PENDAHULUAN
1
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan masalah
yaitu “Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada ibu menyusui dengan
mastitis?”
1.3. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, penulis menyimpulkan
tujuan penulisan yaitu untuk mengetahui dan memahami konsep asuhan
keperawatan pada ibu menyusui dengan mastitis.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2
2.1. Definisi Mastitis
Mastitis termasuk salah satu infeksi payudara. Mastitis adalah
peradangan pada payudara yang dapat disertai infeksi atau tidak yang
disebabkan oleh kuman terutama strapilococcus aureus melalui luka pada
putting susu atau melalui peredaran darah. Penyebab ini biasanya
menyertai laktasi, sehingga disebut juga mastitis laktasional atau mastitis
puerperalis. Infeksi terjadi melalui luka pada putting susu, tetapi mungkin
juga melalui peredaran darah. Kadang-kadang keadaan ini bisa menjadi
fatal bila tidak diberi tindakan yang adekuat. Abses payudara,
penggumpalan nanah local di dalam payudara, merupakan komplikasi
berat dari mastitis.
Infeksi payudara (mastitis) adalah suatu infeksi pada jaringan
payudara. Biasanya terjadi karena adanya bakteri jenis staphylococcus
aureus. Bakteri biasanya masuk melalui puting susu yang pecah-pecah atau
terluka. Pada infeksi yang berat atau tidak diobati, dapat terbentuk abses
payudara (penimbunan nanah di dalam payudara). Mastitis adalah reaksi
sistemik seperti demam, terjadi 1-3 minggu setelah melahirkan sebagai
komplikasi sumbatan saluran air susu (Masjoer, 2011).
Mastitis adalah peradangan payudara yang dapat disertai atau tidak
disertai infeksi. Penyakit ini biasanya menyertai laktasi, sehingga disebut
juga mastitis lactational atau mastitis puerperalis. Kadang-kadang keadaan
ini dapat menjadi fatal bila tidak diberikan tindakan yang adekuat. Abses
payudara, pengumpulan nanah lokal di dalam payudara, merupakan
komplikasi berat dari mastitis. Keadaan inilah yang menyebabkan beban
penyakit bertambah berat (Sally I Saverin V.X 2013 dalam anonim 2013).
Sumber lain menyebutkan bahwa mastitis adalah infeksi dan
peradangan pada payudara yang terjadi melalui luka pada puting, dapat
berasal dari peredaran darah. Tanda-tanda mastitis yang dirasakan ibu
adalah rasa panas dingin disertai kenaikan suhu, ibu merasa lesu, tidak
nafsu makan, payudara membesar, nyeri perabaan, dan kemerahan pada
payudara, dan terjadi pada 3-4 minggu masa nifas. Hal ini dapat diatasi
3
dengan membersihkan puting sebelum dan sesudah menyusui, menyusui
pada payudara yang tidak sakit, kompres dingin sebelum menyusui,
menggunakan bh untuk menyokong payudara, berikan antibiotik dan
analgetik, istirahat yang cukup dan banyak minum.
Mastitis adalah suatu peradangan pada payudara disebabkan
kuman-kuman terutama Stafilokokus aureus melalui luka pada putting
susu, atau melalui peredaran darah.
Mastitis adalah infeksi yang disebabkan karena adanya sumbatan
pada duktus hingga puting susu mengalami sumbatan. Mastitis yang paling
sering terjadi pada minggu kedua dan ketiga pasca kelahiran. Penyebab
paling penting dari mastitis ini adalah pengeluaran ASI yang tidak efisien
akibat teknik menyusui yang buruk. Untuk menghambat terjadinya
mastitis ini dianjurkan untuk menggunakan bra atau pakaian dalam yang
memiliki penyangga yang baik pada payudaranya.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat ditarik suatu
kesimpulan mastitis adalah suatu infeksi atau peradangan pada jaringan
payudara yang diakibatkan karena adanya bakteri staphylococcus aureus
yang masuk melalui puting susu yang pecah-pecah atau terluka.
