary TBC)
TBC pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah
infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau
status gizi yang buruk.Ciri khas dari TBC pasca primer adalah kerusakan paru yang
luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura.

[7]
II.4 Pathway

Mycrobacterium Droplet Infektion Masuk lewat jalan


Tuberculosis
II.5 nafas

Menempel pada paru

Keluar dari tracheobionchial Dibersihkan oleh makrofag Menetap di jaringan paru


bersama sekeret
Terjadi proses inflamasi
Sembuh tanpa pengobatan

Pengeluaran zat Tumbuh dan berkembang


pirogen di sitoplasma makrofag
Mempengaruhi hipotalamus
Sarang primer/afek
primer (fokus ghon)
Mempengaruhi sel
point
Hipertermi

Komplek primer Limfangitis lokal Limfadinitis regional

Menyebar ke organ lain Sembuh tanpa Sembuh dengan


(paru lain, saluran pengobatan bekas fibrosis
pencernaan, tulang)
melalui media
(broncogen,
percontinuitum,

[8]
II.6

[9]
Radang tahunan di bronkus Pertahanan primer
tidak adekuat
Berkembang
Pembentukan tuberkel Kerusakan membran
menghancurkan jaringan ikat
alveolar

Bagian tengah nekrosis


Pembentukan sputum Penurunan permukaan
Membentuk jaringan keju berlebih efek paru

Ketidakefektifan Alveolus mengalami


Sekret keluar saat batuk
bersihan jalan nafas konsolidasi dan
eksudasi
Batuk produktif (batuk
terus-menerus) Gangguan
pertukaran gas

Droplet infection Batuk berat

Terhirup orang sehat Distensi abdomen

Resiko infeksi Mual, muntah

Intake nutrisi kurang

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

[10]
II.7 Manisfestasi Klinis
Menurut Wirjodiardjo (2008) gejala TBC pada anak tidak serta-merta
muncul.Pada saat-saat awal, 4-8 minggu setelah infeksi, biasanya anak hanya
demam sedikit.Beberapa bulan kemudian, gejalanya mulai muncul di paru-
paru.Anak batuk-batuk sedikit.Tahap berikutnya (3-9 bulan setelah infeksi), anak
tidak napsu makan, dan berat badan turun tanpa sebab.Juga ada pembesaran
kelenjar di leher, sementara di paru-paru muncul gambaran vlek. Pada saat itu,
kemungkinannya ada dua, apakah akan muncul gejala TBC yang benar-benar atau
sama sekali tidak muncul. Ini tergantung kekebalan anak.Kalau anak kebal (daya
tahan tubuhnya bagus), TBC-nya tidak muncul.Tapi bukan berarti sembuh.Setelah
bertahun-tahun, bisa saja muncul, bukan di paru-paru lagi, melainkan di tulang,
ginjal, otak, dan sebagainya.Ini yang berbahaya dan butuh waktu lama untuk
penyembuhannya.
Gejala-gejala lain untuk diagnosa antara lain (Wirjodiardjo, 2008):
1. Apakah anak sudah mendapat imunisasi BCG semasa kecil. Atau reaksi
BCG sangat cepat. Misalnya, bengkak hanya seminggu setelah
diimunisasi BCG. Ini juga harus dicurigai TBC, meskipun jarang.
2. Berat badan anak turun tanpa sebab yang jelas, atau kenaikan berat
badan setiap bulan berkurang.
3. Demam lama atau berulang tanpa sebab. Ini juga jarang terjadi.
Kalaupun ada, setelah diperiksa, ternyata tipus atau demam berdarah.
4. Batuk lama, lebih dari 3 minggu. Ini terkadang tersamar dengan alergi.
Kalau tidak ada alergi dan tidak ada penyebab lain, baru dokter boleh
curiga kemungkinan anak terkena TBC.
5. Pembesaran kelenjar di kulit, terutama di bagian leher, juga bisa
ditengarai sebagai kemungkinan gejala TBC. Yang sekarang sudah
jarang adalah adanya pembesaran kelenjar di seluruh tubuh, misalnya di
selangkangan, ketiak, dan sebagainya.
6. Mata merah bukan karena sakit mata, tapi di sudut mata ada kemerahan
yang khas.

