Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU (KET) DI RUANG VK


IGD RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) PROVINSI
NUSA TENGGARA BARAT

Nama Mahasiswa : M. Busyairi Putra


NIM : 060 STYJ 21

I. Masalah Keperawatan
Kehamilan Ektopik Terganggu (KET).

II. Landasan Teori


A. Konsep Ektopik Terganggu (KET)
1. Pengertian
Istilah ektopik berasal dari bahasa Inggris ectopic, dengan akar
kata dari bahasa Yunani, topos yang berarti tempat. Jadi istilah ektopik
dapat diartikan “berada di luar tempat yang semestinya”. Apabila pada
kehamilan ektopik terjadi abortus atau pecah, dalam hal ini dapat
berbahaya bagi wanita hamil tersebut maka kehamilan ini disebut
kehamilan ektopik terganggu.
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi
di luar rongga uterus, tuba falopii merupakan tempat tersering untuk
terjadinya implantasi kehamilan ektopik, sebagian besar kehamilan
ektopik berlokasi di tuba, jarang terjadi implantasi pada ovarium,
rongga perut, kanalis servikalis uteri, tanduk uterus yang rudimenter
dan di vertikel pada uterus (Prawiroharjho, 2005).
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi
di luar rongga uterus. Tuba falopii merupakan tempat tersering untuk
terjadinya implantasi kehamilan ektopik (lebih besar dari 90%).
(Sarwono, 2002).
Kehamilan ektopik ialah kehamilan di tempat yang luar biasa.
Tempat kehamilan yang normal ialah di dalam kavum uteri. Kehamilan
ektopik dapat terjadi di luar rahim misalnya dalam tuba, ovarium atau
rongga perut, tetapi dapat juga terjadi di dalam rahim di tempat yang
luar biasa misalnya dalam serviks, pars interstitialis tuba atau dalam
tanduk rudimenter rahim. (FK UNPAD, 1984).
Kehamilan ektopik adalah implantasi dan pertumbuhan hasil
konsepsi di luar endometrium kavum uteri (Kapita Selekta Kedokteran,
2001).
Dari kedua difinisi di atas dapat disimpulkan kehamilan ektopik
adalah kehamilan dengan ovum yang dibuahi, berimplantasi dan
tumbuh tidak di tempat yang normal yakni dalam endometrium kavum
uteri.
2. Klasifikasi
Sarwono Prawirohardjo dan Cuningham masing-masing dalam
bukunya mengklasifikasikan kehamilan ektopik berdasarkan lokasinya
antara lain:
a. Tuba Fallopii
1) Pars-interstisialis.
2) Isthmus.
3) Ampula.
4) Infundibulum.
5) Fimbrae.
b. Uterus
1) Kanalis servikalis.
2) Divertikulum.
3) Kornu.
4) Tanduk rudimenter.
c. Ovarium
1) Intraligamenter.
c. Abdominal
1) Primer.
2) Sekunder.
d. Kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus.
3. Etiologi
Etiologi kehamilan ektopik terganggu telah banyak diselidiki,
tetapi sebagian besar penyebabnya tidak diketahui. Trijatmo
Rachimhadhi dalam bukunya menjelaskan beberapa faktor yang
berhubungan dengan penyebab kehamilan ektopik terganggu:
a. Faktor Mekanis
Hal-hal yang mengakibatkan terhambatnya perjalanan ovum
yang dibuahi ke dalam kavum uteri, antara lain:
1) Salpingitis, terutama endosalpingitis yang menyebabkan
aglutinasi silia lipatan mukosa tuba dengan penyempitan saluran
atau pembentukan kantong-kantong buntu. Berkurangnya silia
mukosa tuba sebagai akibat infeksi juga menyebabkan implantasi
hasil zigot pada tuba falopii.
2) Adhesi peritubal setelah infeksi pasca abortus/infeksi pasca nifas,
apendisitis, atau endometriosis, yang menyebabkan tertekuknya
tuba atau penyempitan lumen.
3) Kelainan pertumbuhan tuba, terutama di vertikulum, ostium
asesorius dan hipoplasi, namun ini jarang terjadi.
4) Bekas operasi tuba memperbaiki fungsi tuba atau terkadang
kegagalan usaha untuk memperbaiki patensi tuba pada sterilisasi.
5) Tumor yang merubah bentuk tuba seperti mioma uteri dan adanya
benjolan pada adneksia.
6) Penggunaan IUD.
b. Faktor Fungsional
1) Migrasi eksternal ovum terutama pada kasus perkembangan
duktus mulleri yang abnormal.
2) Refluks menstruasi.
3) Berubahnya motilitas tuba karena perubahan kadar hormon
estrogen dan progesteron.
4) Peningkatan daya penerimaan mukosa tuba terhadap ovum yang
dibuahi.
5) Hal lain seperti: riwayat KET dan riwayat abortus induksi
sebelumnya.
4. Patofisiologi
Tempat-tempat implantasi kehamilan ektopik antara lain:
ampula tuba (lokasi tersering, isthmus, fimbriae, pars interstisialis,
kornu uteri, ovarium, rongga abdomen, serviks dan ligamentum
kardinal. Zigot dapat berimplantasi tepat pada sel kolumnar tuba
maupun secara interkolumnar. Pada keadaan yang pertama, zigot
melekat pada ujung atau sisi jonjot, endosalping yang relatif sedikit
mendapat suplai darah, sehingga zigot mati dan kemudian direabsorbsi.
Pada implantasi interkolumnar, zigot menempel di antara dua
jonjot. Zigot yang telah bernidasi kemudian tertutup oleh jaringan
endosalping yang menyerupai desidua, yang disebut pseudokapsul. Villi
korialis dengan mudah menembus endosalping dan mencapai lapisan
miosalping dengan merusak integritas pembuluh darah di tempat
