Anda di halaman 1dari 69

Masalah Laktasi

1. Bendungan ASI
Bendungan ASI adalah pembendungan air susu karena penyempitan duktus laktiferi
atau oleh kelenjar-kelenjar tidak dikosongkan dengan sempurna atau karena kelainan pada
putting susu. Bendungan air susu adalah terjadinya pembengkakan pada payudara karena
peningkatan aliran vena dan limfe sehingga menyebabkan bendungan ASI dan rasa nyeri
disertai kenaikan suhu badan. Payudara terasa lebih penuh tegang dan nyeri terjadi pada hari
ketiga atau hari ke empat pasca persalinan disebakan oleh bendungan vera edan pembuluh
dasar bening. Hal ini semua merupakan bahwa tanda asi mulai banyak di sekresi, namun
pengeluaran belum lancar.( Pollard,2015)
Bila nyeri ibu tidak mau menyusui keadaan ini akan berlanjut, asi yang disekresi akan
menumpuk sehingga payudara bertambah tegang. Gelanggang susu menonjol dan putting
menjadi lebih getar. Bayi menjadi sulit menyusu. Pada saat ini payudara akan lebih
meningkat, ibu demam dan payudara terasa nyeri .
Faktor Penyebab Bendungan ASI yaitu :
a. Pengosongan mamae yang tidak sempurna
Dalam masa laktasi, terjadi peningkatan produksi ASI pada Ibu yang produksi ASI-nya
berlebihan. apabila bayi sudah kenyang dan selesai menyusu, & payudara tidak dikosongkan,
maka masih terdapat sisa ASI di dalam payudara. Sisa ASI tersebut jika tidak dikeluarkan
dapat menimbulkan bendungan ASI.
b. Faktor hisapan bayi yang tidak aktif
Pada masa laktasi, bila Ibu tidak menyusukan bayinya sesering mungkin atau jika bayi tidak
aktif mengisap, maka akan menimbulkan bendungan ASI.
c. Faktor posisi menyusui bayi yang tidak benar
Teknik yang salah dalam menyusui dapat mengakibatkan puting susu menjadi lecet dan
menimbulkan rasa nyeri pada saat bayi menyusu. Akibatnya Ibu tidak mau menyusui bayinya
dan terjadi bendungan ASI.
d. Puting susu terbenam
Puting susu yang terbenam akan menyulitkan bayi dalam menyusu. Karena bayi tidak dapat
menghisap puting dan areola, bayi tidak mau menyusu dan akibatnya terjadi bendungan ASI.
e. Puting susu terlalu panjang
Puting susu yang panjang menimbulkan kesulitan pada saat bayi menyusu karena bayi tidak
dapat menghisap areola dan merangsang sinus laktiferus untuk mengeluarkan ASI. Akibatnya
ASI tertahan dan menimbulkan bendungan ASI.
Gejala yang dirasakan ibu apabila terjadi bendungan ASI adalah :
a. Bengkak pada payudara
b. Payudara terasa keras
c. Payudara terasa panas dan nyeri
  Pencegahan yang dapat dilakukan, yaitu :
a. Menyusui secara dini, susui bayi segera mungkin (sebelum 30 menit) setelah dilahirkan
b. Susui bayi tanpa dijadwal (on demand)
c. Keluarkan asi dengan tangga atau pompa bila produksi melebihi kebutuhan bayi
d. Perawawatan payudara pasca persalinan (obserti patologi 169)
e. Menyusui yang sering
f. Memakai kantong yang memadai
g. Hindari tekanan local pada payudara

2. Puting Susu Lecet


Puting susu lecet dapat disebabkan trauma pada puting susu saat menyusui, selain itu dapat
pula terjadi retak dan pembentukan celah-celah. Retakan pada puting susu bisa sembuh
sendiri dalam waktu 48 jam.(pollard,2015)
Penyebab putting susu lecet, yaitu :
a. Teknik menyusui yang tidak benar.
b. Puting susu terpapar oleh sabun, krim, alkohol ataupun zat iritan lain saat ibu
membersihkan puting susu.
c. Moniliasis pada mulut bayi yang menular pada puting susu ibu.
d. Bayi dengan tali lidah pendek (frenulum lingue).
e. Cara menghentikan menyusui yang kurang tepat.
Penanganan yang bisa dilakukan :
a. Cari penyebab puting susu lecet.
b. Bayi disusukan lebih dulu pada putting susu yang normal atau lecetnya sedikit.
c. Tidak menggunakan sabun, krim, alkohol ataupun zat iritan lain saat
membersihkan payudara.
d. Menyusui lebih sering (8-12 kali dalam 24 jam).
e. Posisi menyusui harus benar, bayi menyusu sampai ke kalang payudara dan susukan
secara bergantian diantara kedua payudara.
f. Keluarkan sedikit ASI dan oleskan ke puting yang lecet dan biarkan kering.
g. Pergunakan BH yang menyangga.
h. Bila terasa sangat sakit boleh minum obat pengurang rasa sakit.
i. Jika penyebabnya monilia, diberi pengobatan dengan tablet Nystatin.

3. Putting susu masuk


Puting payudara masuk ke dalam atau inverted nipple adalah kondisi di mana puting
seperti ditarik masuk ke dalam sehingga terlihat rata. Hal ini menyebabkan masalah dalam
menyusui.

Puting susu masuk dibedakan menjadi 3 menurut derajat, yaitu :


Derajat 1
Pada derajat 1 puting mudah ditarik keluar dan kemampuan bertahannya cukup baik hanya
dengan sedikit tarikan. Puting akan kembali keluar hanya dengan tekanan menggunakan jari
atau mulut. Kondisi ini tidak akan mengganggu fungsi payudara.
Derajat 2
Kondisi puting yang masuk ke dalam masih dapat ditarik keluar, tapi penarikannya tidak
semudah derajat 1. Puting bisa keluar dengan tekanan lembut tapi puting akan kembali
mundur setelah tarikan dilepas. Kondisi ini bisa mengakibatkan beberapa masalah terutama
ketika pemberian ASI dan  dampak psikologis.
Derajat 3
Kondisi puting pada derajat 3 akan terlihat sangat masuk ke dalam dan sangat sulit keluar
atau menanggapi rangsang. Kondisi ini akan menyebabkan beberapa masalah bagi wanita
yang sedang menyusui. Selain itu, kondisi ini juga dapat berdampak pada psikologis wanita
akibat munculnya perasaan tidak menarik atau cacat.
Penanganan yang bisa dilakukan :
1. Teknik Hoffman
Langkah :
1. Letakkan jempol Anda di kedua sisi puting . Pastikan untuk menempatkannya di
pangkal puting, bukan di luar areola.
2. Tekan dengan kuat ke jaringan payudara
3. Sementara masih menekan, tarik perlahan ibu jari dari satu sama lain.
4. Gerakkan ibu jari di sekitar puting dan ulangi.

2. Alat hisap
Ada beberapa perangkat hisap yang diperkenalkan untuk mengatasi puting susu masuk :
a. Nipple retractors
b. Nipple extractors
c. Shells
d. Cups

4. Mastitis
Mastitis adalah peradangan pada payudara yang dapat disertai infeksi atau tidak, yang
disebabkan oleh kuman terutama Staphylococcus aureus melalui luka pada puting susu atau
melalui peredaran darah. Penyakit ini biasanya menyertai laktasi, sehingga disebut juga
mastitis laktasional atau mastitis puerperalis (ningrum,2012)
Gejala mastitis, ada 2 yaitu :
a.Gejala mastitis non-infeksius adalah:
2. Ibu memperhatikan adanya’’bercak panas’’,atau area nyeri tekan yang akut.
3.  Ibu dapat merasakan bercak kecil yang keras di daerah nyeri tekan tersebut.
4.  Ibu tidak mengalami demam dan merasa baik-baik saja.

b.Gejala mastitis infeksius:


1. Ibu mengeluh lemah dan sakit-sakit pada otot seperti flu.
2. Ibu dapat mengeluh sakit kepala
3.  Ibu demam dengan suhu di atas 38 C
4.  Terdapat area luka yang terbatas atau lebih luas pada payudara.
5.  Kulit pada payudara dapat tampak kemerahan atau bercahaya(tanda-tanda akhir)
6. Kedua payudara mungkin terasa keras dan tegang ‘’Pembengkakan’’.

Penyebab mastitis yaitu :


a. Payudara bengkak yang tidak disusu secara adekuat, akhirnya terjadi mastitis
b. Putting lecet akan memudahkan masuknya kuman dan terjadinya payudara bengkak
c. Bra yang terlalu ketat mengakibatkan segmental engorgement, jiak tidak disusui dengan
adekuat, maka bisa terjadi mastitis
d. Ibu yang dietnya buruk, kurang istrirahat, dan anemia akan mudah terkena infeksi.
Penanganan yang bisa dilakukan, antara lain:
a. Jaga kebersihan selama menyusui. Hindari menggunakan pengering, selalu cuci tangan,
dan jaga kebersihan puting dan bayi.
b. Minum lebih banyak cairan.
c. Istirahat yang cukup dan makan makanan bergizi ketika menyusui.
d. Menyusui dari payudara yang tidak terinfeksi dan kosongkan kedua payudara dengan
pompa pada payudara yang terinfeksi.
e. Periksa ke dokter dalam 1-2 minggu untuk memastikan apakah infeksi telah sembuh.

5. Abses Payudara
Abses payudara adalah suatu penimbunan nanah, biasanya terjadi akibat suatu infeksi
bakteri. Jika bakteri menyusup ke dalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi infeksi.
Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi jaringan dan sel-sel yang
terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi,
bergerak ke dalam rongga tersebut dan setelah menelan bakteri, sel darah putih akan mati. Sel
darah putih inilah yang mengisi rongga tersebut.(pollard,2015)
Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan disekitarnya akan terdorong. Jaringan pada
akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan menjadi dinding pembatas abses. Hal ini merupakan
mekanisme tubuh untuk mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut. Jika suatu abses pecah
didalam, maka infeksi bisa menyabar di dalam tubuh maupun dibawah permukaan kulit,
tergantung pada lokasi abses.

Gejala
a. Tanda-tanda inflamasi pada payudara (merah, panas jika disentuh, membengkak dan
adanya nyeri tekan).
b.  Teraba massa, suatu abses yang terbentuk tepat dibawah kulit biasanya tampak sebagai
suatu benjolan. Jika abses akan pecah, maka daerah pusat benjolan akan lebih putih
karena kulit diatasnya menipis.
c.  Gejala sistematik berupa demam tinggi, menggigil, malaise.
d. Nipple discharge (keluar cairan dari putting susu, bisa mengandung nanah)
e.  Gatal-gatal
Penatalaksanaan
a. Teknik menyusui yang benar
b.  Kompres air hangat dan dingin
c. Terus menyusui pada mastitis
d. Menyusui dari payudara yang sehat
e.  Senam laktasi
f. Pemberian antibiotic
g. Rujuk jika tidak ada perubahan
A. SUBINVOLUSI
Subinvolusi  uterus adalah kegagalan uterus untuk mengikuti pola normal involusi/
proses involusi rahim tidak berjalan sebagai semestinya sehingga proses pengecilan
uterus terhambat.
Subinvolusi merupakan istilah yang dipergunakan untuk menunjukan kemunduran yang
terjadi pada setiap organ dan saluran reproduktif kadang lebih banyak mengarah secara
spesifik pada kemunduran uterus yang mengarah keukurannya (varney’smidwifery)
1. Tanda dan gejala
a. Fundusuteri letaknya tetap tinggi di dalam abdomen/pelvis dari yang seharusnya
atau penurunan fundusuteri lambat 
b. Konsistensi utererus lembek
c. Pengeluaran locheaseringkali gagal berubah
d. Terdapat bekuan darah
e. Lochea berbau menyengat
f. Uterus tidak berkontraksi
g. Pucat, pusing dan tekanan darah rendah serta suhu tubuh tinggi
2. Penyebab
a. Terjadi infeksi pada miometrium
b. Terdapat sisa plasenta dan selaput plasenta di dalam uterus
c. Lochearubra lebih dari 2 minggu postpartum dan pengeluarannya lebih banyak
dari yang diperkirakan.
3. Terapi
a. Pemberian antibiotika
b. Pemberian uterotonika
c. Pemberian tablet Fe
4. Jenis Subinvolusi
a. Subinvolusi tempat plasenta adalah kegagalan bekas  tempat implantasi untuk
berubah
1) Tanda dan Gejala
a) Tempat implantasi masih meninggalkan  parut dan menonjol
b) Perdarahan
2) Penyebab
a) Tali pusat putus akibat dari traksi yang berlebihan
b) Inversiouteri sebagai akibat tarikan
c) Tidak ada regenerasi endometrium ditempat implantasi plasenta
d) Tidak ada pertumbuhan kelenjar endometrium
b. Subinvolusiligament adalah kegagalan ligamen  dan diafragma pelvis  fasia
kembali seperti sedia kala
1) Tanda dan gejala
a) Ligamentum  rotundum masih kendor
b) Ligamen fasia dan jaringan penunjang serta alat genitalia masih kendor
2) Penyebab
a) Terlalu sering melahirkan
b) Faktor umur
c) Ligamen fasia dan jaringan penunjang serta alat genitalia sudah
berkurang elastisitasnya.
c. Subinvolusi Serviks adalah kegagalan serviks berubah kebentuk semula seperti
sebelum hamil.
1) Tanda dan gejala
a) Konsistensi serviks lembek
b) Perdarahan
2) Penyebab
a) Multi paritas
b) Terjadi ruptur saat persalinan
c) Lemahnya elastisitas serviks
d. Subinvolusi Lochea adalah tidak ada perubahan pada konsistensi
lochea.Seharusnyalochea berubah secara normal sesuai dengan fase dan
lamanya postpartum,
1) Tanda dan gejala
a) Perdarahan tidak sesuai dengan fase
b) Darah berbau menyengat
c) Perdarahan
d) Demam, menggigil
2) Penyebab
a) Bekuan darah pada serviks
b) Uterus tidak berkontraksi
c) Posisi ibu telentang sehingga menghambat darah nifas untuk keluar
d) Tidak mobilisasi
e) Robekan jalan lahir
f) Infeksi
e. Subinvolusi Vulva dan Vagina adalah tidak kembalinya  bentuk dan konsistensi
vulva dan vagina seperti semula setelah beberapa hari postpartus.
1) Tanda dan gejala
a) Vulva dan vagina kemerahan
b) Terlihat oedem
c) Konsistensi lembek
2)  Penyebab
a) Elastisitas vulva dan vagina lemah
b) Infeksi
c) Terjadi robekan vulva dan vagina saat partus
d) Ekstrasi kuman
f. Subinvolusi Perineum adalah tidak ada perubahan perineum setelah beberapa
hari persalinan
1) Tanda dan gejala
a) Perineum terlihat kemerahan
b) Konsistensi lembek
c) Oedem
2) Penyebab
a) Tonus otot perineum sudah lemah
b) kurangnya elastisitas perineum
c) infeksi
d) pemotongan benang catgut terlalu pendek pada saat laseralisasi
sehingga jahitan perineum putus
B. PERDARAHAN PASCA PERSALINAN / MASA NIFAS
1. Definisi
Perdarahan pasca persalinan didefinisikan  kehilangan darah 500 cc dalam
persalinan pervaginam atau 1000 cc dalam persalinan perabdominal.( Ramanathan
G, Arulkumaran S ,2006)
Menurut waktu terjadinya dibagi menjadi dua:
a. Perdarahan Pasca Persalinan Dini (Early PostpartumHaemorrhage, atau
Perdarahan Postpartum Primer, atau Perdarahan Pasca Persalinan
Segera). Perdarahan pasca persalinan primer terjadi dalam 24 jam pertama.
Penyebab utama perdarahan pasca persalinan primer adalah atoniauteri, retensio
plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan inversiouteri. Terbanyak dalam 2
jam pertama.
b. Perdarahan masa nifas (perdarahan pasca salin kasep atau Perdarahan Persalinan
Sekunder atau perdarahan pasca persalinan lambat). Perdarahan
pasca persalinan sekunder terjadi setelah 24 jam pertama. Perdarahan pasca
persalinan sekunder sering diakibatkan oleh infeksi, penyusutan rahim yang
tidak baik (subinvolusiouteri), atau sisa plasenta yang tertinggal.
2. Epidemiologi
a. Insiden
Angka kejadian perdarahan pasca salin setelah persalinan pervaginam yaitu 5-8
%. Perdarahan postpartum adalah penyebab paling umum perdarahan yang
berlebihan pada kehamilan, dan hampir semua tranfusi pada wanita hamil
dilakukan untuk menggantikan darah yang hilang setelah persalinan.(Alan H,
Decherney,2003)
b. Peningkatan angka kematian di Negara berkembang
Di negara kurang berkembang merupakan penyebab utama dari kematian
maternal. Hal ini disebabkan kurangnya tenaga kesehatan yang memadai,
kurangnya layanan transfusi, kurangnya layanan operasi.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perdarahan pasca persalinan
a. Perdarahan pasca persalinan dan usia ibu
Wanita yang melahirkan anak pada usia dibawah 20 tahun atau lebih dari 35
tahun merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan pascapersalinan yang dapat
mengakibatkan kematian maternal. Hal ini dikarenakan pada usia dibawah 20
tahun fungsi reproduksi seorang wanita belum berkembang dengan sempurna,
sedangkan pada usia diatas 35 tahun fungsi reproduksi seorang wanita sudah
mengalami penurunan dibandingkan fungsi reproduksi normal sehingga
kemungkinan untuk terjadinya komplikasi pascapersalinan terutama perdarahan
akan lebih besar. Perdarahan pascapersalinan yang mengakibatkan kematian
maternal pada wanita hamil yang melahirkan pada usia dibawah 20 tahun 2-5
kali lebih tinggi daripada perdarahan pascapersalinan yang terjadi pada usia 20-
29 tahun. Perdarahan pascapersalinan meningkat kembali setelah usia 30-
35tahun.(Tsu VD,1993)