[11]
7. Pemeriksaan lain juga dibutuhkan diantaranya pemeriksaan tuberkulin
(Mantoux Test, MT) dan foto. Pada anak normal, Mantoux Test positif
jika hasilnya lebih dari 10 mm. Tetapi, pada anak yang gizinya kurang,
meskipun ada TBC, hasilnya biasanya negatif, karena tidak memberikan
reaksi terhadap MT.
Menurut Supriyatno (2009) skrining tuberkulosis pada anak antara
lain : Sesungguhnya mendiagnosa tuberculosis pada anak, terlebih pada anak-anak
yang masih sangat kecil, sangat sulit.  Diagnosa tepat TBC tak lain dan tak bukan
adalah dengan menemukan adanya Mycobacterium tuberculosis yang hidup dan
aktif dalam tubuh suspect TB atau orang yang diduga TBC.  Caranya?Yang paling
mudah adalah dengan melakukan tes dahak.  Pada orang dewasa, hal ini tak sulit
dilakukan.  Tapi lain ceritanya, pada anak-anak karena mereka, apalagi yang
masih usia balita, belum mampu mengeluarkan dahak.  Karenanya, diperlukan
alternatif lain untuk mendiagnosa TB pada anak.
Kesulitan lainnya, tanda-tanda dan gejala TB pada anak seringkali tidak
spesifik (khas).  Cukup banyak anak yang overdiagnosed sebagai pengidap TB,
padahal sebenarnya tidak.  Atauunderdiagnosed, maksudnya terinfeksi atau malah
sakit TB tetapi tidak terdeteksi sehingga tidak memperoleh penanganan yang
tepat.  Diagnosa TBC pada anak tidak dapat ditegakkan hanya dengan 1 atau 2 tes
saja, melainkan harus komprehensif.  Karena tanda-tanda dan gejala TB pada anak
sangat sulit dideteksi, satu-satunya cara untuk memastikan anak terinfeksi oleh
kuman TB, adalah melalui uji Tuberkulin (tes Mantoux). Tes Mantoux ini hanya
menunjukkan apakah seseorang terinfeksiMycobacterium tuberculosis atau tidak,
dan sama sekali bukan untuk menegakkan diagnosa atas penyakit TB.  Sebab,
tidak semua orang yang terinfeksi kuman TB lalu menjadi sakit TB. 
Sistem imun tubuh mulai menyerang bakteri TB, kira-kira 2-8 minggu
setelah terinfeksi.  Pada kurun waktu inilah tes Mantoux mulai bereaksi.  Ketika
pada saat terinfeksi daya tahan tubuh orang tersebut sangat baik, bakteri akan mati
dan tidak ada lagi infeksi dalam tubuh.  Namun pada orang lain, yang terjadi
adalah bakteri tidak aktif tetapi bertahan lama di dalam tubuh dan sama sekali

[12]
tidak menimbulkan gejala.  Atau pada orang lainnya lagi, bakteri tetap aktif dan
orang tersebut menjadi sakit TB.
Uji ini dilakukan dengan cara menyuntikkan sejumlah kecil (0,1 ml)
kuman TBC, yang telah dimatikan dan dimurnikan, ke dalam lapisan atas (lapisan
dermis) kulit pada lengan bawah.  Lalu, 48 sampai 72 jam kemudian, tenaga
medis harus melihat hasilnya untuk diukur.  Yang diukur adalah indurasi (tonjolan
keras tapi tidak sakit) yang terbentuk, bukan warna kemerahannya (erythema). 
Ukuran dinyatakan dalam milimeter, bukan centimeter.  Bahkan bila ternyata tidak
ada indurasi, hasil tetap harus ditulis sebagai 0 mm.
Secara umum, hasil tes Mantoux ini dinyatakan positif bila diameter
indurasi berukuran sama dengan atau lebih dari 10 mm.  Namun, untuk bayi dan
anak sampai usia 2 tahun yang tanpa faktor resiko TB, dikatakan positif bila
indurasinya berdiameter 15 mm atau lebih.  Hal ini dikarenakan pengaruh vaksin
BCG yang diperolehnya ketika baru lahir, masih kuat.  Pengecualian lainnya
adalah, untuk anak dengan gizi buruk atau anak dengan HIV, sudah dianggap
positif bila diameter indurasinya 5 mm atau lebih.
Namun tes Mantoux ini dapat memberikan hasil yang negatif palsu
(anergi), artinya hasil negatif  padahal sesungguhnya terinfeksi kuman TB. 
Anergi dapat terjadi apabila anak mengalami malnutrisi berat atau gizi buruk (gizi
kurang tidak menyebabkan anergi), sistem imun tubuhnya sedang sangat menurun
akibat mengkonsumsi obat-obat tertentu, baru saja divaksinasi dengan virus
hidup, sedang terkena infeksi virus, baru saja terinfeksi bakteri TB, tata laksana
tes Mantoux yang kurang benar.  Apabila dicurigai terjadi anergi, maka tes harus
diulang.