tersebut.
Selanjutnya, hasil konsepsi berkembang dan perkembangannya
tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: tempat implantasi,
ketebalan tempat implantasi, dan banyaknya perdarahan akibat invasi
trofoblas.
Seperti kehamilan normal, uterus pada kehamilan ektopikpun
mengalami hipertropi akibat pengaruh hormon estrogen dan
progesteron, sehingga tanda-tanda kehamilan seperti tanda hegar dan
Chadwick pun ditemukan. Endometrium berubah menjadi desidua,
meskipun tanpa trofoblas. Sel-sel epitel endometrium menjadi
hipertropik, hiperkromatik, intinya menjadi lobular dan sitoplasmanya
bervakuola. Perubahan selular demikian disebut sebagai reaksi Arias-
Stella. Karena tempat pada implantasi pada kehamilan ektopik tidak
ideal untuk berlangsungnya kehamilan, suatu saat kehamilan akan
terkompromi.
Kemungkinan yang dapat terjadi pada kehamilan ektopik
adalah:
a. Hasil konsepsi mati dini dan direabsorbsi.
b. Abortus kedalam lumen tuba.
c. Ruptur dinding tuba.
5. Manifestasi Klinis
Gambaran klinik kehamilan ektopik sangat bervariasi tergantung
dari ada tidaknya ruptur. Triad klasik dari kehamilan ektopik adalah
nyeri, amenorrhea, dan perdarahan pervaginam. Pada setiap pasien
wanita dalam usia reproduktif, yang datang dengan keluhan amenorrhea
dan nyeri abdomen bagian bawah, harus selalu dipikirkan kemungkinan
terjadinya kehamilan ektopik.
Selain gejala-gejala tersebut, pasien juga dapat mengalami
gangguan vasomotor berupa vertigo atau sinkop; nausea, payudara
terasa penuh, fatigue, nyeri abdomen bagian bawah, dan dispareuni.
Dapat juga ditemukan tanda iritasi diafragma bila perdarahan
intraperitoneal cukup banyak, berupa kram yang berat dan nyeri pada
bahu atau leher, terutama saat inspirasi.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan nyeri tekan pelvis,
pembesaran uterus, atau massa pada adneksa. Namun tanda dan gejala
dari kehamilan ektopik harus dibedakan dengan appendisitis,
salpingitis, ruptur kista korpus luteum atau folikel ovarium. Pada
pemeriksaan vaginal, timbul nyeri jika serviks digerakkan, kavum
Douglas menonjol dan nyeri pada perabaan.
Pada umumnya pasien menunjukkan gejala kehamilan muda,
seperti nyeri di perut bagian bawah, vagina uterus membesar dan
lembek, yang mungkin tidak sesuai dengan usia kehamilan. Tuba yang
mengandung hasil konsepsi menjadi sukar diraba karena lembek.
Nyeri merupakan keluhan utama. Pada ruptur, nyeri terjadi
secara tiba-tiba dengan intensitas tinggi disertai perdarahan, sehingga
pasien dapat jatuh dalam keadaan syok. Perdarahan per vaginam
menunjukkan terjadi kematian janin.
Amenorrhea juga merupakan tanda penting dari kehamilan
ektopik. Namun sebagian pasien tidak mengalami amenorrhea karena
kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya.
6. Tanda dan Gejala
a. Tanda:
1) Nyeri abdomen bawah atau pelvis, disertai amenorrhea atau
spotting atau perdarahan vaginal.
2) Menstruasi abnormal.
3) Abdomen dan pelvis yang lunak.
4) Perubahan pada uterus yang dapat terdorong ke satu sisi oleh
massa kehamilan, atau tergeser akibat perdarahan. Dapat
ditemukan sel desidua pada endometrium uterus.
5) Penurunan tekanan darah dan takikardi bila terjadi hipovolemi.
6) Kolaps dan kelelahan.
7) Pucat.
8) Nyeri bahu dan leher (iritasi diafragma).
9) Nyeri pada palpasi, perut pasien biasanya tegang dan agak
gembung.
10) Gangguan kencing: kadang-kadang terdapat gejala besar kencing
karena perangangan peritoneum oleh darah di dalam rongga
perut.
11) Pembesaran uterus: pada kehamilan ektopik uterus membesar
juga karena pengaruh hormon-hormon kehamilan tapi pada
umumnya sedikit lebih kecil dibandingkan dengan uterus pada
kehamilan intrauterin yang sama umurnya.
12) Nyeri pada toucher: terutama kalau serviks digerakkan atau pada
perabaan cavum Douglas (nyeri digoyang).
13) Tumor dalam rongga panggul: dalam rongga panggul teraba
tumor lunak kenyal yang disebabkan kumpulan darah di tuba dan
sekitarnya.
14) Perubahan darah: dapat diduga bahwa kadar haemoglobin turun
pada kehamilan tuba yang terganggu, karena perdarahan yang
banyak ke dalam rongga perut.
b. Gejala:
1) Nyeri
Nyeri panggul atau perut hampir terjadi hampir 100%
kasus kehamilan ektopik. Nyeri dapat bersifat unilateral atau
bilateral, terlokalisasi atau tersebar.
2) Perdarahan
Dengan matinya telur desidua mengalami degenerasi dan
nekrosis dan dikeluarkan dengan perdarahan. Perdarahan ini pada
umumnya sedikit, perdarahan yang banyak dari vagina harus
mengarahkan pikiran kita ke abortus biasa. Perdarahan abnormal
uterin, biasanya membentuk bercak. Biasanya terjadi pada 75%
kasus.
3) Amenorrhea:
Hampir sebagian besar wanita dengan kehamilan ektopik
yang memiliki berkas perdarahan pada saat mereka mendapatkan
menstruasi, dan mereka tidak menyadari bahwa mereka hamil.