2.2. Epidemiologi
Organisasi kesehatan dunia atau WHO (2008) memperkirakan
lebih dari 1,4 juta orang terdiagnosis menderita mastitis. American society
memperkirakan 241.240 wanita Amerika serikat yang terdiagnosis
mastitis. Sedangkan di Kanada jumlah wanita yang terdiagnosis mastitis
adalah 24.600 orang dan di Australia sebanyak 14.791 orang. Di Indonesia
diperkirakan wanita yang terdiagnosis mastitis adalah berjumlah 876.665
orang dan di sumatera utara berkisar antara 40-60% wanita terdiagnostik
mastitis (Djamudin, 2009).
Berdasarkan hasil survei lapangan, ditemukan jumlah penderita
mastitis di bidan Elfrida Fitri Simamora periode tahun 2008 (Januari-
Desember) adalah sebanyak 30 orang. Hal ini menunjukkan bahwa masih
4
rendahnya pengetahuan ibu postpartum tentang mastitis terutama dalam
teknik menyusui yang baik (Fitri, 2009).
Mastitis dan abses payudara terjadi hampir pada semua populasi.
Insiden yang dilaporkan bervariasi sampai 33% wanita menyusui, tetapi
biasanya di bawah 10%. Walaupun demikian, menurut beberapa laporan,
terutama dari negara-negara berkembang, suatu abses dapat terjadi tanpa
didahului dengan mastitis yang nyata. Mastitis paling sering terjadi pada
minggu kedua dan ketiga pasca melahirkan, dengan sebagian besar laporan
menunjukkan bahwa 74%-95% kasus terjadi dalam 12 minggu pertama.
Namun, mastitis juga dapat terjadi pada setiap tahap laktasi, termasuk pada
tahun kedua. Abses payudara juga paling sering terjadi pada 6 minggu
pertama pasca kelahiran tetapi dapat timbul kemudian (Anonim, 2013).
5
Mastitis subklinis telah diuraikan sebagai sebuah kondisi yang
dapat disertai dengan pengeluaran asi yang tidak adekuat, sehingga
produksi ASI sangat berkurang yaitu kira-kira hanya sampai di bawah
400 ml/hari (< 400 ml/hari).
4. Mastitis infeksiosa
Mastaitis infeksiosa terjadi apabila siasis ASI tidak sembuh dan
proteksi oleh faktor imun dalam asi dan oleh respon respon inflamasi.
Secara normal, ASI segar bukan merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan bakteri.
Pembagian berdasarkan lokasinya
1. Mastitis dibawah aerola mammae
2. Mastitis ditengah aerola mammae
3. Mastitis lebih dalam antara mammae dan otot-otot
6
2.5. Etiologi
Mastitis biasanya disebabkan oleh bakteri yang banyak ditemukan
pada kulit yang normal yaitu staphylococcus aureus. Bakteri ini seringkali
berasal dari mulut bayi yang masuk ke dalam saluran air susu melalui
sobekan atau retakan di kulit pada puting susu. Mastitis biasanya terjadi
pada wanita yang menyusui dan paling sering terjadi dalam waktu 1-3
bulan setelah melahirkan. Sekitar 1-3% wanita menyusui mengalami
mastitis pada beberapa minggu pertama setelah melahirkan.
Soetjiningsih (1997) menyebutkan bahwa peradangan pada
payudara atau mastitis disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
1. Payudara bengkak yang tidak disusu secara adekuat, akhirnya
terjadi mastitis.
2. Puting lecet akan memudahkan masuknya kuman dan terjadi
payudara bengkak.
3. Penyangga payudara yang terlalu ketat, mengakibatkan segmental
engorgement sehingga jika tidak disusu secara adekuat bisa terjadi
mastitis.
4. Ibu yang memiliki diet jelek, kurang istirahat, anemia akan
mempermudah terkena infeksi.
7
Penyebab utama mastitis adalah statis ASI dan infeksi. Statis ASI
biasanya merupakan penyebab primer yang dapat disertai atau
menyebabkan infeksi.
1. Statis ASI
Statis ASI terjadi jika ASI tidak dikeluarkan dengan efisien dari
payudara. Hal ini terjadi jika payudara terbendung segera setelah
melahirkan, atau setiap saat bayi tidak mengisap ASI, kenyutan bayi
yang buruk pada payudara, pengisapan yang tidak efektif, pembatasan
frekuensi / durasi menyusui, sumbatan pada saluran ASI, suplai ASI
yang sangat berlebihan dan menyusui untuk kembar dua/lebih.