b. Perdarahan pascapersalinan dan gravida


Ibu-ibu yang dengan kehamilan lebih dari 1 kali atau yang termasuk
multigravida mempunyai risiko lebih tinggi terhadap terjadinya perdarahan
pascapersalinan dibandingkan dengan ibu-ibu yang termasuk golongan
primigravida (hamil pertama kali). Hal ini dikarenakan pada multigravida,
fungsi reproduksi mengalami penurunan sehingga kemungkinan terjadinya
perdarahan pascapersalinan menjadi lebih besar. (Tsu VD,1993)
c. Perdarahan pasca persalinan dan paritas
Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut perdarahan
pascapersalinan yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Paritas satu dan
paritas tinggi (lebih dari tiga) mempunyai angka kejadian perdarahan
pascapersalinan lebih tinggi. Pada paritas yang rendah (paritas satu),
ketidaksiapan ibu dalam menghadapi persalinan yang pertama merupakan faktor
penyebab ketidakmampuan ibu hamil dalam menangani komplikasi yang terjadi
selama kehamilan, persalinan dan nifas..(Tsu VD,1993)
d. Perdarahan pascapersalinan dan Antenatal Care
Tujuan umum antenatal care adalah menyiapkan seoptimal mungkin fisik dan
mental ibu serta anak selama dalam kehamilan, persalinan dan nifas sehingga
angka morbiditas dan mortalitas ibu serta anak dapat diturunkan.
Pemeriksaan antenatal yang baik dan tersedianya fasilitas rujukan bagi kasus
risiko tinggi terutama perdarahan yang selalu mungkin terjadi setelah persalinan
yang mengakibatkan kematian maternal dapat diturunkan. Hal ini disebabkan
karena dengan adanya antenatal care tanda-tanda dini perdarahan yang
berlebihan dapat dideteksi dan ditanggulangi dengan cepat. (Tsu VD,1993)
e. Perdarahan pascapersalinan dan kadar hemoglobin
Anemia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan nilai hemoglobin
dibawah nilai normal. Dikatakan anemia jika kadar hemoglobin kurang dari 8 gr
%. Perdarahan pascapersalinan mengakibatkan hilangnya darah sebanyak 500
ml atau lebih, dan jika hal ini terus dibiarkan tanpa adanya penanganan yang
tepat dan akurat akan mengakibatkan turunnya kadar hemoglobin dibawah nilai
normal .(Tsu VD,1993)
4. Perdarahan PostPartum berdasar Penyebabnya
a. Perdarahan Postpartum akibat AtoniaUteri
Perdarahan postpartum dapat terjadi karena terlepasnya sebagian plasenta dari
rahim dan sebagian lagi belum; karena perlukaan pada jalan lahir atau karena
atoniauteri. Atoniuteri merupakan sebab terpenting perdarahan postpartum.
Atoniauteri dapat terjadi karena proses persalinan yang lama; pembesaran rahim
yang berlebihan pada waktu hamil seperti pada hamil kembar atau janin besar;
persalinan yang sering (multiparitas) atau anestesi yang dalam. Atoniauteri juga
dapat terjadi bila ada usaha mengeluarkan plasenta dengan memijat dan
mendorong rahim ke bawah sementara plasenta belum lepas dari rahim.
Perdarahan yang banyak dalam waktu pendek dapat segera diketahui. Tapi bila
perdarahan sedikit dalam waktu lama tanpa disadari penderita telah kehilangan
banyak darah sebelum tampak pucat dan gejala lainnya. Pada perdarahan karena
atoniauteri, rahim membesar dan lembek.
Terapi terbaik adalah pencegahan. Anemia pada kehamilan harus diobati karena
perdarahan yang normal pun dapat membahayakan seorang ibu yang telah
mengalami anemia. Bila sebelumnya pernah mengalami perdarahan postpartum,
persalinan berikutnya harus di rumah sakit. Pada persalinan yang lama
diupayakan agar jangan sampai terlalu lelah. Rahim jangan dipijat dan didorong
ke bawah sebelum plasenta lepas dari dinding rahim.
Pada perdarahan yang timbul setelah janin lahir dilakukan upaya penghentian
perdarahan secepat mungkin dan mengangatasi akibat perdarahan. Pada
perdarahan yang disebabkan atoniauteri dilakukan massage rahim dan suntikan
ergometrin ke dalam pembuluh balik. Bila tidak memberi hasil yang diharapkan
dalam waktu singkat, dilakukan kompresi bimanual pada rahim, bila perlu
dilakukan tamponade utero vaginal, yaitu dimasukkan tampon kasa kedalam
rahim sampai rongga rahim terisi penuh. Pada perdarahan postpartum ada
kemungkinann dilakukan pengikatan pembuluh nadi yang mensuplai darah ke
rahim atau pengangkatan rahim.
Adapun Faktor predisposisi terjadinya atoniauteri : Umur, Paritas, Partus lama
dan partus terlantar, Obstetri operatif dan narkosa, Uterus terlalu regang dan
besar misalnya pada gemelli, hidramnion atau janin besar, Kelainan pada uterus
seperti mioma uterii, uterus couvelair pada solusio plasenta, Faktor sosio
ekonomi yaitu malnutrisi. (Abdul Bari, dkk, 2008)
b. Perdarahan Pospartum akibat Retensio Plasenta
Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir selama 1 jam
setelah bayi lahir.  Penyebab retensio plasenta :
1) Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan tumbuh
lebih dalam. Menurut tingkat perlekatannya:
a) Plasenta adhesiva : plasenta yang melekat pada desidua endometrium
lebih dalam.
b) Plasenta inkreta : vilikhorialis tumbuh lebih dalam dan menembus
desidua endometrium sampai ke miometrium
c) Plasenta akreta : vilikhorialis tumbuh menembus miometrium sampai
ke serosa.
d) Plasenta perkreta : vilikhorialis tumbuh menembus serosa atau
peritoneum dinding rahim.
2) Plasenta sudah terlepas dari dinding rahim namun belum keluar karena
atoniuteri atau adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim
(akibat kesalahan penanganan kala III) yang akan menghalangi plasenta
keluar (plasenta inkarserata).
3) Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan tetapi
bila sebagian plasenta sudah lepas maka akan terjadi perdarahan. Ini
merupakan indikasi untuk segera mengeluarkannya. Plasenta mungkin pula
tidak keluar karena kandung kemih atau rektum penuh. Oleh karena itu
keduanya harus dikosongkan. (Abdul Bari, dkk, 2008)
c. Perdarahan Postpartum akibat Subinvolusi
Subinvolusi adalah kegagalan uterus untuk mengikuti pola normal involusi, dan
keadaan ini merupakan salah satu dari penyebab terumum perdarahan
pascapartum. Biasanya tanda dan gejala subinvolusi tidak tampak, sampai kira-
kira 4 hingga 6 minggu pascapartum. Fundusuteri letaknya tetap tinggi di dalam
abdomen/ pelvis dari yang diperkirakan. Keluaran lokia seringkali gagal
berubah dari bentuk rubra ke bentuk serosa, lalu ke bentuk lokia alba. Lokia
bisa tetap dalam bentuk rubra, atau kembali ke bentuk rubra dalam beberapa
hari pacapartum. Lokia yang tetap bertahan dalam bentuk rubra selama lebih
dari 2 minggu pascapatumsangatlah perlu dicurigai terjadi kasus subinvolusi.
Jumlah lokia bisa lebih banyak dari pada yang diperkirakan. Leukore, sakit
punggung, dan lokia berbau menyengat, bisa terjadi jika ada infeksi. Ibu bisa
juga memiliki riwayat perdarahan yang tidak teratur, atau perdarahan yang
berlebihan setelah kelahiran. (Abdul Bari, dkk, 2008)
d. Perdarahan Postpartum akibat InversioUteri
InversioUteri adalah keadaan dimana fundusuteri terbalik sebagian atau
seluruhnya masuk ke dalam kavumuteri. Uterus dikatakan mengalami inverse
jika bagian dalam menjadi di luar saat melahirkan plasenta. Reposisi sebaiknya
segera dilakukan dengan berjalannya waktu, lingkaran konstriksi sekitar uterus
yang terinversi akan mengecil dan uterus akan terisi darah.
1) Pembagian inversiouteri :
a) Inversiouteri ringan : Fundusuteri terbalik menonjol ke dalam
kavumuteri namun belum keluar dari ruang rongga rahim.
b) Inversiouteri sedang : Terbalik dan sudah masuk ke dalam vagina.
c) Inversiouteri berat : Uterus dan vagina semuanya terbalik dan sebagian
sudah keluar vagina.
2) Penyebab inversiouteri :
a) Spontan : grande multipara, atoniuteri, kelemahan alat kandungan,
tekanan intra abdominal yang tinggi (mengejan dan batuk).
b) Tindakan : cara Crade yang berlebihan, tarikan tali pusat, manual
plasenta yang dipaksakan, perlekatan plasenta pada dinding rahim.
3) Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya inversiouteri :
a) Uterus yang lembek, lemah, tipis dindingnya.
b) Tarikan tali pusat yang berlebihan.
4) Frekuensi inversiouteri : angka kejadian 1 : 20.000 persalinan.
Gejala klinis inversiouteri :Dijumpai pada kala III atau postpartum dengan
gejala nyeri yang hebat, perdarahan yang banyak sampai syok. Apalagbila
plasenta masih melekat dan sebagian sudah ada yang terlepas dan dapat
terjadi strangulasi dan nekrosis.
5) Pemeriksaan dalam :
a) Bila masih inkomplit maka pada daerah simfisis uterus teraba
fundusuteri cekung ke dalam.
b) Bila komplit, di atas simfisis uterus teraba kosong dan dalam vagina
teraba tumor lunak
c) Kavumuteri sudah tidak ada (terbalik). (Abdul Bari, dkk, 2008)
e. Perdarahan Postpartum Akibat Hematoma
Hematoma terjadi karena kompresi yang kuat disepanjang traktus genitalia, dan
tampak sebagai warna ungu pada mukosa vagina atau perineum yang ekimotik.
Hematoma yang kecil diatasi dengan es, analgesic dan pemantauan yang terus
menerus. Biasanya hematoma ini dapat diserap kembali secara alami. (Dian
Husada, 2011)
f. Perdarahan Postpartum akibat Laserasi /Robekan Jalan Lahir
Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan
postpartum. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atoniauteri. Perdarahan
postpartum dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh
robelanservik atau vagina.
1) Robekan Serviks
Persalinan Selalu mengakibatkan robekan serviks sehingga servik seorang
multipara berbeda dari yang belum pernah melahirkan pervaginam.
Robekan servik yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke
segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti,
meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus sudah berkontraksi
dengan baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya robekan
servikuteri
2) Robekan Vagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak
sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih
sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila
kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru
terlihat pada pemeriksaan speculum
3) Robekan Perineum
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak
jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya
terjadi digaris tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu
cepat, sudut arkuspubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati
pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar daripada
sirkumferensiasuboksipitobregmatika
4) Laserasi pada traktus genitalia sebaiknya dicurigai, ketika terjadi
perdarahan yang berlangsung lama yang menyertai kontraksi uterus yang
kuat. (Dian Husada, 2011)
5. Penatalaksanaan khusus berdasarkan penyebab
a. Atoniauteri
1) Kenali dan tegakan kerja atoniauteri
2) Sambil melakukan pemasangan infus dan pemberian uterotonika, lakukan
pengurutan uterus
3) Pastikan plasenta lahir lengkap dan tidak ada laserasi jalan lahir
4) Lakukan tindakan spesifik yang diperlukan :
a) Kompresi bimanual eksternal yaitu menekan uterus melalui dinding
abdomen dengan jalan saling mendekatkan kedua belah telapak tangan
yang melingkupi uteus. Bila perdarahan berkurang kompresi
diteruskan, pertahankan hingga uterus dapat kembali berkontraksi atau
dibawa ke fasilitas kesehata rujukan.
b) Kompresi bimanual internal yaitu uterus ditekan diantara telapak
tangan pada dinding abdomen dan tinju tangan dalam vagina untuk
menjempit pembuluh darah didalammiometrium.
c) Kompresi aorta abdominalis yaitu raba arteri femoralis dengan ujung
jari tangan kiri, pertahankan posisi tersebut genggam tangan kanan
kemudian tekankan pada daerah umbilikus, tegak lurus dengan sumbu
badan, hingga mencapai kolumnavertebralis, penekanan yang tepat
akan menghetikan atau mengurangi, denyut arteri femoralis. ( Widfa
Satriani, 2013)
b. Retensio plasenta dengan separasi parsial
1) Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang
akan diambil.
2) Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengejan, bila ekspulsi tidak
terjadi cobakan traksi terkontrol tali pusat.
3) Pasang infus oksitosin 20 unit/500 cc NS atau RL dengan tetesan 40/menit,
bila perlu kombinasikan dengan misoprostol 400mg per rektal.
4) Bila traksi terkontrol gagal melahirkan plasenta, lakukan manual plasenta
secara hati-hati dan halus.
5) Restorasi cairan untuk mengatasi hipovolemia.
6) Lakukan transfusi darah bila diperlukan.
7) Berikan antibivotik profilaksis ( ampicilin 2 gr IV/oral + metronidazole 1 g
supp/oral ). ( Widfa Satriani, 2013)
c. Plasenta inkaserata
1) Tentukan diagnosis kerja
2) Siapkan peralatan dan bahan untuk menghilangkan kontriksi serviks yang
kuat, tetapi siapkan infus fluothane atau eter untuk menghilangkan kontriksi
serviks yang kuat, tetapi siapkan infus oksitosin 20 Untuk500 NS atau RL
untuk mengantisipasi gangguan kontraksi uterus yang mungkin timbul.
3) Bila bahan anestesi tidak tersedia, lakukan manuver sekrup untuk
melahirkan plasenta.
4) Pasang spekulumSims sehingga ostium dan sebagian plasenta tampak jelas.
5) Jepit porsio dengan klem ovum pada jam 12, 4 dan 8 dan lepaskan
speculum
6) Tarik ketiga klem ovum agar ostium, tali pusat dan plasenta tampak jelas.
7) Tarik tali pusat ke lateral sehingga menampakkan plasenta disisi
berlawanan agar dapat dijepit sebanyak mungkin, minta asisten untuk
memegang klem tersebut.
8) Lakukan hal yang sama pada plasenta kontra lateral
9) Satukan kedua klem tersebut, kemudian sambil diputar searah jarum jam
tarik plasenta keluar perlahan-lahan. ( Widfa Satriani, 2013)
d. Rupturuteri
1) Berikan segera cairan isotonik ( RL/NS) 500 cc dalam 15-20 menit dan
siapkan laparatomi
2) Lakukan laparatomi untuk melahirkan anak dan plasenta, fasilitas
pelayanan kesehatan dasar harus merujuk pasien ke rumah sakit rujukan
3) Bila konservasi uterus masih diperlukan dan kondisi jaringan
memungkinkan, lakukan operasi uterus
4) Bila luka mengalami nekrosis yang luas dan kondisi pasien mengkwatirkan
lakukan histerektomi
5) Lakukan bilasan peritonial dan pasang drain dari cavum abdomen
6) Antibiotik dan serum anti tetanus, bila ada tanda-tanda infeksi. ( Widfa
Satriani, 2013)
e. Sisa plasenta
1) Penemuan secara dini, dengan memeriksa kelengkapan plasenta setelah
dilahirkan
2) Berikan antibiotika karena kemungkinan ada endometriosis
3) Lakukan eksplorasi digital/bila serviks terbuka dan mengeluarkan bekuan
darah atau jaringan, bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrument,
lakukan evakuasi sisa plasenta dengan dilatasi dan kuret.
4) Hb 8 gr% berikan transfusi atau berikan sulfat ferosus 600mg/hari selama
10 hari. ( Widfa Satriani, 2013)
f. Rupturperitonium dan robekan dinding vagina
1) Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi dan sumber
perdarahan
2) Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan antiseptic
3) Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan benang
yang dapat diserap
4) Lakukan penjahitan luka dari bagian yang paling distal
5) Khusus pada ruptur perineum komplit dilakukan penjahitan lapis demi lapis
dengan bantuan busi pada rektum, sebagai berikut :
a) Setelah prosedur aseptik- antiseptik, pasang busi rektum hingga ujung
robekan
b) Mulai penjahitan dari ujung robekan dengan jahitan dan simpul sub
mukosa, menggunakan benang polyglikolikNo 2/0 ( deton/vierge )
hingga ke sfinter ani, jepit kedua sfinter ani dengan klem dan jahit
dengan benang no 2/0.
c) Lanjutkan penjahitan ke lapisan otot perineum dan sub mukosa dengan
benang yang sama ( atau kromik 2/0 ) secara jelujur.
d) Mukosa vagina dan kulit perineum dijahit secara sub mukosa dan sub
kutikuler
e) Berikan antibiotik profilaksis. Jika luka kotor berikan antibiotika untuk
terapi. ( Widfa Satriani, 2013)
g. Robekan serviks
1) Sering terjadi pada sisi lateral, karena serviks yang terjulur akan mengalami
robekan pada posisi spina ishiadika tertekan oleh kepala bayi.
2) Bila kontraksi uterus baik, plasenta lahir lengkap, tetapi terjadi perdarahan
banyak maka segera lihat bagian lateral bawah kiri dan kanan porsio
3) Jepitan klem ovum pada kedua sisi porsio yang robek sehingga perdarahan
dapat segera di hentikan, jika setelah eksploitasi lanjutkan tidak dijumpai
robekan lain, lakukan penjahitan, jahitan dimulai dari ujung atas robekan
kemudian kearah luar sehingga semua robekan dapat dijahit
4) Setelah tindakan periksa tanda vital, kontraksi uterus, tinggi fundusuteri dan
perdarahan paska tindakan
5) Berikan antibiotika profilaksis, kecuali bila jelas ditemui tanda-tanda
infeksi
6) Bila terjadi defisit cairan lakukan restorasi dan bila kadar Hb dibawah 8 gr
% berikan transfusi darah( Widfa Satriani, 2013)