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan air seni dapat dilakukan untuk mengetahui
kehamilan seseorang, sedangkan untuk mengetahui kehamilan ektopik
seorang dokter dapat melakukan:
a. Laboratorium
1) Hematokrit
Tergantung pada populasi dan derajat perdarahan
abdominal yang terjadi.
2) Sel Darah Putih
Sangat bervariasi dan tidak jarang terlihat adanya
leukositosis. Leoukosit 15.000/mm3.  Laju endap darah meningkat.
3) Tes Kehamilan
Pada kehamilan ektopik hampir 100% menunjukkan
pemeriksaan β-hCG positif. Pada kehamilan intrauterin,
peningkatan kadar β-hCG meningkat 2 kali lipat setiap dua hari,
2/3 kasus kehamilan ektopik menunjukkan adanya peningkatan
titer serial hCG yang abnormal, dan 1/3 sisanya menunjukkan
adanya peningkatan titer hCG yang normal. Kadar hormon yang
rendah  menunjukkan adanya suatu masalah seperti kehamilan
ektopik.
b. Pemeriksaan Penunjang/Khusus
Setelah 24 jam dan jumlah sel darah merah dapat meningkat.
1) Pemeriksaan Ultrosonografi (USG)
Pemeriksaan ini dapat menggambarkan isi dari rahim
seorang wanita. Pemeriksaan USG dapat melihat dimana lokasi
kehamilan seseorang, baik di rahim, saluran tuba, indung telur,
maupun di tempat lain.
Hasil USG:
a. Tidak ada kantung kehamilan dalam kavum uteri.
b. Adanya kantung kehamilan di luar kavum uteri.
c. Adanya massa kompleks di rongga panggul.
2) Laparoskopi: peranan untuk menegakkan diagnosa kehamilan
ektopik sudah diganti oleh USG.
3) Laparotomi: harus dilakukan pada kasus kehamilan ektopik
terganggu dengan gangguan hemostasis (tindakan diagnostik dan
definitif).
4) Kuldosintesis: memasukkan jarum ke dalam cavum Douglas
transvaginal untuk menentukan ada atau tidak adanya darah
dalam cavum Douglas. Tindakan ini tidak perlu dikerjakan bila
diagnosa adanya perdarahan intraabdominal sudah dapat
ditegakkan dengan cara pemeriksaan lain.
8. Penatalaksanaan
Penanganan kehamilan ektropik pada umumnya adalah
laparotomi. Dalam tindakan demikian, beberapa hal harus diperhatikan
dan dipertimbangkan, yaitu sebagai berikut:
a. Kondisi ibu pada saat itu.
b. Keinginan ibu untuk mempertahankan fungsi reproduksinya.
c. Lokasi kehamilan ektopik.
d. Kondisi anatomis organ pelvis.
e. Kemampuan teknik bedah mikro dokter.
f. Kemampuan teknologi fertilasi in vitro setempat.
g. Hasil pertimbangan ini menentukan apakah perlu di lakukan
salpingektomi pada kehamilan tuba atau dapat dilakukan
pembedahan konservatif. Apakah kondisi ibu buruk, misalnya dalam
keadaan syok, lebih baik di lakukan salpingektomi. Pada kasus
kehamilan ektopik di pars ampularis tuba yang belum pecah
biasanya ditangani dengan menggunakan kemoterapi untung
menghindari tindakan pembedahan.
Karena kehamilan ektopik dapat mengancam nyawa, maka
deteksi dini dan pengakhiran kehamilan adalah tatalaksana yang
disarankan. Pengakhiran kehamilan dapat dilakukan melalui:
a. Obat-obatan
Dapat diberikan apabila kehamilan ektopik diketahui sejak
dini. Obat yang digunakan adalah methotrexate (obat anti kanker).
b. Operasi
Untuk kehamilan yang sudah berusia lebih dari beberapa
minggu, operasi adalah tindakan yang lebih aman dan memiliki
angka keberhasilan lebih besar daripada obat-obatan. Apabila
memungkinkan, akan dilakukan operasi laparaskopi.
Bila diagnosa kehamilan ektopik sudah ditegakkan, terapi
definitif adalah pembedahan:
1) Laparotomi: eksisi tuba yang berisi kantung kehamilan (salfingo-
ovarektomi) atau insisi longitudinal pada tuba dan dilanjutkan
dengan pemencetan agar kantung kehamilan keluar dari luka
insisi dan kemudian luka insisi dijahit kembali.
2) Laparoskopi: untuk mengamati tuba falopii dan bila mungkin
lakukan insisi pada tepi superior dan kantung kehamilan dihisap
keluar tuba.
c. Bila tuba tidak pecah dengan ukuran kantung kehamilan kecil serta
kadar β-hCG rendah maka dapat diberikan injeksi methotrexate ke
dalam kantung gestasi dengan harapan bahwa trofoblas dan janin
dapat diabsorbsi atau diberikan injeksi methrotexate 50 mg/m3
intramuskuler.
d. Syarat pemberian methrotexate pada kehamilan ektopik:
1) Ukuran kantung kehamilan.
2) Keadaan umum baik (hemodynamically stabil).
3) Tindak lanjut (evaluasi) dapat dilaksanakan dengan baik.
9. Komplikasi
Komplikasi kehamilan ektopik dapat terjadi sekunder akibat
kesalahan diagnosis, diagnosis yang terlambat, atau pendekatan
tatalaksana. Kegagalan penegakan diagnosis secara cepat dan tepat
dapat mengakibatkan terjadinya ruptur tuba atau uterus, tergantung
lokasi kehamilan, dan hal ini dapat menyebabkan perdarahan masif,
syok, DIC, dan kematian.
Komplikasi yang timbul akibat pembedahan antara lain adalah
perdarahan, infeksi, kerusakan organ sekitar (usus, kandung kemih,
ureter, dan pembuluh darah besar). Selain itu ada juga komplikasi
terkait tindakan anestesi.