2. Infeksi
Organisme yang paling sering ditemukan pada mastitis dan
abses payudara adalah organismekoagulase-positif Staphylococcus
aureus dan Staphylococcus albus, Escherichia coli dan Streptococcus
kadang-kadang juga ditemukan. Mastitis jarang ditemukan sebagai
komplikasi demam tifoid.
2.6. Patofisiologi
Secara garis besar, mastitis atau peradangan pada payudara dapat
terjadi karena proses infeksi ataupun noninfeksi. Namun semuanya
bermuara pada proses infeksi. Mastitis akibat proses non infeksi berawal
dari proses laktasi yang normal. Namun karena sebab-sebab tertentu maka
dapat menyebabkan terjadinya gangguan pengeluaran ASI atau yang biasa
disebut sebagai stasis ASI. Hal ini membuat ASI terperangkap di dalam
duktus dan tidak dapat keluar dengan lancar. Akibatnya mammae menjadi
tegang. Sehingga sel epitel yang memproduksi ASI menjadi datar dan
tertekan. Permeabilitas jaringan ikat meningkat, beberapa komponen
(terutama protein dan kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma masuk ke
dalam ASI dan jaringan sekitar sel memicu respon imun. Terjadi inflamasi
hingga sehingga mempermudah terjadinya infeksi. Kondisi ini membuat
lubang duktus laktiferus menjadi port de entry bakteri, terutama bakteri
staphylococcus aureus dan streptokokus sp. Terdapat beberapa cara
8
masuknya kuman yaitu melalui duktus laktiferus ke lobus sekresi, melalui
putting yang retak ke kelenjar limfe sekitar duktus (periduktal) atau
melalui penyebaran hematogen.
Hampir sama dengan kejadian pada mastitis non infeksi, mastitis
yang terjadi akibat proses infeksi terjadi secara langsung, yaitu saat timbul
fisura atau robekan atau perlukaan pada puting yang terbentuk saat awal
laktasi akan menjadi port de entre/tempat masuknya bakteri. Proses
selanjutnya adalah infeksi pada jaringan mammae.
9
2.7. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala dari mastitis ini biasanya berupa :
1. Payudara yang terbendung membesar, membengkak, keras dan
kadang terasa nyeri.
2. Payudara dapat terlihat merah, mengkilat dan puting tegang
menjadi rata.
3. ASI tidak mengalir dengan mudah, dan bayi sulit mengenyut untuk
menghisap ASI sampai pembengkakan berkurang.
4. Ibu akan tampak seperti sedang mengalami flu, dengan gejala
demam, rasa dingin dan tubuh terasa pegal dan sakit.
5. Terjadi pembesaran kelenjar getah bening ketiak pada sisi yang
sama dengan payudara yang terkena.
Bahan kultur diambil dari ASI pancar tengah hasil dari perahan
tangan yang langsung ditampung menggunakan penampung urin steril.
Puting susu harus dibersihkan terlebih dahulu dan bibir penampung
diusahakan tidak menyentuh puting untuk mengurangi kontaminasi dari
kuman yang terdapat dikulit yang dapat memberikan hasil positif palsu
dari kultur. Beberapa penelitian memperlihatkan beratnya gejala yang
muncul berhubungan erat dengan tingginya jumlah bakteri atau
petogenitas bakteri.
2.9. Penatalaksaan
Setelah diagnosa mastitis dipastikan, hal yang harus segera
dilakukan adalah pemberian susu kepada bayi dari mammae yang sakit
dihentikan dan diberi antibiotik. Dengan tindakan ini terjadinya abses
seringkali dapat dicegah, karena biasanya infeksi disebabkan oleh
staphylococcus aureus. Penisilin dalam dosis cukup tinggi dapat diberikan
sebagai antibiotik. Sebelum pemberian penisilin dapat dilakukan
pembiakan atau kultur air susu, supaya penyebab mastitis benar-benar
diketahui. Apabila ada abses maka nanah dikeluarkan, kemudian dipasang
pipa ketengah abses agar nanah dapat keluar terus. Untuk mencegah
kerusakan pada duktus laktiferus, sayatan dibuat sejajar dengan jalannya
duktus duktus tersebut.
