PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masa nifas berasal dari bahasa latin yaitu puer adalah bayi dan parous adalah
melahirkan yang berarti masa sesudah melahirkan (Saleha, 2008, dalam Mansyur &
Dahlan, 2014). Masa nifas atau masa peurperium adalah masa setelah persalinan selesai
sampai 6 minggu atau 42 hari. Selama masa nifas, organ reproduksi secara perlahan akan
mengalami perubahan seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan ini disebut dengan
involusi (Maritalia, 2012).
Masa nifas (puerperium) merupakan masa yang cukup penting bagi tenaga
kesehatan untuk selalu melakukan pemantauan karena penatalaksanaan yang kurang
maksimal dapat menyebabkan angka morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi meningkat.
Jika ditinjau dari penyebab kematian para ibu adalah infeksi yang merupakan penyebab
nomor dua setelah perdarahan (Mansyur & Dahlan, 2014).
Mastitis adalah suatu peradangan payudara, yang dapat disertai atau tidak disertai
infeksi. Penyakit ini biasanya menyertai laktasi sehingga disebut juga mastitis laktasional
atau mastitis puerperalis. Dua penyebab utama mastitis adalah statis ASI dan infeksi.
Organisme yang paling sering ditemukan pada mastitis dan abses payudara adalah
organisme koagulase-positif Staphylococcus aureus dan Staph. albus (WHO, 2000).
Kejadian ini biasanya terjadi 1-3 minggu setelah melahirkan. Bila mastitis berlanjut,
dapat terjadi abses payudara (Nugroho, 2011).
Mastitis dan abses payudara terjadi pada semua populasi dengan atau tanpa
kebiasaan menyusui. Insiden yang dilaporkan bervariasi dan sedikit sampai 33% wanita
menyusui, tetapi biasanya di bawah 10% (WHO, 2000). Mastitis terjadi pada sekitar 10%
ibu menyusui di Amerika (Pillitteri, 2010). Sedangkan di Indonesia hanya 0,001/100.000
angka kesakitan akibat infeksi berupa mastitis (Depkes RI, 2008). Pada primigravida
lebih sering mengalami mastitis (Benson, 2008).
Mastitis dapat terjadi kapan pun selama masih menyusui. Mastitis muncul secara
tiba-tiba. Payudara akan terasa nyeri, ada daerah yang kemerahan atau seluruh payudara
berwarna kemerahan. Gejalanya mencangkup demam, menggigil, lelah, sakit kepala, dan
kadang-kadang mual serta muntah (Simkin, dkk, 2006).
Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian dari mastitis.
b. Mengetahui etiologi dari mastitis.
c. Mengetahui komplikasi dari mastitis.
d. Mengetahui patofisiologi/pathway dari mastitis.
e. Mengetahui manifestasi klinis dari mastitis.
f. Mengetahui pemerikaan penunjang dari mastitis.
g. Mengetahui penatalaksanaan medis dari mastitis.
h. Mengetahui pencegahan dari mastitis.
i. Mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan dengan diagnosa medis
mastitis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
3
Mastitis adalah suatu peradangan pada payudara yang disebabkan oleh kuman,
terutama Staphylococcus aureus melalui luka pada puting susu, atau melalui peredaran
darah (Norma D. & Dwi S, 2013). Sedangkan menurut Mansyur dan Dahlan (2014)
Mastitis adalah radang pada payudara yang terjadi pada masa nifas 1-3 minggu setelah
persalinan diakibatkan oleh sumbatan saluran ASI yang berkelanjutan. Bila mastitis
berlanjut, dapat terjadi abses payudara (Nugroho, 2011).
Menurut Mulyani (2013) mastitis adalah peradangan pada payudara. Payudara
menjadi merah, bengkak kadangkala diikuti rasa nyeri dan panas, suhu tubuh meningkat.
Di dalam terasa ada masa padat (lump) dan diluarnya kulit menjadi merah. Keadaan ini
disebabkan kurangnya ASI dihisap/dikeluarkan atau penghisapan yang tidak efektif.
