MASTITIS
KELOMPOK 1 :
- GUNAWAN (2020206203213p)
- MUNIA (2020206203420p)
FAKULTAS KESEHATAN
1
Universitas Muhammadiyah Pringsewu
BAB I
PENDAHULUAN
2
g. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari mastitis?
h. Bagaimana penatalaksanaan dari mastitis?
i. Bagaimana pencegahan mastitis?
j. Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan dengan diagnosa medis mastitis?
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Mastitis adalah suatu peradangan pada payudara yang disebabkan oleh kuman,
terutama Staphylococcus aureus melalui luka pada puting susu, atau melalui peredaran
darah (Norma D. & Dwi S, 2013). Sedangkan menurut Mansyur dan Dahlan (2014)
Mastitis adalah radang pada payudara yang terjadi pada masa nifas 1-3 minggu setelah
persalinan diakibatkan oleh sumbatan saluran ASI yang berkelanjutan. Bila mastitis
berlanjut, dapat terjadi abses payudara (Nugroho, 2011).
Menurut Mulyani (2013) mastitis adalah peradangan pada payudara. Payudara
menjadi merah, bengkak kadangkala diikuti rasa nyeri dan panas, suhu tubuh meningkat.
Di dalam terasa ada masa padat (lump) dan diluarnya kulit menjadi merah. Keadaan ini
disebabkan kurangnya ASI dihisap/dikeluarkan atau penghisapan yang tidak efektif.
Dapat juga karena kebiasaan menekan payudara dengan jari atau karena tekanan
baju/BH.
Mastitis adalah suatu peradangan payudara, yang dapat disertai atau tidak disertai
infeksi. Penyakit ini biasanya menyertai laktasi sehingga disebut juga mastitis laktasional
atau mastitis puerperalis. Dua penyebab utama mastitis adalah statis ASI dan infeksi.
Organisme yang paling sering ditemukan pada mastitis dan abses payudara adalah
organisme koagulase-positif Staphylococcus aureus dan Staph. albus. Mastitis paling
sering terjadi pada minggu kedua dan minggu ketiga pasca-kelahiran dengan sebagian
besar laporan menunjukkan bahwa 74% sampai 95% kasus terjadi dalam 12 minggu
pertama. Namun mastitis juga dapat terjadi pada setiap tahap laktasi, termasuk pada tahun
kedua (WHO, 2000).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa mastitis adalah
radang pada payudara yang disebabkan oleh infeksi Staphylococcus aureus dan Staph.
albus yang masuk melalui luka pada puting susu, atau peredaran darah. Selain itu juga
dapat disebabkan karena statis ASI yaitu sumbatan pada saluran ASI yang dapat
4
diakibatkan dari penghisapan yang tidak efektif, kebiasaan menekan payudara dengan
jari, atau karena tekanan baju/BH.
2.2 Anatomi Fisiologi Payudara
a. Anatomi
Payudara (mammae, susu) adalah kelenjar yang terletak di bawah kulit, di atas
otot dada. Fungsi dari payudara adalah memproduksi susu untuk nutrisi bayi.
Manusia mempunyai sepasang kelenjar payudara, yang beratnya kurang lebih 200
gram, yang kiri umumnya lebih besar dari kanan. Pada waktu hamil payudara
membesar mencapai 600 gram dan pada waktu menyusui bisa mencapai 800 gram.
Pada payudara terdapat tiga bagian utama, yaitu:
1) Korpus (badan), yaitu bagian yang membesar
Di dalam korpus mammae terdapat alveolus yaotu unit terkecil yang
memproduksi susu. Alveolus terdiri dari beberapa sel aciner, jaringan lemak, sel
plasma, sel otot polos dan pembuluh darah. Lobulus, yaitu kumpulan dari
alveolus. Lobus, yaitu beberapa lobulus yang berkumpul menjadi 15-20 lobus
pada tiap payudara. ASI disalurkan dari alveolus ke dalam saluran kecil
(duktulus), kemudian beberapa duktulus bergabung membentuk saluran yang
lebih besar (duktus laktiferus).
