Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU

HAMIL DENGAN PREMATUR DAN OLIGOHIDROMNION


Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Praktek Profesi Ners
Departemen Keperawatan Maternitas di Ruang VK RSUD Sidoarjo

Oleh :
ANNEESHA SASQIA EKA PUTRI
NIM : 200714901288

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


STIKES WIDYAGAMA HUSADA
MALANG
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kelahiran prematur menjadi masalah global di berbagai negara
dengan laporan angka kelahiran prematur yang cukup tinggi. Kontraksi
uterus merupakan gejala dan tanda utama persalinan prematur. Usaha
pencegahan persalinan prematur dilakukan untuk meningkatkan
kemungkinan bayi yang baru lahir untuk hidup dengan meminimalkan
komplikasi yang mungkin terjadi apabila bayi tersebut lahir dalam kondisi
prematur. Kontraksi uterus merupakan gejala dan tanda utama yang sering
terjadi dalam persalinan premature. Persalinan prematur didefinisikan
sebagai persalinan yang terjadi antara usia kehamilan 20 minggu sampai
kurang dari 37 minggu (Karmelita, 2020).
Di negara yang berpenghasilan rendah terdapat data bahwa 12%
bayi dilahirkan prematur dan data lainnya di negara yang berpenghasilan
tinggi kelahiran bayi prematur mencapai angka 9%. Terdapat sepuluh
negara dengan kasus persalinan prematur tertinggi yaitu India, China,
Nigeria, Pakistan, Indonesia, Amerika Serikat, Bangladesh, Filipina,
Republik Kongo, dan Brazil. Menurut WHO, angka kelahiran prematur di
Indonesia termasuk dalam 10 negara tertinggi di dunia yaitu 15,5%
(WHO, 2015).
Berbagai masalah dapat ditimbulkan oleh kelahiran prematur. Bayi
prematur mempunyai risiko kematian lebih tinggi dibandingkan dengan
bayi yang lahir cukup bulan. Masalah lain yang dapat timbul akibat
kelahiran prematur adalah masalah perkembangan neurologi yang
bervariasi dari gangguan neurologis berat, seperti kebutaan, gangguan
penglihatan, dan tuli. Hal ini dapat mengakibatkan rendahnya kualitas
sumber daya manusia di masa yang akan datang (Cunningham, 2013).
Usaha pencegahan dan penatalaksanaan persalinan preterm
dilakukan untuk meningkatkan kemungkinan hidup bayi baru lahir dengan
meminimalkan komplikasi yang mungkin terjadi. Penatalaksanaan yang
dilakukan meliputi istirahat, hidrasi, intervensi farmakologis, dan
kombinasi ketiganya. Salah satu cara untuk menghambat tanda persalinan
premature yaitu dengan menghambat kontraksi uterus dengan cara
farmakologis yaitu dengan menggunakan tokolitik yang bertujuan untuk
memperpanjang kehamilan dan menunda persalinan. Agen tokolitik
diberikan untuk menghentikan kontraksi uterus selama masa akut.
Persalinan Menurut Protocols Tocolytic 2011, tokolitik merupakan agen
farmakologis dan terapi yang digunakan dalam mencegah kelahiran
prematur, merelaksasi endometrium uterus dan menghambat kontraksi
uterus sehingga dapat memperpanjang masa kehamilan dan mengurangi
komplikasi neonatal. Tokolitik beraksi melalui berbagai mekanisme untuk
menurunkan availabilitas ion kalsium intraseluler yang akan menghambat
interaksi aktin myosin (Cunningham, 2013).