Dapat juga karena kebiasaan menekan payudara dengan jari atau karena tekanan
baju/BH.
Mastitis adalah suatu peradangan payudara, yang dapat disertai atau tidak disertai
infeksi. Penyakit ini biasanya menyertai laktasi sehingga disebut juga mastitis laktasional
atau mastitis puerperalis. Dua penyebab utama mastitis adalah statis ASI dan infeksi.
Organisme yang paling sering ditemukan pada mastitis dan abses payudara adalah
organisme koagulase-positif Staphylococcus aureus dan Staph. albus. Mastitis paling
sering terjadi pada minggu kedua dan minggu ketiga pasca-kelahiran dengan sebagian
besar laporan menunjukkan bahwa 74% sampai 95% kasus terjadi dalam 12 minggu
pertama. Namun mastitis juga dapat terjadi pada setiap tahap laktasi, termasuk pada tahun
kedua (WHO, 2000).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa mastitis adalah
radang pada payudara yang disebabkan oleh infeksi Staphylococcus aureus dan Staph.
albus yang masuk melalui luka pada puting susu, atau peredaran darah. Selain itu juga
dapat disebabkan karena statis ASI yaitu sumbatan pada saluran ASI yang dapat
diakibatkan dari penghisapan yang tidak efektif, kebiasaan menekan payudara dengan
jari, atau karena tekanan baju/BH.
2.2 Anatomi Fisiologi Payudara
a. Anatomi
Payudara (mammae, susu) adalah kelenjar yang terletak di bawah kulit, di atas
otot dada. Fungsi dari payudara adalah memproduksi susu untuk nutrisi bayi.
Manusia mempunyai sepasang kelenjar payudara, yang beratnya kurang lebih 200
gram, yang kiri umumnya lebih besar dari kanan. Pada waktu hamil payudara
membesar mencapai 600 gram dan pada waktu menyusui bisa mencapai 800 gram.
Pada payudara terdapat tiga bagian utama, yaitu:
1) Korpus (badan), yaitu bagian yang membesar
Di dalam korpus mammae terdapat alveolus yaotu unit terkecil yang
memproduksi susu. Alveolus terdiri dari beberapa sel aciner, jaringan lemak, sel
plasma, sel otot polos dan pembuluh darah. Lobulus, yaitu kumpulan dari
alveolus. Lobus, yaitu beberapa lobulus yang berkumpul menjadi 15-20 lobus
pada tiap payudara. ASI disalurkan dari alveolus ke dalam saluran kecil
(duktulus), kemudian beberapa duktulus bergabung membentuk saluran yang
lebih besar (duktus laktiferus).
2) Areola, yaitu bagian yang kehitaman di tengah
Letaknya mengelilingi puting susu dan berwarna kegelapan yang
disebabkan oleh penipisan dan penimbunan pigmen pada kulitnya. Perubahan
warna ini tergantung dari corak kulit dan adanya kehamilan. Pada daerah ini akan
didapatkan kelenjar keringat, kelenjar lemak dari montgomery yang membentuk
tuberkel dan akan membesar selama kehamilan. Kelenjar lemak ini akan
5
b. Fisiologi
Laktasi atau menyusui mempunyai dua pengertian, yaitu produksi ASI
(prolaktin) dan pengeluaran ASI (oksitosin). Pengeluaran ASI merupakan suatu
interaksi yang sangat kompleks antara rangsangan mekanik, saraf, dan bermacammacam hormon.
1) Pembentukan kelenjar payudara dan ASI
Mulai dari bulan ketiga kehamilan, tubuh wanita memproduksi hormon
yang menstimulasi munculnya ASI dalam sistem payudara:
a) Saat bayi menghisap, sejumlah sel saraf di payudara ibu mengirimkan pesan
ke hipotalamus.
b) Ketika menerima pesan itu, hipotalamus melepas rem penahan prolaktin.
c) Untuk mulai menghasilkan ASI, prolaktin.