2) Areola, yaitu bagian yang kehitaman di tengah
5
Letaknya mengelilingi puting susu dan berwarna kegelapan yang
disebabkan oleh penipisan dan penimbunan pigmen pada kulitnya. Perubahan
warna ini tergantung dari corak kulit dan adanya kehamilan. Pada daerah ini akan
didapatkan kelenjar keringat, kelenjar lemak dari montgomery yang membentuk
tuberkel dan akan membesar selama kehamilan. Kelenjar lemak ini akan
menghasilkan suatu bahan dan dapat melicinkan kalang payudara selama
menyusui. Di kalang payudara terdapat duktus laktiferus yang merupakan tempat
penampungan air susu. Luasnya kalang payudara bisa 1/3-1/2 dari payudara.
3) Papilla atau puting, yaitu bagian yang menonjol di puncak payudara
Terletak setinggi interkosta IV, tetapi berhubung adanya variasi bentuk
dan ukuran payudara maka letaknya akan bervariasi. Pada tempat ini terdapat
lubang – lubang kecil yang merupakan muara dari duktus laktiferus, ujung –
ujung serat saraf, pembuluh darah, pembuluh getah bening, serat – serat otot polos
yang tersusun secara sirkuler sehingga bila ada kontraksi maka duktus laktiferus
akan memadat dan menyebabkan putting susu ereksi, sedangkan serat-serat otot
yang longitudinal akan menarik kembali putting susu tersebut.
Ada 4 macam bentuk payudara yaitu berbentuk normal/umum,
pendek/datar, panjang dan terbenam (inverted).
b. Fisiologi
Laktasi atau menyusui mempunyai dua pengertian, yaitu produksi ASI
(prolaktin) dan pengeluaran ASI (oksitosin). Pengeluaran ASI merupakan suatu
6
interaksi yang sangat kompleks antara rangsangan mekanik, saraf, dan bermacam-
macam hormon.
7
Pembentukan payudara dimulai sejak embrio berusia 18-19 minggu, dan
berakhir ketika mulai menstruasi. Hormon yang berperan adalah hormon
esterogen dan progesteron yang membantu maturasi alveoli. Sedangkan hormon
prolaktin berfungsi untuk produksi ASI.
Selama kehamilan hormon prolaktin dari plasenta meningkat tetapi ASI
belum keluar karena pengaruh hormon estrogen yang masih tinggi. Kadar
estrogen dan progesteron akan menurun pada saat hari kedua atau ketiga pasca
persalinan, sehingga terjadi sekresi ASI. Pada proses laktasi terdapat dua reflek
yang berperan, yaitu refleks prolaktin dan refleks aliran yang timbul akibat
perangsangan puting susu dikarenakan isapan bayi.
Refleks Prolaktin
Akhir kehamilan hormon prolaktin memegang peranan untuk membuat
kolostrum, tetapi jumlah kolostrum terbatas dikarenakan aktivitas prolaktin
dihambat oleh estrogen dan progesteron yang masih tinggi. Pasca persalinan,
yaitu saat lepasnya plasenta dan berkurangnya fungsi korpus luteum maka
estrogen dan progesteron juga berkurang. Hisapan bayi akan merangsang
puting susu dan kalang payudara, karena ujung-ujung saraf sensoris yang
berfungsi sebagai reseptor mekanik.
Rangsangan ini dilanjutkan ke hipotalamus melalui medulla spinalis
hipotalamus dan akan menekan pengeluaran faktor penghambat sekresi
prolaktin dan sebaliknya merangsang pengeluaran faktor pemacu sekresi
prolaktin. Faktor pemacu sekresi prolaktin akan merangsang hipofise anterior
sehingga keluar prolaktin. Hormon ini merangsang sel-sel alveoli yang
berfungsi untuk membuat air susu.
Kadar prolaktin pada ibu menyusui akan menjadi normal 3 bulan setelah
melahirkan sampai penyapihan anak dan pada saat tersebut tidak akan ada
peningkatan prolaktin walau ada isapan bayi, namun pengeluaran air susu
tetap berlangsung.