III. Konsep Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
1. Identitas
Identitas meliputi nama, umur, alamat, tempat dan tanggal lahir,
pendidikan, suku, agama, nomor RM, diagnosa medis, jenis kelamin,
dan identitas keluarga yang bertanggung jawab.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Keluarga mengatakan badan bayi berwarna kuning.
b. Riwayat Kelahiran
1) Ketuban pecah dini, kesukaran kelahiran dengan manipulasi
berlebihan merupakan predisposisi terjadinya infeksi.
2) Pemberian obat anestesi, analgesik yang berlebihan akan
mengakibatkan gangguan nafas (hipoksia), asidosis yang akan
menghambat konjugasi bilirubin.
3) Bayi dengan APGAR Score rendah memungkinkan terjadinya
(hipoksia), asidosis yang akan menghambat konjugasi bilirubin.
4) Kelahiran prematur berhubungan juga dengan prematuritas organ
tubuh (hepar).
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Tanyakan kepada keluarga apakah ada anggota keluarga yang
pernah sakit, baik penyakit menular maupun penyakit menurun.
d. Riwayat Tumbuh Kembang
1) Prenatal
Ditanyakan apakah ibu ada masalah asupan alkohol atau
obat-obatan selama kehamilan.
2) Natal
Ditanyakan kepada ibu apakah ada penyulit selama
persalinan, lahir prematur, berat badan lahir rendah (BBLR).
3) Postnatal
Ditanyakan apakah setelah lahir langsung diberikan
imunisasi atau tidak.
e. Riwayat Imunisasi
Tanyakan pada keluarga apakah bayi mendapat imunisasi
setelah lahir.
f. Pemeriksaan Fisik
1) Aktivitas dan istirahat: letargi, malas.
2) Sirkulasi: pucat, menandakan anemia.
3) Eliminasi: bising usus hipoaktif, vasase mekonium mungkin
lambat, feses mungkin lunak atau coklat kehijauan selama
pengeluaran bilirubin, urine berwarna gelap.
4) Makanan dan cairan: riwayat pelambatan/makanan oral buruk.
5) Abdomen: dapat menunjukkan pembesaran limpa, hepar.
6) Neurosensori:
a) Chepalohaematoma besar mungkin terlihat pada satu atau
kedua tulang parietal yang berhubungan dengan trauma
kelahiran.
b) Oedema umum, hepatosplenomegali atau hidrops fetalis,
mungkin ada dengan inkompathabilitas Rh.
c) Kehilanga refleks moro, mungkin terlihat.
d) Opistotonus, dengan kekakuan lengkung punggung, menangis
lirih, aktivitas kejang.
7) Pernafasan: krekels (oedema pleura)
8) Keamanan: riwayat positif infeksi atau sepsis neonatus, ekimosis
berlebihan, petekie, perdarahan intrakranial, dapat tampak ikterik
pada awalnya pada wajah dan berlanjut pada bagian distal tubuh.
9) Seksualitas: mungkin praterm, bayi kecil usia untuk gestasi
(SGA), bayi dengan letardasio pertumbuhan intra uterus (IUGR),
bayi besar untuk usia gestasi (LGA) seperti bayi dengan ibu
diabetes, terjadi lebih sering pada bayi pria daripada bayi wanita.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan perdarahan yang lebih
banyak pada uterus.
2. Defisit volume cairan yang berhubungan dengan ruptur pada lokasi
implantasi, perdarahan.
3. Nyeri yang berhubungan dengan ruptur tuba fallopii, perdarahan
intraperitonial.
4. Kelemahan berhubungan dengan banyaknya darah yang keluar saat
perdarahan.
5. Berduka berhubungan dengan kematian janin.
6. Ansietas berhubungan dengan proses akan dilakukannya pembedahan.
7. Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan kurang pemahaman
atau tidak mengenal sumber-sumber informasi.