B. Tujuan
Untuk mengetahui laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan pada ibu
hamil dengan premature dan oligohidromnion.
BAB II
TINJAUAN PUATAKA

A. Konsep Dasar Hamil Prematur


1. Definisi
Persalinan prematur didefinisikan sebagai persalinan yang terjadi
antara usia kehamilan 20 minggu sampai kurang dari 37 minggu
(Karmelita, 2020). Menurut kejadiannya, persalinan preterm digolongkan
menjadi idiopatik atau spontan dan iatrogenik atau elektif. Setengah dari
persalinan preterm tidak diketahui penyebabnya. Dalam persalinan
preterm spontan, sebagian diawali dengan ketuban pecah dini (KPD)
sebagian lagi disebabkan faktor infeksi pada ketuban seperti
korioamnionitis (Karmelita, 2020).

2. Epidemologi
Persalinan preterm secara umum masih cukup tinggi, namun saat
ini kejadiannya mulai berkurang dikarenakan oleh teknologi bidang
obstetrik ginekologi yang berkembang pesat. Data WHO menyebutkan
kasus persalinan preterm adalah 9,5% dari total kelahiran yang ada, dan
Indonesia pada tahun 2015 masuk dalam 10 negara tertinggi kasus
persalinan preterm. Persalinan preterm pada tahun 2015 yaitu mencapai
675.700 kasus dengan kelahiran bayi preterm mencapai 15,5 kasus per 100
kelahiran hidup (WHO, 2018).

3. Tanda dan Gejala


a. Mengalami kontraksi berkali-kali saat usia kehamilan di bawah 37
minggu
b. Mengalami kram seperti menstruasi
c. Produksi cairan vagina meningkat
d. Keluar cairan dari vagina
e. Sakit pada punggung bawah
f. Kontraksi setiap 10 menit
g. Perdarahan vagina
h. Mual, muntah hingga diare

4. Klasifikasi
Menurut usia kehamilannya, terdapat 3 subkategori kelahiran preterm
berdasarkan kategori World Health Organization yaitu:
a. Extremely preterm (<28 Minggu)
b. Very preterm (28 Minggu sampai <32 Minggu)
c. Moderate late to preterm (32 Minggu sampai <37 Minggu)

5. Pathofisiologis
Secara umum, penyebab persalinan prematur dapat dikelompokan dalam 4
golongan yaitu :
a. Aktivasi prematur dari pencetus terjadinya persalinan
b. Inflamasi/infeksi
c. Perdarahan plasenta
d. Peregangan yang berlebihan pada uterus
Mekanisme pertama ditandai dengan stres dan anxietas yang biasa
terjadi pada primipara muda yang mempunyai predisposisi genetik.
Adanya stres fisik maupun psikologi menyebabkan aktivasi prematur dari
aksis Hypothalamus-Pituitary-Adrenal (HPA) ibu dan menyebabkan
terjadinya persalinan prematur. Aksis HPA ini menyebabkan timbulnya
insufisiensi uteroplasenta dan mengakibatkan kondisi stres pada janin.
Stres pada ibu maupun janin akan mengakibatkan peningkatan pelepasan
hormon Corticotropin Releasing Hormone (CRH), perubahan pada
Adrenocorticotropic Hormone (ACTH), prostaglandin, reseptor oksitosin,
matrix metaloproteinase (MMP), interleukin-8, cyclooksigenase-2, 9
dehydroepiandrosteron sulfate (DHEAS), estrogen plasenta dan
pembesaran kelenjar adrenal.

6. Pemeriksaan Penunjang
Anamnesis saat perawatan antenatal awal harus ditanyakan riwayat
obstetrik ibu dengan lengkap, adakah riwayat persalinan preterm
sebelumnya, risiko infeksi seperti penyakit menular seksual,  riwayat
cedera serviks sebelumnya, riwayat kelainan pada servikal dan uterus.
Selain itu perlu dicari faktor risiko seperti kondisi stres ibu hamil, tingkat
sosial ekonomi, dukungan atau kekerasan dalam keluarga, penggunaan
obat-obatan, dan riwayat penyakit komorbid.