3. Terapi antibiotik
Terapi antibiotik diindikasikan kepada :
1). Hitung sel darah dan koloni bakteri dan biakkan yang ada
serta menunjukkan infeksi.
2). Gejala berat sejak awal.
3). Terlihat putting pecah-pecah.
4). Gejala tidak membaik setelah 12-24 jam setelah
pengeluaran ASI diperbaiki.
4. Terapi simtomatik
Nyeri sebaiknya diterapi dengan analgesic. ibuprofen
dipertimbangkan sebagai obat yang paling efektif dan dapat membantu
mengurangi inflamasi dan nyeri. Parasetamol merupakan alternative
yang paling tepat, istirahat sangat penting karena tirah baring dengan
bayinya dapat meningkatkan frekuensi menyusui sehingga dapat
memperbaiki pengeluaran susu.
Tindakan lain yang dianjurkan adalah penggunaan kompres
hangat pada payudara yang akan menghilangkan nyeri dan membantu
aliran ASI, dan yakinkan bahwa ibu cukup minum cairan. Dilakukan
pengopresan hangat pada payudara selama 15-20 menit, 4x/hari.
Diberikan antibotik dan untuk mencegah untuk pembengkakan,
sebaiknya dialakukan pemijatan dan pemompaan air susu pada
payudara yang terkena.
1). Mastitis (payudara tegang / indurasai dan kemerahan)
a. Berikan klosaslin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari. Bila
diberikan sebelumnya terbentuk abses biasanya keluhanya
berkurang.
b. Sangga payudara.
c. Kompres dingin.
d. Bila diperlukan berikan paracetamol 500mg per oral setiap
4 jam
e. Ibu harus didororng menyusui bayinya walau ad PUS.
f. Ikuti perkembangan 3 hari setelah pemberian pengobatan.
2). Abses payudara (terdapat masa padat, mengerasa dibawa
kulit yang kemerahan)
a. Diperlukan anastesi umum.
b. Insisis radial dari tengah dekat pinggir areola, ke pinggir
supaya tidak mendorong saluran ASI.
c. Pecahkan kantong PUS dengan klem jaringan (pean) atau
jaringan tangan.
d. Pasang tampon dari drain, daingkat setelah 24 jam.
e. Berikan klokasilin 500mg setiap 6 jam selama 10 hari.
f. Sangga payudara.
g. Kompres dingin.
h. Berikan paracetamol 500mg setia 4 jam sekali bila
diperlukan.
i. Ibu dianjurkan tetap memberikan ASI walau ada pua.
j. Lakukan follow up setelah pemberiam pengobatan selama 3
hari.
2.10. Pencegahan
Untuk mencegah terjadinya mastitis dapat dilakukan sebagai
berikut (Soetjiningsih 1997) :
1. Menyusui secara bergantian antara payudara kanan dan kiri.
1). Untuk mencegah pembengkakan dan penyumbatan saluran,
kosongkan payudara dengan cara memompanya.
2). Gunakan tehnik menyusui yang baik dan benar untuk
mencegah robekan atau luka pad puting susu.
3). Minum banyak cairan.
4). Menjaga kebersihan puting susu.
5). Mencuci tangan sebelum dan sesudah menyusui.
2.11. Komplikasi
Berikut beberapa komplikasi yang dapat muncul karena mastitis :
1. Abses payudara
Abses payudara merupakan komplikasi mastitis yang biasanya
terjadi karena pengobatan terlambat atau tidak adekuat. Bila terdapat
daerah payudara teraba keras, merah dan tegang walaupun ibu telah di
terapi, maka kita harus memikirkan kemungkinan terjadinya abses.
Kurang lebih 3% dari kejadian mastitis berlanjut menjadi abses.
Pemeriksaan usg payudara diperlukan untuk mengidentifikasi adanya
cairan yang terkumpul di keren ini dapat dikeluarkan dengan aspirasi
jarum halus yang berfungsi sebagai diagnostic sekaligus terapi,
bahkan mungkin diperlukan aspirasi jarum secara serial atau berlanjut.