Diagnosa Post Operasi


1. Nyeri akut berhubungan dengan diskontinuitas jaringan kulit sekunder
akibat laparotomi.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan luka operasi dan pemasangan alat-
alat perawatan.

C. Intervensi Keperawatan
No
Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
.
1. Perubahan perfusi Setelah diberikan Awasi tanda vital, kaji Memberikan informasi
jaringan asuhan keperawatan pengisian kapiler, warna tentang
berhubungan selama …x jam kulit atau membran derajat/keadekuatan
dengan perdarahan diharapkan pasien mukosa dan dasar kuku. perfusi jaringan dan
yang lebih banyak mampu membantu
pada uterus. mendemonstrasikan menentukan kebutuhan
perfusi yang adekuat intervensi.
secara individual
dengan kriteria hasil: Kaji respon verbal Dapat
kulit hangat dan kering, melambat, mudah mengindikasikan
ada nadi perifer/kuat, terangsang, agitasi, gangguan funsi
tanda vital dalam batas gangguan memori, serebral karena
normal, pasien bingung. hipoksia atau
sadar/berorientasi, defisiensi vitamin B12.
keseimbangan
pemasukan/pengeluaran, Fase konstriksi (organ
tidak ada edema. Catan keluhan rasa vital) menurunkan
dingin. Pertahankan suhu sirkulasi perifer.
lingkungan dan tubuh Kenyamanan pasien
hangat sesuai indikasi. atau kebutuhan rasa
hangat harus seimbang
dengan kebutuhan
untuk menghindari
panas berlebihan
pencetus fasodilatasi
(penurunan perfusi
organ).

Meningkatkan jumlah
Kolaborasi: sel pembawa oksigen;
Berikan SDM yang memperbaiki
lengkap/packed, produk defisiensi untuk
darah sesuai indikasi. menurunkan risiko
Awasi ketat untuk perdarahan.
komplikasi tranfusi. Memaksimalkan
transfer oksigen ke
Berikan oksigen jaringan.
tambahan sesuai indikasi.
2. Defisit volume Setelah diberikan Awasi tekanan darah dan Perubahan dapat
cairan yang asuhan keperawatan frekuensi jantung. menunjukkan efek
berhubungan selama …x jam hipovolemik
dengan ruptur pada diharapkan pasien (perdarahan/dehidrasi).
lokasi implantasi menunjukkan volume
sebagai efek dari cairan yang adekuat Evaluasi turgor kulit, Indikator langsung
tindakan dengan kriteria hasil: pengisian kapiler dan status cairan/hidrasi.
pembedahan. tanda vital stabil, nadi kondisi umum membran
teraba, haluaran urine, mukosa.
berat jenis dan pH
dalam batas normal. Catat respon fisiologis Simtomatologi dapat
individual pasien berguna dalam
terhadap perdarahan mengukur berat/
misalnya: perubahan lamanya episode
mental, kelemahan, perdarahan.
gelisa, ansietas, pucat, Memburuknya gejala
berkeringat, takipnea, dapat menujukkan
peningkatan suhu. berlanjutnya
perdarahan atau tidak
adekuatnya
penggantian cairan.