D. INFEKSI MASA NIFAS


Masa nifas adalah masa setelah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali
alat-alat kandungan seperti sebelum hamil yang berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari.
Komplikasi masa nifas adalah keadaan abnormal pada masa nifas yang disebabkan oleh
masuknya kuman-kuman ke dalam alat genetalia pada waktu persalinan. Masa nifas
merupakan masa yang rawan bagi ibu, sekitar 60% kematian ibu terjadi setelah melahirkan
dan hampir 50% dari kematian pada masa nifas terjadi pada 24 jam pertama setelah
persalinan, diantaranya disebabkan oleh adanya komplikasi masa nifas.
Selama ini perdarahan pascasalin merupakan penyebab kematian ibu, terutama setelah 2
jam pertama yang kemungkinannya sangat tinggi, namun dengan meningkatnya persediaan
darah dan rujukan, maka infeksi menjadi lebih menonjol sebagai penyebab kematian dan
morbiditas ibu. Infeksi pada masa nifas diantaranya yaitu Tromboflebitis dan Endometrisis.
Tromboflebitis yaitu penjalaran infeksi melalui vena sering terjadi dan merupakan penyebab
terpenting dari kematian karena infeksi peurperalis, infeksi puerperalis yaitu infeksi nifas
yang mencakup semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya kuman – kuman ke
dalam alat genetalia wanita pada waktu persalinan dan nifas. Tromboflebitis yaitu suatu
peradangan yang disebabkan oleh infeksi atau cedera vena. Radang vena golongan 1 disebut
Pelviotromboflebitis atau tromboflebitis pelvis dan infeksi vena 2 disebut tromboflebitis
femoralis.
Sedangkan infeksi nifas Endometritis yaitu peradangan yang terjadi pada endometrium
pada lapisan sebelah dalam. Sama-sama kita ketahui bahwa peradangan endometrium pada
masa nifas diindonesia masih tinggi karena kurangnya ketelitian dan kecermatan dalam
penanganan mengenai hal ini baik dalam masa kehamilan maupun persalinan.
Masih kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga personal higiene,
kurangnya pengetahuan tentang dampak jangka pendek dan jangka panjang endometritis bagi
ibu menjadi salah faktor atau dasar bagi penulis untuk membahas tentang infeksi nifas
mengenai endometritis.
1.  ENDOMETRITIS
Endometritis adalah suatu peradangan endometrium yang biasanya disebabkan
oleh infeksi bakteri pada jaringan. (Taber, B., 1994). Endometritis adalah infeksi pada
endometrium (lapisan dalam dari rahim). (Manuaba, I.B. G., 1998). Endometritis adalah
suatu infeksi yag terjadi di endometrium, merupakan komplikasi pascapartum, biasanya
terjadi 48 sampai 72 jam setelah melahirkan. Endometritis adalah suatu peradangan
endometrium yang biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri pada jaringan ( Ben-zion
Tuber, 1994 ). Endometritis adalah infeksi pada endometrium atau yang disebut lapisan
dalam dari rahim. Endometritis adalah infeksi atau desidua endometrium, dengan ekstensi
ke miometrium dan jaringan parametrial. Endometritis dibagi menjadi kebidanan dan
nonobstetric endometritis. Penyakit radang panggul (PID) adalah sebuah Common
nonobstetric pendahulunya dalam populasi. Endometritis dapat juga terjadi karena
kelanjutan dari kelahiran yang tidak normal, seperti abortus, retensi sekundinarum,
kelahiran premature, kelahiran kembar, keahiran yang sukar (distokia), perlukaan yang
disebabkan oleh alat-alat yang dipergunakan untuk pertolongan pada kelahiran yang sukar.
Endometrium adalah lapisan epitel yang melapisi rongga Rahim. Permukaannya
terdiri atau selapis sel kolumnor yang bersilia dengan kelenjar sekresimukosa Rahim yang
berbentukinva ginasi ke dalam stroma selular. (Sarwono,2008). Endometritis merupakan
suatu peradangan pada endometrium yang disebabkan oleh infeksi bakteri pada jaringan.
Endometritis adalah infeksi pada endometrium (lapisan dalam dari rahim) yang dapat
terjadi sebagai kelanjutan infeksi pada serviks atau infeksi tersendiri dan terdapat benda
asing dalam rahim.

a. Klasifikasi
1) Endometritis akuta
Terutama terjadi pada masa post partum / post abortum. Pada endometritis post
partum regenerasi endometrium selesai pada hari ke-9, sehingga endometritis post
partum pada umumnya terjadi sebelum hari ke-9. Endometritis post abortum terutama
terjadi pada abortus provokatus. Pada endometritis akuta, endometrium mengalami
edema dan hiperemi, dan pada pemeriksaan mikroskopik terdapat hiperemi, edema dan
infiltrasi leukosit berinti polimorf yang banyak, serta perdarahan-perdarahan interstisial.
Sebab yang paling penting ialah infeksi gonorea dan infeksi pada abortus dan partus.
Infeksi gonorea mulai sebagai servisitis akut, dan radang menjalar ke atas dan
menyebabkan endometritis akut. Infeksi gonorea akan dibahas secara khusus. Pada
abortus septik dan sepsis puerperalis infeksi cepat meluas ke miometrium dan melalui
pembuluh-pembuluh darah limfe dapat menjalar ke parametrium, ketuban dan ovarium,
dan ke peritoneum sekitarnya. Gejala-gejala endometritis akut dalam hal ini diselubungi
oleh gejala-gejala penyakit dalam keseluruhannya. Penderita panas tinggi, kelihatan sakit
keras, keluar leukorea yang bernanah, dan uterus serta daerah sekitarnya nyeri pada
perabaan.
Sebab lain endometritis akut ialah tindakan yang dilakukan dalam uterus di luar
partus atau abortus, seperti kerokan, memasukan radium ke dalam uterus, memasukan
IUD (intra uterine device) ke dalam uterus, dan sebagainya. Tergantung dari virulensi
kuman yang dimasukkan dalam uterus, apakah endometritis akut tetap berbatas pada
endometrium, atau menjalar ke jaringan di sekitarnya. Endometritis akut yang
disebabkan oleh kuman-kuman yang tidak seberapa patogen pada umumnya dapat diatasi
atas kekuatan jaringan sendiri, dibantu dengan pelepasan lapisan fungsional dari
endometrium pada waktu haid. Dalam pengobatan endometritis akuta yang paling
penting adalah berusaha mencegah, agar infeksi tidak menjalar.
Gejalanya :
a) Demam
b) Lochea berbau : pada endometritis post abortum kadang-kadang keluar lochea yang
purulent.
c) Lochea lama berdarah malahan terjadi metrorrhagi.
d)  Kalau radang tidak menjalar ke parametrium atau parametrium tidak nyeri.

2)  Endometritis kronika
Radang ini jarang dijumpai , namun biasanya terjadi pada wanita yang masih menstruasi.
Dimana radang dapat terjadi pada lapisan basalis yang tidak terbuang pada waktu menstruasi.
Endometritis kronik primaria dapat terjadi sesudah menopauase, dimana radang tetap tinggal
dan meluas sampai ke bagian endometrium lain. Endometritis kronik ditandai oleh adanya
sel-sel plasma pada stroma. Penyebab yang paling umum adalah Penyakit Radang Panggul
(PID), TBC, dan klamidia. Pasien yang menderita endometritis kronis sebelumnya mereka
telah memiliki riwayat kanker leher rahim atau kanker  endrometrium. Gejala endometritis
kronis berupa noda darah yang kotor dan keluhan sakit perut bagian bawah, leukorea serta
kelainan haid seperti menorhagia dan metrorhagia. Pengobatan tergantung dari penyebabnya.
Endometritis kronis ditemukan:
1) Pada tuberkulosis.
2) Jika tertinggal sisa-sisa abortus atau partus.
3) Jika terdapat korpus alineum di kavum uteri.
4) Pada polip uterus dengan infeksi.
5) Pada tumor ganas uterus.
6) Pada salpingo – oofaritis dan selulitis pelvik.
Endometritis tuberkulosa terdapat pada hampir setengah kasus-kasus TB genital. Pada
pemeriksaan mikroskopik ditemukan tuberkel pada tengah-tengah endometrium yang
meradang menahun. Pada abortus inkomplitus dengan sisa-sisa tertinggal dalam uterus
terdapat desidua dan vili korealis di tengah-tengah radang menahun endometrium. Pada
partus dengan sisa plasenta masih tertinggal dalam uterus, terdapat peradangan dan organisasi
dari jaringan tersebut disertai gumpalan darah, dan terbentuklah apa yang dinamakan polip
plasenta. Endometritis kronika yang lain umumnya akibat ineksi terus-menerus karena
adanya benda asing atau polip/tumor dengan infeksi di dalam kavum uteri.
Gejalanya :
a. Flour albus yang keluar dari ostium.
b. Kelainan haid seperti metrorrhagi dan menorrhagi.

2) Tipe Endometritis
a. Endometritis post partum (radang dinding rahim sesudah melahirkan)
b. Endometritis sinsitial (peradangan dinding rahim akibat tumor jinak disertai sel sintitial
dan trofoblas yang banyak)
c. Endometritis tuberkulosa (peradangan pada dinding rahim endometrium dan tuba
fallopi, biasanya akibat Mycobacterium tuberculosis.)
Etiologi
Endometritis sering ditemukan pada wanita setelah seksio sesarea terutama bila
sebelumnya ada riwayat koriomnionitis, partus lama, pecah ketuban yang lama. Penyebab
lainnya dari endometritis adalah adanya tanda jaringan plasenta yang tertahan setelah abortus
dan melahirkan. (Taber, B. 1994). Menurut Varney, H. (2001), hal-hal yang dapat
menyebabkan infeksi pada wanita adalah:
1. Waktu persalinan lama, terutama disertai pecahnya ketuban.
2. Pecahnya ketuban berlangsung lama.
3. Adanya pemeriksaan vagina selama persalinan dan disertai pecahnya ketuban.
4. Teknik aseptik tidak dipatuhi.
5. Manipulasi intrauterus (pengangkatan plasenta secara manual).
6. Trauma jaringan yang luas/luka terbuka.
7. Kelahiran secara bedah.
8. Retensi fragmen plasenta/membran amnion.
Macam jalan kuman masuk ke dalam alat kandungan seperti eksogen (kuman datang dari
luar), autogen (kuman masuk dari tempat lain dalam tubuh) dan endogen (dari jalan lahir
sendiri). Penyebab yang terbanyak dan lebih dari 50% adalah streptococcus anaerob yang
sebenarnya tidak patogen sebagai penghuni normal jalan lahir. Kuman-kuman yang sering
menyebabkan infeksi antara lain adalah :
A. Streptococcus haemoliticus anaerobic
Masuknya secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat. Infeksi ini biasanya eksogen
(ditularkan dari penderita lain, alat-alat yang tidak suci hama, tangan penolong, infeksi
tenggorokan orang lain).
B.     Staphylococcus aureus
Masuknya secara eksogen, infeksinya sedang, banyak ditemukan sebagai penyebab
infeksi di rumah sakit dan dalam tenggorokan orang-orang yang nampaknya sehat.
Kuman ini biasanya menyebabkan infeksi terbatas, walaupun kadang-kadang menjadi
sebab infeksi umum.
C.     Escherichia Coli
Sering berasal dari kandung kemih dan rektum, menyebabkan infeksi terbatas pada
perineum, vulva, dan endometrium. Kuman inimerupakan sebab penting dari infeksi
traktus urinarius.
D.    Clostridium Welchii
Kuman ini bersifat anaerob, jarang ditemukan akan tetapi sangat berbahaya.
Infeksi ini lebih sering terjadi pada abortus kriminalis dan partus yang ditolong oleh
dukun dari luar rumah sakit.
     Miroorganisme yang menyebabkan endometritis diantaranya Campylobacter
foetus, Brucella sp., Vibrio sp., dan trikomoniasis foetus. Endometritis juga dapat
diakibatkan oleh bakteri  oportunistik spesifik seperti Corynebacterium
pyogenes,  Eschericia coli  dan Fusobacterium necrophorum .Endometritis biasa terjadi
setelah kejadian aborsi, kelahiran kembar, serta kerusakan jalan kelahiran sesudah
melahirkan.

Penyebab Endometritis
Endometritis paling sering ditemukan setelah seksio sesarea, terutama bila sebelumnya
pasien menderita korioamnionitis, partus lama atau pecah ketuban yang lama. Penyebab-
penyebab lainnya endometritis adalah jaringan plasenta yang tertahan setelah abortus atau
melahirkan. Infeksi endometrium dapat terjadi sebagai kelanjutan infeksi pada serviks atau
infeksi tersendiri dan terdapat benda asing dalam rahim. Infeksi endometrium dapat dalam
bentuk akut. Endometritis bisa juga disebabkan oleh golongan streptococcus, staphylococcus,
adakalanya basil tuberculosis dan gonococcus. Endometritis adalah penyakit yang melibatkan
polymicrobial, rata-rata, 2-3 organisme. Dalam banyak kasus, hal itu timbul dari infeksi
menaik dari organisme yang ditemukan di vagina normal flora asli. Biasanya terisolasi
organisme termasuk Ureaplasma urealyticum, Peptostreptococcus, Gardnerella vaginalis,
Bacteroides bivius, dan kelompok B Streptococcus. Chlamydia telah dikaitkan dengan onset
terlambat endometritis postpartum. Enterococcus diidentifikasi dalam sampai dengan 25%
dari perempuan yang telah menerima profilaksis cephalosporin.
Tanda dan Gejala Endometritis
Tanda dan gejala endometritis antara lain :
1.      Peningkatan demam secara persisten hingga 40 derajat celcius. Tergantung pada
keparahan infeksi.
2.      Takikardia
3.      Menggigil dengan infeksi berat
4.      Nyeri tekan uteri menyebar secara lateral
5.      Nyeri panggul dengan pemeriksaan bimanual
6.      Subinvolusi
7.      Lokhia sedikit, tidak berbau atau berbau tidak sedap, lokhia seropurulenta
8.      Hitung sel darah putih mungkin meningkat di luar leukositisis puerperium fisiologis
9.      Perdarahan pervaginam
10.  Shock sepsis maupun hemoragik
11.  Abdomen distensi atau pembengkakan.
12.  Abnormal pendarahan vagina
13.  Discomfort dengan buang air besar (sembelit mungkin terjadi)
14.  Terjadi  ketidaknyamanan, kegelisahan, atau perasaan sakit (malaise).