Pada abses yang sangat besar terkadang diperlukan tindakan bedah.
Selama tindakan ini dilakukan, ibu harus mendapatkan terapi medikasi
antibiotik. ASI dari sekitar tempat abses juga perlu di kultur agar
antibiotik yang diberikan sesuai dengan jenis kumannya.
2. Mastitis berulang atau kronis
Mastitis berulang biasanya disebabkan karena pengobatan
terlambat atau tidak adekuat. Ibu harus benar-benar beristirahat,
banyak minum, mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang, serta
mengatasi stress. Pada kasus mastitis berulang karena infeksi bakteri
biasanya diberikan antibiotik dosis rendah (eritromisin 500 mg sekali
sehari) selama masa menyusui.
3. Infeksi jamur
Komplikasi sekunder pada mastitis berulang adalah infeksi
oleh jamur seperti candida albicans. Keadaan ini sering ditemukan
setelah ibu mendapatkan terapi antibiotik. Infeksi jamur biasanya
didiagnosis berdasarkan nyeri berupa rasa terbakar yang menjalar di
sepanjang saluran ASI diantara waktu menyusui permukaan payudara
terasa gatal. Puting mungkin tidak nampak kelainan. Pada kasus ini,
ibu dan bayi perlu mendapatkan pengobatan. Pengobatan terbaik
adalah mengoles nystatin cream yang juga mengandung kortison ke
puting dan areola setiap selesai bayi menyusu dan bayi juga harus
diberi nystatin oral pada saat yang sama.
2.12. Prognosis
Prognosis baik setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan
segera. Dan keadaan akan menjadi fatal bila tidak segera diberikan atau
dilakukan tindakan yang adekuat.
BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1. Pengkajian
1. Identitas klien
Nama : jelas dan lengkap, jika perlu tanyakan nama panggilan
sehari-harinya agar tidak salah pasien ketika memberikan perawatan.
Umur : Wanita yang berumur 21-35 tahun lebih sering mengalami
mastitis daripada wanita yang dibawah 21 tahun dan diatas 35 tahun.
Umur <21tahun diperkirakan bahwa alat-alat reproduksinya masih
belum matang, mental dan psikisnya juga belum siap. sedangkan umur
>35 tahun akan rentan sekali untuk terjadi pendarahan dalam masa
nifas. Hal tersebur akan memicu terjadinya mastitis ini.
Suku : Berpengaruh pada adat istiadat/kebiasaan sehari-hari
khususnya dalam hal menyusui dan perawatan payudara.
Agama : Untuk mengetahui keyakinan pasien sehingga dalam
membimbing dan mengarahkannya lebih mudah.
Pendidikan : Biasanya wanita yang status pendidikannya rendah akan
banyak yang mengalami penyakit ini dikarenakan mereka tidak
mengatahui tentang penyakit serta pengobatan dan teknik perawatan
payudara yang benar untuk kesehatan. selain itu aspek pendidikan
mempengaruhi dalam tindakan keperawatan yang akan diberikan,
sehingga perawat dapat memberi asuhan keperawatan dan konseling
yang sesuai dengan kondisi pasien.
Pekerjaan : Wanita yang bekerja diluar rumah (sebagai wanita karier)
saat mempunyai kewajiban untuk menyusuhi anaknya adalah termasuk
kelompok yang beresiko tinggi mengalami mastitis. Hal itu disebabkan
oleh kesibukan kerjanya ini akan menghambat pengeluaran ASI
sehingga menimbulkan terjadinya statis ASI yang dapat menjadi salah
satu pencetus penyakit mastitis ini. Selain itu juga aspek pekerjaan ini
untuk mengetahui dan mengukur tingkat sosial ekonomi pasien, karena
hal itu dimungkinkan dapat mempengaruhi gizi pasien yang
memungkinkan timbulnya penyakit mastitis ini.
Alamat : Perlu ditanyakan apabila pasien dirasa memerlukan
kunjungan rumah post perawat.