7. Tindakan Umum yang di Lakukan


a. USG dari vagina, untuk mengukur panjang serviks dan kondisi rahim.

b. Pemeriksaan lendir serviks, untuk memeriksa protein yang


dinamakan fetal fibronectin, yaitu protein yang dilepaskan ketika
terjadi infeksi atau gangguan pada jaringan rahim.

c. Tes usap vagina (vaginal swab), untuk memeriksa dan mendeteksi


keberadaan bakteri penyebab infeksi, bila dicurigai terdapat infeksi.

d. Pasien dianjurkan untuk menjalani rawat inap di rumah sakit agar


dokter dapat memantau kondisi ibu hamil dan janin dalam kandungan.
Dokter atau perawat akan memasang selang infus untuk menyalurkan
cairan dan obat.

e. Obat. Beberapa jenis obat yang akan diberikan dokter, meliputi:

 Obat tokolitik, yaitu jenis obat yang digunakan untuk mengurangi


atau menghentikan kontraksi, seperti terbutalin dan isoxsuprine.

 Kortikosteroid, yaitu obat yang digunakan untuk mempercepat


perkembangan organ paru-paru janin.

 Magnesium sulfat, untuk mengurangi risiko gangguan atau


kerusakan pada otak.

 Antibiotik, jika kelahiran prematur disebabkan oleh infeksi.

f. Prosedur pengikatan leher rahim, yaitu prosedur yang dilakukan


dengan menjahit bagian pembukaan serviks. Prosedur ini dilakukan
pada ibu hamil dengan kondisi serviks lemah dan berisiko terbuka
selama kehamilan.

g. Persalinan. Jika kelahiran prematur tidak dapat ditunda dengan


penanganan awal, atau jika janin serta ibu dalam kondisi yang
mengancam nyawa, maka proses persalinan akan dimulai. Jika
memungkinkan, persalinan dapat dilakukan secara normal. Namun,
bayi prematur memiliki risiko yang lebih tinggi untuk sungsang. Jika
seperti ini dokter kandungan mungkin menyarankan kepada ibu hamil
untuk melahirkan secara operasi Caesar.

B. Konsep Dasar Oligohidromnion


1. Definisi
Oligohidramnios atau disebut juga oligohidramnion adalah salah
satu masalah kehamilan yang ditandai dengan jumlah cairan ketuban yang
terlalu sedikit atau kurang daro 500 cc. Jika tidak segera ditangani, kondisi
ini dapat meningkatkan risiko gangguan kehamilan, misalnya persalinan
prematur. Oligohidramnion kurang baik untuk pertumbuhan janin karena
pertumbuhan dapat terganggu oleh perlekatan antara janin dan amnion
atau karena janin mengalami tekanan dinding Rahim

Cairan ketuban adalah cairan yang terdapat di dalam rahim selama


kehamilan berlangsung. Cairan ini berwarna bening kekuningan dan tidak
berbau, serta terdiri atas beragam nutrisi, hormon, dan sel yang berfungsi
untuk mendukung perkembangan janin (Feguero,2020).

Selain berperan penting dalam tumbuh kembang janin, cairan ketuban juga
memiliki banyak fungsi lain, di antaranya:

 Melindungi janin dari guncangan atau cedera fisik dan infeksi


 Menjaga suhu di dalam rahim tetap hangat
 Mencegah tekanan pada tali pusat yang mengganggu pasokan oksigen
pada bayi
 Membantu pembentukan dan pematangan organ tubuh janin
 Memberi ruang bagi janin untuk bergerak guna mendukung
perkembangan tulang dan ototnya.

Akan tetapi, fungsi tersebut dapat diperoleh jika jumlah cairan


ketuban di dalam rahim ibu hamil tidak terlalu banyak atau sedikit.
Apabila volume cairan ketuban kurang dari jumlah normal, ibu hamil
dapat dikatakan menderita oligohidramnios. Kondisi ini berisiko
menimbulkan berbagai masalah bagi kesehatan janin.