2. VULVITIS

Vulvitis adalah suatu kondisi peradangan pada vulva yang dapat menyerang wanita
dalam rentang usia berapa pun. Vulva merupakan lipatan kulit yang terletak di bagian paling
luar dari organ intim wanita, namun sering kali disalahartikan orang awam sebagai vagina.
Padahal vagina merupakan liang atau saluran yang terletak lebih dalam setelah melewati
vulva. Vulva terdiri dari 2 labia (bibir) mayora, 2 labia minora, dan klitoris. Kulit vulva
rentan mengalami iritasi karena suhu di daerah vulva lembab dan hangat. Anak-anak
perempuan yang belum mengalami pubertas dan wanita postmenopause berisiko tinggi
mengalami kondisi ini. Dalam usia tersebut, wanita cenderung memiliki kadar hormon
estrogen yang rendah sehingga jaringan vulva menjadi lebih kering dan lebih tipis. Vulvitis
menimbulkan gejala yang bervariasi, tergantung dari penyebab peradangan pada
vulva.Sangat disarankan untuk tidak menggaruk alat kelamin apabila muncul rasa gatal,
karena berisiko menyebabkan iritasi berkembang menjadi infeksi.

Gejala-gejala vulvitis di antaranya adalah:

 Rasa sangat gatal di alat kelamin, terutama pada malam hari.


 Keputihan.
 Rasa seperti terbakar dan kulit pecah-pecah di sekitar vulva.
 Kulit bersisik dan area putih yang menebal di vulva.
 Bengkak dan merah di labia dan vulva.
 Benjolan berisi cairan (blister) pada vulva.

Perlu diingat bahwa gejala-gejala di atas bisa saja disebabkan oleh penyakit lain, selain
vulvitis. Untuk itu, konsultasikan kepada dokter bila Anda mengalami sejumlah gejala di
atas.

Peradangan pada vulva bisa disebabkan oleh sejumlah kondisi, seperti:

 Infeksi. Tidak hanya vagina, vulva juga dapat terinfeksi bakteri, virus, atau jamur.
Contoh-contoh penyebab infeksi pada vulva adalah herpes genital, jamur candida,
infeksi HPV, kutu kemaluan, dan skabies.
 Iritasi. Beberapa produk rumah tangga dapat menyebabkan iritasi, seperti tisu toilet,
sabun mandi, sampo, dan kondisioner yang mengandung parfum, deodoran, bedak,
semprotan organ intim, spermisida, serta pakaian dalam yang bukan berbahan katun.
Iritasi juga dapat terjadi setelah berenang atau berendam di fasilitas umum, bersepeda,
serta menunggang kuda.
 Penyakit kulit. Beberapa penyakit kulit yang dapat memengaruhi kesehatan vulva, di
antaranya adalah psoriasis, lichen planus, dan lichen sclerosus.
 Estrogen rendah. Vulvitis dapat terjadi akibat kadar estrogen yang rendah, seperti
saat menopause. Vulvitis yang terjadi dikaitkan dengan peradangan vagina akibat
vagina menjadi kering.
 Vulvodynia. Seseorang yang menderita vulvodynia akan mengalami rasa tidak
nyaman atau nyeri, seperti tersengat atau terbakar, yang bersifat kronis pada area
vagina dan vulva, tanpa adanya penyebab yang jelas.
 Kanker vulva. Kanker vulva jarang terjadi, dan umumnya menyerang wanita berusia
di atas 60 tahun. Tandanya diawali dengan benjolan atau luka pada vulva.

Pengobatan vulvitis bergantung pada kondisi yang menyebabkannya. Jika vulvitis


disebabkan oleh infeksi, maka pemakaian obat antibiotik atau antijamur menjadi langkah
pengobatan yang tepat. Dokter dapat meresepkan salep kortikosteroid untuk digunakan
beberapa kali dalam sehari. Salep ini dapat membantu mengurangi rasa gatal dan iritasi pada
vulva. Selain kortikosteroid, krim emolien dan tablet antihistamin juga dapat digunakan
untuk mengurangi gatal.
Dokter juga dapat menyarankan pemakaian krim, pessarium, atau tablet vagina yang
mengandung hormon estrogen, bila vulvitis disebabkan oleh kadar hormon estrogen yang
rendah. Bagi penderita vulvodynia, krim anestesi lokal dan tindakan operasi bisa juga
menjadi bentuk penanganan yang disarankan oleh dokter.

Selain lewat metode pengobatan vulvitis di atas, langkah-langkah berikut ini juga bisa
diterapkan untuk membantu mempercepat penyembuhan sekaligus mencegah terjadinya
vulvitis. Di antaranya adalah:

 Segera menghentikan kebiasaan yang dapat menyebabkan iritasi, misalnya memakai


pakaian yang terlalu ketat. Sebagai gantinya gunakan pakaian yang agak longgar atau
berbahan katun untuk memberikan udara pada organ intim.
 Segera mengganti pakaian dan celana dalam yang basah, baik setelah berolahraga
ataupun berenang.
 Hindari mencuci organ intim dengan sabun atau larutan yang mengandung tambahan
parfum.
 Membersihkan organ intim sekali dalam satu hari dengan air hangat.
 Untuk pemilihan alat kontrasepsi, hindari penggunaan kondom yang dilumasi dengan
spermisida.

Bentuk pengobatan vulvitis dipengaruhi sejumlah faktor, seperti riwayat kesehatan, usia,
penyebab penyakit dan gejala, serta toleransi terhadap obat-obatan tertentu. Konsultasikan
kepada dokter bila Anda mengalami gejala vulvitis, agar mendapatkan pengobatan yang
tepat. Vulvitis yang ditangani dengan baik bisa disembuhkan. Jika tidak, kondisi ini bisa
menyebabkan komplikasi. Sebagai contoh, gatal-gatal pada organ intim wanita atau pruritus
pada malam hari dapat menyebabkan gangguan tidur dan mengurangi kualitas hidup. Selain
itu, sikap cemas dan gangguan psikologis lainnya dapat memicu terjadinya gangguan
psikoseksual.

Pemeriksaan terhadap penyakit yang mendasari terjadinya vulvitis harus dilakukan dengan
seksama guna menghasilkan penanganan yang tepat. Karena tidak hanya akan menyulitkan
proses penyembuhan, penyebab vulvitis yang tidak terdeteksi dapat pula berakibat fatal,
misalnya kanker vulva.

3. Vaginitis
Vaginitis adalah peradangan pada vagina yang ditandai dengan rasa gatal di vagina dan
keputihan. Keputihan yang dialami penderita vaginitis ini berbau tidak sedap. Vagina terus
menerus memproduksi cairan secara alami. Jumlah dan tekstur cairan vagina tersebut bisa
berubah-ubah sepanjang siklus menstruasi. Oleh karena itu, normal jika seorang wanita
mengalami keputihan, namun keputihan yang normal seharusnya tidak berbau.

Vaginitis dapat disebabkan oleh penyakit menular seksual. Kondisi ini perlu segera ditangani,
terutama pada ibu hamil, karena berisiko menyebabkan bayi terlahir prematur atau lahir
dengan berat badan yang rendah. Gejala vaginitis sangat beragam, namun yang sering kali
muncul adalah:

 Keputihan berwarna putih atau kuning kehijauan yang berbau tidak sedap


 Gatal di area vagina atau di sekitarnya, misalnya pada vulva atau labia mayora.
 Kemerahan di sekitar vagina.
 Flek atau perdarahan dari vagina.
 Nyeri saat buang air kecil dan berhubungan seks.

Segera periksakan diri ke dokter bila muncul gejala-gejala di atas, terutama bila:

 Gejala yang dialami terasa mengganggu.


 Gejala disertai demam, menggigil, dan nyeri panggul.
 Bergonta-ganti pasangan seksual.

Banyak faktor yang bisa menyebabkan vaginitis. Tetapi pada sebagian besar kasus,
vaginitis disebabkan oleh infeksi bakteri. Keberadaan bakteri di vagina sebenarnya adalah hal
yang normal, selama jumlahnya seimbang. Vaginitis terjadi ketika ada ketidakseimbangan
antara jumlah bakteri ‘baik’ dan bakteri ‘jahat’ di vagina.

Selain karena infeksi bakteri, penyebab lain vaginitis adalah:

 Infeksi jamur, akibat perkembangan jamur yang berlebihan di vagina.


 Iritasi atau reaksi alergi pada vagina, misalnya akibat penggunaan pembersih
kewanitaan.
 Penyakit menular seksual, seperti trikomoniasis, klamidia, dan herpes genital.
 Penipisan dinding vagina akibat penurunan kadar estrogen, misalnya setelah
menopause atau setelah operasi pengangkatan rahim (histerektomi).
Faktor Risiko Vaginitis

Terdapat sejumlah faktor yang dapat meningkatkan risiko seorang wanita menderita vaginitis,
yaitu:

 Bergonta-ganti pasangan seksual.


 Menderita diabetes yang tidak terkontrol.
 Melakukan vaginal douching atau membersihkan bagian dalam vagina.
 Sering mengenakan celana yang lembab atau ketat.
 Menggunakan KB spiral atau spermisida.
 Menggunakan produk pembersih kewanitaan.
 Efek samping obat-obatan, seperti antibiotik atau kortikosteroid.
 Perubahan hormon akibat kehamilan atau konsumsi pil KB.

Diagnosis Vaginitis

Guna memastikan vaginitis, dokter akan terlebih dulu menanyakan gejala yang dialami
pasien dan apakah pasien pernah menderita keluhan yang sama sebelumnya. Kemudian,
dokter akan melakukan pemeriksaan berikut:

 Pemeriksaan kadar asam dan basa vagina, atau disebut juga pH vagina.
 Pemeriksaan bagian dalam vagina, untuk melihat tanda peradangan.
 Pemeriksaan sampel cairan vagina di laboratorium, untuk mengetahui penyebab
vaginitis.
 Pemeriksaan sampel jaringan.

Pengobatan Vaginitis

Pengobatan vaginitis tergantung pada penyebab yang mendasarinya. Secara umum,


pengobatan tersebut meliputi:

Pemberian obat antibiotik

Metronidazole dan clindamycin adalah antibiotik yang paling sering digunakan pada vaginitis


yang disebabkan oleh bakteri.
Pemberian obat antijamur

Vaginitis akibat infeksi jamur dapat diatasi dengan obat antijamur,


seperti miconazole,clotrimazole, atau fluconazole.

Terapi pengganti hormon

Terapi pengganti hormon digunakan untuk mengatasi vaginitis yang dipicu oleh penurunan
hormon estrogen.

Sedangkan untuk mengatasi vaginitis yang disebabkan oleh iritasi atau alergi, dokter akan
menganjurkan pasien untuk menghindari pemicunya, misalnya sabun pembersih vagina atau
kondom berbahan dasar lateks. Selain itu, dokter juga dapat memberikan obat-obatan untuk
meredakan peradangan dan gatal.

Pencegahan Vaginitis

Vaginitis dapat dicegah dengan melakukan sejumlah langkah sederhana di bawah ini:

 Bersihkan vagina dengan air tanpa menggunakan sabun, dan hindari membasuh
bagian dalam vagina.
 Selalu bersihkan vagina dari arah depan ke belakang setiap kali selesai buang air, dan
pastikan menyeka vagina hingga benar-benar kering.
 Hindari penggunaan benda yang bisa menyebabkan iritasi atau alergi pada vagina,
seperti pembalut yang mengandung pewangi atau sabun pembersih vagina.
 Lakukan hubungan seks yang aman dengan menggunakan kondom dan tidak
bergonta-ganti pasangan.
 Gunakan air hangat bila ingin berendam, jangan air yang terlalu panas.
 Pilih celana dalam yang tidak ketat dan berbahan katun.
 Kontrol kadar gula darah bila menderita diabetes.

4. SALPINGITIS
Salpingitis adalah terjadinya inflamasi pada tuba fallopi. Tuba fallopi perpanjangan
dari uterus, salpingitis adalah salah satu penyebab umum terjadinya infertitas pada wanita.
Apabila salpingitis tidak ditangani dengan segera, maka infeksi ini akan menyebabkan
kerusakan pada tuba fallopi secra permanen sehingga sel telur yang dikeluarkan dari ovarium
tidak dapat bertemu dengan seperma. Tanpa penanganan yang cepat infeksi bisa terjadi
secara permanen merusak tuba fallopi sehingga sel telur yang dikeluarkan pada proses
menstruasi tidak bisa bertemu dengan sperma
Tanda & gejala
Ada pun tanda gejala gejala dari salpingitis adalah :
a) Nyeri pada kedua sisi perut
b)  Demam
c)   Mual muntah
d) Kelainan pada vagina seperti perubahan warna yang tidak seperti orang normal atau
berbau.
e) Nyeri selama ovulasi.
f) Sering kencing
g) Lower back pain.
h) Disminorhoe

Penyebab gangguan
Salpingitis disebabkan oleh bakteri penginfeksi. Jenis-jenis bakteri yang biasaya
menyebabkan Salpingitis : Mycoplasma, staphylococcus, dan steptococus. Selain itu
salpingitis bisa juga disebabkan penyakit menular seksual seperti gonorrhea,  Chlamydia,
infeksi puerperal dan postabortum. Kira-kira 10% infeksi disebabkan oleh tuberculosis.
Selanjutnya bisa timbul radang adneksa sebagai akibat tindakan (keroksn, laparatomi,
pemasangan IUD, dan sebagainya) dan perluasan radang dari alat yang letaknya tidak jauh
seperti appendiks.

Patofisiologi
Salpingitis adalah salah satu penyebab terjadinya infertitas pada wanita. Apabila
salpingitis tidak ditangani dengan segera, maka infeksi ini akan menyebabkan kerusakan pada
tuba fallopi sehingga sel telur rusak dan sperma tidak bias membuahi sel telur.Radang tuba
falopii dan radang ovarium biasanya biasanya terjadi bersamaan. Oleh sebab itu tepatlah
nama salpingo-ooforitis atau adneksitis untuk radang tersebut. Radang itu kebanyakan akibat
infeksi yang menjalar ke atas dari uterus, walaupun infeksi ini juga bias datang dari tempat
ekstra vaginal lewat jalan darah dari jaringan-jaringan di sekitarnya.
Ada dua jenis dari salpingitis :
·         Salpingitis akut : pada  salpingitis akut, tuba fallopi menjadi merah dan bengkak, dan
keluar cairan berlebih sehingga bagian dalam dinding tuba sering menempel secara
menyeluruh. Tuba bisa juga menempel pada bagian intestinal yang terdekat. Kadang-kadang
tuba fallopi penuh dengan pus. Hal yang jarang terjadi, tuba rupture dan menyebabkan infeksi
yang sangat berbahaya pada kavum abdominal (Peritonitis).

·         Salpingitis Kronis : Biasanya mengikuti gejala akut. Infeksi terjadi  ringan, dalam waktu
yang panjang dan tidak menunjukan banyak tanda dan gejala.

- Penderita mengeluh nyeri perut bagian bawah, unilateral atau bilateral. Nyeri

ini bertambah pada gerakan.

- Kadang terdapat perdarahan di luar siklus dan secret vagina berlebihan.

- Pada yang akut terdapat demam yang kadang disertai keluhan menggigil.

- Terdapat nyeri tekan di abdomen bagian bawah disertai nyeri pada pergerakan

serviks. Parametrium nyeri unilateral atau bilateral

Terapi (treatment)

Perawatan penyakit salpingitis dilakukan dengan pemberian antibiotic (sesering mungkin


sampai beberapa minggu). Antibiotik dipilih sesuai dengan mikroorganisnya yang
menginfeksi. Pasangan yang diajak hubungan seksual harus dievaluasi, disekrining dan bila
perlu dirawat, untuk mencegah komplikasi sebaiknya  tidak melakukan hubungan seksual
selama masih menjalani perawatan untuk mencegah terjadinya infeksi kembali. Perawatan
dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu :

Antibiotik : untuk menghilangkan infeksi, dengan tingkat keberhasilan 85%dari kasus.

Perawatan di rumah sakit : memberikan obat antibiotic melalui Intravena(infuse).

Pembedahan : dilakukan jika pengobatan dengan antibiotic menyebabkan terjadinya resistan


pada bakteri.

5. PERITONOTIS

Peritonitis adalah inflamasi peritoneum- lapisan membrane serosa rongga abdomen dan
meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun
kronis atau kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi,
defans muscular, dan tanda-tanda umum inflamasi.

Peritonitis merupakan sebuah proses peradangan pada membrane serosa yang melingkupi
kavitas abdomen dan organ yang terletak di dalamnya. Peritonitis sering disebabkan oleh
infeksi peradangan lingkungan sekitar melalui perforasi usus seperti rupture appendiks atau
divertikulum karena awalnya peritonitis merupakan lingkungan yang steril. Selain itu juga
dapat diakibatkan oleh materi kimia yang irritan seperti asam lambung dari perforasi ulkus
atau empedu dari perforasi kantung empedu atau laserasi hepar. Pada wanita sangat
dimungkinkan peritonitis terlokalisasi pada rongga pelvis dari infeksi tuba falopi atau
rupturnya kista ovari. Kasus peritonitis akut yang tidak tertangani dapat berakibat fatal.