Pada ibu nifas yang tidak menyusui, kadar prolaktin akan menjadi normal
pada minggu ke 2-3. Sedangkan pada ibu menyusui prolaktin akan meningkat
8
dalam keadaan seperti: stress atau pengaruh psikis, anastesi, operasi dan
rangsangan puting susu
2.3 Etiologi
Dua penyebab utama mastitis adalah statis ASI dan infeksi. Statis ASI biasanya
merupakan penyebab primer yang dapat disertai atau menyebabkan infeksi. Stagnasi ASI
dapat dicegah dengan pengeluaran ASI yang efisien. Sedangkan mastitis yang disebabkan
oleh infeksi meskipun bukan penyebab primer tetapi dengan adanya stagnasi ASI
membuat timbulnya media pertumbuhan bakteri.
a. Statis ASI
Statis ASI terjadi jika ASI tidak dikeluarkan dengan efisien dari payudara. Hal
ini terjadi jika payudara terbendung segera setelah melahirkan, atau setiap saat jika
bayi tidak mengisap ASI. Penyebabnya termasuk kenyutan bayi yang buruk pada
payudara, pengisapan yang tidak efektif, pembatasan frekuensi/durasi menyusui,
sumbatan pada saluran ASI, suplai ASI yang sangat berlebihan dan menyusui untuk
kembar dua atau lebih.
b. Infeksi
9
Organisme yang paling sering ditemukan pada mastitis dan abses payudara
adalah organisme koagulase-positif Staphylococcus aureus dan Staphylococcus
albus. Escherichia coli dan Streptococcus kadang-kadang juga ditemukan. Mastitis
jarang ditemukan sebagai komplikasi demam tifoid dan infeksi salmonella lain.
Terkadang ditemukan pula mastitis tuberkulosis yang menyebabkan bayi dapat
menderita tuberkulosa tonsil. Pada daerah endemis tuberkulosa kejadian mastitis
tuberkulosis mencapai 1%.
2.4 Patofisiologi
Terjadinya mastitis diawali dengan peningkatan tekanan di dalam duktus (saluran
ASI) akibat stasis ASI. Bila ASI tidak segera dikeluarkan maka terjadi tegangan alveoli
yang berlebihan dan mengakibatkan sel epitel yang memproduksi ASI menjadi datar dan
tertekan, sehingga permeabilitas jaringan ikat meningkat. Beberapa komponen (terutama
protein kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma masuk ke dalam ASI dan selanjutnya
ke jaringan sekitar sel sehingga memicu respons imun. Stasis ASI, adanya respons
inflamasi, dan kerusakan jaringan memudahkan terjadinya infeksi.
Terdapat beberapa cara masuknya kuman yaitu melalui duktus laktiferus ke lobus
sekresi, melalui puting yang retak ke kelenjar limfe sekitar duktus (periduktal) atau
melalui penyebaran hematogen (pembuluh darah). Organisme yang paling sering adalah
Staphylococcus aureus, Escherecia coli dan Streptococcus. (Alasiry, 2013).
10
2.5 Pathway
Lesi mammae
Infeksi kuman
12
e. Gizi
Asupan garam dan lemak tinggi serta anemia menjadi faktor predisposisi terjadinya
mastitis. Antioksidan dari vitamin E, vitamin A dan selenium dapat mengurangi resiko
mastitis.
f. Faktor kekebalan dalam ASI
Faktor kekebalan dalam ASI dapat memberikan mekanisme pertahanan dalam
payudara.
g. Stres dan kelelahan
Wanita yang merasa nyeri dan demam sering merasa lelah dan ingin istirahat, tetapi
tidak jelas apakah kelelahan dapat menyebabkan keadaan ini atau tidak.
h. Pekerjaan di luar rumah
Terjadi akibat statis ASI karena interval antar menyusui yang panjang dan kekurangan
waktu dalam pengeluaran ASI yang adekuat.
i. Trauma
Trauma pada payudara karena penyabab apapun dapat merusak jaringan kelenjar dan
saluran susu dan hal ini dapat menyebabkan mastitis.