2. Riwayat kesehatan
1). Riwayat kesehatan sekarang
Pasien biasanya kelihatan lemah, suhu tubuh meningkat
(>38 derajat celcius), tidak ada nafsu makan, nyeri pada daerah
mammae, bengkak dan memerah pada mammae. Jika tidak
mendapatkan pengobatan yang adekuat, maka dapat timbul
berbagai komplikasi seperti abses payudara, infeksi berulang dan
infeksi jamur. oleh sebab itu, perlu dilakukan tindakan pencegahan
yang tepat, misalnya memberi info tentang perawatan payudara,
teknik menyusui yang benar, dsb.
2). Riwayat kesehatan dahulu
Kemungkinan wanita yang mengalami mastitis ini karena
adanya faktor-faktor predisposisi seperti faktor kekebalan ASI yang
rendah, sehingga dapat dengan mudah mengalami infeksi utamanya
pada payudara(mastitis). Asupan nutrisi yang tidak adekuat dan
lebih banyak mengandung garam dan lemak juga dapat memicu
terjadinya mastitis, adanya riwayat trauma pada payudara juga
dapat mejadi penyebab terjadinya mastitis karena ada kerusakan
pada kelenjar dan saluran susu. Selain itu juga dengan adanya
faktor penyebab yang pasti seperti statis ASI karena bayi yang
susah menyusu, adanya luka lecet di area putting susu dan
penggunaan bra yang tidak tepat/terlalu ketat juga dapat menjadi
penyebab terjadinya mastitis, dimana hal-hal tersebut kemungkinan
besar adalah merupakan hal yang sering sekali diabaikan oleh
wanita. Infeksi mammae pada kehamilan sebelumnya juga dapat
menjadi penyebab terjadinya mastitis.
g. Mulut
Mukosa basah (+), sianosis (-), pucat (-), kering (-), tidak
ada gangguan pada area ini.
h. Telinga
Daun telinga dalam batas normal, secret (-), tidak ada
gangguan pada area ini.
i. Tenggorokan
Uvula ditengah, mukosa pharing hiperemis (-), tonsil T1-
T1, tidak ada gangguan pada area ini.
j. Leher
Pada area leher tidak ditemukan gangguan atau perubahan
fisik.
k. Kelenjar getah bening
Pada kelenjar getah bening yang terdapat pada area ketiak
terjadi pembesaran. Pembesaran kelenjar getah bening ketiak
pada sisi yang sama dengan payudara mastitis.
l. Payudara
Pada daerah payudara terlihat kemerahan atau mengkilat,
gambaran pembulu darah terlihat jelas dipermukaan kulit,
terdapat lesi atau luka pada putting payudara, payudara teraba
keras dan tegang, payudara teraba hangat, terlihat bengkak, dan
saat dilakukan palpasi terdapat pus.
m. Toraks
Bentuk : normochest, retraksi (-), gerakan dinding dada
simetris, tidak ada gangguan pada daerah thoraks.
a). Cordis
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Aukultasi : BJ I-II intesitas normal, regular, bising
(-)
b). Pulmo
Inspeksi : Pengembangan dada kanan
= kiri
Palpasi : Fremitus teraba dada kanan
= kiri
Perkusi : Sonor di seluruh lapang
dada
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+) suara
tambahan (-/-)
n. Abdomen
a). Inspeksi : Dinding perut lebih tinggi
dari dinding dada karena post partum sehingga pembesaran
fundus masih terlihat.
b). Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak
teraba.
c). Perkusi : Tympani
d). Auskultasi : Bissing usus (+) Normal
3.3. Intervensi
1. Diagnosa Keperawatan : Nyeri akut berhubungan dengan
proses inflamasi
2. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 1x24 jam diharapkan nyeri dapat diatasi
3. Kriteria Hasil :
a. Ibu dapat menyusui bayinya dengan nyaman.
b. Ibu dapat beraktivitas dengan normal.
c. Suhu tubuh menurun.
d. Payudara tidak bengkak lagi dan lunak.
e. Nyeri mulai berkurang atau hilang.
4. Intervensi dan Rasional
Intervensi Rasional
1. Observasi tingkat nyeri 1. Membantu dalam
(keluhan nyeri, skala nyeri, lokasi menentukan identifikasi
nyeri, intensitas nyeri, dll.) derajat, ketidaknyamanan
dan dapat di berikan terapi
2. Berikan kompres hangat
yang tepat.