Progesteron:
Memengaruhi pertumbuhan dan ukuran alveoli. Tingkat
progesteron
dan
estrogen
menurun
sesaat
setelah
besaran.
Menstimulasi sistem saluran ASI untuk membesar. Tingkat
estrogen menurun saat melahirkan dan tetap rendah untuk
beberapa bulan selama tetap menyusui. Karena itu,
sebaiknya ibu menyusui menghindari KB hormonal
berbasis hormon estrogen, karena dapat mengurangi
Prolaktin:
Oksitosin:
Setelah
melahirkan,
oksitosin
juga
2.3 Etiologi
Dua penyebab utama mastitis adalah statis ASI dan infeksi. Statis ASI biasanya
merupakan penyebab primer yang dapat disertai atau menyebabkan infeksi. Stagnasi ASI
8
dapat dicegah dengan pengeluaran ASI yang efisien. Sedangkan mastitis yang disebabkan
oleh infeksi meskipun bukan penyebab primer tetapi dengan adanya stagnasi ASI
membuat timbulnya media pertumbuhan bakteri.
a. Statis ASI
Statis ASI terjadi jika ASI tidak dikeluarkan dengan efisien dari payudara. Hal
ini terjadi jika payudara terbendung segera setelah melahirkan, atau setiap saat jika
bayi tidak mengisap ASI. Penyebabnya termasuk kenyutan bayi yang buruk pada
payudara, pengisapan yang tidak efektif, pembatasan frekuensi/durasi menyusui,
sumbatan pada saluran ASI, suplai ASI yang sangat berlebihan dan menyusui untuk
b.
2.4 Patofisiologi
Terjadinya mastitis diawali dengan peningkatan tekanan di dalam duktus (saluran
ASI) akibat stasis ASI. Bila ASI tidak segera dikeluarkan maka terjadi tegangan alveoli
yang berlebihan dan mengakibatkan sel epitel yang memproduksi ASI menjadi datar dan
tertekan, sehingga permeabilitas jaringan ikat meningkat. Beberapa komponen (terutama
protein kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma masuk ke dalam ASI dan selanjutnya
ke jaringan sekitar sel sehingga memicu respons imun. Stasis ASI, adanya respons
inflamasi, dan kerusakan jaringan memudahkan terjadinya infeksi.
Terdapat beberapa cara masuknya kuman yaitu melalui duktus laktiferus ke lobus
sekresi, melalui puting yang retak ke kelenjar limfe sekitar duktus (periduktal) atau
melalui penyebaran hematogen (pembuluh darah). Organisme yang paling sering adalah
Staphylococcus aureus, Escherecia coli dan Streptococcus. (Alasiry, 2013).
2.5 Pathway
Perawatan payudara
tidak adekuat
Stagnasi ASI
Kontaminasi kuman
patogen
Puting luka/lecet
Lesi mammae
Infeksi kuman
Abses mammae
10
11
Wanita yang merasa nyeri dan demam sering merasa lelah dan ingin istirahat, tetapi
tidak jelas apakah kelelahan dapat menyebabkan keadaan ini atau tidak.
h. Pekerjaan di luar rumah
Terjadi akibat statis ASI karena interval antar menyusui yang panjang dan kekurangan
waktu dalam pengeluaran ASI yang adekuat.
i. Trauma
Trauma pada payudara karena penyabab apapun dapat merusak jaringan kelenjar dan
saluran susu dan hal ini dapat menyebabkan mastitis.