II.8 Pemeriksaan Penunjang


Menurut Mansjoer, dkk(1999:hal 472), pemeriksaan diagnostik yang
dilakukan pada klien dengan tuberculosis paru, yaitu:

1. Laboratorium darah rutin: LED normal/meningkat, limfositosis.

[13]
2. Pemeriksaan sputum BTA: untuk memastikan diagnostik TB paru, namun
pemeriksaan ini tidak spesifik karena hanya 30-70% pasien yang dapat
didiagnosis berdasarkan pemeriksaan ini.
3. Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase) : merupakan uji serologi
imunoperoksidase memakai alat hidrogen staining untuk menentukan
adanya IgG spesifik terhadap basil TB
4. Tes Mantoux/Tuberkulin
5. Tehnik Polymerase Chain Reaction: deteksi DNA kuman yang spesifik
melalui amplifikasi dalam meskipun hanya satu organisme dalam
spesimen juga dapat mendeteksi adanya resistensi
6. Becton Dickinson Diagnostic Instrumen Sistem (BACTEC): deteksi
growth indeks berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme asam
lemak oleh mikroorganisme tuberculosis
7. MYCODOT: deteksi antigen lipobinomannan yang direkatkan pada suatu
alat berbentuk seperti sisir plastik, kemudian dicelupkan dalam jumlah
yang memakai warna sisir akan berubah.
8. Pemeriksaan radiologi: rontgen thorak PA dan lateral

a. Penatalaksanaan
Pengobatan tuberculosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3
bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan) panduan obat yang digunakan terdiri dari
panduan obat utama dan tambahan

1. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)


a. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:
 Rifampisin
 INH
 Parazinamid
 Streptomisin
 Etambutol

[14]
b. Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination) :
 Empat obat anti tuberkulosis dalam satu tablet (Rifampisin,
Isozinamid, Parazinamid, dan Etambutol)
 Tiga obat dalam satu tablet (Rifampisin, Isozinamid, Parazinamid)
 Kombinasi obat tetap rekomendari WHO 1999 untuk kombinasi
dosis tetap hanya minum 3-4 tablet sehari dalam fase intensif,
sedangkan pada fase lanjutan dalam menggunakan kombinasi dosis
2 obat anti tuberkulosis seperti selama ini telah digunakan sesuai
dengan pedoman pengobatan.
c. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2) :
 Kanamisin
 Kuinolon
 Derivat rifampisin dan INH

o Komplikasi
Komplikasi yang serius dan meluas Tuberkulosis Paru   adalah
berkembangnya basil tuberculosis yang resisten terhadap berbagai kombinasi
obat. Resistensi terjadi jika individu tidak menyelesaikan program pengobatannya
hingga tuntas, dan mutasi basil mengakibatkan basil tidak lagi responsive
terhadap antibiotic yang digunakan dalam waktu jangka pendek. Basil
tuberculosis bermutasi dengan cepat dan sering.