Pertahankan pencatatan Potensial kelebihan


akurat sub total tranfusi cairan
cairan/darah selama terapi khususnya bila volume
penggantian. tambahan diberikan
sebelum tranfusi
darah.

Kolaborasi: Mempertahankan
Berikan cairan Iv sesuai keseimbangan
indikasi. cairan/elektrolit pada
tak adanya pemasukan
melalui oral;
menurunkan risiko
komplikasi ginjal.

Memberikan SDM, Memperbaiki/


trombosit, dan faktor menormalkan jumlah
pembekuan. SDM dan kapasitas
pembawa oksigen
untuk memperbaiki
anemi, berguna untuk
mencegah/ mengobati
perdarahan.
3. Nyeri yang Setelah diberikan Tentukan sifat, lokasi, Membantu dalam
berhubungan asuhan keperawatan dan dirasi nyeri. Kaji mendiagnosis dan
dengan ruptur tuba selama …x jam pasien kontraksi uterus, menentukan tindakan
fallopii, perdarahan dapat perdarahan, atau nyeri yang akan dilakukan.
intraperitonial. mendemonstrasikan tekan abdomen. Ketidaknyamanan
teknik relaksasi, tanda- dihubungkan dengan
tanda vital dalam batas aborsi spontan dan
normal, tidak meringis. molahidatidosa karena
kontraksi uterus yang
mungkin diperberat
oleh infus oksitosin.
Ruptur kehamilan
ektopik
mengakibatkan nyeri
hebat karena hemoragi
yang tersembunyi saat
tuba fallopii rupture ke
dalam abdomen.

Kaji stres psikologi ibu Ansietas sebagai


atau pasangan dan respon respon terhadap situasi
emosional terhadap darurat dapat
kejadian. memperberat
ketidaknyamanan
karena sindrom
ketegangan, ketakutan
dan nyeri.

Berikan lingkungan yang Dapat membantu


tenang dan aktifitas untuk dalam menurunkan
menurunkan rasa nyeri. tigkat nyeri dan
Instruksikan klien untuk karenanya mereduksi
menggunakan metode ketidaknyamanan.
relaksasi misalnya nafas
dalam, visualisasi
distraksi dan jelaskan
prosedur.
Kolaborasi: Meningkatkan
Berikan narkotik atau kenyamanan,
sedatif berikut obat-obat menurunkan risiko
praoperatif bila prosedur komplikasi
pembedahan pembedahan.
diindikasikan.

Siapkan untuk prosedur Tindakan terhadap


bedah bila terdapat penyimpangan dasar
indikasi. akan menghilangkan
nyeri.
4. Intoleransi aktivitas Setelah diberikan Kaji kemampuan pasien Mempengaruhi
berhubungan asuhan keperawatan untuk melakukan tugas, pemilihan intervensi/
dengan kelemahan selama …x jam catat laporan kelelahan, bantuan.
dan banyaknya diharapkan pasien keletihan, dan kesulitan
darah yang keluar mampu melaporkan dalam menyelesaikan
saat perdarahan. peningkatan toleransi tugas.
aktivitas dan
menunjukkan penurunan Awasi tekanan darah, Manifestasi kardio
tanda fisiologis pernapasan dan nadi pulmonal dari upaya
intoleransi dengan selama dan sesudah jantung dan paru untuk
kriteria hasil: tanda vital aktivitas. Catat respon membawa jumlah
masih dalam rentang terhadap aktivitas (misal oksigen adekuat ke
normal. peningkatan denyut jaringan.
jantung atau tekanan
darah, disritmia, pusing,
dipsnea, takipnea, dan
sebagainya).

Berikan lingkungan Meningkatkan istirahat


tenang, pertahankan tirah untuk menurunkan
baring bila diindikasikan. kebutuhan oksigen
Pantau dan batasi tubuh dan menurunkan
pengunjung, telepon, dan regangan jantung dan
gangguan berulang paru.
tindakan yang tak
direncanankan.

Ubah posisi pasien Hipotensi postural atau


dengan perlahan dan hipoksia serebral dapat
pantau terhadap pusing. menyebabkan pusing,
berdenyut, dan
peningkatan risiko
cedera.

Rencanakan kemajuan Meningkatkan secara


aktivitas dengan pasien bertahap tingkat
termasuk aktivitas yang aktivitas sampai
pasien pandang perlu. normal dan
Tingkatkan tingkat memperbaiki tonus
aktivitas sesuai toleransi. otot/stamina tanpa
kelemahan.