2.8 Komplikasi
Berikut beberapa komplikasi yang dapat muncul karena mastitis, yaitu :
a. Abses payudara
Abses payudara merupakan komplikas mastitis yang biasanya terjadi karena
pengobatan yang terlambat atau tidak adekuat. Bila terdapat daerah payudara teraba
keras, merah, dan tegang walaupun ibu telah diterapi, maka kita sebagai tenaga
medis harus memikirkan kemungkinan terjadinya abses. Kurang lebih 3% dari
kejadian mastitis berlanjut menjadi abses. Pemeriksaan USG payudara diperlukan
untuk mengidentifikasi adanya cairan yang terkumpul. Cairan ini dapat dikeluarkan
dengan aspirasi jarum halus yang berfungsi sebagai diagnostik sekaligus terapi,
bahkan mungkin diperlukan aspirasi jarum secara serial/berlanjut. Pada abses yang
sangat besar terkadang diperlukan tindakan bedah. Selama tindakan ini dilakukan,
ibu harus mendapatkan terapii medikasi antibiotik. ASI dari sekitar tempat abses juga
perlu di kultur agar antibiotik yang diberikan sesuai dengan jenis kumannya.
b. Mastitis berulang / kronis
Mastitis berulang biasanya disebabkan karena pengobatan yang terlambat atau
tidak adekuat. Ibu harus benar-benar banyak istirahat, banyak minum, mengonsumsi
makanan dengan gizi seimbang, serta dapat mengatasi stress. Pada kasus mastitis
berylang ini dikarenakan infeksi bakteri dan biasanya diberikan antibiotik dosis
rendah (Eritromisin 500 mg sekali sehari) selama masa menyusui.
c. Infeksi jamur
Komplikasi sekunder pada mastitis berulang adalah infeksi oleh jamur seperti
Candida albicans. Keadaan ini sering ditemukan setelah ibu mendapat terapi
antibiotik. Infeksi jamur biasanya didiagnosis berdasarkan nyeri berusa rasa terbakar
yang menjalar di sepanjang saluran ASI. Diantara waktu menyusui, permukaan
payudara terasa gatal. Puting mungkin tidak terlihat adanya suatu kelainan. Pada
12
kasus ini, ibu dan bayi perlu mendapatkan pengobatan. Pengobatan terbaik adalah
mengoleskan nistatin krim yang juga mengandung kortison ke daerah putting dan
areola setiap selesai bayi menyusu dan bayi juga harus diberi nistatin oral pada saat
yang sama (Alasiry, 2013).
2.9 Macam Mastitis
Mastitis diklasifikasikan menjadi 4 jenis, yaitu: mastitis puerparalis epidemic,
mastitis noninfeksosa, mastitis subklinis, dan mastitis infeksiosa. Dimana keempat jenis
tersebut muncul dalam kondisi yang berbeda-beda. Diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Mastitis Puerparalis Epidemik
Mastitis puerparalis epidemic ini biasanya timbul apabila pertama kali bayi dan
ibunya terpajan pada organisme yang tidak dikenal atau virulen. Masalah ini paling
sering terjadi di rumah sakit, yaitu dari infeksi silang atau bekesinambungan strain
resisten.
b. Mastitis Non-Infesiosa
Mastitis noninfeksiosa terjadi apabila ASI tidak keluar dari sebagian atau seluruh
payudara, yang dikarenakan produksi ASI melambat dan aliran terhenti. Namum
proses ini membutuhkan waktu beberapa hari dan tidak akan selesai dalam 2-3
minggu. Untuk sementara waktu, akumulasi ASI dapat menyebabkan respon
peradangan.
c. Mastitis Subklinis
Mastitis subklinis merupakan sebuah kondisi yang dapat disertai dengan
pengeluaran ASI yang tidak adekuat, sehingga produksi ASI sangat berkurang yaitu
kira-kira hanya sampai <400ml/hari.
d. Mastitis Infeksiosa
Mastitis infeksiosa terjadi apabila siasis ASI tidak sembuh dan proteksi oleh
faktor imun dalam ASI dan oleh respon dari inflamasi. Secara normal, ASI segar
bukan merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri (Sugiarto, 2002).