Tuberculosis yang resisten terhadap obat obatan juga dapat terjadi jika
individu tidak dapat menghasilkan respons imun yang efektif sebagai contoh,
yang terlihat pada pasien AIDS atau gizi buruk. Pada kasus ini, terapi antibiotik
hanya efektif sebagian. Tenaga kesehatan atau pekerja lain yang terpajan dengan
jalur basil ini, juga dapat menderita tuberculosis resistens multi obat, yang dalam
beberapa tahun dapat mengakibatkan morbiditas dan bahkan kematian. Mereka
yang mengidap tuberkulosis resisten multiobat memerlukan terapi yang lebih
toksit dan mahal dengan kecendrungan mengalami kegagalan.( Corwin.2009 )

[15]
Adapun komplikasi lain menurut (Mayo.2012) yang terjadi pada TB Paru
yaitu

1) Kerusakan tulang dan sendi

Nyeri tulang punggung dan kerusakan sendi bisa terjadi ketika infeksi
kuman TB menyebar dari paru-paru ke jaringan tulang. Dalam banyak kasus,
tulang iga juga bisa terinfeksi dan memicu nyeri di bagian tersebut.

2) Kerusakan otak

Kuman TB yang menyebar hingga ke otak bisa menyebabkan meningitis


atau peradangan pada selaput otak. Radang tersebut memicu pembengkakan pada
membran yang menyelimuti otak dan seringkali berakibat fatal atau mematikan.

3) Kerusakan hati dan ginjal

Hati dan ginjal membantu menyaring pengotor yang ada adi aliran darah.
Fungsi ini akan mengalami kegagalan apabila kedua organ tersebut terinfeksi oleh
kuman TB.

4) Kerusakan jantung

Jaringan di sekitar jantung juga bisa terinfeksi oleh kuman TB. Akibatnya
bisa terjadi cardiac tamponade, atau peradangan dan penumpukan cairan yang
membuat jantung jadi tidak efektif dalam memompa darah dan akibatnya bisa
sangat fatal.

5) Gangguan mata

Ciri-ciri mata yang sudah terinfeksi TB adalah berwarna kemerahan,


mengalami iritasi dan membengkak di retina atau bagian lain.

6) Resistensi kuman

Pengobatan dalam jangka panjang seringkali membuat pasien tidak


disiplin, bahkan ada yang putus obat karena merasa bosan. Pengobatan yang tidak

[16]
tuntas atau tidak disiplin membuat kuman menjadi resisten atau kebal, sehingga
harus diganti dengan obat lain yang lebih kuat dengan efek samping yang
tentunya lebih berat.

[17]
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

III.1 Identitas

III.2 Riwayat Kesehatan

a. Keluhan Utama
Batuk berkepanjangan, batuk darah, demam pada malam hari

2. RPS

Pasien mengalami batuk kronik ≥ 3 minggu, batuk darah, demam 40-41 oC,
sesak nafas, nyeri dada, BB 2 bulan berkurang tanpa sebab yang jelas atau gagal
tumbuh. Riwayat kontak dengan pasien TB paru dewasa.

3. Riwayat Perkembangan yang lalu


a. Riwayat prenatal
Pada klien dengan Tuberkulosis Paru perlu dikaji kesehatan ibu saat
hamil apakah pernah mengalami batuk yang berkepanjangan
b. Riwayat natal
Kelahiran spontan, ketuban pecah dini, partus lama.
c. Riwayat postnatal
Berat badan, tinggi badan, nilai apgar score, kondisi bayi usia 0-28
hari, trauma dan infeksi, atau kelainan kongenital
d. Imunisasi
Apakah sudah imunisasi BCG
e. Riwayat kesehatan anak
Apakah rutin melaksanakan penimbangan ke posyandu, imunisasi,
dan apakah pernah dirawat di rumah sakit. Apakah anak pernah
menderita penyakit sebelumnya, dan apakah ada riwayat alergi.
Apakah anak pernah kontak dengan pasien TB paru dewasa

[18]
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang memiliki riwayat pengobatan OAT atau
TBC yang bukan merupakan penyakit keturunan tetapi merupakan
penyakit menular.