2.8 Komplikasi
Berikut beberapa komplikasi yang dapat muncul karena mastitis, yaitu :
a. Abses payudara
Abses payudara merupakan komplikas mastitis yang biasanya terjadi karena
pengobatan yang terlambat atau tidak adekuat. Bila terdapat daerah payudara teraba
keras, merah, dan tegang walaupun ibu telah diterapi, maka kita sebagai tenaga
medis harus memikirkan kemungkinan terjadinya abses. Kurang lebih 3% dari
kejadian mastitis berlanjut menjadi abses. Pemeriksaan USG payudara diperlukan
untuk mengidentifikasi adanya cairan yang terkumpul. Cairan ini dapat dikeluarkan
dengan aspirasi jarum halus yang berfungsi sebagai diagnostik sekaligus terapi,
bahkan mungkin diperlukan aspirasi jarum secara serial/berlanjut. Pada abses yang
sangat besar terkadang diperlukan tindakan bedah. Selama tindakan ini dilakukan,
ibu harus mendapatkan terapii medikasi antibiotik. ASI dari sekitar tempat abses juga
perlu di kultur agar antibiotik yang diberikan sesuai dengan jenis kumannya.
13
b. Mastitis berulang / kronis
Mastitis berulang biasanya disebabkan karena pengobatan yang terlambat atau
tidak adekuat. Ibu harus benar-benar banyak istirahat, banyak minum, mengonsumsi
makanan dengan gizi seimbang, serta dapat mengatasi stress. Pada kasus mastitis
berylang ini dikarenakan infeksi bakteri dan biasanya diberikan antibiotik dosis
rendah (Eritromisin 500 mg sekali sehari) selama masa menyusui.
c. Infeksi jamur
Komplikasi sekunder pada mastitis berulang adalah infeksi oleh jamur seperti
Candida albicans. Keadaan ini sering ditemukan setelah ibu mendapat terapi
antibiotik. Infeksi jamur biasanya didiagnosis berdasarkan nyeri berusa rasa terbakar
yang menjalar di sepanjang saluran ASI. Diantara waktu menyusui, permukaan
payudara terasa gatal. Puting mungkin tidak terlihat adanya suatu kelainan. Pada
kasus ini, ibu dan bayi perlu mendapatkan pengobatan. Pengobatan terbaik adalah
mengoleskan nistatin krim yang juga mengandung kortison ke daerah putting dan
areola setiap selesai bayi menyusu dan bayi juga harus diberi nistatin oral pada saat
yang sama (Alasiry, 2013).
14
minggu. Untuk sementara waktu, akumulasi ASI dapat menyebabkan respon
peradangan.
c. Mastitis Subklinis
Mastitis subklinis merupakan sebuah kondisi yang dapat disertai dengan
pengeluaran ASI yang tidak adekuat, sehingga produksi ASI sangat berkurang yaitu
kira-kira hanya sampai <400ml/hari.
d. Mastitis Infeksiosa
Mastitis infeksiosa terjadi apabila siasis ASI tidak sembuh dan proteksi oleh
faktor imun dalam ASI dan oleh respon dari inflamasi. Secara normal, ASI segar
bukan merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri (Sugiarto, 2002).
Selain itu, mastitis juga dibagi menjadi 3 berdasarkan tempatnya, yaitu:
a. Mastitis yang menyebabkan abses di bawah areola mammae.
b. Mastitis di tengah-tengah mammae yang menyebabkan abses di tempat itu.
c. Mastitis pada jaringan di bawah dorsal dari kelenjar-kelenjar yang menyebabkan abses
antara mammae dan otot-otot di bawahnya (Norma D. & Dwi S, 2013).
15
mengurangi kontaminasi dari kuman yang terdapat di kulit yang dapat memberikan
hasil positif palsu dari kultur (Alasiry, 2013).
2.11 Penatalaksanaan
a. Tata laksana suportif
Tata laksana mastitis dimulai dengan memperbaiki teknik menyusui ibu.
Aliran ASI yang baik merupakan hal penting dalam tata laksana mastitis karena
stasis ASI merupakan masalah yang biasanya mengawali terjadinya mastitis. Ibu
dianjurkan agar lebih sering menyusui dimulai dari payudara yang bermasalah.
Tetapi bila ibu merasa sangat nyeri, ibu dapat mulai menyusui dari sisi payudara
yang sehat, kemudian sesegera mungkin dipindahkan ke payudara bermasalah,
bila sebagian ASI telah menetes (let down) dan nyeri sudah berkurang. Posisikan
bayi pada payudara sedemikian rupa sehingga dagu atau ujung hidung berada
pada tempat yang mengalami sumbatan. Hal ini akan membantu mengalirkan ASI
dari daerah tersebut.