2. Etiologi
Penyebab pasti terjadinya oligohidramnion masih belum diketahui.
Beberapa keadaan berhubungan dengan oligohidramnion hampir selalu
berhubungan dengan obsrtuksi saluran traktus urinarius janin atau renal
agenesis (Khumaira, 2012). Oligohidramnion harus dicurigai jika tinggi
fundus uteri lebih rendah secara bermakna dibandingan yang diharapkan
pada usia gestasi tersebut. Penyebab oligohidramnion adalah absorpsi atau
kehilangan cairan yang meningkat ketuban pecah dini menyebabkan 50 %
kasus oligohidramnion, penurunan produksi cairan amnion yakni kelainan
ginjal kongenital akan menurunkan keluaran ginjal janin obstruksi pintu
keluar kandung kemih atau uretra akan menurunkan keluaran urin dengan
cara sama (Rukiyah dan Yulianti, 2010). Sebab oligohidramnion secara
primer karena pertumbuhan amnion yang kurang baik, sedangkan secara
sekunder yaitu ketuban pecah dini (Marmi, ddk, 2011).

3. Tanda dan Gejala


Saat menjalani pemeriksaan, ibu hamil dapat dikatakan menderita
oligohidramnios bila memiliki kondisi sebagai berikut:

 Indeks cairan ketuban menunjukkan kadar cairan kurang dari 5 cm


pada akhir trimester kedua.
 Jumlah cairan ketuban kurang dari 500 ml ketika usia kehamilan
sudah mencapai 32–36 minggu.
 Gangguan plasenta
 Kelainan pada janin, misalnya kelainan genetik dan IUGR
 Kebocoran kantung ketuban, misalnya karena ketuban pecah dini
 Persalinan yang lewat dari tanggal perkiraan
 Penyakit tertentu, seperti diabetes dan hipertensi
 Dehidrasi

4. Pathofisiologi
Pecahnya membran adalah penyebab paling umum dari
oligohidramnion. Namun, tidak adanya produksi urine janin atau
penyumbatan pada saluran kemih janin dapat juga menyebabkan
oligohidramnion. Janin yang menelan cairan amnion, yang terjadi secara
fisiologis, juga mengurangi jumlah cairan. Beberapa keadaan yang dapat
menyebabkan oligohidramnion adalah kelainan kongenital, Pertumbuhan
Janin Terhambat (PJT), ketuban pecah, kehamilan postterm, insufiensi
plasenta dan obatobatan (misalnya dari golongan antiprostaglandin).
Kelainan kongenital yang paling sering menimbulkan oligohidramnion
adalah kelainan sistem saluran kemih dan kelainan kromosom
(Prawirohardjo, 2010). Pada insufisiensi plasenta oleh sebab apapun akan
menyebabkan hipoksia janin. Hipoksia janin yang berlangsung kronik
akan memicu mekanisme redistribusi darah. Salah satu dampaknya adalah
terjadi penurunan aliran darah ke ginjal, produksi urin berkurang dan
terjadi oligohidramnion (Prawirohardjo, 2010).
a. Penyumbat pada Membrane ketuban
saluran kemih janin pecah
b. Janin menelan cairan
amnion

Oligohidrotamnion

Bayi Ibu

a. Kelainan kongenital Hipoksia janin Insufisiensi KPD


plaasenta
b. PJT (Pertumbuhan
Janin Terhambat) a. Terjadi penurunan
aliran darah ke ginjal
b. Produksi urin
berkurang

Oligohidrotamnion
5. Pemeriksaan Penunjang

Pasien ketuban pecah dini (KPD) akan mengeluhkan keluarnya


cairan dari vagina yang terus menerus mengalir tanpa adanya kontraksi
abdomen. Pasien juga dapat mengeluhkan sensasi basah dari vagina dan
terasa sulit untuk berhenti berkemih. Perlu ditanyakan keberadaan darah
yang ikut keluar dari vagina, riwayat berhubungan seks, serta demam.
Penting juga untuk ditanyakan mengenai riwayat kehamilan, termasuk di
dalamnya hari pertama haid terakhir pasien, riwayat antenatal care, dan
hasil USG sebelumnya sehingga usia gestasi dapat diestimasi.