III.3 Pemeriksaan Fisik


a. Keadaan Umum dan Tanda Vital
Keadaan umum pada klien dengan TB paru dapat dilakukan secara selintas
pandang dengan menilai keadaaan fisik tiap bagian tubuh. Selain itu, perlu
di nilai secara umum tentang kesadaran klien yang terdiri atas compos
mentis, apatis, somnolen, sopor, soporokoma, atau koma.
TTV :
Suhu : Terjadi peningkatan suhu tubuh
Nadi : Denyut nadi meningkat seirama dengan frekuensi napas dan suhu
tubuh
RR : frekuensi napas meningkat apabila disertai sesak napas
TD : tekanan darah biasanya sesuai dengan adanya penyulit seperti
hipertensi.
b. B1 (Breathing)
Pemeriksaan fisik pada klien dengan TB paru merupakan pemeriksaan
fokus yang terdiri atas inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
a) Inspeksi
Bentuk dada dan pergerakan pernapasan. Sekilas pandang klien
dengan TB paru biasanya tampak kurus sehingga terlihat adanya
penurunan proporsi diameter bentuk dada antero-posterior
dibandingkan proporsi diameter lateral. Apabila ada penyulit dari TB
paru seperti adanya efusi pleura yang masif, maka terlihat adanya
ketidaksimetrian rongga dada, pelebar intercostals space (ICS) pada
sisi yang sakit. TB paru yang disertai atelektasis paru membuat bentuk
dada menjadi tidak simetris, yang membuat penderitanya mengalami

[19]
penyempitan intercostals space (ICS) pada sisi yang sakit. Pada klien
dengan TB paru minimal dan tanpa komplikasi, biasanya gerakan
pernapasan tidak mengalami perubahan. Meskipun demikian, jika
terdapat komplikasi yang melibatkan kerusakan luas pada parenkim
paru biasanya klien akan terlihat mengalami sesak napas, peningkatan
frekuensi napas, dan menggunakan otot bantu napas.
Batuk dan sputum.
Saat melakukan pengkajian batuk pada klien dengan TB paru,
biasanya didapatkan batuk produktif yang disertai adanya peningkatan
produksi secret dan sekresi sputum yang purulen. Periksa jumlah
produksi sputum, terutama apabila TB paru disertai adanya
brokhiektasis yang membuat klien akan mengalami peningkatan
produksi sputum yang sangat banyak. Perawat perlu mengukur jumlah
produksi sputum per hari sebagai penunjang evaluasi terhadap
intervensi keperawatan yang telah diberikan.
b) Palpasi
Gerakan dinding thoraks anterior/ekskrusi pernapasan. TB paru
tanpa komplikasi pada saat dilakukan palpasi, gerakan dada saat
bernapas biasanya normal seimbang antara bagian kanan dan kiri.
Adanya penurunan gerakan dinding pernapasan biasanya ditemukan
pada klien TB paru dengan kerusakan parenkim paru yang luas.
Getaran suara (fremitus vokal). Getaran yang terasa ketika perawat
meletakkan tangannya di dada klien saat klien berbicara adalah bunyi
yang dibangkitkan oleh penjalaran dalam laring arah distal sepanjang
pohon bronchial untuk membuat dinding dada dalam gerakan resonan,
teerutama pada bunyi konsonan. Kapasitas untuk merasakan bunyi
pada dinding dada disebut taktil fremitus.
c) Perkusi
Pada klien dengan TB paru minimal tanpa komplikasi, biasanya
akan didapatkan resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Pada
klien dengan TB paru yang disertai komplikasi seperti efusi pleura