ETIOLOGI

Bentuk peritonitis yang paling sering ialah Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP) dan
peritonitis sekunder. SBP terjadi bukan karena infeksi intra abdomen, tetapi biasanya terjadi
pada pasien yang asites terjadi kontaminasi hingga kerongga peritoneal sehingga menjadi
translokasi bakteri munuju dinding perut atau pembuluh limfe mesenterium, kadang terjadi
penyebaran hematogen jika terjadi bakterimia dan akibat penyakit hati yang kronik. Semakin
rendah kadar protein cairan asites, semakin tinggi risiko terjadinya peritonitis dan abses. Ini
terjadi karena ikatan opsonisasi yang rendah antar molekul komponen asites pathogen yang
paling sering menyebabkan infeksi adalah bakteri gram negative E. Coli 40%, Klebsiella
pneumoniae 7%, spesies Pseudomonas, Proteus dan gram lainnya 20% dan bakteri gram
positif yaitu Streptococcus pnemuminae 15%, jenis Streptococcus lain 15%,dan golongan
Staphylococcus 3%, selain itu juga terdapat anaerob dan infeksi campur bakteri.

Peritonitis sekunder yang paling sering terjadi disebabkan oleh perforasi atau nekrosis
(infeksi transmural) organ-organ dalam dengan inokulasi bakteri rongga peritoneal terutama
disebabkan bakteri gram positif yang berasal dari saluran cerna bagian atas.

 Peritonitis tersier terjadi karena infeksi peritoneal berulang setelah mendapatkan terapi
SBP atau peritonitis sekunder yang adekuat, bukan berasal dari kelainan organ, pada pasien
peritonisis tersier biasanya timbul abses atau flagmon dengan atau tanpa fistula. Selain itu
juga terdapat peritonitis TB, peritonitis steril atau kimiawi terjadi karena iritasi bahan-bahan
kimia, misalnya cairan empedu, barium, dan substansi kimia lain atau proses inflamasi
transmural dari organ-organ dalam (Misalnya penyakit Crohn).
PATOFISIOLOGI

Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa.
Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang menempel
menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya
menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang
kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus.

Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalami


kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat
menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya interleukin,
dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya
dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara
retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi
awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia.

KLASIFIKASI

Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

A. Peritonitis Bakterial Primer

1.      Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara hematogen pada cavum


peritoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam abdomen. Penyebabnya bersifat
monomikrobial, biasanya E. Coli, Sreptococus atau Pneumococus. Peritonitis bakterial
primer dibagi menjadi dua, yaitu:

Spesifik : misalnya Tuberculosis.

2.      Non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis an Tonsilitis.

Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi, keganasan
intra abdomen, imunosupresi dan splenektomi.

Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik,
lupus eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites.

B. Peritonitis Bakterial Akut Sekunder (Supurativa)


Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractusi gastrointestinal
atau tractus urinarius. Pada umumnya organisme tunggal tidak akan menyebabkan
peritonitis yang fatal. Sinergisme dari multipel organisme dapat memperberat terjadinya
infeksi ini. Bakteri anaerob, khususnya spesies Bacteroides, dapat memperbesar
pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan infeksi.

Selain itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat suatu
peritonitis. Kuman dapat berasal dari:

a) Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam cavum
peritoneal.
b) Perforasi organ-organ dalam perut, contohnya peritonitis yang disebabkan oleh bahan
kimia, perforasi usus sehingga feces keluar dari usus.
c) Komplikasi dari proses inflamasi organ-organ intra abdominal, misalnya appendisitis.

Peritonitis tersier, misalnya:

Peritonitis yang disebabkan oleh jamur

Peritonitis yang sumber kumannya tidak dapat ditemukan. Merupakan peritonitis yang
disebabkan oleh iritan langsung, seperti  misalnya empedu, getah lambung, getah pankreas,
dan urine.

Peritonitis Bentuk lain dari peritonitis:

a.       Aseptik/steril peritonitis

b.      Granulomatous peritonitis

c.       Hiperlipidemik peritonitis

d.      Talkum peritonitis

TANDA DAN GEJALA

Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi atau pasien
yang sepsis bisa menjadi hipotermia, tatikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri
abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum ditempat tertentu sebagai sumber
infeksi. Dinding perut akan terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak
sadar untuk menghindari palpasinya yang menyakinkan atau tegang karena
iritasi peritoneum.

Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri akibat


pelvic inflammatoru disease. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu pada
penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes berat, penggunaan steroid, pasca
transplantasi, atau HIV), penderita dengan penurunan kesadaran (misalnya trauma
cranial, ensefalopati toksik, syok sepsis, atau penggunaan analgesic), penderita dengan
paraplegia dan penderita geriatric.

KOMPLIKASI

1.      Eviserasi Luka (penonjolan keluar organ yang ada dalam rongga abdomen)

2.      Pembentukan abses

PENATALAKSANAAN MEDIS

1.      Bila peritonitis meluas dan pembedahan dikontraindikasikan karena syok dan


kegagalan sirkulasi, maka cairan oral dihindari dan diberikan cairan vena untuk
mengganti elektrolit dan kehilangan protein. Biasanya selang usus dimasukkan
melalui hidung ke dalam usus untuk mengurangi tekanan dalam usus.

2.      Bila infeksi mulai reda dan kondisi pasien membaik, drainase bedah dan perbaikan
dapat diupayakan.

3.      Pembedahan mungkin dilakukan untuk mencegah peritonitis, seperti apendiktomi.


Bila perforasi tidak dicegah, intervensi pembedahan mayor adalah insisi dan drainase
terhadap abses.

PENGOBATAN

Prinsip umum terapi pada peritonitis adalah :

a)      Penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena.

b)      Terapi antibiotika memegang peranan yang sangat penting dalam pengobatan infeksi
nifas. Karena pemeriksaan-pemeriksaan ini memerlukan waktu, maka pengobatan
perlu dimulai tanpa menunggu hasilnya. Dalam hal ini dapat diberikan penicillin
dalam dosis tinggi atau antibiotika dengan spectrum luas, seperti ampicillin dan lain-
lain.

c)      Terapi analgesik diberikan untuk mengatasi nyeri.

Antiemetik dapat diberikan sebagai terapi untuk mual dan muntah. Intubasi
usus dan pengisapan membantu dalam menghilangkan distensi abdomen dan
meningkatkan fungsi usus. Cairan dalam rongga abdomen dapat menyebabkan
tekanan yang membatasi ekspansi paru dan menyebabkan distress pernapasan.Terapi
oksigen dengan kanula nasal atau masker akan meningkatkan oksigenasi secara
adekuat, tetapi kadang-kadang intubasi jalan napas dan bantuan ventilasi diperlukan.
Tindakan bedah mencakup mengangkat materi terinfeksi dan memperbaiki
penyebab.

Tindakan pembedahan diarahkan kepada eksisi terutama bila terdapat


apendisitis, reseksi dengan atau tanpa anastomosis (usus), memperbaiki pada ulkus
peptikum yang mengalami perforasi atau divertikulitis dan drainase pada abses. Pada
peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau penyakit  radang  panggul pada wanita,
pembedahan darurat biasanya tidak dilakukan.

Diberikan antibiotik yang tepat, bila perlu beberapa macam antibiotik


diberikan bersamaan. Disamping pengobatan dengan antibiotika, tindakan-tindakan
untuk mempertinggi daya tahan badan tetap perlu dilakukan. Perawatan baik sangat
penting, makanan yang mengandung zat-zat yang diperlukan hendaknya diberikan
dengan cara yang cocok dengan keadaan penderita, dan bila perlu transfusi darah
dilakukan. Pada sellulitis pelvika dan pelvioperitonitis perlu diamati dengan seksama
apakah terjadi abses atau tidak. Jika terjadi abses, abses harus dibuka dengan
menjaga supaya nanah tidak masuk kedalam rongga peritoneum dan pembuluh darah
yang agak besar tidak sampai dilukai.

6. OOVARITIS
Infeksi ovarium (oovaritis) adalah suatu peradangan yang terjadi pada indung telur
(ovarium). Gangguan produksi sel telur dapat terjadi karena gangguan perkembangan
ovarium atau kerusakan ovarium akibat suatu infeksi. Penyakit tersebut merupakan bagian
dari suatu penyakit sistemik, misalnya penyakit infeksi lokal akibat bakteri yang beredar di
dalam sirkulasi darah. Oovaritis adalah proses peradangan di ovarium, yang menyebabkan
kerusakan pada sistem urogenital seorang wanita. Pertimbangkan penyebab utama penyakit,
gejala, metode diagnosis, metode pengobatan dan pencegahannya. Oovaritis adalah penyakit
yang sangat berbahaya bagi sistem reproduksi wanita. Karena proses inflamasi di ovarium,
pembengkakan tuba falopi dimungkinkan terjadi. Patologi terjadi baik dalam satu ovarium,
menyebabkan oovaritis unilateral, dan keduanya (radang bilateral ovarium). Ketika terjadi
peradangan pada ovarium dan saluran tuba, maka kondisi ini disebut sebagai salpingitis-
oovaritis. Penyakit ini dapat memiliki etiologi spesifik dan penyebabnya adalah agen
penyebab penyakit seperti gonore, klamidia, tuberkulosis, trikomoniasis. Dalam beberapa
kasus, peradangan menyebabkan mikroflora patogen yang tidak spesifik atau kondisional,
yaitu streptokokus, stafilokokus, E. Coli atau kandida. Untuk memprovokasi penyakit ini bisa
berupa hipotermia, siklus haid, aborsi, manipulasi bedah pada alat kelamin atau penggunaan
alat kontrasepsi. Seringkali, pembengkakan ovarium memiliki sifat sekunder, yaitu
berkembang karena pendakian infeksi dari rahim, saluran tuba atau kanal serviks. Dalam
kasus yang jarang terjadi, agen penyebab ooforit menembus kelenjar seks melalui getah
bening dan darah. Tanpa perawatan yang tepat waktu, infeksi menyebar ke tuba falopi,
menyebabkan penebalannya. Perubahan patologis pada ovarium secara negatif
mempengaruhi periadenixitis, dan akumulasi eksudat inflamasi menyebabkan akumulasi
nanah dan membentuk piovar. Penyebaran infeksi lebih jauh melampaui ovarium dan disertai
pelpioperitonitis.
1. Jenis-Jenis Oovaritis
a. Oovaritis Akut
Oovaritis akut dapat dengan mudah didiagnosis oleh karakteristik
simtomatologi pada tahap ini. Ada penyakit akibat infeksi. Mikroorganisme
dan bakteri ganas dapat memasuki organisme wanita: staphylococci,
streptococci, escherichia, mycobacterium tuberculosis dan lain-lain. Gejala
oovaritis akut:
1) Sensasi nyeri yang kuat di perut bagian bawah (dengan lokalisasi satu sisi
dan bilateral) dan punggung bawah.
2) Menyakitkan dan sulit buang air kecil.
3) Disfungsi ovarium.
4) Meludah dan mengeluarkan purulen dari vagina.
5) Meningkatnya suhu, insomnia, kelesuan, mudah tersinggung, kelemahan
umum.
6) Ketidaknyamanan dan rasa sakit saat melakukan hubungan seksual, yang
menyebabkan lenyapnya orgasme dan penolakan keintiman.
7) Sengatan dan pembesaran pelengkap.
Jalannya penyakit ini menyebabkan perubahan patologis pada struktur
tabung rahim, yang menyebabkan adhesi ke ovarium dan pembentukan daerah
meradang tunggal. Jika jaringan ovarium mulai meleleh, massa purulen
dilepaskan dari tabung rahim. Bahaya utama penyakit ini dalam keracunan
tubuh. Jika oovaritis akut memiliki sifat sepihak, maka penyakit ini dapat
dengan cepat menyebar ke ovarium yang sehat. Dalam kasus ini, kita bisa
membicarakan kekalahan bilateral, yang cukup sulit diobati. Bahaya lain dari
peradangan adalah perkembangan infertilitas. Karena itu, tepat waktu
penanganan penyakit ini sangat penting. Mereka mengobati penyakit akut di
rumah sakit, karena bentuk ini berbahaya. Seorang pasien diperiksa dan diberi
antibiotik. Dalam proses pemulihan, prosedur fisioterapis dan balneologi
diresepkan untuk mencegah penyakit. Selain itu, seorang wanita perlu secara
teratur mengonsumsi vitamin kompleks dan menggunakan supositoria vagina
untuk mencegah terulangnya penyakit atau peralihannya ke bentuk kronis.
b. Oovaritis kronis
Oovaritis kronis adalah proses peradangan berkepanjangan di ovarium,
yang terjadi melawan sistem kekebalan tubuh yang lemah. Untuk waktu yang
lama, penyakit ini tidak dapat dirasakan sendiri, yaitu berlanjut tanpa tahap
akut, namun menyebabkan konsekuensi yang berbahaya bagi tubuh wanita
dapat menyebabkan ketidaksuburan dan adhesi di saluran tuba. Sangat sering
patologi didiagnosis karena fakta bahwa seorang wanita beralih ke dokter
karena ketidakmampuan untuk hamil atau siklus menstruasi yang tidak teratur.
Gejala oovaritis kronis:
1) Haid tidak teratur.
2) Sakit kusam dan nyeri di selangkangan dan perut bagian bawah, yang
mengintensifkan sebelum menstruasi, setelah hipotermia atau pilek.
3) Ada keputihan biasa namun tidak melimpah.
4) Mengurangi atau benar-benar menghilang hasrat seksual.
5) Pada sertifikat seksual atau tindakan ada rasa sakit yang tajam.
6) Merasa lelah, mudah tersinggung, susah tidur.
7) Kurangnya kehamilan.
Karena ovarium adalah organ berpasangan, oovaritis bisa miring, kanan,
dan bilateral. Yang terakhir ini memiliki gejala kabur dan sulit diobati.
Pengobatan bentuk kronis penyakit ini bertujuan untuk menghilangkan proses
inflamasi dan sensasi yang menyakitkan, memulihkan sifat protektif dari
sistem kekebalan tubuh dan fungsi tubuh dari sistem reproduksi wanita yang
hilang. Sebelum dokter ada tugas untuk menghilangkan oovaritis tidak saja,
tapi juga disertai kelainan (hormonal, gugup). Dengan eksaserbasi penyakit
ini, imunomodulator digunakan untuk mengembalikan kekebalan tubuh. Efek
terapeutik khusus memiliki campuran obat dan pengobatan alternatif.
Pengobatan alternatif menyarankan menggunakan kaldu obat herbal, membuat
bak mandi, jarum suntik dan tampon dari mereka. Tahap pengobatan yang
penting adalah menghilangkan sensasi yang menyakitkan. Rasa sakit jangka
panjang secara negatif mempengaruhi keadaan sistem kardiovaskular dan
saraf, memicu saraf, kelelahan kronis dan mudah tersinggung. Sedangkan
untuk pengobatan antibiotik, mereka digunakan dalam kasus berikut: dengan
eksaserbasi peradangan, pada tahap subakut dan akut oovaritis.
Pembesaran oovaritis kronis terjadi sangat sering dan alasan utama untuk
ini adalah proses peradangan yang berlarut-larut dan sistem kekebalan tubuh
yang lemah. Pengobatan eksaserbasi bentuk kronis tidak berbeda dengan
terapi bentuk akut penyakit. Paling sering, penyakit memburuk sebelum
menstruasi yang direncanakan. Seorang wanita mengeluhkan sensasi yang
menyakitkan di perut bagian bawah, kelainan kencing, lendir yang melimpah
atau pelepasan purulen dari vagina, mudah tersinggung, malaises umum.
Eksaserbasi gejala bentuk kronis menggabungkan tanda-tanda stadium
penyakit akut dan subakut. Gejala utama eksaserbasi peradangan:
1) Gangguan periodik pada siklus menstruasi.
2) Nyeri parah saat bersenggama.
3) Nyeri di perut bagian bawah, pada selangkangan dan punggung bagian
bawah.
4) Meningkatnya kelelahan, mudah tersinggung, insomnia.
5) Meningkatnya suhu tubuh, menggigil, penyakit umum.
6) Pelepasan patologis dari indung telur.
Pengobatan eksaserbasi bentuk kronis penyakit dapat dilakukan baik rawat
jalan maupun di rumah sakit, tergantung pada tingkat keparahan proses
inflamasi. Jika proses tumor atau fokus supurasi terdeteksi dengan oovaritis,
maka intervensi bedah adalah wajib. Tempat khusus diambil dengan terapi
vitamin, perawatan fisioterapis dan balneoterapi, yaitu metode pencegahan.