Selain itu, mastitis juga dibagi menjadi 3 berdasarkan tempatnya, yaitu:
a. Mastitis yang menyebabkan abses di bawah areola mammae.
b. Mastitis di tengah-tengah mammae yang menyebabkan abses di tempat itu.
c. Mastitis pada jaringan di bawah dorsal dari kelenjar-kelenjar yang menyebabkan abses
antara mammae dan otot-otot di bawahnya (Norma D. & Dwi S, 2013).
2.10 Pemeriksaan Penunjang
Data yang mendukung pemeriksaan yang tidak dapat diketahui dengan
pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan laboraturium dan rontgen. Pada ibu nifas
13
14
dengan jari-jari yang dilumuri minyak atau krim selama proses menyusui dari
daerah sumbatan ke arah puting juga dapat membantu melancarkan aliran ASI.
Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah ibu harus beristirahat,
mengkonsumsi cairan yang adekuat dan nutrisi berimbang. Anggota keluarga
yang lain perlu membantu ibu di rumah agar ibu dapat beristirahat. Kompres
hangat terutama saat menyusu akan sangat membantu mengalirkan ASI. Setelah
menyusui atau memerah ASI, kompres dingin dapat dipakai untuk mengurangi
nyeri dan bengkak. Pada payudara yang sangat bengkak kompres panas kadang
membuat rasa nyeri bertambah. Pada kondisi ini kompres dingin justru membuat
ibu lebih nyaman. Keputusan untuk memilih kompres panas atau dingin lebih
tergantung pada kenyamanan ibu.
Perawatan di rumah sakit dipertimbangkan bila ibu sakit berat atau tidak ada
yang dapat membantunya di rumah. Selama di rumah sakit dianjurkan rawat
gabung ibu dan bayi agar proses menyusui terus berlangsung.
b. Penggunaan obat-obatan
Meskipun ibu menyusui sering enggan untuk mengkonsumsi obat, ibu
dengan mastitis dianjurkan untuk mengkonsumsi beberapa obat sesuai indikasi.
1) Analgesik
Rasa nyeri merupakan faktor penghambat produksi hormon oksitosin
yang berguna dalam proses pengeluaran ASI. Analgesik diberikan untuk
mengurangi rasa nyeri pada mastitis. Analgesik yang dianjurkan adalah obat
anti inflamasi seperti ibuprofen. Ibuprofen lebih efektif dalam menurunkan
gejala yang berhubungan dengan peradangan dibandingkan parasetamol atau
asetaminofen. Ibuprofen sampai dosis 1,6 gram per hari tidak terdeteksi pada
ASI sehingga direkomendasikan untuk ibu menyusui yang mengalami
mastitis.
2) Antibiotik
Jika gejala mastitis masih ringan dan berlangsung kurang dari 24 jam,
maka perawatan konservatif (mengalirkan ASI dan perawatan suportif) sudah
cukup membantu. Jika tidak terlihat perbaikan gejala dalam 12 - 24 jam atau
jika ibu tampak sakit berat, antibiotik harus segera diberikan. Jenis antibiotik
yang biasa digunakan adalah dikloksasilin atau flukloksasilin 500 mg setiap 6
jam secara oral. Dikloksasilin mempunyai waktu paruh yang lebih singkat
dalam darah dan lebih banyak efek sampingnya ke hati dibandingkan
15
saat
menyusui
dapat
menyebabkan
terjadinya
sumbatan
duktus.
16
payudara, ganti bra sesering mungkin setiap kali basah karena keringat atau setelah
dipakai seharian (Kurniasih, 2010).
BAB III
17
Hari/Tanggal
Problem/Masalah
Etiology/
Penyebab
18
1.
Senin, 19
Desember
2016
Hipertermia
Penyakit
Domain 11:
Keamanan/Perlindungan
DO:
S:
39C,
N:
101
Kelas 6: Termoregulasi
klien
tampak
2.
kemerahan
Senin, 19
dan mengkilat.
Akral teraba hangat.