[20]
akan didapatkan bunyi redup sampai pekak pada sisi yang sesuai
banyaknya akumulasi cairan di rongga pleura. Apabila disertai
pneumothoraks, maka didapatkan bunyi hiperresonan terutama jika
pneumothoraks ventil yang mendorong posisi paru ke sisi yang sehat.
d) Auskultasi
Pada klien dengan TB paru didapatkan bunyi napas tambahan
(ronkhi) pada sisi yang sakit. Penting bagi perawat pemeriksa untuk
mendokumentasikan hasil auskultasi di daerah mana didapatkan
adanya ronkhi. Bunyi yang terdengar melalui stetoskop ketika klien
berbica disebut sebagai resonan vokal. Klien dengan TB paru yang
disertai komplikasi seperti efusi pleura dan pneumopthoraks akan
didapatkan penurunan resonan vocal pada sisi yang sakit.
c. B2 (Blood)
Pada klien dengan TB paru pengkajian yang didapat meliputi:
a) Inspeksi : Inspeksi tentang adanya parut dan keluhan
kelemahan fisik.
b) Palpasi : Denyut nadi perifer melemah.
c) Perkusi : Batas jantung mengalami pergeseran pada TB paru
dengan efusi pleura masif mendorong ke sisi sehat.
d) Auskultasi : Tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung
tambahan biasanya tidak didapatkan.
d. B3 (Brain)
Kesadaran biasanya compos mentis dengan GCS (4-5-6), ditemukan
adanya sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat.
Pada pengkajian objektif, klien tampak dengan meringis, menangis,
merintih, meregang, dan menggeliat. Saat dilakukan pengkajian pada mata,
biasanya didapatkan adanya kengjungtiva anemis pada TB paru dengan
gangguan fungsi hati
e. B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan. Oleh
karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria karena hal tersebut

[21]
merupakan tanda awal dari syok. Klien diinformasikan agar terbiasa
dengan urine yang berwarna jingga pekat dan berbau yang menandakan
fungsi ginjal masih normal sebagai ekskresi karena meminum OAT
terutama rifampisin.
f. B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual, penurunan nafsu makan, dan penurunan
berat badan.
g. B6 (Bone)
Aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien dengan TB paru. Gejala
yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia.

III.4 Diagnosa Keperawatan


a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d pembentukan sputum berlebih
b. Gangguan pertukaran gas b.d kongesti paru, hipertensi pulmonal,
penurunan perifer
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d intake nutrisi tidak
adekuat
d. Hipertermi b.d proses inflamasi

e. Intervensi Keperawatan
Tujuan dan
No. Diagnosa Intervensi Rasional
Kriteria Hasil
1. Ketidakefektif Setelah dilakukan 2. Observasi 1. Pengeluaran sulit
an bersihan tindakan kemampuan untuk bila sekret tebal,
jalan nafas b.d keperawatan 1x24 mengeluarkan sputum berdarah
pembentukan jam diharapkan secret atau batuk akibat kerusakan
sputum klien mampu efektif, catat paru atau luka
berlebih mempertahankan karakter, jumlah bronchial yang
jalan nafas yang sputum, adanya memerlukan
efektif. Pasien hemoptisis. evaluasi/intervensi
mampu 3. Berikan pasien lanjut
mengeluarkan posisi semi fowler 2. Meningkatkan

[22]
sekret tanpa (senyaman pasien), ekspansi paru,
bantuan Bantu/ajarkan ventilasi maksimal
Kriteria hasil: batuk efektif dan membuka area
 Pasien mampu latihan napas atelektasis dan
mendemostrasi dalam peningkatan
kan batuk 4. Bersihkan sekret gerakan sekret
efektif dari mulut dan agar mudah
 Suara nafas trakea, suction bila dikeluarkan.
bersih perlu. 3. Mencegah
 Pasien 5. Pertahankan intake obstruksi/aspirasi.
menunjukkan cairan minimal Suction dilakukan
jalan nafas 2500 ml/hari bila pasien tidak
yang paten kecuali mampu
kontraindikasi. mengeluarkan
Anjurkan sekret.
meminum air 4. Membantu
hangat. mengencerkan
6. Lembabkan secret sehingga
udara/oksigen mudah
inspirasi. dikeluarkan
7. Kolaborasi 5. Mencegah
pemberian obat: pengeringan
agen mukolitik, membran mukosa
bronkodilator, 6. Menurunkan
ekspentoran sesuai kekentalan sekret,
indikasi. lingkaran ukuran
lumen
trakeabronkial,
berguna jika
terjadi hipoksemia
pada kavitas yang