c. Oovaritis Sisi Kiri


Oovaritis sisi kiri menunjukkan adanya lesi pada satu indung telur.
Penyebab utama patologi adalah penyakit menular pada organ genital,
intervensi ginekologi, melemahnya imunitas, tekanan, hipotermia. Penyakit ini
menyebabkan sakit parah di perut bagian bawah. Dengan oovaritis sisi kiri,
rasa sakit dilokalisasi di sebelah kiri, wanita tersebut mengalami demam yang
sulit diturunkan, keputihan khas berasal dari vagina. Selain itu, menstruasi
bisa menyebabkan pendarahan, yang disertai kelemahan umum dan
peningkatan kelelahan. Peradangan ovarium sisi kiri dalam banyak kasus
memiliki sifat yang spesifik. Artinya, penyebabnya bisa menjadi agen
penyebab klamidia, tuberkulosis, mikoplasmosis atau mikroorganisme
nonspesifik yang mengacu pada mikroflora oportunistik seperti E. Coli,
staphylococci, streptococci, candida.
Peradangan dapat memiliki bentuk akut, subakut atau kronis, yang masing-
masing ditandai oleh gejala dan kekhasan aliran. Dengan oovaritis sisi kiri
yang akut, wanita tersebut mengeluh sakit pada perut bagian bawah, yang
diberikan pada sakrum dan pinggang. Ada rezi saat buang air kecil, mungkin
ada kotoran purulen dan serous dari saluran kelamin. Bentuk kronis penyakit
ini ditandai dengan eksaserbasi konstan dan remisi. Diagnosis lesi kiri
ovarium dengan pemeriksaan ginekologi, tes laboratorium dan pemeriksaan
bakteriologis. Jika indung telur membesar dan sensasi yang menyakitkan
timbul saat palpasi terjadi, pasien diberi pemeriksaan ultrasound pada organ
panggul, histersalpingoskopi dan laparoskopi dengan pemeriksaan visual tuba
falopi, ovarium dan rahim. Sangat penting untuk mengidentifikasi oovaritis
sisi kiri pada waktunya dan memulai perawatan. Karena patologi dapat
menyebabkan komplikasi serius, yang secara negatif akan mempengaruhi
fungsi reproduksi wanita dan tubuh secara keseluruhan.
d. Oovaritis Sisi Kanan
Oovaritis sisi kanan adalah pembengkakan ovarium kanan, yang
menyebabkan perubahan patologis pada embel-embel. Seringkali peradangan
sisi kanan bingung dengan radang usus buntu, karena kedua patologinya
memiliki gejala yang sama. Wanita itu mulai nyeri girdling tajam di perut
bagian bawah, yang diberikan di punggung bagian bawah. Penyakit ini terjadi
karena infeksi dan mikroorganisme berbahaya yang dapat mempengaruhi
seluruh tubuh. Dengan demikian, tanpa bantuan medis tepat waktu,
peradangan bisa menyebar ke ovarium yang sehat, sekaligus mempengaruhi
pencernaan, endokrin dan sistem saraf pusat. Penyakit jangka panjang bisa
memicu kemandulan.
Peradangan pada ovarium kanan terjadi karena intervensi ginekologi,
aborsi, pengenalan alat kontrasepsi. Seringkali sistem kekebalan tubuh yang
melemah menjadi penyebab oovaritis. Kurangnya kebersihan pribadi,
kepatuhan terhadap diet ketat, sering terjadi perubahan pasangan seksual dan
konsumsi alkohol menyebabkan radang pelengkap. Oovaritis sisi kanan
ditandai dengan nyeri parah di perut bagian bawah pada sisi kanan. Seorang
wanita mengeluh demam tinggi, kelelahan dan kelemahan berlebih, keputihan
dan pendarahan abnormal. Penyakit ini menyebabkan gangguan pada siklus
menstruasi, nyeri saat bersenggama. Pengobatan bentuk akut penyakit terjadi
di rumah sakit, dan oovaritis kronis dirawat sebagai pasien rawat jalan. Pasien
diberi resep supositoria, antibiotik, prosedur fisioterapi. Kondisi yang sangat
diperlukan untuk pemulihan adalah perawatan istirahat yang lengkap,
penggunaan obat restoratif dan peningkatan sifat pelindung sistem kekebalan
tubuh.
e. Oovaritis Kedua Sisi
Oovaritis dua sisi adalah peradangan pada kedua indung telur segera.
Penyebab patologi ini tidak berbeda dengan faktor yang memprovokasi lesi
sepihak pada gonad. Gejala utamanya adalah nyeri pada selangkangan, perut
bagian bawah dan punggung bagian bawah, yang intens. Selain itu, dari vagina
ada pelepasan patologis, mungkin ada pendarahan uterus di antara menstruasi,
serta insomnia, kelemahan umum dan gangguan buang air kecil.
Bedakan bentuk inflamasi bilateral akut ovarium, subakut dan kronis.
Patologi berbeda dalam tingkat keparahan gambaran klinis dan pendekatan
pengobatan. Two-sided oovaritis berkembang dari kekalahan satu sisi ovarium.
Dalam kasus ini, mikroorganisme patogen berpindah dari tuba falopi melalui
kuda perut. Jika ada infeksi simultan ovarium dan rongga rahim, penyakit ini
disebut salpingoovaritis. Penyebab utama oovaritis adalah infeksi seksual atau
mikroorganisme yang merupakan bagian dari mikroflora normal. Dalam kasus
ini, faktor yang memprovokasi untuk eksaserbasi penyakit adalah hubungan
seksual tanpa kondom, hipotermia, penurunan sifat protektif sistem kekebalan
tubuh, proses menular di tubuh, syok emosional dan saraf.
Gejala peradangan bilateral mirip dengan salah satu ovarium. Jika
penyakitnya mengambil bentuk kronis, maka dengan eksaserbasi ada sensasi
yang menyakitkan di perut bagian bawah, yang diiradiasi ke daerah punggung
bawah dan selangkangan. Selain itu, wanita tersebut memiliki debit yang tidak
biasa dari vagina dan gangguan disurik. Penyakit ini menyebabkan
pelanggaran siklus haid, nyeri setelah berhubungan seks, aktivitas fisik dan
penurunan gairah seksual. Dalam proses diagnosis, oovaritis bilateral
menyebabkan pembengkakan ovarium dan munculnya abses, yang diincar
sebagai segel kecil. Seorang wanita diberikan laparoskopi untuk menentukan
stadium patologi, serta lokalisasi fokus peradangan. Jika perlu, tusukan dan
pemberian obat. Pengobatan ini bertujuan untuk menghilangkan keracunan
pada tubuh dan memperlemah proses inflamasi. Jika oovaritis pada tahap akut,
maka persiapan antibiotik dari spektrum aksi yang luas digunakan untuk
terapi. Selain itu, pasien diberi resep anestesi, imunostimulan dan vitamin
kompleks untuk melawan infeksi. Jika penyakitnya kronis, perawatannya
dilakukan dengan obat anti-inflamasi dan satu set prosedur fisioterapi.
2. Penyebab Oovaritis
Faktor utama yang berkontribusi terhadap perkembangan oovaritis:
a. Infeksi kronis di tubuh.
b. Penyakit sistem endokrin.
c. Gangguan pada sistem genitourinari.
d. Situasi stres dan overfatigue (menyebabkan penurunan sifat protektif
imunitas).
e. Subcooling tubuh.
f. Tidak adanya pasangan seksual tetap.
g. Promiscuit
h. Hubungan seks tanpa pelindung.
i. Merokok (zat berbahaya dan beracun menembus tubuh, secara kardiak
mengubah komposisi lendir, yang menyebabkan pembentukan gabus serviks,
yang mengurangi sifat perlindungan dari sistem kekebalan tubuh dan tidak
melindungi tubuh dari infeksi alat kelamin).
Oovaritis dapat muncul karena patogen seperti gonore, mycoplasmosis,
klamidia, tuberkulosis, staphylococcus, streptococcus, E. Coli dan
mikroorganisme berbahaya lainnya. Meredakan eksaserbasi peradangan pada
ovarium bisa mengetuk hipotermia, penggunaan spiral intrauterine, aborsi,
menstruasi, persalinan. Dalam kebanyakan kasus, penyakit ini sekunder, yaitu
infeksi berasal dari organ lain atau melalui darah dan getah bening.
3. Gejala Oovaritis
Gejala oovaritis bergantung pada tahap proses patologis. Palpasi dan
ultrasound digunakan untuk menentukan stadium penyakit. Dengan bantuan
diagnostik, dimungkinkan untuk menimbulkan bengkak, perubahan jaringan dan
nyeri ovarium. Patologi akut, subakut dan kronis. Dalam kasus ini, setiap tahap
memiliki ciri khas aliran dan gejalanya. Jika peradangan akut, maka ada gejala:
a. Demam tinggi, kelemahan umum, menggigil.
b. Gangguan pada saluran cerna.
c. Otot dan sakit kepala.
d. Menyakitkan buang air kecil.
e. Penampilan cairan purulen dari vagina.
f. Perdarahan rahim yang memprovokasi perkembangan disfungsi ovarium.
g. Rasa sakit yang intens di perut bagian bawah, baik unilateral maupun bilateral.
h. Rasa sakit tajam saat bersenggama.

Oovaritis akut dapat dideteksi dengan pemeriksaan ginekologis. Ovarium


secara signifikan membesar karena radang dan pembengkakan, nyeri pada
palpasi. Perkembangan bentuk akut memerlukan rawat inap segera dengan
perawatan di rumah sakit. Dengan diagnosis tepat waktu dan perawatan yang
tepat, oovaritis akut dapat disembuhkan sepenuhnya. Jika penyakitnya mengambil
bentuk kronis, maka simtomatologi berikut muncul:
a. Pelanggaran siklus menstruasi.
b. Sensasi sensasional di perut bagian bawah saat melakukan hubungan seksual.
c. Kambuh penyakit secara teratur akibat kerja paksa, hipotermia atau penyakit
menular.
d. Sakit kusam dan nyeri pada selangkangan dan vagina, mengintensifkan
sebelum menstruasi dan dengan latar belakang berbagai penyakit.
e. Persistent discharge (keputihan) sedikit karakter.
f. Kurangnya kehamilan dengan usaha rutin untuk hamil.

Bentuk kronis adalah sifat laten dan merupakan oovaritis akut yang terabaikan.
Diagnosa patologi paling sering saat mencari penyebab ketidaksuburan atau
gangguan siklus haid. Saat mencoba meraba pelengkap, sensasi menyakitkan
muncul. Ovarium secara substansial membesar dalam ukuran, padat konsistensi,
terletak di belakang rahim. Oovaritis kronis menyebabkan gangguan pada
keadaan neuropsikologis wanita: tidur yang buruk, penurunan kinerja, mudah
tersinggung, cepat lelah. Dalam beberapa kasus, tahap ini bisa berkembang tanpa
bentuk akut. Jadi, sejumlah penyakit, menular seksual, tidak bergejala dan
menyebabkan radang ovarium, yaitu oovaritis. Jika patologi mengambil karakter
yang berlarut-larut, maka ini memerlukan perubahan pada tuba falopi, yang
menyebabkan penyumbatannya. Ada infertilitas fungsional sekunder dan adhesi
di sekitar ovarium.

4. Pencegahan Oovaritis
Oovaritis mungkin tidak dapat dicegah secara sepenuhnya, tetapi mempraktikkan
aktivitas seks yang aman dapat membantu mengurangi risiko infeksi oovaritis.
Selain itu juga harus melakukan pemeriksaan rutin ke fasilitas kesehatan.
Pemeriksaan rutin dapat membantu untuk mendeteksi jika terdapat gangguan pada
organ reproduksi yang dapat berpotensi menyebabkan oovaritis, karena jika
mendapat pengobatan dini, oovaritis dapat disembuhkan dan tidak akan
menyebabkan komplikasi apapun, tetapi jika tidak diobati, oovaritis dapat
menyebabkan kerusakan permanen pada organ reproduksi khususnya ovarium.
5. Pengobatan Oovaritis
Pengobatan patologi dimungkinkan setelah diagnosis banding lengkap. Terapi
tergantung pada stadium penyakit (kronis, akut, subakut), penyebab proses
inflamasi dan gejala khas. Bentuk akut penyakit hanya diobati di rumah sakit.
Terapi dimulai dengan istirahat di tempat tidur dan menerapkan kompres dingin
ke perut bagian bawah. Pasien diberi resep agendesensitizing dan anesthetizing,
antibacterial, restorative medications. Tahap subakut penyakit ini diobati dan juga
akut, namun di samping prosedur fisioterapi juga ditentukan. Bentuk kronis
oovaritis diobati panjang dan agak sulit. Peradangan dimulai dapat menyebabkan
komplikasi serius yang memerlukan intervensi bedah. Pasien didiagnosis
sepenuhnya dan membentuk pengobatan individual.
Terapi terdiri dari pengobatan dan prosedur fisioterapi. Sedangkan untuk
fisioterapi, pasien dapat diberi resep elektroforesis, hirudotherapy, magnetoterapi,
pijat ginekologi, terapi laser dan metode lainnya. Perlakuan semacam itu
mengurangi risiko perlekatan dan penyumbatan saluran tuba. Teknik pengendalian
nyeri, seperti fisioterapi dan akupunktur, mengurangi atau menghilangkan rasa
sakit yang secara negatif mempengaruhi fungsi tubuh. Jika ada eksaserbasi
peradangan, maka obat imunomodulasi diresepkan untuk mempertahankan
kekuatan pelindung.Tujuan utama pengobatan ini adalah untuk memberikan efek
antiinflamasi dan antimikroba, mengembalikan fungsi organ genital,
meningkatkan sistem kekebalan tubuh, menghilangkan penyimpangan pada sistem
hormonal, saraf dan vaskular tubuh. Seringkali menggunakan metode pengobatan
dan pengobatan herbal alternatif, yang digunakan untuk pencegahan oovaritis.
Terapinya panjang, tapi harus diakhiri. Jika penyebab penyakit tersebut adalah
infeksi menular seksual, pasangan tersebut diresepkan secara bersamaan untuk
menghindari perkembangan infertilitas atau prostatitis. Perlu diketahui bahwa
selama masa perawatan, aktivitas seksual tidak disarankan.
a. Pengobatan dengan Antibiotik
Pengobatan oovaritis dengan antibiotik cukup menjadi masalah yang
mendesak, sehingga rasionalitas penggunaan obat ini tergantung pada bentuk
penyakitnya. Obat-obatan dari kelompok ini digunakan untuk relaps
peradangan kronis dan dengan menguatnya proses patologis di ovarium.
Antibiotik membantu eksaserbasi, serta dikombinasikan dengan fisioterapi dan
terapi restoratif umum. Agen penyebab penyakit ini bisa berupa bakteri seperti
E. Coli, chlamydia, ureaplasma, staphylococcus dan streptococci dan
mikroorganisme lainnya yang merupakan bagian dari mikroflora normal
vagina. Pilihan antibiotik tergantung pada sensitivitas tubuh terhadap obat.
Untuk ini, kultur bakteriologis dilakukan dan jenis patogen ditentukan. Jika
stadium akut penyakit ini tidak digunakan antibiotik berdasarkan sulfonamida,
maka bisa digunakan untuk menghilangkan peradangan kronis dan rekuren.
Pertimbangkan obat populer untuk pengobatan oovaritis. Agen antibakteri
yaitu: Azitromisin, Amoxiclav, Hexamethylenetramine, Urotropin, Gentamicin,
Doksisiklin,Yunidox Solutab, Doksibene, Klindafer, Dalatsin, Metrik, Flagyl,
Trichopol, Nevgramon, Ofloxacin, Rulid, Cefotaxim, Ceftriaxon, Cephacon,
Ciprofloxacin, Microflex dan Afenoksin.
Selain antibiotik, pengobatan melibatkan penggunaan obat penghilang rasa
sakit, seperti: Asam asetilsalisilat, Aspirin, Asalgin, Analgin, Nospaz,
Smazmalgon dan lain-lain. Terapi harus mencakup kompleks vitamin, untuk
mempertahankan sistem kekebalan tubuh dan mengembalikan sifat pelindung
tubuh: vitamin C (Celascon, Redoxon, UUPSA C), vitamin E dan rutin.
Perhatikan bahwa semua obat antibiotik dipilih secara terpisah untuk setiap
pasien. Untuk melakukan ini, dokter melakukan analisis bakteriologis terhadap
apusan dari vagina dengan sensitivitas patogen terhadap berbagai obat.
Mengambil antibiotik tanpa analisis ini dilarang, karena pengobatan semacam
itu tidak hanya akan sia-sia saja, tapi juga membahayakan tubuh.
b. Melepas Alat Kontrasepsi
Melepas alat kontrasepsi IUD bila penderita tidak membaik setelah beberapa
hari. Untuk mencegah penyebaran infeksi pada orang lain, pasangan seksual
juga disarankan untuk melakukan tes serta melakukan pengobatan walaupun
tidak mengalami gejala yang sama serta dianjurkan untuk tidak melakukan
hubungan seksual selama proses pengobatan berlangsung.
c. Operasi
Oovaritis yang berada pada tahapan yang serius dapat ditangani dengan
operasi pengangkatan rahim atau histerektomi atau pengangkatan ovarium
atau ooforektomi. Prosedur ini dilakukan jika pemberian antibiotik tidak
efektif menyembuhkan infeksi.