DS:
Desember
Klien
2016
nyeri
Nyeri Akut
biologis
mengeluhkan
skala
payudara
di
kanannya
mengatakan
Agen cidera
Domain12:
Kenyamanan
Kelas 1: Kenyamanan
Fisik
jarum,
rasa
nyerinya
bertambah
parah
ketika
ia
tidak
menyusui.
Klien
mengatakan
payudaranya
penuh,
terasa
berat,
dan
keras.
DO:
S:
39C,
N:
101
19
mmHg.
Payudara
klien
tampak
kemerahan
dan mengkilat.
Teraba benjolan yang
keras pada payudara
kanan.
Klien
tampak
menggigit
bibirnya
menahan nyeri.
3.
Senin, 19
DS:
Desember
Klien
2016
mengatakan
payudaranya
penuh,
dan
Pemberian Asi
pemberian ASI
Domain 7:
Hubungan Peran
keras.
anaknya
Diskontinuitas
terasa
berat,
Klien
Ketidakefektifan
mengatakan
tidak
menyusu
mau
Kelas 1:
sejak
payudaranya bengkak
sehingga
ia
menghentikan
pemberian ASI.
DO:
S:
39C,
N:
101
klien
kemerahan
dan mengkilat.
Teraba benjolan yang
keras pada payudara
kanan.
20
21
Hari,
Diagnosa
1.
Tanggal
Senin, 19
Keperawatan
Hipertermia
Perencanan
Tujuan
dilakukan
Setelah
Desember
tindakan
2016
Kelas 6:
Intervensi
Fever Treatment
Rasionalisasi
Fever Treatment
keperawatan
1.
klien 2.
mempertahankan
tubuhnya dalam 3.
Termoregulasi
suhu
4)
TD dan nadi (skala 1-
4)
Perubahan warna kulit
(skala 1-4)
pasien
7. Untuk membuang kalor
dalam tubuh
2.
Senin, 19
Nyeri Akut
Setelah
dilakukan
Pain Management
Pain Management
22
Desember
Domain12:
2016
Kenyamanan
Kelas 1:
Kenyamanan
Fisik
tindakan
keperawatan 1. Lakukan
pengkajian
nyeri 1. Pengkajian
secara
komprehensif
nyeri
lokasi,
durasi,
akanmemberikan ketepatan,
klien
berkurang
karakteristik,
presipitasi
faktor 2. Gunakan teknik komunikasi
onset
farmakologi
farmakologi
nyeri
3. Menggunakan metode 4. Kaji tipe dan sumber nyeri 4. Menentukan intervensi yang
nonanalgetik
untuk
mengurangi
nyeri 5. Kaji
(skala 1-4)
nyeri 6. Monitor
terkontrol
(skala 1-4)
5. Mencatat pengalaman
nyeri
pengalaman
individu
sebelumnya
(skala 1-4)
penerimaan
yang
terhadap
yang
membantu
non
sesuai
dapat
proses
penyembuhan
6. Mengetahui
teknik
untuk
berbeda
nyeri
pengalaman
mengurangi nyeri
Pain level
pasien
8. Libatkan
tepat
5. Setiap individu mempunyai
respon
terhadap nyeri
4. Melaporkan
sudah
keefektifan
farmakologis
keluarga
akan
23
pasien.
Pain level
1. Mengetahui tingkatan nyeri
2.
Senin, 19
Desember
Ketidakefektifan Setelah
Pemberian Asi
2016
dilakukan
tindakan
Hubungan Peran
324
jam,
Peran Pemberi
Asuhan
cukup,
Establishment Maternal
Posisi
nyaman
saat
mengenai menyusui.
2. Dukung
keberlangsungan
menyusui meski berkerja.
3. Diskusikan kebutuhan istirahat
Kelas 1:
Lactation Counseling
selama
Domain 7:
klien
Lactation Counseling
menyusui
(skala 1-4)
Pompa ASI (skala 1-4)
Asupan cairan ibu
bernutrisi.