[23]
luas
2. Gangguan Setelah dilakukan 1. Observasi dispnea, 1. Tuberkulosis paru
pertukaran gas tindakan takipnea, bunyi dapat
b.d kongesti keperawatan 1x24 pernapasan rnenyebabkan
paru, jam diharapkan abnormal. meluasnya
hipertensi pertukaran gas Peningkatan upaya jangkauan dalam
pulmonal, efektif respirasi, paru-pani yang
penurunan Kriteria Hasil: keterbatasan berasal dari
perifer  Tidak terjadi ekspansi dada dan bronkopneumonia
dispnea. kelemahan. yang meluas
 Menunjukka 2. Evaluasi perubahan menjadi inflamasi,
n perbaikan nekrosis, pleural
pada tingkat
ventilasi dan effusion dan
kesadaran. Catat
oksigenasi meluasnya fibrosis
jaringan sianosis dan/atau dengan gejala-
adekuat gejala respirasi
perubahan pada
dengan BGA distress.
warna kulit,
dalam 2. Akumulasi
rentang termasuk membrane sekret/pengaruh
normal. jalan napas dapat
mukosa dan kuku.
 Bebas dari mengganggu
3. Tunjukan/dorong
gejala oksigenasi organ
distress bernapas bibir vital dan jaringan.
pernapasan.
selama
3. Membuat tahan
ekshalasi,khusunya
melawan udara
untuk pasien dengan luar, untuk
mencegahkolaps/p
fibrosis atau
enyempitan jalan
kerusakan parenkim
napas, sehingga
paru. membantu

[24]
4. Tingkatkan tirah menyebarkan
udaramelalui paru
baring/batasi
dan
aktivitas dan bantu
menghilangkan/me
aktivitas perawatan nurunkan napas
pendek.
diri sesuai dengan
4. Menurunkan
keperluan.
konsumsi oksigen/
5. Kolaborasi kebutuhan selama
periode penurunan
pemberian oksigen
pernapasan dapat
jika diperlukan
menurunkan
6. Kolaborasi dengan beratnya gejala.
5. Untuk memenuhi
tim medis untuk
oksigen pasien
pemeriksaan analisa
6. Mengetahui kadar
gas darah Oksigen ke
jaringan

3. Ketidakseimba Setelah dilakukan 1. Catat status nutrisi 1. Berguna dalam


ngan nutrisi tindakan menginditifikasi
pasien pada
kurang dari keperawatan derajat/luasnya
penerimaan, catat
kebutuhan b.d selama 3x24 jam masalah dan
intake nutrisi kebutuhan nutrisi turgor kulit, berat pilihan intervensi
tidak adekuat terpenuhi dan yang tepat.
badan dan derajat
adekuat 2. Membantu dalam
kekurangan berat
Kriteria Hasil: mengidentifikasi
badan, intgritas kebutuhan/kekuata
 Menunjukan
n khusus.
mukosa oral,

[25]
kempuan/ketidakma Pertimbangan
berat badan
kinginan individu
mpuan menelan,
meningkat dapat memperbaiki
adanya tonus usus,
masukan diet.
mencapai
riwayat 3. Berguna dalam
tujuan.
mengukur
mual/muntah atau
 Melakukan keeektifan nutrisi
diare.
dan dukungan
perubahan
2. Pastikan pola diet cairan.
pola hidup
4. Dapat menentukan
biasa pasien, yang
untuk jenis diet dan
disukai/tidak
mengidentifikasi
meningkatka
disukai. pemecahan
n dan
masalah untuk
3. Awasi
mempertahan meningkatkan
masukan/pengeluara
intake nutrisi.
kan berat
n dan berat badan 5. Membantu
badan yang
lingkungan sosial
secara periodik.
tepat. lebuh normal
4. Catat adanya
selama makan dan
anoreksia, mual, membantu
memenuhi
muntah, dan
kebutuhan personal
tetapkan jika ada
dan kultural.
hubungannya 6. Mengurangi rasa
tidak enak dari
dengan medikasi.
sputum atau obat-
Awasi frekuensi,
obat yang
volume, konsistensi digunakan yang
dapat merangsang
Buang Air Besar
muntah.