Gunakan teknik Mendorong pasien


penghematan energi misal untuk melakukan
mandi dengan duduk, banyak dengan
duduk untuk melakukan membatasi
tugas-tugas. penyimpangan energi
dan mencegah
kelemahan.
5. Berduka Seteleh diberikan Berikan lingkungan yang Kemampuan
berhubungan asuhan keperawatan terbuka dimana pasien komunikasi terapeutik
dengan kematian selama …x jam merasa bebas untuk dapat seperti aktif
janin. diharapkan pasien mendiskusikan perasaan mendengarkan, diam,
menunjukkan rasa dan masalah secara selalu bersedia, dan
pergerakan ke arah realistis. pemahaman dapat
resolusi dari rasa duka memberikan pasien
dan harapan untuk masa kesempatan untuk
depan. berbicara secara bebas
dan berhadapan
dengan
perasaan/kerugian
aktual.

Identifikasi rasa duka Kecermatan akan


(seperti penyangkalan, memberikan pilihan
marah, tawar menawar, intervensi yang sesuai
depresi, dan penerimaan). pada waktu individu
menghadapi rasa duka
dslam berbagai cara
yang berbeda.

Identifikasi dan solusi Mungkin dibutuhkan


pemecahan masalah tambahan bantuan
untuk keberadaan respon- untuk berhadapan
respon fisik misalnya: dengan aspek-aspek
makan, tidur, tingkat fisik dari rasa berduka.
aktifitas, dan hasrat
seksual.

Dengarkan dengan aktif Proses berduka tidak


pandangan pasien dan berjalan dalam cara
selalu sedia untuk yang teratur, tetapi
membantu jika fluktuasinya dengan
diperlukan. berbagai aspek dari
berbagai tingkat yang
muncul pada suatu
kesempatan atau pada
kesempatan yang lain.
Jika prosesnya bersifat
disfungsional atau
perpanjangan
intervensi yang lebih
agresif mungkin
dibutuhkan untuk
mempermudah proses.

Kolaborasi: Mungkin dibutuhkan


Rujuk pada sumber- bantuan tambahan
sember lainnya misalnya untuk mengatasi rasa
konseling psikoterapi duka membuat rencana
sesuai petunjuk. dan menghadapi masa
depan.
6. Ansietas Setelah diberikan Pertahankan hubungan Menjamin bahwa
berhubungan asuhan keperawatan yang sering dengan pasien tidak akan
dengan proses akan selama …x jam pasien. Berbicara dan sendiri atau
dilakukannya diharapkan cemas berhubungan dengan ditelantarkan:
pembedahan. pasien berkurang pasien. menunjukkan rasa
dengan kriteria hasil: menghargai, dan
pasien tampak tenang, menerima orang
pasien tidak gelisah, tersebut, membantu
menunjukkan meningkatkan rasa
kemampuan untuk percaya.
menghadapi masalah.
Berikan informasi akurat Dapat mengurangi
dan konsisten mengenai ansietas dan
prognosis. Hindari ketidakmampuan
argumentasi mengenai pasien untuk membuat
persepsi pasien terhadap keputusan/pilhan
situasi tersebut. berdasarkan realita.

Waspada terhadap tanda- Pasien mungkin akan


tanda penolakan/depresi, menggunakan
misal: menarik diri, mekanisme bertahan
marah, ucap-ucapan yang dengan penolakan dan
tidak tepat. Tentukan terus berharap bahwa
timbulnya ide bunuh diri diagnosanya tidak
dan kaji potensialnya akurat. Rasa bersalah
pada skala 1-10. dan tekanan spiritual
mungkin akan
menyebabkan pasien
menarik diri dan
percaya bahwa bunuh
diri adalah suatu
alternatif.

Berikan lingkungan Membantu pasien


terbuka dimana pasien untuk merasa diterima
akan merasa aman untuk pada kondisi sekarang
mendiskusikan perasaan tanpa perasaan
atau menahan diri untuk dihakimi dan
berbicara. meningkatkan persaan
harga diri dan kontrol.

Izinkan pasien untuk Penerimaan perasaan


merefleksikan rasa akan membuat pasien
marah, takut, putus asa dapat menerima
tanpa konfrontasi. situasi.
Berikan informasi bahwa
perasaannya adalah
normal dan perlu
diekspresikan.
7. Kurangnya Seteleh diberikan Menjelaskan tindakan dan Memberikan
pengetahuan yang asuhan keperawatan rasional yang ditentukan informasi,
berhubungan selama …x jam pasien untuk kondisi hemoragi. menjelaskan kejelasan
dengan kurang berpartisipasi dalam konsep pemikiran ibu
pemahaman atau proses belajar, mengenai prosedur
tidak mengenal mengungkapkan dalam yang akan dilakukan
sumber-sumber istilah sederhana dan menurunkan stres
informasi. mengenai patofisiologi yang berhubungan
dan implikasi klinis. dengan prosedur yang
diberikan.