2. Kompres hangat
dapat menyebabkan
vasodilatasi pembuluh
3. Ajarkan dan anjurkan klien darah sehingga aliran darah
untuk melakukan perawatan lancar.
3. Dengan perawatan
payudara.
yang benar dan konsisten
4. Anjurkan klien untuk tidak
(tetap) dapat mengurangi
menggunakan penyangga yang
rasa nyeri.
terlalu ketat. 4. Penyangga yang
5. Kolaborasi dengan tim
ketat dapat menimbulkan
medis lain dalam pemberian
rasa nyeri
analgesic dan antibiotic
5. Antibiotik untuk
mencegah penyebaran
6. Kolaborasi dalam
infeksi secar berlebih dan
melakukan insiden biopsy bila ada
analgetik untuk mengurangi
abses.
rasa nyeri.
6. Mencegah
komplikasi sejak awal.
5. Menjaga personal
hygine dpat mencegah
penyebaran infeksi atau
bakteri.
BAB 4
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Mastitis merupakan proses peradangan payudara yang mungkin
disertai dengan infeksi atau tanpa infeksi. Sebagian mastitis terjadi dalam 6
minggu pertama setelah bayi lahir diagnose mastitis ditegakkan apabila
ditemukan tanda gejala diantaranya demam, menggigil, nyeri seluruh tubuh,
serta payudara menjadi kemerahan , tegang, panas dan bengkak. Ebberapa
faktor resiko utama timbulnya mastitis adalah putting lecet. Frekuensi
menyusui yang jarang dan pelekatan bayi yang kurang baik. Melancarkan
aliran ASI merupakan hal penting dalam tatalaksana mastitis. Selain itu, ibu
perlu banyak istirahat, banyak minum, banyak mengkonsumsi nutrisi yang
banyak dan apabila perlu mendapatkan terapi medikasi analgesic dan
antibiotik. Infeksi payudara atau mastitis perlu di perhatikan oleh ibu-ibu
yang baru melahirkan. Infeksi ini biasanya terjadi karena disebabkan adanya
bateri yang hidup di permukaan payudara. Berbagai macam faktor seperti
kelelahan, stress, dan pakaian yang ketat dapat menyebabkan penyumbatan
saluran air susu dari payudara yang nyeri dan jika tidak peyumbatan air susu
dari payudara yang nyeri dan jika tidak di lakukan pengobatan, maka akan
terjadi abses.
4.2. Saran
Diharapkan kepada seluruh masyarakat khususnya bagi wanita untuk
selalu menjaga kesehatan payudaranya agar tidak berpotensi terjadinya
mastitis. Namun, banyak hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko
mastitis yaitu dengan cara tidak menggunakan bra atau pakaian yang ketat
menekan saluran susu dan menghambat aliran susu, menyususi sesesring
bayi menginginkannya. Karena dengan membiarkan pada waktu menyusui
waktu terlalu lama slauran susu dapat tersumbat saat pertama kali bayi tidur
semalaman tanpa menyusui.
Bagi mahasiswa keperawatan supaya memahami secara mendalam
mengenai asuhan keperawatan pada pasien dengan mastitis sehingga
nantinya dapat menerapkan ashan keperawatan kepada pasien dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Chandranita Manuaba, Ida Ayu. 2010. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan Dan
KB Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC.
Carpenito, Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan.
Jakarta : EGC.
Mansjoer, A. Dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius.
Mochtar, Rustam. 1989. Siopsis Obsetri : Obsetri Fisiologi, Obsetri Patologi.
Jakarta : EGC.
Mochtar, Rustam. 1998. Obsetri Fisiologi, Obsetri Patologi. Jakarta : EGC.
Prawirohardjo, S. 2001. Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta :
YBP
Purwoastuti, Th Endang. 2015. Ilmu Obsetri Dan Ginekologi Bagi kebidanan.
Yogyakarta : Pustakabarupress.
Saleha, Sitti. 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta : Salemba
Medika.
Soetjiningsih. 1997. ASI : Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta : EGC.
Winknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.