[26]
(BAB). 7. Memaksimalkan
intake nutrisi dan
5. Dorong orang
menurunkan iritasi
terdekat untuk
gaster.
membawa makanan 8. Memberikan
bantuan dalam
dari rumah dan
perencanaan diet
untuk membagi
dengan nutrisi
dengan pasien adekuat untuk
kebutuhan
kecuali
metabolik dan diet.
kontraindikasi.

6. Lakukan perawatan

mulut sebelum dan

sesudah tindakan

pernapasan.

7. Anjurkan makan

sedikit dan sering

dengan makanan

tinggi protein dan

karbohidrat.

8. Kolaborasi dengan

ahli ahli gizi untuk

menentukan

komposisi diet.

4. Hipertermi b.d Setelah dilakukan 1. Observasi TTV 4 1. Mengetahui

[27]
proses tindakan jam sekali perkembangan
inflamasi keperawatan 2x24 2. Anjurkan pasien pasien
jam diharapkan memakai pakaian 2. Membantu
suhu dalam batas yang tipis mempermudah
normal (36,5- 3. Anjurkan pasien penguapan panas
37,2) banyak minum 3. Mencegah
Kriteria Hasil: 4. Anjurkan pasien terjadinya
 Suhu dalam banyak istirahat dehidrasi sewaktu
batas normal 5. Beri kompres hangat panas
(36,5-37,2) di beberapa bagian 4. meminimalisir
 Nadi dan RR tubuh, seperti ketiak, produksi panas
dalam batas lipatan paha, leher yang diproduksi
normal bagian belakang oleh tubuh
 Tidak ada 6. Kolaborasi 5. Mempercepat
perubahan pemberian dalam penurunan
warna kulit antipiretik sesuai produksi panas
dan tidak ada indikasi 6. Membantu dalam
pusing penurunan panas

[28]
BAB IV
PENUTUP

IV.1 Kesimpulan
Tuberculosis  adalah  penyakit  yang  disebabkan  mycobacterium 
tuberculosis  yang  hampir  seluruh  organ  tubuh  dapat  terserang  olehnya,tapi 
yang  paling  banyak  adalah paru-paru,Klasifikasi tuberculosis tb paru ada
banyak,pendapat seperti yang tertera diatas,antara lain. Klasifikasi  tuberculosis 
berdasarkan  system lama, Klasifikasi  menurut  American  thoracic 
society, Klasifikasi  diIndonesia dipakai berdasarkan kelainan
klinis,radiologis,dan makrobiologis, dan patofisiologi saluran pernafasan dibagi
menjadi dua bagian,yaitu saluran pernafasan atas saluran pernafasan bawah.Disini
akan di jelaskan anatomi dan fisiologi saluran pernafasan bawah,yang
berhubungan dengan penyakit tuberkulosis.

IV.2 Saran
a. Bagi perawat diharapkan dapat melaksanakan asuhan keperawatan sesuai
dengan prosedur yang ada.
b. Bagi para orang tua diharapkan memantau pertumbuhan dan
perkembangan anak sejak dini untuk dapat mengetahui adakah gejala-
gejala penyakit pada anak teruma pengetahuan tentang penyakit TB.

[29]
DAFTAR PUSTAKA
 Nurarif, A.H. & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA/NIC-NOC. Yogyakarta : Media action
Publishing.
 Ns. Harwina Widya Astuti, S.Kep & Ns. Angga Saeful Rahmat, S.Kep
(2010). Asuhan Keperawatan Anak & Dengan gangguan sistem pernapasan.
Jakarta : Trnas Info Media.
 Sri Sukmawati, S.Kep, Am.Keb & Ns. Retno Puji Hastuti, S.Kep dkk (2009).
Keterampilan Dasar Asuhan Kebidanan& Pemeriksaan Fisik Pada Bayi dan
Anak, Jakarta : Trans Info Media.
 Nurafif, A. H. (2016). ASUHAN KEPERAWATAN PRAKTIS. Yogyakarta:
MediAction.
 Kemenkes. (2011). Pedomasn nasional Penanggulangan Tuberkulosis.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

[30]

Anda mungkin juga menyukai