Ibu dan bayi biasanya mempunyai jenis pola kuman yang sama, demikian
pula pada saat terjadi mastitis sehingga proses menyusui dapat terus dilanjutkan
dan ibu tidak perlu khawatir terjadi transmisi bakteri ke bayinya. Tidak ada bukti
terjadi gangguan kesehatan pada bayi yang terus menyusu dari payudara yang
mengalami mastitis. Ibu yang tidak mampu melanjutkan menyusui harus
memerah ASI dari payudara dengan tangan atau pompa. Penghentian menyusui
dengan segera memicu risiko yang lebih besar terhadap terjadinya abses
dibandingkan yang melanjutkan menyusui. Pijatan payudara yang dilakukan
dengan jari-jari yang dilumuri minyak atau krim selama proses menyusui dari
daerah sumbatan ke arah puting juga dapat membantu melancarkan aliran ASI.
Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah ibu harus beristirahat,
mengkonsumsi cairan yang adekuat dan nutrisi berimbang. Anggota keluarga
yang lain perlu membantu ibu di rumah agar ibu dapat beristirahat. Kompres
hangat terutama saat menyusu akan sangat membantu mengalirkan ASI. Setelah
menyusui atau memerah ASI, kompres dingin dapat dipakai untuk mengurangi
nyeri dan bengkak. Pada payudara yang sangat bengkak kompres panas kadang
16
membuat rasa nyeri bertambah. Pada kondisi ini kompres dingin justru membuat
ibu lebih nyaman. Keputusan untuk memilih kompres panas atau dingin lebih
tergantung pada kenyamanan ibu.
Perawatan di rumah sakit dipertimbangkan bila ibu sakit berat atau tidak ada
yang dapat membantunya di rumah. Selama di rumah sakit dianjurkan rawat
gabung ibu dan bayi agar proses menyusui terus berlangsung.
b. Penggunaan obat-obatan
Meskipun ibu menyusui sering enggan untuk mengkonsumsi obat, ibu
dengan mastitis dianjurkan untuk mengkonsumsi beberapa obat sesuai indikasi.
1) Analgesik
Rasa nyeri merupakan faktor penghambat produksi hormon oksitosin
yang berguna dalam proses pengeluaran ASI. Analgesik diberikan untuk
mengurangi rasa nyeri pada mastitis. Analgesik yang dianjurkan adalah obat
anti inflamasi seperti ibuprofen. Ibuprofen lebih efektif dalam menurunkan
gejala yang berhubungan dengan peradangan dibandingkan parasetamol atau
asetaminofen. Ibuprofen sampai dosis 1,6 gram per hari tidak terdeteksi pada
ASI sehingga direkomendasikan untuk ibu menyusui yang mengalami
mastitis.
2) Antibiotik
Jika gejala mastitis masih ringan dan berlangsung kurang dari 24 jam,
maka perawatan konservatif (mengalirkan ASI dan perawatan suportif) sudah
cukup membantu. Jika tidak terlihat perbaikan gejala dalam 12 - 24 jam atau
jika ibu tampak sakit berat, antibiotik harus segera diberikan. Jenis antibiotik
yang biasa digunakan adalah dikloksasilin atau flukloksasilin 500 mg setiap 6
jam secara oral. Dikloksasilin mempunyai waktu paruh yang lebih singkat
dalam darah dan lebih banyak efek sampingnya ke hati dibandingkan
flukloksasilin. Pemberian per oral lebih dianjurkan karena pemberian secara
intravena sering menyebabkan peradangan pembuluh darah. Sefaleksin
biasanya aman untuk ibu hamil yang alergi terhadap penisillin tetapi untuk
kasus hipersensitif penisillin yang berat lebih dianjurkan klindamisin.
17
Antibiotik diberikan paling sedikit selama 10 - 14 hari. Biasanya ibu
menghentikan antibiotik sebelum waktunya karena merasa telah membaik.
Hal ini meningkatkan risiko terjadinya mastitis berulang. Tetapi perlu pula
diingat bahwa pemberian antibiotik yang cukup lama dapat meningkatkan
risiko terjadinya infeksi jamur pada payudara dan vagina.
Pada penelitian yang dilakukan Jahanfar diperlihatkan bahwa pemberian
antibiotik disertai dengan pengosongan payudara pada mastitis mempercepat
penyembuhan bila dibandingkan dengan pengosongan payudara saja.