6. Tindakan Umum yang harus di Lakukan

Beberapa Langkah Penanganan Oligohidramnios

Penanganan oligohidramnios tergantung pada kondisi bayi, usia


kehamilan, dan ada atau tidaknya komplikasi selama kehamilan. Untuk
menangani oligohidramnios, dokter dapat melakukan beberapa
penanganan berikut ini:

a. Pemantauan berkala

Agar dapat terpantau lebih ketat, dokter biasanya akan menyarankan


ibu hamil yang menderita oligohidramnios untuk menjalani
pemeriksaan kandungan dan USG lebih sering dari jadwal pada
umumnya.

b. Minum lebih banyak air putih

Ibu hamil dengan oligohidramnios biasanya akan dianjurkan untuk


minum air putih lebih banyak agar jumlah cairan ketuban bisa
bertambah. Jika ibu hamil sulit makan dan minum atau berisiko
mengalami dehidrasi, dokter mungkin akan memberikan terapi cairan
melalui infus.

c. Induksi persalinan
Induksi persalinan atau merangsang persalinan biasanya dilakukan
jika usia kehamilan sudah mendekati waktu perkiraan kelahiran bayi.

Terkadang, dokter juga akan melakukan induksi persalinan pada ibu


hamil dengan oligohidramnios yang memiliki kondisi tertentu, seperti
preeklampsia, atau jika pertumbuhan janin di dalam kandungan
terhambat.

d. Induksi ketuban

Metode ini dilakukan dengan cara mengalirkan cairan ketuban buatan


melalui kateter atau selang khusus yang dimasukkan ke dalam rahim.
Langkah penanganan ini bisa dilakukan jika cairan ketuban tak
kunjung bertambah atau janin berisiko mengalami lilitan tali pusat.

e. Operasi caesar

Jika persalinan secara normal tidak memungkinkan atau terjadi


kondisi gawat janin, dokter kandungan mungkin akan
melakukan operasi caesar untuk mengeluarkan janin.
Dengan pemeriksakan kandungan secara teratur, kondisi
oligohidramnios dapat dideteksi lebih dini, sehingga penanganan
dapat segara dilakukan oleh dokter kandungan. Pada sebagian kasus,
ibu hamil yang menderita oligohidramnios bisa melahirkan bayi yang
sehat. Namun, risiko janin mengalami gangguan kesehatan akan tetap
tinggi apabila kondisi ini tidak ditangani sejak dini.
C. Web of Caution Prematuritas

Faktor Ibu Factor Plasenta Factor Janin

Dinding otot Rahim bagian bawah lemah

Bayi lahir premature (BBLR/berat badan <2500 gram)

Premukaaan tubuh Jaringan lemak Penurunan daya Organ tubuh belum


relative lebih luas subkutan lebih tahan tubuh berfungsi dengan baik
tipis
Pemaparan dengan Resiko infeksi
suhu luar Kekurangan (SDKI, 0141) Hati Paru-paru Otak
cadangan energi
Kehilangan panas Hiperbirilub Pola Reflek
Malnutrisi in nafas manalan
tidak belum
Resiko Hipotermia Resiko ikterik
efektif sempurna
(SDKI, 0139) Resiko deficit neonates (SDKI,
(SDKI,
nutrisi (SDKI, 0035)
0005)
0032)