Gangguan Psikologi Pada Masa Nifas


Depresi post partum adalah depresi berat yang terjadi 7 hari setelah melahirkan dan
berlangsung 30 hari. Depresi post partum pertama kali ditemukan oleh Pitt pada tahun 1988.
Depresi post partum adalah depresi yang bervariasi dari hari ke hari dengan menunjukkan
kelelahan , mudah marah, gangguan nafsu makan, dan kehilangan libido.
Tingkat keparahan depresi post partum bervariasi. Keadaan ekstrim yang paling
ringan yaitu saat ibu mengalami kesedihan sementara yang berlangsung sangat cepat pada
masa awal post partum, yang disebut dengan “ baby blues/ maternity blues”. Gangguan post
partum yang paling berat disebut “psikosis / psikosa post partum atau melankolia”. Diantara
dua keadaan ekstrim tersebut terdapat keadaan yang mempunyai tingkat keparahan sedang
yaitu “depressi post partum / neurosa post partum” . (Regina , 2011).

B.     Post Partum Blues (Baby Blues Syndrome).  


1.      Pengertian Post Partum Blues.
Post partum blues merupakan problem psikis sesudah melahirkan seperti kemunculan
kecemasan, labilitas persaan dan depresi pada ibu . Diperkirakan hampir 50-70% seluruh
wanita pasca melahirkan akan mengalami baby blues atau post natal syndrome yang terjadi
pada hari ke-4 -10 pasca persalinan.
2.      Gejala Post Partum Blues.
Adapun  gejalanya yaitu Reaksi depressi / sedih/ disporia. Sering menangis , mudah
tersinggung, cemas, labilitas perasaan, cenderung  menyalahkan diri sendiri, gangguan tidur
dan  gangguan nafsu makan, kelelahan, mudah sedih, cepat marah, mood mudah berubah,
cepat menjadi sedih dan cepat menjadi gembira. Perasaan terjebak, marah kepada pasangan
dan bayinya, perasaan bersalah dan sangat pelupa.
3.      Faktor Penyebab Post Partum Blues. 

Faktor yang menyebabkan terjadinya post partum blues bisa terjadi dari dalam dan
luar individu,misalnya:  ibu belum siap mengahadapi persalinan;  adanya perubahan hormone
progesterone yang ketika masa kehamilan meningkat kemudian turun secara tiba-tiba pasca
persalinan, payudara membengkak dan menyebabkan rasa sakit atau jahitan yang belum
sembuh; ketidak nyamanan fisik yang di alami wanita menimbulkan gangguan pada
emosional seperti payudara bengkak dan nyeri jahitan, rasa mulas; Ketidak mampuan
beradaptasi terhadap perubahan fisik dan emosional yang kompleks; Faktor umum dan
paritas;pengalaman dalam proses persalinan dan kehamilan.
Latar belakang psikososial wanita yang bersangkutan seperti tingkat pendidikan,
status perkawinan, kehamilan yang tidak di inginkan,riwayat gangguan kejiwaan sebelumnya,
social ekonomi. Kecukupan dukungan dari lingkungan (suami,keluarga dan teman) apabila
suami mendukung kehmilan ini, apakah suami mengerti perasaan istri, keluarga dan teman
memberikan dukungan fisik dan moril. Strees dalam keluarga misalnya: factor ekonomi
memburuk , persoalan dengan suami, problem dengan mertua stress yang di alami wanita itu
sendiri misalnya ASI tidak keluar , frustasi karena bayi tidak mau tidur. Kelelahan pasca
persalinan, perubahan yang pernah di alami oleh ibu, rasa memiliki bayi yang terlalu dalam
sehingga timbul rasa takut kehilangan bayinya;  problem anak, setelah kelahiran bayi,
kemungkinan timbul rasa cemburu dari anak sebelumnya sehingga hal tersebut cukup
mengganggu emosional.

4.      Penanganan Post Partum Blues. 

Penanganan gangguan mental pasca persalinan pada prinsipnya tidak berbeda dengan
penanganan gangguan mental pada momen - momen lainnya. Para ibu yang mengalami post
partum blues membutuhkan pertolongan yang sesungguhnya. Para ibu ini membutuhkan
dukungan psikologis seperti juga kebutuhan fisik lainnya yang harus juga di penuhi.
Cara untuk mengatasinya, antara lain :
a.       Komunikasikan segala permasalahan atau hal lain yang ingin di ungkapkan.
b.      Bicarakan rasa cemas yang di alami.
c.       Bersikap tulus ikhlas dlam menerima aktifitas dan peran baru setelah
melahirkan.
d.      Bersikap fleksible dan tidak terlalu perfeksionis  mengurs bayi dan rumah tangga.
e.       Belajar tenang dan menarik nafas panjang meditasi.
f.       Kebutuhan istrahat yang cukup ,tidurlah ketika bayi sedang tidur.
g.      Berolhraga ringan.
h.      Bergabung dengan kelompok ibu-ibu baru.
i.        Dukungan tenaga kesehatan.
j.        Dukungan suami ,keluaraga ,teman, teman sesama ibu.
k.      Konsultasikan pada dokter atau orang yang professional agar dapat
meminimalisir   factor risiko lainnya dan melakukan pengawasan

5.      Klasifikasi Post Partum Blues. 


Post Partum Blues bisa dikelompokkan menjadi :
a.      Ringan.
Post partum blues atau sering juga maternity blues atau sindroma ibu baru di mengerti
sebagai suatu sindroma  gangguan efek ringan yang sering tampak pada minggu pertama
setelah persalinan.
Post Partum Blues Ringan ditandai dengan gejala : Reaksi depresi  / sedih / disporia; sering
menagis, mudah tersinggung, cemas, labilitas perasaan.
b.      Berat.
Depresi berat dikenal sebagai sindroma depresi non piskotik pada kehamilan namun
umumnya trejadi dalam beberapa minggu sampai bulan setelah kelahiran.

Gejala - gejala Depresi Berat  : 


a. Perubahan pada mood.
b. Gangguan pada pola tidur.
c. Perubahan mental dan libido.
d. Dapat pula muncul pobia.
e. Ketakutan akan penyakit diri sendiri atau bayinya.
f. Depresi berat akan memiliki resiko tinggi pada wanita atau keluarga yang pernah
mengalami kelainan psikiatrik atau pernah mengalami menstrual sindrom.
g. Kemungkinan rekuren pada kehamilan berikutnya.

Penatalaksanaan Depresi Berat, diantaranya :


a. Dukungan keluarga dan sekitar .
b. b.Terapi psikologis dari psikiater dan psikolog.
c. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian anti depresan ( hati- hati pemberian
depresan pada wanita hamil dan menyusui ).
d. Pasien dengan percobaan bunuh diri sebaiknya jangan di tinggal sendirian dirumah
jika di perlukan lakukan perawatan  di RS.
e. Tidak di anjurkan untuk rooming in atau rawat gabung dengan bayinya .

6.      Pencegahan Terjadinya Post Partum Blues.  


a. Persiapan diri yang baik.
Artinya persiapan diri yang baik pada saat kehamilan sangat di perlukan sehingga saat
kelahiran memiliki kepercayaan diri yang baik dan mengurangi resiko terjadinya depresi
post partum .
Kegiatan yang dapat ibu lakukan adalah banyak membaca artikel atau buku yang ada
kairannya dengan kelahiran , mengikuti kelas prenatal, bergabung dengan kelompok senam
hamil . Ibu dapat memperoleh banyak informasi yang diperlukan sehingga pada saat
kelahiran ibu sudah siap dan hal traumatis yang mungkin mengejutkan dapat di hindari.   
b. Olahraga dan nutrisi yang cukup.
Dengan olah raga dapat  menjaga kondisi dan stamina sehingga dapat membuat keadaan
emosi juga lebih baik. Nutrisi yang baik asupan makanan maupun minum sangat penting
pada periode post partum.
c. Support  mental dan lingkungan sekitar. Dukungan ini tidak hanya dari suami
tapi dari keluarga ,teman,dan lingkungan sekitar .
d. Ungkapkan apa yang dirasakan.
Ibu post partum jangan memendam perasaan sendiri . Jika mempunyai masalah  harus
segera dibicarakan baik dengan suami maupun orang terdekat .
e. Mencari informasi tentang depresi post partum.
Informasi tentang depresi post partum yang kita berikan akan sangat bermanfaat sehingga
ibu mengetahui factor –faktor pemicu sehingga dapat mengantisifikasi  atau mencari
bantuan jika mengahdapi kondisi tersebut.
f. Melakukan pekerjaan rumah tangga seperti memasak , membersihkan rumah dan
pekerjaan rumah tangga lain dapat membantu melupakan gejolak emosi yang timbul pada
periode post partum.
C.    Depresi Post Partum. 

1.      Pengertian Depresi Post Partum.


Depresi post partum merupakan tekanan jiwa sesudah melahirkan mungkin seorang
ibu baru akan merasa benar - benar tidak berdaya dan merasa serba kurang mampu, tertindih
oleh beban terhadap tangung jawab terhadap bayi dan keluarganya, tidak bisa melakukan
apapuan untuk menghilangakan perasaan itu. Depresi post partum dapat berlangsung selama
3 bulan atau lebih dan berkembang menjadi depresi lain lebih berat atau lebih ringan.
Gejalanya sama saja tetapi di samping itu, ibu mungkin terlalu memikirkan kesehatan
bayinya dan kemampuanya sebagai seorang ibu. Jadi pada dasarnya depresi menyerang siapa
aja, tetapi terutama orang - orang usia tengah baya (usia 35-50 tahun). Misalnya gagalnya
mencapai sasaran - sasaran yang telah di rencanakan anak-anak mulai meningalkan rumah
dan lain - lain, semua ini bisa menyebabkan depresi.
Menurut catatan psikiater orang - orang yang menikah lebih banyak mengalami
depresi dari pada yang  yang tidak menikah. Para ahli mengatakan hal ini di sebabkan oleh
konflik - konflik interpersonal yang timbul dalam relasi yang dekat didalam perkawinan. Di
samping itu perempuan dua kali lebih banyak di diagnosa sebagai mengalami depresi dari
pada laki-laki penyebab masih belum di ketahui dengan pasti.
Apakah mungkin karena bedanya biologis karena wanita lebih mudah menyatakan
perasaanya atau karena perempuan lebih banyak mengalami stress sosial karena tidak
berhasil memenuhi keinginan mereka di masyarakat.
2.      Predisposisi Depresi Post Partum. 
Faktor terjadinya depresi post partum diantaranya adalah
a.       Ada di dalam keluara penderita penyakit mental .
b.      Kurangnya dukungan sosial dan dukungan keluarga serta teman.
c.       Kekhawatiran akan bayi yang sebetulnya sehat.
d.      Kesulitan selama persalinan dan melahirkan
e.       Merasa terasing dan tidak mampu.
f.       Masalah / perselisihan perkawinan atau keuangan.
g.      Kehamilan yang tidak di inginkan.

3.      Etiologi / Penyebab Depresi Post Partum. 

Penyebab kesedihan atau depresi atau sehabis melahirkan tidak jelas. Penurunan
tingakt hormon yang tiba-tiba,terutama sekali estrogen dan progesteron dapat berperan.
Depresi yang hadir sebelum kehamilan lebih mungkin berkembang ke dalam depresi post
partum wanita yang telah memiliki depresi sebelum hamil harus memberitahukan kepada
dokter atau bidan mengenal hal tersebut selama kehamilan. Depresi juga merupakan sebuah
penyakit yang berlangsung di dalam sebuah keluarga.Kadangkalah tidak jelas penyebab dari
depresi itu sendiri.
Faktor penyebab depresi post partum di sebabkan oleh  4 faktor yaitu sebagai berikut :
a.      Faktor Konstitusional.
Ganguan post partum berkaitan dengan status paritas riwayat obstetri pasien yang meliputi
riwayat hamil sampai bersalin serta ada komplikasi dari kehamilan dan persalinan
sebelumnya dan terjadi lebih banyak pada wanita primipara.Primipara lebih umum menderita
blues karena setelah melahirkan wanita primipara berada dalam proses adaptasi,kalau dulu
hanya memikirkn diri sendiri begitu bayi lahir jika ibu tidak paham perannya ia akan menjadi
bingung sementara bayinya harus tetap di rawat.
b.      Faktor Fisik.
Perubahan fisik setelah proses kelahiran dan memuncaknya ganguan mental slama 2 minggu
pertama menunjukan bahwa faktor fisik di hubungkan dengan kelahiran pertama merupakan
faktor penting.
Perubahan hormon scara drastis setelah melahirkan dan periode laten selama 2 hari diantara
kelahiran dan munculnya gejala. Perubahan ini sangat berpengaruh pada
keseimbangan.Kadang-kadang progesteron naik dan estrogen menurun secara cepat setelah
melahirkan merupakan penyebab yang sudah pasti.
c.       Faktor Psikologis.
Peralihan yang cepat dari keadaan dua dalam satu pada akhir kehamilan menjadi dua
induvidu yaitu ibu dan anak bergantung pada penyesuaian pesikologis induvidu. Klaus dan
kennel mengindikasikan pentingnya cinta dan penangulangan masa peralihan ini untuk
memulai hubungan baik antara ibu dan anak.
d.      Faktor Sosial.
Paykel mengemukakan bahwa pemukiman yang tidak memadai lebih sering menimbulkan
depresi pada ibu-ibu selain kurangnya dukungan dalam perkawinan.
4.      Klasifikasi Depresi Post Partum.
Ada 3 tipe Depresi Post Partum diantaranya yaitu :
a.      Depresi Ringan (Kemurungan).
Inilah tipe depresi yang paling umum. Biasanya singkat dan tidak terlalu mengangu-
mengangu kegiatan-kegiatan normal.
b.      Depresi Sedang / Moderat (perasaan tak berpengharapan).
Gejalanya hampir sama dengan depresi ringan tetapi lebih kuat dan lebih lama berakhir.
c.       Depresi Berat (terpisah dari realita).
Kehilangan interesdari dunia luar dan perubahan tingkah laku yang serrius dan
berkepanjangan merupakan karakteristiknya.
5.      Karakteristik Depresi Post Partum.
Karakteristik depresi post partum diantaranya :
a.       Mimpi Buruk.
Kebiasaannya terjadi sewaktu tidur karena mimpi yang menakutkan individu itu sering
terbangun sehingga dapat mengakibatkan insomnia.
b.      Insomnia.
Timbul sebagain gejala suatu ganguan lain seperti kecemasan dan depresi  ganguan
emosi lain yang terjadi dalam hidup manusia.
c.       Phobia.
Rasa takut yang irasional terhadap suatu benda atau keadaan yang tidak dapat di
hilangakan atau ditekan oleh pasien,biarpun di ketahuinya irasional adanya.
d.      Meningkatkan Sensifitas.
Periode pasca kelahiran meliputi banyak sekali penyesuaian diri dan pembiasaan diri.
e.       Perubahan Mood.
Menyatakan bahwa depresi post partum muncul dengan gejala - gejala sebagai berikut :
Kurang nafsu makan, sedih, murung, perasaan tidak berharga, mudah marah, kelelahan ,
insomnia, enorexia, merasa terganggu dengan perubahan fisik, sulit konsentrasi melukai
diri, anhedonia, menyalahkan diri, lemah dalam kehendak dll.
6.      Pencegahan Depresi Post Partum.
Pencegahan terbaik adalah denga mengurangi faktor resiko terjadinnya ganguan psikologis
pada ibu hamil dan ibu pasca persalinan (post partum).
Hal-hal yang dapat di lakukan untuk mengurangi faktor resiko yaitu :
a. Pemberian dukungan dari pasangan, keluarga, lingkungan,maupun profesional selama
kehamilan, persalinan dan pasca persalinan dapat mencegah depresi.
b. Mencari tahu tentang ganguan psikologis yang mungkin terjadi pada ibu hamil yang bru
saja melahirkan sehingga jika terjadi gejala dapat di kenali dan di tangani segera.
c. Konsumsi makanan sehat,istirahat cukup dan olaraga minimal 15 menit perhari dapat
menjaga suasana hati tetap baik.
d. Mencegah pengambilan keputusan yang berat selama kehamilan.
e. Mempersiapkan diri secara mental dengan membaca buku atau artikel tentang kehamilan
dan persalinan serta mendengarkan pengalaman wanita lain yang pernah melahirkan
dapat mermbantu menguranggi ketakutan.
f. Menyiapkan seseorang untuk membantu keperluan sehari-hari (memasak membersihkan
rumah,belanja dll).

D.    Psikosis / Psikosa Post Partum. 

1.      Pengertian Psikosis Post Partum.


a. Psikosa Post Partum Merupakan gangguan jiwa yang berat yang ditandai dengan waham,
halusinasi dan kehilangan rasa kenyataan ( sense of reality ) yang terjadi kira-kira 3-4
minggu pasca persalinan.
b. Psikosa Post Partum Merupakan gangguan jiwa yang serius, yang timbul akibat penyebab
organic maupun emosional ( fungsional ) dan menunjukkan gangguan kemampuan
berfikir, bereaksi secara emosional, mengingat, berkomunikasi, menafsirkan kenyataan
dan tindakan sesuai kenyataan itu, sehingga kemampuan untuk memenuhi tuntutan hidup
sehari-hari sangat terganggu.
c. Psikosa Post Partum adalah depresi yang terjadi pada minggu pertama dalam 6 minggu
setelah melahirkan.