Sedangkan penelitian Jimenez dkk. memperlihatkan bahwa pemberian
Lactobacillus salivarius dan Lactobacillus gasseri mempercepat perbaikan
kondisi klinik pada kasus mastitis yang sementara mendapat antibiotic
(Alasiry, 2013).
2.12 Pencegahan
Pencegahan yang dilakukan antara lain dengan:
a. Pengurutan payudara sebelum laktasi merupakan salah satu tindakan yang sangat
efektif untuk menghindari terjadinya sumbatan pada duktus.
b. Usahakan untuk selalu menyusui dengan posisi dan sikap yang benar. Kesalahan
sikap saat menyusui dapat menyebabkan terjadinya sumbatan duktus.
Menggunakan penyangga bantal saat menyusui cukup membantu menciptakan
posisi menyusui yang lebih baik.
c. Susui bayi segera dan sesering mungkin. Bila payudara terasa penuh, segera
keluarkan dengan cara menyusui langsung pada bayi. Kalaupun bayi belum lapar,
keluarkan ASI dengan cara diperah atau dipompa sehingga pengeluaran ASI tetap
lancar.
d. Jangan membersihkan puting dengan sabun. Kandungan soda pada sabun dapat
membuat kulit menjadi kering sehingga mudah terjadi iritasi seperti lecet atau luka
bila disusu bayi.
e. Pilih bra khusus untuk ibu menyusui dengan bahan yang menyerap keringat. Jangan
gunakan bra yang terlalu menekan payudara. Demi menjaga higienitas daerah
18
payudara, ganti bra sesering mungkin setiap kali basah karena keringat atau setelah
dipakai seharian (Kurniasih, 2010).
19
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN IBU DENGAN INFEKSI: MASTITIS
20
3.2 Diagnosis Keperawatan
No Hari/Tanggal Sign and Symptom Problem/Masalah Etiology/
/ Data Penyebab
1. Rabu, 07 Juli DS: Klien mengeluhkan Hipertermia Penyakit
2021 demamnya tidak kunjung
turun sejak 3 hari yang Domain 11:
lalu. Keamanan/Perlindungan
DO:
S: 39ºC, N: 101 Kelas 6: Termoregulasi
x/menit, TD: 140/90
mmHg.
Payudara klien
tampak kemerahan
dan mengkilat.
Akral teraba hangat.
2. Rabu, 07 juli DS: Nyeri Akut Agen cidera
2021 Klien mengeluhkan biologis
nyeri skala 6 di Domain12:
payudara kanannya Kenyamanan
sejak 3 hari yang lalu.
Klien mengatakan Kelas 1: Kenyamanan
rasa nyerinya seperti Fisik
ditusuk-tusuk jarum,
dan rasa nyerinya
bertambah parah
ketika ia tidak
menyusui.
Klien mengatakan
payudaranya terasa
penuh, berat, dan
keras.
21
DO:
S: 39ºC, N: 101
x/menit, TD: 140/90
mmHg.
Payudara klien
tampak kemerahan
dan mengkilat.
Teraba benjolan yang
keras pada payudara
kanan.
Klien tampak
menggigit bibirnya
menahan nyeri.
22
tampak kemerahan
dan mengkilat.
Teraba benjolan yang
keras pada payudara
kanan.