4. Pantau adanya
putting,
pengeluaran ASI
dan 3. Memberikan
pengetahuan
hidrasi,
mengonsumsi
pengetahuan
makanan
nyeri
gangguan
pada
memakan
makanan
yang
integritas
(skala 1-4)
Mencegah pemberian
air pada bayi (skala 14)
Dukungan
keluarga
24
(skala 1-4)
3.4.
No
1.
Implementasi Keperawatan
Diagnosa
Hari, tgl
Keperawatan
Hipertermia
Selasa, 20
Desember
Domain 11:
2016
Keamanan/
Jam 10.00
Perlindungan
WIB
Kelas 6:
Termoregulasi
Implementasi
Evaluasi
25
TTD
2.
Nyeri Akut
Selasa, 20
(Nama Terang)
1. Melakukan pengkajian nyeri secara S: Pasien mengatakan nyerinya sedikit berkurang.
Desember
komprehensif
Domain12:
2016
karakteristik,
Kenyamanan
Jam 13.00
Kelas 1:
Kenyamanan
Fisik
WIB
termasuk
durasi,
teknik
untuk
komunikasi
O:
mengetahui
dengan
terhadap nyeri
baik
setelah
diajarkan
teknik
mengompres payudaranya.
Pasien tampak nyaman saat mengompres
payudaranya.
Lanjutkan intervensi:
yang bengkak
26
1. Membenarkan
Pemberian ASI
Desember
mengenai menyusui.
persepsinya yang salah mengenai pemberian ASI
2. Mendukung
keberlangsungan
pada bayinya. Pasien mengatakan akan tetap
menyusui meski berkerja.
menyusuo meski sedang bekerja
3. Mendiskusikan kebutuhan istirahat
O:
cukup, hidrasi, dan mengonsumsi
Pasien mampu menyebutkan kesalahan
makanan bernutrisi.
2016
Domain 7:
Jam 16.00
Hubungan Peran
WIB
Kelas 1:
Peran Pemberi
kesalahan persepsi S:
Pasien
(Nama Terang)
mengatakan sudah mengetahui
Ketidakefektifan
Asuhan
Ajarkan
berbagai
macam
posisi
TTD
(Nama Terang)
28
BAB IV
ANALISIS JURNAL
4.1 Judul
Manajemen dari Mastitis dan Pembengkakan Payudara pada Ibu Menyusui
(Management of Mastitis and Breast Engorgement in Breastfeeding Women).
4.2 Subjek
Menganalisis seluruh manajemen mastitis terbaik pada ibu menyusui dengan
peninjauan panduan internasional yang ada, yaitu:
a. Postpartum mastitis. In: Clinical Recommendations. Obstetrics and Gynecology. 4th
Issue. Edited by V.N. Serov, G.T. Sukhikh. : GEOTAR-Media, 2014. pp 546-551.
b. World Health Organization: Mastitis: Causes and Management, Publication Number
WHO/FCH/CAH/00.13, World Health Organization, Geneva, 2000.
c. Cusack L, Brennan M. Lactational mastitis and breast abscess diagnosis and
management in general practice. Australian Family Physician 2011; 40(12): 976-979.
d. Kataria K, Srivastava A, Dhar A. Management of Lactational Mastitis and Breast
Abscesses:
Review
of
Current
Knowledge
and
Practice.
Indian
Surg
2013;75(6):430435.
e. The Academy of Breastfeeding Medicine Protocol Committee (ABM) Clinical
Protocol #4: Mastitis. Breastfeed Med 2008;3:177-180.
f. Jacobs A, Abou-Dakn M, Becker K et al. Association of Scientific Medical Societies
in Germany (AWMF) Guidelines. Geburtshilfe Frauenheilkd 2013; 73(12): 1202-1208.
g. ACOG Committee Opinion N 361: Breastfeeding: Maternal and Infant Aspects. Obstet
Gynecol 2007; 109: 479-480.
h. Clinical
Knowledge
Summary.