Psikosa terbagi dalam dua golongan besar, yaitu : 


a.      Psikosa Fungsional.
Merupakan gangguan psikologis yang faktor penyebabnya terletak pada aspek kejiwaan,
disebabkan karena sesuatu yang berhubungan dengan bakat keturunan, bisa juga disebabkan
oleh perkembangan atau pengalaman yang terjadi dalam kehidupan seseorang.
b.      Psikosa Organic.
Disebabkan oleh kelainan atau gangguan pada aspek tubuh, kalau jelas sebab-sebab dari
suatu psikosa fungsional adalah hal-hal yang berkembang dalam jiwa seseorang.

2.      Faktor Resiko Psikosa Post Partum.


Faktor  Resiko Psikosa Post Partum, diantaranya :
a. Riwayat psikosis, gangguan bipolar (GB) atau skizofrenia.
b. Riwayat keluarga psikosis, gangguan bipolar, atau skizofrenia.
c. Berulang pada 20 – 50 % kasus.
d. Gangguan bipolar (GB) merupakan gangguan jiwa yang bersifatepisodik dan ditandai
oleh gejala-gejala manik, hipomanik, depresi, dan campuran, biasanya rekuren serta
dapat berlangsung seumur hidup.
e. Skizofrenia : gejala - gejala psikotik yang khas dan oleh kemunduran fungsi sosial,
fungsi kerja, dan perawatan diri.
f. Skizofrenia Tipe I ditandai dengan menonjolnya gejala-gejala positif seperti
halusinasi, delusi, dan asosiasi longgar.
g. Skizofrenia Tipe II ditemukan gejala-gejala negative seperti penarikan diri, apati, dan
perawatan diri yang buruk.
h. Wanita dengan riwayat pribadi psikosis, gangguan bipolar atau skizofrenia memiliki
peningkatan risiko mengembangkan psikosis postpartum. 
i. Demikian juga, wanita yang memiliki riwayat keluarga psikosis, gangguan bipolar
atau skizofrenia memiliki kesempatan lebih besar untuk mengembangkan gangguan
tersebut.  Additonally, wanita yang telah memiliki insiden masa lalu postpartum
psikosis adalah antara 20% dan 50% lebih mungkin mengalami lagi dalam masa
kehamilan.
3.      Etiologi atau Penyebab Psikosa Post Partum.
a. Faktor sosial kultural ( dukungan suami dan keluarga, kepercayaan atau etnik ).
b. Faktor obstetrik dan ginekologik ( kondisi fisik ibu dan kondisi fisik bayi ).
c. Faktor psikososial ( adanya stresor psikososial, faktor kepribadian, riwayat
mengalami depresi, penyakit mental, problem emosional dll ).
d. Faktor keturunan.
e. Karakter personal seperti harga diri yang rendah.
f. Perubahan hormonal yang cepat.
g. Masalah medis dalam kehamilan ( pre-eklampsia, DM ).
h. Marital disfungsion atau ketidak mampuan membina hubungan dengan orang lain
yang mengakibatkan kurangnya dukungan.
i. Unwanted pregnancy atau kehamilan tidak di inginkan.
j. Merasa terisolasi.
k. Kelemahan, gangguan tidur ( imsomnia ), ketakutan terhadap suatu masalah,
ketakutan akan melahirkan anak cacat atau tidak sempurna.
l. Disamping itu, disebabkan karena wanita menderita bipolar disorder atau masalah
psikiatrik lainnya yang disebut schizoaffektif disorder. Wanita tersebut mempunyai
resiko tinggi untuk terkena post partum psikosa.
4.      Epidemiologi  dan Anamnesis Psikosa Post Partum.
a.      Epidemiologi Psikosa Post Partum.
Insiden psikosis post partum sekitar 1-2 per 1000 kelahiran. Gejala psikosis post
partum muncul pada hari sampai 4-6 minggu post partum.
b.      Anamnesis Psiko Post Partum.
Onsetnya mendadak, 2-4 minggu setelah pelahiran. Sebagian besar muncul dengan
depresi, tetapi 1/3 dapat muncul dengan mania (suasana hati yang elasi. iritabel,
disinhibisi.bertindak semaunya, perhatiannya mudah teralihkan, aktivitas berlebihan,
pemboros, suka menyerang, tidak banyak bicara, loncat gagasan / flight of idea,
kurang tidur), halusinasi, waham, kebingungan, kurangnya tilikan.
5.      Patofisiologi Psikosa Post Partum. 
Kesehatan jiwa wanita sangat mempengaruhi kesehatan wanita. Pada usia produktif
gangguan kesehatan wanita sering berhubungan dengan perannya sebagai istri, ibu dan
pekerja, kondisi kesehatan fisik terutama kondisi bagian tubuh yang menjadi simbol
kewanitaan, penganiayaan fisik dan mental. Proses berduka, kemurungan dan psikosa pasca
melahirkan, serta bunuh diri yang merupaka reaksi negatif dari ganggguan terhadap
kesehatan jiwa.
Penelitian psikodinamik menunjukkan, pada gangguan psikiatrik pasca persalinan
terdapat konflik antar ibu dengan perannya sebagai ibu yang harus mengasuh anaknya,
dengan kelahiran anaknya dan hubungan dengan suaminya. Konflik ini mempunyai peranan
dalam menentukan identitas dirinya sebagai ibu yang tidak dapat berkomunikasi dengan
bayinya, menghambat ibu menemukan jati dirinya, dan merupakan hambatan dini hubungan
timbal balik antara ibu dan anak.
Gangguan psikoatrik yang terjadi pada masa pasca persalinan bukan suatu sindrom psikiatrik
yang baru, tapi merupakan gangguan yang biasa didapat, antara lain postpartum blues,
depresi postpartum dan psikosis postpartum. Gangguan ini dapat terjadi mulai sejak hari
pertama sampai 4-6 minggu pasca melahirkan. Bahkan marce sosiety mengemukakan psikosa
ini dapat terjadi sampai 1 tahun setelah melahirkan. Gejala yang dapat timbul pada masa ini
sangat berat, berbahaya dan merupakan kondisi darurat sebab penderita dapat membahayakan
diri sendiri dan mengganggu lingkungannya,seperti tindakan bunuh diri dan membunuh
bayinya.
Gangguan non psikotik pada periode pascapersalinan cukup tinggi, penelitian menunjukkan
20-40% wanita hamil mengalami gangguan emosional atau disfungsi kognitif, ataupun
keduanya. Angka kejadian psikosis pascapersalinan adalah 1-2 per 1000 kelahiran dari
seluruh wanita pascapersalinan. Umumnya gangguan psikiatrik pasca melahirkan timbul
setelah hari ke 3 pasca persalinan.
6.      Tanda dan Gejala Psikosa Post Partum. 

a.      Gejala Awal.
Gejala Awal ditandai dengan :
a. Perasaan sedih, kecewa dan putus asa.
b. Sulit tidur atau imsomnia.
c. Sering menangis.
d. Gelisah, cemas dan iritable yang berlebihan.
e. Merasa Letih dan lelah.
f. Semangat menurun ataupun kehilangan sensasi menyenangkan.
g. Mudah tersinggung / labil.
h. Sakit kepala.
i. Peningkatan ataupun penurunan berat badan secara tiba - tiba.
j. Memperlihatkan penurunan minat pada bayinya.
k. Menolak makan dan minum.
b.      Gejala Lanjutan.
Gejala Lanjutan di tandai dengan :
a. Curiga berlebihan.
b. Kebingungan.
c. Sulit konsentrasi.
d. Bicara meracau atau inkoheren.
e. Irasional.
f. Pikiran obsesif ( pikiran yang menyimpang dan berulang-ulang ).
g. Agresif.
h. Impulsif ( bertindak diluar kesadaran).
Walaupun banyak wanita pasca melahirkan mengalami depresi postpartum tapi tidak
semuanya berlanjut menjadi psikosa postpartum. Tapi setiap psikosa postpartum pasti di
awali oleh depresi pospartum dan bisa sampai melukai diri sendiri bahkan membunuh anak-
anaknya.
Gejala yang sering terjadi adalah :
a. Delusi.
b. Halusinasi.
c. Gangguan saat tidur.
d. Obsesi mengenai bayi.
c.       Gejala Klinik.
Pada wanita yang menderita penyakit ini dapat terkena perubahan mood secara drastis, dari
depresi ke kegusaran dan berganti menjadi euforia dalam waktu singkat.
Penderita kehilangan semangat dan kenyamanan dalam beraktifitas, sering menjauhkan diri
dari teman atau keluarga, sering mengeluh sakit kepala dan nyeri dada, jantung berdebar -
berdebar serta nafas terasa cepat.
7.      Penanganan dan Pencegahan Psikosa Post Partum. 

a.      Penanganan Psikosa Post Partum.


Respon yang terbaik dalam menangani kasus psikosis pospartum ini adalah kombinasi antara
psikoterapi, lingkungan sekitar ibu dan medikasi seperti antidepresan, jika tidak
memungkinkan untuk ibu dirawat dirumah sebaiknya ibu dirawat dirumah sakit. Libatkan
anggota keluarga dalam penanganan terutama suami sehingga dapat dibangun pemahaman
dari orang-orang terdekat ibu terhadap apa yang dirasakan dan dibutuhkan ibu.
b.      Pencegahan Psikosa Post Partum. 

Beberapa intervensi berikut ini dapat membantu wanita terbebas dari ancaman
Depresi dan Psikosa Post Partum, yaitu :
1.      Pelajari Diri Sendiri.
Pelajari dan mencari informasi mengenai depresi dan psikosa pospartum, sehingga ibu dan
keluarga sadar terhadap kondisi ini. Apabila terjadi, maka akan segera mendapatkan
penanganan yang tepat.  
2.      Tidur dan Makan yang Cukup.
Diet nutrisi penting untuk kesehatan, lakukan usaha yang terbaik dengan makan dan tidur
yang cukup. Keduanya penting dalam periode pospartum.
3.      Olahraga.
Olahraga Merupakan kunci untuk mengurangi depresi postpartum, lakukan peregangan
selama 15 menit dengan berjalan kaki setiap hari, sehingga membuat ibu menjadi lebih rileks
dan lebih menguasai emosional yang berlebihan.
4.      Beritahukan Perasaan Ibu.
Jangan takut untuk mengutarakan perasaan ibu dan mengekspresikan yang ibu inginkan dan
butuhkan demi kenyamanan ibu. Jika mempunyai masalah, segera beritahukan kepada orang
yang dipercaya ataupun orang yang terdekat.
5.      Dukungan dari Keluarga dan Orang - orang Terdekat.
Dukungan dari orang terdekat dari mulai kehamilan, persalinan dan pospartum sangat
penting, yakinkan diri ibu bahwa keluarga selalu berada disamping ibu setiap ada kesulitan.
6.      Persiapan Diri dengan Baik.
Persiapan sebelum persalinan sangat diperlukan, ikutlah kelas hamil, baca buku-buku yang
dibutuhkan.
7.      Lakukan Pekerjaan Rumah Tangga.
Pekerjaan rumah tangga sedikit banyak dapat membantu ibu melupakan golakan perasaan
yang terjadi selama periode pospartum. Kondisi anda yang belum stabil, bisa ibu curahka
dengan memasak atau membersihkan rumah.
8.      Dukungan Emosional.
Minta dukungan emosional dari keluarga dan lingkungan sehingga ibu dapat mengatasi rasa
frustasi atau stress. Ceritakan pada mereka mengenai perubahan yang ibu rasakan, sehingga
ibu merasa lebih baik dari setelahnya.
8.      Penatalaksanaan, Pengobatan, Komplikasi, dan Prognosis Psikosa Post Partum.
a.       Penatalaksanaan Psikosa Post Partum.
Post partum kejiwaan dianggap menjadi darurat kesehatan mental. Oleh karena itu
memerlukan perhatian segera. Hal ini dikarenkan wanita yang menderita penyakit kejiwaan
tidak selalu mampu atau bersedia untuk berbicara dengan seseorang tentang disorder-nya,
mereka kadang - kadang membutuhkan pasangan atau anggota keluarga yang lain untuk
membantu mereka mendapatkan penanganan medis yang mereka butuhkan.
Kondisi ini biasanya diatasi dengan pemberian obat, biasanya obat antipsikosis dan terkadang
obat antidepresan dan/ atau antiansietas. Banyak wanita yang juga dapat merasakan manfaat
dari konseling dan dukungan psikologis kelompok. Dengan perawatan dengan baik, sebagian
besar perempuan dapat pilih dari kekacauan.
Untuk mengurangi jumlah penderita ini sebagai anggota keluarga hendaknya harus lebih
memperhatikan kondisi dan keadaan ibu serta memberikan dukungan psikis agar tidak
merasa kehilangan perhatian.

Saran kepada penderita untuk :


1. Beristirahat cukup.
2. Mengkonsumsi makanan dengan gizi yang seimbang.
3. Bergabung dengan orang-orang yang baru.
4. Bersikap fleksible.
5. Berbagi cerita dengan orang terdekat.
6. Sarankan untuk berkonsultasi dengan tenaga medis.
Tatalaksana juga dapat berupa :
1. Penilaian psikiatrik (termasuk risiko bunuh diri dan risiko terhadap bayi).
2. Perawatan di unit psikiatri (jika mungkin ke unit spesialis ibu dan bayi).
3. Obat antidepresan oral, neuroleptika (gunakan secara hati – hati jika menyusui).
b.      Pengobatan Psikosa Post Partum.
Jika diperkirakan menimbulkan ancaman bagi diri sendiri atau orang lain, maka penderita
harus :
1. Dirawat di rumah sakit.
2. Memberikan atau mengkonsumsi Obat - obatan anti psikotik, anti depressan dan anti
ansietas.
c.       Komplikasi Psikosa Post Partum.
Komplikasi Psikosa Post Partum, diantaranya :
1. Bunuh diri.
2. Penelantaran anak.
3. Pengasuhan yang tidak sesuai.
4. Berpikir untuk menyakiti.
5. Pembunuhan bayi.
d.      Prognosis Psikosa Post Partum.
Prognosis jangka pendek baik. 20% mengalami psikosis masa nifas yang berulang. 50 %
mengalami episode psikosis berulang.

E.     Peran Dan Tanggung Jawab Bidan Dalam Masa Nifas.


Bidan memiliki peranan yang sangat penting dalam pemberian asuhan post partum.
Adapun peran dan tanggung jawab bidan dalam masa nifas antara lain :
a. Memberikan dukungan secara berkesinambungan selama masa nifas sesuai dengan
kebutuhan ibu untuk mengurangi ketegangan fisik dan psikologis selama masa nifas.
b. Sebagai promotor hubungan antara ibu dan bayi serta keluarga.
c. Mendorong ibu untuk menyusui bayinya dengan meningkatkan rasa nyaman.
d. Membuat kebijakan perencanaan program kesehatan yang berkaitan dengan ibu dan anak
dan mampu melakukan kegiatan administrasi.
e. Mendeteksi komplikasi dan perlunya rujukan.
f. Memberikan informasi dan konseling untuk ibu dan keluarganya mengenai cara
mencegah perdarahan, mengenali tanda-tanda bahaya, menjaga gizi yang baik, serta
mempraktekkan kebersihan yang aman.
g. Melakukan manajemen asuhan kebidanan dengan cara mengumpulkan data, menetapkan
diagnosa dan rencana tindakan serta melaksanakannya untuk mempercepat proses
pemulihan, mencegah komplikasi dengan memenuhi kebutuhan ibu dan bayi selama
priode nifas.
h. Memberikan asuhan kebidanan secara professional.
Contoh Leaflet
Daftar Pustaka

Walyani, dkk. 2015.Asuhan Kebidanan Masa Nifas dan Menyusui.Yogyakarta:PT PustakaBaru

http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2018/09/Asuhan-Kebidanan-Nifas-
dan-Menyusui_SC.pdf
Prawirohardjo, sarwono. 2009. Buku Acuhan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Bina Pustaka. Jakarta.

Stright, Barbara R. 2001. Lippincott’sRiviewSeries: Maternal-NewbornNursing.


ThirdEdition. Lippincott Williams &WilkinsInc. USA. Terjemahan M.A. Wijayarini.
2004. Panduan Belajar: Keperawatan Ibu-Bayi Baru Lahir. Edisi Ketiga. EGC. Jakarta.

Prawirohardjo S.(2002) : Perdarahan Pasca Persalinan. Buku Acuan Nasional Pelayanan


Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : YBP

Asih, Yusari dan Risneni. 2016. Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Trans Info Media:
Jakarta
Dewi, Vivian Nanny Lia dan Tri Sunarsih. 2012. Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas. Jakarta:
Selemba Medika
Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Ahli Medis Artikel. 2018. Oovaritas. Diakses tanggal 21 September 2019
http://id-m.iliveok.com/health/ooforit-109429i15953.html
Lusa Afkar. 2011. Infeksi Masa Nifas dan Penangannya. Diakses pada tanggal 21 September
2019
http://lusa.afkar.id/infeksi-masa-nifas-dan-penangannya

Anda mungkin juga menyukai