23
3.3 Perencanaan, Tujuan, dan Intervensi Keperawatan
No Hari, Diagnosa Perencanan
Tanggal Keperawatan Tujuan Intervensi Rasionalisasi
1. Rabu, 07 Hipertermia Setelah dilakukan Fever Treatment Fever Treatment
Juli 2021 tindakan keperawatan
1. Pantau suhu dan TTV lainnya 1. Untuk memantau suhu
selama 2x24 jam, klien
2. Pantau warna kulit dan suhu tubuh dan TTV pada pasien
Domain 11: dapat mempertahankan
tubuh menjadi normal
Keamanan/ suhu tubuhnya dalam
3. Pantau terkait komplikasi 2. Untuk memantau warna
rentang normal dengan
Perlindungan demam dan tanda & gejala dari kulit menjadi normal (tidak
kriteria hasil:
komplikasi penyebab demam kemerah-merahan) dan
4. Dorong konsumsi cairan suhu tubuh normal
Termoregulation
Kelas 6: 5. Tingkatkan sirkulasi udara 3. Mengetahui tanda dan
Menurunya
Termoregulasi 6. Fasilitasi istirahat, pembatasan gejala komplikasi yang
temperature suhu
aktivitas jika dibutuhkan terjadi
tubuh (skala 1-4)
7. Tutupi pasien dengan selimut 4. Untuk memenuhi
Hipertermia (skala 1-
yang tipis kebutuhan cairan tubuh
4)
5. Untuk membuang kalor
TD dan nadi (skala 1-
dalam tubuh, memperlancar
4)
sirkulasi udara
Perubahan warna kulit
6. Meminimalisir kelelahan
(skala 1-4)
pasien
7. Untuk membuang kalor
24
dalam tubuh
25
mengurangi nyeri teknik non farmakologis
Pain level untuk mengatasi nyeri
1. Ekspresi nyeri pada 7. Menentukan intervensi yang
wajah (skala 1-4) tepat
8. Kehadiran keluarga akan
memberi kenyamanan pada
pasien.
Pain level
1. Mengetahui tingkatan nyeri
klien
2. Rabu, 07 Ketidakefektifan Setelah dilakukan Lactation Counseling Lactation Counseling
Juli 2021 Pemberian Asi tindakan keperawatan 1. Benarkan kesalahan persepsi 1. Memberikan pengetahuan
selama 3×24 jam, mengenai menyusui. tentang pentingnya menyusui
Domain 7: pemberian ASI adekuat 2. Dukung keberlangsungan dengan ASI.
Hubungan Peran dengan kriteria hasil: menyusui meski berkerja. 2. Mengoptimalkan
Breastfeeding 3. Diskusikan kebutuhan istirahat pengeluaran ASI
Kelas 1: Establishment Maternal cukup, hidrasi, dan 3. Memberikan pengetahuan
Peran Pemberi Posisi nyaman saat mengonsumsi makanan pentingkan istirahat cukup,
Asuhan menyusui (skala 1-4) bernutrisi. asupan cairan yang baik,
Payudara penuh 4. Pantau adanya nyeri pada memakan makanan yang
langsung menyusui putting, gangguan integritas bergizi saat menyusui.
(skala 1-4) kulit di putting. 4. Mengetahui adanya luka
Pompa ASI (skala 1-4) 5. Ajarkan berbagai macam posisi pada putting.
26
Asupan cairan ibu menyusui yang benar. 5. Klien dapat menyusui dengan
(skala 1-4) posisi yang benar.
Mencegah pemberian
air pada bayi (skala 1-
4)
Dukungan keluarga
(skala 1-4)
28
4. Libatkan keluarga untuk mengurangi nyeri
Ketidakefektifan Rabu, 07 juli 1. Membenarkan kesalahan persepsi S: Pasien mengatakan sudah mengetahui
Pemberian ASI 2021 mengenai menyusui. persepsinya yang salah mengenai pemberian ASI
Jam 16.00 2. Mendukung keberlangsungan pada bayinya. Pasien mengatakan akan tetap
Domain 7: WIB menyusui meski berkerja. menyusuo meski sedang bekerja
Hubungan Peran 3. Mendiskusikan kebutuhan istirahat O:
cukup, hidrasi, dan mengonsumsi Pasien mampu menyebutkan kesalahan
Kelas 1: makanan bernutrisi. persepsinya mengenai pemberian ASI.
Peran Pemberi 4. Memantau adanya nyeri pada putting, Pasien tampak paham tentang kebutuhan
Asuhan gangguan integritas kulit di putting. yang diperlukan saat menyusui.
A: Masalah ketidakefektifan pemberian ASI.tertasi
sebagian
P:
Lanjutkan intervensi:
1. Ajarkan berbagai macam posisi
29
menyusui yang benar.
30
BAB IV
ANALISIS JURNAL
4.1 Judul
Manajemen dari Mastitis dan Pembengkakan Payudara pada Ibu Menyusui
(Management of Mastitis and Breast Engorgement in Breastfeeding Women).