Menyusui tidak
efektif (SDKI, 0029)
BAB III
ASUHAN KEPRAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas : nama, jenis kelamin, usia, tanggal lahir, usia, no. register, tanggal
masuk, tanggal pengkajian, diagnose medis, alamat, penanggung jawab.
2. Alasan masuk rumah sakit : Biasanya klien datang dengan keluhan cairan
keluar dari vagina, kram seperti menstruasi, sakit pada punggung bawah,
kontraksi setiap 10 menit, perdarahan vagina, dan air ketuban kurang dari
500 cc.
3. Keluhan utama : Biasanya klien mengeluh keluar cairan dari vagina, air
ketuban kurang dari 500 cc dan kontraksi setiap 10 menit.
4. Keluhan saat pengkajian :  Keluar cairan dari vagina
5. Riwayat penyakit terdahulu : -
6. Riwayat penyakit sebelunya : -
7. Riwayat penyakit keluarga : -
8. Pemeriksaan fisik : TD, N, RR, S, BB, TB, dan DJJ
9. Pemeriksaan penunjang : Darah lengkap
B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh.
2. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan reflek menelan belum sempurna.
3. Resiko deficit nutris berhubungan dengan organ tubuh belum berfungsi
dengan baik.

C. Intervensi Keperawatan
1. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh.
(Pencegahan infeksi, I.14539)
a. Monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik
b. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan
pasien
c. Pertahankan teknik aseptic pada pasien beresiko tinggi
d. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
e. Ajarkan cara cuci tangan dengan benar
f. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
g. Anjurkan meningkatkan asupan cairan
h. Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu

2. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan reflek menelan belum sempurna.


(Edukasi Menyusui, I.12393)
a. Identifikasi kesiapan dan menerima informasi
b. Identifikasi tujuan atau keinginan menyusui
c. Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
d. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
e. Berikan kesempatan untuk bertanya
f. Dukung ibu meningkatkan kepercayaan diri dalam menyusui
g. Libatkan system pendukung : suami, keluarga, tenaga kesehatan dan
masyarakat.
h. Berikan konseling menyusui
i. Jelaskan manfaat menyusui bagi ibu dan bayi
j. Ajarkan perawatan payudara anterpatum dengan mengopres dengan kapas
yang telah diberikan minyak kelapa
 
3. Resiko deficit nutris berhubungan dengan organ tubuh belum berfungsi
dengan baik. (Manejemen nutrisi, I.03119)
a. Identifikasi status nutrisi
b. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
c. Monitor asupan makanan
d. Monitor berat badan
e. Monitor hasil pemeriksaan
f. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
g. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
h. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
i. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori nutrien yang
di butuhkan, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, F. Gary., Leveno, kenneth j., Bloom, steven l., Spong, catherine y.,
Dashe, jodi s., Hoffman, barbara L., Casey, brian m. dan Sheffield, jeanne s.
(2014) Williams Obstetrics. 24th Edn. Jakarta: EGC

Figueroa, et al. (2020). Oligohydramnion: a Prospective Study of Fetal, Neonatal dan


Maternal Outcomes in Low-middle Income Countries. Reproduktive Health,
17(1), pp.19.

Myntti, T., Rahkonen, L., Nupponen, I., Pätäri-sampo, A. M., Sorsa, T., Juhila, J.,
Andersson, S., Paavonen, J., Stefanovic, V. (2017) ‘Amniotic Fluid Infection
In Preterm Pregnancies With Intact Membranes’. Hindawi Publishing
Corporation, 2017. Doi: 10.1155/2017/8167276.

Ningrum, Novalia Widya, Nurhamidi dan Yusti (2017) ‘Kejadian Persalinan


Prematur di Rsud Dr . H . Moch .’, 8(1), Pp. 149–157.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia,
Jakarta Selatan 12610.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia, Jakarta
Selatan 12610.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia,
Jakarta Selatan 12610.

World Health Organization. WHO Recommendations on Interventions to Improve


Preterm Birth Outcomes. World Health Organization; 2015.

World Health Organization. Preterm Birth. 2018. Available from :


https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/preterm-birth

Anda mungkin juga menyukai