Berikan kesempatan bagi Memberikan


ibu untuk mengajukan klarifikasi dari konsep
pertanyaan dan yang salah, identifikasi
mengungkapkan masalah-masalah dan
kesalahan konsep. kesempatan untuk
memulai
mengembangkan
ketrampilan
penyesuaian atau
koping.

Diskusikan kemungkinan Memberikan informasi


komplikasi jangka pendek tentang kemungkinan
pada ibu/janin dari komplikasi dan
keadaan perdarahan. meningkatkan harapan
realitas dan kerjasama
dengan aturan
tindakan.

Tinjau ulang komplikasi Ibu dengan kehamilan


jangka panjang terhadap ektopik dapat
situasi yang memerlukan memahami kesulitan
evaluasi dan tindakan mempertahankan
tambahan. setelah pengankatan
tuba atau ovarium
yang sakit.
8. Nyeri akut Setelah diberikan asuhan Tentukan karakteristik Menentukan tindak
berhubungan keperawatan selama….x dan lokasi nyeri, lanjut intervensi.
dengan jam pasien dapat perhatikan isyarat verbal
diskontinuitas mendemonstrasikan dan nonverbal.
jaringan kulit teknik relaksasi, tanda-
sekunder akibat tanda vital dalam batas Pantau tekanan darah, Nyeri dapat
laparotomi. normal, tidak meringis. nadi dan pernafasan. menyebabkan gelisah
serta tekanan darah
meningkat, nadi,
pernafasan meningkat.

Kaji stres psikologis ibu Ansietas sebagai


dan respon emosional respon terhadap situasi
terhadap kejadian. dapat memperberat
ketidaknyamanan
karena sindrom
ketegangan dan nyeri.

Terapkan teknik Mengalihkan perhatian


distraksi. dari rasa nyeri.

Ajarkan teknik relaksasi Relaksasi mengurangi


(napas dalam) dan ketegangan otot-otot
sarankan ntuk sehingga mengurangi
mengulangi bila merasa penekanan dan nyeri.
nyeri.

Beri dan biarkan pasien Mengurangi


posisi yang paling ketegangan area nyeri.
nyaman.

Kolaborasi: Analgetik akan


Pemberian analgetik. mencapai pusat rasa
nyeri dan
menimbulkan
penghilangan nyeri.
9. Resiko infeksi Setelah diberikan asuhan Kaji adanya tanda-tanda Menentukan tindak
berhubungan keperawatan selama …x infeksi. lanjut intervensi.
dengan luka operasi jam, diharapkan infeksi
dan pemasangan tidak terjai dengan Ukur tanda-tanda vital. Untuk mendeteksi
alat-alat perawatan. kriteria hasil: secara dini gejala awal
Dolor (-) terjadinya infeksi.
Rubor (-)
Tumor (-) Observasi tanda-tanda Deteksi dini terhadap
Kalor (-) infeksi. infeksi akan
Fungsiolaesa (-) mempermudah dalam
penanganan.
         
Lakukan perawatan luka Menurunkan
dengan menggunakan terjadinya resiko
teknik septik dan aseptik. infeksi dan penyebaran
bakteri.

Observasi luka insisi. Memberikan deteksi


dini terhadap infeksi
dan perkembangan
luka.

Kolaborasi: Mencegah terjadinya


Berikan antibiotik sesuai infeksi.
indikasi.

D. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan implementasi keperawatan yang akan diberikan
dilakukan dengan mengacu pada rencana tindakan/intervensi keperawatan
yang telah ditetapkan/dibuat dengan mencantumkan waktu pelaksanaan
dan respon klien (Doenges, 2015).

E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah pengukuran dari keberhasilan rencana keperawatan
dalam memenuhi kebutuhan klien. Tahap evaluasi merupakan kunci
keberhasilan dalam menggunakan proses keperawatan. Evaluasi
keperawatan dilakukan untuk menilai apakah masalah keperawatan telah
teratasi, tidak teratasi, atau teratasi sebagian dengan mengacu pada kriteria
evaluasi (Doenges, 2015).
DAFTAR PUSTAKA

Cloherty, J. P., Eichenwald, E. C., Stark, A. R. (2016). Neonatal


Hyperbilirubinemia in Manual of Neonatal Care. Philadelphia:
Lippincort Williams and Wilkins.

Doenges, M. (2015). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian. Jakarta: EGC.

Manuaba, I. (1998). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan Keluarga


Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.

NANDA. (2015). Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi. Yogyakarta:


Mediaction.
Prawirohardjo, S. (2006). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.

Yuliaikhah, L. T. (2009). Seri Asuhan Kebidanan Kehamilan. Jakarta: EGC.

Yulianingsih, M. A. (2009). Asuhan Kegawatdaruratan dalam Kebidanan.


Jakarta: Trans-Info Media.

Anda mungkin juga menyukai