4.2 Subjek
Menganalisis seluruh manajemen mastitis terbaik pada ibu menyusui dengan
peninjauan panduan internasional yang ada, yaitu:
a. Postpartum mastitis. In: Clinical Recommendations. Obstetrics and Gynecology. 4th
Issue. Edited by V.N. Serov, G.T. Sukhikh. – М: GEOTAR-Media, 2014. pp 546-551.
b. World Health Organization: Mastitis: Causes and Management, Publication Number
WHO/FCH/CAH/00.13, World Health Organization, Geneva, 2000.
c. Cusack L, Brennan M. Lactational mastitis and breast abscess – diagnosis and
management in general practice. Australian Family Physician 2011; 40(12): 976-979.
d. Kataria K, Srivastava A, Dhar A. Management of Lactational Mastitis and Breast
Abscesses: Review of Current Knowledge and Practice. Indian J Surg
2013;75(6):430–435.
e. The Academy of Breastfeeding Medicine Protocol Committee (ABM) Clinical
Protocol #4: Mastitis. Breastfeed Med 2008;3:177-180.
f. Jacobs A, Abou-Dakn M, Becker K et al. Association of Scientific Medical Societies
in Germany (AWMF) Guidelines. Geburtshilfe Frauenheilkd 2013; 73(12): 1202-
1208.
g. ACOG Committee Opinion N 361: Breastfeeding: Maternal and Infant Aspects. Obstet
Gynecol 2007; 109: 479-480.
h. Clinical Knowledge Summary. Mastitis and Breast Abscess,
2010/www.cks.nhs.uk.417660.
Selain itu, melakukan pengumpulan informasi tentang agen penyebab, korelasi antara
bayi yang diberikan ASI dan sensitifitas terhadap antibiotik, kejadian dari berbagai jenis
mastitis, dan prinsip utama pengobatan mastitis.
31
4.3 Metode
Membandingkan berbagai panduan internasional dan tinjauan dari manajemen
mastitis pada wanita menyusui dan pengobatan pembengkakan pada payudara.
32
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Mastitis merupakan radang pada payudara yang disebabkan oleh infeksi
Staphylococcus aureus dan Staph. albus yang masuk melalui luka pada puting susu, atau
peredaran darah yang dapat timbul secara tiba-tiba. Selain itu juga dapat disebabkan
karena statis ASI yaitu sumbatan pada saluran ASI yang dapat diakibatkan dari
penghisapan yang tidak efektif, kebiasaan menekan payudara dengan jari, atau karena
tekanan baju/BH. Manifestasi klinis ibu dengan mastitis adalah peningkatan suhu tubuh,
malaise, tidak nafsu makan, nyeri lokal, kulit merah, bengkak, dan nyeri saat ditekan.
Kejadian tersebut terjadi 1-3 minggu setelah melahirkan. Bila mastitis berlanjut maka
dapat terjadi abses yang merupakan komplikasi dari mastitis.
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan yaitu dengan pemberian ASI terus-
menerus, melakukan konpres hangat dingin, minum air yang banyak. Jika tidak terjadi
perbaikan maka penggunaan antibiotik dan anti inflamasi (paracetamol dan ibuprofen)
disarankan. Selain itu, pencegahan infeksi mastitis antara lain, dengan menyusui secara
kontinu (on demand), menggunakan baju/BH yang menopang, melakukan upaya
menyusui yang benar, menjaga kebersihan payudara dan istirahat yang cukup selama
menyusui.
5.2 Saran
Untuk mencegah terjadinya mastitis dan pembengkakan payudara, perawat perlu
memberikan informasi kepada ibu khususnya primigravida agar mengetahui prinsip-
prinsip dasar menyusui dan paham tentang teknik menyusui yang benar, menyusui secara
kontinu (on demand), menggunakan baju/BH yang menopang, menjaga kebersihan
payudara, dan istirahat yang cukup selama menyusui, meningkatkan asupan cairan. Hal-
hal tersebut harus dipahami ibu sebelum pulang dari rumah sakit.
33
DAFTAR PUSTAKA
34
Pustotina, Olga A. (2015). Management of Mastitis and Breast Engorgement in Breastfeeding
Women. DOI: 10.3109/1476058.2015.1114092.
WHO. (2000). Mastitis Penyebab & Penatalaksanaan. (Online) Tersedia:
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/66230/2/WHO_FCH_CAH_00.13_ind.pdf.
(Diakses Minggu, 18 Desember, 2016).
35