Mastitis
and
Breast
Abscess,
2010/www.cks.nhs.uk.417660.
Selain itu, melakukan pengumpulan informasi tentang agen penyebab, korelasi antara
bayi yang diberikan ASI dan sensitifitas terhadap antibiotik, kejadian dari berbagai jenis
mastitis, dan prinsip utama pengobatan mastitis.
4.3 Metode
Membandingkan berbagai panduan internasional dan tinjauan dari manajemen
mastitis pada wanita menyusui dan pengobatan pembengkakan pada payudara.
4.4 Hasil Penelitian
29
malaise, tidak nafsu makan, nyeri lokal, kulit merah, bengkak, dan nyeri saat ditekan.
Kejadian tersebut terjadi 1-3 minggu setelah melahirkan. Bila mastitis berlanjut maka
dapat terjadi abses yang merupakan komplikasi dari mastitis.
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan yaitu dengan pemberian ASI terusmenerus, melakukan konpres hangat dingin, minum air yang banyak. Jika tidak terjadi
perbaikan maka penggunaan antibiotik dan anti inflamasi (paracetamol dan ibuprofen)
disarankan. Selain itu, pencegahan infeksi mastitis antara lain, dengan menyusui secara
kontinu (on demand), menggunakan baju/BH yang menopang, melakukan upaya
menyusui yang benar, menjaga kebersihan payudara dan istirahat yang cukup selama
menyusui.
5.2 Saran
Untuk mencegah terjadinya mastitis dan pembengkakan payudara, perawat perlu
memberikan informasi kepada ibu khususnya primigravida agar mengetahui prinsipprinsip dasar menyusui dan paham tentang teknik menyusui yang benar, menyusui secara
kontinu (on demand), menggunakan baju/BH yang menopang, menjaga kebersihan
payudara, dan istirahat yang cukup selama menyusui, meningkatkan asupan cairan. Halhal tersebut harus dipahami ibu sebelum pulang dari rumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA
Alasiry,
Ema.
(2013).
Mastitis:
Pencegahan
dan
Penanganan.
(Online)
Tersedia:
http://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/mastitis-pencegahan-dan-penanganan.
(Diakses
Ladewig, Patricia W., Marcia L. London, & Sally B. Olds. (2005). Asuhan Keperawatan IbuBayi Baru Lahir. Jakarta: EGC.
Mansyur, Nurliana dan A. Kasrida Dahlan. (2014). Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Malang:
Selaksa Media.
Maritalia, Dewi. (2012). Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mitayani, (2009). Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika.
Morrhead, S., Jhonson, M., Maas, M.L. & Swanson, E. (2008). Nursing Outcome Classification
(NOC). (4th edition). St Louis: Mosby Elsevier.
Norma D., Nita dan Mustika Dwi S. (2013). Asuhan Kebidanan: Patologi Teori dan Tinjauan
Kasus. Yogyakarta: Nuha Medika.
Nugroho, Taufan. (2011). ASI dan Tumor Payudara. Yogyakarta: Nuha Medika.
Simkin, Penny, Janet Walley, & Anna Keppler. (2008). Panduan Lengkap Kehamilan,
Melahirkan, & Bayi. Jakarta: Arcan.
Sugiarto, Bertha. (2002). Mastitis: Penyebab dan Penatalaksanaan (Alih Bahasa). Jakarta:
Widya Medika.
Pillitteri, A., (2010). Maternal & Child Health Nursing: Care of The Childbearing Family. (6th
edition). Philadelphia: J.B. Lippincott.
Pustotina, Olga A. (2015). Management of Mastitis and Breast Engorgement in Breastfeeding
Women. DOI: 10.3109/1476058.2015.1114092.
WHO.
(2000).
Mastitis
Penyebab
&
Penatalaksanaan.
(Online)
Tersedia:
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/66230/2/WHO_FCH_CAH_00.13_ind.pdf.
(Diakses Minggu, 18 Desember, 2016).
32